• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi dan identifikasi bakteri endofit dalam batang tanaman Artemisia annua L. yang diuji potensi antibakterinya terhadap Bacillus subtilis dan Salmonella typhi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Isolasi dan identifikasi bakteri endofit dalam batang tanaman Artemisia annua L. yang diuji potensi antibakterinya terhadap Bacillus subtilis dan Salmonella typhi."

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

Artemisia annua L. adalah tumbuhan obat yang berguna sebagai antimalaria, antipiretik, dan antibakteri. Pada jaringan vaskular A.annua L. diketahui terdapat mikroba endofit. Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan tanaman inangnya. Mikroba ini diketahui dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman karena kemampuannya menekan pertumbuhan patogen dengan cara kompetisi, menghasilkan senyawa antibiotik, atau menginduksi ketahanan tanaman.

Tujuan penelitian ini adalah mengisolasi bakteri endofit dari batang tanaman A. annua L., menguji potensi antibakteri dari senyawa yang dihasilkan oleh isolat bakteri endofit tersebut terhadap bakteri uji Bacillus subtilis dan Salmonella typhi, serta mengetahui identitas bakteri penghasil senyawa antibakteri tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dan bersifat eksploratif-deskriptif. Isolasi bakteri endofit dari batang tanaman A. annua L. dilakukan dengan metode streak plate, sedangkan potensi antibakteri dilakukan dengan metode difusi paper disc. Identifikasi dan determinasi bakteri endofit dilakukan dengan pengamatan morfologi koloni, morfologi sel, dan uji biokimia berdasarkan buku panduan baku determinasi bakteri (Holt et al, 2000).

Hasil penelitian ini adalah bakteri endofit penghasil senyawa antibakteri yang mempunyai potensi antibakteri terhadap Bacillus subtilis adalah genus Amphibacillus. Sedangkan senyawa yang dihasilkan oleh bakteri endofit ini tidak memiliki potensi antibakteri terhadap Salmonella typhi.

Kata kunci : bakteri endofit, potensi antibakteri, Artemisia annua L., Bacillus subtilis, Salmonella typhi, Amphibacillus.

(2)

ABSTRACT

Artemisia annua L is a medical plant which is used as antimalaria, antipyrethic, and antibacterial. It is known that there is an endhophytic microbia on its vascular tissue. Endophytic microbia is the microbia which lives in the plants tissue without endangering its host. This microbia is also known to be able to improve plant’s growth because its ability to repress the development of pathogen by competition, to produce an antibiotical substance, and to induce plant’s imunity.

The aims of this research were to isolate endophytic bacteria from the stem of A. annua L., to test the antibacterial potentiality from the substance resulted from the endophyt’s microbia isolate towards B. subtilis and S. typhi, and to find identify of bacteria which produce the antibacterial substance.

This research was a pure experimental research, which was explorative-descriptive. Isolation endophytic bacteria from the stem of A. annua L. was done by streak plate method, the antibacterial potentiality was observed through the paper disc diffusion method. The identification and determination towards endophytic bacteria was done through the observation of colony morphology, cell morphology, and biochemistry tests (Holt et al, 2000).

The result of this research were antibacterial compounds which was produced by endophytic bacteria was isolated from A.annua. L, had the potential antibacteria towards B.subtilis, and it was known that the identity of the endophytic bacteria which produced this antibacteria compounds was Amphibacillus. Whereas in the S. typhi, substance produced from this bacteria had no potentiality at all.

Keywords : endophytic bacteria, antibacterial potentiality, Artemisia annua L., Bacillus subtilis, Salmonella typhi , Amphibacillus

(3)

SUNBURN

AKIBAT RADIASI SINAR ULTRAVIOLET

PADA MENCIT BALB/C JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Ivana Clarinta NIM : 048114045

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

ii

PENGARUH BENTUK SEDIAAN GEL DAN KRIM

SUNSCREEN

FRAKSI POLIFENOL TEH HIJAU TERHADAP PROTEKSI

SUNBURN

AKIBAT RADIASI SINAR ULTRAVIOLET

PADA MENCIT BALB/C JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Ivana Clarinta NIM : 048114045

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)

iii

SUNBURN

AKIBAT RADIASI SINAR ULTRAVIOLET

PADA MENCIT BALB/C JANTAN

Yang diajukan oleh: Ivana Clarinta

NIM : 048114045

Skripsi ini telah disetujui oleh :

Pembimbing I

( Agatha Budi S.L., M.Si., Apt. )

tanggal ...

Pembimbing II

( drh. Sitarina Widyarini, MP, Ph.D )

(6)

iv

Berjudul

PENGARUH BENTUK SEDIAAN GEL DAN KRIM SUNSCREEN FRAKSI

POLIFENOL TEH HIJAU TERHADAP PROTEKSI SUNBURN AKIBAT

RADIASI SINAR ULTRAVIOLET PADA MENCIT BALB/C JANTAN

Oleh : Ivana Clarinta NIM : 048114045

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma pada tanggal :...

Mengetahui

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma

Dekan

(Rita Suhadi, M.Si., Apt.) Pembimbing I :

( Agatha Budi S.L., M.Si., Apt. )

Pembimbing II :

( drh. Sitarina Widyarini, MP, Ph.D )

(7)

v

Bercampur dengan Idealisme dan Rasionalisme

Dengan penuh Syukur aku persembahkan karya ini kepada...

Bapa Orang tuaku tercinta (Hendro Susilo dan Agnes Jantiningsih) Kakak Adikku (Mia F., Dea Nathania, Deana Nathania, Yesika Ayunditya) Kekasihku, Oktavianus Gresasis Primantoro Putro Teman-Teman Seperjuanganku Eleventh Generation Teman-Teman Farmasiku

Semua Teman Hidupku

Almamaterku

Dan…

Perjalananku belum usai

Aku sedang membuktikan bahwa

aku telah melangkah, sedang melangkah, dan terus melangkah…

(8)
(9)

vi

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas segala karuniaNya saya dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Bentuk Sediaan Gel dan Krim Sunscreen Fraksi Polifenol Teh Hijau Terhadap Proteksi Sunburn Akibat Radiasi Sinar Ultraviolet Pada Mencit BALB/c Jantan.“

Laporan skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana pada program studi Farmasi.

Segala perjuangan, persahabatan, semangat dan putus asa bersatu dalam

penyusunan laporan skripsi ini. Karena itulah, saya sangat berterimakasih kepada : 1. Tuhan yang Maha Esa atas segala karunia-Nya.

2. Orangtua dan keluarga yang selalu mendukung saya.

3. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

4. Dra. A. Nora Iska Harnita, M. Si., Apt., atas arahan dan bimbingan selama pembuatan skripsi ini.

5. Ibu Rini Dwiastuti, S.Farm., Apt. selaku koordinator Tea Project.

6. Ibu drh. Sitarina Widyarini, M.P., Ph.D. selaku pembimbing skripsi yang sangat berjasa dalam penyusunan skripsi ini

7. Ibu Agatha Budi Susiana L., M.Si., Apt. selaku pembimbing skripsi yang sangat berjasa dalam penyusunan skripsi ini.

(10)

vii

Fitokimia, Laboratorium Farmakologi dan Laboratorium Kimia Analisis atas segala bantuan dan kesabarannya.

10.Oktavianus Gresasis P.P atas bantuan, dukungan, dan semangatnya. 11.Kelompok Tea Project, Wortel Project,Algae project, dan juga Tomato

team atas segala persahabatan dan dukungannya.

12.Semua teman-teman eleventh generation, Farmasi, Poskes, Kost, KKN yang telah mendukung dan memberikan semangat.

13.Semua pihak yang telah memberi bantuan, semangat, dan dukungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna

karena keterbatasan pengetahuan, kelalaian dan kesalahan yang terjadi. Oleh karena itu, dengan hati yang sangat terbuka, penulis menerima koreksi, kritik, dan saran demi perkembangan diri dan berkembangnya ilmu pengetahuan. Semoga skripsi ini

dapat berguna bagi orang lain.

(11)

viii

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 17 Maret 2008

Penulis

(12)

ix

INTISARI

Senyawa alam pada 2 dekade terakhir ini secara luas terus dilakukan penelitian untuk digunakan sebagai sunscreen. Salah satu senyawa ini adalah senyawa fenolik yang dapat ditemukan pada teh hijau (30-40%). Senyawa ini tidak hanya mengabsorbsi sinar UV tapi juga memiliki efek antioksidan.

