TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASAS KEHATI-HATIAN (PRUDENTIAL BANKING PRINCIPLE) DALAM PENERBITAN STANDBY LETTER OF CREDIT DARI PIHAK BANK DIKAITKAN
DENGAN PRINSIP-PRINSIP PERKREDITAN YANG SEHAT ABSTRAK
Standby Letter of Credit merupakan suatu fasilitas kredit tidak langsung yang diberikan oleh Bank kepada Nasabahnya. Semua fasilitas yang diberikan oleh Bank mengandung sebuah risiko, sehingga Bank harus melaksanakan Prinsip Kehati-hatian untuk mengatasi risiko tersebut. Dalam kaitannya dengan Standby Letter of Credit yang merujuk pada Uniform Customs and Practice for Documentary Credits 600 tidak memberikan ketentuan tentang Prinsip Kehati-hatian, sehingga Bank harus mengakomodirkannya dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 07 Tahun 1992 tentang Perbankan beserta perubahan-perubahannya. Berkaitan dengan penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam pemberian fasilitas kredit terhadap pihak nasabah, maka bank harus mempertimbangkan beberapa prinsip dalam pemberian fasilitas kredit
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu pada asas-asas hukum dan hukum positif. Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis dalam penerbitan Standby Letter of Credit
yang dikaitkan dengan Prinsip Kehati-hatian. Sumber bahan hukum primer yang digunakan adalah Uniform Customs and Practice for Documentary Credits 600 (UCP 600), Undang-Undang Nomor 07 Tahun 1992 tentang Perbankan beserta perubahan-perubahannya (UU Perbankan), dan peraturan lain yang mengatur
Standby Letter of Credit. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan konseptual dan pendekatan undang-undang. Data-data yang digunakan dianalisis secara deduksi sebelum mengambil suatu kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UCP 600 tidak mengatur mengenai Prinsip Kehati-hatian, oleh karenanya Bank melakukan Prinsip Kehati-hatian dengan mengacu pada Undang-Undang Perbankan.
Penerbitan Standby Letter of Credit merujuk pada UCP 600, dan merupakan ketentuan yang ditaati oleh semua bank secara internasional. Pelaksanaannya di Indonesia harus menerapkan Prinsip Kehati-hatian yang merujuk pada UU Perbankan. Salah satu bentuk yang dapat meminimalisir risiko yang akan dialami oleh pihak bank adalah mengikatkan dirinya dengan perjanjian kredit. Dalam hal
Apllicant tidak memiliki kemampuan finansial, maka diperlukannya suatu jaminan tambahan dari Applicant untuk melindungi Issuing Bank terhadap segala bentuk risiko. Issuing Bank harus menerapkan Prinsip Kehati-hatian sebelum menerbitkan
Standby Letter of Credit dengan mengenal lebih jelas Nasabahnya, yaitu mengenal bisnis yang dijalankan dan kemampuan dari Nasabahnya berdasarkan prinsip penilaian 5C.
LEGAL REVIEW OF PRUDENTIAL BANKING PRINCIPLE IN ISSUANCE OF STANDBY LETTER OF CREDIT FROM BANK
CONNECTED WITH BANKING PRINCIPLE
ABSTRACT
Standby Letter of Credit is an indirect credit facilities granted by the Bank to Clients. All the facilities provided by the Bank contain a risk, so the Bank must implement the Prudential Banking Principle to resolve these risks. In relation to the Standby Letter of Credit which refers to the Uniform Customs and Practice for Documentary Credits 600 does not provide provisions on the Prudential Banking Principle, so the Bank must refer to Regulation Number 7 Year 1992 regarding Banking and its revisions. Relating to the application of Prudential Banking Principle in the provision of credit to the customer, the bank must consider some of the principles in the provision of credit facilities.
This Thesis research method is normative juridical research which refers to the general principles of law and positive law. The nature of the research is descriptive in the issuance of the Standby Letter of Credit which is associated with the Prudential Banking Principle. A source of primary law material used is the Uniform Customs and Practice for Documentary Credits 600 (UCP 600), Regulation Number 07 of 1992 on Banking and its revisions (Banking Act), and other regulations governing the Standby Letter of Credit. The approach used in this study is a conceptual approach and the approach of the legislation. The data used were analyzed deduction before taking a conclusion. The results showed that the UCP 600 does not regulate the Prudential Banking Principle, therefore the Bank perform Prudential Banking Principle with reference to the Banking Act.
Standby Letter of Credit issuance refers to the UCP 600, and the provisions complied by all banks internationally. Its implementation in Indonesia should apply the Prudential Banking Principle that refers to the Banking Law. One form that can minimize the risks that will be experienced by the bank is forming the credit agreement. In case Applicant do not have the financial capacity, hence the need for an additional guarantee from the Issuing Bank Applicant to protect against all forms of risk. Issuing Bank must apply the Prudential Banking Principle before issuing the Standby Letter of Credit to recognize more clearly their Clients, which recognize businesses that are run and the ability of Clients based on the 5C principle of assessment.
DAFTAR ISI
2. Jenis Data dan Sumber Bahan Hukum ………..
3. Pendekatan Penelitian ………..
4. Teknik Pengumpulan Data ………...
5. Langkah Penelitian ………...
6. Teknik Analisis Data ………
G. Sistematika Penulisan ……….………...……….
BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN (PRUDENTIAL BANKING PRINCIPLE)
DALAM PENERBITAN STANDBY LETTER OF CREDIT………
A. Prinsip Kehati-hatian (Prudential Banking Principle) sebagai Landasan dalam Penerbitan Produk Bank ……….
1. Pengertian Prinsip Kehati-hatian ……….………..
3. Dasar Hukum Berlakunya Prinsip Kehati-hatian ……… 4. Elaborasi Prinsip Kehati-hatian dalam Hubungan Kontraktual …….. 5. Jasa-Jasa Perbankan ………...
B. Letter of Credit sebagai Transaksi Perdagangan Internasional……..
1. Pengertian Letter of Credit ……… 2. Fungsi dan Peran Letter of Credit ……….. 3. Dasar Hukum Letter of Credit ………... 4. Macam-macam Letter of Credit ………...
C. Standby Letter of Credit sebagai Upaya dalam Transaksi Perdagangan Internasional yang Difasilitasi oleh Issuing Bank……. 1. Pengertian Standby Letter of Kredit ………... 2. Fungsi dan Peran Standby Letter of Credit ………
3. Dasar Hukum Standby Letter of Credit ……….
4. Proses Pencairan Standby Letter of Credit ………
BAB III STANDBY LETTER OF CREDIT SEBAGAI INDIRECT LOAN
DALAM TRANSAKSI PERBANKAN………...
A. Perikatan Sebagai Dasar Terjadinya Hubungan Kontraktual
Antara Bank Dan Nasabah Dalam Penerbitan Standby Letter of
Credit………...
1. Perikatan yang Terjadi di Dalam Penerbitan Standby Letter of Kredit ... 2. Kredit Sebagai Salah Satu Bentuk Perikatan Dalam Hubungan
Kontraktual untuk Penerbitan Standby Letter of Credit ………
3. Jenis-Jenis Kredit ………..
4. Tujuan dan Fungsi Kredit ……….. 5. Standby Letter of Credit sebagai Bentuk Indirect Loan ……… 6. Cash Flow Sebagai Situasional untuk Memberikan Fasilitas Kredit..
B. Penerbitan Standby Letter of Credit berdasarkan Prinsip-Prinsip
dalam Perbankan ………...
1. Prinsip Kepercayaan (Fiduciary Relation Principle) ………
3. Prinsip Kehati-hatian (Prudential Banking Principle) ……….. 4. Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle) ……..
C. Ketentuan Penerbitan dan Pelaksanaan Standby Letter of Credit... 1. Berdasarkan Uniform Customs and Practice for Documentary
Credits ………... 2. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 04/M-DAG/PER/1/2015 dan Nomor
26/M-DAG/PER/3/2015 tentang Letter of Credit ………...
