• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA PROVINSI-PROVINSI DI PULAU SUMATERA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA PROVINSI-PROVINSI DI PULAU SUMATERA SKRIPSI"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA PROVINSI-PROVINSI DI PULAU SUMATERA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Menyelesaikan Program Studi Strata 1

Disusun Oleh :

CHINDY KADORA ARSYLIA C1A018004

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS JAMBI

2023

(2)

iv ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis 1). perkembangan produk domestik regional bruto (PDRB), upah minimum provinsi (UMP), inflasi, indeks pembangunan manusia (IPM), dan penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera; 2). Pengaruh produk domestik regional bruto (PDRB), upah minimum provvinsi (UMP, inflasi, indeks pembangunan manusia (IPM), terhadap penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera.

Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan kuantitatif. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis regresi data panel, yaitu data tahun 2016-2020 dan 10 provinsi di Pulau Sumatera. Hasil model terbaik adalah Fixed Effect Model (FEM). Hasil penelitian ini menunjukkan 1). Rata-rata perkembangan PDRB sebesar 2,09%, 2) rata-rata perkembangan UMP sebesar 8,61%. 3) rata-rata perkembangan inflasi sebesar -18,46%. 4) rata-rata perkembangan IPM sebesar 0,74%. 5) rata-rata perkembangan penyerapan tenaga kerja sebesar -0,25%. Secara simultan, PDRB, UMP, infasi, dan IPM berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.

Secara parsial, PDRB berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, UMP berpengaruh negatif dan signifikan, inflasi berpengaruh positif dan signifikan, dan IPM berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.

Kata Kunci : PDRB, UMP, inflasi, IPM

(3)

v ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze 1). developments in gross regional domestic product (GRDP), provincial minimum wage (PMW), inflation, human development index (IPM), and employment on the island of Sumatra; 2). The influence of gross regional domestic product (GDP), provincial minimum wage (UMP, inflation, human development index (IPM), on employment absorption on the island of Sumatra.The analytical method used is descriptive and quantitative analysis. The analysis tool used is panel data regression analysis, namely data for 2016-2020 and 10 provinces on the island of Sumatra. The best model result is the Fixed Effect Model (FEM). The results of this study indicate 1). The average GRDP development is 2.09%, 2) the average PMW development is 8.61%. 3) average inflation growth of -18.46%. 4) the average HDI development is 0.74%. 5) the average development of labor absorption is -0.25%. Simultaneously, GRDP, PMW, inflation, and HDI have a significant effect on employment. Partially, GRDP has a negative and not significant effect on employment, PMW has a negative and significant effect, inflation has a positive and significant effect, and HDI has a positive and significant effect on employment absorption.

Keywords: GRDP, UMP, Inflation, HDI.

(4)

vi KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan limpahan berkah, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Anlisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera” Penulis skripsi ini banyak mendapat bimbingan, saran dan masukan, nasehat, serta motivasi dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati dan diiringi doa yang tulus, penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Untuk itu melalui kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada yang terhormat :

1. Kedua orang tuaku tercinta, yaitu Ayahanda Agustam Bastari dan Ibunda Halimah, Adik-adik penulis yaitu Reyfalzi Alamzah, Rayen Suntana, Maura Aurelia, dan seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan motivasi dan kasih sayangnya.

2. Bapak Prof. Drs. H. Sutrisno, M.Sc.,Ph.D selaku Rektor Universitas Jambi.

3. Bapak Dr. H. Junaidi, S.E, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi dan Sebagai pembimbing skripsi I yang telah memberikan banyak bimbingan, arahan serta motivasi sebagai pembimbing skripsi.

4. Bapak Dr. Drs. H. Zulgani, M.P selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Pembangunan Universitas Jambi

5. Ibu Dr. Etik Umiyati, S.E, M.Si selaku ketua program studi Ekonomi Pembangunan Universitas Jambi

(5)

vii 6. Ibu Dra. Hj. Hardiani, S.E, M.SI sebagai pembimbing skripsi II yang telah

banyak memberikan bimbingan, arahan,dan motivasi nya.

7. Bapak Drs. Adi Bakti, M.Si. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak membantu memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi, selama penulis menjalankan studi di Program Studi Ekonomi Pembangunan.

8. Bapak dan ibu dosen di program studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi yang telah memberikan ilmunya dan mendidik penulis selama mengikuti perkuliahan.

9. Sahabat-sahabat seperjuanganku Iin, Dwi, Riska, Elly, Perni, Niken, Nur Hajjah, Marliza, dan Nelsa yang telah memberi semangat kepadaku

10. Pihak-pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, baik dalam penyajian maupun penulisan isinya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun dan mengarah pada peningkatan mutu penulis.

Jambi, Januari 2022 Penulis

Chindy Kadora Arsylia

(6)

viii DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 13

1.3 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Manfaat Penelitian ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1 Landasan Teori ... 15

2.1.1 Konsep Ketenagakerjaan ... 15

2.1.2 Teori Permintaan Tenaga Kerja ... 18

2.1.3 Kesempatan Kerja ... 20

(7)

ix

2.1.4 Penyerapan Tenaga Kerja ... 21

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja ... 23

2.2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 23

2.2.2 Upah Minimum Provinsi (UMP) ... 29

2.2.3 Inflasi ... 33

2.2.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)... 39

2.3 Penelitian Terdahulu ... 44

2.4 Kerangka Pemikiran ... 49

2.5 Hipotesis ... 51

BAB III METODE PENELITIAN ... 52

3.1 Jenis dan Sumber Data ... 52

3.1.1 Jenis Data ... 52

3.1.2 Sumber Data ... 52

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 53

3.3 Metode Analisis Data ... 53

3.3.1 Analisis Deskriptif ... 53

3.3.2 Analisis Kuantitatif ... 54

3.4 Alat Analisis Data ... 54

3.5 Estimasi Model Data Panel ... 56

3.6 Pemilihan Model Data Panel ... 58

3.7 Pengujian Hipotesis ... 59

3.7.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 59

(8)

x

3.7.2 Uji Signifikansi Parsial (Uji t) ... 60

3.7.3 Koefisien Determinasi (Adjusted ) ... 60

3.8 Operasional Variabel ... 61

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 63

4.1 Gambaran Geografis di Pulau Sumatera ... 63

4.2 Keadaan Kependudukan di Pulau Sumatera ... 66

4.3 Kondisi Perekonomian di Pulau Sumatera ... 70

4.4 Kondisi Ketenagakerjaa di Pulau Sumatera ... 75

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63

5.1 Analisis Perkembagan PDRB, UMP, Inflasi, IPM dan Penyerapan Tenaga Kerja Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera ... 79

5.1.1 Perkembangan PDRB ... 79

5.1.2 Perkembangan UMP ... 82

5.1.3 Perkembangan Inflasi ... 84

5.1.4 Perkembangan IPM ... 86

5.1.5 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja ... 88

5.2 Pengaruh PDRB, UMP, Inflasi, IPM dan Penyerapan Tenaga Kerja Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera ... 90

5.2.1 Estimasi Model Data Panel ... 90

5.2.2 Analisis Model Regresi Data Panel ... 96

5.2.3 Hasil Regresi Data Panel ... 100

(9)

xi

5.2.4 Pengujian Hipotesis ... 106

5.2.5 Koefisien Determinasi ) ... 109

5.2.6 Pembahasan ... 110

5.3 Implikasi Kebijakan ... 115

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 118

6.1 Kesimpulan ... 118

6.2 Saran ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 120

(10)

xii DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Data kondisi Ketenagakerjaan di Pulau Sumatera tahun 2016-2020 ... 4

Tabel 4.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2016-2020 ... 66

Tabel 4.3 Perkembangan PDRB Seri 2010 ADHK di Pulau Sumatera Menurut Lapangan Usaha Tahun 2016-2020 (Miliar Rupiah) ... 72

Tabel 4.4 Perkembangan Ketenagakerjaan di Provinsi-provinsi Pulau Sumatera Tahun 2016-2020 (Jiwa) ... 75

Tabel 5.1 Perkembangan PDRB Perkapita Provinsi-provinsi Pulau Sumatera Tahun 2016-2020 ... 80

Tabel 5.2 Perkembangan UMP Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2016-2020 ... 82

Tabel 5.3 Perkembangan Inflasi Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2016-2020 ... 84

Tabel 5.4 Perkembangan IPM Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2016- 2020 ... 86

Tabel 5.5 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2016-2020 ... 88

Tabel 5.6 Hasil Estimasi Regresi dengan Common Effect Model (CEM)... 90

Tabel 5.7 Hasil Estimasi Regresi dengan Fixed Effect Model (FEM) ... 92

Tabel 5.8 Hasil Estimasi Regresi dengan Random Effect Model (REM) ... 94

(11)

xiii

Tabel 5.9 Hasil Uji Chow/Likelihood Ratio Test ... 96

Tabel 5.10 Hasil Uji Hausman ... 98

Tabel 5.11 Hasil Uji Lagrange Multiplier (LM) ... 99

Tabel 5.12 Hasil Regresi Data Panel dengan Model Terbaik Fixed Effect Model (FEM) ... 101

