PERANAN METODE PROBLEM BASED LEARNING MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVIS TERHADAP KETERAMPILAN
BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI DI SMP NEGERI 4 SUNGAILIAT BANGKA
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Geografi
Oleh:
ANUGRAH SULISTIANI FILIPHIANDRI NIM: 1103299
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI SEKOLAH PASCA SARJANA
Peranan Metode Problem Based
Learning melalui Pendekatan
Konstruktivis terhadap Keterampilan
Berpikir Kritis Peserta Didik di SMP
Negeri 4 Sungailiat Bangka
Oleh
Anugrah Sulistiani Filiphiandri S.IP UNHAS MAKASSAR, 1994
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan GEografi
© Anugrah Sulistiani Filiphiandri 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
PEMBIMBING :
Pembimbing I
Prof. DR. Darsiharjo, M.S NIP.196209211986030155
Pembimbing II
Prof. DR. Enok Maryani, M.S NIP 196001211985032001
Mengetahui Ketua Program Studi
Pendidikan Geografi
ABSTRAK
PERANAN METODE PROBLEM BASED LEARNING MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVIS TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI
DI SMP NEGERI 4 SUNGAILIAT BANGKA
Oleh: Anugrah Sulistiani Filiphiandri
Pembimbing I: Prof. DR. Darsiharjo, M.S Pembimbing II: Prof. DR. Enok Maryani, M.S
Tesis ini dilandasi dengan adanya pemikiran pentingnya keterampilan bepikir kritis dalam menghadapi cepatnya perubahan keadaan dalam masyarakat akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat. Keterampilan berpikir kritis ini diperlukan untuk dapat menghadapi permasalahan hidup dan mencari penyelesaian dari setiap permasalahan hidupnya secara logis dan tepat. Dalam Penelitian ini digunakan metode problem based learning melalui pendekatan konstruktivis, dimana peserta didik diharapkan dapat menjalani proses pembelajaran secara kolaboratif, mencari informasi atau data sebelum mengambil keputusan dalam menyelesaikan suatu persoalan. Kompetensi dasar yang dipih dalam pembelajaran ini adalah “ Mendeskripsikan Permasalahan Lingkungan Hidup dan Upaya Penanggulangannya dalam Pembangunan Berkelanjutan” . Hal ini didasari dengan peliknya permasalahan lingkungan hidup di Bangka tempat dilaksanakannya penelitian ini, akibat adanya kegiatan penambangan inkonvensional. Masalah lingkungan hidup merupakan tanggung jawab bersama, terlebih studi Geografi yang mempunyai sumber pembelajaran seluruh yang ada dipermukaan bumi. Harus ada kesadaran bersama bahwa semua bertanggungjawab atas permasalahan kerusakan lingkungan di Pulau Bangka. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitian non equivalentcontrol group designpretest-posttest. Subjek dalam penelitian ini adalah kelas VIII 2.dan kelas VIII.3 semester genap tahun ajaran 2012/2013. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes keterampilan berpikir kritis dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan hasil tes berpikir kritis yang diberikan sebelum dan sesudah eksperimen serta perubahan yang baik sesuai dengan indikator berpikir kritis. Sedangkan metode diskusi yang digunakan pada kelas kontrol juga memberikan pengaruh yang signifikan dalam keterampilan berpikir kritis walaupun tidak sebesar yang diberikan oleh problem based learning. Jika tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah agar peserta didik mampu berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis, maka problembased learning ini dapat dipertimbangkan untuk diterapkan dalam pembelajaran disekolah.
ABSTRACT
ROLE OF PROBLEM BASED LEARNING METHOD THROUGH CONSTRUCTIVIST APPROACH FOR CRITICAL THINKING SKILLS OF STUDENTS IN LEARNING GEOGRAPHY AT SMP NEGERI 4 SUNGAILIAT
BANGKA
By: Anugrah Sulistiani Filiphiandri
First Preceptor: Prof. DR. Darsiharjo, M.S Second Preceptor: Prof. DR. Enok Maryani, M.S
This thesis is based on the existence of critical thingking skills important in the face of rapid changes in society due to state of developmen of information and communication technology very rapidly.The critical thingking skills necessary to be able to face the problems of life and seek resolution of any problems in a logical and proper life. In this study used the method of problem based learning through a constructivist approach, in which learners are expected to undergo the process of collaborative learning, searching for information or data before making decision to solve a problem. Basic competence in this study is “Describe Problems of Environment and Abatemen Efforts in Sustainable Development”. This is based on the severity of environment problem in Bangka where the implementation of this study, due to mining activities uncoventional. Environment issues is a shared responsibility, especially the study of geography who have learning resources available across the surface of the earth. There should be acommon awareness that all responsibility for the problems of environmental damage on Bangka Island. The method used in this study is quasi experimental research design with non- equivalent control group pretest-posstest design. Subject in this research were VIII.2 and VIII.3, first semester, academic year 2012/2013. Data collection techniques used were a test of critical thingking skill and observation. The result showed a significant difference in critical thingking test given before and after the experimen and a good change according to indicators of critical thingking. While the discussion of the methode used in the control class also have a significant influence on critical thingking skill, although not as big as that given by problem based learning. If the learning objectives to be achieved is to make the student capable of critical thingking. Analytical, systematic, and logical, then problem based learning can be considered to be applied in learning at school.
DAFTAR ISI
D. Manfaat Penelitiaan ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
A. HakikatModelPembelajaran ... 12
1. Pengertian Model Pembelajaran ... 12
2. Kondisi yang Mempengaruhi Penggunaan Suatu Model Pembelajaran ... 15
B. MetodePembelajaranBerbasisMasalah ... 16
1. Langkah-langkah Metode Pembelajaran Berbasis Masalah ... 16
2. Beberapa Teori Pendukung Metode Pembelajaran Berbasis Masalah .. 17
3. Metode Diskusi ... 23
C. HakikatPendekatanPembelajaran Konstruktivis ... 25
1. Elemen-Elemen Pembelajaran Konstruktivis ... 27
2. Perbandingan Kelas Konstruktivis dengan Tradisional... 28
3. Kesukaran Penerapan Pembelajaran Konstruktivis ... 28
D. PengertianBerpikirKritis ... 29
1. Indikator Berpikir Kritis Menurut Ennis ... 31
2. Indikator Berpikir Kritis dan Indikator Pembelajaran ... 32
3. Strategi Berpikir Kritis ... 33
4. Keterkaitan Pendekatan Pembelajaran Konstruktivis dengan Keterampilan Berpikir Kritis ... 36
E. Hakikat Pembelajaran Geografi ... 37
1. Beberapa Konsep Geografi ... 37
2. Pengajaran Geografi di Tingkat Kurikulum Sekolah ... 39
F. Hasil Penelitian Sebelumnya... 41
BAB III MetodePenelitian ... 44
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 44
B. Desain Penelitian ... 45
C. Prosedur Penelitian... 46
D. Definisi Operasional... 46
E. Instrument Penelitian ... 49
F. Proses Pengembangan Instrumen ... 50
1. Uji Validasi Soal ... 50
2. Uji Reliabilitas ... 51
3. Indeks Kesukaran ... 53
4. Daya Pembeda ... 54
G. Teknik Pengumpulan Data ... 56
H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 56
I. Analisis Data ... 57
3. Deskripsi Hasil Penelitian ... 63
4. Proses Pembelajaran ... 66
5. Hasil Posttest di Kelompok Eksperimen ... 79
6. Perolehan Skor Posttest, Pretest dan N-gain Tiap Individu pada Kelompok Eksperimen ... 81
7. Hasil Posttest di KelompokKontrol ... 84
