• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi belajar yang digunakan guru di Sekolah Dasar Inklusi Se-Kabupaten Sleman.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi belajar yang digunakan guru di Sekolah Dasar Inklusi Se-Kabupaten Sleman."

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

EVALUASI BELAJAR YANG DIGUNAKAN GURU DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE-KABUPATEN SLEMAN

Laurentius Beny Widya Ardika Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Sekolah inklusi adalah sekolah yang memfasilitasi siswa berkebutuhan khusus maupun siswa tidak berkebutuhan secara khusus untuk dapat belajar sehingga dapat mengembangkan potensi yang mereka miliki. Ada 33 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan memetakan evaluasi belajar yang diberikan guru pada siswa di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman. Evaluasi belajar adalah suatu proses untuk mengetahui perkembangan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik belajar siswa. Ada dua aspek evaluasi belajar yaitu tes dan non tes.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif. Data diperoleh dengan membagikan instrumen berupa kuesioner kepada 30 guru sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman. Kuesioner divalidasi oleh dua orang validator dengan nilai rata-rata: 4. Dengan demikia instrumen tersebut layak dibagikan kepada guru.

Kuesioner yang kembali berjumlah 30. Dari hasil olah data, peneliti mendapatkan data: (1) Evaluasi belajar dengan tes yang diberikan guru bentuknya adalah 12.37% melakukan asesmen awal dan akhir, 11.88% melakukan penilaian hasil belajar sesuai dengan kemampuan ABK,12.87% melakukan penilaian kognitif, 14.35% melakukan penilaian secara berkelanjutan. (2) Evaluasi belajar non tes yang dilakukan guru bentuknya adalah 13.36% melakukan asesmen awal, tengah, dan akhir, 9.90% melakukan penilaian afektif, 10.89% melakukan penilaian psikomotorik, dan 14.35% menyesuaikan instrumen penilaian hasil belajar. Jadi, evaluasi belajar tes maupun non tes cukup seimbang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

(2)

ABSTRACT

LEARNING EVALUATION THAT IS USED BY THE TEACHERS IN INCLUSION ELEMENTARY SCHOOL IN SLEMAN REGENCY

Laurentius Beny Widya Ardika Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Inclusion school is a school that facilitate regular students and also students with special needs so they can learn to improve their potential. There are 33 inclusion schools in Sleman Regency. This research is aimed to describe and mapping learning evaluation that is given by the teacher to the students of inclusion school in Sleman Regency. Learning evaluation is process to recognize the development of cognitive, affective, and psychomotor ability, and study result. There are two aspects of learning evaluation, there are test and non-test.

This research is a descriptive quantitative research. The data was collected by delivered questioner to 30 inclusion elementary school teachers in Sleman Regency. The questioner were validated by two validator with average score: 4. By then that instrument appropriate to be delivered to teachers.

Questioner that came back were 30. From the data result, researcher get data: (1) learning evaluation with test that is given by teacher are 12.37% doing the early and final assessment, 11.88% doing study result assessment agree with student with special needs’ ability, 12.87% doing cognitive assessment, 14.35% adapt the study result assessment’s instrument. (2) Non test learning evaluation that is done by the teacher are 13.36% doing early, middle, and final assessment, 9.90% doing affective assessment, 10.89% doing psychomotor assessment, and 14.35% adapt the study result assessment’s instrument. So, the test or non-test learning evaluation balance enough to be used by the teachers in inclusion elementary school in Sleman regency.

(3)

EVALUASI BELAJAR YANG DIGUNAKAN GURU DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE-KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

LAURENTIUS BENY WIDYA ARDIKA 121134104

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

EVALUASI BELAJAR YANG DIGUNAKAN GURU DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE-KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Laurentius Beny Widya Ardika 121134104

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN Penelitian ini persembahkan kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertai, memberkati, serta memberi kekuatan.

2. Bapak dan Ibu yang tak pernah lelah bekerja dan berdoa untuk membiayaiku. Serta adikku yang selalu memberi penghiburan ketika lelah mengerjakan skripsi.

3. Kekasihku yang selalu memberiku semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

(8)

v MOTTO

Bersukacilah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan,

dan bertekunlah dalam doa.

(Roma 12:22)

Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban

berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.

(9)
(10)
(11)

viii ABSTRAK

EVALUASI BELAJAR YANG DIGUNAKAN GURU DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE-KABUPATEN SLEMAN

Laurentius Beny Widya Ardika Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Sekolah inklusi adalah sekolah yang memfasilitasi siswa berkebutuhan khusus maupun siswa tidak berkebutuhan secara khusus untuk dapat belajar sehingga dapat mengembangkan potensi yang mereka miliki. Ada 33 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan memetakan evaluasi belajar yang diberikan guru pada siswa di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman. Evaluasi belajar adalah suatu proses untuk mengetahui perkembangan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik belajar siswa. Ada dua aspek evaluasi belajar yaitu tes dan non tes.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif. Data diperoleh dengan membagikan instrumen berupa kuesioner kepada 30 guru sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman. Kuesioner divalidasi oleh dua orang validator dengan nilai rata-rata: 4. Dengan demikia instrumen tersebut layak dibagikan kepada guru.

Kuesioner yang kembali berjumlah 30. Dari hasil olah data, peneliti mendapatkan data: (1) Evaluasi belajar dengan tes yang diberikan guru bentuknya adalah 12.37% melakukan asesmen awal dan akhir, 11.88% melakukan penilaian hasil belajar sesuai dengan kemampuan ABK,12.87% melakukan penilaian kognitif, 14.35% melakukan penilaian secara berkelanjutan. (2) Evaluasi belajar non tes yang dilakukan guru bentuknya adalah 13.36% melakukan asesmen awal, tengah, dan akhir, 9.90% melakukan penilaian afektif, 10.89% melakukan penilaian psikomotorik, dan 14.35% menyesuaikan instrumen penilaian hasil belajar. Jadi, evaluasi belajar tes maupun non tes cukup seimbang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

(12)

ix ABSTRACT

LEARNING EVALUATION THAT IS USED BY THE TEACHERS IN INCLUSION ELEMENTARY SCHOOL IN SLEMAN REGENCY

Laurentius Beny Widya Ardika Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Inclusion school is a school that facilitate regular students and also students with special needs so they can learn to improve their potential. There are 33 inclusion schools in Sleman Regency. This research is aimed to describe and mapping learning evaluation that is given by the teacher to the students of inclusion school in Sleman Regency. Learning evaluation is process to recognize the development of cognitive, affective, and psychomotor ability, and study result. There are two aspects of learning evaluation, there are test and non-test.

This research is a descriptive quantitative research. The data was collected by delivered questioner to 30 inclusion elementary school teachers in Sleman Regency. The questioner were validated by two validator with average score: 4. By then that instrument appropriate to be delivered to teachers.

Questioner that came back were 30. From the data result, researcher get data: (1) learning evaluation with test that is given by teacher are 12.37% doing the early and final assessment, 11.88% doing study result assessment agree with student with special needs’ ability, 12.87% doing cognitive assessment, 14.35% adapt the study result assessment’s instrument. (2) Non test learning evaluation that is done by the teacher are 13.36% doing early, middle, and final assessment, 9.90% doing affective assessment, 10.89% doing psychomotor assessment, and 14.35% adapt the study result assessment’s instrument. So, the test or non-test learning evaluation balance enough to be used by the teachers in inclusion elementary school in Sleman regency.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul “Evaluasi Belajar Yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi Se-Kabupaten Sleman”. Penyusun skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk kelulusan dalam memperoleh gelar sarjana. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Karena itu, dengan segenap hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.P.d. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Apri Damai Sagita Krisandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Dra. Ign. Esti Sumarah, M.Hum. dan Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, M.Psi. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan dengan penuh kesabaran dalam pengerjaan skripsi ini hingga selesai.

