• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

TAPANULI TENGAH

SKRIPSI

Oleh

INDRI ANJANI NIM. 131000234

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

TAPANULI TENGAH

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

INDRI ANJANI NIM. 131000234

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(3)
(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D.

Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S.

2. Dr. Drs. R. Kintoko R, M.K.M.

(5)

Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku WUS Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi di Wilayah Puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, November 2020

Indri Anjani

(6)

pelaksanaannya program KB masih mengalami kendala yang menyebabkan rendahnya tingkatnya penggunaan alat kontrasepsi. Cakupan akseptor KB aktif di Wilayah Puskesmas Sarudik masih 67% dibandingkan dengan target nasional yaitu 75%. Jenis penelitian adalah survey dengan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposisi (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan sikap dan budaya), faktor pemungkin (informasi dan ketersediaan alat kontrasepsi serta jarak ke tempat pelayanan alat kontrasepsi) dan faktor penguat (dukungan suami dan dukungan petugas pelayanan alat kontrasepsi) terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh WUS yang telah menikah sebanyak 2.698 orang. Teknik pengambilan sampel secara simple random sampling sebanyak 96 orang. Analisis data yang digunakan adalah regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh berasal dari faktor penguat atau reinforcing factors yaitu informasi tentang alat kontrasepsi dengan nilai p value sebesar 0,010 dan Exp (B) sebesar 6,400. Artinya responden yang mendapatkan informasi tentang alat kontrasepsi memiliki peluang 6,400 kali untuk menggunakan alat kontrasepsi dibanding dengan responden yang tidak mendapatkan informasi. Disarankan kepada Puskesmas Sarudik agar melakukan peningkatan tentang edukasi, promosi dan sosialisasi mengenai informasi tentang alat kontrasepsi kepada Wanita Usia Subur agar pengetahuan WUS tentang program KB dan alat kontrasepsi menjadi lebih baik, sehingga masyarakat agar lebih mau membuka diri dan mau menerima informasi dan penyuluhan dibidang kesehatan khususnya tentang program KB dan diharapkan mampu membentuk keluarga bahagia dan sejahtera melalui pengaturan atau pembatasan kelahiran anak.

Kata kunci: Perilaku, Penggunaan Alat Kontrasepsi

(7)

Planning Program still faced many constraints that caused in the decrease of the rate of contraception uses. The coverage of current user in the Public Health Center of Sarudik area is still 67% and this is still lower if compared to the national’s target around 75%. This type of research is an explanatory type survey research, which aims to explain the influence of predisposing factors (age, education, number of child, knowledge, attitude and culture), enabling factors (information of the uses of contraception device and the availability of contraception device also the distance of the contraception device service) and reinforcing factors (support from both of husband and health providers) on the Use of Contraception Device. The population for this study are 2.689 eligible women who got married already. The sampling by simple random sampling was 96 people. The data analysis used is multiple logistic regression. The results of the study show that the variable that influences came from reinforcing factors which is information about the contraception device with p value of 0,010 and Exp (B) of 6,400. This means that respondents are got information about the contraception device had the opportunity 6,400 times to use of contraception device compared to the one who didn’t reveived the information about contraception device.

Recommended to Sarudik Health Center to conduct education, promotion and socialization towards eligible women about the information of contraception device, so that their knowledge about contraception device gets better, also the community to be more willingly to open up and want to receive more informations and counseling for the health sectors, especially about family planning programs and can form a happy and prosperous family by regulating and limitting childbirth.

Keywords: Behaviour, Use of Contraception Device

(8)

yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku WUS Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi di Wilayah Puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes, selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

(9)

6. drh. Rasmaliah, M.Kes. selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

7. Para Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat USU atas ilmu yang telah diajarkan selama ini kepada penulis.

8. Pegawai dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terkhusus Dian Afriyanti.

9. Kepala Puskesmas Sarudik yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian.

10. Teristimewa kepada orangtua tercinta, Ayahanda (Suheri) dan Ibunda (Indrawati) yang senantiasa mendoakan, mendukung, memotivasi dan memberikan materi selama penulis melaksanakan studi dan menyelesaikan skripsi ini.

11. Terkhusus untuk saudari (Anisyah Pratiwi) yang telah memberikan semangat kepada penulis.

12. Teman dan sahabat terdekat (Sri Rahayu, Lira Sutira, Widya Tri Kastuti, Juni Ertania Sari, Rivaldi Sidabutar, Feby Valent Ramdhani, Gyne Kirsten Surfeki, Febry Nirwana Siregar, Debi Fin Yohana Sinaga) yang telah menyemangati dan mendukung penulis.

(10)

membantu, memberikan semangat, doa dan dukungan selama pengerjaan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, November 2020

Indri Anjani

(11)

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xii

Daftar Gambar xiv

Daftar Lampiran xv

Daftar Istilah xvi

Riwayat Hidup xvii

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 8

Tujuan Penelitian 8

Tujuan umum 8

Tujuan khusus 8

Manfaat Penelitian 9

Tinjauan Pustaka 10

Perilaku 10

Batasan perilaku 10

Perilaku kesehatan 12

Dominan perilaku 14

Pengetahuan (knowledge) 14

Sikap (attitude) 17

Praktik atau tindakan (practice) 19

Wanita Usia Subur 20

Program Keluarga Berencana 20

Pengertian keluarga berencana 20

Tujuan keluarga berencana 21

Akseptor keluarga berencana 22

Kontrasepsi 22

Pengertian kontrasepsi 22

Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi 24

Umur 24

Pendidikan 25

Jumlah anak 25

(12)

Dukungan suami 28

Dukungan petugas kesehatan 29

Landasan Teori 30

Kerangka Konsep 31

Hipotesis Penelitian 32

Metode Penelitian 33

Jenis Penelitian 33

Lokasi dan Waktu Penelitian 33

Populasi dan Sampel 33

Variabel dan Definisi Operasional 35

Metode Pengumpulan Data 37

Metode Pengukuran 38

Metode Analisis Data 42

Hasil Penelitian 44

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 44

Keadaan geografis 44

Kependudukan 44

Sarana dan prasarana 45

Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

WUS terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi 46

Deskripsi Faktor Predisposisi (umur, pendidikan, jumlah anak

Pengetahuan, sikap, budaya) 47

Deskripsi Faktor Pemungkin (informasi dan ketersediaan alat

kontrasepsi, jarak ke tempat pelayanan alat kontrasepsi) 52 Deskripsi Faktor Penguat (dukungan suami, dukungan

petugas pelayanan alat kontrasepsi) 53

Deskripsi Penggunaan Alat Kontrasepsi 55

Hubungan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku WUS

terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi 56

Hubungan Faktor Predisposisi dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi 56 Hubungan umur dengan penggunaan alat kontrasepsi 56 Hubungan pendidikan dengan penggunaan alat kontrasepsi 57 Hubungan jumlah anak dengan penggunaan alat kontrasepsi 58 Hubungan pengetahuan dengan penggunaan alat kontrasepsi 58 Hubungan sikap dengan penggunaan alat kontrasepsi 59 Hubungan budaya dengan penggunaan alat kontrasepsi 60