8. Perolehan Skor Posttest, Pretest dan N-gain Tiap individu pada Kelompok Kontrol ... 86
B. Uji Prasyarat Analisis ... 90
1. Uji Normalitas ... 90
2. Uji Homogenitas ... 91
C. Uji Hipotesis 1. Hasil Pretest dan Posttest Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelompok Eksperimen ... 92
2. Hasil Pretest dan Posttest Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelompok Kontrol ... 94
3. Uji Hipotesis Perbedaan N-gain Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol ... 96
4. Hasil Pengamatan Keterampilan Berpikir Kritis di Kelompok Eksperimen ... 99
6. Perbedaan Hasil Pengamatan Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok
Eksperimen dengan Kelompok Kontrol ... 104
7. Hasil Angket Perilaku Berpikir Kritis ... 104
D. Kendala-Kendala yang dihadapi dalam Problem Based Learning Untuk BerpikirKritis ... 106
E. Pembahasan ... 107
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 111
A. Kesimpulan ... 111
B. Rekomendasi ... 113
DAFTAR PUSTAKA ... 114
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Keunggulan dan Kelemahan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah ... 17
2.2 Perbedaan dan Persamaan Teori Vygotsky dengan Teori Piaget ... 22
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Diskusi... 25
2.4 Perbandingan Kelas Tradisional dengan Konstruktivis ... 28
2.5 Indikator Berpikir Kritis Menurut Ennis ... 31
2.6 Indikator Berpikir Kritis dan Indikator Pembelajaran ... 33
3.1 Desain Penelitian ... 45
3.2 Indikator Berpikir Kritis dan Indikator Pembelajaran Berbasis Masalah ... 50
3.3 Hasil Uji Validasi Soal ... 51
3.4 Interpretasi Koefesien Korelasi Reliabilitas ... 52
3.5 Statistik Reliabilitas ... 52
3.6 Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal ... 53
3.7 Indeks Kesukaran Soal ... 54
3.8 Klasifikasi Daya Pembeda ... 55
3.9 Indeks Daya Pembeda Soal ... 55
3.10 Rangkuman Hasil Uji Coba Instrumen ... 55
3.11 Kriteria Indeks Gain ... 58
4.1 Perbandingan Komposisi Peserta Didik ... 60
4.2 Perbandingan Nilai Rata-Rata Mata Pelajaran Geografi ... 60
4.3 Hasil Pretest Akademik Kelas VIII ... 61
4.4 Uji Homogenitas Varians ... 61
4.5 Uji Normalitas ... 62
4.6 Hasil Pretest Berpikir Kritis Kelas VIII.2 dan VIII.3 ... 63
4.7 Daftar Nama dan Nilai Peserta didk Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 64
4.8 Data Rata-Rata Hasil Pretest Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 64
4.9 Frekuensi Pretest di Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 65
4.10 Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran di Kelas Eksperimen ... 69
4.11 Hasil Pengamatan di Kelompok Kontrol ... 74
4.12 Rubrik Penilaian ... 74
4.13 Hasil Posttest di Kelas Eksperimen ... 79
4.14 Frekuensi Skor Posttest Kelompok Eksperimen ... 79
4.15 Perolehan N-gain Tiap Individu pada Kelompok Eksperimen ... 81
4.16 Persentase N-gain Kelompok Eksperimen ... 83
4.17 Rata-rata Pretest, Posttest, N-Gain Kelompok Eksperimen ... 84
4.18 Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 85
4.19 Frekuensi Skor Postets Kelompok Kontrol ... 85
4.20 Perolehan N-gain Tiap Individu pada Kelompok Kontrol ... 86
4.21 Persentase N-gain Kelompok Kontrol ... 88
4.22 Rata-rata Pretest, Posttest, N-gain Kelompok Kontrol ... 88
4.24 Uji Normalitas Setelah Eksperimen ... 91
4.25 Hasil Uji Homogenitas Sebelum Eksperimen ... 91
4.26 Hasil Uji Homogenitas Setelah Eksperimen ... 92
4.27 Perbedaan Rata-Rata Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen ... 93
4.28 Perbedaan Nilai Posttest dengan Nilai Pretest Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen ... 93
4.29 Perbedaan Nilai Posttest dengan Nilai Pretest Berpikir Kritis Kelompok Kontrol ... 94
4.30 Perbedaan Hasil Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol ... 95
4.31 Uji-t Posttest dan Pretest Kelas Eksperimen dengan Kelas Kontrol ... 96
4.32 Perolehan N-Gain Akhir Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol ... 97
4.33 N-gain Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol ... 98
4.34 Hasil Pengamatan Keterampilan Berpikir Kritis di Kelompok Eksperimen 99 4.35 Hasil Pengamatan di Keompok Kontrol ... 101
DAFTAR GAMBAR
3.1 Prosedur Penelitian ... 59
4.1 Grafik Uji Normalitas Hasil Pretest Akademik ... 62
4.2 Grafik Frekuensi Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 66
4.3 Grafik Frekuensi Skor Posttest Kelompok Eksperimen ... 80
4.4 Grafik Skor Posttest dan Pretest Kelompok Eksperimen ... 80
4.5 Grafik Perolehan N-Gain Kelompok Eksperimen ... 83
4.6 Grafik Perbedaan Rata-Rata Posttest, Pretest dan N-gain Kelompok Eksperimen ... 84
4.7 Grafik Frekuensi Skor Posstets Kelompok Kontrol ... 86
4.8 Frekuensi N-Gain Kelompok Kontrol ... 88
4.9 Grafik Perbedaan Rata-Rata Posttest, Pretest dan N-gain Kelompok Kontrol 89 4.10 Grafik Perbandingan Skor Posttest dan Pretest Kelompok Kontrol ... 90
4.11 Grafik Selisih N-Gain Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol. 90 4.12 Grafik Perubahan Skor Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen ... 100
4.13 Grafik Hasil Pengamatan Keterampilan Berpikir Kritis di Kelompok Kontrol ... 102
4.14 Grafik Hasil Angket Perilaku Berpikir Kritis di Kelompok Eksperimen ... 104
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan satu upaya yang di tempuh oleh masyarakat untuk
meraih kemajuan, dengan cara melakukan pemberdayaan para anggota
masyarakat agar memiliki mutu kemampuan diri sesuai dengan yang diharapkan.
Mutu diri yang diharapkan dari pendidikan menurut MJ. Langeveld dalam Rohman (2012:1) diistilahkan dengan „kedewasaan‟. Makna kedewasaan yang dimaksud adalah:
kondisi berkembangnya potensi yang dimiliki individu-individu anggota masyarakat mencakup seluruh dimensi yang melekat pada diri individu tersebut, mencakup dimensi: individualitas, sosialitas, rasionalitas, relijiusitas, dan moralitas. Dimensi individualitas tercermin pada sifat dan sikap seseorang berupa kemandirian, ketekunan, kerja keras, keberanian, kepercayaan diri, konsep diri, keuletan, kesabaran, semangat, dan pantang menyerah. Dimensi sosialitas tercermin dalam sikap dan perilaku kedermawanan, keramahan, saling tolong, toleransi, kerjasama, suka berbagi dengan sesama, berorganisasi, dan hidup bermasyarakat secara harmonis. Dimensi rasionalitas dapat diketahui melalui keruntutan penalaran, cara berpikir logis dan kritis, pernyataan yang mengedepankan data dan fakta, berfikir analisis sintesis, tidak gegabah dalam membuat prasangka, dan membuat penyimpulan yang solutif. Dimensi relijiusitas tampak pada ucapan dan tindakan berupa ketaatan menjalankan ajaran agama, ketekunan ibadah, keyakinan akan adanya Tuhan, kesalehan, keikhlasan, kesabaran, kesediaan berdakwah, dan kepasrahan atau tawakal. Dimensi historisitas terlihat dari pengetahuannya tentang nilai-nilai moral baik universal maupun lokal, pengetahuannya tentang akibat-akibat yang ditimbulkan dari perilaku moral, kemampuan membedakan moral baik dan buruk, kemampuan menjaga perilaku ketaatan moral, dan ketahanan dalam menghadapi aneka godaan. Pendidikan pun tidak hanya diartikan dan ditujukan sebagai upaya untuk
memproduksi tenaga-tenaga ahli yang produktif bagi sektor ekonomi
semata-mata, namun lebih dari itu, pendidikan harus diartikan sebagai wahana untuk
memajukan kebudayaan dan peradaban suatu bangsa yang memiliki kemampuan
dalam menyelesaikan setiap tuntutan dan tantangan yang terus menerus
berubah-ubah dengan kecenderungan yang semakin kompleks. Semua ini berkepentingan
Menurut Undang-Undang RI No 20/2003 SISDIKNAS, pengertian pendidikan
adalah:
Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan, yang diperlukan dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan Negara.
