• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penulis memandang hukum memang bertujuan untuk menciptakan situasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Penulis memandang hukum memang bertujuan untuk menciptakan situasi"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penulis memandang hukum memang bertujuan untuk menciptakan situasi tertib. Namun hukum di Indonesia seharusnya dapat menciptakan damai sejahtera bagi setiap warga negaranya bukan hanya menciptakan ketertiban sosial yang dipandang sebagai sesuatu yang mutlak dalam produk hukum di Indonesia. Dalam situasi damai sejahtera hukum melindungi kepentingan manusia baik secara materiel maupun imateriel dari perbuatan-perbuatan yang merugikan.1 Dengan demikian hukum dapat menimbulkan kualitas kehidupan yang lebih baik bagi warga negaranya.

Dengan terciptanya ketertiban dan damai sejahtera bagi warga negaranya hukum dapat dinilai memiliki peranan penting dalam tatanan kehidupan masyarakat dan bernegara. Namun dalam kenyataannya hukum belum mampu sepenuhnya menciptakan ketertiban dan damai sejahtera bagi warga negara Indonesia.

Kenyataan ini tercermin dalam putusan hakim di pengadilan yang sering dinilai kurang sesuai dalam memutus perkara di pengadilan. Hakim menilai hukum

1Marzuki, Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan I, Kencana, Jakarta, 2008, hal., 129.

(2)

hanya berdasarkan Undang-Undang yang berlaku dalam memutus suatu perkara di pengadilan. Hakim yang cenderung menganut aliran positivisme ini yang membuat hukum tidak dapat menciptakan ketertiban dan damai sejahtera. Karena hakim memandang hukum sebagai hasil pengolahan ilmiah belaka, sehingga pembentukan hukum menjadi makin profesional. Hakim yang hanya menitikberatkan pada pertimbangan yuridis tersebut yang dinilai hakim hanya sebagai corong Undang- Undang.

Putusan hakim yang cenderung dengan pertimbangan yuridis tanpa adanya pertimbangan non yuridis membuat kurangnya efek jera bagi setiap orang yang melanggar hukum. Bukan hanya pidana biasa, namun pidana khusus atau tindak pidana korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) pun demikian sama saja halnya karena tidak memberikan efek jera bagi terpidana.

Bahkan tindak pidana korupsi dinilai bukan hal yang dipandang kejahatan luar biasa di Indonesia ini. Sehingga tindak pidana korupsi di Indonesia setiap tahunnya semakin marak terjadi. Terutama dalam lingkungan kekuasaan pejabat publik yang sangat berdampak bagi masyarakat. Pejabat publik yang seharusnya dapat membantu menaikkan tingkat kualitas perekonomian justru berbanding terbalik dengan mengkorupsi dana-dana dari pemerintah pusat yang seharusnya untuk menyejahterakan warga negaranya. Perbuatan pejabat publik ini yang membuat perekonomian di Indonesia mengalami kemerosotan.

Pemikiran hukum progresif harus diterapkan terhadap hakim untuk membuat efek jera bagi terpidana terutama terpidana korupsi. Seorang hakim bukan hanya teknisi Undang-Undang, tetapi juga mahluk sosial. Oleh karena itu,

(3)

pekerjaan hakim sungguh mulia karena hakim bukan hanya memeras otak tetapi juga nuraninya.2 Hukum progresif dimulai dari suatu asumsi dasar, hukum adalah institusi yang bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat manusia bahagia. Hukum tersebut tidak mencerminkan hukum sebagai institusi yang mutlak serta final, melainkan ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi kepada manusia.3 Sehingga hukum bukan hanya sekedar Undang-Undang seperti dalam pemikiran legalistik hakim kebanyakan.

Hakim dituntut dalam memutuskan suatu perkara bukan hanya mengandalkan Undang-Undang melainkan juga menggunakan penafsiran progresif dalam setiap Pasal.

Penafsiran progresif berpegangan pada paradigma “hukum untuk manusia”. Berbeda dengan analytical jurisprudence mengikuti paradigma manusia untuk hukum. Manusia merupakan simbol bagi kenyataan dan dinamika hukum.

