• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN INKUIRI DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP MAHASISWA PADA KONSEP EVOLUSI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBELAJARAN INKUIRI DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP MAHASISWA PADA KONSEP EVOLUSI."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan era globalisasi seperti saat ini memungkinkan terjadinya arus

informasi yang tidak mungkin untuk dapat dibendung, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Hal ini ditandai dengan adanya persaingan yang ketat antar bangsa dalam berbagai bidang. Bagi negara yang sedang berkembang seperti

Indonesia, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kunci dari pembangunan untuk dapat mengimbangi berbagai kemajuan yang terjadi. Bangsa

yang berhasil dalam pendidikan adalah bangsa yang memiliki warga negara yang cerdas dan memiliki standar mutu yang tinggi. Berbagai kebijakan dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu tenaga pengajar, melakukan

inovasi dalam penyelenggaraan pendidikan serta pembangunan fasilitas penunjang dalam proses pembelajaran (Depdiknas, 2007).

Hasil penelitian PISA (Programme for International Student Assessment) pada tahun 2009 menunjukkan bahwa dalam bidang sains, kemampuan siswa Indonesia berada pada tingkat bawah yaitu peringkat 53 dari 57 negara yang

berpartisipasi. Siswa Indonesia hanya mampu mengingat fakta, terminologi dan hukum sains serta menggunakan pengetahuan sains yang bersifat umum. Data

penelitian PISA tersebut menggambarkan masih rendahnya kualitas pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam di Indonesia. Hal ini sering kali terus berlanjut hingga

(2)

Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak

memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang (Depdiknas, 2007). Berdasarkan kenyataan di lapangan pengajaran sains terlalu terpusat pada kelas,

masih banyak pengajar tidak memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, walaupun sebenarnya di lingkungan banyak hal yang dapat dijadikan sumber belajar (Sudjana, 2009). Menurut Joyce, et al., (2003) guru masih cenderung

mendominasi pengajaran dan pembelajaran yang dilakukan hanya mampu menyentuh aspek ingatan dan pemahaman saja.

Pembelajaran sains sebelumnya lebih menekankan pada penguasaan konsep-konsep sains. Pada saat ini, pembelajaran sains mengharuskan seorang guru dapat membekali para siswanya dengan kemampuan berpikir, atau dengan

kata lain dari mempelajari sains menjadi berpikir melalui sains (Liliasari, 2007). Hal tersebut senada dengan yang ditulis oleh Lee, et al., (2002) bahwa tujuan

pembelajaran seharusnya dapat meningkatkan kemampuan dasar pengetahuan untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam berpikir kritis, pemecahan

masalah, dan pengambilan keputusan.

Kompetensi pengajar sebagai agen pembelajaran meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional dan kompetensi sosial (Depdiknas, 2007). Kompetensi professional adalah kemampuan guru

dalam penguasaan materi pembelajaran secara mendalam dan luas, kemampuan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan

(3)

mengemas materi sesuai dengan tingkat perkembangan kemampuan peserta didik serta jenjang dan jenis pendidikannya (Depdiknas, 2007). Oleh karena itu,

seharusnya pengajar dalam melaksanakan pembelajaran dapat mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong mahasiswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Perlu disadari bahwa sains pada dasarnya berkaitan dengan cara mencari

tahu dan memahami alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip saja akan

tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Sagala, 2003). Pendidikan sains diharapkan dapat menjadi wahana mahasiswa untuk mempelajari dirinya sendiri

dan alam sekitarnya (Sujana, 2009).

Pendidikan sains memberikan penekanan pada pengalaman pembelajaran secara langsung, sehingga mahasiswa perlu dibantu untuk mengembangkan keterampilan proses sehingga mampu mempelajari dan memahami alam sekitar.

Keterampilan ini meliputi keterampilan mengamati dengan seluruh panca indera, berhipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu

mempertimbangkan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan, menafsirkan data, mengkomunikasikan hasil temuan, menggali dan memilih informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan dan memecahkan masalah

(4)

Pembelajaran biologi di sekolah menengah atau di perguruan tinggi bagi pebelajar banyak mengalami kesulitan. Salah satunya dapat disebabkan oleh

karakteristik materi yang terdapat pada mata pelajaran biologi tersebut. Banyak mahasiswa mengalami kesulitan untuk memahami biologi terutama untuk

memahami konsep-konsep fisiologis yang abstrak (Lazarowitz, 1992). Menurut Michael (2007) terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan materi fisiologis dianggap sulit, yaitu karakteristik materi biologi yang akan dipelajari, cara

mengajarkan materi dan modal siswa yang akan mempelajari materi tersebut.