(13)

Hubungan jarak ke tempat pelayanan alat kontrasepsi dengan

penggunaan alat kontrasepsi 62

Hubungan Faktor Penguat dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi 62 Hubungan dukungan suami dengan penggunaan alat kontrasepsi 62 Hubungan dukungan petugas pelayanan alat kontrasepsi

dengan penggunaan alat kontrasepsi 63

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Alat

Kontrasepsi pada WUS 64

Pengaruh Faktor-Faktor Penggunaan Alat Kontrasepsi pada WUS 64

Pembahasan 67

Pengaruh Pendidikan Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi 67 Pengaruh Informasi Tentang Alat Kontrasepsi Terhadap

Penggunaan Alat Kontrasepsi 68

Pengaruh Dukungan Suami Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi 70

Keterbatasan Penelitian 71

Kesimpulan dan Saran 73

Kesimpulan 73

Saran 74

Daftar Pustaka 76

Lampiran 78

(14)

1 Distribusi Sampel Menurut Desa/Kelurahan 35 2 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Sarudik

Berdasarkan Jenis Kelamin 45

3 Distribusi Kualifikasi Sumber Daya Manusia di Puskesmas

Sarudik 46

4 Distribusi Karakteristik Responden 47

5 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan 50 6 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap 52 7 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Budaya 53 8 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Informasi Tentang Alat

Kontrasepsi 53

9 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Ketersediaan Alat

Kontrasepsi 54

10 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Jarak ke Tempat

Pelayanan 54

11 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Dukungan Suami 55 12 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Dukungan Petugas

Pelayanan Alat Kontrasepsi 56

13 Alasan Tidak Puas Terhadap Pelayanan Petugas 56 14 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Predisposisi 57 15 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pemungkin 59 16 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Penguat 60 17 Distribusi Frekuensi Penggunaan Alat Kontrasepsi 61 18 Hubungan Faktor Predisposisi dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi 63

(15)

21 Hasil Akhir Analisis Regresi Logistik Berganda 67

(16)

1 Model Konsep Perilaku 30

2 Kerangka Konsep Penelitian 31

(17)

1 Informed Consent 88

2 Kuesioner Penelitian 89

3 Master Data 95

4 Hasil Output SPSS 108

5 Surat Permohonan Izin Penelitian 132

6 Surat Selesa Penelitian 133

7 Dokumentasi 134

(18)

IUD Intrauterine Device KB Keluarga Berencana

MKJP Metode Kontrasepsi Jangka Panjang MOP Metode Operasi Pria

MOW Metode Operasi Wanita PUS Pasangan Usia Subur WUS Wanita Usia Subur

(19)

pada tanggal 16 April 1996. Penulis beragama Islam, anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Suheri dan Ibu Indrawati.

Pendidikan formal dimulai di TK Aisyiyah Bustanul Atfal tahun 2000.

Pendidikan sekolah dasar di SDN 081234 Sibolga tahun 2001 – 2007, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Sibolga tahun 2007-2010, dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Sibolga tahun 2010-2013. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, November 2020

Indri Anjani

(20)

Pendahuluan

Latar Belakang

Salah satu masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia saat ini adalah masih tingginya laju pertumbuhan penduduk dan kurang seimbangnya penyebaran dan struktur umur penduduk. Keadaan penduduk yang demikian telah mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk, semakin besar usaha diperlukan untuk mempertahankan tingkat tertentu kesejahteraan rakyat (BKKBN, 2013).

Dari tahun ke tahun jumlah penduduk di Indonesia semakin bertambah, hasil estimasi jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2018 sebesar 265 juta jiwa, yang terdiri atas 50,25% penduduk laki-laki dan 49,75% penduduk perempuan.

Angka tersebut merupakan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan dengan bimbingan dari Badan Pusat Statistik (BPS) dengan menggunakan metode geometrik. Metode ini menggunakan prinsip bahwa parameter dasar demografi yaitu parameter fertilitas, mortalitas, dan migrasi per tahun tumbuh konstan.

Tingginya angka kelahiran di Indonesia saat ini merupakan salah satu masalah yang besar dan memerlukan perhatian khusus dalam penanganannya untuk pengendalian angka kelahiran tersebut. Salah satu bentuk perhatian khusus pemerintah dalam menanggulangi angka kelahiran yang tinggi tersebut yaitu dengan melaksanakan pembangunan dan Keluarga Berencana (KB) secara komprehensif.

(21)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga menyebutkan bahwa program Keluarga Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (Kemenkes RI, 2017).

Dalam pelaksanaannya, sasaran pelaksanaan program KB yaitu Pasangan Usia Subur (PUS). PUS adalah pasangan suami istri yang terikat dalam perkawinan yang sah, yang istrinya berumur antara 20 sampai 45 tahun (Kemenkes RI, 2017).

KB merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan kondisi 4 Terlalu (4T) yakni terlalu muda (hamil usia < 20 tahun, terlalu tua (hamil usia > 35 tahun), terlalu sering/rapat (jarak kehamilan < 2 tahun), terlalu banyak/grandemulti (Anak > 4) (Prasetyawati, 2012).

Selain itu, program KB juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tentram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin (Kemenkes RI, 2017).

KB juga merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan ketahanan keluarga, kesehatan, dan keselamatan ibu, anak, serta perempuan. Pelayanan KB meliputi penyediaan informasi, pendidikan, dan cara- cara bagi keluarga untuk dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak,

(22)

berapa jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan berhenti mempunyai anak (Kemenkes RI, 2017).

Cakupan pemilihan jenis alat kontrasepsi sebagian besar peserta KB Aktif memilih suntikan dan pil sebagai alat kontrasepsi bahkan sangat dominan (lebih dari 80%) dibanding metode lainnya; suntikan (62,77%) dan pil (17,24%).

Suntikan dan pil termasuk dalam metode kontrasepsi jangka pendek sehingga tingkat efektifitas suntikan dan pil dalam pengendalian kehamilan lebih rendah dibandingkan jenis kontrasepsi lainnya. Diketahui bahwa partisipasi laki-laki dalam ber-KB masih sangat rendah, yaitu pada MOP sebanyak 0,53% dan Kondom sebanyak 1,22% (Kemenkes RI, 2017).

Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dalam periode tahun 2020-2024 dalam rangka membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, yaitu SDM yang sehat dan cerdas, adaptif, inovatif, terampil, dan berkarakter mengamanahkan agar BKKBN bertanggung jawab terhadap tecapainya indikator Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK).