Juga dikemukakan oleh Sanjaya (2010:80), bahwa:
Kurikulum berorientasi pencapaian kompetensi. Kompetensi yang dikembangkan adalah keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidak menentuan, ketidakpastian, dan kerumitan-kerumitan dalam kehidupan seperti yang terjadi pada era globalisasi dewasa ini.
Terkait dengan hal diatas maka pendidikan nasional dituntut untuk tidak hanya
membebani peserta didik dengan pengetahuan yang bersifat kognitif-teoritis,
melainkan juga membekali mereka dengan pengetahuan praktis bernilai bagi
pengembangan sikap dan keterampilan, agar dapat bertahan hidup dalam kondisi
yang mengalami perubahan yang sangat cepat, penuh dengan pertentangan,
ketidakpastian, ketidakmenentuan, dan kerumitan-kerumitan dalam kehidupan,
seperti yang terjadi pada era dewasa ini.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003), keterampilan hidup (life
skill) merupakan keterampilan yang harus dimiliki seseorang untuk berani
menghadapi problem hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan,
kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga
mampu mengatasinya. Departemen Pendidikan Nasional (2003) membagi
keterampilan hidup (life skill) menjadi dua macam yaitu :
1. Keterampilan Hidup Generik (General life skill): Keterampilan hidup generik atau kecakapan yang bersifat umum, adalah kecakapan untuk menguasai dan memiliki konsep dasar keilmuan.
a. Keterampilan Personal (Personal Skill), yang terdiri dari : 1) Keterampilan Mengenal Diri (Self-Awarness Skill) 2) Keterampilan Berpikir (Thinking Skill)
b. Keterampilan Sosial (Social Skill). Keterampilan sosial disebut juga keterampilan antar-personal (inter-personal skill), yang terdiri atas : 1) Keterampilan Berkomunikasi
2. Keterampilan Hidup Spesifik (Specific life skill): Keterampilan hidup spesifik ini meliputi :
a. Keterampilan Akademik (Academic Skill)
b. Keterampilan Vokasional / Kejuruan (Vocational Skill)
Keterampilan berpikir (thingking skill) sangat diperlukan oleh anak-anak
maupun orang dewasa untuk dapat membuat pilihan-pilihan serta menyelesaikan
berbagai masalah, ditengah berbagai perubahan di masyarakat dimana informasi
dan perkembangan pengetahuan semakin pesat. Menurut Sizer dalam Johnson
(2012:182) menggunakan keahlian berpikir tingkatan lebih tinggi dalam konteks
yang benar mengajarkan kepada peserta didik akan kebiasaan berpikir mendalam,
kebiasaan menjalani hidup dengan cerdas, seimbang, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dikemukakan juga oleh Paul (1992:4):
The fundamental characteristic of the world students now enter is ever-accelerating change; a world in which information is multiplying even as it is swiftly becoming obsolute and out of date; a world in which ideas are continually restructured, retested, and rethought; where one cannot survive with simply one way of thinking; where one must continually adapt one's thinking to the thinking of others; where one must respect the need for accuracy and precision and meticulousness; a world in which job skills must continually be upgraded and perfected — even transformed. We have never had to face such a world before. Education has never before had to prepare students for such dynamic flux, unpredictability, and complexity for such ferment, tumult, and disarray.
Dunia yang dimasuki oleh peserta didik sekarang adalah dunia yang berubah
sangat cepat; suatu dunia yang didalamnya memiliki bermacam informasi,
ide-idenya secara terus-menerus berganti, dan kita tidak dapat bertahan dengan satu
cara berpikir yang sederhana. Seseorang harus secara terus menerus mengadaptasi
pemikirannya dengan pemikiran orang lain, yang menghargai kebutuhan akan
ketepatan, ketelitian, dan kecermatan. Keterampilan kerja harus secara terus
menerus diperbaharui dan disempurnakan.
Menurut Jhon Dewey sekolah sebagai bagian dari sistem pendidikan harus
mengajarkan cara berpikir yang benar pada anak-anak “No one doubts,
theoretically, the importance of fostering in school good habits of thinking”
(Dewey, 1916:124). Sekolah sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan
kelas yang menjadi laboratorium untuk penyelidikan dan mengatasi masalah
makna yang jelas) dan tidak abstrak. Ada empat macam program yang dapat
dikembangkan untuk meningkatkan keterampilan berpikir peserta didik (Muijs
dan Reynold, 2008:186):
1. Dengan mengajarkan keterampilan problem solving (mengatasi masalah) kepada peserta didik.
2. Mengajarkan self-awareness (kesadaran tentang diri sendiri), berawal dari keyakinan bahwa kinerja seseorang dapat ditingkatkan melalui pemahaman dan kesadaran yang lebih baik tentang proses berpikirnya sendiri (pendekatan metakognitif).
3. Dengan menggunakan pembelajaran open-ended aktif, yang didorong oleh model pembelajaran konstruktivis dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik.
4. Menggunakan pendekatan berpikir formal yang mengintegrasikan program guru dengan pembelajaran regular dikelas.
Berpikir merupakan kegiatan menggunakan dan mengubah informasi dalam
memori, karena sesungguhnya berpikir untuk membentuk konsep, menalar,
berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir secara kreatif, dan
memecahkan masalah (Santrock, 2009:7). Berpikir kritis merupakan salah satu
keterampilan berpikir tingkat tinggi, menurut Angelo (1995:6) berpikir kritis adalah “most formal definition characterize critical thingking as the intentional application of rational, higher order thingking skills, such as analysis, synthesis, problem recognition, and problem solving, inverence, and evaluation”. Pernyataan Scriven dan Paul dalam Konferensi Internasional Pembaharuan
Pendidikan dan Berpikir Kritis (Critical Thinking Community:1987) keterampilan
berpikir tingkat tinggi seperti keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan
dalam diri peserta didik karena melalui keterampilan berpikir kritis, peserta didik
dapat lebih mudah memahami konsep, peka terhadap masalah yang terjadi
sehingga dapat memahami dan menyelesaikan masalah, dan mampu
mengaplikasikan konsep dalam situasi yang berbeda. Dengan berpikir kritis, kita
dapat mencapai pemahaman yang mendalam. Pemahaman membuat kita mengerti
maksud di balik ide yang mengarahkan hidup kita setiap hari. Pemahaman
mengungkapkan makna di balik suatu kejadian (Johnson, 2012:185).
Ketika era pemerintahan orde baru, selama lebih dari tiga puluh tahun
pemerintah untuk menanamkan watak loyal dan kepatuhan (obedience) warga
negara terhadap kekuasan negara (Rohman, 2012:9). Lembaga sekolah dianggap
tepat karena ia memiliki fungsi utama dalam mentransformasikan segenap
pengetahuan kognitif (cognitive knowledges), nilai-nilai (values), dan
keterampilan (skills). Ini sejalan dengan kebijakan saat itu yang mana Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN), yang memprioritaskan pada perkembangan
ekonomi, menjadi sektor pendidikan sebagai penunjang bagi perkembangan
ekonomi dan stabilitas keamanan. Kuantitas pendidikan lebih diprioritaskan
daripada kualitas pendidikan (Tilaar, 2006:10). Ilmu pengetahuan sosial dan
humaniora dianggap sangat kritis dalam melihat kebijakan-kebijakan yang
dilakukakan oleh pemerintah pada saat itu. Menjadi hal yang sangat menakutkan
bagi para penguasa ketika para mahasiswa menulis karya ilmiah berupa skripsi,
tesis atau disertasi yang dinilai sangat kritis (Meliono, 2011:69). Orang-orang
yang berseberangan dan kritis dianggap subversive yang ingin menjatuhkan
pemerintah. Kegiatannya dipandang sebagai penghambat kemajuan bangsa serta
membahayakan kekuasaan (Sihotang, 2012:3). Proses pendidikan yang bertujuan
menjinakkan kesadaran peserta didik dibawah kepentingan kelompok
penyelenggara kepentingan bersifat manipulative karena pendidikan menjadi
tindakan yang membelenggu kebebasan, dan peserta didik diperkenalkan pada
budaya bisu, budaya nrimo, patuh, taat hanya pada apa yang sudah ditentukan
(Karyanto, 2011:117)
Masyarakat umumnya begitu mudah mereka terprovokasi oleh oknum-oknum
yang tidak bertanggung jawab, akibat rendahnya tingkat berpikir kritis, sehingga
menyebabkan terjadinya kerusuhan-kerusuhan di beberapa wilayah di Indonesia.
