• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

EVA YULIA NIM. 161000256

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(2)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

EVA YULIA NIM. 161000256

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(3)

i

(4)

ii Telah diuji dan dipertahankan

Pada Tanggal : 19 Januari 2021

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes Anggota : 1. dr. Harry Chrismanda, M.K.M

2. Dr. Siti Khadijah Nasution, S.K.M., M.Kes

(5)

iii

Pernyataan Keaslian Skripsi

(6)

iv Abstrak

Patient safety merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien yang lebih aman. Untuk meningkatkannya diperlukan kebijakan patient safety yaitu standar, sasaran, dan langkah patient safety. Kepatuhan perawat merupakan salah satu hal penting dalam mewujudkan patient safety dan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat yaitu persepsi. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara persepsi tentang kebijakan patient safety dengan kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety di RSUD Dr.

Pirngadi Kota Medan. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional.

Jumlah sampel sebanyak 45 perawat ruang rawat gabung non-VIP dan ruang rawat bedah yang dipilih dengan teknik simple random sampling. Variabel independen adalah persepsi tentang kebijakan patient safety. Variabel dependen adalah kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety. Analisis data yang digunakan adalah korelasi Pearson atau Product Moment. Hasil analisis data menunjukkan koefisien korelasi pearson sebesar 0,773 dengan nilai signifikansi <

0,001 (p < 0,05). Hubungan persepsi tentang standar patient safety dengan kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety diperoleh korelasi pearson sebesar 0,739 dengan nilai p = < 0,001. Hubungan persepsi tentang sasaran patient safety dengan kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety diperoleh korelasi pearson sebesar 0,732 dengan nilai p = < 0,001. Hubungan persepsi tentang langkah patient safety dengan kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety diperoleh korelasi pearson sebesar 0,757 dengan nilai p

= < 0,001. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis dapat diterima yaitu ada hubungan yang positif antara persepsi tentang kebijakan (standar, sasaran, langkah) patient safety dengan kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety.

Kata kunci: Persepsi, patient safety, kepatuhan perawat

(7)

v Abstrack

Patient safety is a system by which the hospital makes patient care safer. To improve it, a patient safety policy is needed, namely standards, goals, and patient safety measures. Nurse compliance is one of the important things in realizing patient safety and one of the factors that influence nurse compliance is perception. This study aims to explain the relationship between perceptions of patient safety policies with nurses' compliance in carrying out patient safety in Dr. Pirngadi Medan City. This study used a cross sectional approach. The number of samples was 45 non-VIP inpatient nurses and the operating room was selected by simple random sampling technique. The independent variable is the perception of patient safety policy. The dependent variable is the nurse's compliance in carrying out patient safety. The data analysis used was Pearson correlation or Product Moment. The results of data analysis show the Pearson correlation coefficient of 0,773 with a significance value of < 0,001 (p <0,05).

The relationship between perceptions of patient safety standards with nurse compliance in carrying out patient safety obtained a Pearson correlation of 0,739 with a value of p = < 0,001. The relationship between perceptions of patient safety targets with nurse compliance in carrying out patient safety obtained a Pearson correlation of 0,732 with a value of p = < 0,001. The relationship between perceptions of patient safety measures with nurses' compliance in performing patient safety obtained a Pearson correlation of 0,757 with a value of p = < 0,001. The results of this study indicate that the hypothesis is accepted, that is, there is a positive relationship between perceptions of patient safety policies (standards, goals, steps) and nurses' compliance in implementing patient safety.

Keywords: Perception, patient safety, nurse compliance

(8)

vi

Kata Pengantar

Segala hormat dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan berkat yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Persepsi tentang Kebijakan Patient Safety dengan Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Patient Safety di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi syarat guna menyelesaikan program Strara Satu di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan tenaga da pikiran, serta bimbingan yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada yang terhormat:

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D selaku Wakil Dekan I Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Ir. Indra Chahaya S, M.Si selaku Wakil Dekan II Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan dan Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan masukan, dukungan, bimbingan, dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(9)

6. dr. Harry Chrismanda, M.K.M, Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H dan Dr. Siti Khadijah Nasution, S.K.M., M.Kes selaku penguji yang telah bersedia menguji dan mengarahkan guna penyempurnaan skripsi ini.

7. Kepada dosen-dosen lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama ini.

8. Dr. Suryadi Panjaitan, M.Kes, Sp. PD, FINASIM selaku Direktur RSUD Dr.

Pirngadi Kota Medan yang memberikan izin dan memperoleh data-data dalam penelitian ini.

9. dr. Khainir Akbar Yusuf selaku Direktur RSU Haji Medan yang memberikan izin dan memperoleh data-data dalam penelitian ini.

10. Seluruh perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan atas bantuan dan kesediaannya sehingga penulis mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini.

11. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, Markus Suandi dan Lince Simanjuntak yang senantiasa memberikan dukungan, kasih sayang, doa, nasehat yang menguatkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

12. Kepada kakak penulis Vivin, adik penulis Stepanie, Elisabeth, dan Hansen Samuel yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan mendokan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Kepada teman baik penulis Nathania, Crissanti, Arwinda, dan Jane yang telah memberikan dukungan, motivasi, doa, masukan dan semangat kepada penulis.

(10)

(11)

ix Daftar Isi

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstrack v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xii

Daftar Gambar xiii

Daftar Lampiran xiv

Daftar Istilah xvi

Riwayat Hidup xvii

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 6

Tujuan umum 6

Tujuan khusus 6

Manfaat Penelitian 7

Manfaat teoritis 7

Manfaat aplikatif 7

Tinjauan Pustaka 8

Persepsi tentang Kebijakan Patient Safety 8

Persepsi 8

Kebijakan patient safety 10

Persepsi tentang kebijakan patient safety 11

Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Patient Safety 11

Kepatuhan 11

Patient safety 13

Kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety 23

Rumah Sakit 23

Tugas dan fungsi rumah sakit 23

Jenis-jenis rumah sakit 24

Jenis-jenis pelayanan rumah sakit 25

Hak dan kewajiban rumah sakit 25

Perawat 28

Fungsi perawat 28

Hak dan kewajiban perawat 28

Tanggung jawab perawat 29

Peran perawat 29

(12)

Landasan Teori 30

Kerangka Konsep 31

Hipotesis Penelitian 31

Metode Penelitian 33

Jenis Penelitian 33

Lokasi dan Waktu Penelitian 33

Lokasi 33

Waktu penelitian 33

Populasi dan Sampel 33

Populasi 33

Sampel 33

Variabel dan Definisi Operasional 34

Variabel 34

Definisi operasional 35

Metode Pengumpulan Data 38

Validitas dan reliabilitas 39

Metode Pengukuran 42

Variabel independen 42

Variabel dependen 44

Metode Analisis Data 46

Uji normalitas 46

Uji linieritas 46

Hasil Penelitian 47

Gambaran Umum Tempat Penelitian 47

Karakteristik Responden 49

Persepsi tentang Kebijakan Patient Safety 51

Persepsi tentang standar patient safety 51

Persepsi tentang sasaran patient safety 51

Persepsi tentang langkah patient safety 52

Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Patient Safety 52

Uji Asumsi 53

Uji normalitas data 53

Uji linieritas data 54

Hubungan persepsi tentang kebijakan patient safety dengan kepatuhan

perawat dalam melakukan patient safety. 55

Pembahasan 58

Hubungan Persepsi tentang Kebijakan Patient Safety dengan Kepatuhan

Perawat dalam Melakukan Patient Safety 58

Hubungan Persepsi tentang Standar Patient Safety dengan Kepatuhan

Perawat dalam Melakukan Patient Safety 59

Hubungan Persepsi tentang Sasaran Patient Safety dengan Kepatuhan

Perawat dalam Melakukan Patient Safety 60

(13)

