• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Teh Hijau Sebagai Antimikroba Pada Mikroba Penyebab Luka Abses Terinfeksi Secara In Vitro.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Teh Hijau Sebagai Antimikroba Pada Mikroba Penyebab Luka Abses Terinfeksi Secara In Vitro."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

iv ABSTRAK

AKTIVITAS TEH HIJAU SEBAGAI ANTIMIKROBA PADA MIKROBA PENYEBAB LUKA ABSES TERINFEKSI

SECARA IN VITRO

Agnes Setiawan, 2011. Pembimbing 1:Fanny Rahardja, dr., M.si.

Pembimbing 2: Roys A. Pangayoman dr., Sp.B., FInaCS

Infeksi nosokomial kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya sudah ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal. Contohnya adalah Staphylococcus

aureus yang menjadi parasit di kulit, Enterobacteriacae, seperti Escherichia coli,

Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp., Klebsiella sp., Enterobacter sp.

Mikroba-mikroba ini sering ditemukan hampir sekitar setengah dari semua infeksi di rumah sakit. Teh hijau terbukti memiliki khasiat sebagai anti-bakteri. Tetapi, belum banyak dilaporkan dalam penggunaannya sebagai pengobatan luka dengan abses pada infeksi nosokomial. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji untuk mengetahui apakah aktivitas teh hijau berkhasiat sebagai anti-bakteri terhadap mikroba penyebab abses pada pasien. Setelah didapatkan biakan murni dan teridentifikasi, dibuat suspensi dengan standar 0.5 McFarland kemudian ditanam pada plat agar dengan metode spread plate sebanyak 150µ l. Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan menggunakan metode disc diffusion, cakram direndam dalam infusa teh hijau dengan konsentrasi 100% sebanyak 15µ l. Pengukuran zona inhibisi dilakukan setelah inkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37oC. Data dianalisa dengan membandingkan kontrol positif dan tabel sensitivitas antibiotik. Hasil menunjukan teh hijau membentuk zona inhibisi terhadap mikroba uji. Simpulan, teh hijau mempunyai aktivitas anti-mikroba, dan mempunyai aktivitas lebih besar terhadap mikroba Gram positif.

(2)

v ABSTRACT

THE ACTIVITY OF GREEN TEA AS ANTIMICROBIAL

IN MICROBE CAUSE ABSCESS IN INFECTED WOUNDS

IN VITRO

Agnes Setiawan, 2011. 1stTutor:Fanny Rahardja, dr., M.si.

2nd Tutor: Roys A. Pangayoman dr., Sp.B., FInaCS

Nosocomial infections are most commonly caused by microorganisms that already exist in humans that were not or rarely cause disease in normal individuals. Staphylococcus aureus, Enterobacteriacae, such as Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp., Klebsiella sp., Enterobacter sp are parasite on skins. These microbes are often found nearly half of all infections in hospitals. Green tea has been proven to have the efficacy as an anti-bacterial, however it has not been widely reported as treatment for wound with an abscess in nosocomial infections. Therefore, it is required to evaluate whether the activity of green tea as an anti-bacteria has a potent effect against the microbes that cause abscesses in patients. After obtaining and identified pure the cultures, the suspension with 0.5 McFarland standard was made and planted on the plate with

the spread plate method of 150μl. Test for antimicrobial activity was carried out

by using disc diffusion method, infusa discs soaked in green tea with 100%

concentration of 15μl. Measurement of inhibition zones was done after incubation

for 18-24 hours at 37 °C. Data was analyzed by comparing the positive control and antibiotic sensitivity tables. The result suggests green tea builds inhibition zone against the test microbes. Conclusio: green tea has anti-microbial activity, and has greater activity against Gram-positive microbes.