(14)
(15)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... .... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... .. ii

HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN ... . iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... .. iv

HALAMAN MOTTO ... . v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... .. vi

HALAMAN LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI . .. vii

ABSTRAK ... . viii

2.1.1.1 Pengertian Pendidikan Inklusi... .. 7

2.1.1.2 Prinsip-prinsip Pendidikan Inklusi ... .. 8

2.1.1.3 Fungsi Pendidikan Inklusi ... ... 10

2.1.1.4 Tujuan Pendidikan Inklusi ... 11

2.1.2 Sekolah Dasar Inklusi ... 12

2.1.3 Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ... 14

2.1.3.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ... 14

(16)

xiii

2.1.4 Evaluasi Belajar ... 19

2.1.4.1 Pengertian Evaluasi Belajar ... 19

2.1.4.2 Bentuk Evaluasi Belajar ... 20

2.1.5 Kecerdasan Ganda ... 22

2.1.5.1 Siswa ABK Memiliki Kecerdasan Ganda: Mita ... 23

2.2 Penelitian Yang Relevan ... 26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

(17)

xiv

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Daftar Sepuluh Sekolah Dasar Inklusi

di Kabupaten Sleman...13

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Lembar Kuesioner Evaluasi Belajar di Sekolah Inklusi se-Kabupaten Sleman ... 40

Tabel 3.2 Kuesione Evaluasi Belajar yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Sleman ... 42

Tabel 3.3 Hasil Validasi Konstruk ... 46

Tabel 3.4 Koefisien Reliabilitas ... 48

Tabel 3.5 Hasil Reliabilitas ... 49

Tabel 3.6 Contoh Coding Data ... 50

(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penelitian yang Relevan ... 29 Gambar 4.1 Gambar Grafik Tingkat Penggunaan Bentuk Evaluasi Belajar

di Sekolah Inklusi Melalui Aspek Tes ... .60 Gambar 4.2 Gambar Grafik Tingkat Penggunaan Bentuk Evaluasi Belajar

(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ... 71

Lampiran 2 Validitas Isi ... 74

Lampiran 3 Kuesioner Evaluasi Belajar Untuk Guru di Sekolah Inklusi ... 77

Lampiran 4 Hasil Validasi dan Reliabilitas ... 78

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan meliputi latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. 1.1Latar Belakang

Pendidikan inklusi adalah pendidikan khusus yang memberikan kesempatan kepada semua siswa yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan dalam lingkungan belajar secara bersama-sama dengan siswa pada umumnya. Menurut Heward (2004: 11), anak-anak yang dengan berkebutuhan khusus seperti, tunanetra, tunarungu, dan yang lain serta anak-anak berkesulitan belajar juga memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik (Illahi, 2013: 23). Pemerintah memfasilitasi pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dengan mengadakan sekolah inklusi (Sokjorten, 2003: 30).

(21)

pendidikan inklusi bagi siswa berkebutuhan khusus. Sekolah dasar inklusi tersebut, masing-masing tersebar di beberapa kecamatan di Sleman, antara lain di kecamatan Moyudan, Godean, Seyegan, Gamping, Mlati, Tempel, Ngaglik, Depok, Ngemplak, Turi, Pakem, Cangkringan, Kalasan, dan Prambanan. Sekolah dasar inklusi melayani anak berkebutuhan khusus dengan kategori slow learner, autis, dan hiperaktif.

Pada sekolah dasar inklusi guru perlu menguasai metode pengajaran, kreatif menggunakan media pembelajaran dan memiliki kemampuan mengevaluasi hasil belajar siswa untuk mengetahui perkembangan potensi/kemampuan siswa. Penelitian ini memusatkan perhatian pada aspek evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman. Evaluasi belajar adalah proses menentukan hasil yang telah dicapai melalui beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Ada dua aspek evaluasi belajar yaitu tes dan non tes (Kustawan, 2006: 39).

(22)

Evaluasi belajar dengan non tes adalah penilaian untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik, sikap, atau kepribadian siswa. Bentuknya berupa rubrik pengamatan dengan pernyataan. Pengamatan dilakukan sebelum, saat, dan sesudah pelajaran sebagai asesmen awal, tengah, dan akhir. Hasil dari pengamatan dapat digunakan dalam rubrik penilaian afektif dan psikomotorik. Rubrik penilaian afektif misalnya ada pernyataan yang mengarah pada perilaku yang menunjukan adanya perkembangan siswa dalam hal ketekunan, kedisiplinan, kesabaran, kerja keras, minat dan sebagainya. Rubrik penilaian psikomotorik misalanya ada pernyataan yang memandu guru untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mendengarkan perintah guru, mempresentasikan tugas, kesediaan membantu teman dan sebagainya. Rubrik penilaian disesuaikan dengan instrumen penilaian hasil belajar.

(23)

Instrumen tersebut peneliti berikan kepada 30 guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman agar peneliti memperoleh data untuk mendeskripsikan dan memetakan evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Evaluasi Belajar yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Sleman”.

1.2Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini bertujuan untuk menemukan masalah yang akan diteliti. Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1.2.1 Menemukan sekolah dasar tempat penelitian sesuai dengan ciri-ciri sekolah inklusi.

1.2.2 Memetakan evaluasi belajar di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas maka rumusan masalah yang diperoleh sebagai berikut:

1.3.1 Evaluasi belajar apa yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman?

(24)

1.4 Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:

1.4.1 Mendeskripsikan bentuk-bentuk evaluasi belajar yang diberikan guru kepada anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

1.4.2 Pemetaan evaluasi belajar yang digunakan guru dari setiap sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1.5.1 Manfaat Teoritis

1.5.1.1Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi guru di sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman tentang evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

1.5.2 Manfaat Praktis

1.5.2.1 Bagi Sekolah Dasar Inklusi

Sekolah mendapatkan data tentang evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

1.5.2.2Bagi Guru

(25)

1.5.2.3Bagi Peneliti

Peneliti dapat memetakan evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman dengan menggunakan penelitian kuantitatif.

1.6 Definisi Operasional a) Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan anak berkebutuhan khusus dengan anak berkebutuhan tetapi tidak secara khusus untuk belajar bersama dalam sekolah reguler.

b) Sekolah Dasar Inklusi

Sekolah dasar inklusi adalah sekolah yang menggabungkan layanan pendidikan khusus dan reguler dalam satu sistem persekolahan, dimana siswa berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan khusus sesuai dengan potensinya masing-masing dan siswa reguler mendapatkan layanan khusus untuk mengembangkan potensi mereka sehingga baik siswa berkebutuhan khusus ataupun siswa reguler dapat bersama-sama mengembangkan potensi masing-masing.

c) Evaluasi Belajar

(26)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini membahas kajian teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berfikir, dan hipotesis.

2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendidikan Inklusi

2.1.1.1 Pengertian Pendidikan Inklusi

(27)

pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas. Menurut Kusnandar (2011: 13), pendidikan inklusi adalah pendidikan yang dilaksanakan di sekolah atau kelas reguler dengan melibatkan seluruh peserta didik tanpa kecuali meliputi anak yang memiliki perbedaan bahasa, beresiko putus sekolah karena sakit, kekurangan gizi, tidak berprestasi, anak yang berbeda agama, penyandang HIV/AIDS, anak berkebutuhan khusus dan anak yang berbakat. Dalam pelaksanaannya, pendidikan inklusi bertujuan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak berkebutuhan khusus dan mewujudkan penyelenggara pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif kepada siswa yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Berdasarkan pendapat ahli bahwa pendidikan inklusi adalah layanan pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar belakang individu dan memberikan kebutuhan sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu tanpa diskriminatif.

2.1.1.2 Prinsip-prinsip Penyelenggaraan pendidikan Inklusi

(28)

anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak normal lainnya belajar bersama dengan anak normal lainnya di kelas reguler. Prinsip yang mendasar dalam pelaksanaan pendidikan inklusi adalah semua anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk bersekolah tanpa memandang perbedaan latar belakang kehidupannya. Delphie (2009: 21) berpendapat prinsip-prinsip yang mendasari pendidikan inklusi adalah keyakinan masyarakat terhadap pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus merupakan refleksi dari ide-ide yang ada dalam hak-hak asasi manusia, persamaan hak dan keadilan sosial.