Hubungan Persepsi tentang Langkah Patient Safety dengan Kepatuhan

Perawat dalam Melakukan Patient Safety 61

Keterbatasan Penelitian 63

Kesimpulan dan Saran 64

Kesimpulan 64

Saran 65

Daftar Pustaka 66

Lampiran 69

(14)

xii Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Perincian Butir-Butir Aitem Persepsi tentang Kebijakan Patient Safety yang Sahih dan Gugur

40

2 Perincian Butir-Butir Aitem Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Patient Safety yang Sahih dan Gugur

41

3 Aspek Pengukuran Persepsi tentang Standar Patient Safety

42

4 Aspek Pengukuran Persepsi tentang Sasaran Patient Safety

43

5 Aspek Pengukuran Persepsi tentang Langkah Patient Safety

44

6 Aspek Pengukuran Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Patient Safety

45

7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden 50 8 Distribusi Persepsi tentang Standar Patient Safety 51 9 Distribusi Persepsi tentang Sasaran Patient Safety 52 10 Distribusi Persepsi tentang Langkah Patient Safety 52 11 Distribusi Kepatuhan Perawat dalam Melakukan

Patient Safety

53

12 Hasil Uji Normalitas Data 54

13 Hasil Uji Linieritas Data 54

14 Korelasi antara Persepsi tentang Kebijakan Patient Safety dengan Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Patient Safety

55

15 Korelasi Indikator Persepsi tentang Kebijakan Patient Safety dengan Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Patient Safety

56

(15)

xiii

Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Proses terbentuknya persepsi 9

2 Kerangka konsep penelitian 31

(16)

xiv

Daftar Lampiran

No Judul Halaman

1 Surat Permohonan Izin Uji Validitas Penelitian 69

2 Surat Izin Uji Validitas Penelitian 70

3 Surat Selesai Uji Validitas Penelitiaan 72

4 Surat Komisi Etik Penelitian 73

5 Surat Permohonan Izin Penelitian 74

6 Surat Izin Penelitian 75

7 Surat Selesai Penelitian 76

8 Skala Uji Coba Persepsi tentang Kebijakan Patient Safety

77

9 Skala Uji Coba Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Patient Safety

81

10 Skala Penelitian Persepsi tentang Kebijakan Patient Safety

84

11 Skala Penelitian Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Patient Safety

88

12 Data Mentah Uji Coba Skala Persepsi tentang Kebijakan Patient Safety

91

13 Data Mentah Uji Coba Skala Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Patient Safety

94

14 Data Mentah Skala Penelitian Persepsi tentang Kebijakan Patient Safety

97

15 Data Mentah Skala Penelitian Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Patient Safety

101

16 Hasil Uji Validitas Skala Persepsi tentang Kebijakan Patient Safety

105

(17)

17 Hasil Uji Validitas Skala Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Patient Safety

107

18 Hasil Uji Reliabilitas Skala Persepsi tentang Kebijakan Patient Safety

109

19 Hasil Uji Reliabilitas Skala Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Patient Safety

111

20 Deskripsi Hasil 113

21 Uji Normalitas 116

22 Uji Linieritas 117

23 Uji Hipotesis 118

24 Distribusi Jawaban Responden Persepsi tentang Kebijakan Patient Safety

120

25 Distribusi Jawaban Responden Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Patient

123

26 Dokumentasi 126

(18)

xvi Daftar Istilah

BLU Badan Layanan Umum BUMN Badan Usaha Milik Negara KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia KLB Kejadian Luar Biasa

KNC Kejadian Nyaris Cedera KPC Kejadian Potensial Cedera KTC Kejadian Tidak Cedera KTD Kejadian Tidak Diharapkan PT Perseroan Terbatas

SOP Standar Operasional Prosedur

TKPRS Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit

(19)

xvii Riwayat Hidup

(20)

1 Pendahuluan

Latar Belakang

Rumah Sakit merupakan tempat yang menyediakan pelayanan kesehatan dengan upaya pengobatan dan peningkatan kesehatan yang baik. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah sakit juga diselenggarakan dengan asas Pancasila dan dengan dasar nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

Simamora (2018) menjelaskan bahwa patient safety (keselamatan pasien) merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien yang lebih aman, mencegah terjadinya cedera yang disebabkan karena kesalahan dalam melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Lebih lanjut, ia menjelaskan salah satu tujuan patient safety yaitu menciptakan budaya keselamatan pasien dan menurunkan insiden keselamatan pasien. Serta untuk meningkatkan keselamatan pasien, rumah sakit harus menerapkan standar keselamatan pasien, sasaran keselamatan pasien dan tujuh langkah keselamatan pasien.

Ada tujuh standar keselamatan pasien yaitu hak pasien; mendidik pasien dan keluarga; keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan; penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien; peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan

(21)

pasien; mendidik staf tentang keselamatan pasien; serta komunikasi merupakan kunci bagi staf mencapaikan keselamatan pasien. Sasaran keselamatan pasien di rumah sakit ada enam yaitu ketepatan identifikasi pasien; peningkatan komunikasi yang efektif; peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert);

ketepatan lokasi, prosedur dan pasien operasi; pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan pengurangan risiko pasien jatuh. Selain itu terdapat pula tujuh langkah keselamatan pasien yaitu membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien dengan menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil; memimpin dan mendukung staf; mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko; mengembangkan sistem pelaporan; melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien; belajar dan berbagi pengalaman; dan mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien (Permenkes RI, 2017).

Nasrullah (2014) mengatakan bahwa insiden patient safety yaitu setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang menyebabkan atau berpotensi cedera yang dapat dicegah pada pasien yaitu Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang mengakibatkan cedera pada pasien, Kejadian Nyaris Cedera (KNC) yang belum terjadi pada pasien, Kejadian Tidak Cedera (KTC) yang sudah terjadi pada pasien tetapi tidak menimbulkan cedera, dan Kejadian Potensial Cedera (KPC) yang berpotensi menimbulkan cedera, serta kejadian sentinel yang dapat menimbulkan cedera yang serius bahkan kematian.

Tenaga kesehatan di rumah sakit salah satunya adalah perawat. Menurut Permenkes Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/ 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat menyatakan bahwa perawat merupakan seorang

(22)

individu yang telah lulus pendidikan perawat sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Sedangkan, Nursalam (2012) menyatakan bahwa perawat adalah individu yang merawat individu lain, karena itu perawat membutuhkan pendidikan agar mampu mengindentifikasi, membuat keputusan dan tidakan yang cepat, dan mampu berkomunikasi dengan baik. Jadi perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berperan penting dalam menciptakan patient safety di rumah sakit.