Untuk mencapai tujuan tersebut, kebijakan pembangunan diarahkan di antaranya melalui peningkatan produktivitas angkatan kerja, serta peningkatan kualitas anak, perempuan dan pemuda. Salah satu faktor penentu terciptanya struktur penduduk yang diinginkan adalah pengendalian angka kelahiran total / Total Fertility Rate (TFR). Selama lima tahun terakhir, TFR mengalami penurunan dari 2,41 anak per WUS (Wanita Usia Subur) 15-49 tahun (SP 2010), menjadi 2,40 (SDKI 2017), dan data terakhir menunjukkan pada angka menjadi 2,38 (Survei RPJMN/SKAP

(23)

2018).

Tinggi rendahnya angka TFR ini dipengaruhi oleh lima faktor utama penentu fertilitas, yaitu usia kawin pertama (UKP), pemakaian kontrasepsi, lama menyusui eksklusif, aborsi, dan sterilitas. Faktor sosial budaya juga berpengaruh pada peningkatan atau penurunan TFR. Dalam operasionalnya, pencapaian TFR sangat ditentukan oleh kinerja pengelola Program KKBPK, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun SKPD KB di kabupaten/kota, khususnya dalam hal pembinaan kesertaan ber-KB kepada Pasangan Usia Subur (PUS) (Hartanto, 2016).

Di Indonesia, TFR menurun menjadi sekitar 2,4 anak per wanita pada Tahun 2017, dari 2,6 anak per wanita pada Tahun 2013. Angka 2,4 anak per wanita, mengandung arti bahwa seorang wanita di Indonesia rata-rata melahirkan 2,4 anak selama hidupnya jika ia mengikuti pola Age Specific Fertility Rate (ASFR) saat ini. Jika dilihat dari target penurunan fertilitas, angka tersebut hampir mencapai sasaran rencana strategi 2015-2019 yakni 2,3 anak per wanita.

Sementara target pemerintah dalam jangka panjang, yaitu pencapaian TFR menjadi sekitar 2,1 anak per wanita pada Tahun 2020. Data yang digunakan sebagai bahan telaahan yaitu data hasil SDKI 2017, dan beberapa diantaranya diperbandingkan dengan hasil SDKI sebelumnya. Dan masih tingginya Unmet Need 8,6 persen pada tahun 2020 dan ditargetkan menjadi 7,4 persen pada 2024 (Lilis, Info Demografi, 2019).

Periode SDKI Tahun 2007 dan 2012, TFR perdesaan, perkotaan, dan nasional angkanya konstan. Tingkat fertilitas di daerah perkotaan lebih rendah dibanding di perdesaan, namun TFR di perdesaan menurun dari periode 2012 ke

(24)

2017. Sementara untuk TFR perkotaan, selama tiga kali SDKI cenderung tetap angkanya, masih menjadi tantangan penanganan fertilitas di masa depan.

Meskipun TFR nasional sudah cukup rendah, namun TFR menurut provinsi masih bervariasi dengan kisaran 2,1 (Jawa Timur dan Bali) sampai 3,4 anak per wanita (Nusa Tenggara, dan Sumatera Utara sendiri berada pada angka 2,9 per wanita usia subur.

Selain itu, di Indonesia angka kelahiran menurut kelompok umur / Age Specific Fertility Ratio (ASFR) masih tinggi. Diketahui ASFR pada kelompok

umur 15-19 tahun sebesar 25 kelahiran per 1.000 kelahiran pada tahun 2020, dan ditargetkan menjadi 18 per 1.000 kelahiran pada 2024. Serta masih rendahnya capaian Angka Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi Modern/Modern Contraceptive Prevalence Rate (mCPR) 61,78 persen dan ditargetkan menjadi 63,41 persen pada tahun 2024 (BKKBN, 2020).

Sedangkan ASFR di Sumatera Utara terus meningkat dari kelompok umur 15-19 tahun sampai kelompok umur 25-29 tahun, kemudian terus menurun sampai dengan kelompok umur 45-49 tahun. Ada perbedaan pola ASFR antara Sumatera Utara dengan Nasional, yaitu puncak ASFR di tingkat Nasional pada kelompok umur wanita 20-24 tahun dan 25-29 tahun, sedangkan Sumatera Utara pada kelompok umur wanita 25-29 tahun (BKKBN, 2007).

Di Provinsi Sumatera Utara persentase peserta KB (Keluarga Aktif) aktif sebesar 71,63%, yaitu MKJP 32,16% dan non-MKJP 67,84%. Metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah: (1) Suntikan sebesar 30,71% (2) Pil sebesar 29,09% (3) Implan sebesar 14,15% (4) IUD sebesar 10,11% (5) Kondom

(25)

sebanyak 8,04% (6) MOW sebanyak 6,95% (7) MOP sebanyak 0,95%.

Sedangkan di Provinsi Aceh persentase peserta KB Aktif tahun 2017 sebesar 76,26%, yaitu MKJP sebesar 8,95% dan non-MKJP sebanyak 92,85%. Metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah: (1) Suntikan sebesar 47,03%

(2) Pil sebesar 35,07% (3) Kondom sebesar 8,32% (4) Implan sebesar 3,91% (5) IUD sebanyak 3,69% (6) MOW sebanyak 1,33% (7) MOP sebanyak 0,02%

(Kemenkes RI, 2015).

Hasil penelitian Sakhnan (2001) yang dilakukan pada Ibu PUS Suku Talang Mamak di Desa Seberial Indragiri Hulu Provinsi Riau tahun 2000, didapatkan bahwa faktor usia, jumlah anak, nilai anak bagi keluarga, pengetahuan, jarak lokasi ke pelayanan KB, perilaku petugas kesehatan merupakan faktor- faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan ibu PUS dalam program KB.

Sementara itu, Syamsiah (2002) dalam penelitiannya yang dilakukan pada peserta KB di Soak Bayu Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2001, mengatakan bahwa faktor sosial budaya adalah semua faktor yang ada di masyarakat yang memengaruhi penerimaan suatu jenis alat kontrasepsi antara lain : sosio-ekonomi, demografi, psiko-sosial, agama dan pengetahuan.

Hasil penelitian Suryani (2006) faktor umur berperan dalam pemilihan kontrasepsi yang dingunakan sehingga kontrasepsi pada KB di sesuaikan dengan tahap masa reproduksi yang tidak terlepas dari keadaan dan fungsi-fungsi biologis tubuh wanita. Seorang ibu yang berumur di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun memiliki risiko morbiditas dan mortalitas pada saat persalinan. Pola perencanaan keluarga dengan mengatur jarak kehamilan dapat dilakukan untuk menghindari

(26)

risiko. Lalu faktor pengetahuan juga merupakan salah satu unsur yang diperlukan dalam perubahan pola pikir dan perilaku. Adanya pengetahuan tentang jenis alat kontrasepsi, keuntunganya dan kerugiannya akan mempengaruhi seseorang untuk memilih jenis kontrasepsi yang sesuai. Dengan pengetahuan yang cukup tentang KB dapat di pastikan wanita pasang usia subur akan mempunyai sikap yang positif terhadap kontrasepsi.