1. Prinsip Pemerataan dan Peningkatan Mutu

Pendidikan inklusi merupakan salah satu strategi upaya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan karena lembaga pendidikan inklusi bisa menampung semua anak yang belum terjangkau oleh lainnya. Pendidikan inklusi juga merupakan strategi peningkatan mutu karena model pembelajaran inklusi menggunakan metodologi pembelajaran bervariasi yang bisa memberikan akses bagi semua anak dan menghargai perbedaan.

2. Prinsip Kebutuhan Individual

(29)

3. Prinsip Kebermaknaan

Pendidikan inklusi harus menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang ramah, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan. 4. Prinsip Keberlanjutan

Pendidikan inklusi diselenggarakan secara berkelanjutan pada semua jenjang pendidikan.

5. Prinsip keterlibatan

Penyelenggaraan pendidikan inklusi harus melibatkan seluruh komponen pendidikan terkait.

2.1.1.3 Fungsi Pendidikan Inklusi

Alimin (dalam Kustawan, 2013: 20-2) menjelakan bahwa sesuai disiplin ilmu fungsi pendidikan khusus dibagi menjadi 3 yaitu :

1) Fungsi Preventif

Melalui pendidikan inklusif guru melakukan upaya pencegahan agar tidak muncul hambatan-hambatan yang lainnya pada anak berkebutuhan khusus.

2) Fungsi Intervensi

Pendidikan inklusif menangani anak berkebutuhan khusus agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.

3) Fungsi Kompensasi

(30)

Berdasarkan penjelasan di atas bahwa fungsi pendidikan inklusif adalah guru mencegah agar tidak terjadi hambatan pada anak berekbtuuhan khusus dengan melakukan penanganan bagi anak berkebutuhan khusus dengan mengembangkan potensi yang dimilikinya dan mengganti kekurangannya dengan fungsi lainnya.

2.1.1.4 Tujuan Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi adalah kebersamaan untuk memperoleh pelayanan pendidikan dalam satu kelompok secara utuh bagi seluruh anak berkebutuhan khusus usia sekolah, mulai dari tingkat TK, SD, SMP, hingga SMA/SMK sederajat (Subini, 2014: 50).

Adapun tujuan dari sekolah inklusi ini (Tarsidi, 2007: 36), yaitu:

1. Untuk mendidik anak berkebutuhan khusus dikelas reguler bersama-sama dengan anak-anak lain yang normal, beserta dukungan yang sesuai dengan kebutuhannya.

2. Untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus dan memberi kesempatan bersosialisasi.

Dengan demikian maka tujuan pendidikan inklusi ini berarti :

(31)

fisik, sosial ekonomi, suku, agama, dan sekaligus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, sosial, intelektual, bahasa dan kondisi lainnya.

b. Memberikan kesempatan agar memperoleh pendidikan yang sama, dan terbaik bagi semua anak dan orang dewasa yang memerlukan pendidikan bagi yang memiliki kecerdasan tinggi, bagi yang secara fisik dan psikologi memperoleh hambatan dan kesulitan baik yang permanen maupun yang sementara, dan bagi mereka yang terpisahkan dan termarjinalkan (Santoso, 2012: 25).

2.1.2 Sekolah Dasar Inklusi

(32)

untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sekolah dasar inklusi adalah sekolah reguler yang memberikan kesempatan kepada siswa yang berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran secara bersama-sama dengan anak berkebutuhan tetapi tidak secara khusus sehingga dapat mengembangkan potensi kecerdasan yang mereka miliki. Berikut adalah sepuluh sekolah dasar inklusi yang ada di Kabupaten Sleman:

Tabel 2.1 Daftar sepuluh sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman No Sekolah Dasar

Gamping 5 siswa 3 siswa slow learner 2 siswa hiperaktif 4. SD Negeri

Sendangadi 2

Mlati 4 siswa 4 siswa hiperaktif 5. SD Negeri Plaosan 1 Mlati 3 siswa 3 siswa slow learner

Depok 4 siswa 3 siswa hiperaktif 1 siswa slow learner 9. SD Negeri Puren Depok 4 siswa 4 siswa slow learner 10. SD Negeri

Bendungan

(33)

Dari tabel 2.1 dapat diketahui di kecamatan Moyudan ada 1sekolah dasar inklusi yaitu SD Negeri Ngijon 2, di kecamatan Godean ada 1 sekolah dasar inklusi yaitu SD Negeri Semarangan 5, di kecamatan Gamping ada 1 sekolah dasar inklusi yaitu SD Negeri Demak Ijo 2, di kecamatan Mlati ada 3 sekolah dasar inklusi yaitu SD Negeri Sendangadi 2, SD Negeri Plaosan 1, dan SD Negeri Bedelan. Di Kecamatan Depok terdapat 3 sekolah dasar inklusi juga yaitu SD Negeri Gejayan, SD Negeri Puren, dan SD Negeri Mustokorejo. Pada Kecamatan Prambanan ada 1 sekolah dasar inklusi yaitu SD Negeri Bendungan.

2.1.3 Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

2.1.3.1Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Menurut Illahi (2013: 178), Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki kekurangan, yang tidak dialami oleh anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Sedangkan Howard (2004: 9) juga mendefinisikan anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidak mampuan mental, emosi, atau fisik.

(34)

perbedaan fisik, emosi maupun intelektual, dan perbedaan antar potensi yang ada pada individu itu sendiri yang signifikan dan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga untuk mengembangkan potensinya dibutuhkan pendidikan dan pengajaran. 2.1.3.2Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Jenis dan klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus dapat dikelompokkan sebagai berikut (Cahya, 2013: 11):

1. Anak lambat belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Karakteristik anak yang mengalami Slow learner:

a. Anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah anak normal.

b. Anak yang menyelesaikan tugas-tugas akademik terlambat dibandingkan teman-teman seusianya (memerlukan waktu lebih lama).

(35)

a. Secara sosial tidak cakap. b. Secara mental dibawah normal.

c. Kecerdasannya terlambat sejak lahir atau pada usia muda. d. Kematangannya terhambat.

3. Kesulitan Belajar Kesulitan belajar atau learning disabilities merupakan istilah yang merujuk pada keragaman kelompok yang mengalami gangguan dimana ganggguan tersebut diwujudkan dalam kesulitan-kesulitan yang signifikan yang dapat menimbulkan gangguan proses belajar. Tipe-tipe gangguan belajar adalah

a. Gangguan matematika (Diskalkulia)

Gangguan matematika mengggambarkan anak-anak dengan kekurangan kemampuan aritmetika. Mereka dapat memiliki masalah memahami istilah-istilah matematika dasar seperti operasi penjumlahan dan pengurangan, memahami simbol-simbol matematika, atau belajar tabel perkalian. Mungkin masalah ini tampak sejak anak duduk di kelas 1 SD tetapi umumnya tidak dikenali sampai anak duduk di kelas 2 atau 3 SD.

b. Gangguan menulis (Disgrafia)

(36)

bentuk kalimat dan paragraf. Kesulitan menulis yang parah umumnya tampak pada usia 7 tahun ,walaupun kasus-kasus yang lebih ringan mungkin tidak dikenali sampai usia 10 tahun atau setelahnya.

c. Gangguan membaca (Disleksia)

Gangguan membaca atau disleksia mengacu pada anak-anak yang memiliki perkembangan keterampilan yang buruk dalam mengenali kata-kata dan memahami bacaan. Anak-anak yang menderita disleksia membaca dengan lambat dan kesulitan. Mereka mengubah, menghilangkan atau mengganti kata-kata ketika membaca dengan keras. Mereka memiliki kesulitan menguraikan hurf-huruf dan kombinasinya serta mengalami kesulitan menerjemahkannya. Mereka mungkin juga salah mempersiapkan huruf-huruf seperti jungkir balik. Contohnya bingung antara huruf w dengan m. Disleksia biasanya tampak pada usia 7 tahun, bersamaan dengan kelas 2 SD, walaupun sudah dikenali pada usia 6 tahun. 4. Kelainan Pendengaran (Tunarungu) adalah seseorang atau anak