Key words: Green tea, infected multiple abscess, nosocomial infection

(3)

vii

DAFTAR

ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... iv

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Maksud dan Tujuan ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Kerangka Pemikiran ... 4

1.6 Metodologi ... 5

1.7 Waktu dan Tempat Penelitian ... 5

BAB II ... 6

2.1.1.3 Subkutan (Hypodermis) ... 8

2.1.1.4 Adneksa Kulit ... 8

2.1.2 Fisiologi Kulit... 9

2.2 Abses Kulit ... 10

(4)

viii

2.3.1 Mikroba Luka ... 12

2.3.2 Bakteriologi ... 13

2.3.2.1 Staphylococcus aureus ... 14

2.3.2.1.1 Deskripsi dan Habitat Alami ... 14

2.3.2.1.2Morfologi ... 15

2.3.2.2 Pseudomonas aeruginosa ... 16

2.3.2.2.1Deskripsi dan Habitat Alami ... 16

2.3.2.2.2Morfologi ... 16

2.3.2.3 Escherichia coli ... 17

2.3.2.3.1 Deskripsi dan Habitat Alami ... 17

2.3.2.3.2Morfologi ... 17

2.3.2.4 Klebsiella aerogenes ... 18

2.3.2.4.1Deskripsi dan Habitat Alami ... 18

2.3.2.4.2Morfologi ... 18

2.3.2.5 Proteus morganii ... 19

2.3.2.5.1Deskripsi dan Habitat Alami ... 19

2.3.2.5.2Morfologi ... 19

2.4 Antimikroba ... 19

2.4.1 Gentamisin ... 20

2.4.2 Eritromisin... 20

2.5 Tinjauan Botani ... 21

2.5.1 Teh Hijau ... 21

2.5.2 Asal dan Kegunaan Teh Hijau... 22

2.5.3 Kandungan Kimia Teh Hijau ... 23

2.5.3.1 Substansi Fenol ... 23

(5)

ix

2.5.3.3 Substansi Aromatis ... 26

2.5.3.4 Enzim-enzim ... 27

BAB III... 28

SUBJEK DAN METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Bahan / Subjek Penelitian ... 28

3.1.1 Bahan Penelitian ... 28

3.1.2 Subjek Penelitian ... 29

3.1.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

3.2 Metode Penelitian... 29

3.2.1 Desain Penelitian ... 29

3.2.2 Variabel Penelitian ... 30

3.2.3 Prosedur Kerja ... 30

3.2.3.1 Persiapan mikroorganisme uji ... 30

3.2.3.2 Persiapan Bahan Uji ... 30

3.2.3.3 Persiapan Kontrol Pembanding ... 31

3.2.3.4 Persiapan Media Agar ... 31

3.2.4.1 Identifikasi Mikroorganisme Uji ... 31

3.2.4.2 Pembuatan Suspensi Mikroorganisme ... 32

3.2.4.3 Pengujian Aktivitas Air Seduhan Teh Hijau ... 32

3.2.4.4 Pengamatan dan Pencatatan Hasil Penelitian ... 33

BAB IV ... 34

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Hasil Percobaan... 34

4.2 Pembahasan ... 40

BAB V ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

(6)

x

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN 1 ... 46

HASIL PENELITIAN... 46

LAMPIRAN 2 ... 48

FOTO PENELITIAN ... 48

(7)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Epidermis ... 7

Gambar 2.2 Adneksa kulit ... 9

Gambar 2.3 Flora normal ... 11

Gambar 2.4 Dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif ... 14

Gambar 4.1 Aktivitas Teh Hijau Terhadap Proteus morganii ... 34

Gambar 4.2 Pengaruh Aktivitas Teh Hijau Terhadap Klebsiella aerogenes ... 35

Gambar 4.3 Pengaruh Aktivitas Teh Hijau Terhadap Pseudomonas aeruginosa . 36 Gambar 4.4 Pengaruh Aktivitas Teh Hijau Terhadap Escherichia coli... 37

(8)

xii

DAFTAR TABEL

(9)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 HASIL PENELITIAN...46

(10)
(11)

47

18 Escherichia coli 13.5 12.8 7.3 6.7

19 Escherichia coli 13.4 11.2 17.0 18.1

20 Escherichia coli 13.7 14.9 7.7 8.3

21 Escherichia coli 10.7 10.2 9.8 10.3

22 Escherichia coli 11.1 11.2 11.4 11.4

23 Escherichia coli 13.7 12.4 23.3 21.4

*1 Staphylococcus aureus 20.4 21.0 24.9 22.7

*2 Staphylococcus aureus 20.3 24.8 27.2 28.1

*3 Staphylococcus aureus 23.3 20.2 18.1 20.8

*4 Staphylococcus aureus 18.9 18.6 20.9 23.4

O5 Escherichia coli 13.4 13.6 8.8 7.4

O6 Escherichia coli 13.9 12.4 20.9 21.0

(12)