Dalam penelitian Pagala, Shaluhiyah, dan Widjasena (2017) kejadian patient safety di RS X Kendari tahun 2012 terdapat satu kasus kejadian salah dalam pemeriksaan laborats sehingga pasien diperiksa dua kali, 12 kasus pasien jatuh dari tempat tidur, 3 kasus pasien jatuh di kamar mandi, satu kasus salah dalam pemberian seri kolf darah sehingga transfusi darah gagal dilakukan, satu kasus pasien terbentur di mobil ambulans sehingga pasien cedera, satu kasus salah memberikan obat, dan satu kasus kematian akibat keterlambatan penebusan resep.

Dan insiden keselamatan pasien diatas sering terjadi di ruang rawat inap dengan penyebab kurang patuhnya perawat terhadap SOP saat mengasuh pasien.

Ketidakpatuhan perawat menyebabkan keselamatan pasien menjadi terancam. Merton (dalam Sarwono, 2007) menyatakan bahwa kepatuhan dapat terjadi apabila sasaran individu sesuai dengan norma sosial dan nilai budaya kelompoknya.

Kepatuhan perawat merupakan salah satu hal penting dalam mewujudkan patient safety. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Natasia, Loekqijana, dan Kurniawati (2014) yang menyatakan bahwa kepatuhan terhadap Standar

(23)

Operasional Prosedur (SOP) adalah komponen yang penting dalam manajemen keselamatan pasien. Menurut konsorsium ilmu kesehatan (dalam Hidayat, 2008) peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan patienst safety yaitu memberikan perawatan langsung; mendidik pasien dan keluarga dalam melakukan asuhan kesehatan yang berkaitan dengan keamanan secara mandiri; menjadi pengawas kesehatan yang melakukan kunjungan rumah untuk mengidentifikasi kebutuhan keamanan dan keselamatan pasien; menjadi konsultan dan meningkatkan kesehatan keluarga secara optimal yang mampu bekerja sama dengan lintas program; menjadi fasilitator yang mampu menjembatani dengan baik terhadap pemenuhan kebutuhan pasien dan keluarga; mengidentifikasi masalah keamanan sehingga tidak terjadi risiko jatuh pada pasien; serta mampu menciptakan lingkungan yang sehat untuk menunjang pemenuhan kebutuhan yang aman.

Kebijakan dibutuhkan untuk meningkatkan kepatuhan tenaga kesehatan, menurut KBBI kebijakan adalah asas sebagai garis besar dan dasar rencana dalam suatu pelaksanaan serta cara untuk bertidak. Kebijakan yang mendukung patient safety yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety yaitu persepsi. Sarwono (dalam Sunaryo, 2013) mengartikan bahwa persepsi sebagai kemampuan individu dalam membedakan, menglompokkan, dan memfokuskan pengamatan. Sedangkan menurut Desiderato

(24)

(dalam Rakhmat, 2004) menyatakan bahwa persepsi merupakan pengalaman tentang suatu objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dari menyimpulkan informasi.

Penelitian yang mendukung bahwa adanya hubungan persepsi dengan kepatuhan perawat yaitu hasil penelitian Natasia, dkk. (2014) terhadap 19 perawat di ruang ICU/ICCU dengan p-value 0,026. Dan penelitian Achiyat (2005) yang menyatakan adanya hubungan antara persepsi kebijakan pimpinan dengan kepatuhan perawat dalam menerapkan standar asuhan keperawatan di IGD RSU Ambarawa.

Berdasarkan survei awal pada Januari sampai Februari 2020 di RSUD Dr.

Pirngadi Kota Medan terdapat 3 ruang rawat gabung non VIP dan 2 ruang rawat bedah yang memiliki perawat dan jumlah perawat yang berbeda setiap ruangannya dengan total jumlah perawat sebanyak 53 orang. Alasan memilih ruang rawat gabung non VIP dan ruang rawat bedah dikarenakan ruang VIP, ruang intensif dan ruang khusus merupakan ruangan yang pengerjaannya dilakukan secara optimal dan istimewa sedangkan ruang rawat bedah merupakan ruangan yang memiliki kemungkinan terjadi insiden keselamatan pasien. Insiden keselamatan pasien di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada tahun 2018 yaitu terdapat 123 kasus Kejadian Potensial Cedera (KPC), 451 kasus Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dan 16 kasus Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), sedangkan insiden keselamatan pasien pada tahun 2019 yaitu terdapat 39 kasus Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dan 25 kasus Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).

(25)

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa masih ada insiden keselamatan pasien walaupun KNC pada tahun 2019 sudah berkurang dibanding tahun 2018 namun yang diharapkan adalah zero insiden di setiap rumah sakit dan persepsi tentang kebijakan patient safety dapat mempengaruhi kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang

“Hubungan Persepsi tentang Kebijakan Patient Safety dengan Kepatuhan Perawat dalam melakukan Patient Safety di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan” untuk melihat apakah persepsi perawat mempengaruhi kepatuhan perawat dalam melakukan keselamatan pasien.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi perumusan masalah penelitian yaitu: Bagaimana hubungan persepsi tentang kebijakan patient safety yang meliputi tujuh standar patient safety, enam sasaran patient safety, dan tujuh langkah patient safety dengan kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk menjelaskan hubungan antara persepsi tentang kebijakan patient safety dengan kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

Tujuan khusus. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:

1. Menjelaskan hubungan persepsi tentang tujuh standar patient safety dengan kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

(26)

2. Menjelaskan hubungan persepsi tentang enam sasaran patient safety dengan kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

3. Menjelaskan hubungan persepsi tentang tujuh langkah patient safety dengan kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis. Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu sebagai masukan dan sumbangan pemikiran bagi peneliti selanjutnya.

Manfaat aplikatif. Manfaat aplikatif dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan agar dapat meningkatkan kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety.

(27)

8

Tinjauan Pustaka

Persepsi tentang Kebijakan Patient Safety

Persepsi. Persepsi menurut Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1982) adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu meliputi penafsiran objek, tanda maupun orang berdasarkan pengalaman. Sarwono (2007) menyatakan bahwa persepsi adalah hasil pengamatan dari kombinasi penglihatan, pendengaran, penciuman maupun pengalaman. Selain itu, Ivancevich, Konopaske dan Matteson (2005) juga mengartikan bahwa persepsi merupakan proses kognitif seseorang dalam memilih, mengorganisasikan dan memberikan arti kepada lingkungan objek, orang maupun sebuah peristiwa. Menurut Caplin (dalam Pieter & Lubis, 2010) persepsi adalah proses untuk mengenal suatu kejadian dengan indra dan kesadaran dari proses organis, sedangkan menurut Maramis (2006) persepsi adalah seluruh proses dari stimulus yang diantar ke otak dan diartikan serta menghasilkan pengalaman yang disadari.

Jenis persepsi. Jenis-jenis persepsi terbagi menjadi dua (Sunaryo, 2013)

yaitu persepsi eksternal yang terjadi karena rangsangan dari luar diri individu, sedangkan persepsi internal adalah persepsi yang terjadi karena rangsangan dari dalam diri sendiri individu.