(37)

mereka telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar, tetapi mereka masih tetap memerlukan layanan pendidikan khusus. Adapun karakteristik anak tunarungu sebagai berikut: a. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar. b. Banyak perhatian terhadap getaran.

c. Terlambat dalam perkembangan bahasa. d. Tidak ada reaksi terhadap bunyi atau suara.

e. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi. f. Kurang atau tidak tanggap dalam diajak bicara. g. Ucapan kata tidak jelas, kualitas suara aneh/monoton 5. Kelainan Indera Pengelihatan (Tunanetra) adalah individu yang

memilki hambatan dalam pengelihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total dan low vision. Anak dengan gangguan penglihatan ini dapat dikenali

dengan melihat karakteristik sebagai berikut:

a. Kurang melihat (kabur), tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter.

b. Kesulitan mengambil benda kecil didekatnya. c. Tidak dapat menulis mengikuti garis lurus.

d. Sering meraba-raba dan tersandung waktu berjalan.

e. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/bersisik kering.

(38)

g. Peradangan hebat pada kedua bola mata. h. Mata bergoyang terus.

2.1.4 Evaluasi Belajar

2.1.4.1Pengertian Evaluasi Belajar

Evaluasi belajar adalah proses menentukan hasil yang telah dicapai melalui beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Evaluasi belajar merupakan salah satu sarana penting dalam meraih tujuan belajar mengajar. Guru sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa, ketepatan metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan siswa dalam meraih tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan melalui kegiatan evaluasi (Widoyoko, 2011: 4).

Menurut Sudijono (1996: 16), evaluasi belajar adalah sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan pembelajaran yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sistematis, ini berarti bahwa evaluasi (dalam pengajaran) merupakan kegiatan yang terencana dan dilakukan secara berkesinambungan. Evaluasi bukan hanya merupakan kegiatan akhir atau penutup suatu pembelajaran, melainkan merupakan kegiatan yang dilakukan pada permulaan, selama proses pembelajaran berlangsung, dan pada akhir pembelajaran.

(39)

dilakukan siswa, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Dengan adanya evaluasi, siswa dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai selama mengikuti pendidikan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi belajar adalah proses pengumpulan informasi hasil kerja sama guru dan siswa dalam proses belajar sehingga diketahui kelemahan serta keputusan atau penyusunan program selanjutnya.

2.1.4.2Bentuk Evaluasi Belajar

Menurut Kustawan (2006: 39) cara melaksanakan penilaian evaluasi belajar ada dua yaitu, aspek tes dan non tes.

1. Evaluasi Belajar dengan Tes

(40)

2. Evaluasi Belajar dengan Non Tes

Evaluasi belajar dengan non tes adalah penilaian untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik, sikap, atau kepribadian siswa. Bentuknya berupa rubrik pengamatan dengan pernyataan. Pengamatan dilakukan sebelum, saat, dan sesudah pelajaran sebagai asesmen awal, tengah, dan akhir. Hasil dari pengamatan dapat digunakan dalam rubrik penilaian afektif dan psikomotorik. Rubrik penilaian afektif misalnya ada pernyataan yang mengarah pada perilaku yang menunjukan adanya perkembangan siswa dalam hal ketekunan, kedisiplinan, kesabaran, kerja keras, minat dan sebagainya. Rubrik penilaian psikomotorik misalanya ada pernyataan yang memandu guru untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mendengarkan perintah guru, mempresentasikan tugas, kesediaan membantu teman dan sebagainya. Rubrik penilaian disesuaikan dengan instrumen penilaian hasil belajar.

(41)

siswa miliki, guru dapat mengelola atau mengarahkan kemampuan atau potensi siswa dengan kecerdasan ganda yang sesuai karena pada dasarnya siswa memiliki beberapa jenis kecerdasan yang menonjol.

2.1.5 Kecerdasan Ganda

Kecerdasan (Intelegence) selama ini kita ketahui sebagai sebuah kemampuan didalam belajar, memahami suatu permasalahan yang ada serta mampu menyelesaikan permasalahan tersebut atau kemampuan berpendapat yang berasal dari fikiran seseorang tersebut. Kecerdasan sangat mempengaruhi perkembangan individu seseorang. Dalam kesehariaanya terlihat perbedaan kemampuan dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari dan dalam menyelesaikan masalah (Shaleh, 2008: 269). Sukmadinata (2007: 96) berpendapat kecerdasan adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk memecahkan masalah, mengembangkan masalah baru yang hadir untuk dipecahkan, kemudian mengambil hikmah atau pelajaran yang bermanfaat dari masalah-masalah yang dihadapi untuk kehidupannya. Sedangkan menurut Gardner (dalam Suparno, 2004: 14) kecerdasan merupakan potensi yang dimiiki seseorang yang dapat diaktifkan melalui proses belajar, interaksi dengan keluarga, guru, teman, dan nilai-nilai budaya yang berkembang. Kecerdasan mengandung dua aspek pokok yaitu kemampuan belajar dari pengalaman dan beradaptasi terhadap lingkungan.

(42)

digunakan untuk memecahkan masalah dan mempunyai dua aspek penting yaitu kemampuan belajar dari pengalaman dan beradaptasi terhadap lingkungan. Kecerdasan pada hakikatnya merupakan suatu kemampuan dasar yang bersifat umum untuk memperoleh suatu kecakapan yang mengandung berbagai komponen. Ada 9 kecerdasan yang patut diperhitungkan secara sungguh-sungguh sebagai cara berpikir yang penting, 9 kecerdasan itu adalah Intelegensi Lingustik, Intelegensi Matematis-Logis, Intelegensi Ruang-Visual, Kinestetis-Badani, Intelegensi Musikal, Intelegensi Interpersonal, Intelegensi Intrapersonal, Intelegensi Lingkungan, Intelegensi Ekstensial (Sukardi, 2009: 15).

Berdasarkan pengertian di atas, setiap orang atau siswa memiliki kecerdasan yang harus dikembangkan sebab setiap orang atau siswa tidak hanya memiliki satu kecerdasan saja tetapi memiliki beberapa jenis kecerdasan yang lain.

2.1.5.1Siswa ABK Memiliki Kecerdasan Ganda: Mita

(43)

Kendati Mita mengalami tunarungu ia juga memiliki kecerdasan ganda diantaranya ruang-visual, kinestik badani, interpersonal, dan musikal. Sejak lahir Mita sudah menyandang tunarungu, tidak menghalangi Mita untuk berprestasi di sekolah normal. Mita berhasil lulus di SDN Kertajaya 10 dan SMPN 6 Surabaya yang saat itu termasuk sekolah favorit dengan nilai memuaskan. Ia melanjutkan di SMU 1 Serang dengan nilai yang tak kalah bagusnya dengan saat duduk di SMP dan SD.

Waktu Mita di SMA, Mita mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti tenis dan marching band. Bahkan, ketika itu Mita terpilih sebagai mayoret terbaik di Kota Serang. Mita saat SMA memiliki intelegensi kinestetik-badani dan musikal. Kemampuan intelegensi kinestik-badani Mita miliki saat mengikuti ekstrakurikuler tenis, jadi Mita menjadi aktif bergerak, mengkaitkan pikiran dan tubuh saat akan memukul bola. Mita yang mengalami tunarungu dapat menjadi mayoret terbaik, ini karena Mita memiliki kemampuan intelegensi musikal. Biarpun Mita mengalami tunarungu, ia mampu menjadi dirigen saat marching band. Ini karena Mita memiliki kepekaan terhadap suara dan musik, tahu struktur musik dengan baik, dan peka dengan intonasi. Lulus SMA Mita ikut ujian UMPTN dengan target UI atau ITB. Namun, karena usahanya belum berhasil, akhirnya ia memutuskan untuk kuliah di Universitas Mercubuana. Mita mengambil jurusan teknik arsitektur.

(44)

mengingat Mita adalah penyandang tunarungu, prestasi yang dimiliki Mita ini karena memiliki kemampuan intelegensi ruang-visual. Biarpun Mita tunarungu ia dapat mengenal relasi benda-benda dalam ruang dengan tepat, punya persepsi yang tepat dari berbagai sudut, menggambar, dan peka terhadap warna, garis dan bentuk

Setelah meraih S2, Mita kembali ke Universitas Mercubuana. Pada tahun 2000 Mita mendirikan sebuah yayasan dan kemudian ia sendiri menjadi Ketua Yayasan Sehat Jiwa dan Raga atau disingkat SEHJIRA. Yayasan SEHJIRA yang didirikan Mita menunjukkan ia juga mempunyai kemampuan intelegensi interpersonal sehingga ia mampu mudah kerja sama dengan teman, mudah mengenal dan membedakan perasaan dan pribadi teman, berkomunikasi verbal dan non verbal, serta memiiki rasa empati.

(45)

belajar dengan normal seperti siswa lainnya walaupun Mita mengalami tunarungu.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang pertama dilakukan oleh Gusti Nono Haryono pada tahun 2010. Judul penelitiannya adalah Studi Evaluasi Program Pendidikan Inklusif bagi ABK di Sekolah Dasar Kabupaten Pontianak. Dipenelitian yang ditulis oleh peneliti mengatakan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif mengenai efektifitas program pendidikan inklusif. Data yang diperoleh menggunakan wawancara, observasi, dokumentasi, dan angket. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil temuan komponen proses menunjukan kegiatan perencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran untuk setiap aspek dinilai masuk dalam kategori baik dan cukup baik.

Penelitian yang relevan kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Paramita Isabella, Emosda, dan Suratno pada tahun 2014. Judul penelitiannya adalah Evaluasi Penyelanggaraan Pendidikan Inklusi Bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di SDN 13/IV Kota Jambi. Dipenelitian ini yang ditulis oleh peneliti mengatakan bahwa teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti menggunakan in-depth interview, yaitu wawancara mendalam yang tidak terstruktur ketat.

(46)

sebagainya. Hasil penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah penyelenggaraan pendidikan inklusi di sekolah dan apakah pelaksanaannya sudah sesuai dengan standar yang diperuntukan bagi kegiatan tersebut, maka dalam hal ini fokus penelitian dititikberatkan pada evaluasi penyelenggaraan pendidikan inklusi bagi peserta didik berkebutuhan khusus di SD Negeri 13/IV Kota Jambi.

Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Lilik Maftuhatin pada tahun 2014. Judul penelitiannya adalah Evaluasi Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di kelas Inklusif Di SD Plus Darul’ulum

Jombang. Dipenelitian yang ditulis oleh peneliti mengatakan bahwa penelitian ini bertujuan mencari solusi pemecahan masalah bagaimana sistem perencanaan evaluasi pembelajaran, bentuk evaluasi, bentuk pelaporan yang telah dilakukan di kelas inklusif. Data yang diperoleh menggunakan metode interview, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa evaluasi pembelajaran sudah cukup bagus karena guru sudah menerapkan dua metode dalam evaluasi yaitu dengan soal yang disamakan dengan reguler dan yang kedua dengan soal sesuai dengan kebutuhan mereka, disertai dengan portofolio yang mencatat perkembangan mereka selama pembelajaran.

(47)
(48)
(49)

2.3 Kerangka Berpikir

Pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan anak berkebutuhan tetapi tidak secara khusus. Dalam pendidikan inklusi, guru memiliki tanggung jawab terhadap anak berkebutuhan khusus dalam mengembangkan kemampuan atau potensi yang mereka miliki. Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki seseorang dapat dikembangkan salah satunya melalui proses belajar.

Selain guru memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan kemampuan atau potensi, guru juga bertanggung jawab terhadap proses pelaksanaan pembelajaran di kelas. Dengan demikian guru harus memiliki kemampuan dalam menghadapi banyaknya perbedaan peserta didik dan mengetahui evaluasi belajar yang digunakan.Guru dalam melakukan evaluasi belajar harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan anak berkebutuhan khusus dengan anak tidak berkebutuhan khusus, karena anak berkebutuhan khusus memiliki tingkat kemampuan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak tidak berkebutuhan khusus pada umumnya.

(50)

penilaian kognitif, dan melakukan penilaian secara berkelanjutan. Aspek non tes yaitu melakukan asesmen awal, tengah dan akhir, melakukan penilaian afektif, melakukan penilaian psikomotorik, menyesuaikan instrumen penilaian hasil belajar. Guru dalam melakukan evaluasi belajar masih terdapat banyak kekurangan atau masih kurang memperhatikan beberapa indikator pada penilaian di Sekolah Dasar inklusi. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan survey kepada guru di sekolah dasar inklusi untuk mengetahui kesesuaian dalam evaluasi belajar. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengambil judul “Evaluasi Belajar Yang Digunakan Guru Di Sekolah Dasar Inklusi Se-Kabupaten Sleman.

2.4 Hipotesis Penelitian

(51)

32 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan membahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian. Pembahasan dalam metode ini meliputi jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik pengujian instrumen, dan teknik analisis data.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif dengan metode survey. Mahdi (2014:104) mengungkapkan bahwa penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang berorientasi pada data-data empiris berupa angka atau suatu fakta yang bisa dihitung. Senada dengan Mahdi, Suharsaputra (2014:49) menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan angka-angka yang dijumlahkan sebagai data yang kemudian dianalisis.

(52)

fenomena-fenomena kegiatan pendidikan, pembelajaran, evaluasi pembelajaran, implementasi kurikulum pada berbagai jenis, jenjang dan satuan pendidikan (Sukmadinata, 2011: 72). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bentuk evaluasi yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

3.2 Tempat dan Waktu 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di beberapa SD inklusi se-Kabupaten Sleman. Pemilihan tempat di SD Inklusi se-Kabupaten Sleman berdasarkan wawancara pra-survei dengan beberapa guru di SD Inklusi di Kabupaten Sleman yang mengatakan bahwa ada perbedaan penilaian pada evaluasi belajar untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus dengan siswa normal. Berdasarkan hasil wawancara pra-survei yang dilakukan oleh peneliti, peneliti memutuskan untuk memilih Kabupaten Sleman sebagai sampel penelitian. Penelitian dilakukan di seluruh Sekola Inklusi se-Kabupaten Sleman dengan jumlah 10 Sekolah Dasar. Pemilihan sekolah dasar ini juga khusus sekolah inklusi yang menerapkan mendapatkan SK inklusi dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman.

3.2.2 Waktu

(53)

2016, selanjutnya peneliti mencari dan konsul SD pada bulan Oktober 2015. Pada bulan Februari 2016 peneliti konsul tentang surat pengantar validasi angket dan membuat angket, selanjutnya pengujian angket untuk uji validitas dilakukan pada April 2016. Kemudian pada bulan mei 2016 melakukan perizinan kepada pemerintah melalui pengajuan surat izin ke Kantor Kesatuan Bangsa, selanjutnya ke Kantor Bappeda Kabupaten Sleman, dilanjutkan permohonan izin dengan UPT, kecamatan, dan pihak Sekolah Dasar Inklusi se Kabupaten Sleman serta diakhiri dengan pengujian sampel akhir Mei 2016. Pengolahan data dan penyusunan skripsi dilakukan pada bulan Juni 2016. Pada bulan Juli 2016 melakukan revisi dan bulan Agustus 2016 mengikuti ujian skripsi.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

(54)

sekolah dasar inklusi yang terdiri dari guru kelas 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Penelitian ini dilakukan di seluruh SD Negeri karena terdapat beberapa pertimbangan dari peneliti.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti yang dianggap mewakili terhadap seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu (Arikunto dalam Taniredja, 2012: 34). Sedangkan Sugiyono (2011: 215) menjelaskan bahwa sampel penelitian adalah sebagian dari populasi itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari populasi yang diteliti. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 guru pengampu kelas di sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan purposive sampling. Sugiyono (2010: 120) mengemukakan bahwa purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Menurut Martono (2012: 75) simple random sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut. Peneliti memilih teknik purposive sampling dengan beberapa kriteria yaitu di suatu kelas terdapat anak

(55)

peneliti menentukan sekolah dasar yang akan digunakan, sekolah dasar tersebut memiliki surat keputusan dari dinas bahwa sekolah dasar inklusi. Setelah menentukan sekolah dasar inklusi, peneliti menunjuk beberapa kelas yang terdapat anak berkebutuhan khsus lalu memberikan kuesioner kepada guru yang mengajar di kelas tersebut.