Tabel 5.13 Nilai Konstanta Akhir Provinsi-provisi di Pulau Sumatera ... 103

Tabel 5.14 Nilai Konstanta Akhir Provinsi-provisi di Pulau Sumatera ... 105

Tabel 5.15 Hasil Uji F-Statistik ... 106

Tabel 5.16 Hasil Regresi Uji t-Statistik ... 106

Tabel 5.17 Koefisien Determinasi – Goodness of Fit ... 109

(12)

xiv DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Fungsi Permintaan Terhadap Tenaga Kerja ... 19

Gambar 2.2 Kurva Philips ... 35

Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran ... 51

Gambar 2.1 Pulau Sumatera ... 63

(13)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.1 Data Asli Penelitian ... 125

Lampiran 2.1 Perkembangan PDRB Perkapita Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2016-2020 ... 126

Lampiran 2.2 Perkembangan UMP Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2016-2020 ... 127

Lampiran 2.3 Perkembangan Inflasi Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2016-2020 ... 128

Lampiran 2.4 Perkembangan IPM Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2016-2020 ... 129

Lampiran 2.5 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2016-2020 ... 130

Lampiran 3.1 Common Effect Model (CEM) ... 131

Lampiran 3.2 Fixed Effect Model (FEM) ... 132

Lampiran 3.3 Random Effect Model (REM) ... 133

Lampiran 4.1 Hasil Uji Chow ... 134

Lampiran 4.2 Hasil Uji Hausman ... 135

Lampiran 4.3 Hasil Uji Lagrange Multiplier (LM) ... 136

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gambaran proses yang berkelanjutan dengan memperhatikan pertumbuhan penduduk juga sistem perekonomian dalam meningkatkan pendapatan nasional disebut dengan pembangunan ekonomi. Dalam hal melihat terjadinya peningkatan pendapatan nasional maka bisa diperoleh dengan mengetahui adanya di suatu wilayah dalam negara yang menghasilkan banyaknya kenaikan output total. Output total yang meningkat didasarkan dari banyaknya sumber daya alam yang bervariasi. Kayanya sumber daya alam dimanfaatkan oleh sumber daya manusia. Kemudian diseimbangkan dengan kuantitas angkatan kerja serta kegiatan sarana dan prasarana produksi yang mendukung. Dalam rangka meningkatkan produksi produk dan jasa yang lebih baik tanpa meningkatkan biaya produksi, maka perlu menjaga keseimbangan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. Hal ini berdampak pada peningkatan efisiensi produksi.

Yuliathinerda, (2019)

Faktor tenaga kerja tidak dapat terpisahkan dari pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena yang merupakan komponen pada sumber daya manusia.

Dalam tujuan untuk mengembangkan sektor ekonomi serta meningkatkan total produksi oleh pembangunan ekonomi. Maka, hal tersebutlah sebagai maksud bahwa sumber daya manusia memiliki keterikan selama dalam proses periode pembangunan ekonomi. Berdasarkan karena hal tersebutlah sehingga pemerintah

(15)

2 memilih kebijakan pada ketenagakerjaan sebagai elemen kunci utama dasar dalam pemerintah mengambil kebijakan untuk menjamin keberhasilan pembangunan ekonomi dengan menyediakan lapangan pekerjaan. Jika jumlah angkatan kerja terserap dengan banyak mengikuti seiring dengan pertambahan penduduk, ini menunjukkan perkembangan ekonomi yang baik ketika pertumbuhan penduduk diimbangi oleh adanya penyerapan tenaga kerja.

Penyerapan tenaga kerja merupakan banyaknya lapangan pekerjaan yang sudah terisi yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja yang terserap dan tersebar diberbagai sektor perekonomian. Terserapnya penduduk bekerja disebabkan adanya permintaan tenaga kerja. Oleh karena itu, penyerapan tenaga kerja dapat dikatakan sebagai permintaan tenaga kerja. Namun hal ini bisa menimbulkan masalah apabila penawaran tenaga kerja peningkatannya melampaui dari tersedianya permintaan tenaga kerja maka akan menimbulkan masalah dalam bidang ketenagakerjaan. Widiastuti, (2014)

Masalah ketenagakerjaan dapat menjadi suatu kendala dalam pembangunan ekonomi disuatu negara. Di Indonesia salah satunya sebagai negara berkembang tidak terlepas dari masalah-masalah yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Masalah ketenagakerjaan yang dihadapi oleh Indonesia adalah pesatnya peningkatan jumlah angkatan kerja. BPS mencatat jumlah penduduk indonesia tahun 2016-2020 rata-rata mencapai 264.545 jiwa, dimana BPS menerangkan pada tahun 2016 jumlah penduduk Indonesia sebesar 258.705 jiwa, lalu di tahun 2017 penduduk meningkat menjadi 261.891 jiwa (naik 1,23%), kejadian yang sama di tahun 2018 penduduk meningkat kembali yakni sebesar

(16)

3 265.015 jiwa (naik 1,19%), tahun 2019 penduduk terus meningkat hingga tahun 2020, yaitu di tahun 2019 sebesar 266.912 jiwa (naik 0,17%) dan di tahun 2020 sebesar 270.204 jiwa (naik 1,23%). Angkatan kerja menjadi bagian diantaranya.

Angkatan kerja di Indonesia terus mengalami perkembangan tiap tahunnya, dari data BPS jumlah angkatan kerja tahun 2016 menunjukkan sebesar 125.443.748.00 jiwa, kemudian meningkat pada tahun 2017 sebesar 128.062.746.00 jiwa (naik sebesar 2,08 %), peningkatan kembali terjadi lagi ditahun 2018 yakni sebesar 133.355.571.00 jiwa (naik sebesar 4,13%), begitu juga di tahun 2019 terjadi peningkatan sebesar 135.859.695.00 jiwa (naik sebesar 1,87%), hingga tahun 2020 juga meningkat menjadi 138.221.938.00 jiwa (naik sebesar 1,73%).

Peningkatan angkatan kerja menunjukkan penawaran tenaga kerja didalam pasar bertambah. Namun penawaran tenaga kerja yang bertambah tidak selalu diiringi dengan permintaan tenaga kerja yang mampu menyerap angkatan kerja.

Hal tersebut ditunjukkan dengan masih tingginya angka pengangguran di Indonesia. Berdasarkan data BPS memperlihatkan bahwa pada tahun 2016 sebesar 7.031.775.00 jiwa, lalu meningkat di tahun 2017 sebesar 7.040.323.00 jiwa (naik 0,12%), kemudian di tahun 2018 meningkat lagi yakni sebesar 7.073.385.00 jiwa (naik 0,46%), kemudian angka pengangguran terus meningkat ditahun 2019 hingga 2020, yaitu tahun 2019 sebesar 7.104.424.00 jiwa (naik 0,43%) dan penganguran tertinggi terjadi ditahun 2020 yaitu sebesar 9.767.754.00 jiwa (naik 37,48%). Hal ini didukung oleh Pangastuti, (2017) yang mengatakan bahwa apabila penawaran tenaga kerja lebih tinggi dari pada permintaan tenaga kerja, maka dapat menimbulkan permasalahan ketenagakerjaan yaitu pengangguran.

(17)

4

2016 2017 2018 2019 2020

Penduduk Usia Kerja 39.426.578 40.153.905 40.856.783 41.589.068 43.272.091 Angkatan Kerja 26.709.794 27.036.466 28.628.334 28.787.596 29.476.031 Penduduk Bekerja 25.258.225 25.629.600 27.166.672 27.337.764 27.665.526

Pengangguran Terbuka(%) 5,43 5,20 5,11 5,03 6,14

Jenis Kegiatan Tahun

Pengangguran merupakan suatu permasalahan yang begitu kompleks karena banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya yang saling berinteraksi.

Pengangguran yang terus menerus akan menimbulkan keresahan sosial dan dapat menyebabkan kemiskinan. Karena tingkat pengangguran merupakan indikator tingkat kemakmuran setelah pembangunan ekonomi. Oleh sebab itu pesatnya laju pertumbuhan angkatan kerja mesti diseimbangi dengan penyerapan tenaga kerja.

Maka pemerintah negara mesti menyediakan lapangan pekerjaan yang mampu menyerapan angkatan kerja yang tinggi tersebut. Mohammad Ilham, (2018)

Keadaan pasar tenaga kerja di Indonesia juga hampir sama terjadi di Pulau Sumatera, meskipun dengan proporsi yang berbeda. Berikut adalah data kondisi ketenagakerjaan di Pulau Sumatera Tahun 2016-2020.

Tabel 1.1 Data Kondisi Ketenagakerjaan di Pulau Sumatera Tahun 2016-2020 (Juta Jiwa).