Proses terjadinya persepsi. Proses terjadinya persepsi menurut Sunaryo

(2013) antara lain: proses fisik yaitu objek diberikan stimulus atau rangsangan, kemudian diterima reseptor/pancaindra; proses fisiologis yaitu proses yang terjadi melalui stimulus yang diantarkan ke saraf sensorik lalu disampaikan ke otak; dan proses psikologis yaitu proses yang terjadi pada otak sehingga individu menyadari

(28)

stimulus yang diterima. Jadi syarat terbentuknya sebuah persepsi yaitu dari proses fisik, fisiologi dan psikologis.

Gambar 1. Proses terbentuknya persepsi

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi. Faktor-faktor yang

mempengaruhi persepsi menurut Rakhmat (2004) yaitu:

1. Faktor fungsional adalah faktor yang bersifat personal. Beberapa faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi yaitu:

a. Kebutuhan, menurut Walgito (dalam Candra, Harini, & Sumirta, 2017) seseorang akan mempersepsikan sesuatu hal berdasarkan kebutuhannya saat itu.

b. Pengalaman masa lalu, menurut Walgito (dalam Candra dkk., 2017) pengalaman mempengaruhi individu mempersepsikan sesuatu karena hasil dari proses belajar.

2. Faktor struktural adalah faktor yang berasal dari luar individu. Menurut Rahmat (dalam Wijayaningsih, 2014) beberapa faktor struktural yaitu

Objek Stimulus Reseptor

Saraf Sensorik Otak

Saraf Motorik

Persepsi

(29)

lingkungan keluarga, lingkungan keadaan sosial, hukum yang berlaku dan nilai masyarakat.

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang yaitu minat, kepentingan, kebiasaan, dan konstansi (Pieter & Lubis, 2010).

Kebijakan patient safety. Randy (dalam Achmadi, 2016) mendefinisikan kebijakan merupakan sebuah rencana yang diajukan oleh suatu pemerintahan, partai politik, perusahaan, rumah sakit, dan lainnya. Menurut Achmadi (2016) kebijakan adalah serangkaian kegiatan yang mempunyai tujuan dan dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah.

Kebijakan yang mendukung patient safety yaitu:

1. Tenaga kesehatan harus memenuhi kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional;

mengutamakan dan mendahulukan keselamatan pasien; dan pasien berhak menuntut akan kesalahan dalam pelayanan kesehatan yang diberikan kepadanya (UU RI No. 36, 2009).

2. Rumah sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak, anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan harus memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana; pasien memiliki hak dalam memperoleh pelayanan yang efektif dan efesien, terhindar dari kerugian fisik maupun mental, memperoleh keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di rumah sakit; serta rumah sakit wajib menerapkan standar

(30)

keselamatan pasien dan melaporkan insiden keselamatan pasien (UU RI No.

44, 2009).

3. Rumah sakit harus membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagai pelaksana kegiatan keselamatan pasien, mengupayakan sasaran keselamatan pasien dan dalam rangka menerapkan standar keselamatan pasien rumah sakit melaksanakan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit (Permenkes RI Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011).

Persepsi tentang kebijakan patient safety. Persepsi merupakan suatu perhatian sehingga seseorang mampu menyadari, mengartikan maupun mengahayati yang diamati (Candra, Harini, & Sumirta, 2017). Kebijakan yang mendukung patient safety yaitu adanya standar, sasaran, dan langkah keselamatan pasien (Permenkes RI, 2017).

Penelitian yang dilakukan Pratiwi, Sudiro dan Fatmasari (2017) terhadap enam perawat di ruang unit perawatan intensif psikiatri RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang dengan jabatan berbeda yang menunjukkan bahwa persepsi perawat kurang baik terhadap arahan keselamatan pasien dan persepsi perawat masih berbeda terkait budaya keselamatan pasien berdasarkan nilai, perilaku, dan pemahaman perawat sehingga dibutuhkan sosialisasi arahan keselamatan pasien.

Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Patient Safety

Kepatuhan. Krech (dalam Sarwono, 2007) menyatakan bahwa kepatuhan disebut juga konformitas yaitu pandangan atau tindakan individu yang berubah

(31)

karena tekanan kelompok karena adanya pertentangan antara pendapat individu dengan kelompok. Kepatuhan perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan merupakan perilaku perawat terhadap anjuran, prosedur atau peraturan yang harus ditaati dan dilakukan (Simamora, 2018).

Perubahan perilaku dan sikap dimulai dari kepatuhan, identifikasi dan internalisasi. Menurut Gibson dkk. (dalam Nursalam, 2015) terdapat tiga faktor yang berpengaruh pada kinerja yaitu:

1. Faktor individu

a. Kemampuan dan keterampilan (mental dan fisik)

b. Latar belakang pribadi (keluarga, tingkat sosial, dan pengalaman) c. Demografis (umur, etnis dan jenis kelamin)

2. Faktor psikologis a. Persepsi b. Sikap

c. Kepbribadian d. Belajar e. Motivasi 3. Faktor organisasi

a. Sumber daya b. Kepemimpinan c. Imbalan

d. Stuktur

e. Desain pekerjaan

(32)

Green (dalam Notoatmodjo, 2012) menjelaskan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:

1. Faktor predisposisi, yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, persepsi, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan lainnya.

2. Faktor pendukung, yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersediannya fasilitas dan sarana keehatan.

3. Faktor pendorong, yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain.

Persepsi termasuk faktor predisposisi, dimana persepsi seseorang akan berpengaruh pada kepatuhan dalam melakukan sesuatu.

Patient safety. Nursalam (2012) mendefinisikan patient safety adalah

variabel yang mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Lebih lanjut, Simamora (2018) menyatakan bahwa patient safety adalah suatu sistem pelayanan rumah sakit yang tidak membuat pasien cedera, tidak merugikan pasien, serta membuat asuhan pasien lebih aman.

Tujuan patient safety di rumah sakit. Menurut Simamora (2018) tujuan dari patient safety di rumah sakit yaitu:

1. Menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah sakit

2. Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat 3. Menurunkan kejadian yang tidak diharapkan

4. Melaksanakan program pencegahan dengan tujuan agar kejadian yang tidak diharapkan tidak terulang kembali

(33)

Berdasarkan tujuan diatas, setiap pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan patient safety. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2017) menguraikan penyelenggaran patient safety dilakukan dengan menerapkan:

1. Standar keselamatan pasien

Standar 1. Hak pasien. Setiap pasien maupun keluarga pasien berhak untuk mendapatkan informasi tentang rencana, hasil pelayanan yang diberikan maupun kemungkinan terburuk terjadinya insiden pada pasien. Dimana kriterianya yaitu harus ada dokter penanggung jawab yang membuat rencana pelayanan serta memberikan penjelasan yang jelas dan jujur kepada pasien dan keluarganya tentang segala rencana yang akan diberikan kepada pasien.

