80 DETERMINAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS MOROSI
Andi Mauliyana
Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu ilmu Kesehatan Universitas Mandala Waluya
ABSTRAK
Infeksi pada saluran pernapasan menjadi penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi, utamanya kematian anak di Negara berkembang. Laporan Puskesmas Morosi sejak 3 tahun terakhir yaitu pada tahun 2018 berjumlah 112 kasus (37%), 2019 berjumlah 121 kasus (30%), sedangkan tahun 2020 mencapai 126 kasus (37%). Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari determinan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Morosi. Kajian ini menggunakan rancangan survey analitik dan desain Cross-Sectional Study. Populasi kajian berjumlah 126 orang dengan sampel penelitian berjumlah 56 responden. Pengujian data menggunakan Chi-Square. Hasil analisis bivariat dengan Chi-Square didapatkan nilai kebiasaan merokok (p- value=0,017) dengan uji Phi=0,409, ventilasi (p-value=0,047) dengan uji Phi=0,318, pengetahuan (p- value=0,025) dengan uji Phi=0,375 dan kepadatan hunian (p-value=0,076) dengan uji Phi=0,273. Berarti ada hubungan sedang perilaku merokok, ventilasi, pengetahuan dan kepadatan penghuni dengan kejadian ISPA balita di Wilayah Kerja Puskesmas Morosi. Diharapkan kepada puskesmas agar meningkatkan pengetahuan dengan memberikan penyuluhan mengenai bahaya asap rokok bagi balita, ventilasi dan kepadatan hunian yang memenuhi syarat.
Kata Kunci: ISPA, balita, determinan
81 Latar Belakang
lebih dikenal dengan ISPA menjadi penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi, utamanya kematian anak di negara berkembang. ISPA mengakibatkan 4 dari 15 juta kematian setiap tahun pada anak balita.
Pada negara berkembang ditemukan kajian fungsi paru-paru yang memaparkan bahwa kejadian pneumonia akan semakin berat efeknya pada anak-anak akibat infeksi bakteri, umumnya Streptococcus pneumoniae atau Haemophilus influenzae.1
Kejadian infeksi akut pada saluran pernapasan yang disampaikan oleh WHO berdasarkan kelompok usia di bawah 5 tahun mencapai sekitar 0,29 kali setiap anak per tahun pada negara berkembang, sementara 0,05 kali setiap anak per tahun pada negara maju. Hal tersebut memperlihatkan diperolehnya 156 juta kasus terbaru terjadi di seluruh dunia setiap tahun, yang mana 151 juta kasus (96,7%) ditemukan pada negara yang masih berkembang. Kematian sebagai akibat dari ISPA pada anak umur < 5 tahun meningkat hingga 12,4 juta jiwa khusus pada anak usia nol sampai satu tahun dan 80,3%
kematian akibat ISPA dijumpai pada negara yang masih berkembang. Seperti di Indonesia, dimana terdapat
25.000 kasus kematian yang disebabkan infeksi akut pada pernapasan yang termasuk penyebab kasus kematian terbanyak, selanjutnya diiringi negara lain yakni oleh
Laos, India, Nigeria, Philipina dan Kamboja.2 Didasarkan pada Riset Kesehatan Dasar, memaparkan prevalensi ISPA tahun 2013 mencapai 37%, dimana persentase tersebut merupakan prevalensi tertinggi bagi balita atau anak umur < 5 tahun.3 Sedangkan di Provinsi Sulawesi Tenggara selama 3 tahun terakhir penyakit ISPA menempati urutan pertama 10 penyakit terbesar. Laporan yang dihimpun oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara pada 2017, memaparkan temuan kasus ISPA berjumlah 134.294 jiwa, namun cakupan penanganan penderita hanya berjumlah 3.537 kasus (2,76%). Sementara itu, pada 2018 diketahui jumlah kasus pneumonia berjumlah 271.375, namun penanganannya hanya berjumlah 3.051 kasus (1,1%), tahun 2019 diketahui jumlah penderita ISPA mencapai 115.331, namun penanganannya hanya berjumlah 3.460 kasus (13,01%). Jika dilihat kecendrungan persentase pada balita selama 3 tahun terakhir terjadi penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2019 dibanding tahun sebelumnya.4
