ANALISIS SELF-EFFICACY DAN KESALAHAN
DALAM MENGERJAKAN SOAL PENALARAN
MATEMATIS SISWA SMA
TESIS
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar
Magister Pendidikan Matematika
Disusun Oleh:
Hastuti Lastiurma Pakpahan
NIM 1201512
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
ANALISIS SELF-EFFICACY DAN KESALAHAN DALAM MENGERJAKAN SOAL PENALARAN MATEMATIS SISWA SMA
Oleh :
Hastuti Lastiurma Pakpahan
S.Pd. Universitas Negeri Medan, 2011
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika
© Hastuti Lastiurma Pakpahan 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS SELF-EFFICACY DAN KESALAHAN
DALAMMENGERJAKAN SOAL PENALARAN MATEMATIS SISWA SMA
Oleh:
Hastuti Lastiurma Pakpahan 1201512
Telah Disetujui dan Disahkan Oleh:
Pembimbing I
Dr.Dadang Juandi, M.Si NIP. 196401171992021001
Pembimbing II
Dr. Bambang Avip Priatna M., M.Si NIP. 19641205199031001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
ANALISIS SELF-EFFICACY DAN KESALAHAN DALAM MENGERJAKAN SOAL PENALARAN MATEMATIS SISWA SMA
Hastuti Lastiurma Pakpahan: 1201512
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis deskripsi kesalahan siswa dalam mengerjakan soal penalaran matematis siswa, menganalisis deskripsi self-efficacy matematis siswa, menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan siswa kesulitan dalam mengembangkan penalaran dan self efficacy matematis, dan menganalisis pembelajaran yang digunakan guru apakah dapat mengembangkan penalaran dan self-efficacy matematis siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-IA2 SMA N 14 Bandung
Tahun Ajaran 2013/2014 yang terdiri dari 32 orang siswa. Instrumen penelitian yang digunakan adalah soal penalaran matematis sebanyak 6 soal, angket pengukuran self-efficacy matematis sebanyak 22 item, pedoman wawancara, angket profil siswa dan guru, angket konfirmasi . Kesalahan siswa yang dianalisis dalam mengerjakan soal penalran matematis adalah kesalahan konseptual dan prosedural. Berdasarkan angket pengukuran self-efficacy matematis sebanyak 81,25% siswa memiliki tingkat self-efficacy matematis rendah sampai sedang dan diperoleh 20 faktor yang menyebabkan siswa sulit mengembangkan penalaran matematis serta 19 faktor yang menyebabkan siswa sulit mengembangkan self-efficacy matematis. Data direduksi dengan menggunakan analisis faktor dan diperoleh 18 faktor untuk penalaran matematis dan 16 faktor untuk self-efficacy matematis. Faktor penalaran matematis dibagi menjadi tiga kelompok yaitu; faktor guru, intern siswa dan kurikulum sedangkan faktor self-efficacy matematis dibagi menjadi 3 kelompok yaitu; faktor guru, intern siswa dan pergaulan.
DAFTAR ISI
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Penalaran Matematis ... 11
2.1.1 Pengertian Penalaran Matematis ... 11
2.1.2 Indikator Penalaran matematis ... 12
2.1.3 Tahapan dan Strategi Bernalar ... 14
2.2 Self-Efficacy Matematis ... 18
2.2.1 Pengertian Self-Efficacy ... 18
2.2.2 Sumber-sumber Self-Efficacy ... 22
2.2.3 Klasifikasi Self-Efficacy ... 23
2.3 Kesulitan Belajar ... 26
2.4 Kesalahan Mengerjakan Soal Matematika ... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 33
3.2 Tempat Penelitian ... 34
3.3 Subjek Penelitian ... 34
3.4 Data dan Sumber Data ... 34
3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 35
3.7 Teknik Analisis Data ... 42
3.7.1 Reduksi Data ... 42
3.7.2 Penyajian Data ... 43
3.7.3 Penarikan Simpulan/ Verifikasi ... 43
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 45
4.1.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 45
4.1.2 Gambaran Umum Pembelajaran ... 46
4.1.3 Gambaran Umum Penalaran Matematis ... 47
4.1.4 Gambaran Umum Self-Efficacy Matematis ... 48
4.2 Pembahasan ... 49
4.2.1 Analisis Kesalahan Siswa Mengerjakan Soal Penalaran Matematis ... 49
4.2.2 Analisis Self-efficacy Matematis ... 80
4.2.3 Faktor yang Menyebabkan Siswa Sulit Mengembangkan Penalaran Matematis ... 81
4.2.4 Faktor yang Menyebabkan Siswa Sulit Mengembangkan Self-efficacy Matematis ... 91
BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 101
5.2 Saran ... 103
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Perbedaan Karakteristik Self-efficacy dan Self-esteem 21
Tabel 2.2 Strategi Pengubahan Sumber Self-efficacy 23
Tabel 3.1 Indikator Self-Efficacy 36
Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Validitas Angket Self-Efficacy Matematis 37
Tabel 3.3 Pengkategorian Tingkat Self-Efficacy 37
Tabel 3.4 Pedoman pemberian skor kemampuan Penalaran Matematis
Menggunakan Holistic Scoring Rubrics 38
Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Uji Validitas Soal Penalaran Matematis 39
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin 45
Tabel 4.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Umur 45
Tabel 4.3 Materi Pokok dan Jenis Kemampuan Penalaran Tiap Butir Soal 47
Tabel 4.4 Rekapitulasi Banyak Siswa Yang Tidak Menguasai Jenis Soal
Penalaran Marematis 48
Tabel 4.5 Kategori Skala Self-Efficacy 48
Tabel 4.6 Kesalahan Siswa Mengerjakan Soal Nomor 1 50
Tabel 4.7 Kesalahan Siswa Mengerjakan Soal Nomor 2 53
Tabel 4.8 Kesalahan Siswa Mengerjakan Soal Nomor 3 59
Tabel 4.9 Kesalahan Siswa Mengerjakan Soal Nomor 4 62
Tabel 4.10 Kesalahan Siswa Mengerjakan Soal Nomor 5 68
Tabel 4.11 Kesalahan Siswa Mengerjakan Soal Nomor 6 72
Tabel 4.12 KMO and Barlett’s Test Penalaran Matematis (Analisis Pertama) 81
Tabel 4.13 KMO and Barlett’s Test Penalaran Matematis (Analisis Kedua) 82
Tabel 4.14 Faktor yang Menyebabkan Kesulitan Siswa dalam
Mengembangkan Penalaran Matematis 85