Bentuk sediaan sunscreen yang ada di pasaran dapat berupa krim, lotion, dan gel. Perbedaan sifat fisikokimia dari formulasi dapat menyebabkan variasi profil pelepasan obat dimana pada akhirnya akan mempengaruhi efikasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek gel dan krim sebagai bentuk sediaan topikal terhadap efikasinya sebagai sunscreen yang formulasinya mengandung fraksi polifenol teh hijau. Nilai efikasi yang akan diukur adalah parameter efikasi sediaan

sunscreen yaitu nilai SPF dan efikasi sunscreen untuk memproteksi kulit dari

inflammation associated edema.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan gel dan krim fraksi polifenol teh hijau sebagai objek penelitian. Hasilnya dianalisis menggunakan ANOVA dan independent sample t test statistic analysis dengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil dari penelitian ini adalah nilai SPF dari kedua sediaan sama, yaitu 20. Kedua bentuk sediaan sunscreen tidak memberikan proteksi terhadap inflammation associated edema. Namun, perbedaan bentuk sediaan (terdapat perbedaan bermakna) mempengaruhi perubahan skinfold thickness antara gel yaitu 1,11 ± 0,11 dan krim

yaitu 1,39 ± 0,19 mm.

(13)

x

The natural substances have been widely explored to develop sunscreen formulation for the last 2 decades. One of this substances is phenolic compound which can be found in green tea (30-40%). This compound does not only absorb UV light but also has an antioxidant effect.

Sunscreen topical dosage forms which is available in the market can be performed as a cream, lotion, gel and ointments. The diferences of physicochemical properties may lead to variation of drug release profile which eventually may effect the efficacy. This research aimed to investigate the effect of gel and creams as topical dosage forms on the efficacy of sunscreen which was formulated from green tea polyphenol fraction. The effect when will be examined are parameter efficacy of

sunscreen that is SPF point and efficacy ef sunscreen to protect skin from inflammation associated edema.

The study was an experimental study using gel and cream sunscreen with green tea polyphenol fraction as the object. The results were analised using ANOVA and independent sample t test statistic analysis with 95% confidence interval.

The result of this research reveals SPF point of both deliveries is same, that is 20. Both of sunscreen dosage forms does not have effect in protection from inflammation associated edema. However, different types of dosage form cause differences in the alteration of skinfold thickness between gel with 1,11 ± 0,11 mm and cream with 1,39 ± 0,19 mm (p<0,05).

(14)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... v

PRAKATA...vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR...xvi

DAFTAR LAMPIRAN...xviii

BAB I PENGANTAR ...1

A. Latar Belakang Masalah ...…...1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Keaslian Penelitian ...4

D. Manfaat...6

(15)

xii

A. Tanaman Teh...8

1. Klasifikasi teh...8

2. Kandungan kimia...8

3. Kegunaan.………...9

B. Flavonoid dalam Teh Hijau...10

1. Flavanol...10

2. Flavonol...12

C. Sinar Ultraviolet...13

1. Pembagian spektrum sinar ultraviolet...13

2. Efek buruk radiasi ultraviolet...14

3. Efek positif radiasi ultraviolet...16

D. Inflamasi...16

1. Definisi...16

2. Penyebab...17

3. Gejala...18

4. Mekanisme... 18

E. Sunscreen...20

1. Pengertian sunscreen...20

2. Sun Protection Factor (SPF)...20

(16)

xiii

G.Gel...23

H. Krim...24

I. Landasan Teori...25

J. Hipotesis...27

BAB III METODE PENELITIAN...28

A. Jenis Penelitian...28

B. Variabel Penelitian...28

C. Definisi Operasional...28

D. Alat dan Bahan...30

1. Alat...30

2. Bahan...30

E. Jalan Penelitian...32

1. Praperlakuan mencit...32

2. Optimasi penentuan nilai 1 MED (edema)...33

3. Optimasi puncak inflamasi...34

4. Pengukuran Sun Protection Factor (SPF) secara in vivo...35

5. Pengukuran efikasi terhadap inflammation associated edema ...35

F. Analisis Data...37

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN...39

A. Uji Pendahuluan...40

(17)

xiv

B. Uji Efikasi Sediaan Sunscreen...45

1. Penetapan nilai SPF gel dan krim sunscreen polifenol teh hijau yang diukur secara in vivo...46

2. Efek proteksi gel dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau terhadap inflammation associated edema...49

C. Pengaruh Bentuk Sediaan Terhadap Nilai SPF Secara In Vivo, Proteksi Terhadap Inflammation Associated Edema, dan perubahan skinfold thickness ...53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...60

DAFTAR PUSTAKA ...62

LAMPIRAN ...…..66

(18)

xv

Tabel I. Komposisi kandungan kimia pucuk daun teh (% berat kering)...9 Tabel II. Sifat fisik dan kimia katekin...11

Tabel III. Jumlah flavonol teh hijau...13 Tabel IV. Pengelompokan daya proteksi sunscreen berdasarkan nilai SPF

berdasarkan FDA... 21 Tabel V. Komposisi penyusun gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau...31

Tabel VI. Komposisi penyusun krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau...32

Tabel VII. Pengaruh bentuk sediaan terhadap nilai SPF, inflammation associated edema, dan perubahan skinfold thickness pasca

(19)

xvi

Gambar 1. Struktur kimia katekin...12

Gambar 2. Struktur flavonol...13

Gambar 3. Patogenesis dan gejala suatu peradangan...17

Gambar 4. Jalur sintesis asam arakidonat...19

Gambar 5. Struktur kulit...22

Gambar 6. Resonansi elektron pada (-)-epigalocathecin gallate (EGCG) ketika terjadi absorbsi radiasi UV...25

Gambar 7. Mekanime penangkapan radikal bebas oleh gugus cathecol... 25

Gambar 8. Skema metode optimasi penentuan 1 MED...33

Gambar 9. Skema metode optimasi puncak inflamasi...34

Gambar 9. Skema metode pengukuran SPF sediaan secara in vivo...35

Gambar 10. Skema metode pengukuran efikasi terhadap inflammation associated edema...36

Gambar 11. Skema langkah penelitian...40

Gambar 12. Perubahan skinfold thickness yang diukur 24 jam setelah radiasi UV...43

Gambar 13. Peningkatan skinfold thickness pada kontrol pasca paparan UV...44

(20)

xvii

skinfold thickness awal) pada pengujian SPF gel sunscreen

fraksi polifenol teh hijau...48 Gambar 16. Grafik pengaruh basis krim dan krim sunscreen fraksi polifenol

teh hijau terhadap peningkatan skinfold thickness pasca

paparan UV...50

(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Scaning panjang gelombang fraksi polifenol teh hijau...66 Lampiran 2. Hasil optimasi 1 MED………....……...67

Lampiran 3. Penentuan waktu pembentukan inflamasi paling optimal pasca

paparan UV...73

Lampiran 4. Perhitungan SPF krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau...77 Lampiran 5. Perhitungan SPF gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau ...82 Lampiran 6. Perhitungan efek proteksi krim sunscreen fraksi polifenol teh

hijau terhadap inflammation associated edema akibat radiasi

UV...87

Lampiran 7. Perhitungan efek proteksi gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau terhadap inflammation associated edema akibat radiasi

UV...……90

Lampiran 8. Perhitungan perbandingan bentuk sediaan terhadap efek proteksi

inflammation associated edema akibat radiasi UV sediaan

(22)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah

Sinar matahari bagaikan lawan dan kawan bagi manusia. Di satu sisi, sinar matahari sangat membantu dalam pengubahan pro vitamin D menjadi vitamin D.

Namun, di sisi lain paparan sinar ultraviolet yang berlebihan dapat menyebabkan

sunburn sampai dengan terjadinya kanker kulit (Harry, 1982).

Berdasarkan panjang gelombangnya, spektrum sinar ultraviolet dapat dibagi

menjadi menjadi 3, yaitu UVA (320-400 nm), UVB (290-320 nm), dan UVC (200-290 nm). Spektrum sinar ultraviolet yang dapat mencapai bumi hanya sinar UVA

dan sinar UVB (Barel, Paye, dan Maibach, 2001). Namun, adanya global warming

yang disebabkan adanya pelubangan lapisan ozon menyebabkan jumlah UVC yang dapat masuk ke dalam bumi menjadi meningkat.

Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengurangi efek buruk dari radiasi UV, yaitu dengan mengenakan payung dan pakaian yang tertutup ketika keluar dari

ruangan. Namun, ada cara lain yang lebih praktis yaitu dengan menggunakan sediaan

sunscreen.

Sediaan sunscreen merupakan salah satu sediaan topikal yang dapat

digunakan untuk melindungi kulit dari sengatan sinar matahari dengan cara mengabsorbsi maupun merefleksikan sinar UV (Stanfield, 2003). Beberapa senyawa

(23)

metoksi sinamate. Pengembangan bahan aktif yang dapat digunakan sebagai

sunscreen terus dilakukan terutama ketika global warming mulai mengancam dunia. Beberapa bahan aktif yang sedang dikembangkan tersebut berasal dari bahan alam, salah satunya adalah senyawa fenolik. Senyawa ini tidak hanya dapat mengabsorbsi

sinar ultraviolet tapi juga memiliki sifat antioksidan yang akan menangkap radikal bebas yang berasal dari radiasi sinar ultraviolet (Svobodova, Psotova, dan Walterova,

2003). Senyawa fenolik / polifenol banyak terdapat di teh hijau yaitu mencapai 30-40%. Kandungan terbesar polifenol dalam teh hijau adalah golongan katekin, seperti epikatekin (EC), galokatekin (GC), epigalokatekin (ECG), galokatekin galat (GCG),

dan epigalokatekin galat (EGCG) (Syah, 2006).