Tugas hukum adalah memandu dan melayani masyarakat. Dengan demikian, diperlukan keseimbangan antara “statika dan dinamika”, antara “peraturan dan jalan yang terbuka”.4

Dalam pandangan hukum progresif, hukum dan pengadilan tidak dipersepsikan sebagai mesin atau robot, tetapi sebagai lembaga kreatif memandu dan melayani masyarakat. Tugas tersebut dapat dilakukan apabila hukum diberi

2Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2010.

hal., 191.

3Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Cetakan I, Genta Publishing,Yogyakarta, 2009, hal., 1.

4Satjipto Rahardjo, Penafsiran Hukum Progresif, Makalah bahan bacaan pada Program Doktor Ilmu Hukum Undip, 2007.

(4)

kebebasan untuk diberi penafsiran. Menafsirkan adalah tugas memandu dan melayani tersebut.5

Hakim dalam mengadili harus berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak siapapun. Seperti yang diatur dalam Pasal 1 butir 9 KUHAP:

“Serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus suatu perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini”.6 Dalam Pasal tersebut diterangkan bahwa hakim dalam mengadili memiliki kebebasan, artinya hakim dalam menjalankan tugas kekuasaan kehakiman tidak boleh terikat dengan apa pun dan/atau tertekan oleh siapa pun, tetapi leluasa untuk berbuat apa pun.

Sudikno Mertokusumo menyatakan putusan hakim adalah suatu pernyataan hakim, dalam kapasitasnya sebagai pejabat yang memiliki wewenang oleh Undang- Undang, berupa ucapan di persidangan maupun bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.7 Hakim dalam menyelesaikan suatu perkara harus memperhatikan fakta hukum serta alat bukti yang sah diantaranya adalah keterangan saksi, surat dan petunjuk dalam persidangan.

Dengan demikian, sebelum menjatuhkan sanksi pidana, hakim dituntut melakukan tindakan seperti menelaah dahulu tentang kebenaran peristiwa yang akan diajukan kepadanya dengan menilai bukti yang ada dan disertai keyakinannya.

5Ibid.

6Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

7Gress Gustia, Analisis Yuridis Penjatuhan Pidana Oleh Hakim Dalam Tindak Pidana Korupsi Putusan Nomor : 2031 K/Pid.Sus/2011, Lentera Hukum, Vol., I No., 1, 2014, hal., 36.

(5)

Kemudian, hakim juga mempertimbangkan dan memberikan penilaian terhadap peristiwa yang terjadi serta mengkaitkan dengan hukum yang berlaku dan selanjutnya memberikan kesimpulan dengan menetapkan sanksi pidana terhadap perbuatan yang dilakukan.

Sanksi pidana dalam pengadilan kebanyakan lebih menguntungkan terdakwa. Terutama kasus korupsi yang dinilai sebagai tindak pidana yang serius sekalipun. Hakim hanya menggunakan pertimbangan yuridis dalam tindak pidana korupsi tersebut. Tindak pidana korupsi yang terjadi secara sistemik, masif dan terstruktur memiliki akibat yang tidak hanya merugikan kondisi keuangan negara tetapi juga tindak pidana korupsi melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Dengan demikian, tindak pidana korupsi merupakan kejahatan kemanusiaan, karena telah melanggar hak-hak dasar seseorang.

Tetapi dalam tindak pidana korupsi Angelina Patricia Pingkan Sondakh telah memperlihatkan bahwa sistem peradilan positivistik di Indonesia sudah berakhir. Itu terlihat bagaimana hukuman yang diberikan terhadap terpidana korupsi anggaran di Kementrian Pendidikan dan korupsi Wisma Atlet di Palembang yaitu Angelina Patricia Pingkan Sondakh.