3. Keunggulan dan Kendala Standby Letter of Credit ………..
BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASAS KEHATI-HATIAN
(PRUDENTIAL BANKING PRINCIPLE) DALAM PENERBITAN
STANDBY LETTER OF CREDIT DARI PIHAK BANK DIKAITKAN DENGAN PRINSIP-PRINSIP PERKREDITAN YANG SEHAT ……… A. Analisis Issuing bank Terhadap Interpretasi Prinsip Kehati-hatian
Oleh Issuing bank Dalam Penerbitan Standby Letter of Credit Yang Dikaitkan Dengan Kemampuan Finansial Debitur Dan UCP 600….
1. Penerapan Prinsip Kehati-hatian oleh Bank dalam Penerbitan
Standby Letter of Credit yang Dikaitkan dengan Kemampuan
Finansial Debitur ………...
2. Penerapan Prinsip Kehati-hatian oleh Issuing bank dalam Penerbitan Standby Letter of Credit yang Dikaitkan dengan UCP
600 ………
B. Analisis Terhadap Kedudukan Pihak Bank Dalam Hal Debitur
C. Analisis Terhadap Kedudukan Standby Letter of Credit sebagai Sebuah Perjanjian dalam Transaksi Perbankan Baik Dalam
Kondisi Debitur Memiliki Kemampuan Finansial dan Pada Saat
Debitur Tidak Memiliki Kemampuan Finansial Sesuai dengan
Prinsip-Prinsip Dalam Perbankan………
1. Analisis terhadap Kedudukan Standby Letter of Credit sebagai Sebuah Perjanjian dalam Transaksi Perbankan dalam Kondisi
Debitur memiliki Kemampuan Finansial Sesuai dengan Prinsip-Prinsip dalam Perbankan ………... 2. Analisis terhadap Kedudukan Standby Letter of Credit sebagai Sebuah Perjanjian dalam Transaksi Perbankan dalam Kondisi
Debitur Tidak memiliki Kemampuan Finansial Sesuai dengan Prinsip-Prinsip dalam Perbankan ………...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………..……
A. Kesimpulan……….……
1. Analisis Bank Terhadap Interpretasi Prinsip Kehati-hatian Oleh
Bank Dalam Penerbitan Standby Letter of Credit Yang Dikaitkan Dengan Kemampuan Finansial Debitur Dan UCP 600 ………. 2. Analisis Terhadap Kedudukan Pihak Bank Dalam Hal Debitur
Kesulitan Cash Flow Yang Dikaitkan Dengan Ketentuan UCP 600..
3. Analisis Terhadap Kedudukan Standby Letter of Credit sebagai Sebuah Perjanjian dalam Transaksi Perbankan Baik Dalam Kondisi
Debitur Memiliki Kemampuan Finansial dan Pada Saat Debitur
Tidak Memiliki Kemampuan Finansial Sesuai dengan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh
manusia lain. Richard F. Taflinger dalam jurnalnya “Human Cultural Evolution” mengatakan:
“humans are social creatures, the ways we deal with each other,
from personal to international relationship, can have as much an
influence on our behavior as our instinctive reactions.”
Diterjemahkan secara bebas oleh penulis menjadi “manusia merupakan
makhluk sosial, cara kita berhubungan dengan satu sama lain, dari pribadi
sampai dengan hubungan internasional, dapat menimbulkan banyak pengaruh
pada perilaku kita seperti reaksi naluriah.”
Manusia memiliki ketergantungan sesama manusia lainnya karena
kemampuan mereka yang berbeda-beda, hal tersebut dapat kita lihat bahwa
terdapat manusia yang memiliki kelebihan berburu, terdapat juga manusia yang
memiliki kelebihan dalam membangun tempat hunian. Manusia membutuhkan
manusia lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan mewujudkan suatu
kehidupan yang makmur.
Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berlandaskan
semangat sosial, menempatkan penguasaan terhadap berbagai sumber daya
ini berdasarkan anggapan bahwa pemerintah adalah pemegang mandat untuk
melaksanakan kehidupan kenegaraan di Indonesia. Untuk itu, pemegang
mandat ini seharusnya punya legitimasi yang sah dan ada yang mengontrol
tidak tanduknya, apakah sudah menjalankan pemerintahan yang jujur dan adil,
dapat dipercaya (accountable), dan transparan (good governance).1
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD)
dalam Pasal 33 ayat (4) menegaskan bahwa :
“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
Pelaksanaan pembangunan perekonomian Indonesia menganut sistem
ekonomi Pancasila, atau yang lebih dikenal dengan demokrasi ekonomi2.
Demokrasi ekonomi berarti kegiatan ekonomi dilakukan dari, oleh, dan untuk
rakyat di bawah pengawasan pemerintah hasil pemilihan rakyat. Masyarakat
berperan aktif, sementara pemerintah berkewajiban memberikan arahan dan
bimbingan serta menciptakan iklim yang sehat guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.3
Kebutuhan manusia dalam perekonomian dilaksanakan melalui sektor
perdagangan yang dilakukan dengan dua cara yaitu perdagangan domestik
(dalam negeri) dan perdagangan internasional (luar negeri). Peningkatan
1 http://www.si-pedia.com/2014/03/bunyi-pasal-33-uud-1945-1-5-dan-pembahasannya.html
yang diakses pada tanggal 9 bulan September tahun 2015 pukul 22:11 WIB.
2
Demokrasi Ekonomi menurut Penjelasan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 adalah produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
perekonomian melalui perdagangan internasional akan memupuk investasi
serta kemampuan teknik produksi agar hasil produksi terus meningkat. Jika
hasil produksi meningkat dan pendapatan masyarakat meningkat, maka
perekonomian mengalami pertumbuhan, serta memberikan kesejahteraan
ekonomi yang lebih baik bagi penduduk negara tersebut.4 Perdagangan
internasional mencakup ekspor (menjual produksi ke negara lain) dan impor
(membeli produksi negara lain) barang dan jasa yang merupakan sesuatu yang
penting bagi sebuah negara, yakni sebagai motor penggerak pertumbuhan
ekonomi negara.5
Menurut David Ricardo, seorang ekonom Inggris, perdagangan
internasional terjadi bila ada perbedaan keunggulan komparatif antar negara.
Suatu negara akan melakukan spesifikasi dengan jalan mengekspor barangnya
yang unggul secara komparatif dibandingkan negara lainnya, dan kebalikannya
suatu negara akan mengimpor barang yang tidak unggul secara komparatif
dengan negara lain. 6 Contoh: Indonesia memiliki keunggulan dalam
memproduksi kopi secara efisien, tetapi tidak mampu memproduksi timah
secara efisien. Sebaliknya, Malaysia memiliki keunggulan memproduksi timah
secara efisien, tetapi tidak mampu memproduksi kopi secara efisien. Kedua
negara tersebut akan saling menguntungkan jika bersedia bertukar kopi dan
timah.
4 Eeng Ahmad dan Epi Indriani. Membina Kompetensi Ekonomi. Bandung: Grafindo Media
Pratama. 2007. hlm. 16 s/d 17.
5 Imamul Arifin dan Giana Hadi W.. Membuka Cakrawala Ekonomi. Bandung: Grafindo Media
Pratama. 2009. hlm. 64.
6 Budhi Wibowo dan Adi Kusrianto. Menembus Pasar Ekspor. Siapa Takut. Jakarta: Elex Media
Peningkatan efisiensi dalam mekanisme perdagangan internasional dan
menjalin hubungan baik antar negara diwujudkan dengan pembentukan Bank
yang menganut sistem perbankan. Sistem perbankan Indonesia terbangun
dilandaskan pada sistem perekonomian yang ada dalam demokrasi sesuai
dengan landasan negara yaitu pancasila. Hal ini termuat dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang berbunyi:
“Perbankan Indonesia dalam menjalankan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan prinsip kehati-hatian.”
