• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HIDROLOGI DAN OPTIMASI TAMPUNGAN EMBUNG BANGKET LAMIN DI DUSUN TELUK KATENG KECAMATAN PUJUT KABUPATEN LOMBOK TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS HIDROLOGI DAN OPTIMASI TAMPUNGAN EMBUNG BANGKET LAMIN DI DUSUN TELUK KATENG KECAMATAN PUJUT KABUPATEN LOMBOK TENGAH"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HIDROLOGI DAN OPTIMASI TAMPUNGAN

EMBUNG BANGKET LAMIN DI DUSUN TELUK KATENG

KECAMATAN PUJUT KABUPATEN LOMBOK TENGAH

Tugas akhir

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Teknik sipil

Oleh :

DINI LUNGSARI

FIA 011 036

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MATARAM

(2)
(3)
(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, atas segala berkat,

rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini mengambil judul

Analisis Hidrologi dan Optimasi

Tampungan Embung Bangket Lamin Dusun Teluk Kateng Kecamatan Pujut

Kabupaten Lombok Tengah

. Tugas Akhir ini juga merupakan salah satu

persyaratan kelulusan guna mencapai gelar kesarjanaan di Jurusan Teknik Sipil,

Fakultas Teknik Universitas Mataram untuk memperoleh gelar sarjana S-1.

Penulis menyadari bahwa dalam Tugas Akhir ini masih jauh dari

kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai

pihak sangat diharapkan guna penyempurnaan isi dari Tugas Akhir ini. Akhir kata

semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Mataram,

2017

(5)

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Tugas Akhir ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan dorongan baik moril

maupun materil dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya terutama kepada :

1.

Bapak

Yusron Saadi, ST., M.Sc., Ph.D.,

selaku Dekan Fakultas Teknik

Universitas Mataram.

2.

Bapak Jauhar Fajrin, ST., MSc.(Eng)., Ph.D.,selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Mataram.

3.

Bapak M. Bagus Budianto, ST., MT., selaku dosen pembimbing pertama yang

telah memberikan bimbingan, arahan serta semangat kepada penulis selama

penyusunan Tugas Akhir ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

4.

Bapak, Dr. Eng. Hartana ST., MT., selaku dosen pembimbing pendamping yang

telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan serta semangat selama menyusun

Tugas Akhir ini.

5.

Ibu, Ir.Lilik hanifah, MT., Bapak IGD Jaya Negara, ST., MT. dan Bapak Syamsul

Hidayat Sebagai dosen penguji yang memberikan masukan masukan yang

bermanfaat.

6.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Semoga Allah SWT. memberikan imbalan yang setimpal atas bantuan yang

(6)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

...

i

HALAMAN PENGESAHAN

...

ii

KATA PENGANTAR

...

iii

DAFTAR ISI

...

iv

DAFTAR TABEL

...

vi

DAFTAR GAMBAR

...

vii

DAFTAR LAMPIRAN

...

viii

BAB I.

PENDAHULUAN

...

1

1.1.

Latar Belakang ...

1

1.2.

Rumusan Masalah ...

2

1.3.

Tujuan Penelitian ...

2

1.4.

Manfaat Penelitian ...

3

1.5.

Batasan Masalah...

3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

………

.

4

2.1. Tinjauan Pustaka ...

4

2.2. Landasan Teori ...

5

2.2.1. Embung ...

5

2.2.2. Irigasi ...

5

2.2.3. Analisa Hidrologi ...

5

2.2.3.1 Penyiapan Data ...

6

2.2.3.2 Uji Konsistensi Data Curah Hujan ...

6

2.2.3.3 Analisa Curah Hujan Rerata Daerah ...

7

2.2.4. Evapotranspirasi ...

9

2.2.5. Debit Andalan ...

12

2.2.6. Analisis Ketersediaan Air ...

12

2.2.7. Kebutuhan Air Irigasi...

17

2.2.8. Kebutuhan Air Tanaman ...

18

2.2.9. Kebutuhan Air di Sawah ...

21

(7)

v

2.2.11. Optimasi ...

22

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

……

...

24

3.1. Lokasi Penelitian ...

24

3.2. Pelaksanaan Penelitian ...

24

3.2.1. Tahap Persiapan ...

24

3.2.2. Pengumpulan Data ...

25

3.2.3. Alat dan Bahan ...

25

3.2.4. Analisa Data ...

25

3.3. Bagan Alir Penelitian ...

27

3.4. Jadwal Penelitian dan Penyususnan Tugas Akhir ...

28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

……...

29

4.1. Analisis Hidrologi ...

29

4.1.1. Data Hujan ...

29

4.1.2. Uji Konsistensi Data Curah Hujan ...

29

4.1.3. Analisia Curah Hujan Efektif ...

31

4.1.4. Analisa Evapotranspirasi Potensial ...

34

4.2. Analisis Ketersediaan Air ...

38

4.2.1. Metode FJ Mock ...

38

4.2.2. Metode Basic Month ...

48

4.3. Analisis Kebutuhan Air Irigasi...

50

4.4. Analisis Keuntungan dari Sektor Pertanian ...

57

4.5. Model Optimalisasi ...

58

(8)

BBAB I PENDAHULUAN

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar

2.1 Struktur Model Mock ...

13

Gambar

3.1 Peta Lokasi Penelitian ...

24

Gambar

3.2 Bagan Alir Penelitian ...

27

Gambar

4.1 Grafik Hubungan Q Mock dengan Q Obs.

Embung Bangket Lamin ...

42

Gambar

4.2 Skema Aliran Embung Bangket Lamin ...

58

Gambar

4.3

Solver Parameters

...

64

Gambar

4.4 Pemilihan

Cell

...

65

Gambar

4.5 Pemilihan

Cell

Luas Areal irigasi ...

65

Gambar

4.6

Add Constrain

...

66

Gambar

4.7 Input Fungsi Kendala ...

67

Gambar

4.8

Solve

...

67

(9)

BBAB I PENDAHULUAN

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Nilai Kritis yang diijinkan untuk Metode RAPS ...

7

Tabel 2.2 Nilai Ra Berdasarkan Letak Lintang... ...

12

Tabel 2.3 Nilai

Exposed Surface

(m) Berdasarkan Tutupan Lahan.. ...

13

Tabel 2.4 Koefisien Tanaman ... ...

19

Tabel 2.5 Angka Efisiensi ...

19

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian dan Penyusunan Tugas Akhir ...

28

Tabel 4.1 Uji Konsistensi Data Stasiun Hujan Rembitan

dengan Metode RAPS ...

30

Tabel 4.2 Probabilitas Curah Hujan Daerah Irigasi Embung

Bangket Lamin ... 32

Tabel 4.3 Curah Hujan Efektif untuk Padi dan Palawija ...

33

Tabel 4.4 Data Klimatologi Rata-Rata Tahun 1997-2016 Stasiun

Keruak ...

34

Tabel 4.5 Perhitungan Evapotranspirasi pada Daerah Irigasi ...