Hal tersebut dapat diperhatikan dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdasarkan putusan Nomor 54/PID.B/TPK/2012/PN.JKT.PST. Terdakwa atau pemohon peninjauan kembali Angelina Patricia Pingkan Sondakh dihadapkan ke persidangan perkara di pengadilan tingkat pertama oleh Jaksa Penuntut Umum dalam kasus tindak pidana korupsi dengan tiga dakwaan, yaitu: Dakwaan Kesatu:

Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur Pasal 12 huruf a

(6)

jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999...”;

Dakwaan Kedua: Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 5 ayat huruf a jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999; Dakwaan Ketiga:

Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 11 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999...”;8

Kemudian dalam amar putusan pengadilan tingkat pertama Nomor 54/PID.B/TPK/2012/PN.JKT.PST Terdakwa atau Angelina Patricia Pingkan Sondakh diputus dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah). Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat atau pengadilan tingkat bandingpun juga menguatkan putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor.

54/PID.B./TPK/2012/PN.JKT.PST.

Penulis menemukan bahwa putusan pengadilan dalam tingkat pertama maupun tingkat banding sangat berbeda apabila putusan tersebut masuk di tingkat kasasi maupun peninjauan kembali. Dalam amar putusan pengadilan Nomor 107

8NKRI (PU KPK) v Angelina Patricia Pingkan Sondakh [2015] MARI-PK., hal.,134.

(7)

PK/PID.SUS/2015 Terdakwa diputus dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan juga menjatuhkan pidana tambahan kepada terpidana untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) dan US $1.200.000 (satu juta dua ratus ribu Dollar Amerika Serikat).

Penulis membandingkan amar putusan diatas berpendapat bahwa putusan pengadilan tingkat Peninjauan Kembali lebih memberatkan apabila dibandingkan dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Perbedaan putusan pidana tersebut lebih memberatkan, namun saya menilai bahwa hakim dalam memutus perkara tindak pidana korupsi dengan Terdakwa Angelina Patricia Pingkan Sondakh lebih adil dalam memutus perkara tersebut karena hakim tidak hanya melakukan tinjauan pertimbangan yuridis namun juga tinjauan pertimbangan non yuridis. Sehingga putusan kasasi tersebut dinilai tidak hanya memuaskan tuntutan dari jaksa penuntut umum melainkan juga harus melindungi kepentingan masyarakat. Sehingga penafsiran bukanlah hanya semata membaca peraturan dengan menggunakan logika peraturan, melainkan juga membaca kenyataan atau apa yang terjadi di lingkungan masyarakat.

Dengan demikian putusan pidana tambahan berupa uang pengganti bagi Terdakwa atau Angelina Patricia Pingkan Sondakh dipandang penulis relevan dengan teori hukum progresif. Penulis memandang bahwa pidana tambahan berupa uang pengganti tersebut sesuai dengan aspek filosofis dari teori hukum progresif yaitu berpegang pada paradigma hukum untuk manusia. Artinya manusia yang dimaksud merupakan sebuah simbol terhadap kenyataan kehidupan masyarakat.

(8)

Oleh karena itu, dengan adanya pidana tambahan berupa uang pengganti dinilai sejalan dengan pemikiran hukum progresif yang mendorong enovasi dan kreativitas penegakan hukum dalam menegakkan hukum sesuai dengan perkembangan hukum dan masyarakatnya.9

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah penerapan pidana tambahan berupa uang pengganti dalam Putusan Nomor 107 PK/PID.SUS/2015 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 menurut teori hukum progresif?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menemukan, menggambarkan (mendeskripsikan), dan menganalisis penerapan pidana tambahan berupa uang pengganti dalam Putusan Nomor 107 PK/PID.SUS/2015 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 menurut teori hukum progresif.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat diadakannya penelitian hukum ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian dan penulisan hukum ini adalah memberikan kontribusi authority mengandung di dalamnya norma atau kaidah dan prinsip atau asas hukum sebagai pedoman dalam rangka legal problem

9Yudi Kristiana, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Perspektif Hukum Progresif.

Thafa Media, Yogyakarta, 2016. hal., 59.

(9)

solving atau yang menetapkan apa yang seyogianya atas isu hukum yang dihadapi untuk diberikan solusi,10 khususnya dalam isu hukum Pidana Tambahan Uang Pengganti dalam tindak pidana korupsi perkara nomor 107 Pk/Pid.Sus/2015 ditinjau dari teori hukum progresif.