Prinsip-prinsip inti fisiologis dalam biologi yang dianggap penting menurut

Michael, et al (2009) yaitu evolusi, ekosistem dan lingkungan, mekanisme sebab-akibat, sel, hubungan antara struktur dan fungsi, tingkat organisasi, aliran informasi, transfer energi dan transformasi, dan homeostatis. Prinsip tersebut

merupakan prinsip penting yang harus dikuasai oleh mahasiswa setelah mereka mengikuti pelajaran.

Hasil kajian artikel dalam jurnal berjudul “Knowledge Structure,

Acceptance and Teaching of Evolution” (Rutledge&Mitchell, 2006), menunjukan

bahwa teori evolusi sulit diajarkan karena teori ini berkaitan erat dengan agama

atau kepercayaan. Alasan lain konsep evolusi sulit untuk diajarkan di sekolah juga di perguruan tinggi dikarenakan sedikitnya sumber belajar, terdapat perbedaan pendapat yang dikemukakan oleh peneliti dan para ahli teori evolusi sehingga

(5)

Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa untuk mengalami sendiri proses pembelajaran dan mengalami

peningkatan kemampuan dan keterampilan berpikir kritis. Inkuiri secara sederhana diartikan sebagai kegiatan mengajukan pertanyaan (Lawson, 1995),

sehingga dalam proses pembelajaran diharapkan mahasiswa aktif, dengan cara mengajukan pertanyaan tentang suatu masalah sains dan menemukan jawaban dari

pertanyaan. (Rutherford & Ahlgren, 1990).

Berpikir deduktif dimulai dengan cara berpikir menggunakan pernyataan umum, melakukan investigasi dan dijadikan dasar penarikan kesimpulan sebagai

pernyataan akhir yang mengandung suatu kebenaran. Mahasiswa mulai berpikir dari suatu teori, prinsip atau kesimpulan yang dianggap benar atau yang bersifat umum, kemudian diterapkan pada fenomena yang khusus, dan mengambil

kesimpulan khusus yang berlaku bagi fenomena tersebut (Trianto, 2009).

Proses pembelajaran inkuiri deduktif dirasa sejalan dengan pembelajaran konstruktivisme, menurut Widodo (2007) memiliki lima hal penting yang harus

diperhatikan yaitu bahwa pebelajar telah memiliki pengetahuan awal, tidak ada pebelajar yang otaknya benar-benar kosong. Pengetahuan awal yang dimiliki

pebelajar memainkan peranan penting pada saat dia belajar tentang suatu hal yang ada kaitannya dengan apa yang telah diketahuinya. Belajar merupakan proses pengkonstruksian pengetahuan berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya.

Belajar merupakan perubahan konsepsi pembelajar, karena pembelajar telah memiliki pengetahuan awal, maka belajar adalah proses mengubah pengetahuan

(6)

pengetahuan pebelajar bisa berkembang menjadi suatu konstruk pengetahuan yang lebih besar. Proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam suatu

konteks sosial tertentu. Pebelajar bertanggung jawab terhadap proses belajarnya, guru atau fasilitator menyiapkan kondisi yang memungkinkan pembelajar untuk

belajar. Proses belajar benar-benar tergantung sepenuhnya pada diri pembelajar itu sendiri (Widodo, 2007).

Pembelajaran saat ini harus dapat mengembangkan kemampuan berpikir

kritis. Berpikir merupakan aspek penting dan topik yang vital dalam pendidikan modern sehingga para pendidik tertarik untuk mengembangkan metode berpikir

kritis kepada para mahasiswa. Kemampuan berpikir kritis melibatkan proses ketika seseorang mencoba menjawab pertanyaan yang sulit yang informasinya tidak ditemukan pada saat ini secara rasional (Inch, et al., 2006). Berpikir kritis

merupakan proses yang kompleks dan jika dilakukan dengan benar dapat membantu kita untuk menguji suatu gagasan secara sistematis untuk pemahaman

yang lebih baik, baik yang berkaitan dengan masalah maupun konsekuensi dari suatu kegiatan. Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis memandang perlu untuk melakukan penelitian mengenai “Pembelajaran Inkuiri Deduktif Untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap Mahasiswa Pada Konsep Evolusi”.