Indikator efikasi dari sediaan sunscreen adalah nilai Sun Protection Faktor

(SPF). Eritema merupakan metode yang secara rutin digunakan untuk mendapatkan efek inflamasi karena radiasi UV pada kulit manusia dengan Minimum Erythema Dose (MED) sebagai basis untuk determinasi SPF. Namun, penilaian eritema secara

luas diakui sulit. Edema pada mencit tipe Skh hairless strain biasa digunakan sebagai model untuk eritema pada manusia. Radiasi UV yang digunakan untuk minimal

edema respon sama dengan MED pada manusia dengan tipe kulit II / III (Fourtanier, Gueniche, Compan, Walker, dan Young, 2000). Oleh karena itu, parameter yang diukur pada penelitian ini bukanlah eritema tetapi edema (dengan parameter skinfold

thickness).

Sediaan sunscreen telah beredar luas di pasaran dengan berbagai merek

(24)

radisi UV, sediaan sunscreen dapat diproduksi dalam berbagai formulasi yaitu krim,

gel, maupun lotion. Fungsi dari berbagai pembawa sediaan farmasetis atau kosmetik adalah untuk memberikan efek secara langsung, menghantarkan zat aktif, dan membawa zat aktif menuju target (Barel et al, 2001). Perbedaan fisikokimia

formulasi dari sediaan dapat menyebabkan perbedaan pelepasan zat aktif sehingga dapat mempengaruhi efikasinya (Shargel dan Yu, 1985). Oleh karena itulah,

penelitian yang dilakukan bertujuan untuk membuktikan pengaruh bentuk sediaan terhadap efikasi yang diberikan oleh sediaan sunscreen.

Bentuk sediaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah gel dan krim

sunscreen fraksi polifenol teh hijau dengan nilai SPF 5,874 (nilai SPF didapatkan dengan metode Petro secara in vitro) yang didapatkan dari penelitian sebelumnya

(Prasetya, 2008; Wijayanti, 2008). Pada metode Petro, pengukuran SPF didapatkan dengan mengukur absorbansi fraksi polifenol teh hijau dengan menggunakan spektrofotometer. Hasil yang didapatkan adalah konsentrasi fraksi polifenol teh hijau

yang mampu memberikan efek proteksi sebesar SPF 5,874. Kelemahan pengukuran SPF dengan metode ini adalah tidak memperhatikan efek dari bentuk sediaan yang

kemungkinan dapat menaikkan maupun menurunkan efek dari sunscreen yang diinginkan. Oleh karena itu, perlu pengujian in vivo yang sekaligus dapat melihat efek dari bentuk sediaan terhadap efikasi sunscreen. Efikasi sunscreen yang akan diteliti

pada penelitian ini adalah efek proteksi terhadap sunburn yang akan dijelaskan melalui indikator efikasi sediaan sunscreen yaitu nilai SPF yang akan diukur secara in

(25)

Untuk mendukung penelitian ini, penelitian pendukung yang telah dilakukan

adalah Optimasi Formula Gel Sunscreen Fraksi Polifenol Teh Hijau, dan Optimasi Formula Krim Sunscreen Fraksi Polifenol Teh Hijau.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah :

1. Berapakah nilai SPF secara in vivo sediaan gel dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau?

2. Apakah gel dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau dapat melindungi kulit

dari inflammation associated edema akibat radiasi UV yang ditandai dengan perubahan skinfold thickness yang lebih rendah secara signifikan dibanding

kontrol?

3. Adakah pengaruh jenis bentuk sediaan terhadap nilai SPF, proteksi terhadap

inflammation associated edema, dan terhadap perubahanskinfold thickness akibat

radiasi UV?

C. Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian mengenai pengaruh bentuk sediaan

sunscreen fraksi polifenol teh hijau terhadap efikasinya belum pernah dilakukan.

Beberapa penelitian tentang teh hijau yang telah dilakukan adalah :

1. Green Tea in Chemoprevention of Cancer. Dalam penelitian ini memberikan hasil

(26)

tumor, inflamasi kulit yang diinduksi radiasi UV, dan tumorigenesis pada uji

kultur sel, uji hewan di laboratorium, studi epidemiologik, dan uji klinik (Mukhtar danAhmad, 1999).

2. Green Tea Polyphenol (-)-Epigallocathecin-3-Galate Treatment Of Human Skin Inhibits Ultraviolet Radiation-Induced Oxidative Stress. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa adanya efek penghambatan stress oksidatif dari EGCG karena

efek antioksidan yang dimilikinya (Katiyar, Afaq, Perez, dan Mukhtar, 2001). 3. Natural Phenolics In Prevention Of UV-Induced Skin Damage. Dalam penelitian

ini didapatkan bahwa penggunaan topikal fraksi polifenol yang diisolasi dari teh

hijau dan teh hitam juga menunjukkan efek kemopreventif terhadap setiap tahap karsinogenesis kulit pada model kulit binatang. Selain itu, pemberian polifenol

teh hijau baik per oral maupun topikal dapat melindungi terhadap erythema, edema, lipid peroksidasi, penekanan sistem enzim pertahanan antioksidan epidermal, dan pembentukan metabolit prostaglandin yang diinduksi oleh UV-B

(Svobodova et al, 2003).

4. Treatment of Green Tea Polyphenols in Hydrophilic Cream prevents

UVB-induced Oxidation of Lipids and Proteins, Depletion of Antioksidant Enzymes and

Phosphorylation of MAPK Proteins in SKH-1 Hairless Mouse Skin, dalam

penelitian ini didapatkan bahwa aplikasi polifenol teh hijau dalam krim hidrofilik

dapat mencegah UV B yang menginduksi oksidasi lipid dan protein, penurunan enzym antioksidan dan fosforilasi dari MAPK protein pada SKH-1 Hairless

(27)

5. Skripsi yang berjudul “Optimasi Formula Gel Sunscreen Ekstrak Kering Polifenol

Teh Hijau (Camelia sinensis L.) dengan CMC (Carboxymethyl cellulose) sebagai

Gelling Agent dan Propilenglikol sebagai Humektan dengan Metode Desain

Faktorial” dan “Optimasi Formula Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak Kering

Polifenol Teh Hijau (Camelia sinensis L.) dengan Asam Stearat dan Virgin Coconut Oil (VCO) sebagai Fase Minyak : Aplikasi desain Faktorial.” Pada

skripsi ini didapatkan hasil berupa gel sunscreen dengan bahan aktif fraksi polifenol teh hijau. Gel ini memiliki nilai SPF 5,874 yang didapatkan secara in

vitro dengan metode Petro. Untuk mendapatkan nilai SPF 5,874, kadar fraksi polifenol teh hijau yang dimasukkan ke dalam sediaan adalah 18,1 mg % setara dengan polifenol 0,022 % b/b terhitung ekuivalen dengan kuersetin (Prasetya,

2008; Wijayanti, 2008).

D. Manfaat

Manfaat yang diaharapkan melalui penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis : memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terutama mengenai cara pengukuran daya proteksi suatu zat terhadap

inflammationassociated edema yang disebabkan oleh radiasi sinar ultraviolet. 2. Manfaat praktis : hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bukti ilmiah

mengenai efikasi fraksi polifenol teh hijau sebagai sunscreen dan mampu

(28)

E. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui nilai SPF secara in vivo gel dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau.

2. Mengetahui efek gel dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau terhadap

inflammationassociated edema akibat radiasi UV yang ditandai dengan perubahan

skinfold thickness yang lebih rendah secara signifikan dibanding dengan perubahan

skinfold thickness pada kontrol.

3. Mengetahui pengaruh jenis bentuk sediaan terhadap nilai SPF, proteksi terhadap

(29)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Teh

1. Klasifikasi teh

Teh dapat digolongkan dalam tiga jenis, yaitu teh hijau (tidak difermentasi),

teh oolong (semifermentasi), teh hitam (fermentasi penuh). a. Teh Hijau

Teh hijau dibuat melalui inaktivasi enzim polifenol oksidase di

dalam daun teh segar dengan tujuan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzimatis katekin.

b. Teh Oolong

Teh oolong diproses melalui pemanasan daun dalam waktu singkat setelah penggulungan.

c. Teh Hitam

Teh hitam dibuat melalui oksidasi katekin dalam daun segar dengan

katalis polifenol oksidase atau disebut dengan fermentasi (Syah, 2006).

