v Abstrak
Penelitian ini berjudul “Studi Deskriptif Mengenai Academic Hardiness Pada
Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia Angkatan 2014 dan 2015 di petamburan-Jakarta”, tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran academic hardiness pada mahasiswa STTB Petamburan-Jakarta angkatan 2014 dan 2015 berdasarkan komponen commitment, control, dan challenge. Pemilihan sample menggunakan teknik purposive sampling. Sample penelitian yang berjumlah 90 orang adalah 50 orang angkatan 2014 dan 40 orang angkatan 2015 yang berusia 17-21 tahun.
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner academic hardiness yang disusun oleh Spiridon dan Karagiannopoulou (2013), dan dimodifikasi oleh peneliti. Berdasarkan uji validitas menggunakan construct validity dengan rumus rank spearman dan uji reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach, diperoleh 42 item valid nilainya berkisar dari 0,304-0,679 dan reliabilitas komponen commitment 0,810, control 0,760, challenge 0,714. Data hasil penelitian ini diolah menggunakan analisis deskriptif. Hasil yang diperoleh adalah 30% responden memiliki academic hardines tinggi,dan 70% memiliki academic hardiness rendah.
vi Abstract
This research entitled “Descriptive Study of Academic Hardiness in Students of Bethel School of Theology Indonesia Batch 2014 and 2015 in Petamburan – Jakarta”, the aim of this research is to understand about academic hardiness in Students of Bethel School of Theology Indonesia batch 2014 & 2015 in Petamburan – Jakarta according to commitment, control and challenge components. This research used purposive sampling technicque as sample collecting method. This research used 90 sample consist of 50 students batch 2014 and 40 students batch 2015, aged 17-21 years old.
The measurement tool used in this research was academic hardiness quitionnaire arranged by Spiridon dan Karagiannopoulou (2013), and has been modified by the researcher. According to validity test, with construct validity with Rank Spearman formula and reliability test using Alpha Cronbach, the result show 42 valid items with score range of score 0,304-0,679 and reliability components commitment 0,810, control 0,760, challenge 0,714. Data of this research was processed with descriptive analysis. The result of this research was 30% respondents have high academic hardiness and 70% have low academic hardiness.
x
2.1.2 Academic Hadiness ... 16
2.1.3. Komponen Academic ... 20
2.2. Remaja Akhir ... 23
2.2.1. Perkembangan Kognitif Remaja ... 24
2.2.2.Transisi dari Sekolah Menengah Atas ke Perguruan Tinggi ... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 28
3.2. Bagan Prosedur Penelitian ... 28
3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 29
3.3.1. Variabel Penelitian ... 29
3.3.2. Definisi Konseptual dan Operational ... 29
3.4. Alat Ukur ... 30
3.5. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 34
3.5.1. Populasi Sasaran ... 34
4.1.1. Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 36
xi
4.1.3. Gambaran Responden Berdasarkan IPK ... 37
4.1.4. Gambaran Responden Berdasarkan Angkatan ... 38
4.2. Hasil Penelitian ... 38
4.2.1. Gambaran Derajat Academic Hardiness ... 38
4.2.2. Gambaran setiap Komponen Academic Hardiness ... 39
4.2.3. Gambaran Profil hasil penelitian ... 40
4.3. Pembahasan ... 40
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 45
5.2. Saran ... 45
5.2.1. Saran Teoretis ... 45
5.2.2. Saran Praktis ... 46
Datar Pustaka ... 47
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Penilaian alat ukur Academic Hardiness ... 30
Tabel 3.2. Gambaran alat ukur Academic Hardiness ... 31
Tabel 4.1. Gambaran responden berdasarkan usia ... 36
Tabel 4.2. Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin ... 37
Tabel 4.3. Gambaran responden berdasarkan IPK ... 37
Tabel 4.4. Gambaran responden berdasarkan angkatan ... 38
Tabel 4.5. Gambaran academic hardiness responden ... 38
Tabel 4.6. Gambaran commitment responden ... 39
Tabel 4.7. Gambaran control responden ... 39
Tabel 4.8. Gambaran challenge responden ... 39
xiii
DAFTAR BAGAN
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Gereja Bethel Indonesia (GBI) kini telah berkembang, ditandai dengan keberadaannya yang telah menyebar di seluruh Indonesia bahkan di luar negeri. GBI telah memiliki sekitar
5.100 gereja lokal dengan 2,5 juta anggota jemaat. Seiring dengan perkembangan itu, GBI menyadari kebutuhan akan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sebagai
pemimpin gereja dan tenaga pelayan Tuhan, khususnya dalam menghadapi tantangan global. Sinode GBI memiliki Seminari Bethel “Petamburan” Jakarta sebagai pusat pendidikan teologi dan SDM GBI. Selain itu sudah terdapat belasan Sekolah Tinggi Teologi (STT) yang
didirikan oleh Yayasan dan/atau gereja lokal GBI. Hingga kini masih cukup banyak gereja lokal GBI maupun Badan Pekerja Daerah (BPD) GBI yang memiliki minat untuk mendirikan
STT maupun STPB (Sekolah Teologi Praktika Bethel), bahkan gereja dan BPD telah mengajukan permohonan untuk mendapatkan rekomendasi dari Badan Pekerja Harian (BPH) GBI dan Departemen Theologia dan Pendidikan (DTP) GBI. (www.apb.or.id, diunduh 27
Agustus 2015)
Institut Theologia dan Keguruan Indonesia (ITKI) adalah perguruan tinggi yang
merupakan bagian dari Seminari Bethel Indonesia. ITKI menyelenggarakan beberapa program studi mulai dari Strata 1 (S1), Strata 2 (S2), sampai Strata 3 (S3). Sejak tahun 2010 nama Institut Teologia dan Keguruan Indonesia (ITKI) berubah menjadi Sekolah Tinggi
Teologia dan Keguruan Indonesia (STT Bethel Indonesia/STTBI). Institut Teologia dan Keguruan Indonesia (ITKI) yang juga lebih dikenal dengan sebutan Seminari Bethel ini
2
Bethel Church) dari Sinode Gereja Bethel Indonesia (GBI).