2. Manfaat Praktis

Sedangkan manfaat praktis yang diharapkan dicapai dari penelitian ini adalah memberi masukan bentuk-bentuk dalam rumusan kaedah hukum konkret yang baru bagi masyarakat. Dimaksudkan dengan masyarakat di sini, yaitu terutama para penegak hukum seperti: para Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik.

Diharapkan, hasil penelitian ini dapat memperkenalkan bentuk, jenis, sifat-sifat dari kaidah hukum baru dalam pidana tambahan uang pengganti dalam tindak pidana korupsi perkara nomor 107 Pk/Pid.Sus/2015 ditinjau dari teori hukum progresif.

Dengan cara demikian, diharapkan para penegak hukum akan mendapatkan masukan-masukan baru sebagai pedoman hukum dalam penegakkan peraturan perundang-undangan.

E. Metode Penelitian

Menurut Peter Mahmud Marzuki penelitian hukum dirumuskan sebagai suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Oleh sebab itu, penelitian hukum dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis

10Titon Slamet Kurnia, et al., Pendidikan Hukum, Ilmu Hukum, dan Penelitian Hukum di Indonesia, Cetakan I, Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2013. hal., 126.

(10)

masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut.11

1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum. Dicari untuk ditemukan dan digambarkan serta dibahas atau didiskusikan dalam penelitian hukum adalah konsep-konsep dalam hukum (legal concepts), definisi-definisi hukum, sifat-sifat kaidah hukum, perbedaan antara aturan hukum dan asas hukum, sistem hukum dan keberlakuan hukum.12 Terutama asas-asas, kaidah hukum dalam arti sempit, dan peraturan hukum yang dicari, ditemukan, digambarkan dan dianalisis dalam penelitian ini, sebagai suatu penelitian hukum adalah sistem hukum, dan penemuan hukum dalam Putusan Nomor 107 PK/PID.SUS/2015.

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah atau legal issues dalam penelitian hukum ini secara konseptual, historis, perundang-undangan, maupun case laws. Pendekatan konseptual (conceptual approach) digunakan dalam penelitian ini karena penelitian ini perlu merujuk prinsip-prinsip hukum. Prinsip-prinsip ini dapat diketemukan dalam pandangan-pandangan sarjana atau doktrin-doktrin hukum.13. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang

11Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan II, Kencana, Jakarta, 2005, hal., 60.

12J.J.H. Bruggink, Refleksi tentang Hukum, Cetakan II, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

hal., 173.

13Peter Mahmud Marzuki, Op.cit., hal., 178.

(11)

ditangani.14 Pendekatan ini digunakan karena dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum meliputi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian, pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap. Pendekatan ini digunakan karena dalam penelitian ini merujuk pada Putusan Nomor 107 PK/PID.SUS/2015. Selanjutnya pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan tentang isu yang dihadapi.15

3. Sumber Bahan Hukum

Sebagai suatu penelitian hukum, maka bahan hukum penelitian ini bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Sumber hukum yang primer adalah kaidah, asas-asas dan pengaturan hukum konkret yang berlaku dalam sistem hukum yang disebut peraturan perundang- undangan dan juga putusan-putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.16. Kemudian sumber hukum sekunder adalah buku-buku yang ditulis para profesor, hanya yang berisi komentar dan analisis terhadap peraturan perundang- undangan dan putusan pengadilan.17 Ada pula jurnal hukum yang berisi tulisan- tulisan yang sangat berpengaruh dari para ahli hukum.18 Sedangkan bahan hukum

14Ibid., hal., 133.

15Ibid., hal., 134.

16Teguh Prasetyo, Penelitian Hukum Dalam Perspektif Keadilan Bermartabat, Cetakan I, Nusa Media, Bandung, 2019, hal., 37.

17Ibid., hal., 44.

18Ibid.

(12)

tersier hanya sebagai penunjang bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.

Dalam penelitian ini menggunakan sumber bahan hukum antara lain pertama bahan hukum primer, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Putusan Nomor 107 PK/PID.SUS/2015. Kedua bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang terdiri dari jurnal-jurnal hukum, buku-buku yang ditulis para profesor, dan tulisan-tulisan yang sangat berpengaruh dari para ahli hukum untuk menunjang penelitian ini.