37

Tabel 4.6 Perhitungan Debit Setengah Bulanan dengan FJ Mock

Tahun 2008 ...

41

Tabel 4.7 Kalibrasi Model Mock ...

42

Tabel 4.8 Kalibrasi Model Mock ...

42

Tabel 4.9 Perhitungan Debit Setengah Bulanan dengan FJ Mock

Tahun 1997 ...

46

Tabel 4.10 Rekapitulasi Perhitungan Debit Tersedia dengan Metode

FJ Mock ...

47

Tabel 4.11 Debit Andalan

Catchment Area

embung Bangket Lamin

dengan

Basic Month

...

49

Tabel 4.12 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Awal Tanam

November I ...

53

(10)

BBAB I PENDAHULUAN

vii

Tabel 4.14 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Awal Tanam

November I ...

55

Tabel 4.15 Rekapitulasi Kebutuhan Air Tanaman untuk pola Tanam

Padi

kedelai - kedelai ...

56

Tabel 4.16 Rekap Hasil Produksi Tanaman Padi ...

57

Tabel 4.17 Rekap Hasil Produksi Tanaman Padi ...

57

Tabel 4.18 Rekap Hasil Produksi Tanaman Padi ...

57

Tabel 4.19 Hasil Optimalisasi Embung Bangket Lamin untuk pola

tanam padi

jagung

jagung awal tanam

Desember I ...

68

(11)

BBAB I PENDAHULUAN

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran I.1 Curah Hujan Stasiun Rembitan ...

1

Lampiran I.2 Uji konsistensi data Stasiun Hujan Rembitan dengan

metode RAPS ...

2

Lampiran I.3 Probabilitas Curah Hujan (Metode Basic Month) ...

3

Lampiran I.4 Curah Hujan Efektif untuk Padi dan Palawija ...

4

Lampiran I.5 Perhitungan evapotranspirasi pada Areal Genangan ...

5

Lampiran I.6 Perhitungan evapotranspirasi pada daerah irigasi ...

6

Lampiran I.7 Perhitungan evapotranspirasi pada CA Embung

Bangket Lamin ...

7

Lampiran II.1 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 1997 ...

8

Lampiran II.2 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 1998 ...

9

Lampiran II.3 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 1999 ...

10

Lampiran II.4 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 2000 ...

11

Lampiran II.5 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 2001 ...

12

Lampiran II.6 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 2002 ...

13

Lampiran II.7 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 2003 ...

14

Lampiran II.8 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 2004 ...

15

Lampiran II.9 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 2005 ...

16

(12)

BBAB I PENDAHULUAN

x

Metode Fj Mock Tahun 2006 ...

17

Lampiran II.11 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 2007 ...

18

Lampiran II.12 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 2008 ...

19

Lampiran II.13 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 2009 ...

20

Lampiran II.14 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 2010 ...

21

Lampiran II.15 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 2011 ...

22

Lampiran II.16 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 2012 ...

23

Lampiran II.17 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 2013 ...

24

Lampiran II.18 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun2014 ...

25

Lampiran II.19 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 2015 ...

26

Lampiran II.20 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan

Metode Fj Mock Tahun 2016 ...

27

Lampiran III.1 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Awal Tanam

November I Pola Tanam Padi

Jagung - Jagung ...

28

Lampiran III.2 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Awal Tanam

November II Pola Tanam Padi

Jagung - Jagung ...

29

Lampiran III.3 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Awal Tanam

Desember I Pola Tanam Padi –Jagung - Jagung ...

30

Lampiran III.4 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Awal Tanam

Desember II Pola Tanam Padi –Jagung - Jagung ...

31

Lampiran III.5 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Awal Tanam

(13)

BBAB I PENDAHULUAN

xi

Lampiran III.6 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Awal Tanam

November II Pola Tanam Padi

Kedelai

Kedelai ...

33

Lampiran III.7 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Awal Tanam

Desember I Pola Tanam Padi

Kedelai

Kedelai ...

34

Lampiran III.8 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Awal Tanam

Desember II Pola Tanam Padi

Kedelai

Kedelai ...

35

Lampiran III.9 Rekapitulasi Kebutuhan Air Tanaman Pola Tanam

Padi

Jagung

Jagung ...

36

Lampiran III.10 Rekapitulasi Kebutuhan Air Tanaman Pola Tanam

Padi – Kedelai - Kedelai ...

37

Lampiran IV.1 Hasil Optimalisasi Embung Bangket Lamin untuk

pola Tanam Padi – Jagung – Jagung awal tanam

desember ...

38

Lampiran IV.2 Hasil Optimalisasi Embung Bangket Lamin untuk

pola Tanam Padi

Jagung

Jagung awal tanam

November ...

39

Lampiran IV.1 Hasil Optimalisasi Embung Bangket Lamin untuk

pola Tanam Padi

Kedelai

Kedelai awal tanam

desember ...

40

Lampiran IV.1 Hasil Optimalisasi Embung Bangket Lamin untuk

pola Tanam Padi

Kedelai

Kedelai awal tanam

(14)

xii

DAFTAR NOTASI

A

= Luas daerah aliran sungai (km

2

)

AET

= Nilai evapotranspirasi actual

AWLR

= Alat duga muka air otomatis

c

= Faktor konversi kecepatan angin dan kelembaban

DR

= Kebutuhan air irigasi pada pintu pengambilan (1t/dt.ha)

DRO

= Aliran permukaan (mm/bulan)

E

= Elevasi medan dari muka air laut

ea

= Tekanan uap jenuh (mbar)

ed

= Tekanan uap nyata (mbar)

Eff

= Efisiensi irigasi

Eo

= Evaporasi air terbuka selama penyiapan lahan (mm/hari)

Ep

= Evapotranspirasi potensial (mm/bulan)

ER

= Excess rainfall (mm/bulan)

Et

= Evapotranspirasi terbatas (mm/bulan)

ETc

= Kebutuhan air tanaman (mm/hari)

ETo

= Evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari)

f(u)

= Fungsi kecepatan angin

I

= Inflitrasi (mm/bulan)

IR

= Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari)

(15)

xiii

m

= Nomor urut angka pengamatan dalam susunan (dari besar ke kecil)

n

= Banyaknya pengamatan (jumlah tahun hujan)

NFR

= Kebutuhan air di sawah (mm/hari)

N

n

= Lama penyinaran matahari terukur (%),

n/Nc

=

Penyinaran matahari terkoreksi (%),

P

= Perkolasi (mm/hari)

PET

= Nilai evapotranspirasi potensial

Pt

= Jumlah penduduk yang akan dilayani (orang)

Q

= debit (m

/dt)

R

=

Curah hujan rerata daerah (mm)

Ra

= Radiasi teraksial ekstra (mm/hari) yang dipengaruhi oleh letak

lintang daerah.