(http://seminaribethel.synthasite.com, diunduh 27 Agustus 2015).
Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia menyelenggarakan program studi teologi/
kependetaan untuk jenjang S1. Sesuai dengan visi dan misi yang diemban, program studi ini dirancang untuk memersiapkan mahasiswa menjadi seorang pemimpin jemaat (gembala) yang unggul, berintegritas dan memberdayakan jemaat. Untuk itu, dalam studinya mahasiswa
dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang mencakup: pengetahuan tentang Alkitab, pengetahuan tentang sejarah kekristenan dan sejarah ajaran, pengetahuan tentang
agama-agama dan budaya, pengetahuan tentang pemikiran-pemikiran (teologi dan filsafat), keterampilan mengeksplorasi Alkitab, keterampilan berkomunikasi dan berbahasa, keterampilan membangun teologi (berteologi) untuk pembangunan dan penguatan jemaat,
keterampilan berjemaat dan bermasyarakat (berorganisasi), dan keterampilan dalam penggunaan teknologi. (www.sttbi.ac.id,diunduh 27 Agustus 2015)
Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia juga menyelenggarakan program studi Pendidikan Agama Kristen (PAK) untuk jenjang S1. Program studi PAK dirancang untuk mencetak dan melahirkan pendidik-pendidik yang unggul dalam mendidik dan mencerdaskan
jemaat. Para lulusan program studi PAK sangat berguna dan dibutuhkan oleh gereja-gereja dan institusi yang menyelenggarakan pendidikan, baik dalam bentuk sekolah minggu, program-program pembinaan jemaat dan pendidikan agama Kristen di sekolah-sekolah.
Program studi PAK membekali mahasiswa dengan pengetahuan dan keterampilan yang mencakup: pengetahuan tentang Alkitab, pengetahuan tentang sejarah keimanan, pengetahuan
tentang pendidikan, pengetahuan tentang psikologi, pengetahuan tentang pemikiran-pemikiran (psikologi dan filsafat), keterampilan mendidik (ilmu mendidik), keterampilan berkomunikasi dan berbahasa, keterampilan membangun dan mengembangkan
3
Pengetahuan dan keterampilan seperti yang disebutkan di atas, dimuat dalam bentuk mata
kuliah seperti bahasa Inggris, bahasa Yunani, bahasa Ibrani, tafsir Alkitab, statistika, psikologi umum, psikologi perkembangan, pembimbing dan pengetahuan perjanjian baru dan
perjanjian lama. (www.sttbi.ac.id,diunduh 27 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil wawancara penulis pada bulan September 2015 kepada kepala asrama sekolah, diketahui bahwa mahasiswa STTBI wajib mengikuti kuliah mulai hari senin
sampai dengan hari jumat. Pada setiap mata kuliah, mahasiswa diberikan akan diberikan tugas yang menurut mahasiswa waktu pengerjaan singkat. Mahasiswa juga diwajibkan untuk bisa
menghafal setiap ayat Alkitab mulai dari Kejadian hingga Wahyu dalam beberapa bahasa yaitu bahasa Inggris, Yunani, dan Ibrani. Selain itu, di hari Sabtu dan Minggu mahasiswa harus melakukan pelayanan di Gereja. Mahasiswa diberikan kebebasan untuk melakukan
pelayanan di Gereja GBI manapun dengan syarat Gereja dapat memberikan laporan bahwa mahasiwa benar mengikuti kegiatan di Gereja tersebut. Semua matakuliah yang ada di STTBI
wajib untuk diikuti dan harus lulus sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Wawancara dilakukan kepada 13 orang mahasiswa STTBI pada bulan September. Seluruh mahasiswa yang diwawancara mengalami masalah dalam beradaptasi dengan
tuntutan pendidikan di perguruan tinggi. Adapun masalah yang dihadapi adalah meliputi tugas-tugas yang banyak dengan waktu pengerjaan yang singkat. Ada mahasiswa yang memilih kuliah di STTBI karena menuruti keinginan orang tua, sehingga mahasiswa bertahan
di STTBI karena rasa penasaran sampai kapan bisa bertahan, dan ada juga yang bertahan karena tidak ingin menyusahkan orangtua dalam membiayai kuliahnya. Mahasiswa lainnya
4
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Abouserie,Fairbrother & Warn, Larson
tentang stres di perguruan tinggi (Kamtsios & Karagiannopoulou, 2015).