A. Abdurrachman mengemukakan perbankan (banking) pada umumnya ialah
kegiatan-kegiatan dalam menjual-belikan mata uang, surat efek dan
instrumen-instrumen yang dapat diperdagangkan. Penerimaan deposito, untuk
memudahkan penyimpanannya atau untuk mendapatkan bunga, dan/atau
pembuatan, pemberian pinjaman-pinjaman dengan atau tanpa barang-barang
tanggungan, penggunaan uang yang ditempatkan atau diserahkan untuk
disimpan. Pembelian, penjualan, penukaran, atau penguasaan atau penahanan
alat pembayaran, instrumen yang dapat diperdagangkan, atau benda-benda
lainnya yang mempunyai nilai moneter secara langsung sebagai suatu kegiatan
yang teratur.7
Sistem perbankan memegang peran penting dalam bidang perekonomian,
terutama dalam bidang perdagangan internasional. Untuk menjamin
perekonomian antar negara berjalan secara lancar, sehingga pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 tentang
7 Lihat lebih lanjut A. Abdurrachman. Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan
Pelaksanaan Ekspor, Impor, dan Lalu Lintas Devisa. Sebuah transaksi ekspor
dan impor dengan skala besar yang terjadi antara dua negara memerlukan
kepercayaan dan perlindungan hukum yang tinggi. Untuk menjembatani
keinginan, baik pihak pembeli (importir) maupun pihak penjual (eksportir)
maka perlu digunakan sarana pembayaran yang saling menguntungkan. Sarana
pembayaran ini akan menjamin pembayaran yang diinginkan penjual dengan
mengirim barangnya. Jaminan diberikan pula kepada pihak pembeli bahwa
akan menerima jumlah dan kualitas barang yang diinginkan. Sarana
pembayaran semacam ini dibuat melalui jaminan bank sebagai lembaga
pembayar yang dikenal dengan nama Letter of Credit (untuk selanjutnya
disebut sebagai L/C).8
L/C tidak hanya mengacu pada peraturan nasional tetapi juga harus
mengacu kepada peraturan internasional yaitu Uniform Customs and Practice
for Documentary Credits (untuk selanjutnya disebut sebagai UCP 600) yang
dikeluarkan oleh International Chamber of Commerce’s Commission on
Banking Technique and Practice (untuk selanjutnya disebut sebagai ICC) yang
dikuatkan berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/34/ULN tanggal
17 Desember 1993 sebagai pengaturan pemberlakukan UCP (untuk selanjutnya
disebut sebagai SE BI pemberlakuan UCP). Pemberlakuan UCP yang diatur
oleh SE BI menyebabkan bank-bank yang di indonesia merujuk pada UCP 600
dalam melakukan penerbitan L/C yang dimohonkan oleh nasabahnya.
8 Makalah Nadya Gusnita Sari. “Peranan Perbankan di Indonesia dalam Menunjang/Mendukung
L/C merupakan surat yang memberikan kekuasaan kepada penerima
kiriman uang untuk mencairkan sejumlah uang, apabila dia sudah
melakukan keseluruhan syarat yang diperinci di dalam L/C.9 Secara definitif
yang dimaksud dengan L/C adalah suatu surat yang diterbitkan oleh Issuing
Bank atas permintaan pembeli barang (importir) atau applicant, dimana bank
tersebut menyetujui dan akan membayar wesel yang ditarik oleh penjual
barang (eksportir) atau beneficiary, asal wesel beserta seluruh dokumen
lampirannya yang ditarik itu sesuai dan memenuhi semua syarat yang
tercantum dalam surat (L/C tersebut).10
L/C atau Pemberitahuan Kredit adalah kontrak internasional antara bank
penerbit (issuing bank) dan penerima L/C (beneficiary).11 Ramlan Ginting
dalam jurnalnya “Peranan Bank Indonesia dalam Mendorong Ekspor Melalui Pengaturan Metode Pembayaran dan Metode Pembiayaan Perdagangan Internasional” mengatakan dalam pelaksanaan L/C para pihak hanya
berurusan dengan dokumen, tidak dengan transaksi barang, jasa atau
pelaksanaan lainnya. L/C merupakan kontrak yang independen terhadap
kontrak terkait seperti kontrak jual beli. Penerbitan L/C meliputi ketentuan
legalitas, jaminan (collateral), aplikasi L/C, dan para pelaku L/C (Applicant,
Beneficiary, Issuing Bank, et cetera) yang akan dibahas lebih lanjut oleh
9 Sugeng Hariyanto. English Business Correspondence. Yogyakarta: Kanisius. 2010. hlm. 84. 10 Herman Budi Sasono. Manajemen Pelabuhan dan Realisasi Ekspor Impor. Yogyakarta: ANDI.
2012. hlm. 87.
11 Ramlan Ginting. Transaksi Bisnis dan Perbankan Internasional. Jakarta: Salemba. 2007. hlm.
penulis di BAB II. Hakekat L/C adalah perwujudan pembayaran atas dasar
penyerahan dokumen yang sesuai dengan persyaratan L/C.12
Penerbitan L/C diawali dengan adanya suatu hubungan hukum antara
bank dan nasabah. Nasabah mengharapkan penerbitan L/C ini dapat
memberikannya suatu kenyamanan dalam transaksi perdagangan internasional,
sedangkan pemberian pelayanan L/C oleh bank kepada nasabahnya adalah
penerimaan biaya administrasi dan suatu harapan nasabah akan lebih loyal
kepada bank. Bank akan menerbitkan L/C kepada nasabah apabila ternyata
nasabah tersebut memiliki performance baik yang dinilai oleh bank,
performance yang dimaksud yaitu kemampuan finansial, reputasi nasabah di
lingkungan usahanya, dan lain-lain. Nasabah menggunakan L/C untuk
melunasi suatu pembayaran melalui bank yang sebagai perantara.
Sistem pembayaran dengan L/C merupakan cara paling aman bagi
eksportir untuk memperoleh hasil penjualan barangnya dari importir, asalkan
eksportir tersebut dapat menyerahkan dokumen-dokumen sesuai dengan yang
disyaratkan dalam L/C. Dengan penerbitan L/C ini sebuah bank bertindak
sebagai pengganti importir yakni pihak yang memberikan kepercayaan dan
kepastian kepada penjual bahwa pembayaran akan dilakukan oleh bank
tersebut sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang terdapat di dalam L/C.13
Dengan demikian, fungsi dari L/C adalah menyelesaikan kesulitan pembayaran
antara eksportir dan importir. Selain itu L/C juga memberikan jaminan atau
12 Direktorat Hukum Bank Indonesia. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan. Volume 2.
Nomor 3. Desember 2004. hlm. 2.
kepastian atas kelancaran pembayaran dan pengiriman barang sesuai dengan
kesepakatan yang dibuat oleh eksportir dan importir.
Penerapan L/C hanya berhubungan dengan dokumen-dokumen tetapi
tidak berhubungan dengan barang maupun jasa. hal tersebut diatur dalam Pasal
5 UCP 600 yang berbunyi:
“Banks deal with documents and not with goods, services or performance to which documents may relate.”