Ketiga bahan hukum tersier, yaitu ensiklopedi dan kamus hukum sebagai penunjang bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.

4. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum sebagaimana dikemukakan di atas dikumpulkan dan diolah dengan teknik sebagai berikut. Bahan hukum primer dikumpulkan dengan mengunjungi website resmi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Bahan-bahan hukum primer tersebut di-download, dibaca, kemudian disusun secara kronologis berdasarkan legal issues serta diolah sebelum dimasukkan sebagai bahan hasil penelitian. Kemudian bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan mengunjungi perpustakaan dengan mempelajari, membaca, dan mencatat buku-buku, literatur, maupun jurnal-jurnal terkait penelitian.

Sedangkan pengumpulan bahan hukum tersier yaitu mencari di bahan atau sumber

(13)

pendukung seperti kamus-kamus hukum dan ensiklopedi sebagai penunjang bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.

5. Teknik Analisis

Sebagai suatu penelitian hukum, maka teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti teknik analisis yuridis normatif. Analisis ini membandingkan antara das sollen dan das sein. Dimulai dengan memaparkan premis mayor, kemudian mencocokkannya dengan premis minor untuk pada gilirannya dilakukan penarikan kesimpulan demi kesimpulan untuk menjawab pertanyaan yang sudah dikemukakan dalam rumusan masalah.

F. Orsinilitas Penelitian

Penelitian ini adalah suatu penelitian yang orisinil. Dikatakan bersifat orisinil karena, seperti yang terlihat dalam tabel 1 di bawah ini penjelasan perbandingan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu.

Tabel 1

Studi Perbandingan dengan Hasil Penelitian Terdahulu

No. Nama Penulis dan Judul

Skripsi Rumusan Masalah dan Temuan Beda Dengan Rencana Skripsi Ini

1. Niken Sri Ekowati, dengan judul “Sanksi Pidana Denda bagi Korporasi sebagai Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Teori Keadilan Bermartabat: Studi Kasus

Putusan Nomor

04/Pid.Sus/2011/PT. BJM”

1. Bagaimana Penerapan Sanksi Pidana Korporasi Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Terkait

Putusan Nomor

04/Pid.Sus/2011/PT.BJM?

2. Bagaimana Aspek/

Parameter Keadilan Bermartabat Terkait Sanksi Denda Bagi Korporasi Sebagai Pelaku Tindak Pidana Korupsi?

Penelitian Niken Sri Ekowati mengenai Penerapan Sanksi Pidana Korporasi Terkait

Putusan Nomor

04/Pid.Sus/2011/PT.BJM sedangkan penelitian rencana skripsi ini dalam penerapan hukum progresif dalam pidana tambahan berupa uang pengganti sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 menurut Teori Hukum Progresif

(14)

2. ElaSaputri, dengan judul

“Penetapan Tersangka dalam Tindak Pidana Korupsi”

Bagaimana ketentuan penetapan tersangkadalam perkara tindak pidana korupsi?

Penelitian ElaSaputri mengenai tata cara penetapan tersangka dalamTindak Pidana Korupsi dalam Putusan Nomor:

97/Pid.Prap/2017/PN.JKT.Sel . sedangkan penelitian rencana skripsi ini dalam penerapan hukum progresif dalam pidana tambahan berupa uang pengganti sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 menurut Teori Hukum Progresif

3. Gregorius Reno

Octavianto, dengan judul

“Perlindungan Hukum terhadap Hak Masyarakat Sehubungan dengan Pemberian Remisi bagi Narapidana Korupsi”

Mengapa pemberian remisi bagi narapidana korupsi bertentangan/melanggar HAM masyarakat?

Penelitian Gregorius Reno Octavianto mengenai pemberian remisi bagi narapidana korupsi bertentangan/melanggar HAM masyarakat sedangkan penelitian rencana skripsi ini dalam penerapan hukum progresif dalam pidana tambahan berupa uang pengganti sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 menurut Teori Hukum Progresif

Sumber: diolah dari skripsi-skripsi terdahulu publikasi Fakultas Hukum UKSW Salatiga.