R

eff

= Hujan efektif (mm/hari)

Rh

= Kelembaban udara (%)

Rn1

= Radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)

Rns

= Radiasi bersih gelombang pendek (mm/hari)

Rs

= Radiasi gelombang pendek (mm/hari)

S

= Standar kebutuhan air rata-rata (lt/hari/org)

SK*, SK**

= Nilai statistik

T

= Temperatur rata-rata (

°

C)

(16)

xiv

U

2

= Kecepatan angin dilokasi pengukuran (km/jam)

U

2

c

= Kecepatan angin dilokasi perencanaan (km/hari)

V

i

= Volume air tanah bulan ke-I (mm/bulan)

V

i-i

= Volume air tanah bulan ke-(I

1) (mm/bulan)

W

= Faktor temperatur dan ketinggian

Wi

= Nilai tampungan kelengasan tanah

Wo

= Nilai tampungan kelengasan awal

WB(t)

= Jumlah debit air yang dipergunakan untuk air baku pada

waktu t

WS

= Kelebihan air (mm/bulan)

Xj

= Peubah putusan

Xn

= Variabel putusan

XR,YR,ZR,QR(t)

= Jumlah debit air dari bendung untuk keperluan irigasi dalam

waktu t

Y

= Rerata curah hujan (mm)

Yi

= Data curah hujan (mm)

Z

= Fungsi tujuan

ΔV

= Perubahan volume air tanah (mm/bulan)

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Air adalah kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Dalam kehidupan

sehari-hari selain digunakan sebagai air minum, air juga digunakan untuk

keperluan yang lain. Pada bidang pertanian,air merupakan kebutuhan pokok bagi

tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Kebutuhan air tanaman dapat diperoleh

melalui sungai, waduk, dan dapat juga melalui air tanah. Kebutuhan air disawah

merupakan suatu hal yang mutlak, kebutuhan air harus sesuai dengan jumlah

tanaman serta tingkat pertumbuhannya dan dapat terpenuhi tepat pada waktunya

dan tepat pula pada jumlahnya.

Di Kabupaten Lombok Tengah terdapat salah satu dususn yaitu Dusun Teluk

Kateng, Kecamatan pujut yang lahan pertaniannya kurang produktif sepanjang

musim kemarau dengan pola tanam Padi -Palawija- Bero. Pada musim kemarau

pasokan air yang tersedia sangat terbatas sementara kebutuhan air pada daerah

tersebut sangat tinggi, hal ini menyebabkan berkurangnya hasil pertanian bahkan

juga menyebabkan terjadinya kegagalan hasil panen. Guna mengantisipasi

terjadinya kekurangan pasokan air pada daerah irigasi tersebut maka pemerintah

membangun embung dengan tujuan untuk menampung air hujan yang nantinya

dapat digunakan pada musim kemarau.

Embung Bangket Lamin merupakan salah satu upaya pemerintah untuk

penyediaan air irigasi dan meningkatkan hasil produksi pertanian. Lokasi Embung

Bangkit Lamin terletak di Dusun Teluk Kateng, Desa Mertak, Kecamatan Pujut,

Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara topografi

lokasi Embung Bangket Lamin berada di anak sungai Bangket Lamin DAS

Bangket Lamin Wilayah Sungai Lombok. Ke arah hilir dari embung di kanan kiri

terdapat sawah tadah hujan sekitar 77 ha, daerah tangkapan air embung sebesar

(18)

2

Setiap pembangunan embung diperlukan adanya analisis hidrologi yang

sesuai,agar perencanaan embung dapat sesuai secara teknis dan ekonomis. Selain

itu dalam proses perencanaan embung, perlu dilakukan optimasi tampungannya,

agar fungsi embung dapat berjalan secara maksimal. Di dalam perencanaan

sebelumnya, data hujan yang digunakan dari tahun 1999

2013 dan metode yang

digunakan adalah metode Nreca. Sementara dalam penelitian ini digunakan data

terbaru yaitu dari tahun 1996

2016 dan menggunakan metode FJ.Mock untuk

analisa ketersediaan air. Untuk itu dilakukan

Analisis Hidrologi Dan Optimasi

Tampungan Embung Bangket Lamin Di Dusun Teluk Kateng Kecamatan

Pujut, Kabupaten Lombok Tengah

sehingga dapat memberikan manfaat dalam

upaya meningkatkan produksi pertanian sesuai dengan yang diharapkan

pemerintah serta dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan, antara

lain :

1.

Berapakah besar ketersediaan air embung untuk memenuhi kebutuhan air

irigasi di daerah irigasi Embung Bangket Lamin ?

2.

Berapakah kebutuhan air irigasi di Embung Bangket Lamin ?

3.

Berapakah luas areal optimum dan intensitas tanam optimum pada daerah

irigasi Embung Bangket Lamin ?

4.

Berapakah keuntungan (

benefit

) optimum pada daerah irigasi Embung

Bangket Lamin ?

1.3

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1.

Untuk mengetahui ketersedian air yang dapat digunakan untuk kebutuhan air

irigasi pada daerah irigasi Embung Bangket Lamin.

(19)

3

3.

Untuk mengetahui luas areal optimum dan intensitas tanam optimum pada

daerah irigasi Embung Bangket Lamin berdasarkan analisa ketersedian air

Embung Bangket Lamin.

4.

Untuk mengetahui keuntungan (

benefit

) optimum pada daerah irigasi Embung

Bangket Lamin.

1.4

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai masukan kepada

pihak terkait dalam hal mengoptimalkan pengelolaan air Embung Bangket

Lamin Di Dusun Teluk Kateng Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah.

1.5

Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak terlalu luas, maka perlu adanya batasan-batasan

masalah sebagai berikut :

1.

Panjang data curah hujan stasiun Rembitan yang digunakan adalah 20 tahun

yaitu dari tahun 1997 s/d 2016.

2.

Data klimatologi yang digunakan adalah data dari pos iklim Keruak.

(20)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Trisnawati (2010) telah melakukan analisa tentang optimasi pemanfaatan

sumber daya air Embung Batu Tulis di kecamatan Jonggat kabupaten Lombok Tengah.

Hasil yang diperoleh berupa luas lahan maksimum 350 ha dengan pola tanam

padi-(kedelai 50%-kacang tanah 50%)-kedelai pada awal musim tanam bulan Oktober I

dengan rincian Musim Tanam I (padi) dengan luas lahan 65,94 ha dan intensitas

tanamnya 18,84 %, Musim Tanam II (kedelai 50% - kacang tanah 50%) dengan luas

lahan 350 ha dan intensitas tanamnya 100% dan Musim Tanam III (kedelai), dengan

luas lahan 350 ha dan intensitas tanamnya 100%.

Ma’ruf (2014) telah

melakukan analisa tentang optimasi pemanfaatan sumber

daya air Embung Safit kecamatan Suela kabupaten Lombok Timur. Dari hasil optimasi,

potensi air yang ada pada Embung Safit memberikan intensitas tanam maksimum pada

sistem pola tanam padi

jagung

tembakau pada awal tanam Oktober II sebesar 156,85

%, dengan rincian luas tanam I sebesar 13,90 ha dengan intensitas tanamnya 6,56%,

luas tanam II sebesar 135,19 ha dengan intensitas tanamnya 63,77%, luas tanam III

sebesar 183,44 ha dengan intensitas tanamnya 86,53%.