Standar 2. Mendidik pasien dan keluarga. Rumah sakit harus memberikan pengetahuan atau informasi kepada pasien dan keluarga tentang kewajiban dan tanggung jawab sebagai pasien. Dimana kriterianya yaitu keterlibatan pasien dapat meningkatkan keselamatan dalam pemberian pelayanan kesehatan yang dibuktikan dari pasien dan keluarga mampu memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur; mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga; berani mengajukan pertanyaan; menerima dan memahami konsekuensi pelayanan yang akan terjadi; mematuhi dan menghormati segala peraturan rumah sakit; dan memperlihatkan sikap hormat dan tenggang rasa.

Standar 3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan. Rumah sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. Dimana kriterianya yaitu

(34)

adanya koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar agar seluruh tahap pemberian pelayanan dan berjalan dengan lancar.

Selain itu terdapat juga komunikasi yang aman dan efektif antar profesi kesehatan sehingga proses koordinasi tercapai tanpa adanya hambatan.

Standar 4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien. Rumah sakit harus memperbaiki proses yang ada dengan mendesain proses baru, memonitor, mengevaluasi kinerja, menganalisis insiden, dan membuat perubahan untuk meningkatkan keselamatan pasien dan kinerja. Dimana kriterianya yaitu setiap rumah sakit harus melakukan perencanaan yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas, kaidah klinis, praktik bisnis yang sehat, serta faktor-faktor lain yang memiliki potensi menimbulkan risiko bagi pasien.

Standar 5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.

Pimpinan berperan dalam mendorong dan menjamin berlangsungnya program untuk identifikasi risiko keselamatan pasien, menekan insiden, menumbuhkan koordinasi sehingga dapat mengambil keputusan, mengalokasikan sumber daya untuk mengukur, mengkaji, meningkatkan kinerja rumah sakit dan meningkatkan keselamatan pasien. Dimana kriterianya yaitu adanya tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien dalam mengidentifikasi risiko dan meminimalkan terjadinya insiden; tersedianya mekanisme kerja dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien; tersedianya prosedur cepat-tanggap pada

(35)

insiden yang terjadi, mekanisme pelaporan internal dan eksternal insiden, mekanisme dalam menangani insiden, kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko dan mendukung staf dalam kaitan kejadian sentinel; terdapatnya kolaboratoriumorasi dan komunikasi terbuka dengan pendekatan antar disiplin;

tersedianya sumber daya dan sistem informasi dalam kegiatan perbaikan kinerja dan keselamatan pasien, dan evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya;

serta tersedianya sasaran yang terukur dan pengumpulan informasi untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja dan keselamatan pasien rumah sakit serta rencana tindak lanjut dan implementasi.

Standar 6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi pada setiap jabatan serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan, memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan. Dimana kriterianya yaitu rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru tentang keselamatan pasien, mengintegrasikan topik keselamatan pasien pada setiap kegiatan in-servic training, memberikan pedoman tentang pelaporan insiden dan menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama dalam mendukung interdisipliner dan kolaboratoriumoratif dalam rangka melayani pasien.

Standar 7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. Rumah sakit membuat rencana dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi yang tepat waktu dan akurat. Dimana kriterianya yaitu menyediakan anggaran

(36)

untuk rencana dan desain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang keselamatan pasien; serta tersedianya mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

2. Sasaran keselamatan pasien

Sasaran 1. Ketepatan identifikasi pasien. Kesalahan identifikasi pasien sering terjadi pada pasien yang terbius, tidak sadar, mengalami disorientasi, bertukar tempat tidur, kelainan sensori atau karena hal lain, karena itu sasaran ini bertujuan untuk identifikasi pasien dengan pengecekan dua kali yaitu identifikasi pasien sebagai individu penerima pelayanan dan untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan yang diberikan kepada pasien. Kebijakan dan prosedur memerlukan cara untuk mengidentifikasi pasien yaitu nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas dan lain-lain, serta mampu menjelaskan penggunaan dua identitas yang berada pada lokasi yang berbeda seperti rawat jalan, rawat inap, unit gawat darurat, kamar operasi maupun pasien yang koma tanpa identitas.

Sasaran 2. Peningkatan komunikasi yang efektif. Komunikasi efektif yang tepat waktu, lengkap, jelas, akurat dan mudah dipahami oleh pasien akan mengurangi terjadinya kesalahan. Kesalahan pada komunikasi yang sering terjadi yaitu pelaporan melalui telepon, karena itu rumah sakit mengembangkan kebijakan dan prosedur perintah lisan ataupun melalui telepon dengan mencatat dan memasukkan ke komputer perintah dengan lengkap dan akan dibaca ulang.

Sasaran 3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (High- Alert). Mengurangi kesalahan pemberian obat yaitu dengan peningkatkan proses pengelolaan obat-obatan yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit

(37)

konsentrat. Kebijakan dan prosedur mengidentifikasi area yang membutuhkan elektrolit konsentrat seperti IGD atau kamar opersi serta pemberian laboratoriumel secara benar pada elektrolit dan penyimpanannya, sehingga dapat mengurangi pemberian obat yang salah atau yang tidak disengaja.

Sasaran 4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi.

Salah lokasi, salah prosedur dan salah pasien operasi adalah hal yang sering terjadi di rumah sakit. Penandaan lokasi perlu melibatkan pasien. Tanda yang digunakan harus konsisten dan dibuat oleh operator orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien sadar jika memungkinkan dan harus terlihat saat disayat. Penandaan lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multiple struktur (jari tangan, jari kasi, lesi) atau multiple level (tulang belakang). Ini dilakukan untuk memverifikasi lokasi, prosedur dan pasien yang benar dan memastikan semua dokumen, foto, hasil pemeriksaan, diberi laboratoriumel dengan baik serta dipampangkan. Time-out dilakukan ditempat, dimana tindakan akan dilakukan sebelum tindakan dimulai dan melibatkan seluruh tim operasi.

Sasaran 5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Infeksi pada pelayanan kesehatan sangat sering terjadi seperti, infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah dan pneumonia. Infeksi ini dapat di eliminasi dengan cuci tangan yang tepat.

Sasaran 6. Pengurangan risiko pasien jatuh. Kasus pasien jatuh sering terjadi pada pasien rawat inap. Rumah sakit harus mengambil tindakan untuk mengurangi pasien jatuh dengan pelayanan yang diberikan dan fasilitas rumah

(38)

sakit yang memadai. Riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya berjalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien menjadi evaluasi bagi rumah sakit untuk menetapkan program.

3. Tujuh langkah keselamatan pasien

Langkah 1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. Rumah sakit harus memastikan bahwa rumah sakit memiliki kebijakan yang wajib dilakukan oleh staf setelah terjadi insiden, mengumpulan fakta dan dukungan yang diberikan kepada staf, pasien dan keluarga; memastikan rumah sakit memiliki kebijakan tentang peran dan akuntabilitas individu jika terjadi insiden; serta menumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang telah terjadi serta melakukan assessment dengan survei penilaian keselamatan pasien. Unit/tim memastikan rekannya mampu berbicara dan melaporkan jika terjadi insiden, serta mendemonstrasikan kepada tim untuk memastikan laporan secara terbuka dan menjadi pembelajaran serta menemukan solusi yang tepat.