Memulai pendidikan di jenjang perguruan tinggi bagi banyak remaja merupakan
sesuatu yang menyenangkan dan pengalaman yang menarik setelah menyelesaikan pendidikan Sekolah menengah Atas. Tetapi bagi banyak individu lain, peralihan ke perguruan tinggi lebih membuat stres dibandingkan merasakan hal yang menarik (Hystad, 2009 &
Santrock, 2014). Hal ini terjadi karena individu untuk pertama kalinya harus meninggalkan rumah, belajar dari berbagai referensi materi , adanya tekanan yang menuntut individu untuk
memenuhi standar akademik , menulis laporan, dan semua persyaratan lain yang membuat mahasiswa menjadi stres (Murphy&Archer,dalam Hystad,dkk 2009) dan berkontribusi pada kemerosotan fisik dan psikologis yang sehat (Lesko&Summerfield, dalam Hystad,dkk 2009).
Individu yang memutuskan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi akan menghadapi iklim yang berbeda dengan sekolah. Perubahan menuntut individu untuk melakukan
penyesuaian dengan lingkungan yang baru. Salah satu penyesuaian yang harus dihadapi adalah perubahan posisi dari senior ketika di sekolah menengah kemudian menjadi junior kembali di perguruan tinggi. Santrock (2014) menyebutnya sebagai fenomena yang teratas ke
bawah (top-dog phenomenon) yaitu keadaan-keadaan dimana mahasiswa bergerak dari posisi yang paling atas (disekolah dasar menjadi yang tertua, terbesar, dan paling berkuasa) menuju posisi yang paling rendah (di sekolah menengah, sekolah lanjutan tingkat pertama, atau
perguruan tinggi menjadi yang paling muda, paling kecil, dan paling tidak berkuasa). Transisi dari sekolah menengah atas menuju perguruan tinggi melibatkan suatu perpindahan menuju
struktur sekolah yang lebih besar, lebih impersonal, yang interaksinya adalah interaksi dengan teman sebaya yang lebih beragam latar belakang tempat tinggal dan juga budayanya, serta bertambahnya tekanan untuk mencapai prestasi, unjuk kerja, dan nilai – nilai ujian yang baik
5
dibandingkan dengan mahasiswa dulu, ini merupakan hasil menurut sebuah studi nasional
yang dilakuakn kepada 300.000 mahasiswa dari 500 perguruan tinggi dan universitas (Pryor, dkk, dalam Santrock,2014). Namun tidak hanya hal yang membuat stres seperti adanya
tekanan akademik dan yang lainnya, bagi beberapa mahasiswa peralihan dari sekolah menengah atas menuju perguruan tinggi memberikan hal positif. Mahasiswa lebih merasa bertumbuh, memiliki mata kuliah yang dapat dipilih sendiri, memiliki banyak waktu yang
dapat digunakan bersama teman-teman, memiliki banyak kesempatan untuk mengeksplor gaya hidup dan nilai, jauh dari pengawasan orang tua, dan mahasiswa lebih tertantang secara
intelektual oleh tugas-tugas akademik (Halonen & Santrock, dalam Santrock 2014)
Mahasiswa dalam menghadapi tekanan dan perubahan yang membuat stres, memerlukan usaha untuk menghadapinya. Besarnya usaha yang dilakukan mahasiswa untuk
menghadapi tekanan dan stres dapat berbeda-beda dan tergantung dari karakteristik kepribadian yang dimiliki mahasiswa bersangkutan. Ada mahasiswa menyerah atas tuntutan
yang ada namun ada yang berjuang mengatasi tantangan akademik. Karakteristik kepribadian yang tangguh dalam psikologi disebut sebagai hardiness. Hardiness adalah kemampuan untuk bertahan dengan sikap yang tangguh dan memerlihatkan kesanggupan bangkit kembali dari
keadaan yang menekan (Maddi & Khoshaba 2005). Menurut Maddi dan Khoshaba (2005) hardiness memiliki 3 komponen yaitu commitment, control dan challenge yang membuat
individu memiliki keberanian dan motivasi untuk melakukan kerja keras untuk mengubah
situasi menekan menjadi kesempatan bertumbuh.