Dalam penelitian Muhajirah (2004) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa pasangan usia subur termotivasi memakai alat kontrasepsi didasarkan pada beberapa faktor antara lain: umur, pendidikan, pengetahuan, jumlah anak, motivasi/pelayanan petugas, efek samping dan sosial budaya serta ekonomi masyarakat. Hasil SDKI 2003 diketahui bahwa alasan utama wanita tidak menggunakan alat kontrasepsi karena mereka menginginkan anak (20%). Alasan berikutnya yang cukup menonjol karena adanya efek samping dan masalah kesehatan dengan proporsi masing-masing sebesar (12%) dan (11%). Alasanya budaya dibuktikan masih adanya wanita PUS yang tidak menggunakan alat kontrasepsi karena di larang suami, masalah agama (0,5%) dimana dalam Islam mengatakan bahwa hukum KB bisa haram apabila bertujuan untuk membatasi kelahiran dan (0,7%) dengan alasan ekonomi biaya mahal.

Hasil penelitian Pardede (2012) di Medan Sunggal menunjukkan ada hubungan faktor – faktor nilai yang ada di masyarakat, ketersediaan sumber daya, dan keyakinan terhadap pelayanan KB terhadap pemanfaatan pelayanan program KB.

Berdasarkan data diatas, diduga beberapa aspek menjadi faktor penyebab

(27)

masih rendahnya penggunaan alat kontrasepsi adalah kurangnya informasi atau pengetahuan yang diperoleh tentang pelayanan KB dan penggunaan alat kontrasepsi, persepsi tentang nilai anak yang cenderung salah, sikap yang negatif terhadap pemakaian alat kontrasepsi dan rendahnya dukungan suami.

Sesuai uraian latar belakang diatas, perlunya dilakukan penelitian mengenai “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku WUS Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi di Wilayah Kerja puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.”

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian apakah ada Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku WUS Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku WUS Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

Tujuan khusus.

1. Untuk mengetahui karakteristik responden WUS di Wilayah Kerja Puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

(28)

2. Untuk mengetahui faktor predisposisi (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap dan budaya) pada WUS di Wilayah Kerja Puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

3. Untuk mengetahui faktor pemungkin (informasi kesehatan, jarak ketempat pelayanan KB) pada WUS di Wilayah Kerja Puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

4. Untuk mengetahui faktor penguat (dukungan suami dan petugas pelayanan alat kontrasepsi) pada WUS di Wilayah Kerja Puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah dan pihak Puskesmas Sarudik dalam meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi pada Wanita Usia Subur (WUS) di wilayah kerjanya.

2. Sebagai bahan masukan dan refrensi bagi penelitian sejenis yang akan dilaksanakan di masa mendatang.

(29)

Tinjauan Pustaka

Perilaku

Batasan perilaku. Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari segi biologis semua makhluk hidup termasuk binatang dan manusia, mempunyai aktivitas masing-masing. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang sangat luas, sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain : berjalan, berbicara, bekerja, menulis, membaca, berpikir dan seterusnya. Secara singkat, aktivitas manusia tersebut dikelompokkan menjadi 2 yakni : a) Aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain misalnya : berjalan, bernyanyi, tertawa, dan sebagainya. b) Aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari luar) misalnya berpikir, berfantasi, bersikap, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Skinner (1938), seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus → Organisme → Respons, sehingga teori Skinner ini disebut teori “S-O-R”

(Stimulus-Organisme-Respons). Selanjutnya, teori Skinner menjelaskan adanya dua jenis repons, yaitu :

3. Respondent respon atau refleksif, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Misalnya : makanan lezat akan menimbulkan nafsu untuk makan, cahaya terang akan menimbulkan

(30)

reaksi mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respons juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah akan menimbulkan rasa sedih, mendengar berita suka atau gembira, akan menimbulkan rasa suka cita.

4. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain.

Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk memperkuat respons. Misalnya, apabila seorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik adalah sebagai repons terhadap gaji yang cukup, misalnya (stimulus). Kemudian karena kerja yang baik tersebut, menjadi stimulus untuk memperoleh promosi pekerjaan. Jadi, kerja baik tersebut sebgai reinforcer untuk memperoleh promosi pekerjaan (Notoadmodjo, 2010).

Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Perilaku tertutup (Covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unob-servable behavior” atau

“covert behavior” yang dapat diukur dari pengetahuan dan sikap.

(31)

2. Perilaku terbuka (Overt behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable behavior”.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu : a. Faktor eksternal

Stimulus yang berasal dari luar diri seseorang, antara lain : lingkungan baik fisik dan non fisik yang berupa sosial, budaya, ekonomi maupun politik.

b. Faktor internal

Stimulus yang berasal dari dalam diri seseorang, antara lain : perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya.

Faktor eksternal merupakan faktor yang memiliki peran yang sangat besar dalam bentuk perilaku manusia karena dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya dimana seseorang itu berada.

Perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan menurut skinner (1938), sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.

Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007), membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan yang terdiri dari :

(32)

1. Perilaku Hidup Sehat

Perilaku hidup sehat adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya yang mencakup antara lain :

a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet) b. Olahraga teratur

c. Tidak merokok

d. Tidak minum minuman keras dan narkoba e. Istirahat yang cukup

f. Mengendalikan stress

g. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya tidak berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks.

2. Perilaku Sakit (Illness Behaviour)

Perilaku sakit ini mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : gejala dan penyebab penyakit, dan sebagainya.

3. Perilaku Peran Sakit (The Sick Role Behaviour)

Orang sakit (pasien) mempunyai hak dan kewajiban sebagai orang sakit, yang harus diketahui oleh orang lain (terutama keluarganya). Perilaku ini disebut perilaku peran sakit (the sick role) yang meliputi :

a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

b. Mengenal / mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan penyakit yang layak

(33)

c. Mengetahui hak (misalnya ; hak memperoleh perawatan, memperoleh pelayanan kesehatan, dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit (memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama kepada dokter/petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain, dan sebagainya).

Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas terutama petugas kesehatan dan diperlukan juga undang-undang kesehatan untuk memperkuat perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2003).

Domain perilaku. Bloom (1908) membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain, ranah atau kawasan yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotorik (psychomotorik). Teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik/tindakan (practice) (Notoatmodjo, 2007). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :

Pengetahuan (knowledge). Pengetahuan adalah hasil „tahu‟, dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2007).

(34)

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu : 1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, „tahu‟ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguanaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian- bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

(35)

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria-kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan yang berkaitan dengan persepsi masyarakat tentang penggunaan puskesmas dan konsep sehat sakit masyarakat atau pengertian masyarakat tentang penyakit.