48

LAMPIRAN 2 FOTO PENELITIAN

(13)

49

Teh hijau Kontrol +

(14)

50

(15)

51

(16)

52

(17)

53

(18)

54

(19)

55

Teh Hijau Kontrol +

(20)

56

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Agnes Setiawan

Nomor Pokok Mahasiswa : 0810001

Tempat dan Tanggal Lahir : Tangerang, 2 April 1990

Alamat : Jalan Darma Sakti no 1a

Perum Singgasana Pradana

Riwayat Pendidikan :

1999 Lulus TKK Gamaliel

2002 Lulus SDK Gamaliel

2005 Lulus SMPK Gamaliel

2008 Lulus SMAK I Bina Bakti

(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa interaksi terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial (Hastomo, 2009; Akbar Wido, 2011).

Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection atau endogenous infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya. Sumber penularan dan cara penularan terutama melalui tangan dari petugas kesehatan maupun personil kesehatan lainnya, jarum injeksi, kateter intravena, kateter urin, kasa pembalut atau perban, dan cara yang keliru dalam menangani luka (Ducel, 2002; Hastomo, 2009; Akbar Wido, 2011).

(22)

2

infus yang lama dan kateter urin yang lama, atau pasien dengan penyakit tertentu yaitu penyakit yang memerlukan kemoterapi, dengan penyakit yang sangat parah, penyakit keganasan, diabetes, anemia, penyakit autoimun dan penggunaan imunosupresan atau steroid didapatkan bahwa resiko terkena infeksi lebih besar (Hastomo, 2009; Akbar Wido, 2011).

Epidemiologi infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang yang dilakukan oleh WHO tahun 2002 menunjukkan bahwa

sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%. Perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi sedikit demi sedikit

menurunkan resiko infeksi nosokomial. Namun semakin meningkatnya pasien-pasien dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang resisten antibiotik, super infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih menyebabkan infeksi nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya dan menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak dewasa ini dan telah banyak perkembangan yang dibuat guna mencari penyabab meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial (Hastomo, 2009; Akbar Wido, 2011).

Banyak faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi bergantung kepada: karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika dan faktor virulensi. Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada

(23)

3

Bakteri gram-positif contohnya adalah Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit sedangkan bakteri gram negatif contohnya adalah

Enterobacteriacae, misalnya Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,

Proteus sp., Klebsiella sp., Enterobacter sp. yang sering sekali ditemukan di

air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri gram negatif ini bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi di rumah sakit (Ducel, 2002).

Ada penelitian sebelumnya didapatkan bahwa banyak tumbuhan yang memiliki efek sebagai anti-bakteri. Khususnya teh hijau yang telah terbukti memiliki khasiat sebagai anti-bakteri (Taylor et al., 2005). Namun, pemanfaatan teh hijau sendiri sebagai pengobatan untuk luka dengan abses pada infeksi nosokomial sendiri belum banyak dilaporkan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas teh hijau sebagai anti-bakteri terhadap mikroba penyebab abses pada pasien, dengan bahan pemeriksaan yaitu apusan abses pasien.

1.2 Identifikasi Masalah

Apakah air seduhan teh hijau (Camellia sinensis) dapat menghambat pertumbuhan mikroba penyebab abses pada pasien.

(24)

4

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud penelitian adalah untuk menentukan pengobatan alternatif terhadap mikroba penyebab luka abses terinfeksi pada pasien.

Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui apakah teh hijau menghambat

mikroba dan mengetahui diameter zona inhibisi yang ditimbulkan oleh air seduhan teh hijau terhadap mikroba penyebab abses pada pasien yang terinfeksi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat akademis adalah menambah pengetahuan dalam bidang kesehatan dalam kegunaan teh hijau sebagai anti-bakteri.