Diterjemahkan secara bebas oleh penulis menjadi “kegiatan bank hanya
berkaitan dengan dokumen-dokumen dan bukan dengan barang-barang,
jasa-jasa atau suatu kinerja yang berkaitan dengan dokumen-dokumen yang
bersangkutan.” Klausul ini memiliki tujuan apabila barang tidak sesuai dengan
ordernya, maka importir tidak dapat menuntut kepada issuing bank karena
kegiatan bank hanya berkaitan dengan dokumen dan bukan barang.14
Persyaratan L/C tersebut adalah berupa pemenuhan dokumen-dokumen
yang diminta di dalam L/C, misalnya bill of lading, invoice (faktur), dan
certificate of insurance.15 Kelancaran transaksi perdagangan antara eksportir dan importir memerlukan suatu kerja sama yang baik dan saling
menguntungkan dengan tetap mematuhi peraturan perundang-undangan yang
berlaku. L/C dalam negeri maupun L/C luar negeri merupakan salah satu
bentuk jasa bank yang bertujuan untuk memperlancar transaksi perdagangan
atau jual beli barang dari satu tempat ke tempat lainnya, baik yang bersifat lokal
14 Lihat
http://eksporimpor.co/artikel-dan-tutorial/bank-bank-hanya-berurusan-dgn-dokumen-bukan-barang.html yang diakses pada tanggal 17 bulan September tahun 2015 pukul 00:50 WIB.
maupun internasional.16 Dalam perdagangan internasional terdapat beragam
jenis L/C, yaitu irrevocable L/C, revocable L/C, Red Clause L/C, Transferable
L/C, Standby L/C, dan lain-lain. Pada kesempatan ini penulis akan membahas
mengenai Standby Letter of Credit (untuk selanjutnya disebut sebagai SBLC).
SBLC berfungsi sama dengan garansi, yaitu L/C yang dapat digunakan untuk
menjamin jika ada wanprestasi atas suatu kontrak. L/C seperti ini tetap tidak
dibayar (stand by) sampai terjadi suatu tindakan tertentu, misalnya terjadi
wanprestasi atas kontrak.17 Perbedaan singkat antara L/C dan SBLC adalah
penerbitan L/C dimohon oleh importir, sedangkan penerbitan SBLC dimohon
oleh eksportir.
A standby letter of credit is generally obtained by the exporter, and held in reserve or paid out only as a penalty for noncompliance with some other underlying contract between the parties involved. Exporters may be asked to provide a standby letter of credit as an assurance under a contractual obligation that they will perform as agreed.18
Diterjemahkan secara bebas oleh penulis menjadi “Sebuah SBLC secara
umum diperoleh eksportir, yang dipegang sebagai cadangan untuk menerima
pembayaran dari suatu hukuman karena terjadinya wanprestasi di perjanjian
yang melibatkan kedua belah pihak. Eksportir dapat meminta penyediaan
SBLC sebagai jaminan atas dasar kewajiban perjanjian yang telah mereka
sepakati.”
“A bank guarantee operates in the same business context as a standby letter of credit; that is to say, is secures the performance of obligations by ensuring payment. It is a primary and
16 Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada. 2005. hlm. 101. 17 Hermansyah. Hukum Perbankan …. Op. Cit.. hlm. 101.
18 Joe Reif (et.al.). Services: The Export of the 21st Century – A Guidebook for U.S. Service
independent undertaking by the bank, requiring payment without investigating facts of performance or default on the underlying contract. This feature is none other than the autonomy principle which is well established in letter of credit law. The same document issued by a non-bank institution could simply be called a guarantee, performance guarantee or performance bond. The bank guarantee is thus a sui generis instrument which uses the same legal principles as letters of credit; namely, strict compliance and the autonomy principle.”19
Diterjemahkan secara bebas oleh penulis menjadi “Kegiatan operasional
bank garansi sama layaknya seperti kegiatan dari SBLC; yaitu untuk
mengamankan kinerja kewajiban dengan memastikan pembayaran. Hal ini
merupakan dasar dan bebas pelaksanaan oleh bank, keperluan pembayaran
tanpa menyelidiki fakta-fakta kinerja atau standar kontrak dasar. Keistimewaan
ini tidak lain dari prinsip otonomi yang mapan di dalam peraturan L/C.
Dokumen sama yang dikeluarkan oleh lembaga bukan bank dapat disebut
sebagai jaminan, jaminan pekerjaan atau jaminan terlaksananya pekerjaan.
Dengan demikian bank garansi merupakan alat sui generis yang menggunakan
prinsip-prinsip hukum yang sama seperti L/C; yaitu persyaratan ketat dan
prinsip otonomi.”
19 Agasha Mugasha. The Law of Letters of Credit and Bank Guarantees. Sydney: Federation Press.
Penulis akan menjelaskan mengenai SBLC lebih lanjut lagi melalui
skema yang diambil dari salah satu situs perusahaan perbankan20 di bawah ini:
1. Importir atau Applicant menghubungi Issuing Bank untuk menerbitkan
SBLC kepada Eksportir atau Beneficiary. Kemudian Issuing Bank
menghubungi Second Bank yang merupakan salah satu dari Nominated
Bank bahwa akan diterbitkannya sebuah SBLC kepada Beneficiary atas
permohonan dari Applicant.
2. Beneficiary akan diberitahukan oleh Second Bank atas penerbitan SBLC
dari Issuing Bank.
3. Setelah menerima SBLC, Beneficiary akan mulai pengiriman barang beserta
dengan dokumen pengiriman melalui kurir kepada Applicant.
20
Lihat http://mre-finance-ltd.ro/standby_letter_of_credit_sblc_.shtml yang diakses pada tanggal 03 bulan Oktober tahun 2015 pukul 16:00 WIB.
4. Applicant melakukan wanprestasi, yaitu tidak melakukan pembayaran atas
barang yang telah dikirim oleh Beneficiary pada waktu jatuh tempo.
5. Beneficiary memberikan pemberitahuan beserta dokumen-dokumen yang
terkait kepada Second Bank bahwa Applicant melakukan wanprestasi
dengan tidak melakukan pembayaran yang telah jatuh tempo.
6. Setelah menerima dan memeriksa dokumen yang diberikan oleh Beneficiary,
Second Bank melakukan pembayaran jaminan kepada Beneficiary.
7. Issuing Bank sebagai bank yang menerbitkan SBLC membayar kepada Second Bank atas dasar pembayaran kepada Beneficiary.
Skema 1.1 diatas berpotensi menimbulkan beberapa risiko, yaitu Fraud Risk
atau Risiko Penipuan, Sovereign and Regulatory Risks yang artinya risiko
perbedaan peraturan antar negara yang mempersulit transaksi ekspor dan impor,
dan risiko keterlambatan pembayaran atau pengiriman barang. Fraud Risk
dapat terjadi pada tahap 3 dan 4, dimana Applicant, Beneficiary, dan kurir
melakukan kerjasama untuk merugikan Issuing Bank dengan melakukan
kegiatan transaksi palsu dan menerbitkan dokumen-dokumen pengiriman palsu,
yang kemudian meminta pencairan SBLC kepada Issuing Bank.
Perlu disadari bahwa dengan memberikan SBLC, berarti bank atau
issuing bank telah melakukan pengakuan atau janji (secara tertulis) kepada beneficiary untuk memenuhi kewajiban applicant kepada beneficiary apabila applicant wanprestasi dengan pembayaran sejumlah uang tertentu. Dalam
hubungan transaksi ini jelas bahwa dengan pemberian SBLC, maka risiko yang
dipahami yaitu risiko SBLC akan terjadi apabila applicant yang diberikan
jaminan oleh issuing bank melakukan perbuatan wanprestasi.21 Issuing bank
akan mengalami kerugian apabila adanya suatu itikad buruk dari applicant
dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana tercantum dalam
suatu perjanjian antara applicant dan beneficiary.
Kasus Fraud Risk yang dijelaskan diatas dapat kita lihat pada kasus
manipulasi L/C yang terjadi di Perusahaan Terbatas Bank Negara Indonesia
Terbuka (untuk selanjutnya disebut sebagai PT BNI) dan banyak diberitakan
di berbagai media cetak pada tahun 2003. Menurut penulis, kasus Fraud Risk
manipulasi L/C PT BNI tersebut akan terjadi pada SBLC, mengingat bahwa
baik L/C maupun SBLC, kegiatan bank hanya berkaitan dengan dokumen yang
bersangkutan.