Gunawan(2015) telah melakukan analisa tentang tinjauan ulang analisis

hidrologi dan optimalisasi tampungan Embung Brami di desa Mertak, kecamatan Pujut,

kabupaten Lombok Tengah.Analisanya menyatakan bahwa pada tingkat keandalan

untuk keandalan 80% dengan intensitas tanam 154,278% keuntungan yang diperoleh

sebesar Rp 2.050.893.497,-. Sedangkan untuk keandalan 50% dengan intensitas tanam

154,343% keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 2.051.592.476,-.

Sumantri (2015) melakukanan analisa optimasi pada Embung Kemong dalam

memenuhi kebutuhan air irigasi di desa Perigi kecamatan Suela kabupaten Lombok

Timur.Dari hasil optimasi, potensi air yang ada pada embung Kemong memberikan

(21)

5

awal tanam November II sebesar 126,96%, dengan rincian luas tanam I sebesar 6,09 ha

dengan intensitas tanamnya 12,60%, luas tanam II sebesar 48,30 ha dengan intensitas

tanamnya 100%, luas tanam III sebesar 6,94 ha dengan intensitas tanamnya 14,36%

dan nilai kebutuhan air irigasi terpenuhi sebesar 268234.41 m³, dengan pergeseran awal

tanam November, Desember, Januari berdasarkan hasil perhitungan tidak ada yang

dapat mencapai intensitas sebesar 300% .

2.2Landasan Teori

2.2.1 Embung

Embung adalah bangunan yang berfungsi untuk menampung air hujan dan

digunakan suatu kelompok masyarakat desa, atau embung didefenisikan sebagai

konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan air limpasan (

run off

)

serta sumber air lainnya untuk mendukung usaha pertanian,

perkebunan dan peternakan.

2.2.2 Irigasi

Irigasi adalah usaha untuk memperoleh air dengan menggunakan bangunan dan

saluran buatan untuk keperluan penunjang produksi pertanian.Secara teknis irigasi juga

dapat didefinisikan sebagai upaya menyalurkan air ke lahan pertanian melalui

saluran-saluran pembawa ke lahan pertanian dan setelah air tersebut dimanfaatkan secara

maksimal, kemudian menyalurkannya ke saluran pembuang dan berakhir ke sungai.

Untuk mengalirkan dan membagi air irigasi dikenal ada empat cara utama (Mawardi,

2007), yaitu:

a.

Pembagian air irigasi lewat permukan tanah,

b.

Pembagian air irigasi melalui bawah permukaan tanah,

c.

Pembagian air irigasi dengan pancaran,

d.

Pembagian air irigasi dengan dengan cara tetesan

2.2.3Analisa Hidrologi

Analisa hidrologi merupakan suatu bagian analisa awal dalam perencanaan

bangunan hidro.Hal ini mempunyai pengertian bahwa informasi dan besaran yang

diperoleh dalam analisa hidrologi merupakan masukan penting dalam analisa

(22)

6

tingkat keberhasilan suatu bangunan air dipengaruhi oleh ketelitian dalam menganalisa

hidrologi.Parameter hidrologi yang penting untuk perencanaan jaringan irigasi adalah

curah hujan dan evapotranspirasi. Tahapan awal analisa hidrologi, adalah sebagai

berikut:

2.2.3.1

Penyiapan Data

Data yang dimaksudkan harus merupakan data yang dapat dikumpulkan secara

teratur dan teramati, sehingga dapat memberikan data yang benar-benar mengandung

informasi yang tepat.Pengumpulan informasi yang tepat.Pengumpulan data ini

hendaknya dilakukan dengan instansi tertentu.

2.2.3.2

Uji Konsistensi Data Curah Hujan

Selain kekurangan data, data hujan yang didapatkan dari stasiun masih sering

terdapat kesalahan yang berupa ketidak akuratan data (

inconsistency

).Data hujan yang

inconsistent

dapat terjadi karena beberapa hal antara lain (Sri Harto,1993) :

a. Alatdiganti dengan alat yang berspesifikasi lain,

b. Perubahan lingkungan yang mendadak,

c. Lokasi dipindahkan.

Untuk memperoleh hasil analisis yang baik, data hujan harus dilakukan

pengujian konsistensi terlebih dahulu untuk mendeteksi penyimpangan ini.Uji

konsistensi juga meliputi homogenitas data karena data konsistensi berarti data

homogen. Uji konsistensi data dengan menggunakan metode RAPS (

Rescaled Adjusted

Partial Sums

), digunakan untuk menguji ketidak akuratan antar data dalam stasiun itu

sendiri dengan mendeteksi pergeseran nilai rata-rata (

mean).

Persamaan yang digunakan

sebagai berikut (Sri Harto, 1993) :

(23)

7

Statistik Q dan R diberikan pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Nilai kritis yang diijinkan untuk metode RAPS

N

Q

/

n

R

/

n

Sumber : Sri Harto, 1993

2.2.3.3 Analisa Curah Hujan Rerata Daerah

Umumnya untuk menghitung curah hujan daerah dapat digunakan standar luas

daerah sebagai berikut:( Sosrodarsono, 1987 ) :

1.

Daerah dengan luas 250 ha yang mempunyai variasi topografi yang kecil, dapat

diwakili oleh sebuah alat ukur curah hujan,

2.

Untuk daerah antara 250 ha-50.000 ha dengan 2 ataa 3 titik pengamatan,dapat

(24)

8

3.

Untuk daerah antara 120.000-500.000 ha yang mempunyai titik-titik pengamatan

yang tersebar cukup merata dan di mana curah hujannya tidak terlalu dipengaruhi

oleh kondisi topografi, dapat digunakan cara aljabar rata-rata. Jika titik-titik

pengamatan itu tidak tersebar merata maka digunakan cara Thiessen,

4.

Untuk daerah yang lebih besar dari 500.000 ha, dapat digunakan cara Isohiet atau

cara potongan arrtara (

inter-section method

).

Curah hujan daerah harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah

hujan. Cara-cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah hujan

dibeberapa titik sebagai berikut :

a.

Cara rata-rata aljabar

Cara ini adalah perhitungan rata-rata aljabar curah hujan di dalam dan sekitar

daerah yang bersangkutan, dapat dipakai persamaan berikut ( Sosrodarsono, 1987 ):

R =

1 𝑛

(

𝑅

1

+ 𝑅

2

+

…………

+𝑅

𝑛

)

(2-6)

dengan

= curah hujan daerah (mm),

n = jumlah titik-titik (pos-pos) pengamatan,

𝑅

1

, 𝑅

2

, … 𝑅

𝑛

= curah hujan di tiap titik pengamatan( mm).

b.