Langkah 2. Memimpin dan mendukung staf. Rapat koordinasi oleh pimpinan dilakukan untuk menilai perkembangan program keselamatan pasien.

Setiap timbang terima akan dilakukan briefing untuk mengidentifikasi risiko keselamatan pasien dan memonitor risiko tersebut. Pimpinan juga memilih dan menetapkan champion di setiap unit sebagai penggerak pelaksanan program keselamatan pasien di rumah sakit, serta membangun komitmen staf tentang keselamatan pasien. Rumah sakit memastikan direksi atau pimpinan yang bertanggung jawab atas keselamatan pasien, mengidentifikasi di tiap bagian untuk

(39)

menentukan orang yang dapat diandalkan sebangai penggerak keselamatan pasien, serta membuat program pelatihan staf rumah sakit tentang keselamatan pasien dan mengukur efektivitasnya. Unit/tim akan memilih penggerak dalam tim dan menjelaskan kepada tim bahwa dalam menjalankan gerakan keselamatan pasien penting dan bermanfaat, serta mampu menumbuhkan sikap dan menghargai pelaporan insiden.

Langkah 3. Mengintegrasikan aktivitas pengelola risiko. Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta melakukan identifikasi dan asesmen potensial terjadinya masalah. Rumah sakit menelaah kembali struktur dan proses manajemen risiko klinis dan nonklinis, serta memastikan bahwa hal itu terintegrasi dengan keselamatan pasien; mengembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko, serta menggunakan informasi yang benar dan jelas dari sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk meningkatkan kepedulian terhadap keselamatan pasien. Unit/tim harus membentuk forum diskusi di dalam rumah sakit tentang isu keselamatan pasien untuk memberikan umpan balik, memastikan adanya penilaian risiko pada pasien, melakukan proses asesmen risiko dalam menentukan akseptabilitas risiko dan mengambil langkah yang tepat untuk mengurangi risiko, serta memastikan penilaian risiko itu sebagai masukan ke proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.

Langkah 4. Mengembangakan sistem pelaporan. Memastikan setiap staf melaporkan insiden, rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Rumah sakit melengkapi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar, yang harus dilaporkan kepada Komite Nasional

(40)

Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Unit/tim memberikan semangat kepada rekan kerja untuk aktif melaporkan insiden baik yang terjadi maupun insiden yang dapat dicegah namun tetap terjadi.

Langkah 5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien.

Mengembangkan cara berkomunikasi yang terbuka dan jujur dengan pasien.

Rumah sakit memastikan bahwa rumah sakit harus memiliki kebijakan yang jelas dan menjabarkan cara komunikasi terbuka tentang insiden kepada pasien dan keluarga; memastikan pasien dan keluarga mendapat informasi yang benar serta memberikan dukungan, pelatihan dan semangat kepada staf agar terbuka kepada pasien dan keluarganya. Unit/tim memastikan agar tim menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarga bila terjadi insiden; memprioritaskan pemberitahuan informasi yang tepat dan benar kepada pasien dan keluarganya apabila terjadi insiden; serta memastikan agar tim menunjukkan rasa empati kepada pasien dan keluarganya.

Langkah 6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.

Mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar terhadap kejadian yang terjadi. Rumah sakit memastikan staf telah terlatih untuk insiden secara tepat dan mampu untuk mengidentifikasi penyebab; serta mengembangkan kebijakan yang megambarkan dengan jelas kriteria pelaksanaan analisis akar masalah. Unit/tim mendiskusikan pengalaman dari hasil analisis insiden dan mengidentifikasi unit atau bagian yang terkena dampak dan berbagi pengalaman secara luas.

(41)

Langkah 7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien. Menggunakan informasi tentang insiden atau masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan. Rumah sakit harus mengunakan informasi yang benar dan jelas dari sitem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis untuk menentukan solusi yang mencakup penjabaran ulang sistem, menyesuaian pelatihan staf dan kegiatan klinis termasuk penggunaan instrumen yang dapat menjamin keselamatan pasien; melakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan; mensosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit; serta memberi umpan balik kepada staf tentang tindakan yang diambil atas insiden yang dilaporkan. Unit/tim melibatkan tim dalam mengembangkan cara untuk membuat asuhan pasien yang lebih baik dan aman, menelaah kembali perubahan yang dibuat tim, kemudian memastikan pelaksanaanya dan tim menerima umpan balik atau tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan dan keamanan.

Mubarak, Indrawati dan Susanto (2015) menyatakan terdapat tiga faktor penting keselamatan dan keamanan yaitu tingkat pengetahuan kesadaran individu, kemampuan fisik dan mental dalam upaya pencegahan, serta lingkungan fisik yang membahayakan, sedangkan faktor yang mempengaruhi keselamatan dan keamanan individu yaitu usia, gangguan kesadaran, mobilitas, status kesehatan, keadaan emosi, kemampuan berkomunikasi, pengetahuan, gaya hidup, lingkungan, faktor fisiologis, faktor toleransi, faktor lingkungan, faktor penyakit dan faktor kurangnya kesadaran tentang keamanan.

(42)

Kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety. Kepatuhan perawat yaitu ketaatan terhadap aturan patient safety seperti standar, sasaran, dan langkah mewujudkan keselamatan pasien. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Pagala dkk. (2017) terhadap 134 perawat di ruang rawat inap rumah sakit X Kendari yang menyatakan bahwa ada empat variabel yang berhubungan dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP yaitu pengetahuan, sikap, persepsi dukungan supervisor, persepsi dukungan sesama perawat dan faktor yang paling dominan berhubungan yaitu persepsi dukungan supervisor.

Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna serta menyedikan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Tugas dan fungsi rumah sakit. Tugas rumah sakit umum yaitu:

1. Melaksanakan upaya pelayanan kesehatan yang berdaya guna dan berhasil guna.

2. Mengutamakan penyembuhan dan pemulihan pasien secara serasi dan terpadu dengan peningkatan.

3. Mencegah dan melaksanakan upaya rujukan (Herlambang, 2016).

Fungsi rumah sakit menurut UU No. 44 Tahun 2009 yaitu:

1. Menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai standar pelayanan di rumah sakit.

(43)

2. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

3. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia untuk meningkatkan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

4. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Rumah sakit umum menyelenggarakan kegiatan-kegiatan berikut ini dalam upaya menyelenggarakan fungsinya (Herlambang, 2016) yaitu:

1. Pelayanan medis

2. Pelayanan dan asuhan keperawatan

3. Pelayanan penunjang medis dan nonmedis

4. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan 5. Pendidikan, penelitian dan pengembangan

6. Administrasi umum dan keuangan

Jenis-jenis rumah sakit. Menurut Herlambang (2016) jenis-jenis rumah sakit berdasarkan kepemilikan yaitu:

1. Rumah sakit milik pemerintah, terbagi menjadi 3 yaitu:

a. Rumah sakit pemerintah bukan Badan Layanan Umum (BLU) b. Rumah sakit pemerintah dengan bentuk BLU

c. Rumah sakit Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 2. Rumah sakit milik swasta

a. Rumah sakit milik PT

(44)

b. Rumah sakit milik yayasan

Jenis-jenis pelayanan rumah sakit. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 terdapat dua jenis pelayanan rumah sakit berdasarkan jenis pelayanannya yaitu:

1. Rumah sakit umum, memberikan pelayanan kesehatan di semua bidang penyakit.

2. Rumah sakit khusus, memberikan pelayanan utama pada satu bidang yang spesifik berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, dan kekhususan lainnya.