Beberapa peristiwa kerusuhan itu antara lain, kerusuhan Ambon (11/9/2011),
kerusuhan yang terjadi untuk kesekian kalinya,yang terjadi di Ambon, yang
disebabkan oleh adanya kecelakaan tunggal yang yang dialami oleh tukang ojek
yang bernama Darkim Saimen, menabrak rumah seorang warga bernama Okto.
Nyawa Darkim tidak dapat diselamatkan, dan meninggal dalam perjalanan
menuju rumah sakit. Namun isu yang berkembang di masyarakat Ambon saat itu
(kompas,11-09-2011). Peristiwa kerusuhan lainnya adalah kerusuhan Sampang
(26-08-2012). Kerusuhan yang di sebabkan oleh adanya perseteruan antara dua
orang bersaudara, namun kemudian berkembang menjadi konflik agama Islam
antara kelompok Sunni dan Syi'ah di Nangkerenang, Kecamatan Omben,
Kabupaten Sampang (Kompas, 28-08-2012). Contoh lain yang menunjukkan
rendahnya tingkat berpikir kritis di masyakat kita adalah adanya dua pencari kerja,
Nanang, 35 tahun, warga Desa Kalirejo dan Bambang, 40 tahun, warga Desa
Mulyoagung keduanya di Kecamatan Bojonegoro, Jawa Timur, rela wajahnya
ditato setelah dijanjikan bisa diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
(gatra.com, 12 Oktober 2008). Pien Supinah (69), dosen di Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) melaporkan Eddi Cahyadi ke Kepolisian Daerah Jawa Barat.
Laporan tersebut dilakukan, lantaran Pien menjadi korban penipuan dan
penggelapan dana dengan total Rp 2,2 miliar yang berkedok
investasi.Menurutnya, Pien bukanlah korban satu-satunya. Tetapi anak Pien pun
turut menjadi korban yang menderita kerugian mencapai Rp 2 miliar.
Fakta yang terjadi dalam proses pembelajaran di kelas yang menggunakan
teacher centre approach menjadikan peserta didik beranggapan proses belajar
sebagai sesuatu yang membosankan, terlalu banyak hafalan, kurang variatif, dan
berbagai keluhan lainnya. Peserta didik kurang didorong untuk mengembangkan
kemampuan berpikir, proses pembelajaran hanya diarahkan untuk menghafal
informasi, mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk
menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Padahal pendidikan IPS pada
umumnya, dan pendidikan Geografi pada khususnya merupakan synthetic science,
karena konsep, generalisasi, dan temuan-temuan penelitian ditentukan atau
diobservasi setelah fakta terjadi (Yamin, 2012;143).
Hal yang sama pun terjadi di SMP Negeri 4 Sungailiat Bangka. Dari data yang
peneliti peroleh, peserta didik beranggapan bahwa pembelajaran khususnya
Geografi disekolah adalah pelajaran yang monoton karena peserta didik kurang
dilibatkan dalam pembelajaran, peserta didik bersikap pasif, jarang ada yang
mengajukan pertanyaan saat diberi kesempatan untuk bertanya, pada saat
mendalam, tidak aktif dalam kegiatan diskusi, tidak bersemangat dalam
menyelesaikan tugas, guru lebih sering menggunakan metode ekspositori dalam
menerangkan pelajaran, sumber belajar hanya dari buku, dan media pembelajaran
yang kurang variatif. Hal ini berdampak pada rendahnya peserta didik yang dapat
mencapai nilai KKM yang ditentukan yaitu 76 .
Oleh karena itu kemampuan untuk selalu dapat mengembangkan metodologi,
psikologi dan strategi dalam pembelajaran tidak dapat terelakkan,termasuk dalam
pembelajaran Geografi, karena ditinjau dari sudut pandang mikro, permasalahan
pendidikan ada disekolah, bahkan di dalam ruang kelas, dimana para pendidik dan
peserta didik terlibat dalam proses interaksi edukatif. Menurut EFA Global
Monitoring Report: The learning process is very complicated, but at its centre is
the relationship between learners and teachers dalam Budimansyah (2010:37).
Dengan kata lain bahwa proses pembelajaran sangat kompleks tetapi pada titik
sentralnya adalah hubungan antara peserta didik dengan para pendidik. Didalam
kelaslah proses pembentukan kecerdasan peserta didik dilakukan dengan landasan
dari proses yang telah dilakukan di rumah.
Sesungguhnya ada empat alasan mengapa perlu mempelajari Geografi,
menurut Maryani (2006:1) , yaitu: 1) Alasan eksistensi manusia, 2) Alasan Etika,
3) Alasan pengembangan intelektual, 4) Alasan praktis. Pembelajaran geografi
juga sangat penting untuk memahami;
1. Ketimpangan distribusi sumber daya alam.
2. Meluruskan pandangan pengetahuan yang sifatnya pragmatis. 3. Advokasi pendekatan deduktif-prediktif.
4. Berguna untuk memahami masalah-masalah yang berkenaan dengan kemanusiaan, meningkatkan rasa cinta terhadap tanah air, mengembangkan rasa persatuan dan kesatuan sebagai satu bangsa, mengenal berbagai potensi suatu daerah atau suatu negara, mengobarkan semangat perjuangan, memahami permasalahan yang aktual disekitar anak didik, peningkatan taraf hidup melalui pengenalan dan pemanfaatan sumber daya, memberikan wawasan global baik dalam bentuk peluang maupun tantangan, memberikan keterampilan dalam membuat dan memberikan informasi tentang kebumian.
Pertemuan para ahli di Semarang dalam Seminar dan Lokakarya Peningkatan
adalah ilmu yang mempelajari persamaaan dan perbedaan fenomena geosfera
dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan
(Pasha, 2002:82). Berdasarkan konsep ini maka jelaslah bahwa obyek studi
Geografi adalah geosfer yaitu permukaan bumi yang merupakan bagian dari bumi,
atmosfer (lapisan udara), litosfer (lapisan batuan), biosfer (lapisan kehidupan)
dan hidrosfer (lapisan air dan perairan). Menurut Maryani (2006:8) secara garis
besar dapat dikemukakan bahwa studi geografi berkenaan dengan :
1. Lapisan udara (atmosfer) membentuk iklim dan cuaca.
2. Lapisan batuan (litosfer) membentuk bentang lahan berupa pegunungan, perbukitan, dataran, plato (dataran tinggi), gunung api, dan lapisan tanah.
3. Lapisan air (hidrosfer) berupa laut, danau, sungai, dan air tanah. 4. Lapisan kehidupan (biosfer) berupa kehidupan binatang dan
tumbuhan.
5. Lapisan manusia (antroposfer) berupa kehidupan manusia termasuk didalamnya jumlah, perkembangan, sistem sosial, ekonomi, politik, sistem reliji, bahasa, dan teknologi.
Studi Geografi tidak terlepas dari kenyataan kehidupan manusia di
permukaan bumi sebagai hasil interaksi antara manusia dengan gejala-gejala
geografi di permukaan bumi. Studi geografi berkaitan dengan: 1) permukaan
bumi (geosfer), 2) alam lingkungan (atmosfer, litosfer, hidrosfer, biosfer), 3)
manusia dengan kehidupannya (antroposfer), 4) persamaan dan perbedaan
penyebaran keruangan gejala alam dan kehidupan, serta, 5) analisis hubungan
keruangan gejala-gejala geografi di permukaan bumi (Sumaatmadja, 2001:12).