Indikator yang dapat digunaakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi :

1. Pengetahuan tentang sehat dan penyakit meliputi : a. Penyebab penyakit

b. Gejala dan tanda-tanda penyakit

c. Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan d. Bagaimana cara penularannya

e. Bagaimana cara pencegahannya 2. Pengetahuan tentang cara hidup sehat

a. Jenis-jenis makanan yang bergizi

b. Manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatan c. Pentingnya olahraga bagi kesehatan

(36)

d. Penyakit-penyakit atau bahaya merokok, minum-minuman keras, narkoba, dan sebagainya

e. Pentingnya istirahat cukup, rekreasi, dan lain sebagainya bagi kesehatan 3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan

a. Manfaat air bersih

b. Cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk kotoran dan sampah c. Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah sehat

d. Akibat polusi bagi kesehatan

Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007), pengetahuan menjadi salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku seseorang atau masyarakat terhadap kesehatan. Jika masyarakat tahu apa saja pelayanan puskesmas, maka kemungkinan masyarakat akan menggunakan fasilitas kesehatan juga akan berubah seiring dengan pengetahuan seperti apa yang diketahuinya.

Sikap (attitude). Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih

tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Jadi manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat, namun hanya dapat ditafsirkan.

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) sikap mempunyai 3 komponen pokok yang bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude), yaitu :

1. Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu objek 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak

(37)

Sikap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Sikap dibentuk dan diperoleh sepanjang perkembangan seseorang dalam hubungannya dengan objek tertentu

2. Sikap dapat berubah sesuai dengan keadaan dan syarat-syarat tertentu terhadap suatu kelompok.

3. Sikap dapat berupa suatu hal tertentu tetapi dapat juga kumpulan dari hal-hal tersebut

4. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dari segi-segi perasaan

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo, 2007) :

1. Menerima (Receiving)

Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespons (Responding)

Merespon, diartikan sebagai memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (Valuing)

Menghargai, diartikan sebagai mengajak orang lain untuk mengerjakan dan mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko.

(38)

Praktik atau tindakan (Practice). Suatu sikap belum otomatis terwujud

dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2007), tindakan memiliki 4 tingkatan yaitu : 1. Persepsi (Perception)

Persepsi adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respon Terpimpin (Guided Response)

Respon terpimpin adalah dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

3. Mekanisme (Mechanism)

Mekanisme adalah suatu kondisi dimana seseorang mampu melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

4. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran dari tindakan tersebut.

Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung dan langsung.

Secara langsung dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran secara

(39)

langsung dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmotmodjo, 2007).

Wanita Usia Subur (WUS)

Wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita yang masih dalam usia reproduktif (sejak mendapat haid pertama dan sampai berhentinya haid), yaitu antara usia 15 – 49 tahun, dengan status belum menikah, menikah, atau janda, yang masih berpotensi untuk mempunyai keturunan (Novitasary, Mayulu, &

Kawengian, 2013). Alasan wanita usia subur menggunakan alat kontrasepsi adalah tergantung pada tahapan usia yaitu (usia 30/35 tahun mempunyai alasan agar mengakhiri kesuburan (Sari, Indrayani, & Vidyarini, 2010). Pada seseorang wanita yang sudah pernah melahirkan lebih dari sekali (multipara) akan mengalami pengurangan kekuatan otot uterus dan abdomen sehingga resiko kejadian ketuban pecah dini akan tinggi (Aisyah & Oktarina, 2012).

Program Keluarga Berencana

Pengertian keluarga berencana. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluargamenyebutkan bahwa program keluarga berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Sasaran utama pelaksanaan program KB yaitu Pasangan Usia Subur (PUS), pasangan suami istri yang hidup bersama dimana istrinya berusia 15-49

(40)

tahun yang harus dimotivasi terus-menerus, Non PUS yaitu anak sekolah, orang yang belum menikah, pasangan di atas 45 tahun, tokoh masyarakat, Institusional yaitu berbagai organisasi, lembaga masyarakat, pemerintah dan swasta.

KB merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan kondisi 4T yaitu Terlalu muda melahirkan (di bawah usia 20 tahun), Terlalu sering melahirkan, Terlalu dekat jarak melahirkan, dan Terlalu tua melahirkan (di atas usia 35 tahun). Selain itu, program KB juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tentram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.

KB juga merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan ketahanan keluarga, kesehatan, dan keselamatan ibu, anak, serta perempuan. Pelayanan KB meliputi penyediaan informasi, pendidikan, dan cara- cara bagi keluarga untuk dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak, berapa jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan berhenti mempunyai anak.

Tujuan keluarga berencana. Dalam pelaksanaan programnya, KB sendiri memiliki misi yaitu “membangun dan melestarikan kembali pondasi yang kokoh bagi pelaksanaan program KB nasional yang kuat di masa mendatang, sehingga visi untuk “mewujudkan keluarga berkualitas 2015 dapat tercapai.”

Sedangkan tujuan utama program KB Nasional adalah untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan

(41)

kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.

Dalam operasionalnya program Keluarga Berencana Nasional dapat dirumuskan dalam suatu strategi yang dinamakan dengan Pancakarya, yaitu :

i. Mendorong pasangan usia subur (PUS) yaitu istri yang belum berusia 30 tahun dan anaknya baru satu orang agar merasa cukup memiliki 2 orang anak saja.

ii. Membantu PUS yang berusia lebih dari 30 tahun dan anaknya lebih dari tiga orang agar tidak menambah anak lagi dengan memberikan informasi seputar keluarga berencana.

iii. Mengarahkan generasi muda untuk menghayati dan menerapkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).

iv. Memperkuat proses pelembagaan keluarga berencana dalam masyarakat sehingga pelayanan keluarga berencana bukan hanya tugas pemerintah, akan tetapi dari dan untuk masyarakat sendiri.

v. Memperkuat proses pelembagaan dengan dukungan psikologis, sehingga setiap insan mengadopsi NKKBS dan ber KB atas kemauan sendiri.

Akseptor keluarga berencana. Akseptor Keluarga Barencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi (BKKBN, 2007).

Kontrasepsi

Pengertian kontrasepsi. Kontrasepsi adalah alat atau obat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan

(42)

kesuburan. Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (ovum) yang matang dengan sperma yang akan mengakibatkan kehamilan. Maka kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma tersebut (Junita, 2009).

Jenis dan Metode Kontrasepsi. Kontrasepsi yang baik harus memiliki syarat-syarat antara lain :

1. Aman

2. Dapat diandalkan 3. Sederhana

4. Murah

5. Dapat diterima orang lain

6. Dapat dipakai dalam jangka panjang

Jenis-jenis kontrasepsi yang tersedia antara lain : 1. Metode Sederhana

a. Tanpa Alat

1) Pantang Berkala 2) Metode Kalender

3) Metode Suhu Badan Basal 4) Metode Lendir Serviks 5) Coitus Interputus b. Dengan Alat

1) Mekanies (barier)

(43)

- Kondom Pria

- Barier intra vaginal antara lain : diafragama, kap serviks, spons, dan kondom wanita

2) Kimiawi

- Spermisid antara lain: vaginal jelly, vaginal suppositoria, vaginal tablet, dan lain-lain.