Tabel 4.15 KMO and Barlett’s Test Self-efficacy (Analisis Pertama) 92
Tabel 4.16 KMO and Barlett’s Test Self-efficacy (Analisis Kedua) 92
Tabel 4.17 KMO and Barlett’s Test Self-efficacy (Analisis Ketiga) 93
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Contoh Hasil Kerja Siswa A dari Studi Pendahuluan 5
Gambar 1.2 Contoh Hasil Kerja Siswa B dari Studi Pendahuluan 5
Gambar 2.1 Tahapan Program Pembelajaran Penalaran 16
Gambar 3.1 Trianggulasi Pengumpulan Data dari Siswa 41
Gambar 3.2 Trianggulasi Pengumpulan Data dari Guru 41
Gambar 3.3 Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif 42
Gambar 4.1 Jawaban Siswa yang Melakukan Kesalahan untuk Soal nomor 1 50
Gambar 4.2 Jawaban Siswa yang Melakukan Kesalahan untuk Soal Nomor 2 55
Gambar 4.3 Jawaban Siswa yang Melakukan Kesalahan untuk Soal Nomor 3 60
Gambar 4.4 Jawaban Siswa yang Melakukan Kesalahan untuk Soal Nomor 4 64
Gambar 4.5 Jawaban Siswa yang Melakukan Kesalahan untuk Soal Nomor 5 69
Gambar 4.6 Jawaban Siswa yang Melakukan Kesalahan untuk Soal Nomor 6 74
Gambar 4.7 Jawaban Siswa yang Melakukan Kesalahan Menyusun Teorema
Pythagoras 77
Gambar 4.8 Kesalahan Siswa Membuat Sketsa ke dalam 1 Segitiga 77
Gambar 4.9 Kesalahan Siswa Membuat Sketsa ke dalam Bentuk Limas 77
Gambar 4.10 Bentuk-bentuk Kesalahan Siswa Meletakkan Sudut Diketahui 78
Gambar 4.11 Reduksi Faktor yang Menyebabkan Siswa Sulit dengan
Menggunakan Analisis Faktor 63
Gambar 4.12 Pengelompokan Faktor yang Menyebabkan Siswa Sulit
Mengembangkan Penalaran Matematis 65
Gambar 4.13 Reduksi Faktor yang Menyebabkan Siswa Kesulitan
Mengembangkan Self-Efficacy Matematis 74
Gambar 4.14 Pengelompokan Faktor yang Menyebabkan Siswa Sulit
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
LAMPIRAN A : INSTRUMEN PENELITIAN
Lampiran A.1 Kisi-kisi Soal Penalaran matematis 88
Lampiran A.2 Soal Kemampuan Penalaran Matematis 90
Lampiran A.3 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran 92
Lampiran A.4 Kisi-kisi Angket Self-Efficacy 97
Lampiran A.5 Angket Self-Efficacy Siswa 98
Lampiran A.7 Angket Profil Siswa 101
Lampiran A.8 Angket profil Guru 102
Lampiran A.9 Lembar Observasi Guru 103
Lampiran A.10 Angket Konfirmasi 105
LAMPIRAN B : ANALISIS HASIL UJI COBA TES MATEMATIKA
Lampiran B.1 Data Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Matematis 107
Lampiran B.2 Analisis Validitas Soal kemampuan Penalaran Matemmatis 108
Lampiran B.3 Data Hasil Uji Coba Angket Self-Efficacy 113
Lampiran B.4 Analisis Validitas Angket Self-Efficacy 115
LAMPIRAN C : ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN
Lampiran C.1 Data Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematis 122
Lampiran C.2 Data Hasil Angket Self-Efficacy Siswa 123
Lampiran C.3 Data Hasil Angket Konfirmasi Faktor Penalaran Matematis 124
Lampiran C.4 Data Hasil Angket Konfirmasi Faktor Self-Efficacy 126
Lampiran C.5 Data Hasil Angket Profil Siswa 128
Lampiran C.6 Data Profil Guru 133
Lampiran C.7 Reduksi Faktor yang Menyebabkan Siswa Sulit
Mengembangkan Penalaran Matematis 134
Lampiran C.8 Reduksi Faktor yang Menyebabkan Siswa Sulit
Mengembangkan Self-Efficacy 142
Lampiran C.9 Bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Guru 152
LAMPIRAN D : UNSUR-UNSUR PENUNJANG PENELITIAN
105
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, abu & Supriyono, Widodo. 2004. Psikologi Belajar. Solo: Rineka Cipta
Ali, Mohammad. 2010. Metodologi dan Aplikasi Riset Pendidikan. Bandung: Pustaka Cendekia Utama.
Azwar, Saifuddin. 2013. Penyusunan Skala Psikologi Ed.2 .Yogyakarta: Pustaka Belajar
Bandura. 1977. Self-efficacy: Toward a Unifying Theory of Behavioral Change. Psychological Review 1977, Vol. 84, No. 2, 191-215. Standford University
Bandura, Albert. 1997. Self-efficacy: The Exercise of Control. New York: W.H. Freeman and Company.
Bandura, A. (1998). Personal and collective efficacy in human adaptation and
change. Advances in psychological science: Vol. 1. Personal, social and
cultural aspects (pp. 51-71). Hove, UK: Psychology Press.
Budiman, Nandang. 2012. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: UPI Press.
Dahlan, J.A. 2004. Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disertasi UPI. Tidak diterbitkan.
Depdiknas – Pusat Kurikulum – Balitbang. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta
Depdiknas. 2006. Kurikulum Standar Kompetensi Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah aliyah. Jakarta: Depdiknas
Hamalik, Oemar.2009. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara
IMSTEP-JICA . 1999 . Monitoring Report on Current Practice on Mathematics and Science Teaching and Learning. Bandung: IMSTEP-JICA
Kastolan, dkk. 1992. Idenifikasi Jenis – Jenis Kesalahan Menyelesaikan Soal – Soal Matematika yang Dilakukan Peserta Didik kelas II Program SMA Negeri Se-Kotamadya Malang. Malang: IKIP Malang.
106
Pajares, F. (2002). The development of academic self-efficacy. In A. Wigfield & J. Eccles (Eds.), Development of achievement motivation (pp. 16-31). San Thinking. Edited by Arthur L. Costa USA. ASCD
Merriam-Webster’s Online Dictionary. 2013. Diakses 1 November 2013, alamat http://www.merriam-webster.com/dictionary
Miles, Mathew B & Huberman, A. Michael. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Miliyawati, Bety. 2012. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Self- Eficacy Matematis Siswa Sma Dengan Menggunakan Pendekatan Investigasi. Tesis. UPI. Tidak diterbitkan
NCTM. 1999. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: Authur.