Berdasarkan data Dinas Kabupaten Konawe ISPA menempati urutan pertama berdasarkan Kabupaten/Kota. Laporan ISPA yang dihimpun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe selama tahun 2017 hingga 2019. Memaparkan jumlah kasus pada 2017 sebanyak 3.770 kasus ISPA balita, jumlah yang ditangani sebanyak (26,6%), pada tahun 2018 sebanyak 1.273 kasus ISPA pada balita
82 sedangkan kasus keseluruhan ISPA sebanyak
4.134 kasus dan jumlah yang ditangani sebanyak (35,6%), 2019 mencapai 13.669 kasus keseluruhan, sedangkan data ISPA pada balita yaitu 4.824 sedangkan jumlah yang ditangani sebanyak (30,5%). Data hasil survey yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe jumlah kasus ISPA balita di Puskesmas Morosi berjumlah 126 kasus dan Puskesmas Laosu 177 kasus.5
ISPA menjadi permasalahan krusial dengan frekuensi kejadian tertinggi pada daftar 10 penyakit tertinggi di Puskesmas Morosi. Dimana pada tahun 2018 diperoleh 112 kasus (37%), tahun 2019
berjumlah 121 kasus (30%) sedangkan tahun 2020 mencapai 126 kasus (37%), jika diperhatikan secara menyeluruh, maka disimpulkan sejak tahun 2018 hingga 2020 telah terjadi peningkatan kejadian ISPA pada anak umum < 5 tahun.6
Dari hasil survey pendahuluan yang dikaji terhadap 30 responden di kawasan Puskesmas Morosi menunjukkan 29 responden (96,7%) mempunyai anggota keluarga perokok aktif, 19 responden (66,3%) yang menjawab bahwa kepadatan hunian dapat mempengaruhi kejadian ISPA, 13 responden (43,3%) yang mengetahui tentang penyakit ISPA sedangkan 17 lainnya tidak mengetahui, 8 responden (26,7%) mempunyai ventilasi tidak sesuai syarat kesehatan rumah.
Hasil kajian kegiatan survey awal
menunjukkan bahwa penyebab masalah yang paling dominan adalah paparan asap rokok, ventilasi, pengetahuan dan kepadatan hunian.
Berdasarkan uraian pendahuluan tersebut maka peneliti terdorong untuk mengkaji determinan kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Morosi.
BAHAN DAN METODE
Metode kajian memanfaatkan survey analitik dan desain Cross-Sectional Study yang diteliti sejak April hingga Mei 2021 di wilayah kerja Puskesmas Morosi. Populasi penelitian yakni jumlah balita ISPA yang berkunjung di Puskesmas Morosi sebanyak 126 responden dengan sampel sebanyak
56 responden. Data primer didapatkan dari responden yang mewakili balita (Ibu balita) melalui wawancara sesuai pertanyaan pada kuesioner, semenatar data sekunder diperoleh dari pencatatan dan pelaporan dari instansi terkait. Analisis statistik menggunakan uji Chi- Square. Kemudian data yang didapatkan disampaikan dalam bentuk tabel beserta penjelasan.
HASIL
Karakteristik pada penelitian ini terdiri atas dua, yaitu karakteristik responden yang mewakili balita (Ibu balita) dan karakteristik balita. Karakteristik responden dipaparkan menurut umur dan latar belakang Pendidikan.
Sedangkan karakteristik balita dipaparkan menurut umur dan jenis kelamin yang
83 disajikan Tabel 1. Distribusi responden untuk
kelompok umur terbanyak adalah 19-25 tahun sebanyak 24 responden (42,8%).
Sebaran responden berdasarkan latar belakang pendidikan didominasi tamatan SMA berjumlah 26 responden (46,6%).
Sementara itu, distribusi balita menurut kelompok umur terbanyak adalah 1-3 tahun sebanyak 46 balita (82,1%). Sedangkan distribusi balita menurut jenis didominasi oleh perempuan sebanyak 35 balita (62,5%).
Tabel 2 menggambarkan sebaran distribusi responden berdasarkan kejadian ISPA, kebiasaan merokok, ventilasi rumah, pengetahuan dan kepadatan hunian.