Dari ruang lingkup pembelajaran geografi yang tersebut diatas, maka telah
dapat diketahui bahwa sumber materi pembelajaran geografi dapat diperoleh di
seluruh permukaan bumi ini. Kehidupan manusia di masyarakat, alam lingkungan
dengan segala sumberdayanya, wilayah-wilayah ada dipermukaan bumi, semua
dapat menjadi sumber pembelajaran geografi. Fairgrieve mengemukakan fungsi
pendidikan dan pembelajaran geografi (Sumaatmadja, 1997: 16) sebagai berikut:
b. Mengembangkan kemampuan calon warga masyarakat dan warga negara yang akan datang untuk berpikir kritis terhadap masalah kehidupan yang ada disekitarnya.
c. Melatih warga masyarakat untuk cepat tanggap terhadap kondisi lingkungan serta kehidupan dipermukaan bumi pada umumnya.
Peran guru sebagai fasilitator dan demonstrator di kelas sangat penting untuk
tercapainya pembelajaran yang efektif dan efesien. Dengan demikian maka
permasalahan tentang kurangnya penerapan metode pembelajaran yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran dan kondisi peserta didik oleh guru mata pelajaran
geografi akan di atasi dengan menerapkan metode pembelajaran berbasis masalah
melalui pendekatan konstruktivis. Untuk itu maka judul penelitian ini adalah “Peranan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah Melalui Pendekatan Konstruktivis Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Dalam Pembelajaran Geografi di SMP Negeri 4 Sungailiat Bangka”.
Metode pembelajaran berbasis masalah adalah metode yang di rancang untuk
mengajarkan skill-skill pemecahan masalah (problem solving) dan penelitian
(inquiry). Dalam metode ini peserta didik diarahkan untuk menjadi pembelajar
mandiri yang terlibat secara aktif dalam pembelajaran berkelompok. Metode ini
juga membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan dalam
memberikan alasan dan berpikir ketika mencari data atau informasi agar
menemukan solusi untuk suatu masalah yang autentik. Pembelajaran berbasis
masalah didasarkan pada kajian seorang filsuf pendidikan John Dewey, yang
menekankan pentingnya pembelajaran melalui pengalaman (belajar dari
pengalaman). Pada dasarnya, Dewey percaya bahwa anak-anak merupakan para
pembelajar yang aktif secara sosial yang belajar dengan cara mengeksplorasi
lingkungan mereka.
Dalam metode pembelajaran berbasis masalah yang menggunakan pendekatan
konstruktivistik, peserta didik diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat
dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian,
peserta didik akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan
masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu
konstruktivis, pembelajaran menggunakan beragam sumber informasi sebagai
sumber belajar, sehingga akan mendorong peserta didik untuk memahami lebih
dalam terhadap materi pembelajaran, menemukan makna dalam setiap proses
pembelajaran serta berpikir kritis terhadap suatu permasalahan. Berkaitan dengan
geografi, melalui pendekatan konstruktivis, proses pembelajaran akan membantu
peserta didik untuk mengembangkan perspektif spasial dan geografis terhadap
dunia, membantu peserta didik mengambil keputusan yang informatif dan
kompeten mengenai hubungan manusia dengan lingkungannya, serta berpikir
kritis dalam pemanfaatan teknologi untuk lingkungannya.
B.Rumusan Masalah
Menurut Creswell (2012:196) rumusan masalah merupakan
pertanyaan-pertanyaan tentang hubungan antara variabel-variabel yang akan dianalisis oleh
peneliti. Sedangkan menurut Sugiyono (2012:59), rumusan masalah adalah suatu
pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data. Dalam
penelitian ini, rumusan masalah yang telah disusun yaitu:
1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis pada
kelompok kelas eksperimen setelah dan sebelum eksperimen?
2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis pada
kelompok kontrol ?
3. Apakah terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis pada kelompok
kontrol dengan kelompok eksperimen setelah eksperimen?
4. Kendala apa sajakah yang dihadapi guru dan peserta didik dalam
menerapkan metode pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan
konstruktivis di SMPN 4 Sungailiat Bangka?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan hasil yang ingin dicapai setelah dilakukan
penelitian. Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti adalah:
1. Mengukur perbedaan kemampuan berpikir kritis pada kelompok kelas
2. Mengukur perbedaan kemampuan berpikir kritis pada kelompok kontrol
setelah dan sebelum eksperimen.
3. Mengukur perbedaan keterampilan berpikir kritis pada kelompok kontrol
dengan kelompok eksperimen.
4. Mendeskripsikan kendala yang dihadapi guru dan peserta didik dalam
menerapkan metode pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan
konstruktivis.
D.Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat :
1. Memberikan kontribusi pemikiran kepada stake holder pendidikan sebagai
bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pendidikan di daerah.
2. Sebagai bahan masukan bagi guru geografi untuk menerapkan pembelajaran
geografi dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah
melalui pendekatan konstruktivis.
3. Sebagai bahan untuk membantu mengembangkan wawasan para pengawas
dan perekayasa kurikulum di tingkat kabupaten dan kota tentang penerapan
44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan ada atau tidak perbedaan
keterampilan berpikir kritis peserta didik yang mengikuti pembelajaran Geografi
dengan metode pembelajaran berbasis masalah pada kelas eksperimen dengan
kelas kontrol yang melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode
diskusi di SMP Negeri 4 Sungailiat Bangka.
SMPN 4 Sungailiat Bangka memiliki kelas VIII sebanyak 4 kelas. Dari
keempat kelas tersebut peneliti menganggap responden memiliki ciri-ciri dan
karakter yang relatif hampir sama (dalam hal ini kondisi ekonomi dan
kemampuan akademik). Karena memiliki karakter yang relatif sama, maka
keempat kelas tersebut memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel
dalam penelitian. Untuk itu digunakan teknik purposive sampling untuk
menentukan 2 kelas yang akan dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII SMP N 4
Sungailiat Bangka yang terdiri dari empat kelas dengan jumlah peserta didik
seluruhnya 132 orang dengan rincian kelas VIII.1=33 orang, kelas VIII.2=33
orang, kelas VIII.3=33 orang dan kelas VIII.4=33 orang.
Untuk menentukan kelas mana yang akan dijadikan sebagai kelas eksperimen
dan kelas kontrol peneliti akan melihat dari nilai raport mata pelajaran Geografi,
nilai hasil pretest akademik (lihat Lampiran VII). Dua kelas yang memiliki nilai
rata-rata kelas mata pelajaran Geografi dan nilai hasil pretest akademiknya tidak
terlalu jauh perbedaannya akan dipilih sebagai kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Dua kelas yaitu kelas VIII.2 dan kelas VIII.3. Kedua kelas tersebut akan
diundi kembali untuk ditetapkan kelas mana yang akan dijadikan kelas
eksperimen dan kelas kontrol (random assignment). Setelah diundi kembali
keluarlah kelas VIII.2 sebagai kelas eksperimen, dan kelas VIII.3 sebagai kelas
kontrol. Kedua kelompok akan memperoleh pretest kemampuan berpikir kritis,
45
dua “kelompok sejodoh” antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Peneliti membentuk kelompok kontrol yang anggotanya mempunyai “jodohnya” atau “padanannya” dalam kelompok eksperimen. Jodoh yang dimaksud adalah orang yang mempunyai ciri-ciri yang sama, dalam penelitian ini adalah nilai
pretest berpikir kritisnya yang sama (Emzir, 2012:88 dan Nasution, 2011:32).
Jadi eksperimen dilakukan dengan dua kelompok sampel yaitu kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang menerima
pembelajaran dengan metode pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan
konstruktivis sedangkan kelas peserta didik dikelas kontrol akan menerima
pembelajaran dengan metode diskusi.