3.4Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah karakteristik objek kajian (konsep) yang mempunyai variasi nilai, baik itu kejadian, situasi, perilaku, maupun karakteristik individu (Cozby dalam Suharsaputra, 2014: 75). Selanjutnya Sugiyono (2011: 38) mengatakan bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian adalah suatu objek kajian yang mempunyai nilai yang dapat ditetapkan oleh peneliti untuk selanjutnya ditarik menjadi sebuah kesimpulan.

Menurut Martono (2010: 22-23) Variabel terdiri dari 2 macam yaitu: 1. Variabel Bebas (Indepedent variable)

(56)

2. Variabel Terikat (Dependent variable)

Variabel terkait merupakan variabel yang diakibatkan atau dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel tergantung adalah varibel yang variabelnya diamati dan diukur untuk menentukan untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas (Sarwono, 2006:54). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sekolah dasar inklusi yang ada di Kabupaten Sleman.

3.5Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuisioner. Teknik pengumpulan data dengan kuesioner akan digunakan oleh peneliti dalam proses penelitian untuk memperoleh data guru. Sukmadinata (2010:218) mengungkapkan bahwa “kuesioner merupakan salah

satu teknik dalam pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertemu atau bertanya jawab dengan responden)”. Senada dengan

pendapat sebelumnya Sugiyonno (2010:199) berpendapat bahwa kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.

(57)

mengenai indikator-indikator bentuk evaluasi belajar di sekolah dasar inklusi yang diturunkan dari aspek-aspek dalam bentuk evaluasi belajar di sekolah dasar inklusi. Dari 10 sekolah inklusi yang menjadi sampel, seluruh guru yang di dalam kelasnya terdapat siswa anak berkebutuhan khusus diminta untuk mengisi kuesioner yang peneliti bagikan. Jangka waktu pengisian kuesioner yaitu sesuai dengan perjanjian antara peneliti dengan kepala sekolah yang menjadi sampel dalam penelitian, yakni selama dua sampai tiga hari.

3.6Instrumen Penelitian

Alat ukur penelitian ini menggunakan kuesioner untuk mengetahui evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah inklusi se-Kabupaten Sleman. Instrumen penelitian merupakan alat yang dipakai untuk menjembatani antara subjek dan objek (secara substansial antara hal-hal teoritis dengan empiris, antara konsep dengan data), sejauh mana data mencerminkan konsep yang ingin diukur tergantung pada instrumen (yang substansinya disusun berdasarkan penjabaran konsep/penentuan indikator) yang dipergunakan untuk mengumpulkan data (Suharsaputra, 2014: 94).

(58)

tentang evaluasi belajar dengan tes. Kedua berisi tentang evaluasi belajar dengan non tes. Lembar kuesioner berisi 15 item pertanyaan yang terdiri dari 8 pernyataan tentang evaluasi belajar dengan tes dan 7 pernyataan tentang evaluasi belajar dengan non tes. Lembar kuesioner evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman dalam penelitian ini terdapat 8 indikator.

(59)

Tabel 3.1. Kisi-kisi Lembar Kuesioner Evaluasi Belajar di Sekolah Inklusi se-Kabupaten Sleman

No. Aspek Indikator No.item

1 Tes Melakukan asesmen awal dan akhir. 2 Non Tes Melakukan asesmen awal,

tengah, dan akhir.

(60)

pertama yaitu melakukan asesmen awal, tengah, dan akhir lalu dijabarkan dengan pernyataan item nomor 9, 10, dan 11. Indikator kedua yaitu melakukan penilaian afektif lalu dijabarkan dengan pernyataan item nomor 12. Indikator ketiga yaitu melakukan penilaian psikomotorik lalu dijabarkan dengan pernyataan item nomor 13. Indikator keempat yaitu menyesuaikan instrumen penilaian hasil belajar lalu dijabarkan dengan pernyataan item nomor 14 dan 15. Berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat maka selanjutnya peneliti membuat lembar kuesioner evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman. Berikut tabel 3.2 menunjukkan lembar kuesioner evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar telah disusun.

Tabel 3.2 Kuesioner Evaluasi Belajar Yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Sleman

No Aspek Indikator Pernyataan

1 Tes Melakukan asesmen awal dan akhir.

1. Saya memberikan latihan ulangan bagi siswa untuk terbiasa dengan format ujian.

2. Saya memberikan les atau tutor sebelum ujian sesuai jam

pembelajaran sekolah berakhir pada siswa yang berkebutuhan khusus. 3. Saya dapat membuat alternatif

bentuk pertanyaan saat ujian

5. Saya membuat indikator yang sesuai kemampuan siswa dan menjadi acuan terhadap hasil belajar. 6. Saya menggunakan instrumen

(61)

kemampuan untuk menilai hasil belajar.

Melakukan penilaian kognitif.

7. Saya memberikan tes tertulis atau lisan untuk mengetahui tingkat

9. Saya melakukan penilaian secara berkala pada seluruh siswa. 10.Saya mengobservasi kondisi

kemampuan siswa pada saat proses pembelajaran.

11.Saya mengobservasi kemampuan siswa diakhir proses pembelajaran. Melakukan penilaian

afektif.

12.Saya membuat indikator tentang aspek sikap/afektif.

Melakukan penilaian psikomotorik.

13.Saya membuat instrumen observasi untuk meninjau sikap setiap siswa. 14.Saya membuat indikator tentang

aspek psikomotor. Menyesuaikan

instrumen penilaian hasil belajar.

15.Saya membuat instrumen observasi untuk meninjau ketrampilan siswa.

Tabel 3.2 menunjukkan terdapat 2 aspek yaitu tes dan non tes. Aspek tes memiliki 4 indikator dengan jumlah 8 item, item tersebut antara lain item 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8. Aspek non tes memiliki 4 indikator dengan jumlah 7 item, item tersebut antara lain item 9, 10, 11, 12, 13, 14, dan 15.

3.7Teknik Pengujian Instrumen

(62)

3.7.1 Validitas Isi

Menurut Arikunto (1998: 160), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesasihan suatu instrumen. Validitas isi diberikan oleh para ahli yang bidang keahliannya berhubungan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini, instrumen yang divalidasi adalah angket yang akan diberikan kepada guru. Peneliti memilih 2 ahli untuk melakukan validasi, yakni dua dosen. Ahli memberikan penilaian pada lembar penilaian yang diberikan. Kuesioner penelitian ini mengukur bentuk evaluasi belajar yang digunakan oleh guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman. Skala skor yang digunakan dalam lembar penilaian instrumen ini menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang

atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono,2011: 93). Penelitian ini menggunakan skala Likert dengan skala 4 (sudah baik),3 (sudah baik, perlu perbaikan), 2 (tidak layak), dan 1 (sangat tidak layak). Dalam penelitian ini lembar penilaian dibuat berdasarkan indikator-indikator dan hasil akhirnya akan diakumulasikan kemudian dikategorikan menggunakan kriteria yang telah ditentukan.