Cara Thiessen

Jika titik-tiik pengamatan di dalam daerah itu tersebar merata, maka cara

perhitungan curah hujan rata-rata itu dilakukan dengan memperhitungkan daerah

pengaruh tiap titik pengamatan. Curah hujan di daerah itu dapat dihitung dengan

persamaan sebagai berikut( Sosrodarsono, 1987 ):

R=

𝐴

1

𝑅

1

+𝐴

2

𝑅

2

+⋯+𝐴

𝑛

𝑅

𝑛

𝐴

1

+𝐴

2

+⋯+𝐴

𝑛

(2-7)

dengan

R

= curah hujan daerah ( mm),

𝑅

1

, 𝑅

2

, … 𝑅

𝑛

= curah hujan di tiap titik pengamatan dan n adalah

jumlah titik-titik pengamatan(mm),

𝐴

1

, 𝐴

2,

… 𝐴

𝑛

= luas bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan.

c. Cara Garis Isohyet

Peta Isohyet digambar pada peta topografi dengan perbedaan (interval) 10

(25)

9

disekitar daerah yang dimaksud.Luas bagian daerah antara dua garis Isohyet yang

berdekatan diukur dengan planimeter.Demikian pula harga rata-rata dari

garis-garisIsohyet yang berdekatan yang termasuk bagian-bagian daerah itu dapat dihitung.

Curahhujan daerah itu dapat dihitung menurut persamaan sebagai berikut(

Sosrodarsono, 1987 ):

R=

𝐴

1

𝑅

1

+𝐴

2

𝑅

2

+⋯+𝐴

𝑛𝑅𝑛

𝐴

1

+𝐴

2

+⋯+𝐴

𝑛

(2-8)

dengan

R

= curah hujan daerah (mm),

𝐴

1

, 𝐴

2,

… 𝐴

𝑛

= luas bagian-bagian antara garis-garis isohiet,

𝑅

1

, 𝑅

2

, . . 𝑅

𝑛

= curah hujan rata-rata pada bagian-bagian A1,

A2…

Ao(mm).

2.2.4 Evapotranspirasi

Evapotranspirasi diartikan sebagai kehilangan air akibat penguapan air

bebas.Evaporasi berubah-ubah setiap saat akibat radiasi matahari, suhu, kecepatan

angin, kelembaban relatif, luas permukaan, dan tekanan udara.Evaporasi digunakan

untuk perhitungan kehilangan air waduk, sedangkan evapotranspirasi dipergunakan

untuk perhitungan kehilangan air sawah.

Perhitungan Evapotranspirasi potensial dihitung berdasarkan Metode Penman

(modifikasi FAO) dengan data klimatologi terdekat sebagai stasiun referensi.

Persamaan Penman modifikasi FAO (

Food and Agriculture Organization

) adalah

sebagai berikut:

E

To

= c x (W x R

n

+ (1 - W) x f(u) x (e

a

e

d

))

(2-9)

dengan E

To

= evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari),

W

= faktor temperatur dan ketinggian,

R

n

= radiasi bersih (mm/hari),

F(u)

= fungsi kecepatan angin,

e

a

= tekanan uap jenuh (mbar),

e

d

= tekanan uap nyata (mbar),

c

= faktor konvensasi kecepatan angin dan kelembaban,

Rh

= kelembaban Udara (%).

dengan harga-harga :

y

d

d

W

(26)

10

dengan rumus-rumus pendukung lainnya :

0

,

00738

.

0

,

8072

0

,

0016

T

= temperatur rata-

rata(˚C).

Sedangkan :

Menurut Soemarto (1987), a dan b merupakan konstanta yang tergantung letak

suatu tempat di atas bumi, untuk Indonesia dapat diambil harga a dan b yang mendekati

yaitu Australia a = 0,25 dan b = 0,54.

dengan

Rn1

=

radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari),

Rns

=

radiasi bersih gelombang pendek (mm/hari),

Rs

=

radiasi gelombang pendek (mm/hari),

(27)

11

dengan harga fungsi-fungsi :



Reduksi pengurangan temperatur karena ketinggian elevasi daerah pengaliran

diambil menurut persamaan :

E

T

Tc

0

,

006

(2-25)

dengan

Tc

= temperatur terkoreksi (˚C),

T

= temperatur rata-

rata (˚C),

δ

E

= beda tinggi elevasi stasiun dengan lokasi tinjau (m).

Koreksi kecepatan angin karena perbedaan elevasi pengukuran diambil

menurut persamaan :

7

dengan

U

2c

= kecepatan angin di lokasi perencanaan ( m/dt),

2

U

= kecepatan angin di lokasi pengukuran (m/dt),

Li

= elevasi lokasi perencanaan ( m),

Lp

= elevasi lokasi pengukuran ( m).

Koreksi terhadap lama penyinaran matahari lokasi perencanaan adalah :

E

= penyinaran matahari terkoreksi (%),

N

n

(28)

12

Tabel 2.2.Nilai Ra berdasarkan letak lintang dalam mm/hari

°Ls Jan

Feb Mar Apr Mei Jun

Jul

Ags Sep Okt Nov Des

10 16.1

16

15.3

14

12.6 12.6 11.8 12.2 13 14.6 15.6

16

8

16.1 16.1 15.5 14.4 13.1 12.4 12.7 13.7 15 15.8

16

16

Sumber: Soemarto, 1987

2.2.5

Debit Andalan

Debit andalan adalah debit minimum sungai atau waduk untuk kemungkinan

terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk irigasi. Debit andalan

dihitung dengan menggunakan data debit pengamatan rata-rata setengah bulan

masing-masing sungai. Debit andalan yang digunakan pada perhitungan ini adalah debit andalan

dengan probabilitas 80% (Q

80

), artinya resiko yang akan dihadapi karena terjadi debit

lebih kecil dari debit andalan sebesar 20% banyaknya pengamatan dan dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan probabilitas sebagai berikut(Subarkah, 1980):

80% =

100

%

1

n

m

(2-28)

dengan

P = Curah hujan yang terjadi dengan tingkat kepercayaan 80%,

m =

nomor urut angka pengamatan dalam susunan (dari besar ke kecil),

n =

banyaknya pengamatan,

2.2.6

Analisis Ketersediaan Air

Ketersediaan debit di sungai merupakan data masukan yang sangat penting dalam

kaitannya dengan analisa neraca air. Ketersediaan air adalah jumlah air yang

diperkirakan terus menerus ada dalam sungai dengan jumlah tertentu dalam jangka atau

periode tertentu. Ketersediaan air dapat diketahui dengan menghitung atau mengukur

debit yang masuk kedalam embung (

inflow

), kehilangan akibat evaporasi, pemakaian

(

outflow

) dan tampungan awal embung, sehingga diperoleh tampungan embung itu

sendiri.