Kepmenkes No. 51 Menkes/SK/II/1979 (dalam Herlambang, 2016) menyatakan rumah sakit dibagi menjadi empat berdasarkan jenis kelasnya yaitu:

1. Rumah sakit kelas A menyediakan pelayanan kesehatan spesialistik maupun subspesialistik.

2. Rumah sakit kelas B menyediakan pelayanan kesehatan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar.

3. Rumah sakit kelas C menyediakan pelayanan kesehatan minimal empat spesialistik dasar.

4. Rumah sakit kelas D hanya menyediakan pelayanan kesehatan dasar.

Hak dan kewajiban rumah sakit. Hak dan kewajiban rumah sakit diatur oleh Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009. Hak setiap rumah sakit di Indonesia terdiri dari:

1. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai klasifikasi rumah sakit.

(45)

2. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam mengembangkan pelayanan.

4. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Menggugat pihak yang menyebabkan kerugian.

6. Mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.

7. Mempromosikan layanan kesehatan rumah sakit sesuai ketentuan perundang- undangan.

8. Mendapatkan insentif pajak bagi rumah sakit publik dan rumah sakit yang ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan.

Adapun kewajiban setiap rumah sakit di Indonesia yaitu:

1. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat.

2. Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai standar pelayanan rumah sakit.

3. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai standar pelayanan rumah sakit.

4. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana sesuai kemampuan pelayanannya.

5. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat yang tidak mampu.

(46)

6. Melaksanakan fungsi sosial dengan memberikan fasilitas pelayanan kesehatan pasien tidak mampu, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan Kejadian Luar Biasa (KLB), atau bakti sosial dengan misi kemanusiaan.

7. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien.

8. Menyelenggarakan rekam medis.

9. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak yaitu sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia.

10. Melaksanakan sistem rujukan.

11. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan.

12. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur sesuai hak dan kewajiban pasien.

13. Menghormati dan melindungi hak pasien.

14. Melaksanakan etika rumah sakit.

15. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.

16. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan secara regional maupun nasional.

17. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya.

18. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit.

(47)

19. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas rumah sakit dalam melaksanakan tugas

20. Memberikan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.

Perawat

International Council of Nursing (dalam Nasrullah, 2014) menyatakan bahwa perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan sehingga bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan dalam meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit dan memberikan pelayanan pada pasien. Sedangkan menurut Nasrullah (2014), perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat dan memiliki kemampuan dalam memberikan pelayanan kesehatan untuk individu sehat maupun sakit.

Fungsi perawat. Hidayat (2008) menjekaskan bahwa ada tiga fungsi dari seorang perawat yaitu:

1. Fungsi independen adalah fungsi mandiri yang tidak bergantung pada orang lain dan mampu melaksanakan tugas dengan keputusan sendiri.

2. Fungsi dependen adalah fungsi perawat yang menjalankan tugas berdasarkan pesan dari perawat lain sebagai pelimpahan tugas.

3. Fungsi interdependen adalah fungsi yang dilakukan dalam tim yang bersifat saling tergantung dengan tim lain yang memerlukan kerjasama tim dalam memberikan keperawatan pada pasien yang memiliki penyakit kompleks.

Hak dan kewajiban perawat. Hak perawat yaitu memperoleh perlindungan hukum jika melaksanakan tugas sesuai standar pelayanan, profesi, prosedur operasional dan perundang-undangan; memperoleh informasi yang

(48)

benar, jelas dan jujur dari pasien dan keluarganya; mendapatkan imbalan jasa dalam pelayanan keperawatan yang diberikan; menolak keinginan pasien/pihak lain yang berlawanan dengan kode etik, standar pelayanan, profesi, prosedur operasional maupun undang-undang; serta memperoleh fasilitas kerja sesuai standar. Kewajiban perawat yaitu melengkapi sarana dan prasarana pelayanan keperawatan, memberikan pelayanan keperawatan sesuai standar dan kode etik;

merujuk pasien yang tidak bisa ditangani kepada perawat atau tenaga kesehatan lain yang sesuai kompetensinya; mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai standar; memberikan informasi yang lengkap, jujur, jelas dan mudah dimengerti tentang tindakan yang dilakukan pada pasien atau keluarganya sesuai batas kewenangannya; melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang sesuai dengan kompetensi perawat; serta melaksanakan penugasan khusus oleh pemerintah (Kodim, 2015).

Tanggung jawab perawat. Tanggung jawab perawat menurut Koziers (dalam Nasrullah, 2014) yaitu suatu keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya yang ditunjukkan dari kinerja professional oleh perawat secara hati-hati, teliti dan jujur. Nasrullah (2014) menyatakan ada tiga tanggung jawab perawat yaitu tanggung jawab kepada Tuhan; kepada pasien dan masyarakat; serta terhadap rekan sejawat dan atasan.

Peran perawat. Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan (dalam Hidayat, 2008) yaitu:

1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan yang dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan dasar manusia melalui pelayanan keperawatan.

(49)

2. Peran sebagai advokat pasien yang membantu pasien dan keluarga dalam pemberian informasi, pelayanan serta pengambilan keputusan atas tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien.

3. Peran sebagai edukator yang membantu pasien dalam peningkatan pengetahuan tentang kesehatan, gejala penyakit, tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku.

4. Peran sebagai koordinator yang mengarahkan, merencanakan dan mengorganisasikan pelayanan kesehatan yang terarah sesuai kebutuhan pasien.

5. Peran sebagai kolaborator yang bekerja melalui tim kesehatan dalam upaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang dibutuhkan.

6. Peran sebagai konsultan terhadap masalah atau tindakan yang tepat sesuai permintaan pasien.

7. Peran sebagai pembaharu dalam mengadakan perencanaan, kerja sama, dan perubahan sesuai metode pemberian pelayanan keperawatan.

Landasan Teori

Berdasarkan Depkes RI (2008) patient safety yaitu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan yang lebih aman. Patient safety bisa terjadi jika tenaga kesehatan patuh terhadap kebijakan patient safety yang harus ditaati. Menurut Gibson dkk (dalam Nursalam, 2015) yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor individu, faktor psikologi dan faktor organisasi, dimana salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah persepsi yang temasuk dalam faktor psikologi Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Trisna (2016) terhadap 30

(50)

orang dalam tim bedah ruang operasi RSUD Mayjend HM yang menunjukkan bahwa adanya hubungan antara persepsi tim bedah dengan kepatuhan dalam penerapan surgical patient safety dimana nilai p-value sebesar 0,03.

