• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELENGGARAAN PELATIHAN KETERAMPILAN SHIATSU DALAM MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BAGI TUNANETRA DI PSBN WYATA GUNA BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENYELENGGARAAN PELATIHAN KETERAMPILAN SHIATSU DALAM MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BAGI TUNANETRA DI PSBN WYATA GUNA BANDUNG."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Luar Sekolah

Disusun Oleh :

REVA TANTI N 0901360

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN

BAGI TUNANETRA DI PSBN WYATA

GUNA BANDUNG

Oleh Reva Tanti N

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Reva Tanti N 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

April 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang. Skripsi ini tidak boleh diperba nyak seluruhya atau sebagian,

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis. REVA TANTI N

0901360

Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu Dalam Meningkatkan Kemandirian Bagi Tunanetra Di PSBN Wyata Guna Bandung (Studi di

(3)

Dr. Jajat S. Ardiwinata, M.Pd NIP. 19590826 198603 1 003

Pembimbing II,

Dr. Asep Saepudin, M.Pd NIP. 19700930 200801 1 004

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

ABSTRAK

Reva Tanti Nurbaeti (0901360). Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu Dalam Meningkatkan Kemandirian Bagi Tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung

Penelitian ini di latarbelakangi oleh pemberian pendidikan dan pelatihan kepada penyandang tunanetra masih kurang menurut data Depdiknas tahun 2004, hanya 7,5% yang sudah memperoleh penddidikan dan pelatihan. Oleh karena itu di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung mengadakan pelatihan keterampilan shiatsu dengan upaya peningkatan sumber daya tunanetra dalam pengetahuan, wawasan, keterampilan, sikap mental, tidak bergantung kepada orang lain (mandiri), melalui pelayanan dan rehabilitasi sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang: 1) perencanaan program pelatihan keterampilan shiatsu, 2) pelaksanaan program pelatihan keterampilan shiatsu, 3) evaluasi program pelatihan keterampilan shiatasu.

Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriftif dengan pendekatan kualitatif penguatan prosentase. Subjek penelitiannya di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung diikuti oleh peserta pelatihan yaitu penyandang tuna netra. Data yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara, tes, skala sikap, dan observasi.

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa: 1) Perencanaan program pelatihan disusun secara demokratis berdasarkan kebutuhan peserta pelatihan yang diutamakan adalah pemberian keterampilan shiatsu. 2) Pelaksanaan program pelatihan keterampilan shiatu dengan menggunakan manajemen yang diterapkan dalam penyelenggaraan pelatihan sudah ada keselarasan materi pembelajaran dengan teori mengenai shiatsu, dan praktek. Proses pembelajaran tersebut diharapkan peserta pelatihan dapat memiliki bekal untuk dapat bekerja dan mandiri sehingga bisa mendukung pencapaian taraf hidup yang lebih baik lagi. 3) Evaluasi program pelatihan shiatsu dengan menggunanakan evaluasi input untuk mengetahui sumber daya dan strategi yang sangat mendukung untuk diselenggarakannya program pelatihan ini, evaluasi proses untuk melihat kegiatan pelaksanaan baik mengenai kelancaran proses, kesesuain dengan rencana baik faktor pendukung dan faktor penghambat pembelajaran dilakukan dengan terencana diikuti dan dilakukan oleh pengelola, instruktur, dan supervisor, sedangkan mengenai evaluasi output mengacu terhadap ketercapaian hasil pembelajaran terhadap kemampuan kemandirian menggunakan ranah kognitif (pengetahuan) dengan pengumpul data tes, ranah afektif dengan skala sikap, ranah psikomotor dengan observasi.

(5)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu Dalam Meningkatkan Kemandirian Bagi Tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR ……… ii

UCAPAN TERIMAKASIH ……….. iii

DAFTAR ISI ………... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang ………. 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ……… 5

C. Pertanyaan Penelitian ………. 6

D. Tujuan Penelitian ……… 7

E. Metode Penelitian ………. 7

F. Manfaat Penelitian ……….. 8

G. Struktur Organisasi Skripsi ……….. 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Pendidikan Luar Sekolah ……… 11

1. Arti dan Pentingnya Pendidikan ……….... 11

2. Pengertian Pendidikan Luar Sekolah ……… 13

3. Pendekatan Taksonomi Pendidikan Luar Sekolah ……….. 14

4. Tujuan Pendidikan Luar Sekolah ……….. 15

5. Karktistik Pendidikan Luar Sekolah ………. 16

6. Asas-asas Pendidikan Luar Sekolah ……….. 17

B. Manajemen Pendidikan Luar Sekolah ……… 18

1. Pengertian Manajemen Pendidikan Luar Sekolah ……….. 18

(6)

C. Konsep Pelatihan ………. 22

1. Pengertian Pelatihan ………. 22

2. Unsur-Unsur Pelatihan ………. 23

3. Tujuan Pelatihan ……….. 23

4. Prinsip-Prinsip Umum Pelatihan ……… 24

5. Manfaat Pelatihan ……… 25

6. Perencanaan Program Pelatihan ……….. 25

7. Penyusunan Bahan Pelatihan ……… 26

8. Pelaksanaan Pelatihan ……… 27

9. Pelatihan Sebagai Satuan Pendidikan Luar Sekolah ……… 28

D. Konsep Keterampilan Shiatsu ……….. 31

1. Pengerian Shiatsu ………. 32

2. Sejarah Perkembangan Shiatsu ……….. 32

3. Karakterisitik Shiatsu ……….. 35

4. Materi Perkembangan Shiatsu ……… 36

5. Manfaat Shiatsu terhadap Tubuh ……… 37

E. Konsep Kemandirian ……… 37

1. Pengertian Kemandirian ………. 37

2. Karakteristik Kemandirian ……… 39

3. Jenis Kemandirian ……… 42

4. Tingkat Kemandirian ………. 42

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian ………. 43

6. Pendidikan Luar Sekolah Dalam Meningkatkan Kemandirian ………. 44

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Peneltian ……….. 46

1. Lokasi Penelitian ……… 46

(7)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu Dalam Meningkatkan Kemandirian Bagi Tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Tahap Pelaksanaan ………. 47