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2021

Dari tabel 1.1 tersebut memperlihatkan kondisi ketenagakerjaan pada Pulau Sumatera menunjukkan bahwa penduduk usia kerja di pulau sumatera tahun 2016-2020 mengalami peningkatan ditiap tahunnya. Begitu pun juga dengan angkatan kerja, dari data tersebut memperlihatkan adanya peningkatan disetiap tahun 2016-2020. Serta penduduk bekerja juga terus terjadinya kenaikan di selama tahun 2016-2020. Namun dari pernyataan tersebut penduduk bekerja jumlahnya nya lebih kecil dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja, maka dari

(18)

5 hal ini dapat menyebabkan terjadinya pengangguran. Tingkat pengangguran terbuka di Pulau Sumatera ditahun 2016-2019 cenderung mengalami penurunan, tapi ditahun 2020 mengalami peningkatan yaitu sebesar 6,14 persen. Penurunan tingkat pengangguran terbuka ini belum bisa dikatakan sebagai kondisi ketenagakerjaan di Sumatera yang membaik. Pengangguran masyarakat tampaknya rendah dikarenakan seseorang akan terus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Permasalahannya adalah dengan orang-orang terkesan bekerja yang menjalankan pekerjaan yang dibawah jam kerja 35 jam per minggu, padahal mereka melakukannya dengan produktivitas yang rendah, medapatkan upah yang rendah, dan adapun juga dengan pekerjaan yang tidak sesuai dengan bidang atau keahlian mereka, maka hal itu dikatakan setengah menganggur.

Berdasarkan data BPS yang menunjukkan bahwa tingkat setengah pengangguran di Pulau Sumatera dalam kurun waktu 2016-2020 cenderung mengalami peningkatan, kecuali tahun 2018 yang menurun, dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat setengah pengangguran tahun 2016 sebesar 9,14%, tahun 2017 mengalami kenaikkan sebesar 9,28%, tahun 2018 sebesar 8,11% lalu meningkat kembali di tahun 2019 sebesar 8,34% hingga tahun 2020 tingkat setengah pengangguran meningkat menjadi sebesar 11,68%. Persentase data tersebut menujukkan bahwa tingkat setengah pengangguran di Pulau Sumatera rata-rata mencapai 9,31 persen selama tahun 2016-2020. Jika dibandingkan dengan tiga Pulau jumlah penduduk tertinggi di Indonesia, Pulau Jawa memiliki tingkat pengangguran tertinggi pertama sebesar 6,33 persen, Pulau Sumatera berada di peringkat kedua sebesar 5,32 persen, dan Pulau Sulawesi berada

(19)

6 diurutan ke tiga sebesar 4,30 persen. Dan apabila dibandingkan sama semua pulau di Indonesia, Pulau Sumatera menduduki peringkat ke tiga tingkat pengangguran terbuka tertinggi.

Namun jika dilihat berdasarkan tingkat setengah pengangguran, Pulau Sumatera mendapat peringkat pertama tertinggi sebesar 9,31 persen, sedangkan Pulau Jawa berada diurutan ketiga sebesar 5,69 persen, dan Pulau Sulawesi diurutan ke kedua sebesar 9,22 persen, Hal ini menunjukkan bahwa Jawa dan Sulawesi memiliki tingkat setengah pengangguran yang lebih baik daripada Sumatera. Mengingat tingkat setengah pengangguran dan pengangguran terbuka di Pulau Sumatera pada 2016-2020, tingkat setengah pengangguran lebih tinggi dari tingkat pengangguran terbuka yang hanya 5,32%. Artinya, masalah pengangguran di Sumatera bukan hanya pengangguran terbuka, tetapi juga masalah setengah pengangguran. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa di Pulau Sumatera tingkat kesejahteraan dan taraf hidup masyarakatnya Sumatera masih tergolong ke dalam tingkat yang rendah. Maka berdasarkan hal tersebutlah untuk dapat mengatasinya perlu adanya langkah-langkah yang berkaitan dengan ketenagakerjaan yang bertujuan dalam mengatasi hal tersebut.

Dari permasalahan tersebut adapun upaya kebijakan yang pemerintah lakukan guna mengatasi permasalahan ketenagakerjaan tersebut. Menurut Ziyadaturrofiqoh, dkk (2018) Secara makro, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja seperti PDRB, UMP, pengeluaran pemerintah, inflasi, IPM dan investasi. Sari, (2019) Sedangkan menurut Handoko dalam Rahmadani, dkk (2021) penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh dua

(20)

7 faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal, Secara eksternal dipengaruhi oleh tingkat PDRB, tingkat Inflasi, Pengangguran, dan tingkat bunga dan secara internal dipengaruhi oleh tingkat upah, produktivitas tenaga kerja, kepuasan kerja dan modal. Tapi, penelitian ini hanya menganalisis 4 faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja yaitu PDRB, UMP, Inflasi dan IPM.

Menurut teori yang dikemukakan Keynes dalam Moch Yefri Firmansah, (2019) bahwa untuk mengurangi pengangguran tenaga kerja di suatu wilayah diperlukan peningkatan pengeluaran agregat (output) melalui pertumbuhan PDRB di wilayah tersebut. PDRB dapat mempengaruhi jumlah tenaga kerja apabila nilai PDRB mengalami peningkatan, peningkatan penjualan produk barang dan jasa yang di hasilkan dari semua wilayah disetiap unit ekonomi. Semakin besar output atau penjualan yang dilakukan perusahaan maka akan mendorong perusahaan untuk menambah permintaan tenaga kerja agar produksinya dapat ditingkatkan untuk mengejar peningkatan penjualan yang terjadi. Feriyanto, (2014)

Hal ini berarti bahwa seiring dengan terjadinya peningkatan pertumbuhan PDRB, penyerapan tenaga kerja juga meningkat dan sebaliknya. Pernyataan tersebut diperkuat oleh temuan Indradeva dan Natha (2015) bahwa besaran PDRB merupakan faktor penting yang secara positif mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat.

Berdasarkan data BPS (2021a) tahun 2016-2020 , perkembangan PDRB di Pulau Sumatera di tahun 2016-2019 memperlihatkan adanya kenaikkan dan mengalami satu kali perlambatan perkembangan yaitu di tahun 2020. Namun dari total PDRB di Pulau Sumatera mengalami peningkatan dari tahun 2016 hingga

(21)

8 tahun 2020, tetapi jika dilihat dari masing-masing provinsi di Pulau Sumatera rata-rata PDRB meningkat dari dari tahun 2016-2019 dan hanya di tahun 2020 rata-rata mengalami penurunan. Diketahui total PDRB tahun 2016 di Pulau Sumatera adalah senilai Rp38.591.985, kemudian PDRB di Pulau Sumatera pada tahun 2017 meningkat menjadi sebesar Rp39.353.638 (naik 1,97%), selanjutnya PDRB Pulau Sumatera meningkat lagi pada tahun 2018 yakni sebesar Rp40.367.654 (naik 2,58%), di tahun 2019 PDRB di Pulau Sumatera kembali meningkat lagi menjadi sebesar Rp41,528.111 (naik 2,87%) dan begitu juga pada tahun 2020 PDRB di Pulau Sumatera meningkat menjadi sebesar Rp41.921.203 , namun dengan perkembangan yang cukup lambat (naik 0,95%). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB pada tahun 2016 hingga 2019 meningkat, akan tetapi dapat diketahui bahwa pertumbuhan PDRB di Pulau Sumatera mengalami perlambatan, yang mana di tahun 2020 terjadi penurun PDRB.

Selain PDRB, UMP merupakan indikator dalam mengatasi permasalahan ketenagakerjaan dengan cara pemerintah melakukan pembenahan pada sistem pengupahan yang disesuaikan dengan penetapan pemerintah mengenai kebijakan upah minimum. Penerapan kebijakan tersebut menjadi solusi pemerintah dalam menaikkan upah bagi para pekerja jadi upah rata-rata pekerja bisa dinaikkan.

BPS, (2021b) UMP di Pulau Sumatera dari tahun 2016-2020 total UMP di Pulau Sumatera mengalami peningkatan disetiap tahunnya. Begitu juga dengan UMP di masing-masing provinsi yang ada di Pulau Sumatera tiap tahunnya selalu mengalami peningkatan, hanya saja perkembangan UMP di Pulau Sumatera

(22)

9 berfluktuatif dari tahun 2016 hingga tahun 2020. Pada periode tahun 2016 rata- rata UMP di Pulau Sumatera senilai Rp1.982.696. Kemudian di tahun 2017 UMP di Pulau Sumatera meningkat menjadi senilai Rp2.166.735 (naik 9,28%). Lalu peningkatan tersebut kembali meningkat lagi pada tahun 2018 yakni menjadi senilai Rp2.353.876 (naik 8,63%). Di tahun 2019 UMP di Pulau Sumatera meningkat lagi sebesar Rp2.556.005 (naik 8,58%), dan di tahun 2020 tetap meningkat, di tahun ini merupakan pertumbuhan UMP terbesar yang terjadi di Pulau Sumatera yaitu sebesar Rp2.759.142 (naik 7,94%).