Penelitian yang dilakukan oleh Lifton, Seay, McCarly, Olive-Taylor, Seeger dan
Bighee pada tahun 2006, membuktikan pentingnya Hardiness untuk penyesuaian pada kehidupan individu dalam akademik (dalam Creed,dkk, 2013). Penelitian Benishek (2001), ditemukan bahwa konsep Hardiness memiliki keterkaitan dengan bidang pendidikan.
6
menekan sebagai tantangan tergambar pada karakteristik kepribadian mahasiswa yang dapat
membedakan dirinya dengan mahasiswa lainnya yang memilih untuk menghindari tugas-tugas akademiknya. Karakteristik kepribadian ini disebut sebagai Academic Hardiness
(Benishek & Lopez, dalam Spiridon & Karagiannopoulou, 2012). Konsep Academic Hardiness Benishek dan Lopez merupakan bentukan dari dua teori berorientasi kognitif,
hardiness dari Kobasa dan teori Dweck tentang motivasi akademik, yang berguna dalam
memahami mengapa ada mahasiswa yang bertahan ketika menghadapi kesulitan akademik sementara ada mahasiswa lain yang tidak (Spiridon & Karagiannopoulou, 2012).
Menggunakan teori yang sejalan dengan teori hardiness dari Maddi dan Khoshaba, Benishek dan Lopez (2001) menyatakan bahwa terdapat tiga komponen dalam academic hardiness yaitu, Commitment, Control dan Challenge (dalam Spiridon & Karagiannopoulou,
2015). Komponen 3C akan memberikan mahasiswa keberanian dan mendorong untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Benishek (2005) mencoba kesesuaian antara
bentuk sikap hardiness dan perilaku yang menjadi perhatian belajar dan kinerja pada mahasiswa di universitas. Academic Hardiness adalah karakteristik kepribadian yang
membedakan mahasiswa yang bersedia menghadapi kesulitan akademik, mampu untuk mengendalikan emosi ketika mendapatkan feedback, dan menunjukkan bahwa mahasiswa
dapat memberikan hasil yang maksimal dari apa yang ada dari dirinya (Spiridon & Karagiannopoulou, 2012). Komponen academic hardiness yaitu commitment, challenge,dan control. Commitment adalah kesediaan mahasiwa untuk konsisten dalam berusaha dan dan
terlibat dalam pencapaian akademik yang tinggi. Challenge adalah upaya mahasiswa untuk mengatasi kesulitan dalam proses akademik dan memahami kesulitan tersebut sebagai
7
Karagiannopoulou, 2015). Academic Hardiness mengacu pada ketahanan individu saat
menghadapi kesulitan akademik, individu yang hardy menujukkan kerelaan terlibat dalam tantangan academic work, berkomitmen dalam kegiatan akademik dan pencarian tugas
akademik, dan memiliki kontrol terhadap hasil dan prestasi akademik (Benishek & Lopez,2001; Maddi,Harvey,Khoshaba,Fazel,& Resurrection,2009, dalam Creed Peter A,dkk 2013).
Terdapat beberapa penelitian tentang academic hardiness yang sejalan dengan penelitian ini diantaranya yang dilakukan oleh Hystad,dkk (2009) tentang academic stress
and helath: exploring the moderating role of personality hardiness yang memberikan hasil
bahwa hardiness berkorelasi negatif dengan stres akademik. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Spiridon,dkk (2015) tentang exploring relationship between academic
hardiness, academic stressors and achievement in university undergraduates yang
memberikan hasil bahwa mahasiswa yang memiliki academic hardiness yang rendah akan
mengalami stres yang tinggi. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Likhacheva (2013) mengenai hardiness and purpose in life of modern Russian students dengan hasil mahasiswa yang memiliki hardiness rendah menunjukkan karakteristik ketidakpastian dalam
keberhasilan, memiliki niat untuk pindah jurusan atau universitas, dan memiliki prasangka negatif terhadap lingkungan hidup lainnya. Pada dasarnya, hardiness dianggap sebagai spesifikasi dari yang para ahli eksistensialis sebut sebagai keberanian (Maddi, dalam Maddi,
2013). Menurut Kobasa (dalam Ahmadi,dkk,2013) individu yang hardy mencoba untuk memiliki penilaian yang realistis dari stressor ketika individu menghadapi peristiwa stres.
Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai academic hardiness pada mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi Bethel Petamburan
8
1.2.Identifikasi Masalah
Melalui penelitian ini ingin diketahui gambaran academic hardiness pada mahasiswa STTBI Petamburan angkatan 2014-2015.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui academic hardiness pada
mahasiswa STTBI Petamburan angkatan 2014-2015. 1.3.2. Tujuan Penelitian
Untuk memperoleh gambaran derajat tinggi dan rendahnya academic hardiness pada mahasiwa STTBI Petamburan angkatan 2014-2015 berdasarkan
komponen academic hardiness yaitu commitmen, control, dan challange.
1.4. Kegunaan Penelitian
1.4.1. Kegunaan Teoretis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan adalah untuk :
1) Memberikan informasi mengenai academic hardiness pada mahasiswa STTBI Petamburan angkatan 2014 dan 2015 ke dalam ranah ilmu Psikologi
Pendidikan.
2) Memberikan masukan bagi peneliti lain yang memiliki minat untuk
melakukan penelitian lanjutan mengenai academic hardiness. 1.4.2. Kegunaan Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain :
9
mengenai gambaran academic hardiness mahasiswa angkatan 2014 dan
2015.
2) Memberikan informasi kepada mahasiswa STTBI Petamburan angkatan
2014 dan 2015 mengenai gambaran komponen Academic Hardiness mereka yang berguna agar mahasiswa dapat bertahan dalam menjalani pendidikan di STTBI Petamburan.
1.5.Kerangka Pemikiran
Peralihan individu dari sekolah menengah atas menuju perguruan tinggi merupakan
hal yang menyenangkan bagi banyak mahasiswa. Namun bagi banyak mahasiswa ini merupakan hal yang membuat stres. Hal ini dikarenakan mahasiswa dituntut untuk belajar dengan materi yang lebih luas dan adanya tekanan untuk memenuhi standar
akademik (Hystad,dkk,2009). Selain itu, transisi dari sekolah menengah atas menuju perguruan tinggi melibatkan suatu perpindahan menuju struktur sekolah yang lebih besar,
lebih impersonal, yang interaksinya adalah interaksi dengan teman sebaya yang lebih beragam latar belakang tempat tinggal dan juga budayanya. Hal ini dialami oleh individu angkatan 2014 dan 2015 yang memutuskan untuk bersekolah di STTBI Petamburan.
Mahasiswa mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan dan juga persoalan akademik yang ada.
Seseorang yang mengalami stres akan menunjukkan gangguan kognitif dan menjadi
terdistraksi dengan pikiran yang negatif sehingga mengancam kesejahteraan emosional, kesejahteraan fisik, dan psikis. Stres juga dapat mengganggu cara seseorang dalam
memandang realitas, menyelesaikan masalah, dan dalam menyelesaikan pekerjaannya (Atkinson,dkk,2010). Stres merupakan keadaan menekan yang dapat mengganggu perubahan dalam rutinitas atau lingkungan yang ada (Maddi&Khoshaba, 2005). Beberapa
10
mengikuti peraturan STTBI dan juga menunjukkan prestasi akademik yang kurang.
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan pola dan cara dalam mengolah berbagai situasi yang menekan dan stres yang ada di lingkungan mahasiswa sesuai dengan kareakteristik
kepribadian masing–masing. Mahasiswa memerlukan karakteristik kepribadian yang tangguh, dalam psikologi disebut sebagai hardiness.
Hardiness merujuk pada kepribadian yang mampu untuk bertahan dengan sikap yang
tangguh dan memerlihatkan kesanggupan untuk bangkit kembali dari keadaan menekan, dapat memecahkan masalah, belajar dari pengalaman yang telah terjadi, menjadi lebih
sukses dan puas terhadap sesuatu yang dilakukan (Maddi&Koshaba,2005). Hardiness berkembang sejak masa kanak-kanak dan muncul sebagai akibat dari perubahan maupun pengalaman-pengalaman hidup. Dampak hardiness terhadap kesehatan mental adalah
membantu seseorang dalam penilaian kognitifnya pada situasi yang penuh stres dengan strategi penanganannya (Maddi&Khoshaba, dalam Tizar 2010). Khoshaba dan Maddi
(dalam Maddi,2002) memberikan dasar empiris bahwa hardiness berkembang dalam diri seseorang yang mendapat dukungan atau semangat dari orang-orang disekelilingnya, sehingga individu percaya bahwa mereka dapat merubah situasi yang sulit menjadi
peluang atau kesempatan dan sunguh-sungguh merealisasikannya. Benishek dan Lopez (2001) berfokus pada konsep hardiness dalam bidang pendidikan dan mencari tahu mengapa beberapa mahasiswa memilih suatu tantangan akademik, beradaptasi dengan
perilaku yang dapat membantu mengatasi pembelajaran akademik yang sulit dan memodulasi reaksi emosional saat mendapatkan umpan balik
(Spiridon&Karagiannopoulou, 2012). Benishek dan Lopez ( 2005 ) mengenalkan gagasan “Academic Hardiness”, sebagai suatu kerangka kerja untuk memahami bagaimana
peserta didik bereaksi terhadap tantangan akademik (Spiridon&Karagiannopoulou, 2012).