Penulis mengutip kronologis kasusnya dari jurnal ”Memahami Kasus L/C Bank BNI dari Aspek Teknis Perbankan” yang ditulis oleh Sutan Remi Sjahdeini, seorang Guru Besar Hukum Perbankan dan Mantan Bankir,
sebagai berikut:22
Kasusnya bermula dari diterimanya L/C bernilai Rp 1,7 triliun oleh Bank BNI Cabang Kebayoran Baru. L/C tersebut dibuka oleh bank-bank yang selain bukan merupakan koresponden Bank BNI, juga bank-bank yang berasal dari negara-negara dalam kategori berisiko tinggi (high risk countries).
Bank-bank tersebut adalah Dubai Bank Kenya Limited;
Rosbank Switzerland SA; Middle East Bank Kenya Ltd; dan The Wall Street Banking Corp, Cook Islands Beneficiary (eksportir).
21 Lihat http://www.academia.edu/9869694/Bank_Garansi yang diakses pada tanggal 17 bulan
September tahun 2015 pukul 02:00 WIB.
22
Sementara yang menerima L/C adalah perusahaan-perusahaan dalam Gramarindo Group dan Petindo Group. Komoditas yang diekspor adalah pasir kuarsa dan residu minyak dengan negara tujuan Kenya dan beberapa negara di Afrika.
Sebelum L/C tersebut diteruskan kepada eksportir, pertama-tama yang harus dilakukan Bank BNI Kebayoran Baru adalah membuat/mengisi work sheet. Dalam work sheet itu harus dicatat hal-hal yang menyangkut rincian L/C. Antara lain siapa bank pembuka (issuing atau opening bank), nomor dan tanggal L/C, siapa eksportirnya, dan lain-lain. Selain itu, dicatat pula apa syarat-syarat L/C, antara lain apakah L/C itu merupakan usance L/C (artinya, wesel ekspor yang harus dibuat eksportir adalah wesel ekspor berjangka yang harus dibayar importir dalam jangka waktu tertentu, misalnya 90 hari setelah wesel itu diterima importir).
Pada waktu bank penerima melakukan negosiasi (mengambil alih) wesel ekspor dan dokumen-dokumen ekspor lainnya, petugas bank harus memeriksa apakah dokumen-dokumen yang diserahkan eksportir terdapat kesesuaian (comply with) dengan syarat-syarat L/C.
Menurut informasi, Bank BNI Kebayoran Baru ternyata tidak membuat work sheet, sedangkan work sheet merupakan salah satu sarana pengamanan bagi para petugas dan pejabat bank yang terkait dan bertanggung jawab dengan L/C tersebut.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh kantor besar Bank BNI, para eksportir, yaitu perusahaan-perusahaan yang termasuk Gramarindo Group dan Petindo Group ternyata telah melakukan ekspor fiktif.
Hal ini terungkap antara lain dari hasil verifikasi kepada Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyangkut Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Gramarindo Group, Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyatakan bahwa PEB tersebut palsu.
Transaksi dalam kasus ini merupakan transaksi yang dilakukan tanpa
mengikuti ketentuan Bank terkait. Ketentuan Undang-Undang Perbankan
menyatakan bahwa bank wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan
prinsip kehati-hatian. Bank BNI Kebayoran Baru dalam hal ini tidak
mengidentifikasi siapa yang menjadi beneficiary L/C. Prinsip tanggung jawab
dan prinsip kehati-hatian ini pada dasarnya penting untuk dilakukan dalam
rangka menjaga kepercayaan yang sudah dipercayakan masyarakat dan untuk
mencegah dilakukannya kecurangan-kecurangan atau bahkan suatu tindak
pidana atau penyelewengan dana.23
Penulis membatasi penulisan skripsi ini dalam ruang lingkup yang
membahas mengenai Prinsip Kehati-hatian dengan kaitan bila nasabah tidak
memiliki kemampuan finansial, dan SBLC sebagai fasilitas indirect loan atau
kredit tidak langsung. Sejauh ini belum ada penelitian yang membahas atau
meneliti mengenai asas kehati-hatian atau Prudential Banking dalam
penerbitan SBLC oleh bank. Dengan demikian, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang dituangkan dalam karya tulis berbentuk skripsi
dengan judul :
“TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASAS KEHATI-HATIAN
(PRUDENTIAL BANKING PRINCIPLE) DALAM PENERBITAN
STANDBY LETTER OF CREDIT DARI PIHAK BANK DIKAITKAN
DENGAN PRINSIP-PRINSIP PERKREDITAN YANG SEHAT”.
23 Kristian dan Yopi Gunawan. Tindak Pidana Perbankan. Bandung: Nuansa Aulia. 2013. hlm.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah yang didapat antara lain:
1. Bagaimana Bank menginterpretasikan Asas Kehati-hatian dalam penerbitan
Standby Letter of Credit yang diberikan kepada Nasabah dikaitkan dengan
kemampuan finansial debitur dan UCP 600 ?
2. Bagaimana kedudukan dari pihak Bank dalam hal Debitur kesulitan Cash
Flow yang dikaitkan dengan ketentuan UCP 600 ?
3. Bagaimana kedudukan Standby Letter of Credit sebagai sebuah perjanjian
dalam transaksi perbankan baik dalam kondisi debitur memiliki
kemampuan finansial dan pada saat Debitur tidak memiliki kemampuan
finansial sesuai dengan prinsip-prinsip dalam perbankan ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penulisan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui Bagaimana Bank menginterpretasikan Asas
Kehati-hatian dalam penerbitan Standby Letter of Credit yang diberikan kepada
Nasabah dikaitkan dengan kemampuan finansial debitur dan UCP 600.
2. Untuk mengetahui kedudukan dari pihak Bank dalam hal Debitur kesulitan
Cash Flow (Arus Kas) yang dikaitkan dengan ketentuan UCP 600.
3. Untuk mengetahui kedudukan Standby Letter of Credit sebagai sebuah
perjanjian dalam transaksi perbankan baik dalam kondisi debitur memiliki
kemampuan finansial dan pada saat Debitur tidak memiliki kemampuan
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dari penulisan ini antara lain:
1. Kegunaan Teoritis, yang terdiri dari:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya, khususnya
mengenai hukum perbankan.
b. Hasil penelitian ini dihadapkan dapat memperkaya referensi dan
literatur dalam dunia kepustakaan mengenai penerapan dan persepsi
prinsip-prinsip perbankan dalam penerbitan Standby Letter of Credit.
2. Kegunaan Praktis, yang terdiri dari:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
mengenai penerapan dan persepsi prinsip-prinsip perbankan dalam
penerbitan Standby Letter of Credit.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mencegah risiko-risiko yang akan
timbul pada sistem perbankan
E. Kerangka Pemikiran
Menurut Sudargo Gautama, kesepakatan atau persetujuan kehendak itu
merupakan hal yang paling penting dalam pembuatan perjanjian, sebab secara
umum tidak terlalu diperlukan bentuk formal agar perjanjian itu mengikat
memerlukan ketentuan lainnya seperti pendirian sebuah perseroan terbatas
yang harus dengan akta notaris.24
Secara teoritis juga banyak teori yang mensyaratkan waktu terjadinya
suatu kesepakatan, berikut ini adalah beberapa teori yang menentukan saat
terjadinya perjanjian antar pihak :25
1. Teori Kehendak (wilstheorie) mengatakan, bahwa kesepakatan itu
terjadi pada saat kehendak, pihak penerima dinyatakan dalam
perjanjian.
2. Teori Pengiriman (verzendtheorie), terjadinya kata kesepakatan pada
saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima
tawaran.
3. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie) mengemukakan bahwa
pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa
tawarannya diterima.
4. Teori Kepercayaan (vertrowenstheorie), kesepakatan itu terjadi pada
saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang
menawarkan.
5. Teori Ucapan (uitings theorie), menyatakan bahwa suatu
kesepakatan terjadi, apabila pihak yang menerima penawaran telah
menyiapkan surat jawaban yang menyatakan bahwa ia telah
menerima tawaran itu.
24 Samuel M.P Hutabarat. Penawaran dan Penerimaan dalam Hukum Perjanjian. Jakarta:
Grasindo. 2010. hlm. 35.
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Perdagangan internasional terjadi apabila ada ketergantungan antar
negara, ketergantungan antar negara tersebut muncul karena setiap negara
memiliki keunggulan dan kelemahan yang berbeda-beda. David Ricardo
dengan teori keunggulan komparatifnya (theory of comparative advantage)
mengatakan:
“Foreign trade will always continue, whatever may be the comparative difficulty of production in different countries; it can only be regulated by altering the natural price, not the natural value, at which commodities can be produced in those countries, and that is effected by altering the distribution of the precious metals. This explanation confirms the opinion which I have elsewhere given, that there is not a tax, a bounty, or a prohibition, on the importation or exportation of commodities, which does not occasion a different distribution of the precious metals, therefore, every where alter both the natural and the market price of commodities.”26
Diterjemahkan secara bebas oleh penulis menjadi “Perdagangan
internasional akan terus berlangsung, apapun kesulitan perbandingan dalam
produksi pada negara yang berbeda; hanya dapat diatur dengan pengubahan
harga, bukan nilainya, dimana negara tersebut mampu memproduksinya, dan
hal tersebut terpengaruhi oleh pengubahan distribusi logam berharga.
Penjelasan ini membenarkan pendapat yang telah saya berikan di beberapa
tempat, bahwa tidak ada pajak, karunia, atau larangan, pada kegiatan impor
atau ekspor komoditi, yang tidak berkesempatan membedakan pendistribusian
26 David Ricardo. On the Principles of Political Economy and Taxation. London. John Murray.
logam yang berharga, sehingga setiap tempat mengubah harga pasar atas
komoditas.”
Teori comparative advantage yang diungkapkan oleh David Ricardo
memicu kesadaran atas pentingnya suatu perdagangan internasional dan
diperlukannya suatu sistem yang dapat meningkatkan efisiensi dari
perdagangan internasional, sistem tersebut disebut sebagai sistem perbankan.
Perdagangan internasional yang erat berhubungan dengan transaksi dan
sistem perbankan akan memicu timbulnya suatu risiko, yang secara umum
artinya kemungkinan akan mengalami suatu kerugian. Menurut Soekarto,
risiko juga dapat diartikan sebagai (1) variabilitas pada pendapatan masa depan,
(2) kemungkinan terjadinya kerugian, dan (3) kemungkinan dari
penyimpangan yang merugikan dari hasil yang diinginkan atau diharapkan.27
Ariel Pinto dan Paul Garvey dalam bukunya mengatakan bahwa
sepanjang 300 (tiga ratus) tahun ini, sebuah teori risiko telah timbul dari
koneksi antara teori probabilitas dan ekonomi. Secara umum, dalam teori
probabilitas, risiko didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya peristiwa
yang tidak diinginkan. Dalam ekonomi, risiko dicirikan sebagai cara seorang
mengevaluasikan nilai moneternya untuk berpartisipasi dalam suatu perjudian
yang hasil moneternya ditentukan oleh kemungkinan.28 Menurut Dahlan
Siamat, risiko merupakan ketidakpastian dari kerugian finansial atau
27
Lihat http://bprsubang.com/perlukah-penerapan-manajemen-risiko-di-bpr/ yang diakses pada tanggal 05 bulan Oktober tahun 2015 pukul 01.00 WIB.
28 Lihat C. Ariel Pinto dan Paul R. Garvey. Advanced Risk Analysis in Engineering Enterprise
kemungkinan terjadi kerugian. Dahlan Siamat mengemukakan beberapa hal
yang dapat menimbulkan risiko kredit, yaitu:29
1. Adanya kemungkinan pinjaman yang diberikan oleh bank atau
obligasi (surat hutang) yang dibeli oleh bank tidak terbayar.
2. Tidak dipenuhinya kewajiban dimana bank terlibat didalamnya bisa
melalui pihak lain, misalnya kegagalan memenuhi kewajiban pada
kontrak derivatif.
3. Penyelesaian (settlement) dengan nilai tukar, suku bunga, dan
produk derivatif.
Risiko dibagi menjadi beberapa jenis, Dahlan Siamat membagi
jenis-jenis risiko tersebut yang dikenal dalam usaha perasuransian menjadi: 30
1. Risiko murni didefinisikan sebagai suatu situasi dimana hanya ada
kemungkinan terjadi kerugian atau tidak terjadi kerugian.
2. Risiko spekulatif didefinisikan sebagai suatu situasi dimana baik
keuntungan maupun kerugian mungkin terjadi.
3. Risiko individu yaitu risiko yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-harinya misalnya risiko yang timbul karena memiliki mobil,
membeli rumah, atau melakukan investasi dalam suatu usaha,
hal-hal tersebut semuanya mempunyai risiko yang dapat menimbulkan
kerugian keuangan. Risiko individu dapat dibagi menjadi tiga
macam risiko yaitu:
29
Lihat http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27689/4/Chapter%20II.pdf yang diakses pada tanggal 06 bulan Oktober tahun 2015 pukul 17.00 WIB.
30 Lihat http://bprsubang.com/perlukah-penerapan-manajemen-risiko-di-bpr/ yang diakses pada
a. Risiko pribadi, artinya risiko yang mempengaruhi kapasitas atau
kemampuan seseorang memperoleh keuntungan.
b. Risiko harta, artinya risiko terjadi kerugian keuangan apabila
seseorang memiliki suatu benda atau harta akibat hilangnya harta,
dicuri atau rusak.
c. Risiko tanggung gugat, artinya risiko yang mungkin dialami atau
diderita sebagai tanggung jawab akibat kerugian atau lukanya
pihak lain.
Bank dikenal secara umum sebagai lembaga Profit Oriented, sehingga
bank akan selalu melakukan cara-cara yang dapat mengurangi terjadinya suatu
risiko. Analisis dari Hughes menyarankan bahwa pembedaan risiko
bermanfaat pada konsolidasi bank untuk meningkatkan kinerja keuangan.
Sebagai tambahan, sebuah penelitian data dari 69 negara dari tahun 1980
sampai dengan 1997 oleh Beck menghasilkan kesimpulan bahwa krisis
perbankan jarang terjadi terjadi di negara yang lebih memperhatikan pada
sistem bank.31
31 Lihat David Van Hoose. The Industrial Organization of Banking: Bank Behavior. Market
F. Metode Penelitian
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif.
Penulis menggunakan metode yuridis normatif karena sasaran penelitian ini
adalah hukum atau kaidah. Pengertian kaidah meliputi, asas hukum, kaidah
dalam arti sempit (value), peraturan hukum konkret. Penelitian yuridis
normatif adalah penelitian yang berobjekan hukum normatif berupa asas-asas
hukum dan sistem hukum.
Metode yuridis normatif juga disebut sebagai penelitian doktrin32 yaitu
suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis dalam buku,
maupun hukum yang diputuskan hakim melalui proses pengadilan.
Berdasarkan metode tersebut, peneliti harus melakukan pengkajian secara logis
terhadap ketentuan hukum yang dapat dianggap relevan dengan asas
kehati-hatian dalam penerbitan SBLC dari pihak Bank
Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan sifat penelitian,
pendekatan penelitian, jenis data, teknik pengumpulan data dan analisis data
sebagai berikut:
1. Sifat Penelitian
Sifat Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara
deskriptif analitis, yaitu menggambarkan hal-hal atau peristiwa yang
sedang diteliti dan asas kehati-hatian dalam penerbitan SBLC dari pihak
Bank.
32 Amirudin dan Zaini Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Grafiti Pres. 2006.
2. Jenis Data dan Sumber Bahan Hukum
Data yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data sekunder
yaitu data yang diperoleh dari pihak lain secara tidak langsung guna
mendukung penelitian. Data sekunder dapat berupa tulisan-tulisan tentang
hukum baik dalam bentuk buku ataupun jurnal-jurnal. Tulisan-tulisan
hukum tersebut berisi tentang perkembangan atau isu-isu mengenai
Penelitian ini. Penelitian menggunakan data sekunder terdiri dari atas :
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdiri atas peraturan
perundang-undangan, baik secara nasional maupun internasional.