2. Kandungan kimia

Daun teh mengandung 30-40% polifenol yang sebagian besar dikenal

(30)

penyebab aroma, dan enzym. Gambaran mengenai komposisi kandungan kimia pucuk

daun teh adalah sebagai berikut :

Tabel I. Komposisi kandungan kimia pucuk daun teh (%berat kering) Bagian Dari

Protein 17,0 0,0

Lemak 8,0 0,0

Tepung 0,5 0,0

Vakuola

Polifenol/katekin 22,0 22,0

Kafein 4,0 4,0

Substansi fenol yang terkandung dalam teh adalah : a. Katekin (polifenol)

b. Flavonol

3. Kegunaan

Teh merupakan antioksidan penyegar kulit dan pengatur keseimbangan

(31)

melindungi kulit dari sinar matahari yang dapat mengakibatkan kanker kulit (Syah,

2006).

Aktivitas biologi yang pernah diteliti adalah sebagai kemopreventif terhadap senyawa promotor tumor, inflamasi kemopreventif terhadap senyawa promotor

tumor, inflamasi kulit yang diinduksi radiasi UV, dan tumorigenesis pada uji kultur sel, uji hewan di laboratorium, studi epidemiologik, dan uji klinik (Mukhtar and

Ahmad, 1999; Katiyar et al., 2001) lewat beberapa mekanisme seperti menghambat kerusakan DNA yang diinduksi oleh radiasi UV, menurunkan pembentukan

cyclobutane pyrimidine dimers (CPDs) seperti thymine dimer pada epidermis dan dermis, menginduksi apoptosis pada sel human epidermal carcinoma dan human carcinoma keratinocyte, mengeblok infiltrasi leukosit yang diinduksi UV, dan

menghambat pertumbuhan tumor pada siklus sel fase G0-G1 (Katiyar et al., 2001; Svobodova et al., 2003).

B. Flavonoid dalam Teh Hijau

Senyawa flavonoid yang ditemukan dalam teh hijau adalah flavanol dan

flavonol, yaitu :

1. Flavanol

Katekin merupakan flavonoid yang termasuk dalam kelompok flavanol

(Hartoyo, 2003). Katekin teh bersifat antimikroba (bakteri dan virus), antioksidan, antiradiasi, memperkuat pembuluh darah, melancarkan sekresi air seni, dan

(32)

Katekin teh hijau tersusun sebagian besar atas senyawa-senyawa katekin

(C), epikatekin (EC), galokatekin (GC), epigalokatekin (ECG), galokatekin galat (GCG), dan epigalokatekin galat (EGCG). EGCG diyakini merupakan komponen aktif teh hijau yang antara lain bermanfaat sebagai antihipertensi, antioksidan,

antikarsinogenesis, antikanker, dan melindungi dari sinar UV (Syah, 2006).

Tabel II. Sifat fisik dan kimia katekin (Syah, 2006)

Sifat Fisik Sifat Kimia

ƒ Kenampakan : putih

ƒ Titik lebur : 104-106oC

ƒ Sensitif terhadap oksigen

ƒ Sensitif terhadap cahaya (dapat mengalami

perubahan warna jika kontak langsung dengan udara terbuka)

ƒ Berfungsi sebagai antioksidan

ƒ Substansi yang dihindari : unsur oksidasi,

asam klorida, asam anhidrida, basa, dan

asam nitrit

ƒ Larut dalam air hangat

ƒ Stabil dalam kondisi agak asam atau netral

(33)

Struktur senyawa katekin adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Struktur kimia katekin (Svobodova et al., 2003)

2. Flavonol

(34)

Tabel III. Jumlah flavonol teh hijau (Hartoyo, 2003)

Jenis flavonol Jumlah g/kg

Kuersetin 1,79 – 4,05 Kaemferol 1,56 – 3,31 Mirisetin 0,83 – 1,59

Gambar 2. Struktur flavonol (Hartoyo, 2003)

C. Sinar Ultraviolet

1. Pembagian spektrum sinar ultraviolet

Sinar Ultraviolet dibagi menjadi 3, yaitu ultraviolet C (UVC 200-290 nm),

ultraviolet B (UVB 290-320 nm), ultraviolet A (UVA 320-400 nm). Sinar ultraviolet A kemudian dapat dibagi menjadi tiga, yaitu UVA II (320-340 nm) atau UVA pendek, dan UVA I (340-400 nm) atau UVA panjang (Edlich, Winters, Lim, Cox,

(35)

2. Efek buruk radiasi ultraviolet

Radiasi sinar UV yang mencapai bumi adalah 90-95% adalah UVA dan hanya 5-10% UVB. Sinar UVA memiliki panjang gelombang yang lebih panjang dibanding UVB, maka UVA dapat terpenetrasi lebih dalam pada kulit. Sinar UVA

memiliki panjang gelombang yang panjang sehingga UVA dapat menembus kaca jendela sedangkan UVB dapat diblok oleh kaca jendela (Edlich et al, 2004). Paparan

UV pada kulit mamalia memunculkan reaksi inflamasi awal yang terdiri dari

erythema, edema, dan hiperplasia (Ley dan Reeve, 1997), juga melibatkan histamin dan proinflamatori prostaglandin, serta munculnya radikal oksigen yang dapat

dihambat oleh antioksidan endogen maupun eksogen (Steenvoorden dan Henegouwen, 1997).

Kedua spektra UV ini memiliki perbedaan efek biologi. Sinar UVA sebagai “Aging ray” penetrasi ke dalam epidermis dan dermis. Sinar UVA efektif untuk memproduksi efek immediate tanning yang menyebabkan penggelapan melanin pada

epidermis. Paparan intensif atau ekstensif UVA dapat membakar kulit sensitif, dan dalam jangka waktu yang panjang hal ini dapat merusak struktur di bawah lapisan

korneum dan menyebabkan penuaan dini. Ini cenderung menyebabkan penurunan kualitas kulit dan dapat menekan beberapa fungsi imunologi. Respon yang terjadi didalam sel karena induksi UVA lebih disebabkan karena proses oksidasi yang

diinisiasi dengan endogen photosensitisasi. Setelah paparan UVA, singlet oksigen, H2O2 dan radikal hidroksil dibentuk. Hal ini dapat merusak protein selular, lipid, dan

(36)

perusakan pada pembuluh darah dermal. Sinar UVA dapat menyebabkan perusakan

struktural DNA, mengganggu sistem imun, dan menyebabkan kanker (Svobodova et al., 2003; Edlich et al, 2004).

Radiasi UVB disebut sebagai ”burning ray”. Sinar UVB termasuk bagian

yang minor tapi merupakan konstituen aktif sinar matahari. Sinar UVB dapat menyebabkan inflamasi pada kulit dan eritema. Sinar UVB lebih genotoxic dibanding

UVA. Sinar UVB cenderung bekerja lebih banyak pada lapisan epidermal sel basal pada kulit. Ini menginduksi secara langsung maupun tidak langsung pada efek biologi, termasuk pembentukan pyrimidine fotoproduk, isomerisasi trans-cis urocanic

acid, induksi aktifitas ornithine dekarboksilase, stimulasi sintesis DNA, pembentukan radikal bebas pada kulit, photoaging, dan photocarcinogenesis. Sinar UVB signifikan

menurunkan daya antioksidan pada kulit, mengurangi kemampuan kulit untuk melindungi dirinya terhadap terbentuknya radikal bebas karena radiasi sinar ultraviolet. Hal ini memiliki kemampuan untuk menginduksi kanker kulit (squamous

dan basal sel karsinoma) karena kerusakan DNA. Hal ini juga dipengaruhi oleh penurunan pertahanan sistem imun kulit (Svobodova et al, 2003).

Sinar UVC sangat berbahaya, walaupun hanya dengan paparan singkat. Ini secara ekstrim merusak kulit. Untungnya, radiasi UVC dari matahari diabsorbsi sempurna oleh molekul oksigen dan ozon pada atmosphere dan tidak ada yang

mencapai bumi (Svobodova et al, 2003).

Setelah 48 jam radiasi UV, energi UV diabsorbsi pada beberapa tingkatan

(37)

stratum korneum. Eritema diinduksi oleh vasodilatasi, peningkatan aliran darah, dan

edema. Inflamasi terjadi pada lapisan bawah papillary dermis, dan diperantarai oleh histamin, serotonin, dan kinin. Prostaglandin (disintesis oleh enzim mikrosomal) bertanggungjawab pada pembentukan eritema, dan peningkatan eicosanoids

ditemukan pada jaringan manusia yang teradiasi. Sunburn merupakan efek singkat dari kerusakan epidermis sementara. Secara histologi, sunburn dihubungkan dengan

vasodilatasi pembuluh kapiler di papillary dermis, diskeratosis keratinosit (sunburn cells), perivenular edema, dan adanya dermal neutrofil (Edlich et al, 2004).