Data tersebut menjelaskan bahwa UMP di Provinsi-provinsi Pulau Sumatera tiap tahunnya mengalami peningkatan. Meningkat nya upah tersebut diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi ditemukan didalam sebuah kasus, terjadinya dampak yang negatif yang mana apabila upah mengalami peningkatan terhadap penyerapan tenaga kerja, hal tersebut dibuktikan dari sebuah penelitian oleh Rahayu (2019) yang menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan upah dapat mengurangi penyerapan tenaga kerja, terutama di kalangan pekerja dengan produktivitas rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk setiap 1% kenaikan UMP, penyerapan tenaga kerja berkurang sebesar 0,144%. Penelitian ini serupa dengan pendapat Haryo Kuncoro (2001) dalam Dientje Rumerung, (2015) mengatakan bahwa kuantitas tenaga kerja yang diminta menurun sebagai akibat dari kenaikan upah yang merupakan reaksi pengusaha guna memperta-hankan keuntungan maksimum. Hal ini disebabkan apabila tingkat upah naik sedangkan harga input lain tetap, maka harga tenaga kerja relatif lebih mahal dari input lain. Hal tersebut mendorong pengusaha untuk

(23)

10 mengganti tenaga kerja yang relatif mahal dengan input-input lain yang harganya lebih murah.

Selain itu, Inflasi juga merupakan faktor yang dapat menyebabkan berpengaruhnya terhadap tingginya penyerapan tingginya. Berdasarkan data dari BPS, (2021c) perkembangan inflasi yang terjadi di setiap provinsi Pulau Sumatera selama periode tahun 2016-2020 inflasi menurun. Jika dilihat inflasi di Pulau Sumatera tahun 2016-2020 perkembangan menurun dengan rata-ratanya sebesar 2,92 persen. Dimana tahun 2016 sebesar 4,54 persen, kemudian tahun 2017 menurun sebesar 3,30 persen (turun 27,31%), tahun 2018 Inflasi menurun kembali sebesar 2,56 persen (turun 22,42%), dan tahun 2019 turun lagi sebesar 2,24 persen (turun 12,50%), dan tahun 2020 inflasi turun lagi sebesar 1,98 persen (turun 11,61%). Rata-rata perkembangan Inflasi di Pulau Sumatera adalah 2,92 persen. Inflasi ini tergolong ke dalam Inflasi ringan.

Menurut Nanga dalam Anamathofani, (2019) Apabila inflasi yang terjadi dalam perekonomian masih tergolong ringan perusahaaan seharusnya berusaha akan menambah jumlah output atau produksi karena inflasi yang ringan dapat mendorong semangat kerja produsen dari naiknya harga yang mana masih dapat dijangkau oleh produsen. Keinginan perusahaan untuk menambah output tentu juga dibarengi oleh pertambahan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja. Pada kondisi tersebut permintaan tenaga kerja akan meningkat, yang selanjutnya meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang ada dan pada akhirnya mendorong laju perekonomian melalui peningkatan pendapatan nasional.

Penelitian Prasetya dan Ida Nuraini (2016a) menemukan bahwa kenaikan

(24)

11 1% pada variabel inflasi mengakibatkan penurunan penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur. Artinya adalah apabila inflasi semakin tinggi tingkatnya maka peluang terserapnya tenaga kerja makin sedikit. Begitupun sebaliknya, Studi Haug dan King oleh I. Indradeva dan Natha (2015) menjelaskan bahwa inflasi sebesar di Amerika Serikat selama periode 1952-2010 mempunyai dampak yang positif pada jumlah pengangguran. Kesimpulannya, dari teori dan penelitian terdahulu menunjukkan bahwa inflasi berhubungan negatif dengan penyerapan tenaga kerja. Inflasi di Sumatera kurang dari 10% per tahun pada , sehingga inflasi ini dapat tergolong ringan. Akan tetapi ditemukan didalam sebuah kasus, terjadinya dampak yang positif yang mana apabila inflasi mengalami peningkatan terhadap penyerapan tenaga kerja, hal ini dibuktikan dari penelitian oleh Kumalasari, (2019) Inflasi naik 1% maka akan mengalami kenaikan sebesar 2216,815 jiwa pada Provinsi Jawa Tengah tahun 2014- 2017, begitu juga sebaliknya.

Indikator selanjutnya yang berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja adalah IPM. Berdasarkan data (BPS, 2021d) memperlihatkan bahwa IPM di Pulau Sumatera tahun 2016-2020 mengalami peningkatan . Yang mana pada tahun 2016 IPM di Pulau Sumatera sebesar 70,03 satuan, kemudian di tahun 2017 IPM Pulau Sumatera mengalami peningkatan yaitu sebesar 70,56 satuan (naik 0,76%), ditahun 2018 juga kembali meningkat sebesar 71,17 satuan (naik 0,86%), di tahun 2019 IPM mengalami peningkatan lagi sebesar 71,83 satuan ( naik 0,93%) dan pada tahun 2020 IPM tetap meningkat menjadi sebesar 72,12 satuan (naik 0,40%). Rata-rata IPM Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera tahun 2016 hingga

(25)

12 tahun 2020 adalah sebesar 71,14 satuan. IPM di Pulau Sumatera dalam periode penelitian ini tergolong ke dalam kategori tinggi.

Menurut Mulyadi dalam Shafira (2020), orang yang berpendidikan meningkatkan kualitas SDM bisa melakukan dengan cara mengasah keterampilan lalu mereka mengembangkannya dengan ide dan kekreatifan masing-masing yang dimiliki. Meningkatkan tingkat pendidikan mempengaruhi dan menumbuhkan tingkat berfikir, mengembangkan keterampilan, hal ini dimaksud sebagai peningkatan produktivitas diri yang tinggi. Apabila tenaga kerja sudah memiliki produktivitas tinggi maka ia mampu menciptakan barang produksi yang semakin melimpah. Ketika mendapatkan lebih banyak output, produksi meningkat, pendapatan meningkat, dan konsumsi juga meningkat. Teori ini didukung oleh penelitian Rahmadani dkk (2021), yang menyatakan bahwa kenaikan 1% dalam IPM meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Sehingga maksudnya apabila IPM semakin meningkat tinggi maka penyerapan tenaga kerja semakin banyak juga.

Begitupun juga sebaliknya.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah peneliti kemukakan tersebut, terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi yaitu : 1). Tidak seimbangnya peningkatan angkatan kerja dengan permintaan tenaga kerja, dimana peningkatan angkatan kerja lebih besar dari pada permintaan tenaga kerja. 2).

Tingkat pengangguran masih tinggi. 3). Persentase setengah pengangguran masih tinggi. 4). Pertumbuhan PDRB provinsi-provinsi di Pulau Sumatera mengalami perlambatan. 5). UMP mengalami peningkatan tiap tahunnya, kenaikan upah dapat meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, namun hal tersebut juga dapat

(26)

13 menurunkan penyerapan tenaga kerja. 6). Inflasi di Pulau Sumatera tergolong ke Inflasi yang rendah, Inflasi yang rendah dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja, ini artinya dapat menurunkan pengangguran. Tetapi tingkat pengangguran dan setengah pengangguran di Pulau Sumatera masih tinggi, yang mana tingkat pengangguran terbuka menempati peringkat ketiga dan peringkat kesatu untuk setengah pengangguran. 7). IPM meningkat setiap tahun, IPM tersebut tergolong kategori tinggi, IPM tinggi menggambarkan pembangunan kualitas hidup yang baik. Keadaan ini seharusnya menempatkan posisi tingkat pengangguran dan setengah pengagguran yang rendah, tetapi kenyataannya tidak.

Dengan demikian atas dasar apa yang telah peneliti paparkan, maka peneliti tertarik untuk meneliti penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera”.

1.2 Rumusan Masalah

Berikut adalah rumusan masalah penelitian yakni:

1) Bagaimana perkembangan PDRB, UMP, Inflasi, IPM dan penyerapan tenaga kerja yang terjadi di Pulau Sumatera tahun 2016-2020?

2) Bagaimana pengaruh PDRB, UMP, Inflasi dan IPM terhadap penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera tahun 2016-2020?

1.3 Tujuan Penelitian

Berikut adalah tujuan dari penelitian yakni :

1) Untuk megetahui dan menganalisis perkembangan PDRB, UMP, Inflasi, IPM dan Penyerapan Tenaga Kerja di Pulau Sumatera tahun 2016-2020

(27)

14 2) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh PDRB, UMP, Inflasi dan IPM terhadap penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera tahun 2016-2020

1.4 Manfaat Penelitian

Berikut adalah manfaat penelitian yakni : 1. Manfaat Akademis

Harapan dari peneliti agar hendaknya hasil penelitian yang dilakukan bisa berguna juga bermanfaat kepada pembaca sebagai sarana untuk mengetahui sumber informasi dalam menambah, memperluas dan mengembangkan ilmu pengetahuan tentang bidang sumber daya manusia khususnya mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera tahun 2016-2020.