2. Metode Modern

a. Kontrasespi Hormonal 1) Pil KB

2) AKDR 3) Suntik KB 4) Susuk KB

b. Kontrasepsi Mantap dengan cara operasi

1) Pada wanita : Metode Operasi Wanita (MOW / Tubektomi) 2) Pada pria : Metode Operasi Pria (MOP / Vasektomi)

Berdasarkan lama efektifitasnya, kontrasepsi dapat dibagi menjadi : 1. MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) yang termasuk dalam kategori ini adalah susuk/implant, IUD, MOP, dan MOW.

2. Non MKJP (Non Metode Kontrasepsi jangka panjang) yang termasuk dalam kategori ini adalah kondom, pil, suntik, dan lain-lain.

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Umur. Sebagian besar masa reproduksi secara aktif digunakan untuk kebutuhan seksual, dengan demikian wanita memiliki periode yang panjang

(44)

dimasa mereka memerlukan metode yang efektif yang digunakan untuk mengatur kehamilan dan menjarangkannya (Finer & Philbin, 2012). Usia reproduksi yaitu usia diantara 20 tahun sampai 35 tahun dimana merupakan usia dewasa yang cukup matang untuk dibuahi, dan sebaliknya usia 35 tahun, sehingga pada kedua periode usia tersebut diperlukan metode yang lebih efektif dan berlaku dalam jangka waktu yang lebih panjang (Depkes RI, 2006).

Pendidikan. Peran pendidikan dalam mempengaruhi pola pemikiran perempuan untuk menentukan kontrasepsi mana yang lebih sesuai untuk dirinya, kecenderungan ini menghubungkan antara tingkat pendidikan akan mempengaruhi pemahaman dan pengetahuan seseorang, penelitian di Cambodia tersebut menegaskan hubungan pendidikan dengan penelitian kontrasepsi modern sangat berkaitan (Samandari, 2010).

Jumlah anak. yang dialahirkan untuk seorang wanita dalam masa reproduksi, dikatakan seorang wanita berparitas rendah apalagi jumlah anaknya 1 orang dan dikatakan berparitas tinggi apabila jumlah anaknya 3 orang. Paritas 2-3 orang merupakan paling aman di tinjau dari sudut kematian maternal. Resiko kematian pada paritas tinggi dapat dicegah atau dikurangi dengan menjadi akseptor KB. (Wiknjosastro, 2006).

Jumlah anak mempengaruhi pasangan usia subur dalam menentukan metode kontrasepsi yang akan digunakan.pada pasangan dengan jumlah anak hidup masih sedikit terdapat kecenderungan untuk menggunakan metode kontrasepsi dengan efektifitas rendah, sedangkan pada pasangan dengan jumlah anak hidup banyak terdapat kecenderungan menggunakan metode kontrasepsi

(45)

dengan efektivitas yang lebih tinggi (Rahma, 2014).

Pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan ini terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga, pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2010).

Perilaku seringkali dipengaruhi oleh seberapa besar pemahaman kita atas sesuatu hal, karena hal itu maka pengetahuan seseorang sangat berkaitan erat dengan perilaku mereka dalam memutuskan tentang upaya untuk meningkatkan kesehatan mereka, pengetahuan memiliki pengaruh dalam memberikan putusan untuk mengunakan alat kontrasepsi (Mosha & Ruben, 2013).

Sikap. Sikap adalah bagaimana pendapat atau penilaian orang terhadap halyang terkait dengan kesehatan, sehat dan sakit dan faktor yang terkait denganfaktor resiko kesehatan (Notoatmodjo, 2010) Sementara itu sikap yangdiungkapkan Heri Purwanto dalam Wawan (2010) adalah pandangan- pandanganatau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap tadi.

Dalam penelitian Purba (2008) di Kecamatan Rambah Samo KabupatenRokan Hulu tahun 2008, menunjukkan bahwa ada pengaruh sikap terhadappemakaian kontrasepsi. Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalahpenerimaan terhadap tujuan yang ditawarkan dalam program KB, manfaat

(46)

danjuga kegunaan pemakaian alat kontrasepsi. Berdasarkan hasil penelitian tersebutdapat dilihat bahwa sikap responden yang belum baik juga diikuti denganpemakaian kontrasepsi yang masih rendah. Artinya bahwa ketika respondenmemberi penilaian yang kurang baik terhadap penggunaan alat kontrasepsi, makadia juga akan memberi tindakan atau tanggapan negatif pula, yaitu dengan tidakmenggunakan alat kontrasepsi.

Budaya. Kultur budaya masyarakat yang cukup kuat dapat menjadi penyebab pemilihan kontrasepsi, seperti kepercayaan bahwa memiliki banyak anak maka akan semakin meningkatkan rezeki, selain itu faktor budaya di lingkungan mereka tidak menganjurkan untuk mengikuti program KB, memegang teguh ajaran agama Islam. Dukungan dari tokoh agama dan tokoh masyarakat dapat menjadi kendala bagipasangan usia subur dalam menentukan metode kontrasepsi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan dan budaya masyarakat yang masih belum memahami pentingnya kontrasepsi dalam mengatur jarak kehamilan serta merencanakan keluarga (Assails, 2012).

Pemberian Infromasi. Penerima informasi oleh para peserta KB daripetugas KB yang mana dikenal dengan program KIE (Komunikasi, Informasi,Edukasi). KIE bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek KB

sehingga tercapainya penambahan peserta baru serta membina kelestarian peserta KB (Rezkitunnira, 2010).

Jarak ke pelayanan alat kontrasepsi. Menurut Manuaba (1998), faktor-

(47)

fakor yang mempengaruhi alasan pemilihan metode kontrasepsi diantaranya adalah tingkat ekonomi, pekerjaan dan tersedianya layanan kesehatan yang terjangkau. Adanya keterkaitan antara pendapatan dengan kemampuan membayar jelas berhubungan dengan masalah ekonomi, sedangkan kemampuan membayar bisa tergantung variabel non ekonomi dalam hal selera atau persepsi individu terhadap suatu barang atau jasa.

Ketersediaan alat kontrasepsi terwujud dalam bentuk fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan (tempat pelayanan kontrasepsi). Untuk dapat digunakan, pertama kali suatu metode kontrasepsi harus tersedia dan mudah didapat. Promosi metode tersebut – melalui media, melalui kontak langsung oleh petugas program KB, oleh dokter dan sebagainya – dapat meningkatkan secara nyata pemilihan metode kontrasepsi. Memberikan konsultasi medis mungkin dapat dipertimbangkan sebagai salah satu upaya promosi. Disamping itu daya beli individu juga dapat mempengaruhi penggunaan kontrasepsi. Secara tidak langsung daya beli individu ini juga dipengaruhi oleh ada tidaknya subsidi dari pemerintah.