11
menumbuhkan sikap dan keterampilan yang akan membantunya bangkit dari situasi yang
menekan. Mahasiswa STTBI yang memiliki Academic Hardiness akan dapat melewati pendidikan di STTBI Petamburan dengan baik. Komponen academic hardiness yaitu
commitment, challenge,dan control.
Commitment adalah kesediaan mahasiwa untuk konsisten dalam berusaha dan dan
terlibat dalam pencapaian akademik yang tinggi. Ketika mahasiswa STTBI memiliki
commitment yang tinggi maka mahasiswa akan bersedia dan terus berusaha terlibat dalam
setiap tuntutan akademik yang diberikan oleh pihak sekolah. Mahasiswa yang memiliki
commitment yang rendah akan cepat menyerah jika mengalami tuntutan yang lebih dari
sekolah bahkan memilih untuk keluar dari SSTBI Petamburan.
Challenge adalah upaya mahasiswa untuk mengatasi kesulitan dalam proses
akademik dan memahami kesulitan tersebut sebagai pengalaman. Ketika mahasiswa STTBI memiliki challenge yang tinggi, mahasiswa akan terus berupaya untuk mengatasi
segala hambatan dan juga tekanan yang diperoleh dan menjadikan hal tersebut sebagai pengalaman yang membuat mahasiswa semakin tertantang dalam mengikuti kegiatan akademik di STTBI. Mahasiswa yang memiliki challenge rendah akan cepat menyerah
dengan setiap kesulitan yang dihadapinya, yang membuat mahasiswa mendapatkan prestasi yang pas-pasan atau bahkan kurang.
Control adalah keyakinan mahasiswa akan kapasitas untuk mecapai pendidikan
hingga akhir sesuai dengan usaha dan self-regulation secara emosi yang efektif dalam menghadapi kegiatan akademik dan situasi yang menekan. Ketika mahasiswa STTBI
memili control yang tinggi, mahasiswa akan berusaha untuk keluar dari tekanan akademik yang dihadapinya dengan mengerahkan seluruh usahanya untuk mencapai hasil yang tinggi. Mahasiswa yang memiliki control rendah akan langsung menyerah ketika
12
Seseorang harus memiliki commitment, control , dan challenge yang tinggi agar dapat
dikatakan memiliki academic hardines yang tinggi. Variasi dari setiap komponen academic hardiness bisa ditampilkan dalam bentuk profil. Dalam penelitian ini
mahasiswa STTBI Petamburan angkatan 2014 dan 2015 yang memiliki academic hardiness yang tinggi yang berarti memiliki ketiga komponen tinggi akan mampu
bertahan dalam penyesuaian dirinya dengan lingkungan yang baru dan juga tuntukan
akademik yang lebih saat menjalani pendidikan sebagai calon pendeta ataupun guru agama.
Mahasiswa dengan academic hardiness yang ketiga komponen rendah, artinya responden tidak menunjukkan kesediaannya untuk tetap berusaha mencapai hasil yang maksimal, sedikitnya waktu untuk belajar sedikit, kurang berinisiatif untuk menampilkan
perilaku belajar, sulit untuk mengatur waktu, tidak memprioritaskan kegiatan yang seharusnya penting untuk didahulukan, saat mengalami kesulita akan merasa tertekan,
dan tidak mefasilitasi diri untuk berkembang (Sheard M & Golby, 2007).
Mahasiswa yang memiliki academic hardiness dengan dua komponennya rendah. Responden dengan control dan challenge yang rendah, artinya responden sulit untuk
mengatur hal-hal apa saja yang harus diprioritaskan. Akibatnya banyak membuang waktu untuk mengerjakan hal-hal yang tidak berkaitan dengan tugasnya sebagai mahasiswa, ketika mengalami kesulitan akan mudah menyerah dan tidak menjadikan kesulitan yang
dihadapi sebagai kesempatan untuk berkembang; responden dengan commitment dan challenge yang rendah, artinya responden berusaha untuk menetapkan target yang ingin
13
perannya sebagai seorang mahasiswa, juga sulit dalam mengatur waktunya, tetapi terus
ingin melakukan hal-hal baru yang sebenarnya tidak dijalani dengan baik (Maddi, 2013). Mahasiswa dengan salah satu komponen academic hardiness rendah. Responden
dengan control rendah akan sulit untuk mengendalikan keinginannya, dan sulit dalam mengatur waktu; responden dengan challenge rendah yang artinya responden akan merasa tertekan ketika dihadapkan pada kesulitan tugas akademik; responden dengan
commitment rendah yang artinya tidak terlibat secara optimal dalam pencapaian
akademik yang tinggi terlepas dari tuntutan pembelajaran atau kepentingan diri sendiri
(Maddi, 2013).