NCTM. 2000. Principles and Standards for School Matematics. Reston, VA: NCTM
Nisa, Titin Fardatun. 2010. Analisis Kesalahan Siswa Kelas VIII SMP Kemala Bhayangkari Surabaya dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Materi Bangun Ruang. Surabaya: UNESA
Nizar, Ahmad. 2007. Kontribusi Matematika dalam Membangun Daya Nalar dan Komunikasi Siswa. Jurnal Pendidikan Inovatif, Vol2, nomor 2.
PISA. 2012. PISA 2012 Results. OECD. (Diakses Oktober 2013) http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results.htm.
Rosnawati, R. 2013. Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP Indonesia pada TIMSS 2011. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.
Ruseffendi, E.T. 1991. Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Diktat Kuliah
107
Setiawan, Ebta. 2010. Kamus Besar Bahasa Idonesia versi Offline. Jakarta: Pusat Bahasa.
Subakti, Jani. 2009. Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMU melalui Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis. Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan
Sudrajat, D. 2008. Program Pengembangan Self-Efficacy Bagi Konselor di SMA Negeri Se-Kota Bandung. Tesis. UPI: Tidak diterbitkan
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sulistiawati. 2014. Analisis Kesulitan Belajar Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP pada Materi Luas Permukaan dan Volume Limas. ISBN: 978 – 602 –14432 –2 –4. Tangerang: Seminar Nasional Pendidikan STKIP Surya. (diakses 8 Mei 2014)
Sumarmo, Utari. 1987. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Komponen Proses Belajar Mengajar. Disertasi Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Sumarmo, Utari. 2003. Berfikir Matematik Tingkat Tinggi: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan Pada Siswa SD dan SM dan Mahasiswa Calon Guru. Makalah Seminar Nasional dan Lokakarya FKIP Unsri. Palembang 20-21 Agustus 2003.
Sumarmo, Utari. 2011. Pendidikan Karakter dan Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI
Suriasumantri. J. S . 2005. Filsafat Ilmu. Pustaka Sinar Harapan
Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Widyastuti. 2010. Pengaruh pembelajaran Model-Eliciting Activities terhadap Kemampuan Representasi Matematis dan Self-Efficacy Siswa. Tesis. UPI. Tidak diterbitkan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu dasar sangat erat kaitannya dengan kehidupan
dan ilmu lain. Matematika diajarkan untuk mengembangkan keterampilan dasar,
membiasakan siswa untuk berpikir secara logis, menyiapkan siswa agar dapat
hidup dan bekerja secara baik dan mengembangkan warga negara yang cerdas
trampil dan berkualitas (NCTM, 1999). Sehingga matematika menjadi mata
pelajaran yang wajib dipelajari oleh setiap kaum akademis pada setiap jenjang
pendidikan dari sekolah rendah sampai menengah dan jurusan pada pendidikan
tinggi.
Matematika sebagai mata pelajaran yang dipelajari sejak sekolah rendah
(taman kanak-kanak) sampai pada perguruan tinggi. Tujuan pendidikan
matematika di dalam peraturan menteri pendidikan nasional nomor 20 tahun 2006
tentang standar isi (2006, hlm. 388) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran
matematika dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan agar peserta didik
memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat
dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, meyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, diagram, atau media lain untuk
2
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dari tujuan pembelajaran matematika di atas dapat dilihat bahwa penalaran
matematis merupakan salah satu yang dianggap penting dalam pembelajaran
matematika. Siswa harus memiliki penalaran matematis untuk dapat memahami
matematika dan menyelesaikan permasalahan matematika.
NCTM (2000) melaporkan bahwa mampu bernalar adalah penting untuk
memahami matematika. Dengan mengembangkan ide, mengeksplorasi fenomena,
membenarkan hasil, dan menggunakan dugaan matematika di semua bidang
konten dan harapan yang berbeda dalam pengalaman di semua tingkatan kelas,
siswa harus melihat dan berharap bahwa matematika membuat pengembangan
makna pada keterampilan penalaran yang cukup dibawa anak ke sekolah, guru
dapat membantu siswa belajar matematika yang memerlukan penalaran. Pada
akhir sekolah menengah, siswa harus mampu memahami dan menghasilkan bukti
matematika -argumen yang tepat kesimpulan deduktif pemotongan logis ketat
kesimpulan dari hipotesis dan harus menghargai nilai argumen tersebut.
Depdiknas (2002, hlm. 6) menyatakan bahwa “ Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu
materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan
dilatihkan melalui belajar matematika.” Pernyataan ini menunjukkan pentingnya
penalaran matematis bagi siswa untuk memiliki kemampuan yang memadai dalam
belajar matematika atau dapat memenuhi kriteria kompetensi matematika.
Selanjutnya dalam kurikulum 2013 untuk jenjang SMA dipandang perlunya
meningkatkan tingkat abstraksi mata pelajaran matematika dan penilaian hasil
belajar menekankan kepada kemampuan berpikir dan melakukan. Meningkatnya
tingkat abstrak pada mata pelajaran matematika membutuhkan tingkat penalaran
matematis yang tinggi pada siswa sehingga bisa mencapai setiap kompetensi pada
mata pelajaran matematika. Hal yang sama juga pada penilaian yang menekankan
kepada kemampuan berpikir menuntut siswa memiliki tingkat penalaran yang
3
Menurut Sa’dijah (dalam Nizar, 2007), pelajaran matematika perlu diorentasikan ke penalaran dari hanya sekedar mementingkan pemahaman kosep
dan pemecahan masalah. Reorientasi ini dinilai penting mengingat kekuatan siswa
bernalar dalam memecahkan masalah dapat mengurangi tekanan siswa dalam
menyelesaikan masalah matematika yang hanya bersifat procedural.
Uraian di atas mengindikasikan bahwa matematika seharusnya dikuasai
oleh setiap kaum akademis khususnya siswa pada tingkat SMA dengan tingkat
penalaran matematis yang memadai. Namun yang terjadi di dalam pelaksanaan
pendidikan adalah ditemukannya kemampuan maatematika siswa masi rendah
khususnya penalaran matematis dan self-efficacy. Hal ini diperkuat dari temuan
para pemerhati pendidikan.
Dari hasil temuan TIMSS (Trends International Mathematics and Science
Study) pada tahun 2011 (dalam Rosnawati, 2013) diperoleh informasi bahwa
capaian rata-rata kemampuan matematika siswa Indonesia menurut Benchmark
International secara umum berada pada level rendah (Low International
Benchmark) di bawah median internasional. Kemampuan rata-rata siswa
Indonesia pada tiap domain masih jauh di bawah negara tetangga Malaysia,
Thailand dan Singapura. Rata-rata persentase yang paling rendah yang
dicapaioleh siswa Indonesia adalah pada domain kognitif pada level penalaran
(reasoning) yaitu 17%.
Hasil temuan PISA (Programme for International Student Assessment)
pada tahun 2012 diketahui bahwa Indonesia berada pada ranking 64 dari 65
negara peserta untuk literasi matematika yang mengindikasikan kemampuan
penalaran matematis siswa Indonesia rendah.
(http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results.htm). Kemampuan
matematika siswa pada domain penalaran adalah yang paling rendah. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa siswa Indonesia untuk jenjang SMP belum dapat
bersaing secara internasional khususnya pada bagian penalaran matematis. Dan
dapat disimpulkan bahwa siswa untuk tingkat SMP masih mengalami kesulitan
4
Hasil survey IMSTEP-JICA (1999) untuk sekolah tingkat SMA di
Bandung, diperoleh bahwa dalam pembelajaran matematika masih
berkonsentrarasi pada hal-hal yang prosedural dan mekanistik, pembelajaran
berpusat pada guru, konsep matematika sering disampaikan secara informatif, dan
siswa dilatih menyelesaikan banyak soal tanpa pemahaman yang mendalam.
Subakti (2009) pada studi pendahuluan yang dilakukan di salah satu SMU
di Kabupaten Bandung, dimana tingkat penalaran matematis siswa rendah pada
keseluruhan sampel penelitian dengan rata-rata skor 5,568 dari 30 skor maksimal.
Rendahnya tingkat penalaran matematis siswa yang jauh dari yang diharapkan
pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa sulitnya siswa mengembangkan
penalaran matematis.
Dari studi pendahuluan yang dilakukan di SMA 15 dengan teknik
wawancara kepada guru mata pelajaran matematika. Diperoleh informasi bahwa
sebagian besar siswa masih sulit mengembangkan penalaran matematis saat
mengerjakan soal-soal yang diberikan guru. Hal ini terjadi pada sebagian besar
topik matematika yaitu aljabar, geometri dan bilangan. Faktor-faktor penyebabnya
adalah dasar-dasar matematika yang kurang yang dimiliki siswa, maksud dari
penyelesaian soal tidak diketahui siswa dan siswa kurang menyediakan waktu
untuk belajar matematika.
Dalam pembelajaran guru menyatakan kurang memfasilitasi siswa dalam
pengembangan penalaran matematis, karena guru kurang menindaklanjuti
kurangnya penalaran siswa. Pembelajaran yang dilakukan masih berpusat pada
guru dan guru cenderung memberikan bantuan kepada siswa saat siswa tidak
memahami penyelesaian soal penalaran sehingga kurang mampu mengembangkan
penalaran matematis siswa.
Selanjutnya peneliti memberikan tes penalaran matematis kepada siswa.
Berdasarkan hasil tes penalaran yang diberikan kepada siswa diperoleh gambaran
bahwa siswa mengalami kesulitan dalam melakukan penalaran matematis seperti
5
Gambar 1.1. Contoh Hasil Kerja Siswa A dari Studi Pendahuluan
Berdasarkan hasil kerja siswa pada Gambar 1.1. dapat disimpulkan bahwa
siswa tidak memahami soal dan konsep sistem persamaan linier. Hal ini dapat
terlihat pada bagian diketahui dan ditanya yang dituliskan siswa yang tidak
lengkap sedangkan di bagian jawaban siswa menuliskan apa yang diketahui dan
langsung pada jawaban tanpa ada suatu proses penyelesaian yang
mengindikasikan bahwa siswa melalukan penalaran intuisi saja dan pada akhirnya
hasil yang diperoleh adalah salah.
Gambar 1.2. Contoh Hasil Kerja Siswa B dari Studi Pendahuluan
Berdasarkan hasil kerja siswa pada Gambar 1.2. dapat disimpulkan bahwa
siswa menduga-duga jawaban. Siswa tidak mengunakan rumus dalam bentuk
variabel karena kesulitan siswa dalam membentuk pemodelan matematika. Siswa
6
nilai 7 sebagai panjang dan 4 sebagai lebar dipilih siswa karna dalam
pembelajaran di kelas yang diperoleh siswa bahwa panjang biasanya lebih besar
nilai nya dibanding lebar dari suatu persegi panjang.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat penalaran
matematis siswa di SMA 15 masih rendah. Hal ini mengindikasikan sulitnya
siswa mengembangkan penalaran matematis untuk memperoleh suatu kesimpulan
logis dalam pemecahan masalah matematika.
Selanjutnya Numedal (dalam Matlin, 1994, hlm. 379) menyatakan bahwa
secara empirik siswa-siswa sekolah menengah atas (high school) dan perguruan
tinggi (college) mengalami kesukaran dalam menggunakan strategi dan
kekonsistenan penalaran (logical reasoning). Hal ini mengindikasikan bahwa
mahasiswa di perguruan tinggi juga mengalami kesulitan dalam mengembangkan
penalaran matematis.
Berdasarkan uraian di atas diperoleh gambaran bahwa penalaran matematis
masih menjadi masalah untuk jenjang pendidikan SMP, SMA dan perguruan
tinggi. Dan secara khusus dapat dilihat bahwa kemampuan penalaran matematis
siswa untuk jenjang SMA di Bandung masih rendah. Rendahnya penalaran
matematis menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan mengembangkan
penalaran matematis saat mengerjakan soal-soal yang diberikan guru. Hal ini
mengakibatkan siswa tidak mengalami ketuntasan belajar pada topik-topik
matematika dan prestasi matematika siswa yang rendah.
Selain itu ditemukan informasi bahwa salah satu faktor yang diduga
mempengaruhi tingkat penalaran matematis adalah model pembelajaran yang
digunakan guru. Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dari guru
dengan tidak memfasilitasi pengembangan penalaran matematis siswa
mengakibatkan siswa kurang mampu bernalar dalam pengerjaan soal-soal
matematika. Guru seringkali melakukan pembelajaran yang masi berpusat pada
guru dengan siswa hanya sebagai pendengar tanpa turut berpartisipasi bernalar
dlm pembelajaran.
Bandura (1997) menyatakan bahwa self-efficacy memiliki efek yang kuat
7
Bandura (1977) menyatakan bahwa self-efficacy dalam hal pemikiran,
memfasilitasi proses kognitif dan kinerja dalam berbagai setting, termasuk
kualitas pengambilan keputusan dan prestasi akademik. Dalam hal perilaku,
self-efficacy dapat mempengaruhi pilihan tindakan seseorang.
Selanjutnya Betz dan Hacket (1983) (dalam Pajares, 2002, hlm. 11)
melaporkan bahwa dengan self-efficacy yang tinggi, pada umumnya seorang siswa
akan lebih mudah dan berhasil melampaui latihan-latihan matematika yang
diberikan kepadanya, sehingga hasil akhir dari pembelajaran tersebut yang
tercermin dalam prestasi akademiknya juga cenderung akan lebih tinggi
dibandingkan siswa yang memiliki self-efficacy rendah. Hal yang senada
dinyatakan Hacket (1985) dan Reyes (1984) (dalam Pajares, 2002, hlm. 10)
bahwa self-efficacy juga dapat membuat seseorang lebih mudah dan lebih merasa
mampu untuk mengerjakan soal-soal matematika yang dihadapinya, bahkan soal
matematika yang lebih rumit atau spesifik sekalipun. Berdasarkan uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa self-efficacy akan mempengaruhi motivasi siswa,
artinya semakin tinggi tingkat self-efficacy siswa dalam belajar matematika akan
berbanding lurus dengan motivasi siswa dan hal itu juga akan berpengaruh pada
semakin baiknya prestasi matematis siswa.
Namun dalam kenyataanya siswa secara umum siswa di Indonesia masih
memiliki tingkat self-efficacy yang rendah. Hal ini didukung oleh pernyataan
Ruseffendi (1991) bahwa “Terdapat banyak orang yang setelah belajar
matematika bagian yang sederhanapun banyak yang tidak dipahaminya, bahkan
banyak konsep yang dipahami secara keliru. Matematika dianggap sebagai ilmu
yang sukar, ruwet dan banyak memperdayakan”. Hal ini mengindikasikan bahwa
tingkat self-efficacy siswa masih rendah dalam pembelajaran matematika.
Hal yang serupa juga dialami peneliti saat mengajar mata pelajaran
matematika pada lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation di Bandung. Dari
hasil observasi atau wawancara tidak langsung yang dilakukan kepada siswa SMA
diperoleh bahwa sebagian besar siswa menganggap matematika adalah pelajaran
8
tidak mampu dan soal tersebut terlalu sulit untuk dikerjakan bahkan sebelum
memulai untuk mencoba mengerjakan. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum
siswa masih memiliki self-efficacy yang rendah dalam pembelajaran matematika
atau dapat dikatakan bahwa siswa sulit mengembangkan self-efficacy pada
pembelajaran matematika.
Dari studi pendahuluan yang peneliti lakukan di SMA 15 dengan
melakukan wawancara pada guru matapelajaran matematika diperoleh informasi
bahwa siswa masih memiliki self-efficacy yang rendah dan siswa juga kesulitan
dalam mengembangkan self-efficacy hal ini disebabkan oleh kurangnya siswa
memberi kesempatan diri dan pola pikir siswa yang menganggap matematika
sulit. Dan hal ini diperkuat oleh pengakuan dari para siswa saat guru menanyakan
siapa saja yang menyukai matematika dan dari per kelasnya hanya rata-rata 7
orang yang menyukai matematika.
Sedangkan pembelajaran yang dilakukan di kelas, guru menyatakan telah
memfasilitasi siswa untuk mengembangkan self-efficacy siswa. Hal ini dilakukan
dengan memberikan motivasi agar siswa meyakini kemampuan yang dimilikinya.
Seperti mengungkapkan kalimat-kalimat motivasi dan pemberian reward bagi
siswa yang berani menjawab pertanyaan guru juga dilakukan agar siswa.
Tingkat penalaran matematis dan self-efficacy yang masih rendah dan tidak
menemukan titik akar permasalahan kenapa siswa sulit mengembangkan
penalaran matematis dan self-efficacy merupakan isu penting pendidikan
matematika. Hal ini membutuhkan perhatian untuk segera di atasi sehingga perlu
diketahui kondisi secara mendalam penyebab atau faktor-faktor yang
menyebabkan siswa sulit mengembangkan penalaran matematis dan self-efficacy.
Penggalian ini dapat dilakukan dengan melakukan penelitian mendalam.
Berdasarkan hal di atas dipandang perlu mendalami lebih lanjut
faktor-faktor yang mempengaruhi ataupun alasan siswa sulit mengembangkan penalaran
matematis dan self-efficacy. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Analisis Self-Efficacy dan Kesalahan dalam Mengerjakan Soal
9
1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah deskripsi kesalahan siswa dalam mengerjakan soal penalaran
matematis siswa?
2. Bagaimanakah deskripsi self-efficacy matematis siswa?
3. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan siswa kesulitan dalam
mengembangkan penalaran matematis?
4. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan siswa kesulitan dalam
mengembangkan self- efficacy matematis?
5. Apakah pembelajaran yang digunakan guru dapat mengembangkan penalaran
dan self-efficacy matematis siswa?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis deskripsi kesalahan siswa dalam mengerjakan soal penalaran
matematis siswa.
2. Menganalisis deskripsi self-efficacy matematis siswa.
3. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan siswa kesulitan dalam
mengembangkan penalaran matematis.
4. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan siswa kesulitan dalam
mengembangkan self efficacy matematis.
6. Menganalisis pembelajaran yang digunakan guru apakah dapat
mengembangkan penalaran dan self-efficacy matematis siswa.
1.4Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1. Untuk menambah pengetahuan bagi pembaca secara teori tentang
kesulitan siswa dalam pengembangan penalaran matematis dan
self-efficacy.
10
b. Manfaat Praktis
1. Bagi guru, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan
kontribusi dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran di kelas.
2. Bagi sekolah, penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi dan melihat
kesiapan tenaga pengajar/guru matematika.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian/pertimbangan bagi
para pemegang kebijakan dalam mengambil kebijakan yang berkaitan
dengan dunia pendidikan. Sehingga meningkatkan kualitas guru baik dari
segi kesiapan tenaga pengajar, sarana prasarana, metode pengajaran, serta
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dipaparkan mengenai cara melakukan penelitian, yang
merupakan inti dari kegiatan penelitian ini. Isi bab ini meliputi (1) metode
penelitian, (2) tempat penelitian, (3) subjek penelitian, (4) data dan sumber data
(5) definisi operasional, (6) teknik pengumpulan data, (7) teknik analisis data.
3.1Metode Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan
(1982:4), “Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati”. Sedangkan menurut Sutopo (2002, hlm. 33), “Topik penelitian kualitatif diarahkan pada kondisi asli subjek penelitian berada (natural setting).
Kondisi subjek sama sekali tidak dijamah oleh perlakuan (treatment) yang
dikendalikan secara ketat oleh peneliti seperti halnya di dalam penelitian
eksperimental.”
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif. Data tersebut
diperoleh dari orang-orang yang diamati pada kondisi asli subjek penelitian
berada (natural setting) tanpa adanya suatu perlakuan yang diberikan.
Instrumen pada penelitian ini adalah orang atau human instrumen, yaitu
peneliti itu sendiri. Artinya penelitian ini tidak dibatasi oleh suatu instrumen yang
kaku untuk melakukan penelitian karena hal tersebut sangat menyulitkan bagi
terjadinya kelenturan sikap penelitian kualitatif yang selalu siap terbuka dan
menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru dan mungkin berubah setiap waktu
dengan beragam realitas yang juga mungkin dijumpai. Dalam penelitian ini
disusun instrumen pendukung untuk pengumpulan data berupa pedoman
wawancara, angket, tes dan lembar observasi. Insrumen tersebut digunakan untuk
mengumpulkan data penalaran matematis dan self-efficacy matematis. Data
34
3.2Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di salah satu sekolah negeri di bandung yaitu; SMA N
14 Bandung yang beralamat di Jl. Yudha Wastu Pramuka 4, Bandung, Jawa Barat.
Berdasarkan penilaian BAN-SM sekolah ini memiliki akreditasi A. Sekolah ini
menerapkan kurikulum 2013 pada kelas X dan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) pada kelas XI dan XII.
3.3Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas X-IA2 SMA Negeri Bandung
sebanyak 32 orang. Pemilihan kelas subjek penelitian berdasarkan izin guru yang
mengajar di kelas X-IA dengan pertimbangan keefektifan waktu dalam penelitian.
3.4 Data dan Sumber Data
Menurut Ali (2010, 146), dalam penelitian kualitatif, jenis data yang
dihasilkan adalah data lunak, yang berupa kata-kata, baik yang diperoleh dari
wawancara, observasi dan analisis dokumen. Sedangkan dari hasil tes dan angket
diperoleh data kuantitatif yang kemudian direpresentasikan ke dalam bentuk data
kualitatif atau kata-kata. Pada penelitian ini data yang diperoleh adalah data
penalaran matematis dan self-efficacy siswa.
Sumber data pada penelitian ini adalah guru mata pelajaran matematika
dan siswa. Untuk melengkapi data-data, sumber data diperoleh dari bentuk
laporan, dokumen ataupun buku-buku yang mendukung pada penelitian.
3.5Definisi Operasional
1. Penalaran matematis adalah proses berpikir/mental terkait dengan:
a. Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu,
b. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik,
menarik analogi,
c. Memberikan lawan contoh (counter examples),
35
e. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik,
menarik generalisasi,
f. Mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argument, menyusun
argument yang valid,
g. Memberikan penjelasan terhadap model, fakta ,sifat dan hubungan,
h. Menyusun kesimpulan logis.
2. Self-efficacy adalah keyakinan seseorang pada kemampuan sendiri untuk
melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri mereka atau
mengontrol tindakan untuk menjadi efektif terkait dengan kemampuan
matematika.
3. Kesulitan belajar adalah hambatan belajar yang diperoleh siswa terkait dengan
faktor intern siswa, guru, sosial (pergaulan) dan kurikulum.
4. Kesalahan mengerjakan soal matematika kekeliruan yang dilakukan siswa
dalam mengerjakan soal penalaran matematis.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan 6 bentuk
pengumpulan data yaitu:
1. Angket
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya ( Sugiyono, 2013, hlm. 199 ). Angket yang digunakan berupa
pertanyaan terkait dengan self-efficacy dan penalaran matematis siswa yaitu:
1) Angket profil siswa
Angket profil siswa merupakan angket biodata siswa dan digabungkan dengan
angket terbuka untuk mengetahui kesulitan belajar siswa dan kondisi umum
siswa.
2) Angket Pengukuran Tingkat Self-efficacy Matematis siswa
Angket digunakan untuk mengukur tingkat self-efficacy matematis siswa
self-36
Tabel 3.1. indikator Self-efficacy
No Dimensi Indikator
1 Magnitude / Level
Berpandangan optimis dalam mengerjakan pelajaran dan tugas
Seberapa besar minat terhadap pelajaran dan tugas
Mengembangkan kemampuan dan prestasi Membuat rencana dalam menyelesaikan tugas
Merasa yakin dapat melakukan dan menyelesaikan tugas
Melihat tugas yang sulit sebagai suatu tantangan
Belajar sesuai dengan jadwal yang diatur Bertindak selektif dalam mencapai tujuan
2 Strength
Usaha yang dilakukan dapat meningkatkan prestasi dengan baik
Komitmen dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan
Percaya dan mengetahui keunggulan yang dimiliki
Kegigihan dalam menyelesaikan tugas Memiliki tujuan yang positif dalam melakukan berbagai hal
Memiliki motivasi yang baik terhadap dirinya sendiri untuk pengembangan dirinya
3 Generally
Menyikapi situasi yang berbeda dengan baik dan berpikir positif
Menjadikan pengalaman kehidupan sebagai jalan mencapai kesuksesan
Suka mencari situasi baru
Dapat mengatasi segala situasi dengan efektif
Mencoba tantangan baru
Validitas Angket Self-Efficacy
Dalam pengujian validitas angket self-efficacy maka dilakukan ujicoba
kepada siswa untuk menguji validitas konstruk angket tersebut. Bila korelasi
tiap butir soal tersbut positif dan besarnya 0,300 ke atas maka soal tersebut
37
Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Pengujian Validitas Angket Self-Efficacy Matematis
Dari 27 pernyataan yang diujicobakan, diperoleh 22 item valid dan 5 item
tidak valid. Sehingga banyak pernyataan yang digunakan dalam angket
self-efficacy sebanyak 22 item.
Menurut Azwar (2013, hlm. 149) kategorisasi jenjang (ordinal) dapat
dibuat seperti tabel dibawah ini:
Tabel 3.3. Pengkategorian tingkat Self-Efficacy
Kategori Kriteria
Rendah � < (µ – 1,0�) Sedang (µ – 1,0�) ≤ � < (µ + 1,0�)
38
Keterangan:
� =�� � � − � � �
� = � � � � × 2,
X = Skor yang diperoleh siswa
3) Angket konfirmasi
Angket konfirmasi merupakan angket yang digunakan untuk mengkonfirmasi
faktor-faktor yang menyebabkan siswa sulit mengembangkan penalaran dan
self-efficacy matematis siswa
2. Tes
Pada penelitian ini diberikan tes kepada siswa yaitu tes penalaran
matematis untuk mengetahui kesulitan siswa dalam mengembangkan penalaran
matematis.
a. Soal
Soal yang digunakan berupa soal uraian sebanyak 5 soal. Soal disusun dari
materi Matriks, Barisan dan deret, Trigonometri, Persamaan Kuadrat dan
Geometri Ruang sebagai topik-topik yang mewakili ruang lingkup matematika.