2. Manfaat Praktis

Harapan dari penelitian dalam penelitian ini agar bisa untuk dijadikan sebagai sarana bagi pemerintah untuk berpartisipasi dalam pengembangan kebijakan dalam mengatasi masalah penyerapan tenaga kerja di Sumatera. Serta harapannya buat peneliti-peneliti berikutnya bisa dijadikan acuan di dalam penelitian mereka.

(28)

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Konsep Ketenagakerjaan

Pengertian sumber daya manusia terbagi menjadi dua yaitu Pertama selama dalam masa memproduksikan banyaknya barang dan jasa yang dihasilkan yang mana di dalam proses pembuatannya ada sebuah kontribusi yang seseorang bisa lakukan hal ini yang disebut sebagai bentuk dari usaha dan jasa seseorang.

Definisi kedua adalah orang-orang yang mau dan bersedia melakukan suatu pekerjaan untuk memberikan jasa atau usaha. Masyrakat yang melakukan permintaan barang dan jasa sebagai maksud untuk melengkapi kebutuhannya maka hal ini menjaditolak ukur kemampuan dalam melakukan pekerjaan untuk dapat menciptakan suatu barang dan jasa. Usia merupakan tolak ukur dalam melihat kemampuan seseorang. Atau dalam arti bahwa penduduk usia kerja bisa dikatakan mampu secara fisik. Penduduk produktif disebut angkatan kerja atau labor force. Kawet dkk (2019)

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No.13 tahun 2003 pasal 1 ayat 2 tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Mulyadi dalam Dwi, (2011) Dikatakan bahwa pekerja merupakan seseorang yang sudah memasuki umur (15-64) atau seseorang yang berpartisipasi apabila ada yang

(29)

16 meminta menjadi tenaga kerja dan mereka ingin melakukan pekerjaan tersebut serta merasa dirinya mampu dalam menghasilkan barang dan jasa.

Badan Pusat Statistik membagi tenaga kerja menjadi 3 diantaranya sebagai berikut ini :

1. Tenaga kerja penuh (Full employed)

Dimaksudkan bahwa pekerja didalam satu minggunya memiliki pekerjaan dan dalam seminggunya itu menjalankan peran kerjaannya lebih dari 35 jam berdasarkan atas penjabaran kewajiban dari pekerjaan.

2. Tenaga kerja tidak penuh (Under employed)

Adalah orang-orang yang bekerja dengan melakukan pekerjaannya yang kurang dari jam kerja normal atau yang disebut dengan kerja kurang dari 35 jam didalam satu minggu kerja.

a. Setengah Penganggur merupakan orang-orang yang sudah bekerja dan menjalankan pekerjaan tersesbut kurang dari 35 jam dalam seminggunya, ataupun penduduk yang masih menerima pekerjaan lain jika menjadapatkan tawaran bekerja sebagai tambahan pendapatan.

b. Pekerja Paruh Waktu amerupakan orang-orang yang menjalankan pekerjaan di bawah jam 35 perminggu, dan orang-orang golongan ini adalah mereka yang sudah tidak melamar pekerjaan lagi atau tidak akan lagi menerima tawaran dari pekerjaan yang lainnya.

3. Tenaga kerja yang belum bekerja atau sementara tidak bekerja (Unemployed) Dimaksudkan ialah penduduk warga negara yang dalam satu minggu aktivitasnya bekerja hanya 0 > 1 jam.

(30)

17 Dumairy, (1997) Mengatakan bahwa tenaga kerja terdiri dari dua kelompok diantaranya :

1. Angkatan Kerja

Pekerja pada minggu sebelumnya aktif atau tidak aktif sementara karena alasan apa pun. Penduduk aktif meliputi penduduk yang menganggur dan penduduk aktif. Pengangguran didefinisikan sebagai penduduk yang menganggur dan sedang mencari atau mencari pekerjaan, atau sedang dalam proses meningkatkan keterampilan dan kualifikasinya, atau penduduk yang tidak dapat memperoleh pekerjaan karena belum siap untuk bekerja.

Apabila warga negara yang menjalankan suatu kergiatan ekonomi dengan tujuan untuk mendapatkan pendapatan, yang didalam seminggu hari terus menerus melakukan kegiatan tersebut dan sekurang-kuangnya 1 jam disebut dengan penduduk bekerja.

2. Bukan Angkatan Kerja

Merupakan pekerja yang memiliki umur yang tergolong diatas 15 tahun, akan tetapi selama dalam satu minggu dirinya hanyalah menjalan kebiasaan tugas sehari hari seperti bersekolah, mengurus rumah tangga, penerimaan pendapatan (Contoh: Seseorang yang menerima penghasilan tanpa aktivitas apapun, seperti pensiunan) dan sesorang yang sudah tidak mampu lagi untuk menjalakankan pekerjaan yang berat karena faktor usia yang sudah tua ataupun adanya kecacatam secara fisik. Namun tak jarang kelompok non-tenaga kerja ini disebut dengan tenaga kerja potensial, sebab kelompok ini kadang menjualkan jasa tenaga diri sendiri demi memperoleh pendapatan.

(31)

18 2.1.2 Teori Permintaan Tenaga Kerja

Gambaran kemampuan banyaknya suatu perusahaan untuk melakukan permintaan akan tenaga kerja untuk dapat dijadikannya pekerja didalam sebuah perusahaan dengan melakukan kegiatan di sektor bisnis tertentu dengan memberikan upah terhadap tenaga kerja pada berbagai macam besaran upah yang yang diberikan sesuai dengan dalam periode waktu tertentu disebut dengan permintaan tenaga kerja. Dengan demikian hal tersebut memperlihatkan sifat hubungan antara kuantitas yang diminta dan harga. Jika dibandingkan permintaan tenaga kerja memiliki arti yang tidak sama dengan permintaan konsumen akan barang dan jasa. Konsumen yang melakukan pembelian produk disebabkan atas kemampuan barang tersebut bisa memberikan kesenangan (utility) terhadap pembeli. Namun, pengusaha mempekerjakan orang untuk membantu menghasilkan barang atau jasa, dengan tujuannya adalah dari hasil produksi tersebut perusahaan bermaksud menjualkannya kepada kalangan masyarakat.

Sehingga jika disimpulkan besarnya angka permintaan tenaga kerja itu tergantung dari permintaan masyakat akan banyak barang dan jasa yang mau diminta. Teori ini dikatakan sebagai derived demand. Payaman Simanjuntak dalam Rahayu, (2019)

Biaya marjinal (MC) merupakan banyak nya jumlah dari biaya yang dimanfaatkan sebagai pemberian upah (W) karena telah menambah seseorang untuk melakukan pekerjaan.Selama MP lebih besar dari W, pengusaha akan terus menambah jumlah pekerja. Jumlah peralatan untuk memproduksi serta faktor- faktor lain untuk memproduksi disebuah unit usaha tetap sementara tenaga kerja

(32)

19 meningkat makan peralatan dan faktor produksi dikurangi dikarenakan tenaga kerja yang mengalami penambahan. Tambahan pendapatan marjinal akan lebih kecil. Dengan kata lain, semakin banyak pekerja yang dipekerjakan, semakin rendah biaya MPPL dan MPPL itu sendiri. Hal ini karena berlakunya low of diminishing returns dan dilukiskan dengan garis D dalam gambar 2.2

Gambar 2.1 Fungsi Permintaan Terhadap Tenaga Kerja Sumber : Payaman Simanjuntak, 1985

Gambar 2.1 Menjelaskan Jelaskan kurva permintaan tenaga kerja dengan kemiringan negatif (slope). Kurva permintaan menggambarkan adanya hubungan diantara tingkat upah dengan jumlah pekerja. Kurva ini negatif, artinya semakin tinggi permintaan upah, semakin rendah permintaan pekerja. Di sisi lain, ketika upah yang dibutuhkan rendah, permintaan tenaga kerja mengalami kenaikkan.

Garis D mewakili nilai biaya marjinal tenaga kerja, nilai produksi tenaga kerja fisik marjinal (VMPPL) untuk setiap tingkat pekerjaan. Misalnya, apabila jumlah pekerja yang dipekerjakan adalah OA = 100, biaya pekerjaan ke-100 disebut VMPPL dan jumlahnya adalah MPPL x P = W1. Nilai ini lebih besar dari

(33)

20 tingkat upah saat ini (W). Jadi, dengan menambah karyawan baru, keuntungan pengusaha meningkat. Keuntungan sebuah perubahan bisa lebih ditingkatkan lagi dengan cara karyawan sebuah perusahaan tersebut dipekerjaakan sampai ON.