3. Tahap Pelaporan ………. 48

C. Metode Penelitian ………. 48

D. Definisi Operasional ………. 50

E. Instrumen Penelitian ……… 51

F. Proses Pengembangan Instrumen ……….. 52

G. Teknik Pengumpulan Data ………. 53

H. Analisis Data ……… 58

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Penelitian ………. 62

1. Sejarah Perkembangan Lembaga ……….. 62

2. Identitas Responden ………. 70

B. Hasil Penelitian ……… 72

1. Perencanaan ……….. 72

2. Pelaksanaan ……….. 76

3. Evaluasi ………. 80

C. Pembahasan Hasil ……… 81 1. Perencanaan Program Pelatihan Keterampilan yang dilakukan oleh PSBN

Wyata Guna Bandung kepada peserta pelatihan Penyandang Tunanetra dalam meningkatkan kemandirian ……… 2. Pelaksanaan Pelatihan Keterampilan dalam Meningkatkan Kemandirian

Peserta Pelatihan Penyandang Tunanetra yang Dilakukan Oleh PSBN Wyata Guna Bandung

(8)

1. Perencanaan program pelatihan keterampilan yang dilakukan oleh PSBN Wyata Guna Bandung kepada penyandang tunanetra dalam meningkatkan

kemandirian ……… 109

2. Pelaksanaan pelatihan keterampilan shiatsu dalam meningkatkan kemandirian penyandang cacat yang dilakukan oleh PSBN Wyata Guna Bandung …. 110 3. Evaluasi program pelatihan keterampilan shiatsu dalam meningkatkan kemandirian peserta pelatihan penyandang tunanetra yang dilakukan oleh PSBN Wyata Guna Bandung ……… 111

B. Rekomendasi ……… 112

1. Pihak Penyandang Tunanetra ………. 112

2. Pihak Instruktur ……… 112

3. Pihak Penyelenggara ………. 112

4. Pihak PSBN Wyata Guna ……… 112

5. Peneliti Selanjutnya ………. 112 DAFTAR PUSTAKA

(9)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu Dalam Meningkatkan Kemandirian Bagi Tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu proses upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk meningkatkan nilai perilaku seseorang atau masyarakat, dari keadaan tertentu ke suatu keadaan yang lebih baik (Taqiyuddin M 2008 : 1) ungkapan ini mengisyaratkan bahwa pendidikan merupakan suatu kewajiban bagi setiap manusia. Kewajiban ini harus dipenuhi oleh setiap manusia, lantaran sejak ia dilahirkan memiliki berbagai ketidak berdayaan, sehingga ia harus ditolong , dibantu, dibimbing, dan diarahkan agara dapat mencapai kedewasaan. Pendidikan merupakan modal dasar dalam membentuk pola pikir pengembangan intelektual. Pendidikan semacam ini, dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan yang dilakukan dengan sengaja, terartur, terencana guna membentuk sikap dan tingkah laku manusia ke arah yang lebih baik. Begitu pemtingnya keberadaan pendidikan, sehingga pemerintah secara serius memperhatikan segala bentuk aktifitas yang dilakukan masyarakat. Salah satu bukti keseriusan pemerintah dalam memperhatikan masalah pendidikan adalah, diterbitkan UU RI nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional yang didalamnya mengatur tentang penyelenggaraan pendidikan.

(10)

semua pengalaman serta pemikiran manusia mengenai pendidikan. Pengalaman itu terjadi karen adanya interaksi itu menimbulkan proses perubahan belajar pada manusia dan selanjutnya proses perubahan itu menghasilkan perkembangan (development) bagi kehidupan seseorang atau kelompok di dalam lingkungannya. Proses belajar akan menghasilkan proses prubahan (belajar) pada manusia kemudian proses itu berlanjut kepada perkembangan (development) untuk kehidupan seseorang atau kelompok dalam lingkungannya. Dalam proses belajar akan menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif (penalaran, penefsiran, pemahaman, dan penerapan

informasi), peningkatan kompetensi (keterampilan, intelektual dan sosial), pemilihan

dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaaan, dan perasaan serta kemauan unutk berbuat atau merespon sesuatu rangsangan (stimuli). Proses perubahan belajar terjadi dengan disengaja ataupun tidak disengaja.

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam menciftakan manusia yang bermutu, dan dapat meningkatkan kehidupannya untuk dimasa yang akan datang. Pada dasarnya pendidikan merupakan agen pembangunan dan perubahan, tanpa adanya pendidikan, tidak akan ada pembangunan, sehingga tidak akan ada pula perubahan. Kemajuan pada bidang pendidikan akan menunjukkan kemajuan suatu bangsa, begitupun sebaliknya kemunduran pada bidang pendidikan akan menunjukkan kemunduran suatu bangsa. Bangsa yang melek pendidikan adalah bangsa yang orientasi terpenting dalam hidupnya tertuju pada dunia pendidikan.Upaya ini diselenggarakan secara sadar dan sistematis oleh pemerintah melalui sistem pendidikan nasional dalam mengembangkan dan membina sumber daya manusia sehingga pada saatnya nanti diharapkan dapat menjadi individu-individu yang mampu menghadapi tantangan bagi dirinya sendiri, masyarakat, maupun negaranya.

(11)

Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana unutk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya unutk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 bahwa sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu unutk mencapai tujuan pendidikan nasional, yang terdiri dari pendidikan formal, informal, dan nonformal. Pendidikan Nonformal atau Pendidikan Luar sekolah memiliki satuan pendidikan diantaranya Pusat Kegiatan belajat Mengajara (PKBM), Majlis ta’lim, kursus, pelatihan, dan satuan lembaga sejenis lainnya.

Penyelenggraaan Pendidikan Luar Sekolah di Indonesia pada kenyataanya tidak hanya terpacu pada departemen pendidikan dan kebudayaan, akan tetapi juga oleh departemen lain yang bahkan diselenggarakan oleh lembaga ataupun organisasi kemasyarakatan. Pendidikan Luar Sekolah dikemukakan oleh : Philips H. Coombh (D.Sudjana, 2001 : 22-23) bahwa :

Pendidikan Luar Sekolah adalah setiap kegiatan yang terorganisir dan sistematis diluar system persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu didalam mencapai tujuan belajarnya.

(12)

dilaksanakan dengan sengaja dalm pemberian bantuan kepada tenaga kerja dilakukan oleh tenaga professional kepelatihan dalam suatu waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta didik dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningktakan efektifitas dan prosuktifitas suatu lembaga.

Banyaknya lembaga yang menyelenggarakan program pelatihan semakin membuka kesempatan bagi masyarakat khususnya para penyandang cacat di Panti Bina Netra Wyata Guan Bandung dalam meningkatkan potensi dirinya unutk berubah dan berkembang. Berbagai instansi atau lembaga menggunakan pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan, kinerja dan tanggung jawab, yang dimiliki oleh sasaran, baik yang dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan, Departemen Kebudayaan, Departemen Sosial dan lain-lain.

(13)

Masalah umum yang dihadapi para penyandang cacat di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna yaitu pendidikan nonformal yang masih belum memadai meskipun berbagai usaha terbaik sudah ada, namun hal ini belum tertuang ke dalam suatu sistem.Sebagai akibatnya efektifitasnya dirasa kurang unutk para penyandang cacat tunaterta.Oleh karena itu pelatihan keterampilan shiatsudiharapkan unutk meingkatakn kemandirian para penyandang cacat.Untuk itu, pelatihan keterampilan

shiatsuddiharpakan sebagai salah satu upaya peningkatan sumber daya tunanetra

untuk memiliki pengetahuan, wawasan, keterampilan dan sikap mental dan bisa mandiri.Tujuan dari penyelenggaraan pelatihan keterampilan shiatsuuntuk para penyandang cacat ini unutk memingkatakn kualitas pijat shiatsu bagi terapis unutk lebih ahli dan professional.Sebagai mana kita ketahui panti pijat professional telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan secara khusus di sebuah lembaga dengan jangka waktu tertentu.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan terhadap penyelenggaraanpelatihan keterampilanshiatsu dalam meningkatkan kemandiriandi Panti Bina Netra Wyata Guan Bandung diketahui bahwa terdapat beberapa permasalahan yang diidentifikasi sebagai berikut:

1. Penyandang cacat masih kurang dalam mendapatkan perhatian baik dari pemerintah atau pun lembaga terkait berdasarkan survey yang dilakukan oleh Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung.

(14)

3. Banyaknya lembaga yang menyelenggarakan program pelatihan semakin membuka kesempatan bagi masyarakat khususnya para penyandang cacat di Panti Bina Netra Wyata Guan Bandung dalam meningkatkan potensi dirinya unutk berubah dan berkembang.

Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka dapat di rumuskan sebagai berikut:

“Bagaimana penyelenggaraan pelatihan keterampilan shiatsu dalam

merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kemandirian yang dilakukan oleh Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung”.

C. Pertanyaan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka penulis dapat menjelaskan dengan pertanyaan penellitian sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan program pelatihan keterampilan shiatsu yang dilakukan oleh Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung kepada penyandang cacat dalam meningkatakan kemandirian?

2. Bagaimana pelaksanaan program pelatihan keterampilan shiatsu yang dilakukan oleh Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung kepada penyandang cacat dalam meningkatakan kemandirian?

(15)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang penulis lakukan yaitu :

1. Untuk mengetahui perencanaan program pelatihan keterampilan shiatsu yang dilakukan oleh Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung kepada penyandang cacat dalam meningktakan kemandirian

2. Untuk mengetahui pelaksanaan program pelatihan keterampilan shiatsu yang dilakukan oleh Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung kepada penyandang cacat dalam meningktakan kemandirian.

3. Untuk mengetahui evaluasi program pelatihan keterampilan shiatsu yang dilakukan oleh panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung kepada penyandang cacat untuk meningkatakn kemandirian.

E. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif penguatan prosentase, yaitu metode penelitian yang mengungkap permasalahan-permasalahan yang terjadi di masa kini kemudian di analisa.

(16)

pengelola program pelatihan keterampilan shiatsu di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung.

Tes (pre tes dan post tes) dilakukan untuk mengetahui atau mengukur kemampuan mengenai seberapa jauh peningkatan kemampuan warga belajar setelah mengikuti program pelatihan keterampilan shiatsu yang dilakukan kepada pata penyandang cacat di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung.

Skala sikap dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perubahan sikap dari penyandang cacat setelah mengikuti program pelatihan keterampilan shiatsu, pengukuran skala sikap ini dilakukan kepada penyandang cacat program pelatihan keterampilan shiatsu di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung.

Observasi dilakukan unutk memberikan pengamatan secara langsung terhadap kegiatan keterampilan shiatsu yang dilakukan oleh penyandang cacat di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung dalam memenfaatkan hasil pembelajaran keterampilan shiatsu.

F. Manfaat Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini sebagai beikut :

1. Secara Konseptual Teoritis

(17)

hal yang sama dari sudut pandang yang berbeda dengan lebih mendalam di kemudian hari, berkaitan dengan pengembangan ilmu pendidikan luar sekolah khususnya mengenai program pelatihan keterampilan shiatsuterhadap peningkatan kemandirian bagi para penyandang cacat di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung.

2. Kegunaan Praktis

Manfaat secara praktis dapat dijabarkan seperti di bawah ini:

a. Sebagai bahan tambahan pengetahuan dan pengalaman sehingga dapat mengoptimalkan teori yang dimiliki untuk mencoba menganalisa fakta, data, gejala dan peristiwa yang terjadi untuk dapat ditarik kesimpulan secara objektif dan ilmiah.

b. Memberikan masukan kepada insturktur shiatsu mengenai perkembangan pembelajaran serta masalah yang dihadapi dalam pembelajaran.

G. Struktur Organisasi Skripsi

Sistematika yang dipergunakan dalam penulisan laporan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. BAB I : Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penulisan, manfaat penelitian, definisi oprasional, kerangka berfikir penelitian, metode penelitian dan teknik penelitian teknik pegumpulan data, sistematika penulisan, dan agenda kegiatan.

(18)

diantaranya Pendidikan Luar Sekolah, konsep manajemen pendididkan luar sekolah, konsep pelatihan, konsep keterampilan shiatsu, konsep kemandirian. 3. BAB III : Prosedur Penelitian, berisi tentang uraian Metode Penelitian, Subjek

Penelitian (sampel, populasi), Teknik Pengumpulan Data, Prosedur Pengolahan dan Analisis Data.

4. BAB IV : Membahas tentang hasil penelitian yang berisi deskripsi objek. 5. BAB V : Kesimpulan dan saran yang menyatakan mengenai hasil penelitian dan

(19)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu Dalam Meningkatkan Kemandirian Bagi Tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PSBN Wyata Guna Bandung yang berlokasi di Jalan Pajajaran No 52 Bandung 40171. Lokasi penelitian ini dipilih katena PSBN Wyata Guna Bandung merupakan lembaga penyelenggaraan pelatihan yang berbasis kepada keterampilan yang merupakan bagian dari pendidikan nonformal.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan beberapa individu yang dijadikan sebagai sampel dalam sebuah penelitian. Subjek penelitian sesuatu baik orang, benda atau lembaga (organisasi) yang sifat keadaannya akan diteliti, dengan kata lain subjek penelitian merupakan sesuatu yang didalam dirinya melekat suatu objek penelitian. Subjek di dalam penelitian kualitatif dinamakan sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman, dan guru dalam penelitian.

(20)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

Berdasarkan pertimbangan diatas dan atas informasi dari pihak penyelenggara pelatihan di PSBN Wyata Guna, maka subjek penelitian penyandang cacat netra yang diteliti dalam penelitian ini sebanyak 5 orang sumber primer.

Pemilihan responden secara purvosive tersebut dipilih dari bagi responden yang memiliki kriteria : (1) telah selesai mengikuti pelatihan (2) orang yang dituakan dalam kelompok (3) orang yang diembani sebagai instruktur pelatihan

shiatsu dan (4) memiliki pemahaman yang lebih utuh dibandingkan dengan

peserta lain.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian disini adalah rancangan penelitian dari awal sampa akhir penelitian, yaitu memberikan gambaran mengenai tahap perancangan penelitian, pelaksanaan penelitian, pengumpulan data, analisis data, hingga penulisan pelaporan penelitian. Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahap awal yang dilakukan peneliti adalah melakukan observasi lapangan ke lokasi penelitian yang berlokasi di Jalan Pajajaran No 52 Bandung 40171. Hal tersebut dilakukan peneliti karena agar memperoleh gambaran mengenai pokok permasalahan yang ada di lokasi, yang akan dijadikan lokasi penelitian. Selanjutnya peneliti melakukan perizinanan kepada pihak-pihak terkait dari instansi lemabaga pendidikan yang sedang ditempuh, kemudian ke pihak lembaga PSBN Wyata Guna.

2. Tahap Pelaksanaan

(21)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu Dalam Meningkatkan Kemandirian Bagi Tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tujuan dan pertanyaan penelitian yang disetujui oleh dosen pembimbing. Setelah data yang diperlukan terkumpul maka dilaksanakanlah analisis data.

3. Tahap Pelaporan

Pada tahap pelaporan ini penulis melakukan kegiatan triangulasi data yang merupakan pengecekan atau pemeriksaan dari data yang diperoleh agar memperoleh keabsahan data. Hal ini dilakukan dengan mengecek kebenaran informasi yang didapat dari informan kepada orang lain atau pihak-pihak yang ada kaitannya dengan informan. Tujuannya yaitu untuk membandingkan informasi yang didapat agar ada jaminan tentang kebenarannya. Pada tahap ini juga dilakukan perbandingan antara hasil observasi dengan wawancara serta membandingkannya dengan informasi yang didapatkan dari orang lain yang dekat dengan informan.

Peneliti menyusun laporan hasil pengumpulan data yaitu hasil observasi dan wawancara. Setelah penyusunan laporan ini maka didapatkan hasil penelitian dalam menyusun laporan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan maksud dan tujuan penelitian yang kemudian disusun secara sistematis berdasarkan prosedur pelaporan.

C. Metode Penelitian

Menurut Mardalis (1999) metode penelitian ilmiah merupakan “metode

disini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijadikan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran”.

(22)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

beliau mengemukakan bahwa “pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas hanya

sampai pada pengumpulan data dan penyusunan data tetapi meliputi analisis dan

interpretasi tentang arti data itu”.

Menurut Winaarno Surakhmad (1994:46) ada ciri-ciri dari metode deskriptif, yaitu:

1. Memusatkan perhatian pada permasalahan yang ada pada saat sekarang, pada masalah aktual

2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan kemudian dianalisis.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menurut Sugiyono (2012: 15) adalah :

Metode kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang

alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekannkan makna dari pada generalisasi.

(23)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu Dalam Meningkatkan Kemandirian Bagi Tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu D. Definisi Operasional

Untuk menjaga terjadinya kekeliruan dalam menafsirkan istilah-istilah dari suai dengan apa yang dimaksud, yaitu sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan

Menurut Sudjana (1992:9) penyelenggaraan pendidikan luar sekolah adalah suatu kegiatan yang dilaksananakan dalam pendidikan luar sekolah dimulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi.

2. Pelatihan

Menurut Goldstein dan Gresser (Kamil, 2010:6) mengemukakan bahwa pelatihan adalah usaha sistematis untuk menguasai keterampilan peraturan, konsep ataupun cara berprilaku yang berdampak pada peningkatan kinerja. Hal tersebut dapat disimpulkan kembali bahwa pelatihan merupakan kegiata usaha proses belajar di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam rangka meningktakan penegtahuan maupun keterampilan seseorang individu sebagai upaya menuju perubahan sikap kearah yang lebih baik. Pelatihan pada penelitian ini adalah penyelenggaraan pelatihan keterampilan shiatsu dalam meningkatkan kemandirian bagi para penyandang cacat di PSBN Wyata Guna.

3. Keterampilan

(24)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014 4. Shiatsu

Shiatsu merupakan teknik pengobatan yang mengutamakan tekanan sebagai ciri khasnya, yang menggabungkan cara-cara nma, Dou bin, Juu do Katsu hou dan fiso therapi.

5. Kemandirian

Selanjutnya Koenjoroningrat (Maritis dan Jamilah, 2010:88), Kemandirian adalah bagian dari kepribadian yang merupakan susunan unsur akal yang dapat menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari setiap individu. Sedangkan menurut Lisbet Simanjuntak (2009), Kemandirian adalah kemapuan yang disesuaikan dengan tugas perkembangan meliputi belajar berjalan, belajar makan, berlatih berbicara, koordinasi tubuh, kontak perasaan dengan lingkungan, pembentukan pengertian dan belajar moral.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, Sugiono (2013:60) menyatakan “the research

in the key instrument”. Peneliti adalah instrumen kunci dalam penelitian kualitatif. Instrumen terlampir.

Maksud dari pernyataan diatas adalah bahwa yang menjadi instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus peneliti menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen peneliti sederhana yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditentukan melalui observasi dan wawancara. Nasution (1998) dalam (Sugiono, 2013:60) mengungkapkan bahwa peneliti disini berperan sebagai alat peka terhadap segala stimulus dari lingkungan bagi pemaknaan penelitian, peneliti berperan sebagai pengumpul data, analisis, penafsir data, dan pada akhir penelitian menjadi pelopor penelitiannya.

(25)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu Dalam Meningkatkan Kemandirian Bagi Tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Untuk metode wawancara yaitu menggunakan pedoman wawancara b. Untuk metode tes yaitu menggunakan soal test (pre test dan post test) c. Untuk metode angket yaitu menggunakan kuesioner

d. Untuk metode observasi yaitu menggunakan chek-list

e. Untuk metode dokumentasi yaitu menggunakan dokumentasi atau bisa juga menggunakan chek-list.

Setelah diungkapkan beberapa konsep diatas, maka peneliti dapat memutuskan bahwa pada penelitian mengenai pelatihan keterampilan shiatsu dalam meningkatkan kemandirian para penyandang cacat di PSBN Wyata Guna, instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara, test (pre tesst dan post test), skala sikap, serta pedoman observasi.

F. Proses Pengembangan Instrumen

Beberapa hal mengenai proses pengembangan instrumen yang membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan praktik pengembangan instrumen serta tahapan-tahapan pengambilan data selama berada di lapangan, penyusunan alat pengumpul data pada pengembangan instrumen dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Penyusunanan kisi-kisi penelitian

(26)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

2. Penyusunan Pedoman Wawancara

Pedoman waawancara disusun dari indikator-indikator yang telah ada dan dirumuskan ke dalam pedoman wawancara, kemudian di uji cobakan kepada informan yaitu pengelola, tutor serta supervisor.

3. Penyusunan Format Test

Format test yang terdiri dari dua test yaitu pre test dan post test dibuat dari indikator-indikator yang telah ada dan disusun ke dalam pertanyaan-pertanyaan untuk yang akan di uji cobakan kepada peserta pelatihan keterampilan shiatsu.

4. Penyusunan Format Skala Sikap

Format skala sikap disusun berdasarkan indikator yang terlah dibuat sebelumnya dengan berbentuk pernyataan-pernyataan yang akan di uji cobakan kepada peserta pelatihan keterampilan shiatsu.

5. Penyusunan Pedoman Observasi

Penyusunan pedoman observasi yang dibuat berdasarkan indikator yang terlebih dahulu telah disusun, pedoman observasi ini dibuat berbentuk poin-poin yang harus dinilai oleh peneliti sendiri.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan uatama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2013:62). Data yang objektif dapat diperoleh melalui penggunaan teknik pengumpul data serta alat pengumpul data yang tepat. Tujuan dari dilakukannya penelian langsung ke lapangan adalah untuk mendapatkan informasi dan data yang objektif sesuai dengan yang diinginkan oleh peneliti, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data untuk memperoleh data dan informasi tersebut, karena tanpa mengetahui teknik pengumpulan data yang tepat untuk digunakan peneliti tidak akan mendapatkan data yang objektif sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nurul Zuriah

(27)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu Dalam Meningkatkan Kemandirian Bagi Tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti pada penelian penyelenggaraan pelatihan keterampilan shiatsu dalam meningkatkan kemandirian bagi para penyandang cacat ini, yaitu:

1. Wawancara

Wawancara dapat digunakan sebagai teknik pengumpulan data dengan tanya jawab yang dilakukan dengan sistematis dan berdasarkan pada tujuan penelitian. Wawancara biasanya digunakan apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, serta apabila peniliti hendak mengetahui hal-hal yang lebih mendalam dari responden mengenai permasalahan yang sedang diteliti. Kegiatan wawancara yang dilakukan akan terjadi interaksi antara dua orang atau lebih, dimana perilaku dari peneliti (interviewer) dengan informan/sumber data (interviewee) sesuai dengan peran dan ststus dari mereka masing-masing.

Penggunaan teknik pengumpulan data ini mendasarkan pada pengetahuan dan keyakinan pribadi. Maka anggapan yang harus dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode wawancara adalah sebagai berikut:

a. Subyek (responden) adalah orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri b. Yang dinyatakan subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya c. Interpretasi subyek mengenai pernyataan-pernyataan yang diajukan peneliti

kepadanya adalah sama denngan apa yang dimaksudkan oleh peneeliti.

Sugiyono (2009: 194) mengemukakan beberapa macam wawancara yang dapat dilakukan melalui tatap muka maupun dengan menggunakan telepon, yaitu sebagai berikut:

1. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.

(28)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya, pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Wawancara yang dilakukan merupakan salah satu dari teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini, yang bertujuan untuk mencari data dan informasi mengenai penyelenggaraan pelatihan keterampilan shiatsu dalam meningkatkan kemandirian bagi para penyendang cacat. Wawancara dilakukan kepada informan dalam hal ini yang menjadi informan (interviewee) adalah pengelola, instruktur, dan supervisor pelatihan keterampilan shiatsu. Sedangkan yang melakukan wawancara atau pencari informasi (interviewer) adalah peneliti itu sendiri dalam hal ini mahasiswa PLS UPI yang meneliti mengenai pelatihan keterampilan shiatsu untuk meningkatan kemadirian bagi para penyandang cacat di PSBN Wyata Guna.

2. Tes

Suharsimi Arikunto (2010 : 266) mengemukakan pendapat memngenai tes bahwa tes digunakan untuk mengukur mengukur ada atu tidaknya sesuatu ataupun besarnya kemampuan suatu objek yang diteliti. Instrumen tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan dasar dan suatu pencapaian ataupun sebuah perstasi yang diraih.

Menurut Suharsimi Arikunto (1999 : 162) Ada dua jenis tes, yaitu: a. Tes subjektif

Tes ini pada umumnya berbentuk esai (uraian), tes bentuk esai (uraian) adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.

b. Tes objektif

(29)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu Dalam Meningkatkan Kemandirian Bagi Tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1) Tes benar – salah (true – false), soal-soalnya berbentuk pernyataan, ada

pernyataan yang benar dan ada yang salah.

2) Tes pilihan ganda (multiple choice test), terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan mengenai suatu pengertian yang belum lengkap, dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan.

3) Menjodohkan (matching test), terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban, masing-masing pertanyaan menpunyai jawabannya yang tercantum pada seri jawaban.

4) Tes isian (completion test), terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan.

Pada penelitian penyelenggaraan pelatihan keterampilan shiatsu ini instrumen tes yang digunakan untuk memngetahui tingkat pemahaman dan aplikasi subjek terhadap bahan belajar akan diberikan dan selah diberikan, maka instrumen tes yang digunakan adalah jenis tes objektif, dalam tes objektif dipilih tes pilihan ganda, karena menurut penulis tes ini yang paling tepat untuk digunakan dengan subjek penelitiannya adalah peserta pelatihan yang mengikuti program pelatihan keterampilan shiatsu.

3. Skala Sikap

Saifuddin Azwar (2010 : 95) dalam bukunya mengemukakan skala sikap yaitu:

“Metode pengungkapan sikap dalam bentuk self-report yang

hingga kini dianggap sebagai paling dapat diandalkan adalah dengan menggnakan daftar pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh

individu yang disebut sebagai skala sikap.”