Persepsi tentang kebijakan patient safety berkaitan dengan kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety, karena perawat yang memiliki persepsi yang baik tentang kebijakan patient safety akan patuh dalam melakukan patient safety. Dalam penelitian Natasia, dkk. (2014) menunjukkan bahwa persepsi mempengaruhi kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP.

Kerangka Konsep

Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 2. Kerangka konsep penelitian Hipotesis Penelitian

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

1. Ada hubungan persepsi tentang kebijakan patient safety dengan kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

2. Ada hubungan persepsi tentang tujuh standar patient safety dengan kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

3. Ada hubungan persepsi tentang enam sasaran patient safety dengan kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

Persepsi tentang kebijakan patient safety 1. Tujuh standar patient safety

2. Enam sasaran patient safety 3. Tujuh langkah patient safety

Kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety

(51)

4. Ada hubungan persepsi tentang tujuh langkah patient safety dengan kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

Diasumsikan bahwa semakin baik persepsi tentang kebijakan (tujuh standar, enam sasaran, dan tujuh langkah) patient safety maka semakin patuh perawat dalam melakukan patient safety, begitu pula sebaliknya semakin buruk persepsi tentang kebijakan (tujuh standar, enam sasaran, dan tujuh langkah) patient safety maka semakin tidak patuh pula perawat dalam melakukan patient safety.

(52)

33

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional yaitu teknik analisa data yang menyangkut variabel bebas dan variabel terikat akan dikumpulkan secara bersamaan (Notoatmodjo, 2012).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi. Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dengan pertimbangan adanya insiden patient safety dan ingin mengetahui persepsi perawat dalam melakukan patient safety di rumah sakit ini.

Waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan pada November 2019 sampai selesai.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh perawat yang ada di ruang rawat gabung non VIP dan ruang rawat bedah RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan berjumlah 53 orang.

Sampel. Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebagian perawat di ruang rawat gabung non VIP dan ruang rawat bedah RSUD Dr.

Pirngadi Kota Medan. Penentuan sampel pada penelitian ini memiliki beberapa kriteria dan yaitu:

1. Kriteria inklusi

a. Perawat yang bersedia menjadi responden dan terlibat dalam penelitian 2. Kriteria eksklusi

a. Perawat yang sedang cuti atau sakit

(53)

Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Issac dan Michael yaitu:

s = 2. N. P. Q d2 (N-1) + 2. P. Q = 2,706 . 53 . 0,5 . 0,5 0,052 (52) + 2,706 . 0,5 . 0,5 = 35,8545

0,13 + 0,6765 = 35,8545 0,8065 = 44,5 atau 45 Keterangan:

s : besar sampel

2 : taraf kesalahan 10% = 2,706 N : jumlah populasi

P : proporsi dalam populasi = 0,5 Q : 1 - P (1 - 0,5 = 0,5)

d : tingkat akurasi = 0.05

Berdasarkan rumus diatas, besar sampel dalam penelitian ini yaitu 45 perawat.

Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling yang pengambilan sampelnya secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada didalam populasi serta memiliki populasi yang dianggap homogen (Sugiyono, 2016).

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

(54)

1. Variabel bebas (independen) yaitu persepsi tentang kebijakan patient safety.

2. Variabel terikat (dependen) yaitu kepatuhan perawat dalam melakukan patient safety.

Definisi operasional. Definisi operasional dalam penelitian ini yaitu:

Persepsi tentang kebijakan patient safety. Persepsi perawat tentang

kebijakan patient safety adalah pandangan perawat terhadap kebijakan yang meliputi tujuh standar, enam sasaran dan tujuh langkah dalam melakukan patient safety berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang telah dialami.

Standar patient safety. Standar patient safety adalah ukuran yang harus dicapai oleh rumah sakit dalam menerapkan patient safety yaitu dengan memberikan hak pasien; mendidik pasien dan keluarga; keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan; peningkatan kinerja; peran kepemimpinan; mendidik staf; dan komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai patient safety.

1. Hak pasien adalah kewenangan pasien mendapatkan informasi dengan memberitahu keadaan dan setiap tindakan yang diberikan secara jelas dan jujur.

2. Mendidik pasien dan keluarga adalah memberikan pendidikan kesehatan serta menjelaskan kewajiban dan tanggung jawab sebagai pasien.

3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan adalah adanya koordinasi dan kerjasama antar unit dan antar tenaga dalam melaksanakan suatu tindakan/ pelayanan dengan baik.

4. Peningkatan kinerja adalah meningkatnya kinerja dengan mengevaluasi, merencanakan dan menganalisis insiden untuk memperbaiki pelayanan.

(55)

5. Peran kepemimpinan adalah adanya pemimpin yang menjamin berlangsungnya program patient safety dengan membentuk tim antar disiplin yang diikuti sehingga dapat cepat tanggap pada insiden yang terjadi.

6. Mendidik staf adalah pelatihan dan pendidikan yang penting untuk diikuti oleh perawat dalam meningkatkan asuhan keperawatan dengan memberikan pedoman tentang pelaporan insiden patient safety.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai patient safety adalah bertukar informasi dengan tepat waktu dan akurat dengan kriteria rumah sakit merencanakan dan menyediakan anggaran dalam peningkatan patient safety.

Sasaran patient safety. Sasaran patient safety adalah tujuan dari rumah sakit yang harus diterapkan dalam pelaksanaan patient safety yaitu ketepatan identifikasi pasien; peningkatan komunikasi yang efektif; peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai; ketepatan lokasi, prosedur, dan pasien operasi;

pengurangan risiko infeksi; dan pengurangan risiko pasien jatuh.

1. Ketepatan identifikasi pasien adalah kemampuan perawat dalam menentukan, menjelaskan, bertanya dan mengecek kembali identitas pasien.

2. Peningkatan komunikasi yang efektif adalah kemampuan perawat dalam memberikan informasi secara lengkap, jelas dan mencatat perintah lisan serta membacanya kembali.

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai adalah kemampuan perawat dalam proses pengelolaan obat, identifikasi area dan identifikasi pasien dalam pemberian obat.

Gambar

Gambar 1. Proses terbentuknya persepsi

Referensi

Dokumen terkait

Adapun pelaksanaan rujukan yang ada di Indonesia mempunyai syarat-syarat sebagai berikut: (a) Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan

Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) agar dapat berjalan dengan baik, dengan pemanfaatan dana Bantuan

Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku WUS Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi di Wilayah Puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah” beserta seluruh isinya

Hidayat, Taufik. Perilaku Pencarian Informasi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan: Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Tingkat jumlah bakteri E.coli tertinggi pada pedagang 2 yang menjual jajanan pasar kue lapis pada waktu pengambilan II dengan jumlah E.coli 12 MPN/gr, dan mengalami

Kinerja guru merupakan hal penting yang harus menjadi perhatian guru dan pihak terkait, guru harus memiliki kinerja yang baik, baik buruknya kinerja guru

Abstraksi ... Latar Belakang Masalah ... Rumusan Masalah ... Batasan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Sistematika Penulisan ... Telaah Penelitian

Dalam tulisan ini dipaparkan analisis perhitungan untuk menentukan koreksi penunjukkan dan analisis ketidakpastian dalam kalibrasi timbangan non-otomatis.Metoda yang