Penelitian yang pertama dilakukan oleh Niken Sri Ekowati, dengan judul Sanksi Pidana Denda bagi Korporasi sebagai Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Teori Keadilan Bermartabat: Studi Kasus Putusan Nomor 04/Pid.Sus/2011/PT.BJM, dengan rumusan masalah dari penelitian yang dilakukan oleh Niken Sri Ekowati adalah pertama, bagaimana penerapan sanksi pidana korporasi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait Putusan Nomor 04/Pid.Sus/2011/PT.BJM? kedua, bagaimana aspek/ parameter

(15)

keadilan bermartabat terkait sanksi denda bagi korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi?

Penelitian yang dilakukan oleh Niken Sri Ekowati berhasil menemukan temuan tentang penerapan sanksi pidana korporasi terkait Putusan Nomor 04/Pid.Sus/2011/PT.BJM. Penelitian Niken Sri Ekowati berbeda dengan penulis karena penelitian penulis penerapan hukum progresif dalam pidana tambahan berupa uang pengganti sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Menurut Teori Hukum Progresif.

Penelitian yang kedua dilakukan oleh Ela Saputri, dengan judul Penetapan Tersangka dalam Tindak Pidana Korupsi, dengan rumusan masalah dari penelitian yang dilakukan oleh Ela Saputri adalah bagaimana ketentuan penetapan tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi?

Penelitian yang dilakukan oleh Ela Saputri berhasil menemukan temuan tentang tata cara penetapan tersangka dalam tindak pidana korupsi dalam Putusan Nomor: 97/Pid.Prap/2017/PN.JKT.Sel. Penelitian Niken Sri Ekowati berbeda dengan penulis karena penelitian penulis menggambarkan penerapan hukum progresif dalam pidana tambahan berupa uang pengganti sesuai dengan Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 menurut Teori Hukum Progresif.

Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Gregorius Reno Octavianto, dengan judul Perlindungan Hukum terhadap Hak Masyarakat Sehubungan dengan Pemberian Remisi bagi Narapidana Korupsi, dengan rumusan masalah dari penelitian yang dilakukan oleh Gregorius Reno Octavianto adalah mengapa

(16)

pemberian remisi bagi narapidana korupsi bertentangan/melanggar HAM masyarakat?

Penelitian yang dilakukan oleh Gregorius Reno Octavianto berhasil menemukan temuan pemberian remisi bagi narapidana korupsi bertentangan/melanggar HAM masyarakat. Penelitian Gregorius Reno Octavianto berbeda dengan penulis karena penelitian penulis menggambarkan penerapan hukum progresif dalam pidana tambahan berupa uang pengganti sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Menurut Teori Hukum Progresif.

Referensi

Dokumen terkait

Pada kegiatan inti pengajar mengorientasikan siswa ke dalam masalah, yaitu dengan memberikan teks bacaan mengenai soal-soal bersangkutan dengan longsor. Dari teks bacaan

jum’at, 01 Desember 2017 pukul 10:10 WIB, beliau merupakan masyarakat asli desa Leran yang pernah menggunakan sesajen dalam acara pernikahan.. Kalau hukum membuat sesajen saya

Dari pengertian ini kita dapat mngetahui bahwa pembelajaran berbasis masalah ini difokuskan untuk perkembangan belajar siswa, bukan untuk membantu guru mengumpulkan informasi

Dalam pelaksanaan PPL I, praktikan dibantu oleh seorang guru pamong yang bernama IsmuJoko, S.T Praktikan menilai guru pamong sudah baik dalam pengelolaan kelas. Selain

Ayat 5 yang terjemahannya berbunyi “matahari dan bulan beredar mengikut perhitungan (matahari dan bulan beredar dengan peraturan dan hitungan yang tertentu)” jelas

Analisis keseluruhan menggunakan data hasil pemantauan GPS yang dipasang di enam titik stasiun berkala dan di sembilan titik stasiun kontinyu sebagai referensi hingga

digunakan tetapi kondisinya kotor dan tidak terawat, sehingga pengunjung merasa tidak nyaman (Wawancara 18 Januari 2017). Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan