• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tingkat Pengetahuan Keluarga Mengenai Upaya Pencegahan Penularan Penyakit TB Paru di RSPAW Salatiga T1 462010064 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tingkat Pengetahuan Keluarga Mengenai Upaya Pencegahan Penularan Penyakit TB Paru di RSPAW Salatiga T1 462010064 BAB II"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Pengertian

Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit

menular yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk

basil, berukuran panjang 1 - 4 µ dan tebal

0,3 - 0,6 µ, dan tahan terhadap pewarnaan yang

asam sehingga dikenal sebagai Bakteri Tahan

Asam (BTA). Sebagian besar tubuh bakteri terdiri

dari asam lemak dan lipid yang membuatnya lebih

tahan asam dan bisa bertahan hidup

bertahun-tahun. Sifat lainnya adalah bersifat aerob

(lebih menyukai jaringan yang kaya akan oksigen),

terutama bagian apikal posterior (Bahal, 1990

dalam Satyo & Agustin 2007).

Selain menyerang paru-paru, sebagian

besar bakteri tuberkulosis juga dapat menyerang

(2)

membentuk granuloma dalam paru sehingga

menimbulkan nekrosis atau kerusakan jaringan

(Yunus, 1989 dalam Satyo & Agustin 2007).

2.1.2 Klasifikasi

Berdasarkan pada hasil pemeriksaan, penyakit

TB Paru dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis

yaitu:

a. TB Paru BTA positif

Disebut TB Paru BTA positif apabila

sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak

SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu) hasilnya positif,

atau 1 spesimen dahak SPS positif disertai

pemeriksaan radiologi paru menunjukkan

gambaran TB Paru aktif.

b. TB Paru BTA negatif

Apabila dalam pemeriksaan 3 spesimen dahak

SPS BTA negatif dan foto radiologi dada

menunjukkan gambaran TB Paru aktif. TB Paru

dengan BTA negatif dan gambaran radiologi

(3)

bila menunjukkan keparahan yakni kerusakan

luas dianggap berat.

c. Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh di

luar paru, termasuk pleura yakni bagian yang

menyelimuti paru dan organ lain seperti selaput

otak, kulit, persendian, ginjal, saluran kencing,

dan lain-lain (Satyo & Agustin, 2007).

2.1.3 Gambaran Klinik 2.1.3.1 Gejala sistemik

Secara sistematis pada umumnya

penderita akan mengalami demam. Demam

berlangsung pada waktu sore dan malam

hari, disertai keringat dingin meskipun tanpa

kegiatan, kemudian kadang hilang. Gejala

ini akan timbul lagi beberapa bulan seperti

demam influenza biasa dan kemudian juga

seolah-olah “sembuh” atau tidak mengalami demam. Gejala lain adalah malaise (seperti

perasaan lesu) yang bersifat

(4)

enak badan, lemah lesu, pegal-pegal, nafsu

makan berkurang, badan semakin kurus,

pusing serta mudah lelah. Gejala sistematik

ini terdapat baik pada TB Paru maupun TB

yang menyerang organ lain (Yunus, 1992 &

Harrisons, 1991 dalam Satyo & Agustin

2007).

2.1.3.2 Gejala respiratorik

Gejala respiratorik atau gejala

saluran pernapasan adalah batuk. Batuk

bisa berlangsung terus menerus selama 3

minggu atau lebih. Hal ini terjadi apabila

melibatkan bronkus. Gejala respiratorik

lainnya adalah batuk produktif sebagai

upaya untuk membuang ekskresi

peradangan berupa dahak (sputum) yang

bersifat mukoid atau purulent. Terkadang

gejala respiratorik ini disertai batuk darah.

Hal ini disebabkan karena pembuluh darah

pecah akibat luka dalam alveoli yang sudah

lanjut. Batuk darah inilah yang sering

(5)

kerusakan sudah meluas, timbul sesak

napas dan apabila pleura sudah terkena,

maka disertai pula rasa nyeri dada (Satyo &

Agustin, 2007).

2.1.4 Faktor Resiko TB Paru 2.1.4.1 Kependudukan

Kejadian penyakit TB Paru merupakan

hasil reaksi antara komponen lingkungan

yakni udara yang mengandung basil

tuberkulosis dengan masyarakat serta

dipengaruhi berbagai variabel yang

mempengaruhinya (variabel

kependudukan). Variabel kependudukan

yang memiliki peran dalam kejadian

penyakit TB Paru yakni:

1. Jenis kelamin

Berdasarkan catatan statistik, meski

selamanya tidak konsisten, mayoritas

penderita TB Paru adalah wanita. Hal ini

masih memerlukan penyelidikan dan

perhatian lebih lanjut pada tingkat

(6)

pertahanan tubuh maupun tingkat

molekuler.

2. Umur

Resiko untuk mendapatkan penyakit TB

Paru dapat dikatakan seperti halnya

kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika

awalnya, kemudian menurun karena

usia diatas 2 tahun hingga dewasa

memiliki daya tangkal yang lebih baik

terhadap TB Paru. Puncaknya pada

dewasa muda dan menurun kembali

ketika seseorang atau kelompok

menjelang usia tua (Warren, 1994 &

Daniel dalam Harrison 1991 dalam

Satyo & Agustin 2007). Namun di

Indonesia diperkirakan 75% penderita

TB Paru adalah usia produktif, yakni

usia 15 hingga 50 tahun (Depkes, 2002

dalam Satyo & Agustin 2007).

3. Status gizi

Bakteri TB Paru merupakan bakteri

(7)

dan menimbulkan penyakit TB Paru

apabila memiliki kesempatan untuk

“bangun”. Oleh sebab itu, salah satu kekuatan daya tangkap adalah status

gizi yang baik, baik pada wanita,

laki-laki, anak-anak maupun dewasa.

4. Kondisi sosial ekonomi

Sembilan puluh persen penderita TB

Paru di dunia menyerang kelompok

sosial ekonomi lemah atau miskin.

Hubungan antara kemiskinan dengan

TB Paru bersifat timbal balik, TB Paru

merupakan penyebab kemiskinan dan

karena kemiskinan pula maka manusia

menderita TB Paru. Kondisi sosial

ekonomi itu sendiri mungkin tidak hanya

berhubungan secara langsung namun

dapat merupakan penyebab tidak

langsung seperti adanya kondisi gizi

memburuk serta perumahan yang tidak

sehat dan akses terhadap kesehatan

(8)

Rata-rata penderita TB Paru kehilangan

3 sampai 4 bulan waktu kerja dalam

setahun. Mereka juga kehilangan

penghasilan dalam setahun yang secara

total mencapai 30% dari pendapatan

rumah tangga (WHO, 2003 dalam Satyo

& Agustin 2007).

2.1.4.2 Faktor resiko lingkungan

1. Kepadatan penduduk

Kepadatan penduduk merupakan

pre-requisite (faktor pendukung atau

prasyarat) dalam proses penularan

penyakit. Semakin padat jumlah

penduduk maka perpindahan penyakit

melalui udara akan semakin mudah dan

cepat. Departemen Kesehatan telah

membuat peraturan tentang rumah

sehat dengan rumus jumlah

penghuni/luas bangunan. Syarat rumah

dianggap sehat adalah 10 m2 per orang.

Jarak antara tempat tidur yang satu

(9)

sebaiknya tidak dihuni lebih dari 2

orang, kecuali anak di bawah 2 tahun

(Depkes, 2003 dalam Satyo & Agustin

2007).

2. Lantai rumah

Lantai tanah memiliki peran terhadap

proses kejadian TB Paru yaitu melalui

kelembaban dalam ruangan. Lantai

tanah cenderung menimbulkan

kelembaban sehingga sangat

mempengaruhi viability (daya hidup)

bakteri TB Paru.

3. Ventilasi

Ventilasi bermanfaat bagi sirkulasi

(pergantian udara) dalam rumah serta

mengurangi kelembaban. Uap air baik

dari pernapasan maupun keringat

manusia dapat mempengaruhi

kelembaban. Semakin banyak manusia

dalam suatu ruangan maka akan makin

tinggi pula kelembabannya.

(10)

banyak terdapat manusia di dalamnya

lebih tinggi dibandingkan kelembaban di

luar ruang. Adanya ventilasi akan

mengencerkan konsentrasi bakteri TB

Paru dan bakteri lain sehingga terbawa

keluar dan mati terkena sinar ultra

violet. Ventilasi juga dapat menjadi jalan

masuknya sinar ultra violet. Hal ini akan

semakin baik apabila konstruksi rumah

menggunakan genteng kaca karena hal

ini merupakan kombinasi yang baik.

4. Pencahayaan

Rumah sehat memerlukan cahaya

cukup, khususnya cahaya alam berupa

cahaya matahari yang berisi antara lain

ultra violet. Cahaya matahari minimal

masuk 60 lux dengan syarat tidak

menyilaukan.

5. Kelembaban

Kelembaban merupakan sarana baik

(11)

termasuk bakteri TB Paru sehingga

viabilitasnya lebih lama.

6. Ketinggian

Ketinggian secara umum

mempengaruhi kelembaban dan suhu

lingkungan. Setiap kenaikan 100 meter,

selisih suhu udara dengan permukaan

laut sebesar 0,50 C. Disamping

berkaitan dengan kelembaban,

ketinggian juga berkaitan dengan

kerapatan oksigen. M. tuberkulosis

sangat aerob, sehingga diperkirakan

kerapatan oksigen di pegunungan akan

mempengaruhi viabilitas bakteri TB

Paru (Olander, 2003 dalam Satyo &

Agustin 2007).

Penyakit TB Paru akan cepat memburuk

jika pengidap TB Paru juga merokok atau mereka

sering keluar malam, karena udara malam tidak

sehat untuk penyakit paru-paru. Begitu juga bagi

(12)

pekat. Pekerja yang bekerja di lingkungan yang

udaranya sudah tercemar asap, debu atau gas

buangan juga harus lebih waspada (Satyo &

Agustin, 2007).

2.1.5 Penularan TB Paru

Sumber penularan adalah penderita TB

Paru dengan BTA positif. Apabila penderita TB

Paru batuk, berbicara, atau bersin, maka ribuan

bakteri TB berhamburan bersama “droplet” napas penderita yang bersangkutan, khususnya pada

penderita TB Paru aktif dan luka terbuka pada

parunya (Mandal dkk., 2006). Jika penderita TB

membuang ludah atau dahak yang mengandung

bakteri tuberkulosis sembarangan, ludah dan

dahak akan mengering dan bakterinya sangat

mudah diterbangkan angin. Karena itu harus

disiapkan tempat khusus untuk menampung dahak

penderita dan diberi desinfektan. Bakteri akan

mudah terhirup manusia dan masuk ke paru-paru

orang lain. Di dalam paru-paru bakteri TB akan

(13)

lama akan semakin banyak dan menggerogoti

paru-paru.

Akan tetapi tidak semua orang yang

terinfeksi bakteri tuberkulosis akan mengidap TB

Paru. Setiap orang memiliki kekebalan TB Paru jika

sejak bayi sudah diberi imunisasi BCG (Bacillus

Calmette Guerin). Penularan TB Paru dapat terjadi

di mana saja. Individu yang memiliki kondisi tubuh

yang lemah, kurang gizi, kekurangan protein,

kekurangan darah, dan kurang beristirahat akan

mudah tertular oleh penyakit TB Paru.

Bakteri tuberkulosis menyukai lingkungan

kotor dan kumuh karena dapat menyuburkan

pertumbuhannya. Hal itu didukung pula jika banyak

orang meludah dan membuang dahak

sembarangan, orang di sekitar penderita belum di

imunisasi BCG dan juga didukung oleh kondisi

kurang gizi.

Daya penularan dari seseorang ke orang

yang lain ditentukan oleh banyaknya bakteri yang

dikeluarkan serta lamanya seseorang menghirup

(14)

anak-anak, apabila TB Paru tidak diobati maka

dapat menyerang organ tubuh yang lain seperti

tulang, otak, ginjal dan getah bening. Pada orang

dewasa bakteri tuberkulosis hanya lebih sering

menyerang paru-paru dan apabila tidak diobati,

maka bakteri akan menyebabkan paru-paru

menjadi lunak kemudian hancur (Satyo & Agustin,

2007).

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan

dahak secara mikroskopik langsung (Depkes, 2005

dalam Mandal dkk., 2006). Diagnosis pastinya

adalah melalui pemeriksaan kultur atau biakan

dahak. Pemeriksaan kultur memerlukan waktu

lama, hanya dilakukan bila diperlukan atas indikasi

tertentu, dan tidak semua unit-unit pelayanan

memilikinya. Pemeriksaan dahak dilakukan

sedikitnya 3 kali, yaitu pengambilan dahak sewaktu

penderita datang ke tempat pengobatan dan

dicurigai menderita TB Paru, kemudian

(15)

dengan mengambil dahak pagi. Pemeriksaan

ketiga dilakukan ketika penderita datang lagi ke

tempat pengobatan. Oleh sebab itu di sebut

pemeriksaan SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu).

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa

dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada

pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil

pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2

dari 3 pemeriksaan spesimen SPS BTA hasilnya

positif. Bila hanya ada satu spesimen yang positif

perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu

rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS

diulang. Kalau dalam pemeriksaan radiologi, dada

menunjukkan adanya tanda-tanda yang mengarah

kepada TB Paru maka yang bersangkutan

dianggap positif menderita TB Paru. Jika hasil

radiologi tidak menunjukkan adanya tanda-tanda

TB Paru, maka pemeriksaan dahak SPS harus

diulang. Sedangkan pemeriksaan biakan basil atau

bakteri tuberkulosis hanya dilakukan apabila

(16)

Bila ketiga spesimen dahak hasilnya

negatif, maka diberi antibiotik berspektrum luas

selama 1 hingga 2 minggu, misalnya amoksisilin

atau kotrimoksasol. Bila tidak berhasil dan

penderita yang bersangkutan masih menunjukkan

adanya tanda-tanda TB, maka pemeriksaan dahak

SPS diulangi (Mandal dkk., 2006).

2.1.7 Pencegahan Penularan Penyakit TB Paru

Upaya pencegahan penularan penyakit TB

Paru yang harus dilakukan adalah:

1. Upaya Penderita TB Paru agar tidak

menularkan kepada orang lain

a. Menutup mulut pada waktu batuk dan

bersin dengan sapu tangan atau tissue.

b. Tidur terpisah dari keluarga terutama pada

dua minggu pertama pengobatan.

c. Tidak meludah di sembarang tempat, tetapi

dalam wadah yang diberi desinfektan

kemudian dibuang dalam lubang dan

(17)

d. Menjemur alat tidur secara teratur pada

pagi hari.

e. Membuka jendela pada pagi hari, agar

rumah mendapat udara bersih dan cahaya

matahari yang cukup sehingga bakteri

tuberkulosis paru dapat mati.

2. Upaya orang lain agar tidak tertular penyakit TB

Paru

a. Meningkatkan daya tahan tubuh, antara lain

dengan makan- makanan yang bergizi

b. Tidur dan istirahat yang cukup

c. Membuka jendela dan mengusahakan sinar

matahari masuk ke ruang tidur dan ruangan

lainnya.

d. Imunisasi BCG pada bayi.

e. Segera periksa bila timbul batuk lebih dari

tiga minggu.

f. Menjalankan perilaku hidup bersih dan

sehat (Depkes RI, 2001).

Penderita TB Paru juga harus melakukan

(18)

TB Paru harus menjalani pengobatannya hingga

dinyatakan sembuh (Mandal dkk., 2006).

2.2 Pengetahuan/Knowledge 2.2.1 Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil tahu yang

terjadi setelah orang melakukan pengindraan

terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui panca indra manusia, yakni indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan

raba.

Penelitian Rogers (1974) menunjukkan

bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku

baru (berperilaku baru), di dalam diri orang

tersebut terjadi proses yang berurutan yakni:

1) Awareness (kesadaran), yaitu subyek

menyadari dalam arti mengetahui terlebih

dahulu terhadap stimulus (obyek).

2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus

atau obyek tersebut. Di sini sikap subyek sudah

(19)

3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap

baik dan tidaknya stimulus terhadap dirinya. Hal

ini berarti sikap subyek sudah lebih baik.

4) Trial, yaitu subyek sudah mulai mencoba

melakukan sesuatu dengan apa yang

dikehendaki stimulus.

5) Adoption, yaitu subyek telah berperilaku baru

sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan

sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo,

2007).

2.2.2 Aspek-aspek pengetahuan

Pengetahuan tercakup dalam enam

tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi

yang telah diajarkan setelah seseorang

mempelajari dari materi yang diberikan. Dalam

penelitian ini, peneliti akan mengkategorikan

keluarga ke dalam tingkatan tahu apabila

keluarga mengetahui penyakit TB Paru secara

(20)

TB Paru itu menular dan dapat menyebutkan

tanda-tanda umumnya.

b. Memahami (Comprehension)

Peneliti akan mengkategorikan keluarga dalam

tingkatan memahami apabila keluarga dapat

menjelaskan secara benar tentang pengertian

TB Paru, bagaimana tanda dan gejala TB Paru,

serta bagaimana cara penularan TB Paru

tersebut dan upaya pencegahannya.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi artinya sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada

situasi atau kondisi nyata. Peneliti akan

mengkategorikan keluarga hingga tingkatan

aplikasi apabila keluarga telah atau dapat

mempraktikkan misalnya keluarga dapat

mempraktikkan hal-hal yang telah diketahuinya

untuk mencegah penularan penyakit TB Paru.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan seseorang

(21)

Paru yang telah diperoleh dalam kehidupan

nyata.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun atau menemukan hal-hal yang baru

dari pengetahuan yang dimiliki.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan

untuk melakukan justifikasi (penilaian) terhadap

suatu obyek tertentu. Misalnya keluarga dapat

menilai bahwa seorang anak tertular penyakit

TB Paru atau tidak (Notoatmodjo, 2007).

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

2.2.3.1 Faktor Internal

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang

diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju

kearah cita-cita tertentu yang

(22)

mengisi kehidupan untuk mencapai

keselamatan dan kebahagiaan.

Pendidikan diperlukan untuk

mendapatkan informasi misalnya hal-hal

yang menunjang kesehatan sehingga

dapat meningkatkan kualitas hidup.

2. Pekerjaan

Menurut Thomas pekerjaan dilakukan

untuk menunjang kehidupan pribadi dan

kehidupan keluarga (Nursalam, 2003

dalam Wawan & Dewi 2010).

3. Umur

Semakin cukup umur, maka tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang

akan lebih matang dalam berpikir dan

bekerja. Dari segi kepercayaan

masyarakat, seseorang yang lebih

dewasa akan lebih dipercaya (Huclok,

(23)

2.2.3.2 Faktor eksternal

1. Faktor lingkungan

Menurut Ann. Mariner lingkungan

merupakan seluruh kondisi yang ada di

sekitar manusia yang dapat

mempengaruhi perkembangan dan

perilaku orang atau kelompok

(Nursalam, dalam Wawan & Dewi

2010).

2. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada

masyarakat dapat mempengaruhi sikap

dalam menerima informasi (Wawan &

Dewi, 2010).

2.3 Konsep Keluarga 2.3.1 Pengertian

Ada beberapa pengertian keluarga, antara lain:

1. Menurut Depkes RI tahun 1988, keluarga

adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri

atas kepala keluarga dan beberapa orang yang

(24)

sutu atap serta saling ketergantungan (Setiadi,

2008).

2. Keluarga adalah sekumpulan orang dengan

ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang

bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan

budaya dan meningkatkan perkembangan fisik,

mental, emosional serta sosial dari tiap anggota

keluarga (Duval & Logan, 1986 dalam Murwani

2008).

3. Keluarga adalah dua atau lebih inidividu yang

hidup dalam satu rumah tangga karena adanya

hubungan darah, perkawinan atau adopsi.

Mereka saling berinteraksi satu dengan yang

lain, mempunyai peran masing-masing dan

menciptakan serta mempertahankan suatu

budaya (Ballon & Maglaya, 1978 dalam

Murwani 2008).

4. Keluarga adalah suatu kelompok kecil yang

unik dengan individu yang saling terkait dan

(25)

Berdasarkan beberapa pengertian keluarga

tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa keluarga

adalah dua atau lebih individu yang hidup bersama,

terikat oleh hubungan darah, perkawinan atau

adopsi, saling ketergantungan serta mempunyai

peran dan tujuan sosial.

2.3.2 Tipe Keluarga

2.3.2.1 Keluarga Tradisional

1. Keluarga inti (Nuclear family) adalah

keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu, dan

anak yang diperoleh dari keturunannya atau

adopsi atau keduanya.

2. Keluarga besar (Extended family) adalah

keluarga inti ditambah anggota keluarga lain

yang masih mempunyai hubungan darah

(kakek, nenek, paman, bibi)

2.3.2.2 Keluarga Modern

1. Keluarga berantai (Serial Family) adalah

keluarga yang terdiri dari wanita dan pria

yang menikah lebih dari satu kali dan

(26)

2. Keluarga duda/janda (Single family) adalah

keluarga yang terjadi karena perceraian

atau kematian.

3. Keluarga komposit (Composite) adalah

keluarga yang perkawinannya berpoligami

dan hidup secara bersama.

4. Keluarga kohabitasi (Cohabitation) adalah

dua orang menjadi satu tanpa pernikahan

tetapi membentuk suatu keluarga.

5. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan)

yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah

(The single adult living alone).

6. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan

yang berjenis kelamin sama (Gay and

lesbian family) (Setiadi, 2008).

2.3.3 Fungsi Keluarga

Lima fungsi keluarga adalah sebagai berikut.

1. Fungsi afektif

Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan

kebutuhan sosial yaitu saling mengasuh, saling

(27)

2. Fungsi sosialisasi

Sosialisasi adalah proses perkembangan dan

perubahan yang dilalui individu yang

menghasilkan interaksi sosial. Keluarga

merupakan tempat individu untuk belajar

bersosialisasi.

3. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan

keturunan dan menambah SDM (Sumber daya

Manusia). Melalui program KB (Keluarga

Berencana) maka fungsi ini dapat terkontrol.

4. Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga

untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota

keluarga seperti kebutuhan akan makan,

minum, pakaian/sandang dan tempat

perlindungan.

5. Fungsi perawatan kesehatan

Tugas keluarga adalah:

a. Mengenal masalah kesehatan

b. Membuat keputusan tindakan kesehatan

(28)

c. Memberi perawatan pada anggota keluarga

yang sakit

d. Mempertahankan/menciptakan suasana

rumah yang sehat

e. Mempertahankan hubungan dengan

menggunakan fasilitas kesehatan

masyarakat (Friedman, 1986 dalam

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah umpan balik tertulis secara tidak langsung dari guru dalam meningkatkan kemampuan menulis siswa dalam

Laporan Tahunan Pelaksanaan Tata Kelola Terintegrasi Konglomerasi Keuangan ini, berdasarkan Surat Kepala Eksekutif Pengawasan IKNB No.S-66/D.05/2016 tanggal 10

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-2/W3, 2017 3D Virtual Reconstruction and Visualization of

Partisipasi masyarakat dalam penyusunan APBDes melalui musrembang di Desa Leranwetan Kecamatan Palang Kabupaten Tuban dianggap masih kurang dimana bentuk partisipasi masyarakat

Indikator persepsi mahasiswa D3 Sekretari tentang kemampuan dosen dalan-r melatih kemandirian mahasiswa dapat dilihat pada tabel 14 sebaga i berikut:. Tabel

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bulungan dalam penyediaan lahan perkebunan Kelapa Sawit,

Dinas Pekerjaan Umum tsina l,lrarga, Cipta Karya cian Tata Ruang APBD Kab. i-7

Dengan ini kami beritahukan bahwa berdasarkan hasil evaluasi administrasi dan teknis dokumen prakualifikasi perusahaan Saudara telah masuk dalam calon Daftar Pendek untuk