B.Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan
dua variabel, variabel bebas (variable X1) dalam penelitian ini adalah metode
pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan konstruktivis sebagai treatmen
yang dilakukan di kelas eksperimen. Variabel kontrol (variable X2) adalah metode
diskusi yang dilakukan sebagai treatmen pada kelas kontrol. Sedangkan variabel
terikat (variable Y) dalam penelitian ini adalah keterampilan berpikir kritis siswa.
Jenis desain eksperimen yang peneliti gunakan adalah desain non equivalent
Control-Group Desain, biasanya perilaku kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol diukur sebelum dan sesudah perlakuan.
Table 3.1 Design penelitian
O =pre test and post test X =Perlakuan/treatmen
O2= Post Test
O1= Pre test
Experiment Group A O1 X1 O2
46
C.Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah, atau tahapan-tahapan yang
akan dilakukan dalam kegiatan penelitian. Dalam penelitian ini prosedur
penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Mengadakan pretest akademik untuk mendapatkan nilai rata-rata seluruh kelas
VIII SMP 4 Sungailiat Bangka.
2. Mendapatkan dua kelas yang memiliki rata-rata nilai akademik Geografi yang
hampir sama, yaitu kelas VIII.2 dan kelas VIII.3.
3. Mengadakan pretest (T1) berpikir kritis baik dikelompok eksperimen dan
dikelompok kontrol untuk mendapatkan T1.
4. Melakukan percobaan sebanyak tiga kali pertemuan terhadap kelompok
eksperimen yaitu kelas VIII.2 dengan memberikan metode pembelajaran
berbasis masalah melalui pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran IPS
Geografi.
5. Untuk kelompok kontrol yaitu kelas VIII.3 akan diberikan pembelajaran
dengan metode diskusi sebanyak tiga kali pertemuan.
6. Mengadakan posttest (T2) baik dikelompok eksperimen dan dikelompok
kontrol untuk mendapatkan T2.
7. Menghitung perbedaan rata-rata T1 dan T2 baik pada Ke maupun Kk dengan
menggunakan metode statistik teknik SPSS versi 16.
8. Menghitung perbedaan rata-rata antara T2 e dan T2k untuk mengetahui
pendekatan mana yang lebih efektif dengan cara melakukan uji signifikan dari
perbedaan rata-rata antara T2 e dengan T2 k.
D. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur
suatu variabel atau memanipulasikannya, atau suatu batasan atau arti suatu
variabel dengan memerinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk
mengukur suatu variable (Kerlinger, 2004:51)
a. Metode Pembelajaran Berbasis Masalah adalah metode pembelajaran yang
47
menyusun pengetahuan dengan cara membangun pengetahuannya sendiri atau
dengan cara berinteraksi dengan orang lain, serta menggunakan masalah
sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah,
materi, dan pengaturan diri. Pembelajaran berbasis masalahpun dapat diartikan
sebagai rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan proses
penyelesaian masalah secara ilmiah, dimana masalah yang dapat dimunculkan
memiliki kriteria sebagai berikut: 1) masalah yang dimunculkan bersifat
autentik atau berkaitan dengan kehidupan nyata peserta didik, 2) masalah
bersifat misteri atau teka-teki, agar memberikan kesempatan kepada peserta
didik memberikan solusi-solusi alternatif, berdialog, berdebat, 3) masalah yang
dimunculkan harus bermakna dan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta
didik, 4) masalah yang diberikan harus cukup luas, namun disesuaikan dengan
waktu, ruang dan sumber dayanya, 5) masalah harus mendapat manfaat dari
usaha kelompok.
b. Pendekatan konstruktivis adalah pendekatan yang berpusat pada pembelajar
(learner centre) yang menekankan pentingnya para individu membangun
pengetahuannya dan pemahaman secara aktif melalui bimbingan para guru.
Terdapat beberapa elemen dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan
konstruktivis: 1) Mengaitkan ide dengan pengetahuan sebelumnya; 2)
modeling: Menunjukkan kepada murid tentang proses-proses yang dilakukan
untuk menyelesaikan sebuah tugas: 3) Schaffolding : Memberikan bantuan
kepada murid untuk mencapai tugas-tugas yang belum dapat mereka kuasai
sendiri; 4) Coaching: Memotivasi dan mendukung peserta didik dengan
memberikan bantuan menyelesaikan soal-soal secara mandiri atau didalam
kelompok dan adanya cognitive coaching yang membantu peserta didik untuk
lebih menyadari proses-proses berpikirnya; 5) Artikulasi : Peserta didik diberi
kesempatan untuk mempresentasikan ide-ide dan argumen-argumen, dan
mempertahankannya didepan peserta didik yang lain dan guru; 6) Refleksi:
Memberikan kesempatan kepada murid untuk mendiskusikan temuan, ide, dan
strategi mereka ; 7) Kolaborasi: Adanya percakapan yang memberikan
48
dan membangun pengetahuan di dalam konteks sosial; 8) Ekspolorasi dan
Menyelesaikan Masalah; adanya kegiatan yang dilakukan peserta didik berupa
mencari data dan informasi yang menjawab sebuah pertanyaan atau yang
membantu menyelesaikan suatu masalah; 9) Opsi/Pilihan; Peserta didik diberi
tugas, proyek, atau pekerjaan yang akan mereka kerjakan; 10) Fleksibilitas:
Memberikan respon terhadap ide peserta didik , dan pelajaran dapat berjalan
kearah yang berbeda dengan rancangan aslinya; 11) Adaptif: Adanya variasi
dalam proses pembelajaran; 12) Memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menggunakan berbagai cara yang berbeda dalam menyelesaikan
masalah.
c. Berpikir Kritis adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi dimana sebelum
mengambil informasi yang dijadikan landasan dalam bertindak melakukan
langkah-langkah sebagai berikut: mengenali permasalahan, menemukan
metode untuk menyelesaikan masalah, mengumpulkan dan menyusun data dan
informasi pendukung dalam menyelesaikan masalah, mengetahui
anggapan-anggapan dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan, menggunakan bahasa yang
tepat dan jelas dalam membicarakan suatu permasalahan, mengevaluasi data
dan fakta serta pernyataan-pernyataan, meneliti hubungan yang logis antara
persoalan yang ada dengan jawaban-jawaban yang tersedia serta menarik
kesimpulan dari persoalan yang sedang dibicarakan.
d. Alasan Pemilihan Kompetensi Dasar “Mendeskripsikan permasalahan
lingkungan hidup dan upaya penanggulangannya dalam pembangunan
berkelanjutan” dalam penelitian “Pengaruh Metode Pembelajaran Berbasis
Masalah Melalui Pendekatan Konstruktivis Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik di SMPN 4 Sungailiat Bangka”
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMPN 4 Sungailiat, dimana secara
geografis, sekolah ini terletak di Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka
Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pulau Bangka terletak disebelah pesisir
timur Sumatera Selatan,berbatasan dengan Laut Cina Selatan di sebelah utara,
Pulau Belitung di sebelah timur,dan laut Jawa disebelah selatan. Letak
49
rendah, bukit-bukit. Keistemewaan pantainya adalah pantai landai, berpasir putih
dihiasi hamparan batu granit.
Letak dan kondisi geografis yang demikian menjadikan sebagian besar peserta
didik bertempat tinggal diwilayah yang tidak jauh dari laut yang merupakan salah
satu bagian dari air permukaan. Secara ekonomi, sebagian besar penduduk
bermata pencaharian penambang timah, pegawai, nelayan, petani, dan pedagang.
Akibat dari kegiatan penambangan timah yang dilakukan selama ini
menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan maupun sosial. Penambangan yang
dilakukan diwilayah laut, menyebabkan kerusakan wilayah pantai dan laut.
Penambangan didarat menyebabkan kerusakan alam yang ada di darat.
Penambangan meninggalkan lobang bekas-bekas galian. Hutan-hutan sebagai
wilayah tangkapan air ditebangi, menyebabkan saat musim kemarau sebagian
besar penduduk mengalami kesulitan air, karena persediaan air tanah kurang.
Sedangkan pada saat musim hujan mengalami banjir, karena berkurangnya akar
tumbuhan yang dapat menyimpan air.