Dukungan Suami. Menurut kamus Bahasa Indonesia 1995 pengertian dukungan adalah hal yang ikut serta dalam suatu kegiatan. Pembicaraan antara suami dan istri mengenai keluarga berencana tidak selalu menjadi persyarat dalam peneimaan KB, namun tidak adanya diskusi tersebut dapat menjadi halangan terhadap pemakaian KB. Komunikasi tatap muka antara suami istri merupakan jembatan dalam proses penerimaan, dan khususnya dalam kelangsungan pemakaian kontrasepsi. Tidak adanya diskusi antara suami istri mungkin

(48)

merupakan cerminan kurangnya minat pribadi, penolakan terhadap suatu persoalan, atau sikap tabu dalam membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan aspek seksual. Apabila pasangan suami istri mempunyai siakp positif hadap KB, maka mereka cenderung akan memakai kontrasepsi (SDKI, 2012).

Saling memberikan dukungan dalam memilih dan memutuskan untuk menggunakan jenis kontrasepsi sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan dalam program keluarga berencana (Ernest dkk, 2007). Perempuan akseptor KB merasa lebih nyaman ketika keputusan KB diputuskan secara mufakat antara pasangan, alasannya banyaknya wanita pasangan usia subur yang idak menggunakan alat kontrasepsi dikarenakan tidak mendapat dukungan dan tidak disetujui oleh suami (Kohan dkk, 2012).

Dukungan petugas kesehatan. Untuk mengubah atau mendidik masyarakat seringkali diperlukan pengaruh dari tokoh-tokoh atau pemimpin masyarakat (community leaders), misalnya dalam masyarakat tertentu kata-kata kepala suku selalu diikuti; keberhasilan program KB di Indonesia antara lain karena melibatkan ulama; iklan-iklan obat atau pasta gigi di televisi menampilkan tokoh yang berpakaian dokter atau dokter gigi. Untuk mengubah atau mendidik masyarakat diperlukan tokoh panutan yang dapat merupakan pemimpin masyarakat, tetapi dapat juga tokoh-tokoh lain (professional, pakar, ulama, seniman, ilmuwan, petugas kesehatan, dan sebagainya) tergantung pada jenis masalah atau perubahan yang bersangkutan (Sarwono, 2001)

(49)

Landasan Teori

Penelitian ini mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Lawrence Green (1980) bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama yaitu, faktor predisposisi, faktor pemungkin/pendukung dan factor penguat/

pendorong. Faktor predisposisi (predisposing factors yaitu faktor sosio- demografi), faktor pemungkin (enabling factors yaitu sumber daya kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, dan faktor penguat (reinforcing factor yaitu teman, tokoh masyarakat yang berkaitan dengan mendorong atau melemahnya perilaku kesehatan.

Gambar 1. Model Konsep Perilaku Predisposing factors :

 Pengetahuan

 Pendidikan

 Sosial budaya

Enabling factors :

 Sarana dan prasarana kesehatan

 Faktor jarak, jarak tempat pemeriksaan

Reinforcing factors :

 Sikap petugas kesehatan

 Perilaku orang lain

Perilaku (Behaviour)

(50)

Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan maka kerangka konsep penelitian ini dapat disusun sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah model perilaku Green. Dalam penelitian ini tidak semua variabel perilaku Green akan diteliti. Variabel independen yang diteliti adalah (1) faktor predisposisi (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap), (2) faktor pemungkin (informasi kesehatan, jarak ketempat pelayanan KB), (3) faktor penguat (dukungan keluarga,

Penggunaan Alat Kontrasepsi Predisposing factors :

1. Umur 2. Pendidikan 3. Jumlah anak 4. Pengetahuan 5. Sikap

6. Budaya

Enabling factors :

1. Informasi kesehatan dan ketersediaan alat

kontrasepsi

2. Jarak ke tempat pelayanan alat kontrasepsi

Reinforcing factors : 1. Dukungan suami 2. Dukungan petugas

pelayanan alat kontrasepsi

(51)

dan dukungan petugas kesehatan. Sedangkan variabel dependen nya adalah penggunaan alat kontrasepsi pada WUS.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adalah ada Faktor (predisposisi, pemungkin dan penguat) yang mempengaruhi perilaku WUS terhadap penggunaan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

(52)

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan tipe explanatory research, yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong terhadap perilaku penggunaan alat kontrasepsi pada WUS di wilayah kerja Puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah dengan pertimbangan alasan yang diambil dalam pemilihan lokasi adalah masih rendahnya persentase akseptor KB aktif di wilayah kerja Puskesmas Sarudik sebesar 60,7%.

Penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan Agustus 2019 sampai dengan selesai.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh WUS yang telah menikah, yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah. Berdasarkan profil Puskesmas Sarudik tahun 2019, jumlah WUS yang telah menikah di lokasi penelitian sebanyak 2.698 jiwa.

Mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki untuk meneliti baik berupa tenaga, waktu, maupun biaya, maka ditetapkan sampel dengan menggunakan rumus Slovin, yang di formulasikan sebagai berikut :

(53)

Rumus Slovin :

n =

dimana :

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

e = Batas toleransi kesalahan (90%) = 0,1 (α) Sehingga didapat :

n =

n =

n =

n = 96,42 digenapkan menjadi 96 orang

Pada penelitian ini populasi dikelompokkan menjadi masing-masing desa, kemudian dari masing-masing desa diambil sebagian anggota secara acak dengan komposisi proporsional, total anggota yang diambil ditetapkan sebagai jumlah anggota sampel penelitian, sehingga sampel yang diteliti adalah seperti tabel berikut :

(54)

Tabel 1

Distribusi Sampel Menurut Desa/Keluarahan Desa/Kelurahan Jumlah Wanita

Usia Subur (WUS)

Perhitungan Jumlah Sample

Sipan 150 150/2698 x 96 5

Sibuluan Nalambok 651 651/2698 x 96 23

Pondok Batu 580 580/2698 x 96 21

Pasir Bidang 516 516/2698 x 96 18

Sarudik 801 801/2698 x 96 29

Jumlah 2.698 96

Setelah ditentukan banyaknya sample dalam setiap wilayah selanjutnya sample ditentukan dengan menggunakan teknik sample acak sederhana (Simple Random Sampling), yaitu pengambilan anggota sample dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut (Sugiyono, 2017).