(30)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

tujuan untuk mengukur sikap namun pernyataan tidak langsung ini biasanya tersamar dan memiliki sifat proyektif.

Suharsimi Arikunto (1999 : 180) dalam bukunya mengatakan bahwa ada beberapa bentuk skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, antara lain:

a. Skala Likert

Skala ini disusun dalam bentuk suatu pertanyaan dan diikuti oleh lima resspons yang menunjukkan tungkatan.

b. Skala pilihan ganda

Skala ini berbentuk seperti soal pilihan ganda yaitu suatu pernyataan yang diikuti oleh sejumlah alternatif pendapat.

c. Skala thurstone

Merupakan skala yang mirip dengan skala buatan Likert karena merupakan suatu instrumen yang jawabannya menunjukkan tingkatan. d. Skala guttman

Berupa tiga atau empat buah pernyataan yang masing-masing harus di

jawab “Ya” atau “Tidak”, pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang berurutan sehingga jika responden setuju nomor 2, maka diasumsikan setuju nomor 1.

e. Semantic differential

Instrumen ini mengukur konsep-konsep untuk tiga dimensi, dimensi-dimensi ada yang diukur dalam kategori baik – tidak baik, kuat – lemah, cepat – lambat, aktif – pasif, dll.

f. Pengukuran minat

Minat seseorang dapat juga diukur dengan cara memilih salah satu

pernyataan yang sudah disiapkan, dari mulai “Sangat Senang sanpai Sangat Tidak Senang” dapat juga diteruskan sampai dengan 11 skala.

(31)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu Dalam Meningkatkan Kemandirian Bagi Tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pengumpulan data melalui skala sikap memiliki subyek penelitian yaitu peserta pelatihan keterampilan shiatsu.

Dari respons subyek penelitian dalam hal ini warga belajar, pada setiap pernyataan itu kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap seseorang.

4. Observasi

Observasi menurut Nasution dalam Sugiono (2013:64) adalah dasar ilmu pengetahuan, para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut Marshall dalam Sugiono (2013:64. Teknik pengumpul data yang digunaka salah satunya adalah observasi, yang bertujuan untuk menganalisis tentang perilaku objek mengenai pelatihan keterampilan shiatsu. Observasi dilakukan kepada obyek penelitian dalam hal ini yaitu para penyandang cacat di PSBN Wyata Guna yang mengikuti program pelatihan keterampilan shiatsu.

H. Analisis Data

Analisis data menurut Bogdan dalam bukkunya Sugiono (2010:224) merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematik data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lainnya, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada oraqang lain. Analisis data pada penelitian penyelenggaraan pelatihan keterampilan shiatsu dalam meningkatkan kemandirian bagi para penyandang cacat memrupakan proses mencari data dan menyusun data secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, tes, skala sikap, dan onservasi. Data yang telah didapatkan tersebut kemudian dianalisis dan dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

(32)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

1. Melakukan seleksi data, memilih data yang telah dikumpulkan agar mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga dapat diproleh.

2. Mengklasifikasikan data dengan mengelompokkan data kemudian data tersebut digolongkan yang bertujuan untuk mempermudah dalam pengolahan. 3. Data yang diperoleh melalui wawancara, diolah dengan cara sebagai berikut:

a. Membuat tabel dengan jalur kolom nomor, pertanyaan, informan, dan jawaban.

b. Mendeskripsikan jawaban hasil penelitian.

4. Data yang diperoleh melalui teknik tes, skala sikap, dan observasi dilakukan tabulasi data menurut kelompok yang telah ditentukan, agar tiap frekuensi kemungkinan jawaban dapat diketahui

5. Data yang didapat meleui tes (pre test dan post test), diolah dengan cara sebagai berikut:

a. Dibuat tabel dengan jalur kolom nomor, nama, hasil pre tes, hasil post tes, selisih hasil yang diperoleh.

b. Mendapatkan hasil dari selih dengan cari hasil post tes dikurang dengan hasil pre tes.

c. Mendeskripsikan hasil dari pre tes dan post tes yang telah diperoleh. 6. Data yang diperoleh melalui skala sikap, diolah sebagai berikut:

a. Membuat tabel dengan jalur kolom nomor, nama, aspek (+) dan (-), skor, menentukan skala, dan diberi keterangan

(33)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu Dalam Meningkatkan Kemandirian Bagi Tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tabel 3.1 Kriteria perhitungan

Pilihan Jawaban Skor

SS = Sangat Setuju 5

S = Setuju 4

RR = Ragu-Ragu 3

TS = Tidak Setuju 2 STS = Sangat Tidak Setuju 1

Sumber: Sugiyono

c. Data yang telah diperoleh dari skala sikap Likert, untuk mengetahui kecenderungan peserta pelatihan dalam keterampilan shiatsu itu lebih ke arah positif, negatif, atau netral (tidak memiliki kecenderungan sama sekali). Untuk mengetahui prosentase digunakan rumus sebagai berikut:

̅

Maka didapatkan nilai untuk batas atas dan batas bawah sebagai berikut:

d. Kriteria rentang sikap

Tabel 3.2 Rentang Sikap No. Rentang Sikap 1. 0 – 1,5 Negatif 2. 1,5 – 2,5 Netral 3. 2,5 – 4 Positif

Sumber: Sugiyono

(34)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

7. Data yang diperoleh dari hasil observasi, tahapan pengolahannya sebagai berikut:

a. Membuat tabel dengan kolom nomor, nama, aspek, jumlah ( ∑ ), prosentase (%).

b. Mencari jumlah total yang didapatkan dengan cara menjumlahkan nilai aspek keseluruhan yang didapatkan (1- 6). Kriteria perhitungan jawaban sebagai berikut:

Tabel 3.4 Kriteria Observasi

Pilihan Jawaban Skor

ST = Sangat Terampil 4 T = Terampil 3 KT = Kurang Terampil 2 STT = Sangat Tidak Terampil 1

c. Menghitung prosentase (%) pada Observasi Jumlah Skor individu =

x 100 d. Kriteria hasil perhitungannya sebagai berikut:

Setelah kriteria diatas telah ditatapkan penulis, setiap hasil jawaban yang telah diperoleh skornya sehingga memudahkan dalam penafsiran pada penelitian menggunakan metode observasi.

8. Melakukan analisis data, data yang telah dideskripsi, diprosentasekan, dan di jumlahkan kemudian dianalisa untuk menafsirkan jawaban yang diberikan responden.