Academic hardiness mahasiswa STTBI berkaitan dengan usia. Usia menunjukkan
adanya kemungkinan perkembangan dengan mengikuti transisi selama hidup yang sudah
dilewati oleh mahasiswa. Begitu juga dengan jenis kelamin, Benishek dan Lopez menemukan bahwa anak perempuan di SMA memiliki komitmen yang lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki (Creed, Conlon, & Dhaliwal, 2013).
14
1.1.Bagan kerangka Pikir
1.6.Asumsi
1. Mahasiswa STTBI Petamburan angkatan 2014 dan 2015 menghayati bahwa tuntutan
penyesuaian terhadap lingkungan dan tugas akademik sebagai situasi yang menekan, sehingga dibutuhkan academic hardiness agar bisa bertahan dan berkembang dalam situasi menekan.
2. Academic Hardiness pada mahasiswa STTBI Petamburan angkatan 2014 dan 2015
dapat diukur melalui 3 komponen yaitu commitment, control, dan challenge.
3. Academic hardiness pada mahasiswa STTBI memiliki 8 variasi dilihat melalui ketiga komponennya.
- Penyesuaian terhadap tuntutan akademik yang lebih tinggi
Mahasiswa STTBI Petamburan angkatan 2014 dan 2015
Stres Academic
Hardiness
Tinggi
Rendah
Komponen
- Commitment
- Control
45 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1) Lebih dari separuh mahasiwa STTBI yang diteliti memerlihatkan academic hardiness
rendah, dengan beragam variasi dari tinggi-rendahnya komponen commitment, control, dan challenge. Ini artinya masih banyak mahasiswa yang belum menunjukkan
kesediaannya untuk terlibat secara optimal dalam menekuni pendidikan yang dijalaninya.
2) Menggunakan uji t-test pada komponen commitment antara kelompok responden
laki-laki dan perempuan terlihat adanya perbedaan, yang artinya responden perempuan lebih tinggi dalam komponen commitment dalam menjalani pendidikannya.
3) Berdasarkan pengujian terhadap data sosiodemografis, diketahui semuanya tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan academic hardiness.
5.2. Saran
5.2.1. Saran Teoretis
1) Peneliti menyarankan kepada peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan variabel dan sample yang sama agar melihat juga keterlibatan tempat tinggal,
keuangan, dan alasan-alasan memilih untuk menjalani pendidikan di STTBI.
2) Dari metode penelitian, peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya meneliti
46
5.2.2. Saran Praktis
1) Dapat dijadikan informasi kepada pihak STTBI, khususnya bagian kemahasiswaan sebagai umpan balik untuk melakukan pengembangan diri melalui konseling, penyuluhan atau pelatihan dalam usaha meningkatkan academic hardiness pada
responden, sehingga responden dapat lebih mengembangkan dan memertahankan academic hardiness-nya dalam menghadapi dan menjalani perannya sebagai
mahasiswa di STTBI.
2) Dapat dijadikan informasi kepada responden bahwa challenge yang ditunjukkan pada
umumnya rendah, padahal tantangan akademik yang harus dihadapi tidaklah mudah, sehingga responden yang memiliki challenge rendah dapat lebih mengembangkan dan meningkatkan challenge-nya dalam menghadapi dan menjalani perannya sebagai
STUDI DESKRIPTIF MENGENAI ACADEMIC HARDINESS PADA MAHASISWA
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BETHEL INDONESIA ANGKATAN 2014 DAN 2015
DI PETAMBURAN-JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Maranatha Bandung
Disusun oleh :
Ita Restaika Situmorang
1130147
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN MARANTHA
BANDUNG
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tugas penelitian akhir atau skripsi di
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Adapun judul penelitian dari tugas akhir ini adalah Studi Deskriptif Mengenai Academic Hardiness Pada Mahasiswa Sekolah Tinggi
Teologi Bethel Indonesia Angkatan 2014 dan 2015 di petamburan-Jakarta.
Peneliti menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kasih pada
pihak – pihak yang telah membantu, memberi bimbingan, dukungan, dan arahan sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir dalam rangka memenuhi tugas akhir
mata kuliah skripsi, yaitu kepada :
1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
2. Dr. Ria Wardani, M.Si.,Psikolog selaku dosen pembimbing pertama yang meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi masukan, membantu dan mendukung peneliti..