Variabel dan Defenisi Operasional

Variabel Independen. Pada penelitian ini mencakup 10 variabel (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap, budaya, informasi dan ketersediaan alat kontrasepsi, jarak ke pelayanan alat kontrasepsi, dukungan suami, dan dukungan petugas pelayanan alat kontrasepsi), dengan definisi operasional sebagai berikut :

1. Umur adalah usia responden yang dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir yang dikelompokkan menjadi 3 yaitu, (1) Remaja akhir yaitu 17-25 Tahun, (2) Dewasa awal yaitu 26-35 Tahun dan (3) Dewasa akhir yaitu 36-45 Tahun.

2. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh responden sampai memperoleh surat tanda tamat (Ijazah) yang dibagi dalam 3

(55)

tingkatan, yaitu : (1) Dasar yaitu SD dan SMP (2) Menengah yaitu SMA dan (3) Tinggi yaitu Akademi atau S1.

3. Jumlah anak adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan ibu, baik dalam keadaan lahir hidup atau lahir mati yang dibagi dalam 2 tingkatan, yaitu (1) 1

≤ 2 orang dan (2) 0 > 2 orang.

4. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden terkait alat kontrasepsi. Adapun indikator pengetahuan meliputi :

a. Pengertian dan pemahaman tentang alat kontrasepsi b. Tujuan dan manfaat penggunaan alat kontrasepsi c. Jenis alat kontrasepsi

d. Efek samping penggunaan alat kontrasepsi

5. Sikap adalah kecendrungan responden untuk memberikan penilaian atau pendapat tentang setuju atau tidak setuju dalam kaitannya dengan keputusan penggunaan alat kontrasepsi.

6. Budaya adalah kebiasaan atau kepercayaan responden dalam kaitannya dengan keputusan penggunaan alat kontrasepsi

7. Informasi adalah diberikannya informasi tentang manfaat dan tujuan dari penggunaan alat kontrasepsi, serta hal-hal yang berkaitan dengan alat kontrasepsi oleh petugas KB atau media-media

8. Ketersediaan alat kontrasepsi adalah tersedianya alat kontrasepsi di Puskesmas menurut pengakuan responden.

(56)

9. Jarak ke pelayanan kesehatan adalah keterjangkauan atau kemudahan untuk mendapatkan akses terhadapat pelayanan alat kontrasepsi dari tempat tinggal responden.

10. Dukungan suami yaitu bantuan yang diberikan oleh suami kepada responden untuk mengunjungi pelayanan alat kontrasepsi dan memutuskan untuk menggunakan alat kontrasepsi.

11. Dukungan petugas pelayanan alat kontrasepsi adalah pendapat atau persepsi responden terhadap keterlibatan petugas dalam memotivasi, memberikan informasi ataupun penjelasan yang lengkap tentang alat kontrasepsi.

Variabel penggunaan alat kontrasepsi (dependen). Penggunaan alat kontrasepsi adalah tindakan atau kondisi responden dalam melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan penggunaan alat kontrasepsi.

Adapun kategori variabel penggunaan alat kontrasepsi yaitu :

1. Menggunakan adalah tindakan responden dalam pemakaian alat kontrasepsi.

2. Tidak menggunakan adalah tindakan responden tidak memakai alat kontrasepsi.

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data yang diinginkan. Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan dengan metode wawancara dengan memberikan kuesioner kepada responden/WUS. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Data Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Profil Puskesmas Sarudik Kecamatan Tapanuli Tengah, serta data lainnya

(57)

yang berkaitan dengan topik penelitian.

Metode Pengukuran

Variabel independen. Variabel independen terdiri dari karekteristik individu (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap, informasi kesehatan, jarak ke pelayanan kesehatan, dukungan suami, dan dukungan petugas kesehatan) diukur dengan menggunakan skala ordinal dan interval.

7. Umur, dikategorikan menjadi 3 kelompok.

1. Remaja akhir : 17 – 25 tahun 2. Dewasa awal : 26 – 35 tahun 3. Dewasa akhir 36 – <45 tahun Skala : Ordinal

8. Pendidikan, dikategorikan menjadi 3 kelompok berdasarkan program Wajib Belajar 9 Tahun.

1. Dasar, jika ijazah terakhir SD dan SLTP 2. Menengah, jika ijazah terakhir SLTA/sederajat

3. Tinggi, jika ijazah terakhir minimal Akademi/D3 dan Sarjana Skala : Ordinal

9. Jumlah anak, dikelompokkan atas 2 kategori berdasarkan tujuan program KB yaitu :

1. ≤ 2 anak 0. > 2 anak Skala : Ordinal

(58)

10. Pengetahuan, diukur dengan memberikan skor terhadap kuesioner dengan pemberian bobot nilai. Jumlah pertanyaan diajukan sebanyak 8 buah dan responden bisa menjawab lebih dari satu pilihan jawaban yang telah tersedia.

Setiap butir opsi akan diberi nilai 1 dan butir opsi yang tidak dipilih akan diberi nilai 0. Sehingga total skor maksimal adalah 31 dan skor minimal 0.

Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa total skor variabel pengetahuan tidak berdistribusi normal sehingga skor total tersebut dikategorikan menjadi 2 berdasarkan nilai Median (13) yaitu :

1. Tinggi, apabila total skor responden > Median 0. Rendah, apabila total skor responden ≤ Median Skala : Ordinal

11. Sikap, diukur dengan memberikan skor terhadap kuesioner dengan pemberian bobot nilai. Jumlah pertanyaan sebanyak 5 buah, jika responden menjawab Sangat Setuju diberi nilai 4, jika Setuju diberi nilai 3, jika Kurang Setuju diberi nilai 2, dan jika Tidak Setuju diberi nilai 1. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa total skor variabel sikap tidak berdistribusi normal sehingga skor total tersebut dikategorikan menjadi 2 berdasarkan nilai Median (13) yaitu :

1. Baik, apabila total skor responden > Median 0. Buruk, apabila total skor responden ≤ Median Skala : Ordinal

12. Budaya, diukur dengan memberikan skor terhadap kuesioner dengan pemberian bobot nilai. Jumlah pertanyaan sebanyak 5 buah, jika responden

Referensi

Dokumen terkait

Adapun pelaksanaan rujukan yang ada di Indonesia mempunyai syarat-syarat sebagai berikut: (a) Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan

[r]

[r]

Menurut konsorsium ilmu kesehatan (dalam Hidayat, 2008) peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan patienst safety yaitu memberikan perawatan langsung; mendidik pasien dan

Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) agar dapat berjalan dengan baik, dengan pemanfaatan dana Bantuan

Variabel hubungan antar karyawan mempunyai pengaruh positif terhadap. kinerja karyawan di Pemerintahan Kabupaten

Kinerja guru merupakan hal penting yang harus menjadi perhatian guru dan pihak terkait, guru harus memiliki kinerja yang baik, baik buruknya kinerja guru

Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh kemampuan berpikir logika mahasiswa yang diajar menggunakan pendekatan SEA dibandingkan