(63)

berkaitan dengan masalah yang akan diteliti diberi nilai 5 tanpa komentar. Artinya, pertanyaan yang disusun sudah baik. Pada aspek pertanyaan bertujuan menggali pemahaman guru sekolah dasar inklusi tentang evaluasi belajar diberi nilai 5. Pada aspek pertanyaan yang disusun berkaitan dengan aspek evaluasi belajar dengan bentuk tes dan non tes diberi nilai 4 tanpa komentar, pemberian nilai 4 artinya pertanyaan yang disusun sudah baik, perlu perbaikan. Sedangkan pada aspek terakhir mengenai pertanyaan yang disusun sesuai dengan kekhasan evaluasi hasil belajar di sekolah dasar inklusi diberi nilai 5 tanpa komentar.

(64)

dengan kekhasan evaluasi hasil belajar di SD inklusi diberi nilai 4 tanpa komentar.

3.7.2 Validitas Konstruk

Validitas konstruk adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana tes mengungkap suatu trait atau konstruk yang hendak diukurnya (Allen&Yen 1979 dalam Azwar, 2009: 48). Instrumen kuesioner mengenai bentuk evaluasi belajar yang digunakan oleh guru di sekolah inklusi dalam penelitian ini sebanyak 15 item dengan jumlah sampel sebanyak 10 sekolah inklusi 30 responden. Hasil uji validitas konstruk akan direkap menggunakan Microsoft Excel dan dihitung menggunakan SPSS versi 21.0 for windows. Proses analisis menggunakan product moment dengan bantuan SPSS versi 21.0 for windows mengingat

(65)

yang tidak mendapat bintang (*) (**) berarti pernyataan tersebut tidak valid. Tabel 3.3 menunjukkan hasil validasi konstruk

Tabel 3.3 Hasil Validasi Konstruk

Indikator

(66)

pernyataan yang dinyatakan valid yaitu item 1, item 2, item 3, item 4, item 5, item 10, item 11, item 12, item 13, item 14 dan item 15. Item valid dan tidak valid dianalisis dengan membandingkan rhitung > rtabel (Sugiyono, 2011:631). Sebanyak 11 item yang valid memiliki rhitung > rtabel. Tabel 3.3 merupakan hasil perhitungan proses analisis data validasi konstruk menggunkan product moment dengan bantuan SPSS 21, taraf signifikansi dinyatakan tinggi apabila berada pada tingkat 0.01 yang dinyatakan dengan lambang **( dua bintang), dan taraf signifikansi dinayatakan rendah apabila berada pada tingkat 0.05 yang dilambangkan dengan * (satu bintang).

3.7.3 Uji Reliabilitas Instrumen

Sukardi (2007: 127) mengatakan bahwa reliabilitas sama dengan konsistensi atau keajekan. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur. Dalam hal ini, reliabilitas dapat ditempuh dengan cara empiris atau diujikan di lapangan. Reliabilitas empiris digunakanuntuk mengukur ketetapan dan ketelitian suatu tes yang dibuat oleh penelitisetelah diujikan di lapangan. Uji reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Berikut rumus koefisien Alpha Croncbach.

(67)

Keterangan :

= Cronbach coofficient alpha k = jumlah pecahan

= total dari varian masing-masing pecahan = varian dari total skor

Koefisien suatu reliabilitas dapat dilihat dari tabel 3.4. Tabel 3.4 Koefisien Reliabilitas Koefisien Korelasi Kualifikasi

0,91 – 1,00 Sangat tinggi

0,71 – 0,90 Tinggi

0,41 – 0,70 Cukup

0,21 – 0,40 Rendah

Negative – 0,20 Sangat rendah Sumber: Masidjo (2010: 310)

(68)

Tabel 3.5 Reabilitas Pernyataan Kuesioner

Coronbach Alpha Jumlah Item Kategori

0,724 15 Tinggi

Tabel 3.5 di atas menunjukkan hasil nilai reliabilitas sebesar 0,724. Masidjo (2010: 312) mengkategorikan termasuk dalam kategori tinggi. 3.8 Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif kuantitatif untuk mengetahui bentuk evaluasi belajar yang digunakan di sekolah dasar inklusi se- Kabupaten Sleman. Data dari hasil penelitian dianalisis kemudian dideskripsikan mengenai gambaran data sehingga mudah untuk dibaca dan dipahami. Penelitian ini menggunakan lembar kuesioner yang berjumlah 15 item pernyataan.

Analisis data merupakan salah satu langkah dalam kegiatan penelitian yang sangat menentukan ketepatan dan kesahihan hasil penelitian (Yusuf, 2014: 255). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis deskritif.

3.8.1 Analisis Deskripsi

(69)

147). Analisis deskriptif kuantitatif untuk bentuk evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Slemanl. Data dari hasil penelitian dianalisis kemudian dideskripsikan mengenai gambaran data sehingga mudah untuk dibaca dan dipahami. Penelitian ini menggunakan lembar kuesioner yang berjumlah 15 item pernyataan. 3.8.2 Pengolahan Data

Martono (2012: 144) menyebutkan bahwa pengolahan data ada 5, yaitu coding, entering, cleaning, output, dan analyzing. Coding adalah proses penyusunan data mentah secara sistematis ke dalam bentuk yang mudah dibaca oleh mesin pengolah data (komputer). Coding dalam penelitian ini berupa pemberian kode pada kuesioner. Tujuannya untuk membedakan data antara guru yang satu dengan yang lainnya. Tabel 3.6 merupakan contoh coding dalam penelitian ini.

Tabel 3.6 Contoh Coding Data Nama

(70)

pengampu kelas I yang pertama, apabila kelas paralel maka kode guru untuk kelas kedua adalah 1.1.2. Begitu juga untuk kelas kode sekolah lain dan kelasnya.

Data entering merupakan proses pemindahan data yang telah diubah kedalam kode angka ke dalam komputer. Data dimasukkan ke dalam Microsoft Excel 2010 kemudian dicek kelengkapannya. Selanjutnya

melakukan data cleaning, yaitu pengecekan untuk memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan ke komputer sesuai dengan yang sebenarnya. Setelah melakukan data cleaning yaitu menghilangkan item kuesioner yang tidak valid, maka dilakukan data analyzing peneliti membutuhkan beberapa alat uji statistik yang sesuai dengan kebutuhan. Analisis data pada setiap bentuk evaluasi belajar yang digunakan guru dapat ditempuh dengan:

a. Menghitung total skor untuk setiap item pernyataan

b. Menghitung rata-rata item 1 dan item 2 (Hadi, 2004: 103)

c. Menghitung presentase jumlah skor untuk setiap item pernyataan

Selanjutnya adalah data output atau penyajian data adalah tahap penyajian hasil pengolahan data dalam bentuk data yang mudah dibaca dan lebih menarik. Data output adalah tahap akhir dalam analisis data. Penyajian data pada penelitian ini menggunakan grafik. Tujuan pemilihan grafik adalah agar data yang disajikan mudah dibaca dan dipahami.

(71)

52 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab IV dalam penelitian ini membahas tentang deskripsi penelitian, tingkat pengembalian kuesioner, hasil penelitian, dan pembahasan.

4.1. Deskripsi Penelitian

(72)

4.2 Tingkat Pengembalian Kuesioner

Jumlah guru kelas sekolah dasar inklusi se-kota Yogyakarta sebanyak 30 guru dari 10 SD inklusi yang menjadi sampel penelitian. Guru kelas sekolah dasar inklusi se-kota Yogyakarta bersedia mengisi kuesioner yang peneliti bagikan. Peneliti menyediakan instrumen berupa kuesioner yang berjumlah 30 buah. Kuesioner yang kembali sebanyak 30 instrumen atau 100%.

4.3 Hasil Penelitian

4.3.1 Deskripsi Hasil Penelitian

(73)

Tabel 4.1 Hasil Angket Evaluasi belajar yang Digunakan Guru di Sekolah Tes Melakukan asesmen awal

dan akhir

Non Tes Melakukan asesmen awal, tengah, dan akhir.