Tabel 3.4. Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematis
Menggunakan Holistic Scoring Rubrics
Skor Indikator
0 Jawaban tidak benar berdasarkan proses atau argumen, atau tidak ada respon sama sekali.
1 Sebagian besar jawaban tidak lengkap tetapi paling tidak memuat satu argumen yang benar.
2 Sebagian jawaban benar dengan satu atau lebih kesalahan atau kelalaian yang signifikan.
3 Jawaban memuat satu kesalahan atau kelalaian yang signifikan.
4 Jawaban secara substansi lengkap dan benar.
Diadaptasi dari Thompson, Jill (2006) ( dalam Sulistiawati, 2014)
b. Validitas tes
Validitas adalah sejauh mana akurasi suatu tes dalam menjalankan fungsi
39
menghasilkan data secara akurat memberikan gambaran variabel yang diukur
seperti yang dikehendaki oleh tujuan pengukuran tersebut (Azwar, 2012).
Dalam pengujian validitas tes penalaran matematis maka dilakukan uji coba
kepada siswa dengan mengukur tingkat validitas tiap butir soal. Pengujian
validitas dilakukan adalah menguji validitas konstruk yaitu dengan cara
mengkorelasikan jumlah skor tiap butir soal dengan skor total.. Analisis
validitas dilakukan berbantuan software ANATES V.4 dan hasil yang diproleh
sebagai berikut:
Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Pengujian Validitas Soal Penalaran
Matematis
Observasi merupakan pengamatan atau peninjauan secara langsung pada
objek penelitian, sesuai dengan pendapat Sutrisno (1986) (dalam, Sugiyono, 2013,
hlm. 203) berkenaan dengan observasi bahwa yang terpenting adalah pengamatan
dan ingatan. Pengamatan yang dilakukan adalah terhadap proses pembelajaran
yang dilakukan peneliti apakah sesuai dengan rancangan yang telah dibuat. Dan
apakah suasana pembelajaran yang dilakukan dapat membangkitkan penalaran
matematis dan self-efficacy siswa.
Observasi pada penelitian ini adalah observasi non-partisipan yaitu, peneliti
bertindak sebagai peneliti dan melakukan observasi di kelas untuk pembelajaran
yang dilakukan guru.
4. Wawancara
Black dan Champion (2009, hlm. 305) mengemukakan bahwa “Wawancara
40
Di samping akan mendapatkan gambaran yang menyeluruh juga akan
mendapatkan informasi yang penting”. Selanjutnya Sugiyono (2013, hlm. 231)
menyatakan bahwa wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, tatapi juga apabila peneliti ingin mengetahui
hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Teknik pengumpulan data ini
mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau
setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.
Dalam penelitian ini akan dilakukan wawancara kepada guru dan siswa.
Wawancara yang dilakukan kepada guru yang mengajar mata pelajaran
matematika sehingga dapat diketahui bagaimana kondisi penalaran matematis dan
self-efficacy siswa dalam pembelajaran matematika. Sedangkan wawancara yang
dilakukan kepada siswa dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang
menghambat siswa untuk mengembangkan penalaran matematis dan self-efficacy
dan pendapat siswa tentang pembelajaran matematika terkait dengan penalaran
matematis dan self-efficacy.
5. Mengkaji Dokumen
Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering memiliki
posisi penting dalam penelitian (Sutopo, 2002, hlm. 69). Dokumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah berupa perangkat pembelajaran yang
digunakan guru seperti RPP dan Silabus dan dokumen video yang direkam oleh
peneliti saat pembelajaran dilakukan.
6. Trianggulasi
Trianggulasi merupakan terknik yang didasari pola pikir fenomenologi
yang bersifat multiperspektif artinya untuk menarik simpulan yang mantap,
diperlukan tidak hanya satu cara pandang. Patton menyatakan ada 4 macam teknik
trianggulasi, yaitu; (1) trianggulasi data (data triangulation) (2) trianggulasi
41
triangulation), (4) trianggulasi teori (theory triangulation) (Sutopo, 2002, hlm.
78).
Dalam penelitian ini trianggulasi yang digunakan adalah trianggulasi data
dan metode. Trianggulasi data merupakan pengumpulan data yang dilakukan
dengan menggunakan beragam sumber yang tersedia. Sumber yang dimaksud
pada penelitian ini adalah siswa, guru dan kondisi kelas. Trianggulasi metode
merupakan cara pengumpulan data sejenis dengan menggunakan metode
pengumpulan yang berbeda. Metode pengumpulan data yang dimaksud berupa
angket, observasi, wawancara dan mengkaji dokumen yang dapat digambarkan
sebagai berikut.
Gambar 3.1. Trianggulasi Pengumpulan Data dari Siswa
Data penalaran matematis dan self-efficacy
Dokumen
(RPP dan Silabus) Observasi Wawancara
Angket
Guru Data penalaran matematis
dan self-efficacy
Angket
Wawancara
Tes
Siswa
42
3.7 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah pada penelitian ini adalah model analisis data
Miles dan Huberman (1992, hlm. 16) yang merupakan model analisis interaktif
yang terdiri dari 3 komponen pokok yaitu; reduksi data, sajian data dan penarikan
simpulan / verifikasi. Secara sederhana jalinan tiga komponen analisis dalam
model analisis interaktif dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.3. Komponen-komponen analisis data model interaktif (Miles dan Huberman 1992:20)
1. Reduksi data
Miles dan Huberman (1992, hlm. 16) menjelaskan bahwa reduksi data
dapat diartikan sebagai “Proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transforasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan”. Sedangkan Sutopo (2002, hlm. 95)
meyatakan bahwa reduksi data merupakan penyusunan rumusan pengertian
peneliti secara singkat, berupa pokok-pokok temuan yang penting dalam arti inti
pemahaman segala peristiwa yang dikaji.
Selanjutnya Ali (2010, hlm. 147) menyatakan bahwa reduksi data adalah
proses memilih , menyederhanakan, memfokuskan, mengabstraksi dan mengubah
data kasar ke dalam catatan lapangan. Sedangkan menurut Sugiyono (2013, hlm.
338) mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang
yang tidak perlu. Setelah data dikumpulkan dari hasil observasi, wawancara dan
analisis dokumentasi kemudian akan dilakukan reduksi data. Pengumpulan
Data
Penyajian Data
Reduksi Data Kesimpulan/
43
Reduksi data dalam penelitian ini terdiri atas beberapa langkah, yaitu (1)
menajamkan analisis, (2) menggolongkan atau pengkategorisasian, (3)
mengarahkan, (4) membuang yang tidak perlu dan (5) mengorganisasikan data
sehingga simpulan-simpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi (Miles dan
Huberman, 1992, hlm. 16-20).
Pada penelitian ini juga dilakukan reduksi data dengan analisis faktor
berbantuan SPSS. Reduksi ini bertujuan untuk melihat apakah faktor-faktor yang
diperoleh dari penelitian sudah layak untuk selanjutnya dianalisis atau tidak.