Ketersediaan air juga dapat diketahui dengan menghitung atau mengukur debit

rendah aliran sungai.Salah satu model untuk pengembangan model hujan- aliran adalah

Model Mock. Model Mock ditemukan dan dikembangkan oleh Dr. F.J. Mock pada

(29)

13

&Water Availability Appraisal”

, F.J. Mock memperkenalkan suatu model sederhana

simulasi keseimbangan air untuk menghitung aliran sungai dari data curah hujan,

evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi daerah aliran sungai sehingga ketersediaan

air di suatu sungai dapat diketahui. (Anonim, 1986)

Pada prinsipnya, metode F.J Mock memperhitungkan volume air yang masuk,

keluar dan yang disimpan di dalam tanah (

soil moisture

).Volume air yang masuk

adalah hujan, volume air yang keluar adalah infiltrasi, perkolasi dan yang paling

dominan adalah evapotranspirasi.Secara keseluruhan, besarnya debit suatu daerah aliran

sungai berdasarkan konsep

water balance

.

Metode ini sangat dianjurkan untuk memperkirakan debit andalan sungai-sungai

yang ada di Indonesia (Dirjen ESDM, 2009 dalam Wirasembada, 2012).

Tahap perhitungan metode Mock dapat dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 2.1Struktur model Mock

a.

Evapotranspirasi aktual (Ea)

Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi pada kondisi air

yang jumlahnya terbatas.Menurut Mock (1973), rasio antara selisih evapotranspirasi

I

WS

ISM

V

ΔSM

P

AET

ER

QRO = DRO + BF

DRO=WS-I

IGWS

SMC

(30)

14

potensial (Ep) dan evapotranspirasi aktual (Ea) dengan evapotranspirasi potensial

dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau (

exposed

surface,

m) dan jumlah hari hujan (n).secara matematis, evapotranspirasi actual

dirumuskan sebagai berikut:

Ea

= Ep

E

(2-29)

E

= Ep x (m/20) x (18

n)

(2-30)

dengan:E= selisih antara evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi aktual

(mm)

Ea

= evapotranspirasi aktual (mm)

Ep

= evapotranspirasi potensial (mm)

m

= tutupan lahan (

exposed surface

)

n

= jumlah hari hujan

Sumber: Bappenas,2007(dalam Wirasembada,2012:2)

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, untuk seluruh daerah studi yang

merupakan daerah lahan pertanian yang diolah dan lahan tererosi maka faktor m dapat

diasumsikan sebesar 30%. (Anonim, 1986)

b.

Excess Rainfall

(ER)

Excess Rainfall

(ER) adalah hujan yang langsung sampai ke permukaan

tanah.Curah hujan yang mencapai permukaan tanah dapat dirumuskan sebagai berikut :

ER

= P - Ea

(2-31)

dengan:

ER

=

excess rainfall

(mm)

P

= curah hujan (mm)

Ea

= evapotranspirasi aktual (mm)

ER bernilai positif apabila P ˃ Ea dan air masuk ke dalam tanah.

ER bernilai negatif apabila P ˂ Ea dan sebagian air tanah akan keluar sehigga

terjadi defisit.

Tabel

2.3

Nilai

exposed surface

(m) berdasarkan jenis tutupan lahan

Sumber : Bappenas, 2007 (dalam Wirasembada, 2012: 2)

m

0%

10 - 40 %

30 - 50 %

Hutan primer, sekunder

Daerah tererosi

(31)

15

c.

Soil Moisture Storage

(SMS)

SMS = ISM + ER

(2-32)

dengan: SMS

= penyimpanan kelembaban tanah (mm)

ISM

= kelembaban tanah awal (mm), nilai ini berkisar antara 3mm

109 mm.

ER

= air hujan yang mencapai permukaan tanah (mm)

d.

Soil Moisture Capacity

(SMC)

Soil Moisture Capacity

(SMC) adalah kapasitas kandungan air pada lapisan

tanah permukaan (

surface soil

) per m

2

.Besarnya SMC diperkirakan berdasarkan kondisi

porositas lapisan tanah permukaan.Semakin besar porositas tanahnya, maka semakin

besar pula SMC yang ada. Nilai SMC awal diambil antara 50 mm sampai dengan 250

mm. dalam hal ini berlaku ketentuan:

1.

Bila P

Ea bernilai positif, maka nilai SMS = SMC

2.

Bila P

Ea bernilai negatif, maka nilai SMS = (P

Ea) + ISM

Nilai SMS yang diperoleh, digunakan sebagai nilai ISM pada bulan berikutnya. Dari

nilai-nilai tersebut perubahan nilai kelembaban tanah (Ss):

Ss= SMS

ISM

(2-33)

dengan: Ss

= perubahan nilai kelembaban tanah (mm)

SMS

= tampungan kelembaban tanah (mm)

ISM

= kelembaban tanah awal (mm)

e.

Water Surplus

(WS)

Water Surplus

atau kelebihan air (WS) merupakan sisa air hujan yang ada

setelah digunakan untuk memenuhi nilai kelembaban tanah.

WS

= ER

Ss

(2-34)

dengan : WS

= kelebihan air (mm)

ER

= air hujan yang mencapai permukaan tanah (mm)

Ss

= perubahan nilai kelembaban tanah (mm)

Apabila SMS akhir lebih besar dari kapasitas kelembaban tanah (SMC) maka

akan terjadi kelebihan air, namun apabila SMS akhir lebih kecil dari SMC, maka

(32)

16

f.

Infiltrasi (I)

Infiltrasi (I) adalah masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan

tanah.Koefisien nilai infiltrasi diperkirakan berdasarkan kondisi porositas tanah dan

kemiringan daerah pengaliran.Nilai porositas tanah dan koefisien infiltrasi berbanding

lurus.Batasan koefisien infiltrasi adalah 0

1.

I = if x Ws

(2-35)

dengan: I

= infiltrasi (mm)

If

= koefisien infiltrasi (nilai 0-1)

WS

= kelebihan air (mm)

g.

Penyimpanan air tanah (

ground water strorage

)

Sebagai permulaan simulasi, penyimpanan awal (

initial storage

) harus

ditentukan terlebih dahulu. Persamaan yang digunakan dalam perhitungan penyimpanan

air tanah adalah:

V

n

= k.V

n-1

+ ½(1+k).I

(2-36)

dengan: V

n

= volume air tanah bulan ke-n (mm)

k

= faktor resesi aliran air tanah,nilainya 0

1,0 dimana semakin

besar nilai k, maka semakin kecil air yang mampu keluar dari

tanah.

V

n-1

= volume air tanah bulan ke-n-1 (mm)

Nilai V

n-1

dicoba-coba sehingga nilai V

n-1

pada bulan januari sama dengan atau

mendekati nilai Vn bulan desember.

h.

Base Flow

(BF)

BF = I -

ΔV

n

(2-37)

dengan: BF

=

base flow

atau aliran dasar (mm)

I

= infiltrasi (mm)

ΔV

n

= perubahan volume air tanah = V

n

-

ΔV

n-1

(mm)

i.

Direct Run Off

(DRO)

Direct Run Off

atau aliran permukaan (DRO) adalah limpasan permukaan

yang langsung mengisi sungai, dimana besarnya merupakan selisih antara kelebihan air

(33)

17

DRO = WS

I

(2-38)

dengan: DRO

=

direct run off

(mm)

WS

=

water surplus

(mm)

I

= infiltrasi (mm)

j.