(35)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu Dalam Meningkatkan Kemandirian Bagi Tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

KESIMPULAN

Pada bab ini peneliti akan mengemukakan hasil analisis berdasarkan deskripsi dan analisis data yang telah diperoleh mengenai “Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu dalam meningkatkan kemandirian bagi tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung, dapat ditarik kesimpulan yang untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah diajukan yaitu mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

A. Kesimpulan

1. Perencanaan program pelatihan keterampilan yang dilakukan oleh PSBN Wyata Guna Bandung kepada penyandang tunanetra dalam meningkatkan kemandirian

Program pelatihan keterampilan shiatsu merupakan kegiatan pemberian bekal keterampilan kepada peserta pelatihan penyandang tunanetra dalam meningkatkan kemandirian. Perencanaan penyelenggaraan pelatihan keterampilan shiatsu, dilaksanakan selama 2 tahun untuk setiap periode pembelajaran. Langkah yang dipersiapkan dalam proses pembelajaran pelatihan keterampilan shiatsu adalah memyiapkan bahan ajar yang digunakan oleh instruktur mengenai materi tentang shiatsu, cara memijat posisi telungkup, cara memijat posisi terlentang, cara memijat posisi duduk. Metode dalam pembelajaran program pelatihan keterampilan shiatsu adalah metode pembelajaran yaitu teori dan praktek. Teori yang dilakukan dengan metode ceramah di depan kelas. Praktek dilakukan dengan menggunakan 2 metode yaitu ceramah dan demontrasi, dimana peserta pelatihan dibuat sepasang-sepasang yang masing-masing berperan sebagai terafis dan pasien. Karena peserta pelatihannya adalah penyandang tunanetra maka instruktur langsung mendontrasikan praktek shiatsu ke smua pasangan peserta pelatihan. Setelah selesai pemberian materi posisi diganti yang tadinya menjadi pasien berubah menjadi terafis dan yang tadinya terafis menjadu pasien.

(36)

cacat yang diselenggarakan oleh PSBN Wyata Guna Bandung yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki oleh peserta pelatihan penyandang tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung dalam memiliki keterampilan praktis sehingga mampu memenuhi kebutuhan pokok maksimal.

2. Pelaksanaan pelatihan keterampilan shiatsu dalam meningkatkan kemandirian penyandang cacat yang dilakukan oleh PSBN Wyata Guna Bandung.

Program keterampilan shiatsu bertujuan untuk memenuhi pelatihan terutama bagi penyandang tunanetra yang tidak bisa mengeyam pendidikan formal, dan memberikan bekal keterampilan unutk meningkatkan kemandirian peserta pelatihan itu sendiri. Yang mengikuti program ini adalah penyandang tunanetra yang memiliki ijasah SMP. Terselenggaranya program ini karena tersedianya dana dari pemerintah tepatnya dari dana Kementrian Sosial , oleh karena itu program ini dibawah naungan Kementrian soail yang akan ditinjau dari faktor pendukung dan penghambat yang ada oleh pemerintah.

Program yang diselenggarakan oleh PSBN Wyata Guna Bandung, yang berperan menjadi supervisor adalah dari lembaga itu sendiri, pada pengawasan program pelatihan keterampilan shiatsu, supervisor mengawasi seluruh administrasi yang ada serta mengawasi jalannya kegiatan awal sampai evaluasi setelah program selesai dilaksanakan.

(37)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu Dalam Meningkatkan Kemandirian Bagi Tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dikelola oleh PSBN Wyata Guna termasuk kedalam faktor pendukung karena kerjasama dengan Kementriasn Sosial sehingga segala sesuatunya mudah diurus.

Terdapat faktor pendukung maka terdapat pula beberapa faktor penghambat yang dihadapi dalam penyelenggaraan program pelatihan keterampilan shiatsu ini. Faktor penghambat yang dialami oleh PSBN Wyata Guna pada program ini yaitu berasal dari rendahnya tingkat wawasan pengetahuan, keterampilan yang dimiliki oleh peserta pelatihan pada awal pembelajaran sehingga instruktur cukup merasa kerepotan dalam memberikan meteri pembelajaran pengetahuan dan keterampilan. Selain itu, untuk pembelajaran tertulis yang belum dilengkapi oleh modul braile yang disediakan.

3. Evaluasi program pelatihan keterampilan shiatsu dalam meningkatkan kemandirian peserta pelatihan penyandang tunanetra yang dilakukan oleh PSBN Wyata Guna Bandung.

Evaluasi program dilakukan oleh supervisor, pengelola, instruktur, dan peserta pelatihan penyandang tunanetra. Evaluasi penyelenggaraan program ini dilakukan selama tiga tahap yaitu, awal persiapan pelaksanaan kegiatan, proses kegiatan berlangsung, dan akhir kegiatan sebagai pembahasan tindak lanjut. Evaluasi digunakan sebagai bahan penilaian penyelenggaraan program pelatihan keterampilan shiatsu dilakukan oleh supervisor.

Evaluasi yang dilakukan oleh pengelola pada tahap awal persiapan dilihat dari latarbelakang pendidikan yang sudah diseleksi, kondisi peserta pelatihan timbulnya dorongan untuk mengikuti keterampilan shiatsu dalam peningkatan kemandirian. Oleh karena itu program pelatihan ini terorganisir dengan beberapa pihak terkait agar tujuan dilaksanakannya program ini berjalan dengan baik, efektif dan efisien sesuai dengan apa yang diharapkan.

(38)

dapat dilihat dengan cara memijat shiatsu yang cukup baik dikarenakan wawasan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang bertambah baik.

Evaluasi akhir kegiatan sebagai tindak lanjut (output) dilakukan oleh pengelola dan supervisor dengan melaksanakan test lisan dan demontrasi shiatsu, yang awalnya kurang terampil hingga akhirnya mengetahui cara meijat yang baik dan lebih profesional yang pada akhirnya mengetahui cara persiapan alat, bahan, tempat, cara memijat posisi telungkup, cara memijat psosisi terlentang, dan cara memijat posisi duduk hal tersebut terlihat dari hasil tes (pre tes dan post tes) serta observasi yang telah dilakukan. Evaluasi ini dengan menggunakan pre test dan

post test dikarenakan pre test diberikan dengan maksud untuk mengetahui apakah

diantara peserta yang sudah mengetahui mengenai materi yang akan diajarkan, dan untuk mengetahui kemampuan awal mengenai materi yang akan disampaikan dan supervisor akan lebih mudah untuk menentukan cara penyampaian materi. Sedangkan post test diberikan dengan maksud apakah peserta sudah mengerti apa yang telah diajarkan oleh insturktur. Dilakukan juga dengan pengukuran menggunakan skala sikap mengenai motivasi, harapan, ketekunan, kerjasama, dan wawasan kedepan, yang keseluruhannya telah diukur dan mendapatkan hasil yang positif. Kemandirian yang dimiliki oleh peserta pelatihan penyandang tunanetra pun meningkat yang ditandai dengan lebih percaya diri dan lebih mandiri diluar pembelajaran keterampilan shiatsu.