3. Efek positif radiasi sinar ultraviolet

Radiasi sinar UV juga memiliki efek positif bagi manusia. Efek positif dari radiasi UV adalah membantu dalam pembentukan vitamin D, mempengaruhi fungsi

reproduksi (tanpa sinar matahari, melatonin tidak akan disekresikan dari kelenjar pineal, sehingga fungsi organ sex berkurang) (Edlich et al, 2004).

D. Inflamasi

1. Definisi

Inflamasi adalah respon atau reaksi protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan tubuh karena suatu rangsangan yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera

(38)

kerusakan jaringan. Inflamasi berasal dari bahasa latin yaitu inflamare yang artinya

burn (Spector, 1980).

2. Penyebab

Inflamasi terjadi karena rangsangan, seperti infeksi, tekanan fisik, dan

tekanan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Kerusakan ini menginisiasi aktivasi dari faktor transkripsi yang mengkontrol ekspresi dari beberapa

mediator kimia (eicosanoids, oksidan biologi, sitokine, faktor adhesi, dan digestive enzyme). Beberapa oksidan biologi yaitu anion superoksid (.O2-), hidrogen peroksid (H2O2), nitric oksid (.NO), peroksinitrit (.OONO-), asam hipochlorous (HOCl),

peroxidase-generated oxidants seperti radikal hidroksil (.OH), dan singlet oksigen (.O2 ). Oksidan ini secara luas dihasilkan oleh sel fagosit seperti neutrofil dan

makrofage, digestive enzymes dan eicosanoids. Oksidan biologi ini akan merusak jaringan (Craig dan Robert, 2003).

Gambar 3. Patogenesis dan gejala suatu peradangan (Mutschler, 1986)

Noksius

Pembebasan bahan mediator

(39)

3. Gejala

Gejala reaksi radang yang dapat diamati adalah pemerahan (rubor), panas meningkat (calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (fungsio laesa). Gejala tersebut merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang

terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, gangguan keluarnya plasma darah (eksudasi) ke ruangan ekstrasel akibat meningkatnya

ketebalan kapiler dan perangsangan resptor nyeri (Mutschler, 1986).

4. Mekanisme

Mekanisme terjadinya inflamasi pada jaringan diawali dengan proses

inisiasi yaitu peristiwa terjadinya perusakan jaringan secara fisik atau oleh substansi dari luar. Setelah itu, pembuluh arteri akan mengalami kontraksi singkat kemudian

diikuti dilatasi yang lama menyebabkan aliran darah meningkat dan darah masuk ke dalam kapiler darah yang inaktif. Leukosit mengalami marginasi membentuk lapisan di dinding dalam sel endothelial. Pada waktu yang sama terjadi peningkatan

permeabilitas kapiler darah sehingga cairan plasma, protein (albumin, globulin, dan fibrinogen), dan leukosit keluar kejaringan menyebabkan edema. Protein kemudian

dibawa oleh kelenjar limpatik menuju ke jaringan yang rusak. Pada jaringan yang tersebut terjadi chemoattraction dari sel inflamasi, dan aktifasi sel inflamasi untuk melepaskan mediator inflamasi (Craig dan Robert, 2003; Spector, 1980).

Mekanisme inflamasi secara seluler melibatkan aktivasi dari beberapa sel yang menyebabkan pelepasan mediator kimia. Beberapa diantaranya adalah sel mast

(40)

permeabilitas kapiler. Histamin akan berperanan sangat penting pada awal terjadinya

inflamasi, setelah itu diikuti dengan munculnya kinin kemudian diperkuat dengan adanya prostaglandin (Spector, 1980).

Gambar 4. Jalur sintesis asam arakidonat (Craig dan Robert, 2003)

Eicosanoid atau asam arakidonat terdapat pada membran fosfolipid dan disintesis ketika terjadi stimulasi seluler. Asam arakidonat berikatan pada membran

dengan phosphatidylcoline oleh enzim phospholipase A2. Asam arakidonat kemudian mengikuti 2 jalur enzimatis yang akan menghasilkan mediator inflamasi, yaitu jalur siklooksigenase (COX) yang memproduksi prostaglandin dan jalur lipooksigenase

yang menghasilkan leukotrien. Enzym COX terdapat dalam 2 isoform. Siklooksigenase-1 (COX-1) berfungsi sebagai perlindungan. Siklooksigenase-2

(41)

faktor utama dalam inflamasi kronis. Produk akhir dari prostaglandin bersifat spesifik

pada jaringan, contohnya platelet memproduksi thromboxane A2 (TxA2); sel pembuluh endothelial memproduksi prostasiklin (PGI2), sel mast memproduksi prostaglandin D2 (PGD2); dan vasculature, saluran gastrointestinal, tulang, dan

jaringan lain memproduksi prostaglandin E2 (PGE2) (Craig dan Robert, 2003).

E. Sunscreen

1. Pengertian sunscreen

Berdasarkan mekanisme aksinya, sunscreen dapat dibedakan menjadi 2,

yaitu chemical sunscreen dan physical blockers. Chemical sunscreen secara umum merupakan senyawa aromatik yang terikat pada gugus karbonil. Senyawa kimia ini

mengabsorbsi intensitas tinggi sinar ultraviolet dengan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi, contohnya adalah oksibenzon, sinamate. Senyawa sunscreen yang termasuk dalam physical blockers merefleksikan radiasi UV, contohnya adalah TiO2

dan ZnO (Barel et al, 2001). Produk sunscreen seharusnya dapat efektif dalam mencegah sunburn, photo-ageing, dan juga memproteksi terhadap

photo-immunosuppression (Verheugen, 2006).

2. Sun Protection Factor (SPF)

Sun Protection Factor merupakan ukuran proteksi akut dari eritema, sangat

berkaitan dengan sumber UVR dan densitas dari sunscreen yang diaplikasikan.

Sunscreen tidak memberikan indikasi proteksi produk terhadap radiasi kronis

(42)

dosis UVR yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 MED pada kulit yang telah

diproteksi setelah aplikasi 2 mg/cm2 produk sunscreen dibanding dosis sinar UV untuk memproduksi satu MED pada kulit yang tidak diproteksi. Sunscreen dengan

broad-spectrum atau spektrum luas mampu melindungi kulit dari UV A dan UV B (Barel et al, 2001).

3. Pengujian SPF

Eritema merupakan metode yang secara rutin digunakan untuk mendapatkan efek inflamasi karena radiasi UV pada kulit manusia dan MED adalah basis untuk determinasi SPF. Namun, penilaian eritema secara luas diakui sulit. Edema pada

mencit tipe Skh hairless strain biasa digunakan sebagai model untuk eritema pada manusia. Radiasi UV yang digunakan untuk minimal edema respon sama dengan

MED pada manusia dengan skin type II / III. Evaluasi eritema bersifat semiquantitatif sehingga menjadi kurang akurat daripada pengukuran edema (Fourtanier et al, 2000). Metode pengukuran SPF mengacu pada metode COLIPA, 1994 (Anonim, 2006)

sebagai metode internasional, yang pada metode tersebut penentuan SPF dideterminasi menggunakan 10 volunter manusia.

Tabel IV. Pengelompokan daya proteksi sunscreen berdasarkan nilai SPF berdasarkan FDA

Sunburn protection Sun protection factor

Minimal 2-12

Moderate 12-30

High >30

(43)

F. Kulit

Kulit memiliki beberapa fungsi, yaitu melindungi tubuh terhadap luka, perlindungan terhadap mikroorganisme patogen, mempertahankan suhu tubuh dengan pertolongan sirkulasi darah, mengatur keseimbangan cairan melalui sirkulasi kelenjar,

alat indera melalui persarafan sensorik. Lapisan kulit terdiri dari 3 lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan subkutis (Syaifuddin, 1997).

Gambar 5. Struktur kulit ( Washington, Washington, dan Wilson, 2001)

Epidermis merupakan lapisan keratinising stratified squamous epithelial.

Epidermis terdiri dari beberapa lapisan, yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum germinativum (Syaifuddin, 1997). Epidermis, lapisan terluar kulit, terdiri dari empat jenis sel: keratinosit, yang

(44)

menghasilkan pigmen; sel Langerhans, sel fagositik berperan dalam pengambilan dan

pengolahan antigen; dan sel Merkel, sel neuoroendokrin yang fungsinya belum diketahui (Sander, 2003).

Dermis terdiri dari jaringan ikat longgar dan pembuluh–pembuluh darah

halus, dan memiliki folikel rambut (Sander, 2003). Dermis terdiri dari 2 lapisan, yaitu:

a. bagian atas, pars papilaris (stratum papilar)

b. bagian bawah, retikularis (stratum retikularis) (Syaifuddin, 1997).

Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak. Selain itu, jaringan

subkutis juga terdapat serabut-serabut jaringan ikat dermis (Syaifudin, 1997).

G. Gel

Menurut definisinya, gel merupakan bentuk sediaan semisolid yang mengandung larutan bahan aktif tunggal maupun campuran dengan pembawa senyawa hidrofilik dan hidrofobik. Gel juga dirumuskan sebagai sistem dispersi yang

minimal terdiri dari dua fase yaitu sebuah fase padat dan sebuah fase cair (gel liofil) atau terdiri dari sebuah fase padat dan fase berbentuk gas (gel kserofil) (Voigt, 1994).

Gel dibedakan berdasarkan karakteristik kelarutan dan polaritas dari substansi yang terlarut didalamnya, yaitu hidrogel untuk substansi yang hidrofilik dan lipogels untuk substansi yang lipofilik. Konsistensi dari gel disebabkan karena gelling

(45)

antara molekul pelarut dan jaringan polimer menyebabkan gerak molekul berkurang

sehingga meningkatkan viskositanya (Barel et al., 2001).

Setelah aplikasi, hidrogel akan memberikan efek mendinginkan karena evaporasi dari pelarut, mudah diaplikasikan dan melembabkan kulit (Barel et al.,

2001). Keuntungan lain dari bentuk sediaan ini adalah setelah kering meninggalkan lapisan tipis (film) tembus pandang elastis dengan daya lekat tinggi, yang tidak

menyumbat pori kulit, pernafasan tidak dipengaruhi dan dapat dengan mudah dicuci dengan air (Voigt, 1994).

H. Krim

Krim (cremores) adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang

mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim ada dua tipe, yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A) dan tipe air dalam minyak (A/M). Krim yang dapat dicuci dengan air (M/A) ditujukan

terutama untuk penggunaan kosmetik dan estetika (Syamsuni, 2005).

Emulsi (lotion dan krim) merupakan bentuk sediaan kosmetik yang sering

digunakan dengan alasan rasa yang diterima kulit, penerimaan pasien, dan mudah dalam aplikasi. Krim merupakan sediaan semisolid dengan konsistensi yang lebih kental dibanding lotion. Penerimaan yang tinggi terhadap emulsi o/w berdasarkan

(46)

(air), memiliki efek mendinginkan karena evaporasi dari fase eksternal (Barel et al.,

2001).

I. Landasan Teori

Teh hijau mengandung 30-40% polifenol dengan kandungan terbesar adalah golongan katekin (Syah, 2006). Polifenol tidak hanya dapat mengabsorbsi sinar

ultraviolet tetapi juga memiliki sifat antioksidan yang akan menangkap radikal bebas yang berasal dari radiasi UV sehingga dapat meminimalkan efek buruk sinar UV, salah satu efek buruk tersebut adalah reaksi inflamasi. Polifenol dapat mengabsorbsi

sinar UV karena adanya gugus aromatik yang berikatan dengan gugus karbonil (Bowen, 1998). Mekanisme absorbsi dari polifenol teh hijau dapat dilihat pada

gambar 6.

Gambar 6. Resonansi elektron pada (-)-epigalocathecin gallate (EGCG) ketika terjadi absorbsi radiasi UV

Sedangkan efek antioksidan disebabkan adanya gugus hidroksil pada

(47)

air dan radikal baru yang distabilisasi oleh efek resonansi inti aromatik sehingga

bersifat tidak reaktif (Middleton Jr., Kandaswami, C., dan Theoharis, C.T., 2000). Mekanisme penangkapan radikal bebas oleh polifenol teh dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Mekanisme penangkapan radikal bebas oleh gugus cathecol (Middleton

et al, 2000).

Senyawa yang memiliki sifat dapat mengabsorbsi maupun merefleksikan radiasi UV dapat diformulasi menjadi bentuk sediaan yang disebut sediaan sunscreen.

Sediaan sunscreen yang beredar dimasyarakat dapat berupa krim, lotion, dan gel. Bentuk sediaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gel dan krim sunscreen

(48)

5,874, yang didapatkan secara in vitro dengan metode Petro (Prasetyo, 2008;

Wijayanti, 2008).

Akan tetapi, adanya perbedaan fisikokimia formulasi dari sediaan dapat menyebabkan perbedaan pelepasan zat aktif yang pada akhirnya dapat mempengaruhi

efikasinya (Shargel dan Yu, 1985). Gel merupakan matriks 3 dimensi hasil ikatan dari polimer (gelling agent) dengan solvent sehingga terjadi pembatasan gerak senyawa

yang terjebak didalam matriks 3 dimensi. Oleh karena itu, gel sering digunakan dalam sediaan farmasetis dalam pemberian efek pelepasan obat secara lepas lambat (Barel et al., 2001). Krim merupakan bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi

yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Syamsuni, 2005). Krim merupakan bentuk sediaan yang

sering digunakan dalam sediaan kosmetik karena mudah dipalikasikan di kulit sehingga meningkatkan penerimaan pasien (Barel et al., 2001). Namun, penelitian mengenai profil pelepasan zat aktif dari sediaan krim belum dilakukan.

J. Hipotesis

(49)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental. Objek uji dalam penelitian ini adalah bentuk sediaan sunscreen fraksi polifenol teh hijau, yaitu

berbentuk gel dan krim, yang formulasinya didapatkan dari penelitian sebelumnya.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis bentuk sediaan sunscreen fraksi polifenol teh hijau, yaitu berbentuk gel dan krim.

2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah nilai SPF sediaan sunscreen dan

skinfold thickness.

3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi fisologis

mencit BALB/c.

4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi patologis

mencit BALB/c dan gerak mencit dalam kotak perlakuan.

C. Definisi Operasional

1. Minimum Edema Dose atau MED merupakan lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan peningkatan skinfold thickness yang optimal (mendekati 1,5-2

(50)

lipat skinfold thickness awal) akibat 1 kali paparan UV, yang diukur 24 jam

setelah radiasi.

2. Skinfold thickness merupakan ketebalan lipatan kulit mencit pada bagian punggung yang diukur pasca paparan UV.

3. Peningkatan skinfold thickness adalah skinfold thickness akhir dikurangi

skinfold thickness awal.

4. Dosis UVR adalah lama waktu pemaparan radiasi sinar ultraviolet.

5. Lampu Simulasi UV adalah lampu UVA, Black Light, Unfiltered Lamp, Sankyo, dengan panjang gelombang 365 nm yang digunakan untuk mensimulasi radiasi

sinar ultraviolet yang dipasang dengan jarak 15 cm dengan nilai 115-116 lux. Lampu simulasi UV telah dikalibrasi di Laboratorium Analisa Pusat, Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta.

6. Sun Protection FactoratauSPFadalah perbandingan antara MED dari kulit yang diproteksi dengan sediaan dan 1 MED dari kulit yang tidak diproteksi dengan

sediaan (Fourtanier et all, 2000).

7. Krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau adalah bentuk sediaan sunscreen

yang berupa emulsi antara fase minyak dan fase air dengan tipe M/A yang mengandung fraksi polifenol teh hijau 18,1 mg % setara dengan polifenol 0,022 % b/b terhitung ekuivalen terhadap kuersetin.

8. Basis krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau adalah pembawa (vehicle) yang berupa emulsi antara fase minyak dan fase air dengan tipe M/A yang tidak

(51)

9. Gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau adalah bentuk sediaan sunscreen yang

berupa hidrogel yang mengandung fraksi polifenol teh hijau 18,1 mg % setara dengan polifenol 0,022 % b/b terhitung ekuivalen terhadap kuersetin.

10. Basis gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau adalah pembawa (vehicle) yang

berupa hidrogel yang tidak mengandung fraksi polifenol teh hijau.

D. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat

a. Sumber radiasi ultraviolet / lampu simulasi UV

Lampu simulasi UV (lampu TL UVA, Black Light, Unfiltered Lamp, Sankyo) untuk radiasi dengan panjang gelombang 365 nm yang

digunakan untuk mensimulasi radiasi sinar ultraviolet dipasang dengan jarak 15 cm dengan nilai 115-116 lux. Lampu simulasi UV (lampu TL UVA, Black Light, Unfiltered Lamp, Sankyo) telah dikalibrasi di

Laboratorium Analisa Pusat, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. b. Timbangan elektrik,

c. Electronic digital caliper (dengan ketelitian 0,02 mm) d. Gloved fingers

2. Bahan

a. Gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau

Gel sunscreen didapatkan dari hasil penelitian sebelumnya

(52)

setara dengan polifenol 0,022 % b/b terhitung ekuivalen terhadap

kuersetin.