Kompetensi dasar “Mendeskripsikan permasalahan lingkungan hidup dan
upaya penanggulangannya dalam pembangunan berkelanjutan” menurut peneliti
sangat hands on, real, sesuai dengan kehidupan nyata peserta didik. Hal ini sesuai
dengan prinsip pembelajaran konstruktivis, yakni belajar selalu
dikonseptualisasikan, artinya belajar yang baik jika pelajaran baru dihubungkan
secara eksplisit dengan apa yang telah diketahui. Selain itu pembelajaran adalah
bagaimana memberdayakan peserta didik, serta memungkinkan peserta didik
untuk menemukan dan melakukan refleksi terhadap pengalaman-pengalaman
realistik. Ini akan menyebabkan peserta didik memahami lebih dalam jika
dibandingkan dengan memorisasi permukaan ( Muijs dan Reynold, 2008:99).
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan
format observasi. Tes disusun berdasarkan indikator dan kompetensi dasar
pelajaran Geografi kelas VIII semester ganjil juga berdasarkan indikator berpikir
kritis yang akan dicapai oleh peserta didik sedangkan format observasi digunakan
50
pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah dikelas. Lembar format observasi
dibuat berdasarkan indikator berpikir kritis dan indikator pembelajaran berbasis
masalah seperti pada tabel 3.2 berikut ini.
Table 3.2
Indikator Berpikir Kritis dan Indikator Pembelajaran Berbasis Masalah
No Sub Variabel Indikator
1. Penjelasan. 1. Mengenali fokus isu, pertanyaan dan kesimpulan.
2.Bertanya dan menjawab pertanyaan.
2. Dasar untuk keputusan. 1. Mengamati, dan menilai hasil pengamatan.
3 Kesimpulan. 1. Mencari sebab, dan menilai sebab. 2. Menarik kesimpulan dan menilai suatu
kesimpulan. 4. Kemampuan Metakognisi;
membuat dugaan dan
penggabungan.
1. Menggabungkan kemampuan-kemampuan lain dalam membuat dan mempertahankan kesimpulan.
2. Membuat Pertimbangan/alternatif.
5. Pembantu Kemampuan
Berpikir kritis.
1. Menggunakan strategi kepandaian berbicara yang tepat dalam suatu diskusi dan presentasi.
Sumber: Ennis 1991
Hasil format observasi akan diukur melalui rentangan nilai 1 sebagai nilai
terendah dan 4 sebagai nilai tertinggi.
A.Proses Pengembangan Instrumen
Proses pengembangan instrumen antara lain Validasi soal dan reliabilitas soal,
indeks kesukaran, daya pembeda, dan kualitas pengecoh.
1. Validasi soal.
Validasi soal bertujuan untuk menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan
suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur
apa yang hendak diukur (Arikunto, 2010:211).
Uji Validitas digunakan rumus korelasi Product Moment sebagai berikut.
51
N = jumlah subyek X = skor suatu butir/item Y = skor total
Nilai r kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (rkritis). Bila rhitung dari rumus di atas
lebih besar dari rtabel maka butir tersebut valid, dan sebaliknya
(Arikunto,2010:213).Dalam penelitian ini, perhitungan uji validitas soal dilakukan
dengan bantuan SPSS 16, diperoleh hasil seperti pada tabel 3.3 berikut:
Table 3.3 Hasil Uji Validasi Soal
No Butir soal r hitung signifikansi Keterangan
1. X1 0,360 - Tidak valid
2 X2 0,559 Signifikan Valid
3. X3 0,666 Signifikan Valid
4. X4 0,719 Sangat Signifikan Valid
5. X5 0,464 Signifikan Valid
6. X6 0,749 Sangat signifikan Valid
7. X7 0,646 Signifikan Valid
8. X8 0,778 Sangat signifikan Valid
Sumber: Diolah dari data primer 2013
Hasil uji validitas pada tabel 3.3 diatas menunjukkan nomer butir soal 3, 4, 5,
6, 7, 8, dapat digunakan sebagai butir instrumen karena memiliki harga r lebih
dari 0,361. Sedangkan butir soal nomer 1 ditolak karena memiliki harga r hitung
kurang dari 0,361, yaitu 0,360. Koefesien korelasi memperlihatkan kesesuaian
fungsi aitem soal dalam mengungkapkan perbedaan individu.
2. Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan informasi apakah suatu
instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data.
52
penelitian ini, peneliti menggunakan rumus Alpha untuk mendapatkan harga
reliabilitas. Hal ini dilakukan karena rumus Alpha digunakan untuk mencari
reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, ini tepat untuk peneliti
gunakan karena dalam instrumen penelitian, skor yang digunakan adalah 4 untuk
skor tertinggi dan 1 untuk skor terendah. Uji reliabilitas dengan rumus Alpha
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
2Penginterpretasian koefesien korelasi yang diperoleh dapat diklasifikasikan sebagaimana dalam tabel 3.4 seperti berikut ini:
Table 3.4
Interpretasi Koefesien Korelasi Reliabilitas Koefesien Korelasi Interpretasi 0,90 ≤r11 ≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi 0,70 ≤ r11< 0,90 Reliabilitas tinggi 0,40 ≤ r11< 0,70 Reliabilitas sedang 0,20 ≤ r11< 0,40 Reliabilitas rendah r11 < 0,20 Reliabilitas sangat rendah
Kriteria suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel dengan menggunakan
teknik ini, bila koefisien reliabilitas (r11) > 0,6. Hasil uji reliabilitas dengan
menggunakan program SPSS 16 diperoleh hasil seperti pada tabel 3.5 di berikut
53
Nilai Cronbach’s Alpha menunjukkan nilai sebesar 0,804. Berdasarkan kriteria yang terdapat pada tabel 3.3 diatas, maka instrumen ini memiliki reliabilitas yang
tinggi .
2. Indeks Kesukaran
Arikunto (2006:207) menjelaskan bahwa soal yang baik adalah soal yang tidak
terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang
peserta didik mempertinggi usahanya memecahkan. Sebaliknya soal yang terlalu
sukar akan menyebabkan peserta didik menjadi putus asa dan tidak mempunyai
semangat untuk mencoba lagi, karena diluar jangkauannya.
Indeks kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya
suatu soal yang berkisar antara 0,00 sampai 1,0. Soal dengan indeks kesukaran
0.00 menunjukkan soal itu telalu sukar, sebaliknya indeks kesukaran 1,0
menunjukkan soal terlalu mudah. Untuk memperoleh indeks kesukaran butir soal
dapat menggunakan rumus:
P
=dengan: P adalah indeks kesukaran, B adalah banyaknya siswa yang menjawab
soal dengan benar, dan Jx adalah jumlah seluruh siswa peserta tes.Indeks
kesukaran diklasifikasikan seperti tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6
Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal P-P Klasifikasi
0,00-0,29 Sukar
0,30-0,69 Sedang
0,70-1,00 Mudah
(Arikunto, 1999: 210)
Hasil setelah dilakukan pengolahan data butir soal yang valid, maka diperoleh
54
Table 3.7 Indeks Kesukaran Soal
No No Butir Asli Tkt. Kesukaran Tafsiran
1 1 76,56 Mudah
2 2 67,19 Sedang
3. 3 50,00 Sedang
4. 4 60,94 Sedang
5. 5 92,19 Sangat mudah
6. 6 70,31 Sangat mudah
7. 7 53,13 Sedang
8. 8 64,06 Sedang
Sumber: Diolah dari data primer 2013
3. Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan peserta
didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang berkemampuan
rendah. Azwar (1987:132) menyatakan suatu butir soal dikatakan baik apabila
memiliki daya pembeda yang besar yaitu suatu butir soal yang dijawab betul oleh
seluruh atau sebagian besar subjek kelompok atas dan di jawab salah oleh seluruh
atau sebagian besar subjek kelompok bawah. Semakin besar perbedaan proporsi
penjawab betul dari kelompok atas dan kelompok bawah maka semakin baik soal
itu. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks
diskriminasi disingkat D (d besar). Angka daya pembeda berkisar antara 0,00
sampai dengan 1,00. Perhitungan daya pembeda dapat menggunakan rumus:
DP=
Keterangan : DP = daya pembeda soal uraian
MeanA = rata-rata skor siswa pada kelompok atas
MeanB = rata-rata skor siswa pada kelompok bawah
Skor Maksimum = skor maksimum yang ada pada pedoman penskoran
55
Table 3.8
Klasifikasi Daya Pembeda Indeks Daya Pembeda Klasfikasi
0,00 – 0,20 Buruk
0,20 – 0,40 Cukup
0,40- 0,70 Baik
0,70 – 1,0 Baik Sekali
Negatif Semuanya tidak baik
Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh hasil seperti berikut pada tabel 3.9
Table 3.9
Sumber:Diolah dari data primer 2013
Seluruh rangkuman hasil pengembangan soal dapat dilihat pada tabel 3.10 berikut
ini:
Table 3.10
Rangkuman Hasil Uji Coba Instrumen No
Urut
Nomer butir soal asli
Taraf kesukaran Daya Beda Validitas Keputusan
1. 1 Mudah Buruk Tidak valid Ditolak
56
B.Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data diperoleh melalui soal tes hasil belajar, baik pre test
maupun posttest, yang berkaitan dengan pengaruh penggunaan metode
pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan konstruktivis terhadap
keterampilan berpikir kritis peserta didik. Sedangkan wawancara dan kuesioner
terhadap peserta didik dan guru hanya digunakan untuk mengetahui sikap peserta
didik mengenai pendapatnya tentang keefektifan pembelajaran konstruktivis.