Manfaat praktis adalah masyarakat dapat menggunakan air seduhan teh hijau untuk mengkompres luka dengan abses pada pasien yang terinfeksi bila efektivitasnya terbukti.

1.5 Kerangka Pemikiran

Catechin adalah suatu antioksidan kuat, yang terdiri dari: (+)-catechin,

(+)-gallocatechin, (-)-epicatechin (EC) dan (-)-epigallocatechin (EGC), dan

katekin galloyl seperti gallate (-)-epicatechin (EKG), (-)-epigallocatechin gallate (EGCG), (-)-catechin gallate (Cg) dan (-)-gallocatechin gallate

(GCG). Catechin juga memiliki efek toksisitas yang tinggi sebagai anti-bakteri

(25)

5

biosintesis (Tadakatsu et al., 2007) serta dapat juga dengan cara menginvasi dan bertindak secara sinergis dengan antibiotik (Taylor et al., 2005).

1.6 Metodologi

Penelitian ini bersifat prospektif eksperimental laboratorik. Metode yang

digunakan adalah “disc diffusion” dengan melakukan pengamatan zona inhibisi yang ditimbulkan oleh air seduhan teh hijau (Camellia sinensis) terhadap Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli,

Klebsiella aerogenes, Proteus morganii. Pengukuran zona inhibisi dilakukan

dengan menggunakan jangka sorong.

1.7 Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat Penelitian :

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen

Maranatha.

Rumah Sakit Immanuel.

(26)

42 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Teh hijau mempunyai aktivitas anti-mikroba.

Teh hijau mempunyai aktivitas antimikroba lebih besar terhadap mikroba Gram positif.

5.2 Saran

Dilakukan penelitian dengan jumlah masing-masing spesies lebih banyak.

Perlu dilakukan uji aktivitas kombinasi antara teh hijau dan antibiotik yang biasa digunakan dalam klinis.

(27)

43

DAFTAR PUSTAKA

Akbar Wido. 2011. Makalah Infeksi Nosokomial. [Diunduh 11 April 2011]. Tersedia dari: http://www.scribd.com/doc/49409724/MAKALAH Balcht, Aldona & Smith, Raymond. 1994. Pseudomonas Aeruginosa:

Infections and Treatment. Informa Health Care. pp. 83–84.

Berman K. 2008. Skin Abscess. [Diunduh 2 Mei 2011]. Tersedia dari:

http://adam.about.net/encyclopedia/infectiousdiseases/Skin-abscess.htm.

Brooks GF, Butel JS, Morse SA. 2005. Bakteriologi Medik. Dalam: Bagian Mikrobiologi Kedokteran Universitas Airlangga (ed). Jawetz, Melnick & Adelberg’s Mikrobiologi Kedokteran. Surabaya: Salemba Medika. Dimas Tunggul Panuju. 2010. Teh Dan Pengolahannya. [Diunduh 14 Februari

2011]. Tersedia dari: www.multiplycontent.com.

Dito. 2011. Klebsiella. [Diunduh 10 Juli 2011]. Tersedia dari: http://www.scribd.com/doc/24304600/KLEBSIELLA.

Ducel, G. et al. 2002. Prevention of hospital-acquired infections, a practical guide. Edisi 2. World Health Organization. Department of

Communicable disease, Surveillance and Response.

Fix D. 2011. General Microbiology. [Diunduh 18 November 2011]. Tersedia dari: http://www.cehs.siu.edu/fix/medmicro/genmicr.htm.

Forbes BA, Sahm DF, Weissfeld AS. 2007. Specimen Management. Bailey &

Scott’s Diagnostic Microbiology. 12th

ed. Houston: Mosby Elsevier. P64.

Hamilton-Miller JMT. 1995. Antimicrobial Properties Of Tea (Camellia

sinensis L.). Antimicrobial Agents And Chemotheraphy. 39:11.

p2375-2377

(28)

44

Hawley LB. 2003. Bakteri. Dalam: Huriawaty Hartanto (ed). Intisari

Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi. Jakarta: Hipocrates

ITIS. 1996. Integrated Taxonomy Information System. [Diunduh 8 Februari 2011]. Tersedia dari:

http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&searc h_value=506801.