Perusahaan mendapatkan keuntungan secara maksimal Pada titik N, dan MPPL x P artinya karyawan menerima upah yang diberikan oleh perusahaan

2.1.3 Kesempatan Kerja

Kesempatan Kerja adalah sebuah peluang tersedianya lapangan pekerjaan yang diberikan bagi angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan. Namun dikarenakan kesempatan kerja yang disediakan oleh suatu unit usaha atau perusahaan memiliki kriteria tertentu untuk bisa bekerja dibidang hal tertentu, jadi kriteria seorang yang tidak memenuhi kualifikasi dari yang telah ditentukan perusahaan tidak dapat tertampung sebagai tenaga kerja, dan sering kali tidak sepenuhnya dipenuhi oleh pasokan yang sedang mencari pekerjaan.

Banyaknya tenaga kerja yang terserap di lapangan pekerjaan sebagai permintaan dari suatu unit usaha untuk dapat dipekerjakan dalam sebuah kegiatan produksi. Tersedianya lapangan pekerjaan dengan banyaknya angkatan kerja yang mencari pekerjaan mungkin sama atau kurang dari terserapnya tenaga kerja.

Masalah pengangguran tidak akan terjadi apabila tingkat kesempatan kerja rata- rata atau seimbang dengan tingkat penyerapan tenaga keja. Namun, apabila tenaga kerja yang jumlah terserapnya lebih rendah sedangkan lapangan pekerjaan yang penyediaannya lebih besar maka hal ini bisa. hal itu menyebabkan terjadinya pengangguran. Feriyanto, (2014)

(34)

21 2.1.4 Penyerapan Tenaga Kerja

Seperti yang diterangkan oleh Todaro (2000) dalam Izzah dkk, (2021) menerangkan bahwa penyerapan tenaga kerja merupakan suatu keadaan yang memberikan gambaran tentang penerimaan dapat bekerja bagi orang-orang yang sedang mencari pekerjaan. Orang-orang tersebut dapat bekerja disebuah unit perusahaan yang sudah menyebar di kalangan sektor-sektor ekonomi dan harus melaksanakan tanggung jawab dari pekerjaan itu. Sehingga nantinya mereka akan mendapatkan upah atas apa yang sudah dikerjakan. Banyaknya orang-orang yang diserap untuk dapat bekerja, dikarenakan banyaknya tenaga kerja yang diminta oleh unit-unit perusahaan dikalangan sektor-sektor ekonomi. Dengan demikian banyaknya orang-orang yang bekerjamengartikan bahwa penyerapan tenaga kerja yang tinggi juga. Kuncoro dalam .Kawet dkk, (2019). Menurut Sumarsono (2009) menjelaskan bahwa daya serap tenaga kerja itu dipengaruhi oleh beberapa faktor- faktor sebagai berikut :

Pertama, jika pengalokasian modal pada unit perusahaan digunakan untuk tenaga kerjanya begitu tinggi, maka hal ini akan menunjukkan bahwa ketergantungan unit perusahaan terhadap teknologi akan mengalami pengurangan.

Apabila suatu unit perusahaan memproduksi barang dan jasa dengan modal dan bantuan dari tenaga kerja yang dihasilkan dalam rasio tetap, maka apabila upah juga ditingkatkan sama saja bahwa tenaga kerja tidak bisa dipengaruhi.

Kemungkinan sebuah unit perusahaan mengganti tenaga kerja dengan teknologi semakin kecil dengan apabila produktivitas tenaga kerja dalam bekerja memiliki kemampuan dan kualitas diri yang tinggi.

(35)

22 Kedua, Dengan menjual hasil dari unit perusahaan ketika memproduksi yang selanjutnya dijualkan kepasar dengan dijualkan harganya melambung tinggi, hal ini disebabkan karena unit perusahaan memberikan upah kepada pekerjanya dengan nilai yang bertambah tinggi. Sehingga konsumenlah yang menjadi dampak dari hal tersebut. Akibatnya penduduk yang ingin melakukan belanja terhadap produk yang dihasilkan menjadi berkurang peminat yang ingin membelinya.

Barang dengan harga yang bertambah tinggi akan mempengaruhi minat pembeli untuk belanja, hal ini akan mempengaruhi penurunan terhadap banyaknya tenaga kerja yang diserap. Dengan demikian artinya bahwa tingginya angka penduduk dalam melakukan perbelanjaan akan sangat mempengaruhi tingginya angka tenaga kerja yang terserap atau diterima.

Ketiga, perubahan jumlah besar kecilnya tenaga kerja yang diminta tergantung pada anggaran modal tenaga kerja dan produksi. Jika ingin meningkatkan permintaan tenaga kerja maka anggaran modal dari kedua tersebut harus sama berbanding tinggi. Keempat, perubahan dalam tinggi atau rendahnya jumlah yang diminta unit perusahaan terhadap tenaga kerja untuk dapat bekerja dipengaruhi oleh lengkapnya faktor produksi serta bahan setangah jadi yang tersedia sebagai pelengkap dalam produksi. Tenaga kerja menjadi peranan penting dalam mengendalikan mesin pengoperasian dan mengelola bahan setengah jadi menjadi barang jadi. Apabila kemampuan dalam mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi yang bisa dikonsumsi masyarakat terjadinya peningkatan yang mana dalam memproduksinya diimbangi dengan kemampuan mesin, maka

(36)

23 agar dapat mengoperasikan hal tersebutdibutuhkan tenaga kerja, sehinggga peluang tenaga kerja akan terus bertambah tinggi.

2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja 2.2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

a. Pengertian PDRB

Badan Pusat Statistik memberi penjelasan bahwa yang dimaksud dengan PDRB merupakan segala penjumlahan total pada tahun tertentu atas bentuk dari keseluruhan kegiatan ekomomi yang diciptakan didalam wilayah domestik pada suatu daerah, yang mana kegiatannya berupa memproduksi berbagai barang dan jasa yang kemudian diberi nilai tambah sehingga terciptanya sebuah nilai tambah produk barang dan jasa. Perekonomian nasional dapat dilihat dari PDRB, karena PDRB merupakan indeks penting dalam makro ekonomi yang dapat memperlihatkan secara umum mengenai kondisi ekonomi didalam suatu daerah.

Pangastuti (2017) PDRB digunakan sebagai indikator alat ukur dalam mengetahui perkembangan pertumbuhan ekonomi disuatu daerah dengan cara memperolehnya melihat dari data pendapatan yang diterima orang-orang pada berbagai kegiatan ekonomi yang dilakukan. Untuk dapat melihat seberapa tinggi atau rendahnya perubahan pertumbuhan ekonomi disuatu daerah tersebut diperlukan satu tahun untuk mengukurnya. Faktor lainnya terlepas dari pertumbuhan seperti lebih tumbuh tinggi atau jika tidak sebaliknya lebih rendah itu dikarenakan ada faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi dalam pertumbuhannya

(37)

24 Pada suatu daerah dalam mengetahui mengenai bagaimana keadaaan perkembangan ekonominya berdasarkan pada tahun tertentu , maka indikator yang digunakana untuk melihat keadaan ekonomi disuatu daerah tersebut adalah menggunakan indikator PDRB. PDRB didefinisikan juga sebagai penjumlahan dari suatu perolehan nilai tambah barang dan jasa di semua unit bisnis di wilayah tersebut atau di semua departemen ekonomi. PDRB dapat menjelaskan kemampuan untuk mengelola SDA di wilayah tersebut. Oleh sebab itulah , faktor produksi di suatu daerah sangat penting diperhatikan karna hal tersebut dapat mempengaruhi tinggi rendahnya jumlah PDRB yang dihasilkan oleh masing- masing disuatu daerah. Dalam menjamin elemen-elemen produksi, jumlah PDRB dibiarkan berbeda dari daerah tersebut. Dalam perekonomian nasional, masing- masing sektor saling bergantung dan saling membutuhkan.

b. Metode Penghitungan PDRB

Agar bisa mengetahui seberapa besar angka PDRB pada suatu daerah, maka dapat dihitung nilainya dengan menggunanakan enam metode diantaranya sebagai berikut :

(1) PDRB atas dasar harga berlaku. Ada dua metode yang bisa digunakan untuk dapat mengetahui nilai dari PDRB tersebut diantaranya adalah ; pertama, dalam menghitung PDRB menggunakan data yang diperoleh dengan cara langsung disertai dengan prosedur yang dilakukan secara teratur, yang mana datanya diambil langsung dari di tempat, disebut dengan metode secara

(38)

25 langsung. Berdasarkan hal tersebut dalam melakukan perhitungaannya menggunakan dengan 3 pendekatan yakni: Nopirin dalam Karlina, (2017) 1. Pendekatan Produksi

Merupakan pendekatan yang dikatakan dengan nilai tambah dan nilai tambah total ditentukan dari melakukan sebuah pengurangan antara berbagai aktivitas ekonomi yang diciptakan dari suatu daerah yaitu semua nilai produk akhir bersama dengan anggaran PDB yang berdasarkan pada tiap-tiap bidang ekonomi. Termasuk item dan biaya yang timbul sebagai akibat dari proses manufaktur, serta biaya retribusi yang timbul sebagai akibat dari faktor manufaktur yang berperan dalam proses manufaktur. Penggunaan formula tersebut dapat meningkatkan produktivitas nasional dengan menekan biaya produksi. Maka dengan demikian pendekatan ini berguna dalam mengetahui seberapabesar nilai dari pendapatan nasional dengan rumusnya yakni:

Y = (Q1 × P1) + (Q2 × P2) + (Q3 × P3) + … + (Qn × Pn) 2. Pendekatan Pendapatan

Dilakukan dengan cara menambahkan keseluruhan dari yang didapatkan oleh pelaku faktor produksi atas dasar imbalan yang mereka terima ketika selama memproduksi dari suatu kegiatan ekonomi. Maka dengan demikian bersama pendekatan ini dapat digunakan dalam mengetahui seberapabesar nilai dari pendapatan nasional dengan rumusnya yakni:

. Y = w + r + i + p 3. Pendekatan Pengeluaran

(39)

26 Merupakan alat yang dilakukan untuk menghitung nilai produksi output demi memenuhi beberapa keperluan dalam negeri yang di pergunakan dari sekumpulan orang-orang. Jumlah dari beberapa komponen ini harus dikurangi dengan nilai impornya agar nilai ekspornya menjadi ekspor neto dan jumlah semua komponen biaya akhir disebut PDRB berdasarkan harga pasar. Maka dengan demikian bersama pendekatan ini dapat digunakan dalam mengetahui seberapabesar nilai dari pendapatan nasional dengan rumusnya yakni:

Y = C + G + I + ( X – M )

Kedua adalah metode Metode tidak langsung merupakan sebuah metode yang mengalokasikan total nilai tambah dari provinsi untuk setiap kegiatan ekonomi berdasarkan pada tingkat kabupaten/kota. Pengalokasi adalah metrik yang paling relevan atau terkait erat dengan kinerja atau pendapatan industri.

(2) PDRB atas dasar harga konstan, istilah lain nya ialah PDRB harga tetap bertujuan dalam melihat perkembangan ekonomi secara riil, yang mana perubahan harga tidak bisa mempengaruhi pertumbuhan atau kenaikannya.

Ada empat metode terkenal yang digunakan untuk menghitungnya seperti:

Revaluasi, Ekstrapolasi, Deflasi, Deflasi Berganda.

(3) Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE). LPE adalah indikator rantai pada setiap kegiatan ekonomi. Berdasarkan pada angka indeks yang dihasilkan dapat dilihat pada harga saat ini atau harga tetap. Secara umum, para ekonom sering menggunakan atau menganalisis LPE dengan harga konstan karena LPE memperhitungkan peningkatan output riil setiap sektor.

Laju Pertumbuhan Ekonomi dirumuskan sebagai berikut:

(40)

27 (4) Distribusi persentase merupakan sebuah alat yang dikenakan dalam pengamatan bagaimana kondisi perekonomian yang mana diketahui menjadi suatu tindakan dalam mengontribusikan dalam suatu bidang perekonomian.

Berapa persen dari masing-masing subsektor/sektor adalah didapatkan dari nilai PDRB subsektor/sektor dibagi dengan total nilai PDRB lalu dikalikan dengan 100.

(5) Indeks Perkembangan (2000=100)

Merupakan indikator yang memperlihatkan besaran dari bagaimana tingkatan pertumbuhan penjumlahan atas pendapatan per periode dibandingkan dengan periode dasar. Indikator ini merupakan hasil dari nilai PDRB persektor periode tertentu dibagikan dengan nilai PDRB persektor periode dasar baru setelah itu di kali dengan 100.

(6) Indeks Harga Implisit. Merupakan indikator yang memperlihatkan hasil bagaimana besaran angka pertumbuhan harga (dari pendapatan kotor ke harga yang berdasarkan tahun dasar). Indikator ini hasilnya didapatkan dari suatu angka PDRB pada harga saat ini lalu dibagikan bersama PDRB pada harga tetap dengan periode yang sama lalu dikali dengan 100.

a. Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

(41)

28 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat mempengaruhi peningkatan penyerapan tenaga kerja dengan asumsi apabila nilai produk domestik regionalnya meningkat. Semakin besar output atau penjualan yang dihasilkan oleh perusahaan dalam suatu daerah maka akan dapat mendorong perusahaan untuk menambah jumlah tenaga kerja baru, agar produksi suatu perusahaan tersebut dapat ditingkatkan untuk mengejar peningkatan penjualan.

Hal tersebut secara langsung dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan akan menurunkan tingkat pengangguran. Prasetya & Ida Nuraini, (2016b)

Menurut teori yang dikemukakan oleh keynes dalam Ziyadaturrofiqoh dkk, (2018) bahwa tenaga kerja hanyalah mengikuti apa yang terjadi dipasar barang. Apabila output yang di produksikan naik, maka jumlah orang yang dipekerkjakan juga naik. Hal ini dapat dikaitkan dengan konsep fungsi produksi, yang menyatakan bahwa menaikkan output hanya dapat tercapai apabila input (tenaga kerja) ditingkatkan penggunaannya. Permintaan barang dan jasa dalam suatu perekonomian akan mempengaruhi tingkat output yang harus diproduksi sehingga berdampak pada penggunaan inputnya (tenaga kerja). Karena sesuai teori produksi yang menyatakan bahwa permintaan input merupakan derived demand dari permintaan output, yang artinya permintaan akan input baru terjadi bila ada permintaan akan output. Akan tetapi jika perusahaan menggunakan padat modal maka permntaan tenaga kerja akan menurun, karena perusahaan atau industri telah menggunakan tekonologi untuk memproduksi hasil outputnya.

Sehingga apabila Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) meningkat maka permintaan tehadap jumlah tenaga kerja juga akan meningkat, dimana

(42)

29 peningkatan PDRB berbanding dengan naiknya pertumbuhan ekonomi, sehingga kemakmuran masyarakat juga akan bertambah. Ketika kemakmuran masyarakat bertambah maka akan menyebabkan banyaknya atau tersedianya lowongan pekerjaan Arsyad dalam Destiana & Prawoto, (2018)

Pernyataan diatas juga didukung oleh penelitian terdahulu yang diteliti oleh Warapsari, dkk (2020) yang mana hasil dalam penelitian nya memperlihatkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Jawa Timur mempunyai pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja sehingga hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang telah dikemukakan tersebut.

2.2.2 Upah Minimum Provinsi (UMP) a. Pengertian Upah

Dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tantang ketenagakerjaan dijelaskan bahwa upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh serta keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Sonny Sumarsono, dalam Sukirno, (2012) menggolongkan upah menjadi 2 yakni berupa:

1. Upah nominal (gaji tunai)

(43)

30 Merupakan bentuk upah yang diterima oleh karyawan dari majikannya dengan maksud untuk membayar hasil tenaga kerja yang telah dikontribusikan selama proses produksi dalam suatu perusahaan tersebut.

2. Upah riil

Yakni gaji karyawan yang diterima yang pengukuran gajinya dilakukan berdasarkan dilihat dari sisi gaji dalam melakukan pemembelian output toal yang mana hal ini diperuntukan dalam melengkapi kepentingan karyawan.

barang dan jasa harus memenuhi kebutuhan karyawan.

b. Upah Minimum

Merupakan ketetapan oleh pemerintah dalam menetapkan upah minimum yang mana hal ini diberlakukan dalam memberikan upah terhadap orang-orang yang bekerja yang lama bekerjanya berada dibawah kerja satu tahun . Pengusaha tidak diizinkan dalam memberikan upah kepada orang-orang yang bekerja diperusahaannya yang mana apabila upah yang diberikan tidak mencukupi atas dasar penetapan yang pemerintah telah keluarkan mengenai upah minimum. Upah terbagi menjadi dua menurut UU nomor 11 Tahun 2021 dan PP nomor 36 tahun 2021. UMP dan UMK. UMP berlaku di seluruh kabupaten dan kota dalam satu Provinsi, sedangkan UMK hanya berlaku di sebuah kabupaten atau kota. UMP ditetapkan oleh gubernur, UMK ditetapkan oleh pemerintah kota atau kabupaten masing-masing. Dalam Rumus perhitungan Upah Minimum PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan ditetapkan atas dasar dari kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan. yang merupakan aturan turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020

(44)

31 Cipta Kerja. Hal ini mengubah rumus perhitungan upah buruh yang sebelumnya berlaku sesuai PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Penentuan upah minimum dengan memperhitungkan batas atas dan bawah upah minimum.

Dengan formulanya yakni sebagai berikut:

Rumus Batas Atas :

Rumus Batas Bawah :

Bila sudah selesai menghitung menggunakan formulasi dalam PP No.

36/2021 turunan UU Cipta Kerja, maka penyesuaian UMP harus sesuai dengan hasilnya. Apabila UMP tahun berjalan melampaui batas atas UMP, itu berarti UMP tahun berikutnya akan sama dengan UMP tahun berjalan. Dewan Pengupahan Provinsi bertanggung jawab atas tugas menghitung penyesuaian nilai UMP.