Formula gel sunscreen tersusun dari :

Tabel V. Komposisi penyusun gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau (Wijayanti, 2008)

Komposisi Jumlah %

Fraksi polifenol teh hijau 0,022 % b/b

CMC 4,3 g 4,33%

Propilen glikol 10 g 10,07%

Etanol 11,7 g 11,78%

Aquadest 72,5 g 73,01%

Metil paraben 0,3 g 0,30%

Asam sitrat 0,5 g 0,50

Total 99,3 100%

b. Krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau

Krim sunscreen didapatkan dari hasil penelitian sebelumnya (Prasetya, 2008), mengandung fraksi polifenol teh hijau 18,1 mg %

setara dengan polifenol 0,022 % b/b terhitung ekuivalen terhadap kuersetin.

(53)

Tabel VI. Komposisi penyusun krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau (Prasetya,

c. Binatang percobaan

Mencit jantan strain Balb/c dengan umur 8-10 minggu yang diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Terpadu (LPPT) UGM, dan dimasukkan ke dalam kandang, selanjutnya dijaga pada suhu ruangan.

Mencit diberi pakan pellet dan diberi air ad libitum. d. Depilatories (krim penghilang bulu).

E. Jalan Penelitian

1. Praperlakuan mencit

Sebelum diberi perlakuan, punggung mencit dihilangkan rambutnya dengan cara dicukur atau digunting. Kemudian, oleskan krim depilatories untuk

(54)

dengan tissue untuk menghilangkan krim depilatories. Setelah bersih, oleskan krim

pencegah pertumbuhan rambut, diamkan selama 1 hari. Sebelum digunakan untuk uji, kulit mencit dibersihkan kembali dengan menggunakan kain basah kemudian diukur

skinfold thickness.

2. Optimasi penentuan nilai 1 MED (edema)

Dua belas mencit dikelompokkan menjadi 4 kelompok. Masing-masing

kelompok diukur ketebalan kulit (skinfold thickness) awal pada bagian punggung sebelum diradiasi dengan menggunakan electronic digital caliper. Setelah itu masing-masing kelompok mencit diradiasi dengan menggunakan lampu UV selama 5, 10, 15,

dan 20 menit. Dua puluh empat jam kemudian, peningkatan ketebalan kulit mencit diukur. 1 MED adalah waktu paparan yang diperlukan untuk membuat ketebalan kulit

mencit menjadi mendekati 1,5-2 kali lipat sebelum dipapar sinar UV

Gambar 8. Skema metode optimasi penentuan 1 MED

12 mencit hasil praperlakuan

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4

Radiasi UV 5

(55)

3. Optimasi Puncak Inflamasi

Lima ekor mencit diukur skinfold thickness awal pada bagian punggung sebelum diradiasi menggunakan electronic digital caliper. Setelah itu, mencit diradiasi dengan menggunakan lampu simulasi UV selama 1 MED sebanyak 3 kali

dengan selang waktu 24 jam. Perubahan skinfold thickness mencit diukur pada waktu 24, 48, dan 72 jam setelah radiasi.

Gambar 9. Skema metode optimasi puncak inflamasi

5 ekor mencit hasil praperlakuan

Diradiasi selama 1 MED

Ukur peningkatan skinfold thickness 1 24 jam

24 jam

Ukur peningkatan skinfold thickness 2

24 jam

Diradiasi selama 1 MED

Diradiasi selama 1 MED

(56)

4. Pengukuran Sun Protection Factor (SPF) Secara In Vivo

Pengukuran SPF menggunakan 35 hewan uji mencit Balb/c yang telah dipreparasi sebelumnya. Diukur skinfold thickness awal dengan menggunakan

electronic digital caliper. Mencit didistribusikan menjadi 7 kelompok. Skema metode pengukuran SPF dapat dilihat pada gambar 8. Sun Protection Factor adalah MED kelompok dengan sediaan dan diradiasi UV dibagi dengan MED kelompok tanpa

sediaan dan diradiasi UV (Fourtanier et al, 2000).

Gambar 10. Skema metode pengukuran SPF sediaan secara in vivo (Fourtanier et al,

2000).

5. Pengukuran efikasi terhadap inflammation associated edema

Penghitungan efikasi terhadap inflammation associated edema

menggunakan 25 hewan uji mencit Balb/c yang telah dipreparasi sebelumnya 45 mencit hasil praperlakuan

Kontrol 1 Kelmpk. 1 Kelmpk. 2 Kelmpk. 3

krim Tanpa

aplikasi

Jumlah aplikasi = 2,5 mg/cm2 ± 2,5% 15 menit sebelum radiasi

Radiasi

Ukur peningkatan skinfold thickness 24 jam setelah radiasi

(57)

kemudian didistribusikan dalam 5 kelompok. Skema metode pengukuran efikasi

terhadap inflammation associated edema dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 10. Skema metode pengukuran efikasi terhadap inflammation associated edema (Widyarini et al, 2001)

25 mencit hasil praperlakuan

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5

Tanpa

Jumlah aplikasi = 0,2 gram, 15 menit sebelum radiasi

Diradiasi selama 1 MED

Ukur peningkatan skinfold thickness 1 24 jam

24 jam

Ukur peningkatan skinfold thickness 2

24 jam

Diradiasi selama 1 MED

Diradiasi selama 1 MED

(58)

F. Analisis Data

Data yang diperoleh adalah nilai skinfold thickness. Data skinfold thickness

tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan nilai MED. Nilai MED digunakan untuk mendapatkan nilai SPF secara in vivo yangdihitung dengan rumus:

SPF =

Nilai MED yang digunakan untuk “MED dengan sediaan” dipilih dari hasil radiasi selama n X 1 MED dengan peningkatan skinfold thickness yang berbeda tidak

bermakna dengan peningkatan skinfold thickness pada hewan uji yang diradiasi lampu UV selama 1 MED dan tanpa proteksi sediaan. Untuk mengetahui perbedaan

bermakna atau tidak bermakna digunakan uji statistik berupa one tailed - independent sample t test. Peningkatan skinfold thickness dapat dirumuskan sebagai berikut:

Nilai skinfold thickness juga digunakan dalam pengukuran proteksi terhadap

inflammation associated edema. Hasil yang didapatkan dalam pengukuran ini

ditampilkan dalam bentuk grafik yang menggambarkan perubahan skinfold thickness

dimana sumbu Y adalah skinfold thickness (mm) dan sumbu X adalah perlakuan yang

diberikan pada hewan uji sebelum dan setelah radiasi UV. Hasil kemudian diuji secara statistik menggunakan ANOVA untuk mengetahui adanya perbedaan bermakna

(59)

atau tidak bermakna antara kelompok perlakuan. Perbedaan diuji dengan

menggunakan Post hoc berupa LSD.

Untuk mengetahui pengaruh bentuk sediaan terhadap inflammation

(60)

39

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sediaan sunscreen merupakan sediaan topikal yang digunakan untuk melindungi kulit dari efek buruk radiasi UV. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

hasil evaluasi efek suatu sediaan yang digunakan sebagai sunscreen adalah kondisi patologis-fisiologis hewan uji dan pemilihan jenis hewan uji. Untuk menjaga kondisi hewan uji, maka pada penelitian ini hewan uji ditempatkan pada tempat yang

terpisah-pisah. Dua tipe mencit yang digunakan untuk evaluasi proteksi sunscreen

adalah hairless mice, seperti SKH1:hr strain dan hairy/haired mice, seperti mencit

BALB/c, C3H/HeN dan C57BL/6 (Kim, Ananthaswamy, Kripke, dan Ullrich, 2003). Idealnya, pengujian sun protection menggunakan jenis mencit yang tidak berambut (hairless mice) karena mencit ini lebih sensitif terhadap sinar UV. Namun,

ketersediaan hairless mice yang sangat sulit ditemukan di Yogyakarta maupun di Indonesia menyebabkan penelitian ini menggunakan mencit yang memiliki rambut

(haired mice). Penelitian ini menggunakan mencit BALB/c dengan rentang usia 8-10 minggu sebagai hewan uji. Adanya rambut dapat meningkatkan perlindungan terhadap radiasi sinar UV. Oleh karena itu, mencit BALB/c dihilangkan rambutnya

terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai hewan uji. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah jantan karena adanya hormon estrogen pada betina dapat

(61)

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada

perbedaan efikasi antara gel dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau sehingga dapat diketahui pengaruh bentuk sediaan maupun formulasi terhadap efikasi

sunscreen. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti melakukan berbagai langkah penelitian yang dapat dilihat pada gambar 11 berikut ini.