Jansen Silalahi. 2002. Senyawa Polifenol Sebagai Komponen Aktif Yang Berkhasiat Dalam Teh. Majalah Kedokteran Indonesia. 10 Oktober 2002(52). h 361-363.

Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Madigan MT, Martinko JM, Dunlap PV, Clark DP. 2008. Biology of

Microorganisms. Edisi 12. San Francisco: Pearson.

Pendland SL, dkk. 2005. Skin and Soft Tissue Infections. Dalam: Joseph T. DiPiro, dkk, (ed). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Edisi 6. Chicago: McGrawHill Company. p1998-90

Prescott LM, Harley JP, Klein DA. 2002. Microbiology. 5th Ed. Boston: McGraw-Hill.

Rianto Setiabudy. 2008a. Antimikroba. Dalam: Sulistia Gan Gunawan, Rianto Setiabudy, Nafrialdi (ed). Farmakologi dan Terapi. Edisi: 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h 585-587

Rianto Setiabudy. 2008b. Antimikroba lain. Dalam: Sulistia Gan Gunawan, Rianto Setiabudy, Nafrialdi (ed). Farmakologi dan Terapi. Edisi: 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h 723-725

Syarif M. Wasitaatmadja. 2002. Anatomi Kulit. Dalam: Adhi Juanda, Mochtar Hamzah, Siti Aisah (ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 3.

(29)

45

Tadakatsu S, Wei HZ, Zhi QH. 2007. Mechanism of Action and Potential for Use of Tea Catechin as an Antiinfective Agent. Anti-Infective Agents in

Medicinal Chemistry. 6:57-62.

Tatang Irianti, Nanang Fakhrudin dan Sigit Hartono. 2011. Perbandingan Inhibisi Ekstrak Air Daun Teh (Camellia sinensis (L) O.K.) terhadap Vitamin C pada Fotodegradasi Tirosin yang Diinduksi Ketoprofen dan Kandungan Fenolik Totalnya. [Diunduh 3 Mei 2011]. Tersedia dari: http://mot.farmasi.ugm.ac.id.

Uji Kepekaan. Dalam: Diana Susanto (ed). Prosedur Laboratorium

Dasar Untuk Bakteriologi Klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC. h 91.

Volk WA, Brown JC. 1997. Basic Microbiology. 8th edision. United States: Adison Weasley Educational publisher inc. p 259.

Volvick LJ. 2010. Skin Abscess. [Diunduh 2 Mei 2011]. Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001866/.

Yam TS, Hamilton-Miller, Shah S. 1998. The effect of A Component Of Tea On Methicillin Resistance, PBP2 Syntesis and β Lactamase Production

in Staphylococcus aureus (MRSA). [Diunduh 5 Mei 2011]. Tersedia

dari: http://jac.oxfordjournals.org/content/46/5/852.full.

Yati H. istiantoro dan Vincent H. S. Gan. Aminoglikosid. Dalam: Sulistia Gan Gunawan, Rianto Setiabudy, Nafrialdi (ed). Farmakologi dan Terapi. Edisi: 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h 705, 707, 710, 714.

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan korelatif anatara seks dan agama memiliki dua sisi yaitu ; Agama memandang bahwa persoalan seksualitas sebagai persoalan yang harus dijauhi, hal ini dikarenakan

Ditawarkan” : berarti saham biasa atas nama yang diterbitkan oleh Perseroan masing-masing dengan nilai nominal Rp100 (seratus Rupiah) untuk ditawarkan dan dijual kepada

Salah satu bentuk dokumen ilmiah kegiatan KKIN 2016 adalah diterbitkannya buku Prosiding ber- ISSN yang merupakan kumpulan artikel hasil penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan

?f, RIIEMBANGAN BUNGA TANAMAI{

[r]

performa tinggi oleh Induk Organisasi Cabang Olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dibantu oleh KONI. Pasal

Untuk mengetahui daya pemakaian sendiri (auxilary power) pada nett palnt heat rate digunakan metode heat balance yaitu data yang menjadi dasar analisa diambil dengan cara

Apakah seorang pemimpin yang mempengaruhi pengikutnya pada area yang tidak berhubungan (extraneous) atau bahkan bertentangan dengan kepentingan kelompok sebagaimana usaha