Setelah itu, hasilnya akan direkomendasikan kepada gubernur lewat dinas di bidang ketenagakerjaan provinsi. Sesuai dengan PP No. 36/2021, selambat- lambatnya, penetapan dan pengumuman UMP tahun berikutnya harus berlangsung

(45)

32 pada 21 November tahun berjalan. Jka pada waktu tersebut jatuh pada tanggal merah, maka prosesnya mesti berjalan sehari sebelumnya.

b. Pengaruh Upah Minimum Provinsi (UMP) terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Upah yang diterapkan oleh pemerintah daerah dapat mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Perusahaan menganggap bahwa, upah merupakan biaya produksi, sehingga perusahaan akan meminimalkan biaya produksi yaitu upah, untuk mencapai keuntungan yang optimal. Naiknya tingkat upah akan meningkatkan biaya produksi suatu perusahaan, yang selanjutnya akan meningkatkan pula harga per unit barang yang diproduksi. Sumarsono (2009)

Ketika upah minimum yang ditetapkan meningkat maka akan menaikkan biaya produksi perusahaan, yang selanjutnya akan menaikkan biaya per unit barang yang diproduksi, kenaikkan harga barang akan membuat konsumen memberi respon secara langsung untuk mengurangi konsumsi atau permintaan terhadap produk tersebut berkurang. Akibatnya, dari kondisi tersebut banyak produksi barang yang tidak terjual membuat produsen mengurangi jumlah produksinya, dengan asumsi perusahaan menggunakan teknologi padat karya (labor intensive). Turunnya target produksi perusahaan, memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga akan mengakibatkan perusahaan mengurangi permintaan jumlah tenaga terhadap tenaga kerja. Mankiw, (2006)

(46)

33 Kemudian Kuncoro, (2002) juga berpendapat bahwa kenaikkan upah dapat mengakibatkan penurunan kuantitas tenaga kerja yang diminta, jika tingkat upah mengalami kenaikan sementara harga input lainnya tetap maka harga tenaga kerja tersebut cenderung lebih mahal dari input lain, sehingga dapat mendorong pengusaha untuk mengganti tenaga kerja yang relatif mahal dengan input lain yang tentu harganya lebih murah guna untuk mempertahankan keuntungan.

Pernyataan diatas juga didukung oleh penelitian terdahulu yang diteliti oleh Wihastuti & Rahmatullah, (2018) hasil dalam penelitian nya memperlihatkan bahwa upah minimum provinsi di Pulau Jawa mempunyai pengaruh yang negatif terhadap penyerapan tenaga kerja sehingga hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono (2009) dan Kuncoro (2002).

2.2.3 Inflasi

a. Pengertian Inflasi

Inflasi didefinisikan sebagai suatu bentuk cengderungnya harga pasar yang meningkat secara terus menerus yang peningkatan nya terjadi dalam kurun waktu lama. Beda hal nya jika disalah satu barang mengalami peningkatan saja itu tidak dapat dikatakan inflasi jika hanya terjadi peningkatan harga di satu jenis barang saja. Namun jika kenaikkan harga tersebut merambat luas nya barang lainnya maka bisa dikatakan sebagai inflasi Boediono, dalam Indradewa dan Natha, (2015)

Didalam teori ini terdapat 3 indikator utama yakni : tingkat pengangguran, perubahan tingkat upah, dan inflasi. Sumbu horizontal mewakili

(47)

34 tingkat pengangguran sedadngkan secara vertikal mewakili tingkat inflasi.

Menurut Philippe, inflasi karena kenaikan upah dapat menyebabkan kenaikan upah dalam kondisi pekerjaan penuh, terutama ketika penggunaan tenaga kerja mencapai kondisi pekerjaan penuh, permintaan tenaga kerja meningkat dan kemungkinan inflasi. terjadi.

Upah berbanding terbalik dibanding tingkat pengangguran mengenai pengaruhnya. Dimana ketika upah mengalami peningkatan, maka pengaruhnyaterbalik yakni tingkat pengangguran menjadi menurun, dan begitupun juga sebaliknya.. Dimana ketika upah mengalami penurunan, maka pengaruhnya berbanding terbalik dengan pengangguran karena menyebabkan terjadinya peningkatan. Phillips berpendapat bahwa semakin rendah tingkat pengangguran, semakin cepat upah naik. Ketika tingkat pengangguran rendah, perusahaan berjuang untuk menemukan pekerja yang mereka butuhkan, sehingga perusahaan meningkatkan lagi upahnya yang akan ditawarkan agar bisa menyerap tenaga kerja.

Namun berbeda hal nya jika pengangguran yang terjadi menunjukkan terjadinya peningkatan maka hal ini mengartikan bahwa para pencari kerja kesulitan dalam memperoleh pekerjaan dengan demikian tanpa upah dinaikkan pencari kerja yang ingin bekrja dapat mengisi kursi kosong yang telah tersedia.

Dan bisa saja terjadi penurunan upah yang disebabkan dari masing-masing pelaku pencari kerja tersebut yang berlomba-lomba agar mereka yang bisa bekerja disuatu perusahaan tersebut dikarnakan sulitnya memperoleh pekerjaan tersebut.

(48)

35 Gambar 2.2 Kurva Philips

Terdapat 3 teori inflasi antara lain. Boediono, (2016) : 1. Teori Kuantitas

Teori kuantitas didefinisikan sebagai suatu dugaan sementara mengenai penyebab dalam mengakibakan terjadinya suatu harga yang berubah. Yang mana saat terjadi nya uang yang beredar itu terjadi meningkat maka bisa dapat menjadi pengaruh dalam meningkatnya tingkat harga. Jika jumlah uangnnya yang beredar tersebut melebihi jumlah yang dibutuhkan bagi tiap-tiap orang, maka yang terjadi harga mengalami suatu peningkatan sehingga hal ini lah yang mengawali terjadi sebuah inflasi.

2. Teori Keynesian

Keynesian tidak sepenuhnya setuju dengan teori kuantitatif uang. Teori Keynesian berpendapat bahwa teori kuantitas uang salah karena mengasumsikan bahwa perekonomian dalam kesempatan kerja penuh. Peningkatan jumlah uang

(49)

36 beredar meningkatkan output (peningkatan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja) ketika potensi ekonomi tidak direalisasikan, tetapi tidak meningkatkan harga.

3. Teori Stukturalis

Berdasarkan dari teori ini yang mengemukakan bahwa inflasi yang terjadi pada negara berkembang dapat dikarenakan dari 2 fenomena struktural diantaranya yakni: Pertama, mengadopsi pengiriman barang-barang secara elastisitas yang meningkatkan nilai penjualan barang-barang yang menurun atau merendah daripada menggunakan perkembangan dari bidang lain. Kedua, alasan struktural untuk negara berkembang lainnya adalah produksi masakan negara, karena populasi dan satu pendapatan per kapita per kapita populasi dan satu orang per kapita pendapatan lebih tinggi karena populasi per orang, per kapita. Harga barang lainnya. Hal ini menyebabkan inflasi dengan meningkatkan produksi poral dengan mendorong munculnya pertumbuhan upah sesuai dengan karyawan di sektor industri.

Inflasi disebabkan karena berbagai faktor-faktor yang mempengaruhinya diantaranya ialah jumlah barang di diminta mengalami kenaikkan, peningkatan biaya produksi, dan peningkatan jumlah uang beredar. Tergantung pada tingkat keparahannya, inflasi dapat berupa : inflasi ringan (Inflasi yang tingkat keparahannya dibawah 10% per tahun), inflasi sedang ( inflasi yang keparahannya adalah 10-30% per tahun), inflasi parah (inflasi yang tingkat parahannya adalah 30%-100% per tahun); hingga hiperinflasi (tingkat parahnya inflasi melebihi 100% per tahun).

Referensi

Dokumen terkait

dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “ Analisis Manajemen Pembiayaan Pendidikan Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Menurut Perspektif Ekonomi

Representasi jin laki-laki dalam iklan ini adalah sebgai berikut: perilaku dan tutur katanya merusak kerukunan, tidak menjalankan tuntutan rukun yang dibebankan

Meanwhile, the improvements of class climate includes: (1) the students were much easier to control; (2) the students became active in teaching and learning process; (3)

Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar pada saat sebelum dilaksanakan penerapan metode eksperimen dan penggunaan alat peraga manik-manik dalam mata pelajaran matematika

pengumpulan data utama ( primary data collection) yang mana ia merupakan satu kaedah yang asli digunakan oleh para pengkaji dengan menggunakan soal selidik. Kelebihan

[r]

Penelitian tentang aktivitas penangkap radikal ekstrak etanol, fraksi-fraksi kulit buah dan biji rambutan serta penetapan kadar fenolik dan flavonoid totalnya perlu untuk

Remaja yang memiliki konsep diri yang negatif akan menjadi sulit untuk menerima diri dengan apa adanya, tidak yakin terhadap dirinya sendiri, dan menyangka orang