Gambar 11. Skema langkah penelitian

A. Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan sebagai orientasi untuk mempersiapkan hal-hal yang diperlukan dalam pengambilan data pada saat uji efikasi sediaan sunscreen. Uji

A. Uji Pendahuluan

1. Optimasi Penentuan Nilai 1 MED

2. Optimasi Puncak Inflamasi

B. Uji Efikasi Sediaan Sunscreen

2. Efek Proteksi Gel dan Krim Sunscreen Fraksi Polifenol Teh Hijau Terhadap Inflammation Associated Edema

C. Pengaruh Bentuk Sediaan Terhadap Nilai SPF Secara In Vivo dan Proteksi Terhadap Inflammation Associated Edema

(62)

pendahuluan yang dilakukan meliputi : penetapan 1 MED yang berfungsi dalam

penetapan waktu/dosis radiasi pada penentuan SPF secara in vivo dan efek proteksi terhadap inflammation associated edema, serta penetapan puncak inflamasi yang akan digunakan pada pengujian efek proteksi terhadap inflammation associated

edema.

1. Optimasi Penentuan Nilai 1 MED

Eritema merupakan metode yang sangat rutin digunakan untuk menentukan efikasi sunscreen dan MED merupakan basis yang digunakan untuk menghitung SPF (Fourtanier et al, 2000). Telah dipercaya bahwa penentuan eritema pada hewan uji

sangat sulit dilakukan. Edema pada Skh hairless strain sering digunakan sebagai model untuk eritema pada manusia. Dosis UVR yang digunakan untuk menimbulkan

edema pada Skh hairless strain sama dengan MED pada kulit manusia type II/III. Evaluasi eritema bersifat semikuantitatif yang menyebabkan kurang akurat dibanding pengukuran dengan edema (Fourtanier et al., 2000). Oleh karena adanya dasar teori

demikian, maka dalam penelitian ini menggunakan edema untuk mengukur MED. Edema dihitung sebagai skinfold thickness sebagai parameter dari inflamation

associated edema akibat paparan UV.

Minimal Edema/Erythema Dose (MED) merupakan dosis (energi radiasi UV) yang dibutuhkan untuk menimbulkan edema/eritema yang minimal (Fourtanier

et al, 2000). Lampu UV yang digunakan dalam penelitian ini belum diketahui energinya. Oleh karena itu, dosis radiasi dalam penelitian ini ditentukan dengan

(63)

skinfold thickness). Dalam penelitian ini, penetapan 1 MED ditetapkan dengan

memilih perubahan skinfold thickness 1,5-2 kali lipat skinfold thickness awal karena perubahan skinfold thickness dapat diamati secara visual. Pengukuran 1 MED dilakukan pada hewan uji yang tidak diberi aplikasi sediaan sunscreen.

Pada penelitian ini, lampu UV yang digunakan adalah lampu UVA (lampu TL UVA, Black Light, Unfiltered Lamp, Sankyo) dengan nilai 115-116 lux. Energi

dari radiasi lampu sinar UV tersebut belum diketahui, sehingga untuk menetapkan dosis penyinaran dilakukan dengan mencari lama waktu penyinaran yang efektif dalam menginduksi inflamation associated edema (perubahan skinfold thickness

1,5-2 kali lipat). Hasil yang didapatkan adalah nilai 1 MED. Variasi lama penyinaran yang dipilih adalah 5, 10, 15, dan 20 menit. Nilai 1 MED ini ditetapkan dengan

(64)

0,85

tebal awal tebal akhir

Gambar 12. Perubahan skinfold thickness yang diukur 24 jam setelah radiasi UV.

Hasil ini didapatkan dari radiasi UV pada hewan uji tanpa aplikasi topikal selama 5, 10, 15, dan 20 menit. Dari ke-4 seri waktu tersebut, paparan UV selama 20 menit memberikan rata-rata

skinfold thickness akhir paling besar dan mendekati 2 kali lipat skinfold thickness awal.

Dari gambar 12 di atas diketahui bahwa pada dosis radiasi 20 menit terjadi

perubahan skinfold thickness 1,5-2 kali lipat skinfold thickness awal, yaitu dari

skinfold thickness awal sebesar 0,68±0,02 mm menjadi 1,23±0,35 mm (perubahan

skinfold thickness adalah sekitar 1,8 kali lipat). Oleh karena itu ditentukan waktu

paparan selama 20 menit sebagai 1 MED.

2. Penetapan Puncak Inflamasi

Sebelum menentukan efek proteksi terhadap inflammation associated

edema, dilakukan penetapan puncak terbentuknya inflamasi. Proses terbentuknya inflamasi melalui beberapa proses sehingga membutuhkan waktu untuk mencapai

(65)

disekitarnya (Svobodova et al., 2003). Oleh karena itu, untuk mendapatkan

pembentukan inflamasi yang maksimal, pengamatan perubahan skinfold thickness

dilakukan selama 72 jam dengan 3 kali radiasi. Dengan didapatkannya puncak terbentuknya inflamasi, maka ketepatan pengamatan pun juga akan meningkat.

Penetapan ini dilakukan pada hewan uji kontrol (tanpa diberi aplikasi sunscreen, diradiasi UV selama 1 MED selama 3 hari berturut-turut). Hasil penetapan puncak

inflamasi dapat terlihat dari gambar 13 berikut ini :

1,13 1,08

Gambar 13. Perubahan skinfold thickness pada kontrol pasca paparan UV

Berdasarkan data statistik (ANOVA) didapatkan bahwa perubahan skinfold

thickness pada hari 1 (1,13±0,14 mm), hari 2 (1,08±0,20 mm), dan hari 3 (1,27±0,22

mm) berbeda tidak bermakna (p>0,05) sehingga dapat ditentukan puncak inflamasi

pada hari 1, hari 2, maupun pada hari ke-3. Pada penelitian ini ditentukan puncak inflamasi pada hari ke-3 disebabkan karena adanya pertimbangan bahwa semakin banyak treatment yang dilakukan (banyaknya radiasi dan banyaknya aplikasi sediaan)

(66)

Penelitian ini menggunakan sumber radiasi berupa lampu UVA. Secara

teoritis, sinar UVA dapat menyebabkan hiperplasia dan inflamasi karena UVA dapat menyebabkan pembentukan ROS yang dapat merusak membran lipid (Svobodova,A., Walterova, D., Vostalova, J., 2006). Namun efek UVA dalam memproduksi inflamasi

lebih rendah dibanding UVB, bahkan dengan meningkatnya jumlah UVA dapat menurunkan efek inflamasi yang dihasilkan dari radiasi UVB (Reeve, Domanski,

Slater, 2006). Dengan demikian, penggunaan sumber radiasi berupa lampu UVA menyebabkan pembentukan inflamasi menjadi kurang optimal. Hal inilah yang kemungkinan menyebabkan pembentukan inflamasi pada hari 1 sampai dengan hari 3

terjadi perubahan skinfold thickness yang berbeda namun tidak bermakna secara statistik.

B. Uji Efikasi Sediaan Sunscreen

Efikasi dari sediaan sunscreen dilihat dari nilai indikator efikasi sediaan

sunscreen yaitu nilai SPF yang didapatkan secara in vivo dan nilai proteksi sediaan

sunscreen terhadap inflammation associated edema. Perbedaan dari kedua efikasi ini

adalah nilai SPF menunjukkan lama sediaan sunscreen dapat melindungi kulit dari radiasi sinar UV, sedangkan proteksi terhadap inflammation associated edema

menunjukkan efektivitas sediaan sunscreen dalam melindungi kulit dari terbentuknya

inflamasi karena radiasi UV. Inflamasi merupakan reaksi awal kulit ketika terkena radiasi UV. Terbentuknya inflamasi dapat menyebabkan kerusakan DNA yang juga

Gambar

Tabel I. Komposisi kandungan kimia pucuk daun teh (%berat kering)
Tabel II. Sifat fisik dan kimia katekin (Syah, 2006)
Gambar 3. Patogenesis dan gejala suatu peradangan (Mutschler, 1986)
Gambar 4. Jalur sintesis asam arakidonat (Craig dan Robert, 2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rekrutmen bakal calon menjadi calon oleh partai atau gabungan partai, dikenal dengan seleksi partai yang merupakan seleksi tahap kedua setelah seleksi sistem dalam rangkaian

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul pengaruh persepsi konsumen,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen kurikulum pendidikan satu atap di MTs Salafiyah Wonoyoso desa/ Kelurahan Bumirejo, Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen

bahwa untuk membiayai penyelenggaraan Pilkades sebagaimana dimaksud pada huruf a yang dananya tidak dapat dipenuhi dalam 1 (satu) tahun anggaran, Pemerintah Desa

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesikan

Berdasarkan atas rancangan tersebut, maka spatial enclosure untuk elemen hardscape- harscape pada level bangunan podium di Jalan Ikan Hiu dan Jalan Ikan Bawal adalah

Melaksanakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan standar asuhan kebidanan yang meliputi pengkajian data, perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan, perencanaan,

Curah hujan efektif adalah curah hujan yang jatuh pada suatu daerah dan dapat. dipergunakan oleh tanaman