Storm Run Off

(SR)

SR

= P x PF

(2-39)

dengan: SR

=

Storm Run off

P

= curah hujan (mm)

PF

=

percentage factor

yaitu persentase hujan yang menjadi

limpasan.

Besarnya PF oleh Mock disarankan 5% - 10%.

k.

Total limpasan (TRO)

TRO = BF + DRO +SR

(2-40)

dengan: TRO = debit limpasan sungai (mm)

BF

=

base flow

(mm)

DRO

=

direct run off

(mm)

SR =

storm run off

(mm)

Besarnya debit sungai tergantung pada besarnya debit limpasan sungai (TRO) dan

luas DAS.

QRO = (A x TRO) / t

(2-41)

dengan:

QRO

= debit

run off

(m

3

/detik)

A

= luas

catchment area

(m

2

)

TRO

= debit limpasan sungai (mm)

t

= waktu(detik)

2.2.7

Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi dapat diketahui dengan menghitung kebutuhan air

tanaman.Hasil perhitungan irigasi digunakan untuk menganalisis air, yaitu

membandingkan debit air yang ada disungai dengan kebutuhan air irigasi. Persamaan

(34)

18

64

,

8

1

)

Re

(

ETc

ff

x

NFR

(2-42)

dengan NFR = kebutuhan air irigasi (mm/hari),

ET

C

= kebutuhan air untuk tanaman (mm/hari),

Reff

= curah hujan efektif (mm/hari),

8,64

= faktor konversi dari mm/hari ke ltr/dt/ha.

2.2.8

Kebutuhan Air Tanaman

Perhitungan kebutuhan air tanaman diperlukan untuk mengetahui besarnya

kebutuhan air irigasi. Hasil perhitungan irigasi digunakan untuk menganalisis air, yaitu

membandingkan debit air yang ada di sungai dengan kebutuhan air irigasi. Besarnya

kebutuhan air untuk tanaman dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu:

1.

Penyiapan Lahan

Untuk perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan digunakan

metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Ziljstra (1986).Metode tersebut

didasarkan pada laju air konstan dalam liter/detik selama periode penyiapan lahan.

Adapun persamaannya adalah sebagai berikut (Anonim, 1986):

1

.

k k

e

e

M

IR

(2-43)

P

E

M

o

(2-44)

S

MT

k

(2-45)

E

o

1,1 x

ETo

(2-46)

dengan IR

= kebutuhan air irigasi (mm/hari),

M

= kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporosi

dan perkolasi disawah yang sudah dijenuhkan (mm/hari),

E

o

= evaporasi air terbuka selama penyiapan lahan (mm/hari),

P

= perkolasi,

K

= koefisien tanaman,

T

= jangka waktu penyiapan lahan (hari),

S = kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50

(35)

19

e

= bilangan natural (2,7182881820).

ET

o

= Evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari).

2.

Penggunaan Konsumtif (Consumtive Use )

Penggunaan konsumtif untuk tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan

menggantikan air yang hilang akibat evapotranspirasi. Penggunaan konsumtif dapat

dihitung dengan persamaan (Anonim, 1986) :

ET

c

= K

c

x ET

o

(2-47)

dengan ET

c

= evapotranspirasi tanaman (mm/hari),

K

c

= Koefisien tanaman,

ET

o

= Evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari).

Besarnya koefisien tanaman setiap jenis tanaman yang berbeda-beda yang

besarnya berubah setiap priode pertumbuhan. Lebih rinci hasil kofisien tanaman (kc)

untuk masing-masing jenis tanaman, dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut ini :

Tabel 2.4 Koefisien tanaman

Bulan

Padi

Palawija

Varietas

Biasa

Varietas

Unggul

Kedelai

Jagung

0,5

1,10

1,10

0,50

0,50

1

1,10

1,10

0,75

0,59

1,5

1,10

1,05

1,00

0,96

2

1,10

1,05

1,00

1,05

2,5

1,10

0,95

0,82

1,02

3

0,05

0,00

0,45

0,95

3,5

0,95

4

0,00

Sumber :Anonim, 1986

3.

Infiltrasi dan Perkolasi

Infiltrasi merupakan proses masuknya air dari permukaan tanah ke dalam

tanah (daerah tidak jenuh), sedangkan perkolasi adalah masuknya air dari daerah tidak

(36)

20

Harga ketetapan untuk perkolasi yang besarnya sangat bergantung pada tekstur dan

kemiringan tanah, biasanya diambil 1-3 mm/hari. Untuk tujuan perencanaan, tingkat

perkolasi standar 2,0 mm/hari, dipakai untuk mengestimasi kebutuhan air pada daerah

produksi padi (Anonim, 1986).

4.

Efisiensi Irigasi

Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi :

a. Kehilangan ditingkat tersier, meliputi kehilangan air di saluran sekunder,

b. Kehilangan ditingkat sekunder, meliputi kehilangan air ditingkat sekunder,

c. Kehilangan ditingkat primer, meliputi kehilangan air ditingkat primer.

Besarnya efisiensi irigasi dapat ditentukan pada Tabel 2.5 sebagai berikut :

Tabel 2.5Angka efisiensi

Lokasi

Efisiensi irigasi (%)

Tingkat tersier

80

Tingkat sekunder

90

Tingkat primer

90

Total

65

Sumber : Anonim,1986

Mengacu pada Direktorat Jenderal Pengairan (1986) maka efisiensi

irigasisecara keseluruhan diambil 90% dan tingkat tersier 80%. Angka efisiensi

irigasikeseluruhan tersebut dihitung dengan cara mengkonversi efisiensi di

masing-masingtingkat yaitu 0,9 x 0,9 x 0,8 = 0,648

65 %.

5. Curah Hujan Efektif

Curah hujan efektif adalah curah hujan yang jatuh pada suatu daerah dan dapat

dipergunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Curah hujan efektif untuk tanaman

padi dan palawija dihitung dengan rumus :

%

100

1

x

n

m

P

(2-48)

dengan

P = Peluang curah hujan yang terjadi (%),

m = Nomor urut (ranking),

(37)

21

Untuk perhitungan curah hujan dengan probabilitas (P) 80% dan 50% adalah

sebagai berikut :

a.

Untuk tanaman padi:

80% =

𝑚

𝑛+1

x100%

(2-49)

b.

Untuk tanaman palawija:

50% =

𝑚

𝑛+1

x100%

(2-50)

Berdasarkan peluang kejadian dihitung curah hujan efektif setengah bulanan

dengan rumus sebagai berikut (Anonim, 1986):

a.

Untuk tanaman padi

Re = 0.7 x

𝑅

80

15

(2-51)

b.

Untuk tanaman palawija

Re = 0.7 x

𝑅

50

15

(2-52)

Besarnya curah hujan efektif untuk tanaman padi diambil sebesar 80% dari

curah hujan rencana yaitu curah hujan yang probabilitasnya terpenuhi 80% (

𝑅

80

),

sedangkan untuk tanaman palawija diambil 50% (

𝑅

50

).