Pada item 1 dari 30 guru, ada 27 (90%) guru yang menjawab “ya”

dan 3 guru (10%) yang menjawab “tidak” untuk pernyataan memberikan latihan ulangan bagi siswa agar terbiasa dengan format ujian. Tiga guru yang menjawab tidak pada item ini seharusnya memberikan latihan ulangan agar siswa terbiasa dengan format ujian dan tidak merasakan kesulitan saat mengerjakan ujian. Latihan ujian ini mampu menimbulkan rasa percaya diri kepada siswa saat mengerjakan ujian karena sudah terbiasa melakukan latihan ujian yang diberikan guru.

(74)

sebelum ujian sesuai jam pembelajaran sekolah berakhir pada siswa yang berkebutuhan khusus. Sangatlah perlu memberikan les atau tutor sebelum ujian sesuai jam pembelajaran sekolah berakhir pada siswa yang berkebutuhan khusus. Namun dari hasil angket, masih ada 5 guru (17%) yang menjawan “tidak”. Perlu adanya pengarahan kepada 5 guru yang menjawab “tidak” karena memberikan les atau tutor sebelum ujian sesuai jam pembelajaran sekolah berakhir pada siswa yang berkebutuhan khusus, sangat penting agar dapat mengulang kembali materi pelajaran pada siswa berkebutuhan khusus yang belum paham.

Pada item 3 dari 30 guru, ada 23 guru (77%) yang menjawab “ya”

dan 7 guru yang menjawab “tidak” untuk pernyataan membuat alternatif bentuk pertanyaan saat ujian berlangsung bagi siswa berkebutuhan khusus. Sangatlah perlu membuat alternatif bentuk pertanyaan saat ujian berlangsung bagi siswa berkebutuhan khusus. Namun dari hasil angket, masih ada 7 guru (23%) yang menjawab “tidak”. Perlu adanya pengarahan kepada 7 guru yang menjawab “tidak” karena membuat alternatif bentuk pertanyaan saat ujian berlangsung bagi siswa berkebutuhan khusus, dapat mempermudah siswa memahami pertanyaan yang dibuat guru dan tidak mempermasalahkan pertanyaan.

(75)

pelajaran sesuai kemampuan siswa. Namun dari hasil angket, masih ada 3

guru (10%) yang menjawab “tidak”. Perlu adanya pengarahan kepada 3 guru

yang menjawab “tidak” karena menentukan standar kompetensi kelulusan pada setiap mata pelajaran sesuai kemampuan siswa. Kemampuan siswa berbeda-beda maka guru harus membuat standar kompetensi kelulusan pada setiap mata pelajaran sesuai dengan kemampuan siswa agar siswa tidak merasa kesulitan pada mata pelajaran yang diberikan guru.

Pada item 5 dari 30 guru, ada 19 guru (63%) yang menjawab “ya”

dan 11 guru yang menjawab “tidak” untuk pernyataan membuat indikator yang sesuai kemampuan siswa dan menjadi acuan terhadap hasil belajar. Guru perlu membuat indikator sesuai kemampuan siswa untuk menjadi acuan hasil belajar. Indikator perlu dibuat mengingat kemampuan siswa berbeda-beda, agar siswa tidak merasa keberatan dalam mengikuti pembelajaran. Namun dalam kenyataannya, masih ada 11 guru (37%) yang menjawab tidak menggunakan instrumen penilaian yang bervariasi sesuai kemampuan siswa untuk menilai hasil belajar.

Pada item 6 dari 30 guru, ada 27 guru (90%) yang menjawab “ya”

dan 3 guru yang menjawab “tidak” untuk menggunakan instrumen penilaian

(76)

menjawab tidak menentukan standar kompetensi kelulusan pada setiap mata pelajaran sesuai kemampuan siswa.

Pada item 7 dari 30 guru, ada 26 guru (87%) yang menjawab “ya”

dan 4 guru yang menjawab “tidak” untuk memberikan tes tertulis atau lisan untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa tentang materi. Pemberian tes tertulis atau lisan sangat perlu dilakukan oleh guru untuk mengetahui pengetahuan siswa tentang materi. Namun dalam kenyataannya, masih ada 4 guru (13%) yang menjawab tidak memberikan nilai tes di akhir pembelajaran.

Pada item 8 dari 30 guru, ada 29 guru (97%) yang menjawab “ya”

dan 1 guru yang menjawab “tidak” untuk melakukan penilaian berdasarkan

hasil kemajuan yang dicapai siswa. Hasil kemajuan yang dicapai siswa hendaknya diberikan penilaian, karena dapat digunakan untuk penilaian berkelanjutan dan mengetahui apakah siswa itu berkembang atau tidak. Namun dalam kenyataannya, masih ada 1 guru (3%) yang menjawab tidak melakukan penilaian berdasarkan hasil kemajuan yang dicapai siswa.

(77)

Pada item 10 dari 30 guru, ada 25 guru (83%) yang menjawab “ya”

dan 5 guru yang menjawab “tidak” pada pernyataan mengobservasi kondisi

kemampuan siswa pada saat proses pembelajaran. Kegiatan observasi perlu dilakukan oleh guru untuk mengetahui situasi dan kondisi siswa. Obervasi saat siswa mengerjakan soal tes perlu dilakukan untuk mengetahui bisa atau tidak siswa dalam mengerjakan soal. Namun dalam kenyataannya, masih ada 5 guru (17%) yang menjawab tidak pada mengobservasi kondisi siswa pada saat mengerjakan soal tes.

Pada item 11 dari 30 guru, ada 28 guru (93%) yang menjawab “ya”

dan 2 guru yang menjawab “tidak” pada pernyataan mengobservasi kemampuan siswa diakhiri proses pembelajaran. Mengobservasi kemampuan siswa diakhir proses pembelajaran ini berguna untuk mengetahui kemampuan siswa selama mendapatkan pembelajaran. Namun dalam kenyataannya, masih ada 2 guru (7%) yang menjawab tidak pada meninjau kembali dengan memastikan bahwa seluruh bagian dari pertanyaan telah terjawab.

Pada item 12 dari 30 guru, ada 20 guru (67%) yang menjawab “ya” dan 10 guru yang menjawab “tidak” pada pernyataan membuat indikator

Gambar

Tabel 3.2 Kuesione Evaluasi Belajar yang Digunakan Guru di
Gambar 4.2 Gambar Grafik Tingkat Penggunaan Bentuk Evaluasi Belajar
Tabel 2.1 Daftar sepuluh sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman
Gambar 2.1 Penelitian yang Relavan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berkaitan dengan pelayanan kesehatan tradisional, menurut Bapak Qamaludin Achmad, sejauh ini belum ada pengaduan dari masyarakat yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha

Berdasarkan point 3 tersebut maka akan dilakukan pelelangan ulang dengan tahapan dimulai dari pengumuman pengadaan barang dan jasa sesuia dengan ketentuan dalam Perpres 54 tahun

Pokazalo se da dobar supstrat u Heckovoj reakciji može biti i anhidrid benzojeve kiseline u ulozi arilirajućeg agensa zbog toga što su nusprodukti u takvim reakcijama ugljikov(II)

Equity REITs and REOCs are types of publicly traded real estate securities, whereas bank debt is an example of private debt.. Publicly traded equity real estate

Besarnya rugi-rugi d.aya pad.a kar*ai petral testu tergan - tung kepada besar:rya arus yang ueagal-ir pad.a kawat d.an.. tahanan kawat tersebui, semeatara besaraya

Cakupan data dasar dari hasil SP2010 adalah jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin, berikut parameter- parameter turunannya seperti kepadatan penduduk,

Dalam kesibukan kegiatan melayani para tamu, Hotel Madani Syariah Mataram mengharuskan semua karyawannya yang beragama Islam untuk melaksanakan shalat di awal

Pada saat erlenmeyer berisi piringan daun dan larutan sodium bikarbonat terpapar pada sumber cahaya, masing-masing cangkir tersebut ditutup dengan plastik penutup yang