Peraturan perundang-undangan yang dipakai adalah Uniform Customs
and Practice for Documentary Credits, Undang-Undang Nomor 07
Tahun 1992 tentang Perbankan beserta perubahan-perubahannya, dan
peraturan lain yang mengatur SBLC dan prinsip-prinsip perkreditan
yang sehat
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas
buku-buku (textbook) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de
herseende leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana,
kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir
c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang
memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, encyclopedia, dan
lain-lain.
3. Pendekatan Penelitian
Peneliti skripsi ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan konseptual
(conceptual approach) dan pendekatan undang-undang (statute approach).
Pendekatan konseptual digunakan berkenaan dengan SBLC dan Prinsip
Kehati-hatian.
Sedangkan pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah
semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu
hukum yang sedang ditangani. 33 Dalam penelitian ini, pendekatan
perundang-undangan digunakan berkenaan dengan peraturan hukum yang
mengatur SBLC dan Prinsip Kehati-hatian. Kemudian pendekatan
konseptual digunakan berkenaan konsep-konsep yuridis mengenai SBLC.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data bahan hukum yang digunakan dalam penelitian
ini adalah studi kepustakaan. yaitu pengumpulan data dengan jalan
membaca peraturan perundang-undangan, mencari konsepsi-konsepsi,
teori-teori, pendapat-pendapat yang berkaitan dengan permasalahan yang
33 Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2005. hlm.
sedang diteliti. Dari data tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan
sebagai data penunjang dalam penelitian ini.
Data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan yang terdiri dari
data sekunder bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tersier sebagaimana yang tercantum dalam butir 2 diatas.
5. Langkah Penelitian
Penulis akan melakukan persiapan studi kepustakaan terhadap jenis data
dan sumber bahan hukum yang tercantum dalam butir 2 diatas. Setelah
data terkumpul, maka penulis akan melakukan analisis terhadap data-data
tersebut dan menyusunnya kedalam suatu kesimpulan.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini
menggunakan cara analisis kualitatif. Menurut Sunaryati Hartono,
pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang membahas mengenai
cara-cara menganalisis terhadap data yang dikumpulkan dilakukan dengan
cara-cara atau analisis atau penafsiran (interpretasi) hukum yang dikenal,
sebagai penafsiran otentik, penafsiran menurut tata bahasa (gramatikal),
penafsiran berdasarkan sejarah perundang-undangan, penafsiran
sistematis, penafsiran sosiologi, penafsiran teleologis, penafsiran
fungsional, ataupun penafsiran futuristik.34 Berdasarkan hal-hal yang telah
dikemukakan di atas, maka skripsi ini menggunakan kombinasi metode
34 Sunaryati Hartono. Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke 20. Bandung: Alumni.
pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan yang
mendasarkan penelitian pada data sekunder. Teknik pengumpulan data
adalah teknik studi kepustakaan. Sedangkan untuk teknik analisis data,
penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian sistematika penulisan yang disusun oleh peneliti diuraikan
sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang latar belakang,
identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II : PRINSIP KEHATI-HATIAN (PRUDENTIAL BANKING
PRINCIPLE) DALAM PENERBITAN STANDBY LETTER OF CREDIT
Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai Prinsip
Kehati-hatian, Letter of Credit, dan Standby Letter of Credit.
BAB III : STANDBY LETTER OF CREDIT SEBAGAI INDIRECT LOAN
DALAM TRANSAKSI PERBANKAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai Kredit,
berdasarkan Prinsip-Prinsip dalam Perbankan, dan ketentuan
penerbitan dan pelaksanaan Standby Letter of Credit.
BAB IV : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASAS KEHATI-
HATIAN (PRUDENTIAL BANKING PRINCIPLE) DALAM
PENERBITAN STANDBY LETTER OF CREDIT DARI
PIHAK BANK DIKAITKAN DENGAN PRINSIP-PRINSIP
PERKREDITAN YANG SEHAT
Dalam bab ini penulis akan menganalisis jawaban dari
Identifikasi Masalah yang telah diuraikan dalam BAB I.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini penulis akan memberikan suatu masukan maupun
perbaikan dan uraian dari apa yang telah diteliti selama
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Analisis Bank Terhadap Interpretasi Prinsip Kehati-hatian Oleh
Bank Dalam Penerbitan Standby Letter of Credit Yang Dikaitkan
Dengan Kemampuan Finansial Debitur Dan UCP 600
Bank menginterpretasikan Prinsip Kehati-hatian sebagai upaya
untuk mengantisipasi timbulnya sebuah risiko yang dapat merugikan bank.
Sebelum menerbitkan SBLC, Bank harus menerapkan Prinsip
Kehati-hatian dengan menggunakan tindakan analisis Debitur berupa prinsip 5C,
yang meliputi analisis karakter/watak, analisis kemampuan, analisis modal,
analisis jaminan, dan analisis kondisi usaha. Sehingga issuing bank dapat
menilai kemampuan finansial Debitur dalam memenuhi kewajiban
pembayarannya ke Beneficiary maupun ke Issuing bank.
Sebenarnya UCP 600 tidak mengatur mengenai Prinsip
Kehati-hatian, sehingga penerapan Prinsip Kehati-hatian yang dilaksanakan oleh
Bank didasari dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/4/PBI/2005
tentang Prinsip Kehati-Hatian Dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset Bagi
secara spesifik mengenai Prinsip Kehati-hatian maupun Penerbitan SBLC,
maka dalam perjanjian SBLC harus menyatakan bahwa SBLC ini tunduk
pada UCP 600, UU Perbankan, PBI Prinsip Kehati-hatian maupun pada
segala peraturan yang ada sekarang, atau yang akan ada nantinya, atau
yang nanti akan diberlakukan, berlaku pula untuk perjanjian ini.
2. Analisis Terhadap Kedudukan Pihak Bank Dalam Hal Debitur
Kesulitan Cash Flow Yang Dikaitkan Dengan Ketentuan UCP 600
Bank setelah menerbitkan SBLC memiliki kedudukan sebagai
penjamin Debitur atau applicant. UCP 600 tidak mengatur mengenai
tindakan yang harus dilakukan oleh Issuing bank apabila Debitur kesulitan
Cash Flow. Selama applicant yang mengalami kesulitan Cash Flow dapat
memenuhi kewajiban pembayarannya, Issuing bank tidak memiliki
kewajiban apapun terhadap Beneficiary. Namun UCP 600 mengatur
apabila Debitur gagal memenuhi kewajiban pembayarannya, maka Issuing
bank sebagai penjamin applicant akan memenuhi kewajiban
pembayarannya dengan mencairkan SBLC kepada Beneficiary.
Dalam penerbitan SBLC kepada applicant yang tidak memiliki Cash
Flow yang baik harus dilengkapi dengan jaminan tambahan dan perjanjian
kredit, tujuannya adalah untuk meminimalisir risiko yang akan dialami
oleh issuing bank. Cash Flow dapat dijadikan sebagai indikator penilaian
kondisi perusahaan Nasabah yang dapat mempengaruhi pengambilan
3. Analisis Terhadap Kedudukan Standby Letter of Credit sebagai
Sebuah Perjanjian dalam Transaksi Perbankan Baik Dalam Kondisi
Debitur Memiliki Kemampuan Finansial dan Pada Saat Debitur
Tidak Memiliki Kemampuan Finansial Sesuai dengan Prinsip-Prinsip
Dalam Perbankan
Apabila dilihat dari sudut pandang bahwa Debitur dalam kondisi
memiliki kemampuan finansial, SBLC merupakan sebuah perjanjian dasar
bagi applicant dalam pemberian kewenangan kepada issuing bank untuk
memenuhi kewajiban pembayaran kepada beneficiary dengan mendebit
dana dari rekening applicant.