Distribusi frekuensi responden menurut kejadian ISPA, diketahui mayoritas balita mengidap ISPA yaitu berjumlah 51 responden (91,1%), sementara yang tidak ISPA berjumlah 5 responden (8,9%).
Sementara itu, distribusi frekuensi responden menurut kebiasaan merokok, diketahui sebagian besar responden mempunyai anggota keluarga dengan kebiasaan merokok berjumlah 48 responden (85,7%) dan anggota keluarga dengan kebiasaan tidak merokok berjumlah 8 responden (14,3%).
Adapun distribusi frekuensi responden menurut ventilasi rumah yang disajikan Tabel 2, diketahui sebagian besar responden memiliki ventilasi rumah yang berisiko terhadap kejadian ISPA berjumlah 45 responden (80,4%), sementara tidak berisiko
berjumlah 11 responden (19,6%). Distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan, diketahui mayoritas responden berpengetahuan kurang terkait penyakit ISPA berjumlah 47 responden (83,9%), sementara responden berpengetahuan cukup berjumlah 9 responden (16,1%). Sementara itu, distribusi frekuensi responden menurut kepadatan hunian, diketahui sebagian besar responden mempunyai kepadatan penghuni tidak sesuai syarat berjumlah
43 responden (76,8%), sedangkan kepadatan penghuni yang sesuai syarat ketetapan berjumlah 13 responden (23,2%).
Distribusi frekuensi responden yang didasarkan pada hasil Uji Chi-Square terhadap kebiasaan merokok yang disajikan Tabel 3, diperoleh p-value=0,017 < α=0,05 dengan uji Phi=0,409. Hal ini bermakna ada hubungan sedang antara kebiasaan merokok dengan terjadinya ISPA pada balita di Kawasan Puskesmas Morosi. Hasil pengujian Chi-Square terhadap ventilasi rumah diperoleh p- value=0,047 < α=0,05 dengan uji Phi=0,318.
Bermakna ada hubungan sedang antara ventilasi rumah dengan terjadinya ISPA pada balita di Kawasan Puskesmas Morosi. Adapun hasil pengujian Chi-Square terhadap pengetahuan diperoleh p-value=0,025 < α=0,05 dengan nilai uji
84 LAMPIRAN
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristrik Responden
di Wilayah Kerja Puskesmas Morosi Tahun 2021
Karakteristik Responden n % Karakteristik Ibu Balita
Umur
19-25 tahun 24 42,8
26-30 tahun 22 39,3
31-35 tahun 9 16,1
36-40 tahun 1 1,8
Tingkat Pendidikan
SD 8 14,3
SMP 14 26
SMA 26 46,6
D3 2 3,6
S1 6 9,5
Karakteristik Balita Umur
1-3 tahun 46 82,1
4-5 tahun 10 17,9
Jenis Kelamin
Laki-Laki 21 37,5
Perempuan 35 62,5
Jumla h
56 100,0 Sumber: Data Primer, 2021
85 Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian ISPA,
Kebiasaan Merokok, Ventilasi Rumah, Pengetahuan dan Kepadatan Hunian di Wilayah Kerja Puskesmas Morosi Tahun
2021
Variabe l
Tota l
n %
Kejadian ISPA
Menderita 51 91,1
Tidak Menderita 5 8,9
Kebiasaan Merokok
Merokok 48 85,7
Tidak merokok 8 14,3
Ventilasi Rumah
Berisiko 45 80,4
Tidak Berisiko 11 19,6
Pengetahuan
Cukup 9 16,1
Kurang 47 83,9
Kepadatan Hunian
Memenuhi Syarat 13 23,2
Tidak Memenuhi syarat 43 76,8
Jumlah 56 100
Sumber: Data Primer, 2021
86 Tabel 3. Analisis Bivariat Antara Kejadian ISPA, Kebiasaan Merokok, Ventilasi Rumah,
Pengetahuan dan Kepadatan Hunian di Wilayah Kerja Puskesmas Morosi Tahun 2021
Variabe l
Kejadian ISPA ISPA Tidak ISPA
Total Hasil Uji Statistik
n % n % n %
Kebiasaan Merokok
Merokok 46 95,8 2 4,2 48 100 p-value = 0,017
Tidak Merokok 5 62,5 3 37,5 8 100 φ = 0,409
Ventilasi Rumah
Beresiko 43 95,6 2 4,4 45 100 p-value = 0,047
Tidak Beresiko 8 72,7 3 27,3 11 100 φ = 0,318
Pengetahuan
Kurang 45 95,7 2 4,3 47 100 p-value = 0,025
Cukup 6 66,7 3 33,3 9 100 φ = 0,375
Kepadatan Hunian
Memenuhi syarat 10 19,6 3 60 13 100 p-value = 0,076 Tidak Memenuhi syarat 41 95,3 2 40 43 100 φ = 0,273
Jumlah 51 100 5 100 56 100
Sumber: Data Primer, 2021
87 DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 2010. Prosedur penelitian dan rumus pengetahuan dalam penelitian,. Jakarta:
Rineka Cipta.
Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara, 2019. Data Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita,Kendari.
Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe. 2019.
Data Penderita Infeksi Saluran
Pernapasan Akut Pada Balita, Konawe.
Depkes RI. 2012. Pencegahan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan, Jakarta.
Depkes, 2009. Faktor- Faktor Penyebab ISPA Pada Balita, Jakarta.
Gusti Ayu Putriyani, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita Di Desa Didomulyo Wilayah Kerja Puskesmas Wonoasri Kabupaten Medan”, 2017. Skripsi Sarjana, Program Study Kesehatan Masyarakat, Stikes Bakti Husada Mulia, Madiun.
Hardin, “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Infeksi Saluran Pernpasan Akut Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Usuku Kecematan Tomia Timur Kabupaten Wakatobi”, 2018. Skripsi sarjana, Program Study Kesehatan Masyarakat, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mandala Waluya, Kendari.
Kemenkes RI, 2005. Melinium Developmen Goals (Mdgs) Menurunkan Angka Kematian Balita. Yogyakarta.
Kemenkes RI, 2017. Data Penderita Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita. Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI, 2014. Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas.Diakses pada tanggal 10 Februari 2021.
Kementrian Kesehatan RI, 2014. Standar Pelayanan Umu Di Puskesmas.Diakses
pada tanggal 13 Februari 2021
Kartika Sari W.,2013. Tanda Dan Gejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jurnal kesehatan masyarakat, Volume 1, nomor 2, Maret 2020. Hal 13-14
Lili Chandra Winata. Faktor Resiko Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita Di Kelurahan Lalowaru Kecematan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan’’, 2017.
Skripsi Sarjana, Program Study Kesehatan Masyarakat, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mandala Waluya, Kendari.
Mayasari, 2015. http://www.Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Di akses pada tanggal 07 Januaril 2021
Muttaqqin, 2008. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Penanggulangannya.
Diunduh dari
http:www.pppl.Depkes.go.id/image data.
Diakses 09 Januari 2021
Muttaqin, 2008. Klasifikasi Ispa Berdasarkan Kelompok Umur Balita. Bandung: Balai Pustaka.
Mennegethi, 2009. Penyebab Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Bandung: Desamedia.
Nani Rusdawati Hasan, 2012. Di Diakses pada
tanggal 07 Januari
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/2032 0028-S-
Nelson, 2013. Definisi Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (Ispa).Journal Kesmas., Vol.
01, no 05, pp. 52
Ngastiyah, 2005. Infeksi Salauran Pernapasan Atas, Sinustis, Tonsil, Faringtis, Laringitis. Jakarta: karya cipta
Ngastiyah, 2005. Infeksi Saluran Pernapasan Bawah, Bronkitis, Bronkiolitis ,Pneumonia,Tuberclosis, Dan Komplikasi. Surabaya: Erlangga.
Nursalam, 2016. Uji Validitas & Uji Reliabilitas. Jakarta: EKG
Profil Puskesmas Morosi 2020. Data Penderita Infeksi Saluran pernapasan akut,
Konawe.
Prabu, 2009. Pengertian Ventilasi Dan Fungsi Ventilasi. J. Kesehat. Masy. Nas., vol. 10, no. 2, pp. 67–73.