A. Rekomendasi

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan maka peneliti mengajukan rekomendasi yang telah dipaparkan sebelumnya. Dan rekomendasi yang diberikan penulis pada penelitian ini adalah:

1. Pihak Penyandang Tunanetra PSBN Wyata Guna

(39)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu Dalam Meningkatkan Kemandirian Bagi Tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menyusun rencana-rencana untuk mencapai pekerjaan yang diminatinya, serta mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan perwujudan rencana yang telah disusunnya.

2. Pihak Instruktur

Dalam kegiatan pelatihan, sebagian peserta masih ada yang kurang mengenal materi, oleh karena itu instruktur harus lebih mendalam lagi mengenal peserta satu persatu satu terutama berkaitan dengan teknik-teknik shiatsu karena wawasan dan pengetahuan peserta berbeda-beda.

3. Pihak Penyelenggara

Hendaknya PSBN Wyata Guna Bandung dapat lebih memaksimalkan sarana dan prasarana pembelajaran lebih khusus pada persiapan alat, bahan dan tempat untuk shiatsu agar hasil dari pelatihan lebih bagus lagi dan efektif. Dengan demikian program pelatihan keterampilan shiatsu dalam meningkatkan kemandirian dalam hal taraf hidup tunanetra itu sendiri. dapat mengadakan kegiatan diskusi secara rutin yang berkaitan dengan pekerjaan yang dapat ditekuni tunanetra yang menempuh program rehabilitasi sosial pada tahap lanjutan di PSBN Wyata Guna Bandung di masa depan.

4. Pihak PSBN Wyata Guna

Dalam melaksanakan pelaihan keterampilan shiatsu seharusnya tidak dilakukan 2 tahun sekali, dapat dilakukan secara berkala, agar tunanetra yang belum mengikuti pelatihan keterampilan shiatsu dapat memperoleh kemampuan dalam meingkatkan kemandiriannya. Lembaga dapat memberikan kesempatan kepada penyandang tunanetra agar dapat mengikuti pelatihan dan jenis pelatihan yang diseenggarakan dan memfasilitasi. Dan dapat memberi informasi mengenai tempat-tempat yang kemungkinan dapat menyediakan pekerjaan bagi penyandang tunanetra yang menempuh program rehabilitasi sosial pada tahap lanjutan di PSBN Wyata Guna Bandung.

5. Pihak Peneliti Selanjutnya

(40)
(41)

Reva Tanti Nurbaeti, 2014

Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Shiatsu Dalam Meningkatkan Kemandirian Bagi Tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Amalia, E (2012). Penyelenggaraan Pendidikan Keterampilan dalam Meningkatkan Kemampuan Wirausaha Warga Belajar Paket B. Skripsi Program Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia Jurusan Pendidikan Luar Sekolah. Bandung : tidak diterbitkan

Anwar. (2006). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education) Konsep dan Aplikasi. Bandung : Alfabeta

Artasasmita, R. (1985). Pedoman Merancang Sistem Kursus dan Latihan. Bandung : IKIP Bandung

Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta : Bina Aksara Arikunto, S (1999) Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Arikunto, S (2010). Sikap Manusia Teori dan Pengukuranya. Yogyakarta : Rineka Cipta Joesoef, S. (1999). Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta : Sinar Grafika Offset Kamil, M (2012). Model Pendidikan dan Pelatihan. Bandung : Rosda

Komalasari, R. (2003). Studi Deskriftif tentang Pembinaan Ekstrakulikuler Bidang Argi Bisnis dalam Upaya Meningkatkan Motivasi Usaha Siswa di SMU Negri I Lembang Pemerintah Kabupaten Bandung. Skripsi Program Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia Jurusan Pendidikan Luar Sekolah. Bandung : tidak ditebitkan

Moekijat. (1993). Evaluasi Pelatihan dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Perusahaan. Bandung : Mandar Maju

Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Taito

PSBN Wyata Guna Bandung. (2009) Pedoman Bimbingan Shiatsu. Bandung : tidak diterbitkan Saleh, H.M. (2010). Pendidikan Nonformal Dimensi Dalam Keaksaraan Fungsional Pelatihan,

(42)

Sudjana, D. (2000). Manajemen Program Pendidikan Untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung : PT Falah Production

Sudjana, D. (2008). Evaluasi Pendidikan Luar Sekolah untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bandung : Rosda

Gambar

Tabel 3.1 Kriteria perhitungan
Tabel 3.4 Kriteria Observasi

Referensi

Dokumen terkait

DI SLB YPDP BANDUNG (STUDI KASUS TERHADAP ‘RG’ SALAH SATU SISWA TUNANETRA DI SLB YPDP BANDUNG). Dalam dunia pendidikan khusus keterampilan bergerak dan berpindah biasa

Siswa tunanetra yang menempuh program rehabilitasi sosial pada tahap lanjutan di PSBN Wyata Guna Bandung yang telah memiliki orientasi masa depan bidang pekerjaan

yang dilaksanakan di PSBN Wyata Guna Bandung. Kelima, pelaksanaan pembinaan keagamaan bagi tunanetra di PSBN Wyata Guna Bandung tidak terlepas dari hambatan dan masalah. Beberapa

Putri Shalsa Novita, Pengaruh Hasil Pelatihan Orientasi Mobilitas Terhadap Peningkatan Kemandirian Penyandang Dengan Kecacatan Netra Di Panti Sosial Bina Netra

Kasus pada Program Rehabilitasi di PSBN Wyata Guna, pengembangan kapasitas diintervensi dalam bentuk bimbingan keterampilan yang prospektif bagi pekerjaan penyandang

POLA ASUH PEMBIMBING ASRAMA ASTER DALAM MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN BELAJAR DISABILITAS TUNANETRA DI PANTI SOSIAL BINA NETRA WYATA GUNA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan. © Reva Tanti N 2014 Universitas

Selain perbedaan perilaku penyandang tunanetra, dari tabel juga dapat disimpulkan bahwa terdapat sedikitnya sembilan elemen pembentuk lingkungan fisik di PSBN Wyata Guna