C.Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian kuantitatif, analisis data dilakukan setelah data dari seluruh
responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah:
mengelompokkan data berdasarkan variable dari seluruh responden, menyajikan
data, melakukan perhitungan untuk merumuskan masalah dan melakukan
perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.
Analisis data menggunakan statistic inferensial, menurut Sugiyono
(2012:201) statistic inferensial adalah “statistik yang digunakan untuk
menganalisis data sampel dan hasilnya akan digeneralisasikan untuk populasi
dimana sampel diambil. Ada dua macam statistic inferensial, yaitu statistic
parametric dan statistic non parametric. Statistik parametric digunakan untuk
menganalisis data interval atau rasio yang diambil dari populasi yang berdistribusi
normal. Statistik non parametric digunakan untuk menganalisis data nominal, data
ordinal dari populasi yang bebas distribusi.
D.Analisis Data
Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran konstruktivis dalam
pembelajaran IPS Geografi pada pokok bahasan mengenai “ Memahami usaha
manusia untuk mengenali perkembangan lingkungannya “, dilakukan analisis
kuantitatif melalui statistik uji t. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
teknik SPSS versi 16 untuk memperoleh nilai tertinggi, nilai terendah, nilai
57
pada kelas kontrol. Untuk menganalisi hasil eksperimen yang menggunakan
pretest dan posttest one group design rumusnya adalah
t=
√ ∑
dengan keterangan:
Md = mean dari perbedaan pretest dengan posttest (posttest-pretest)
Xd = deviasi masing-masing subjek (d-md) ∑x2
d = jumlah kuadrat deviasi
N = subjek pada sampel
d.b = ditentukan dengan N-1
E.Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis maka akan dilakukan dengan cara Uji t dengan
membandingkan hasil tes (pretest dan posttest) antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol untuk diketahui perbedaan rata-rata hasil tes antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Apabila berdasarkan data yang terkumpul ternyata hipotesis
diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi suatu teori. Untuk tesis ini
maka apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui
pembelajaran konstruktivis dalam pembelajaran Geografi. Untuk mengukur
tingkat perubahan berpikir kritis peserta didik sebelum dan sesudah kegiatan
pembelajaran maka akan dilakukan uji Gain. Perubahan yang terjadi sebelum dan
sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g faktor (N-Gain) dengan rumus
Hake:
g=
Keterangan:Spost : Skor tes akhir
Spre : Skor tes awal
58
Table 3.10 Kriteria Indeks Gain
Batasan Kategori
g > 0,70 Tinggi
0,30 ≤ g ≥ 0,70 Sedang
g < 0,30 Rendah
1. Analisa corrected item total correlation.
Analisa ini dilakukan dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor
item dengan skor total dan melakukan koreksi terhadap nilai koefesien
korelasi yang overestimate. Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan
taraf signifikan 0,05. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:
-. Jika r hitung ≥r table, maka instrument atau item –item pertanyaan
berkorelasi signifikan terhadap skor total (valid).
- jika r hitung ≤ r table,maka instrument atau item-item pertanyaan tidak
berkorelasi signifikan terhadap skor total (tidak valid).
Dalam menentukan layak atau tidaknya suatu item yang akan
digunakan biasanya dilakukan uji signifikan koefesien korelasi pada
taraf signifikan 0,05 artinya suatu item dianggap valid jika berkorelasi
signifikan dengan skor total item (Priyatno, 2012:117). Atau jika
koefesien korelasi dilakukan penilaian langsung bisa digunakan batas
nilai minimal korelasi 0,30. Karena menurut Azwar (1987) semua item
yang mencapai koefesien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya
dianggap memuaskan. Secara keseluruhan prosedur penelitian yang
akan dilakukan dalam penelitian ini adalah dapat dilihat pada gambar
59
Prosedur Penelitian
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian 2013
Memilih Masalah “Pengaruh Metode PBL
terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik dalam Pembelajaran Geografi di
SMPN 4 Sliat Bangka”
Studi Pendahuluan dengan melakukan studi pustaka
Merumuskan Masalah :Apakah Terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis pada kelompok eksperimen? Apakah terdapat perb yg signifikan kemampuan berpikir kritis pada kelompok kontrol? Apakah terdapat perb kemampuan
berpikir kritis pada kelompok kontrol dengan klp eksperimen?Kendala apa sajakah yang dihadapi dl mnerapkan PBl?
Merumuskan Hipotesis:Terdapat perbedaan ketr berpikir kritis yang sig.pada kelom eksp. Terdapat perbedaan yg sig pd pemb. metode
diskusi.Terdapat perb data gain antara kel eksp dgn kel kontrol
Memilih Pendekatan :Pendekatan Konstruktivis
Memilih Variabel Menentukan sumber data: populasi
SMPN 4 sliat/sampel kelas VIII.2&VIII.3
Menentukan dan Menyusun Instrumen:tes ,kuesioner, checklist Mengumpulkan data
Analisis Data : Menggunakan Statistik Inferensial dan statistik
parametrik
111
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Sesungguhnya pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
adalah pembelajaran yang dirancang bukan untuk membantu guru memberikan
informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik, namun pembelajaran ini
dikembangkan untuk membantu peserta didik mengembangkan kemampuan
berpikirnya, memecahkan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar berbagai
peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata serta
menjadi pembelajar yang mandiri.
Selain itu pembelajaran berbasis masalah dapat juga mengembangkan
kemampuan berpikir para peserta didik, mengembangkan sikap ingin tahu, cara
berpikir obyektif, mandiri, kritis, analitis, serta diharapkan peserta didik mampu
menghadapi permasalahan dilingkungannya, kaitannya dengan pembelajaran
Geografi diharapkan peserta didik tidak hanya mendapatkan pengetahuan tentang
Geografi, namun juga dapat memahami makna dari permasalahan yang
berhubungan dengan bidang Geografi, khususnya tentang lingkungan hidup .
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh problem based learning
melalui pendekatan konstruktivis terhadap keterampilan berpikir kritis peserta
didik di SMPN 4 Sungailiat Bangka, maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis pada kelompok
eksperimen setelah dan sebelum pembelajaran berbasis masalah melalui
pendekatan konstruktivis, hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan
perolehan nilai rata-rata hasil pretest dengan posttest. Hasil pretest diperoleh
nilai 15.6429 dan posttest diperoleh nilai 22.2143 sedangkan untuk nilai gain
diperoleh angka 0.53, ini berarti gain skor yang diperoleh tergolong sedang.
2. Terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis pada kelompok