2.2.9

Kebutuhan Air di Sawah

Perhitungankebutuhanair di sawah didasarkan pada prinsip kesetimbangan air

dapat dinyatakan sebagai berikut:

a. Untuk tanaman padi:

NFR=ETc+P

Reff

(2-56)

b. Untuktanamanpalawija:

NFR=ENTc

Reff

(2-57)

dengan

NFR =kebutuhanairdisawah(mm/hari),

ETc =kebutuhanairuntuktanaman(mm/hari),

P

=perkolasi(mm/hari),

Reff

=hujanefektif(mm/hari),

2.2.10 Sistem Pola Tanam

Penyusunan pola tanam didasarkan pada jenis tanaman, umur tanaman,

(38)

22

sebelumnya dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat di sekitar daerah irigasi

tersebut. Ada beberapa pola tanam yang berlaku di Indonesia, masing-masing pola

tanam biasanya sangat tergantung pada iklim, kondisi tanah serta kebiasaan petani

setempat.Secara umum pola tanam yang dipakai di Indonesia sebagai berikut:

1.

Padi-Padi

Pola tanam padi-padi cocok dipakai pada daerah irigasi dimana tanaman palawija

belum memikat petani atau petani cenderung menanam padi varietas lokal yang

umumnya lebih dari 140 hari.

2.

Padi-Padi-Palawija

Pola tanam padi-padi-palawija memungkinkan untuk diterapkan pada daerah irigasi

dengan debit sungai di musim kemarau cukup besar. Untuk melaksanakan pola

tanaman ini harus menyediakan air cukup di musim kemarau, yaitu untuk tanaman

padi kedua di musim kamarau.

3.

Padi-Palawija-Palawija

Pola tanam padi-palawija-palawija cocok untuk daerah irigasi dengan keadaan debit

sungai yang kecil di musim kemarau, sehingga petani sangat intensif untuk

mengelola tanah.

2.2.11Optimasi

Perencanaan sumber daya air dapat diselesaikan dengan teknik optimasi dan

simulasi.Teknik optimasi adalah proses sistematika yang tak terlepas dari alogaritma

optimasi untuk mendapatkan hasil yang terbaik tanpa mempertimbangkan semua

kemungkinan yang ada.

Permasalahan dalam pengelolaan sumber daya air pada dasarnya berkaitan erat

dengan usaha untuk memperoleh hasil dan manfaat yang optimum.Untuk mencapai

hasil tersebut salah satu cara dapat dilakukan dengan teknik optimasi (Legono dkk,

1998).

Optimasi dilakukan dengan memformulasikan permasalahan yang ada

menjadi persamaan matematik.Dalam teknik optimasi, terdapat fungsi tujuan (

objective

function

) dan kendala (

constraint

) yang diekspresikan dalam persamaan matematik

sebagai fungsi variable keputusan (

decision variables

).

Pengertian program linier adalah mencakup perencanaan kegiatan- kegiatan

(39)

23

tercapainya sasaran tertentu yang paling baik sesuai model matematis, diantaranya

alternatif-alternatif model matematis yang mungkin dengan menggunakan fungsi

linier.Model pemrograman linier adalah sebuah model matematik yang mempunyai

bentuk standar sebagai berikut:

a.

Fungsi Tujuan

Memaksimumkan Z =

𝐶

1

𝑋

1

+

𝐶

2

𝑋

2

+ . . . +

𝐶

𝑛

𝑋

𝑛

(2.55)

b.

Fungsi Kendala

𝑎

11

𝑋

1

+

𝑎

12

𝑋

2

+ . . . +

𝑎

1𝑛

𝑋

𝑛

≤ atau ≥

𝑏

1

𝑎

21

𝑋

1

+

𝑎

22

𝑋

2

+ . . . +

𝑎

2𝑛

𝑋

𝑛

≤ atau ≥

𝑏

2

𝑎

31

𝑋

1

+

𝑎

32

𝑋

2

+ . . . +

𝑎

3𝑛

𝑋

𝑛

≤ atau ≥

𝑏

3

𝑎

𝑚1

𝑋

1

+

𝑎

𝑚2

𝑋

2

+ . . . +

𝑎

𝑚𝑛

𝑋

𝑛

≤ atau ≥

𝑏

𝑚

(2.56)

𝑋

1

,

𝑋

2

. . .

𝑋

𝑛

≥ 0

dengan :

Z

=

fungsi tujuan

Cj

=

parameter nilai tujuan (j= 1, 2, ..., n)

Xj

=

perubahan putusan (j= 1, 2, ..., n)

a

ij

=

parameter kendala (koefisien kendala)

b

i

=

batasan sumber daya ke-i (i= 1, 2, ..., m).

Terdapat beberapa

software

yang terkait dengan pengolahan perhitungan

permasalahan optimasi diantaranya adalah Lindo,Lingo dan

Exel Solver

.

Exel Solver

dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah program linier yang kompleks.

Kelebihan

Exel Solver

dibandingkan yang lainnya adalah karena software ini dapat

di

insatal

dari

Microsoft Exel

yang pada umumnya sudah dimiliki oleh setiap komputer

dan kemampuan untuk melakukan perhitungan yang rumit namun penerapannya cukup

sederhana sehingga mudah untuk mempelajari apalagi kalau sudah dapat menggunakan

(40)

Gambar

Tabel 2.1 Nilai kritis yang diijinkan untuk metode RAPS
Gambar 2.1Struktur model Mock
Tabel 2.4 Koefisien tanaman
Tabel 4.1 Uji konsistensi data Stasiun Hujan Rembitan dengan metode RAPS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan air tanah suatu daerah dapat dipengaruhi oleh banyaknya curah hujan, kondisi penutup lahan (land cover), bentuk lahan, kondisi batuan, dan aktivitas

Dalam analisis debit banjir rencana, sangat diperlukan data hujan untuk menentukan hujan rencana pada daerah aliran sungai.. Metode yang digunakan adalah metode

Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan yang jatuh selama musim tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi air bagi tanaman dari stasiun pengamatan. di

Curah hujan yang diperlukan untuk mengetahuai profil muka air sungai dan rancangan suatu drainase adalah cu rha hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah

Data curah hujan yang dipakai untuk perhitungan debit banjir adalah hujan yang terjadi pada daerah aliran sungai pada waktu yang samab. Curah hujan yang diperlukan untuk

Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh ke bumi per satuan luas permukaan pada suatu jangka waktu tertentu. Besar kecilnya curah hujan dapat dinyatakan

Fungsi hidrologi daerah aliran sungai (DAS) adalah peranan daerah tersebut dalam merespons curah hujan yang jatuh yang kemudian mengalir menjadi air permukaan. Suatu DAS

Curah hujan yang dipergunakan untuk penyusupan suatu rancangan pemanfaatan air dan pengendalian banjir adalah curah hujan harian maksimum yang terjadi pada daerah yang akan di