Kedudukan SBLC dalam hal Debitur memiliki kemampuan finansial
hanya sebatas dalam memfasilitasi applicant, karena bank sebagai
lembaga intermediasi yang memiliki fungsi perantara keuangan, bank
berperan menjadi perantara antara pihak yang kelebihan dana yaitu
applicant dan pihak yang membutuhkan dana yaitu beneficiary.
Apabila dilihat dari sudut pandang bahwa Debitur dalam kondisi
tidak memiliki kemampuan finansial, maka SBLC merupakan sebuah
perjanjian kredit tidak langsung yang diberikan oleh Bank kepada
applicant untuk memenuhi kewajiban pembayaran atas perjanjian applicant dengan beneficiary. Selain itu juga sebagai dasar perjanjian
untuk pembuatan perjanjian kredit antara issuing bank dan applicant
sebagai hubungan kontraktual bahwa applicant memiliki kewajiban untuk
membayar kembali kepada issuing bank atas pencairan SBLC.
B. Saran
1. Bagi Akademisi
Penelitian terhadap penerapan Asas Kehati-hatian dalam Penerbitan
Standby Letter of Credit dari pihak Bank diharapkan dapat memberikan
suatu referensi untuk meneliti lebih lanjut mengenai penerbitan Standby
Letter of Credit. Mengingat kurangnya referensi sekarang ini mengenai Standby Letter of Credit.
2. Bagi Praktik Perbankan
Sebelum melakukan pencairan Standby Letter of Credit, issuing bank harus
melakukan suatu hubungan kontraktual dengan applicant berupa perjanjian
kredit, sehingga applicant memiliki suatu kewajiban pembayaran kepada
issuing bank.
3. Bagi Pelaku Usaha
Diharapkan applicant memberikan suatu kuasa khusus kepada issuing bank
untuk mendebitkan dana dari rekeningnya sebagai pelimpahan kegiatan
dan kewenangan pembayaran transaksi ekspor impor kepada beneficiary.
Karena pemberian kuasa khusus tersebut dapat mempermudah pembayaran
transaksi ekspor impor kepada beneficiary secara tepat waktu dan
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
A. Abdurrachman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan
Inggris-Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1991.
Adrian Sutedi, Hukum Ekspor dan Impor, Raih Asa Sukses, Jakarta, 2014.
Agasha Mugasha, The Law of Letters of Credit and Bank Guarantees,
Federation Press, Sydney, 2003.
Arief Sugiono dan Edy Untung, Panduan Praktis Dasar Analisa Laporan
Keuangan: Pengetahuan Dasar bagi Mahasiswa dan Praktisi Perbankan, Grasindo, Jakarta, 2008.
Amirudin dan Zaini Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Grafiti
Press, Jakarta, 2006.
Amir M.S, Letter of Credit: Dalam Bisnis Ekspor Impor, Teruna Grafica,
Jakarta, 2001.
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, 9th Edition, West Publising, United
States, 2009.
Budhi Wibowo dan Adi Kusrianto, Menembus Pasar Ekspor, Siapa Takut,
Elex Media Komputindo, Jakarta, 2010.
C. Ariel Pinto dan Paul R. Garvey, Advanced Risk Analysis in Engineering
Enterprise Systems, CRC Press, United States, 2012.
David Ricardo, On the Principles of Political Economy and Taxation, John
Murray, London, 1817.
David Van Hoose, The Industrial Organization of Banking: Bank Behavior,
Market Structure, and Regulation, Springer, New York, 2010.
Eeng Ahmad dan Epi Indriani, Membina Kompetensi Ekonomi, Grafindo
Media Pratama, Bandung, 2007.
Herman Budi Sasono, Manajemen Pelabuhan dan Realisasi Ekspor Impor,
ANDI, Yogyakarta, 2012.
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada,
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, 6th Edition, West Publising,
United States, 1990.
H. Malayu S,P, Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, Bumi Aksara, Jakarta,
2002.
Iswi Hariyani, Restrukturisasi & Penghapusan Kredit Macet, Elex Media
Komputindo, Jakarta, 2010.
Imamul Arifin dan Giana Hadi W., Membuka Cakrawala Ekonomi, Grafindo
Media Pratama, Bandung, 2009.
Joe Reif (et.al.), Services: The Export of the 21st Century – A Guidebook for
U.S. Service Exporters, World Trade Press, California, 1997.
Johannes Ibrahim, Bank Sebagai Lembaga Intermediasi Dalam Hukum Positif,
Utomo, Bandung, 2004.
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Rajawali Pers, Jakarta, 2014.
Kardiman (ed.), Ekonomi: Dunia Keseharian Kita, Yudhistira, Yogyakarta,
2006.
Krisna Wijaya, Analisis Kebijakan Perbankan Nasional, Elex Media
Komputindo, Jakarta, 2010.
Kristian dan Yopi Gunawan, Tindak Pidana Perbankan, Nuansa Aulia,
Bandung, 2013.
Malayu S,P, Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, Bumi Aksara, Jakarta 2004.
Olufidipe Omopariola, Business Finance in Nigeria, Obafemi Awolowo
University Press, Nigeria, 2006.
O,P, Simorangkir, Seluk-Beluk Bank Komersial, Cetakan Kelima, Aksara
Persada Indonesia, Jakarta, 1988.
Permadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2004.
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2005.
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia
Ramlan Ginting, Transaksi Bisnis dan Perbankan Internasional, Salemba,
Jakarta, 2007.
Rimsky K, Judisseno, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2005.
Rosa Agustina (et,al,), Hukum Perikatan, Pustaka Larasan, Bali, 2012.
Samuel M.P Hutabarat, Penawaran dan Penerimaan dalam Hukum Perjanjian,
Grasindo, Jakarta, 2010.
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan 22, Intenusa, Jakarta, 1989.
Sunaryati Hartono. Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke 20,
Alumni, Bandung, 1994.
Sugeng Hariyanto, English Business Correspondence, Kanisius, Yogyakarta,
2010.
Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Utama, Edisi
Keempat, Jakarta, 1995.
Thomas Suyatno (eds.), Kelembagaan Perbankan, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2007.
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar 1945.
Uniform Customs and Practice for Documentary Credits.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Sebagaimana Telah
Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
04/M-DAG/PER/1/2015 tentang Ketentuan Penggunaan Letter of Credit untuk
Ekspor Barang Tertentu.
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
26/M-DAG/PER/3/2015 tentang Ketentuan Khusus Pelaksanaan Penggunaan
Letter of Credit untuk Ekspor Barang Tertentu.
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/4/PBI/2005 tentang Prinsip Kehati-Hatian
C. Jurnal
Makalah Nadya Gusnita Sari, Peranan Perbankan di Indonesia dalam
Menunjang/Mendukung Perdangangan Luar Negeri Khususnya dengan
Menggunakan L/C, Universitas Gunadarma, Jakarta, 2015.
Toto Octaviano Dendhana, Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Upaya
Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Penyimpan Dana, Jurnal Hukum.
D. Sumber Web
Ahman Reza Wildan (http://www.academia.edu/9869694/Bank_Garansi).
Sutan Remy Sjahdeini
(http://www.repository.binus.ac.id/content/J0044/J004433934.doc).
Mediterranean Real Estate
(http://www.mre-finance-ltd.ro/standby_letter_of_credit_sblc_.shtml)
PD BPR SUBANG
(http://bprsubang.com/perlukah-penerapan-manajemen-risiko-di-bpr/).
http://www.eksporimpor.co/artikel-dan-tutorial/bank-bank-hanya-berurusan-dgn-dokumen-bukan-barang.html.
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27689/4/Chapter%20II.
pdf.
http://www.si-pedia.com/2014/03/bunyi-pasal-33-uud-1945-1-5-dan-pembahasannya.html.
E. Sumber Lain
Direktorat Hukum Bank Indonesia, Buletin Hukum Perbankan dan