Sebagai syarat dari uji ini yaitu; nilai KMO > 0,5 dan nilai korelasi
masing-masing faktor (MSA) > 0,5. Selanjutnya jika nilai KMO dan MSA di bawah
kriteria maka faktor tersebut akan tereduksi dan tidak masuk ke dalam analisis
temuan. Analisis ini akan dilakukan berulang-ulang sampai semua faktor jenuh
atau MSA tiap faktor > 0,5.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi
dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan
(Sutopo, 2002, hlm. 92). Sedangkan menurut Sugiyono (2013, hlm. 341)
menyatakan bahwa penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles
dan Huberman (dalam Sugiyono, 2013, hlm. 341) menyatakan ‘the most frequent
form of display data for qualitative research data in the past has been narrative
text’. (Penyajian data yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif
adalah dalam bentuk teks naratif).
Penyajian teks pada penelitian ini dilakukan dengan teks naratif, tabel dan
gambaran jawaban siswa. Penyajian data dilakukan secara sistematis sesuai
dengan pembahasan yang dibuat oleh penulis.
3. Penarikan Simpulan / Verifikasi
Sugiyono (2013, hlm. 253) menyatakan bahwa “Kesimpulan dalam
44
sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi
jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori”.
Verifikasi adalah penjelasan tentang makna data dalam suatu konfigurasi
yang secara jelas menunjukkan alur kausalnya, sehingga dapat diajukan
proposisi-proposisi yang terkait dengannya. Verifikasi dapat dilakukan dengan jalan
melakukan pengecekan ulang atau dengan melakukan triangulasi.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini berupa temuan baru tentang
kesalahan-kesalahan siswa dalam mengerjakan soal penalaran matematis,
deskripsi self-efficacy matematis dan faktor-faktor kesulitan siswa dalam
BAB V
KESIMPULAN
Pada bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari
penelitian yang telah dilakukan.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam mengerjakan soal penalaran
matematis adalah:
1) Kesalahan koseptual sebagai berikut:
a. Kesalahan karena tidak menuliskan rumus/ cara penyelesaian
b. Kesalahan menggunakan rumus keliling yang tidak tepat
c. Kesalahan dalam memahami sifat komutatif
d. Kesalahan tidak menuliskan pembuktian
e. Kesalahan menggunakan sifat yang salah dalam pembuktian
f. Kesalahan dalam memahami rumus barisan Aritmatika / Geometri
g. Kealahan karena tidak memahami bentuk persamaan kuadrat
h. Kesalahan dalam memahami pemvariabelan
i. Kesalahan menyusun teorema pythagoras
2) Kesalahan prosedural sebagai berikut:
a. Kesalahan dalam memahami dan mencermati maksud soal
b. Kesalahan dalam operasi matematika
c. Kesalahan tidak menuliskan lawan contoh
d. Kesalahan tidak menggunakan pembuktian deduktif
e. Kesalahan tidak menunjukkan sifat komutatif
f. Kesalahan menggunakan cara dalam penyelesaian
g. Kesalahan karean menebak jawaban
h. Kesalahan karena langkah yang tidak hirarki
102
k. Kesalahan meletakkan sudut yang diketahui
l. Kesalahan tidak menunjukkan cara penyelesaian matematis
2. Deskripsi self-efficacy matematis siswa sebagai berikut:
1) Berdasarkan hasil angket tingkat self-efficacy siswa dengan kategori
rendah sampai sedang sebanyak 81,25%
2) Berdasarkan observasi sebanyak 93,33% siswa saling mencontek yang
mengindikasikan self-efficacy matematis yang rendah
3. Faktor-faktor yang menyebabkan siswa sulit mengembangkan penalaran
matematisnya adalah:
1) Faktor guru
a. Guru kurang memperhatikan kesulitan belajar siswa
b. Guru menganggap siswa homogen
c. Guru kurang mampu memotivasi siswa belajar
d. Guru kurang mampu menyampaikan materi dengan jelas
2) Faktor intern siswa
a. Faktor Kognitif (rata – rata kemampuan kognitif siswa lemah )
b. Kebiasaan Belajar
a) Siswa tidak terbiasa mengerjakan soal-soal berbentuk penalaran
matematis (terbiasa dengan soal rutin)
b) Siswa kurang latihan soal
c) Siswa malas (kurang tekun) belajar matematika
c. Sikap siswa terhadap matematika
a) Siswa hanya berorientasi pada nilai bukan pada kemampuan
matematika
b) Menganggap matematika sebagai mata pelajaran membosankan
c) Siswa jenuh belajar matematika
3) Faktor Kurikulum
a. Jumlah mata pelajaran yang terlalu banyak
b. Siswa kurang mampu fokus belajar dengan jam pelajaran matematika
103
4. Faktor-faktor yang menyebabkan siswa sulit mengembangkan self-efficacy
matematisnya adalah:
1) Faktor guru
a. Guru kurang memperhatikan kesulitan belajar siswa
b. Cara mengajar guru yang kurang tepat
c. Guru kurang memberikan ruang kepada siswa untuk meyakini
kemampuannya dalam pelajaran matematika.
2) Faktor intern siswa
a. Siswa seorang minderan (secara psikologis)
b. Siswa kurang latihan soal
c. Menganggap matematika adalah mata pelajaran membosankan dan
sulit
d. Siswa terlalu bergantung kepada guru
e. Prestasi matematis yang rendah
f. Kurang motivasi untuk belajar matematika
g. Kemampuan kognitif yang rendah
3) Faktor sosial (pergaulan)
5. Guru kurang optimal dalam melakukan pembelajaran di kelas untuk
mengembangkan penalaran dan self-efficacy matematis siswa
B. Saran
1. Saran Teoritis
Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran praktis yang dapat peneliti
berikan adalah:
1) Kepada calon peneliti berikutnya dapat mengkaji teori secara lebih
mendalam dan memandang sisi penelitian dari dimensi yang lebih luas.
2) Kepada pemerintah dapat mengevaluasi kurikulum yang sedang berjalan
demi perbaikan kualitas pendidikan Indonesia.
2. Saran Praktis
104
1) Kepada guru matematika dapat menjadikan hasil penelitian sebagai bahan
evaluasi pembelajaran matematika.
2) Kepada calon peneliti berikutnya agar mengadakan penelitian yang lebih
sempurna sehingga memperoleh hasil yang lebih maksimal dengan
tingkatan kelas yang berbeda sehingga hasil penelitian dapat berguna bagi
kemajuan pendidikan khususnya pendidikan matematika. Dan dalam
penelitian dapat menyusun waktu yang efektif dalam melakukan penelitian