3. Roseilla Nora Izaach, S.Psi., MA selaku dosen pembimbing kedua yang meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi masukan, membantu dan mendukung
peneliti..
4. Pihak STTB dan Mahasiswa STTB Petamburan yang membantu dalam memberikan kesempatan untuk meneliti di STTB.
viii
6. Raissa Hadiman,S.Psi, Thania Ayu S,S.Psi, Riyani Vania,S.Psi, Kurnia Puspitahati,SE, Deshinta Sylvani N,S.Farm, Neni Anggraeni,S.Si, Maria Gayatri,
Felicia Christine, Monica Liany, Fenicia Aprilia, dan Indra Ivani yang selalu memberikan semangat dan masukan kepada peneliti ketika mengerjakan tugas akhir
ini.
7. Pendeta, Majelis, teman-teman Paduan Suara Immanuel, teman-teman Song Leader, teman-teman pemuda GKI Maulana Yusuf yang selalu mendoakan, dan memberikan
dukungan moril dan semangat kepada peneliti.
8. Pihak-pihak lainnya yang memberikan dukungan,semangat,arahan,kritik dan bantuan
lainnya kepada peneliti, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu.
Akhir kata, peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
pihak-pihak lain yang memerlukannya.
Bandung, November 2016
47
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi.A., Zainalipour.H.,& Rahmani.M. 2013. Studying the role of academic hardiness in academic achievement of studentsof Islamic Azad University,Bandar Abbas Branch. Journal of Life Science and Biomedicine.3(6),418-423.
Atkinson. R. L.,Atkinson. R. C., Smith. E. E., & Bem. D. J. 2010. Pengantar Psikologi Edisi Kesebelas Jilid 2. Batam : Interaksara
Creed, P.A., Conlon, E.G., & Dhaliwal, K.2013. Revisiting the academic hardiness scale: reivision and revalidation. Journal of Career Assessment,21,537-554
da Silva.R.M.,Goulart.C.T.,Lopes.L.F.D., Serrano.P.M.,Costa.A.L.S.,& de Azevedo Guido.L. 2014. Hardy personality and burnout syndrome among nursing students in three Brazilian universities-an analytic study. BMC Nursing,13:9.
Hystad,S., Eid, J.,Laberg,J.C.,& Johnsen, B.J. 2009. Academic stress and health: Exploring the moderating role of personality hardiness.Scandinavian Journal of Education Research,53,421-429.
Likacheva.V.E., Ognev.A.S.,& Kazakov.K.A.2013. Hardiness and purpose in life modern Russian students. Middle-East Journal of Scientific Research.14(6),795-798. Maddi. S. R. 2013. Hardiness: Turning Stressful Circumstances into Resilient Growth.
California : Departement of Psychology and Social Behavior
Maddi. S. R. 2002. The storyn of hardiness: Twenty years of theorizing,research,and practice. Consulting Psychology Journal,54(3),175-185
Maddi. S. R & Khoshaba. D. M. 2005. Resilience at Work. New York : AMACOM
Mahmudah.I.2009. Perbedaan Ketangguhan pribadi (Hardiness) antara siswa dan siswi di sekolah menengah pertama daerah rawan abrasi. Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi. 11(2),47-59.
Nazir, Moh. Ph. D. 2009 . Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia
Santrock,John W. 2014. Adolescence-Fifteenth Edition. United States of Amerika : McGraw-Hill Education
Sheard, M & Golby, J. 2007. Hardiness and undergraduate academic study: The moderating role of commitment. Personality and Individual Differences 43,579-588.
Spiridon,K & Karagiannopoulou.2012. Conceptualizing student’s academic hardiness dimensions: aqualitative study. Departement of Philosophy, pedagogy and Psychology, Section Psychology, Universitity of Ioannina,Greece.
48
Spiridon,K & Karagiannopoulou.2012.The development of a questionnaire on academic hardiness for late elementary school children. Internasional Journal of Educational Research. University of Ioannina, Departement of Philosophy, pedagogy and Psychology, Section Psychology, Greece.
Spiridon,K & Karagiannopoulou.2013. Exploring academic hardiness in Greek students: Links with achievement and year of study. University of Ioannina,249-266.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta. Sugiyono. 2007.Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
48
DAFTAR RUJUKAN
Asosiasi Pendidikan Bethel
(www.apb.or.id, diunduh 27 Agustus 2015)
Simanjuntak,D.R.2015. Studi deskriptif mengenai hardiness pada wartawan yang bekerja di PT “X” Kota Jakarta. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha: Bandung
STT Bethel Indonesia (www.STTBIi.ac.id,diunduh 27 Agustus 2015).
Seminari bethel (http://seminaribethel.synthasite.com, diunduh 27 Agustus 2015)
Tizar. R. 2010. Hardiness Part 1.