B. Rumusan Masalah

(7)

dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap mahasiswa pada konsep evolusi?” Rumusan masalah tersebut kemudian dijabarkan menjadi beberapa

pertanyaan penelitian sebagai berikut

1. Apakah pembelajaran inkuiri deduktif dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa pada konsep evolusi?

2. Apakah pembelajaran inkuiri deduktif dapat meningkatkan sikap mahasiswa pada konsep evolusi?

3. Bagaimanakah tanggapan mahasiswa dan pengajar mengenai pembelajaran inkuiri deduktif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap mahasiswa pada konsep evolusi?

4. Kendala apakah yang dihadapi oleh pengajar dan mahasiswa dalam menerapkan pembelajaran inkuiri deduktif pada konsep evolusi?

C. Batasan Penelitian

Agar permasalahan dalam penelitian ini lebih terarah, maka permasalahan dibatasi sebagai berikut

1. Pembelajaran inkuiri deduktif dilaksanakan pada konsep evolusi yang meliputi teori evolusi, petunjuk adanya evolusi, mekanisme evolusi, hukum

Hardy-Weinberg, dan fakta evolusi.

2. Kemampuan berpikir kritis yang diukur dalam pembelajaran konsep evolusi yang diberikan secara inkuiri deduktif dan diskusi adalah kemampuan mahasiswa untuk menerapkan konsep, memberikan asumsi dan sudut pandang serta dapat melakukan interpretasi dan menarik kesimpulan.

(8)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah menganalisis tentang pembelajaran inkuiri deduktif untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap mahasiswa pada konsep evolusi, serta tanggapan mahasiswa dan dosen terhadap pembelajaran tersebut.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak terutama dalam dunia pendidikan, di antaranya sebagai berikut

1. Dapat memberikan pengalaman baru bagi dosen dalam mengajarkan materi evolusi. Dengan menerapkan pembelajaran inkuiri deduktif diharapkan pembelajaran dapat lebih bermakna.

2. Dapat memberikan pengalaman baru bagi mahasiswa untuk mengalami pembelajaran inkuiri deduktif pada konsep evolusi.

F. Asumsi

Pembelajaran yang berpusat pada pebelajar dapat mengkonstruk pemahaman dan membuat pebelajar berpikir, namun setiap pembelajaran

memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga hasilnya dapat berbeda. Demikian juga dengan sikap, hal ini diperkuat oleh pendapat Krech (1982) sikap berkembang dalam proses keinginan atas sesuatu, sikap individu dibentuk ber-

(9)

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan asumsi di atas, maka hipotesis yang di-

ajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

H0: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pembelajaran inkuiri deduktif dengan metode diskusi pada kemampuan berpikir kritis dan sikap

(10)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Kuasi eksperimen adalah penelitian yang menggunakan kelompok subjek secara utuh dalam eksperimen, yang secara alami sudah terbentuk dalam kelas dan tidak

mengontrol semua variabel yang ada (Arikunto, 2005). Desain penelitian yang digunakan adalah “pretest-posttest control group design” (Fraenkel&Wallen, 2006) artinya penelitian menggunakan dua kelas, terdapat kelompok pembanding,

diberikan perlakuan yang berbeda, masing-masing kelompok diberi tes awal dan tes akhir yang sama. Dalam desain penelitiannya terdapat langkah-langkah yang

menunjukkan suatu urutan kegiatan penelitian, dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Tes awal Perlakuan Tes akhir

Eksperimen T X1 T

Kontrol T X2 T

Keterangan:

T : Penggunaan soal yang sama digunakan untuk tes awal dan tes akhir X1 : Perlakuan pembelajaran konsep evolusi Inkuiri deduktif

X2 : Perlakuan pembelajaran konsep evolusi dengan metode diskusi Kemampuan awal mahasiswa pada materi konsep evolusi dapat diketahui dari tes awal (T) yang diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum pembelajaran dilaksanakan. Perlakuan (X1) yang diberikan berupa

(11)

deduktif pada kelas eksperimen dan diskusi pada kelas kontrol, maka selanjutnya diberikan tes akhir (T) untuk mengetahui hasil kemampuan berpikir kritis dan

sikap mahasiswa pada konsep evolusi.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester empat program studi pendidikan biologi di Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati

Cirebon tahun ajaran 2009/2010 sebanyak empat kelas dengan 140 mahasiswa.

2. Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan sebanyak dua kelas yaitu mahasiswa semester empat sebanyak 64 mahasiswa program studi pendidikan biologi di Institut

Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon. Sampel penelitian menggunakan kelompok subjek secara utuh dalam eksperimen yang secara alami sudah

terbentuk dalam kelas.

C. Definisi Operasional

Untuk memberikan konsep yang sama dan menghindari kesalahan penafsiran terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu di

jelaskan definisi operasional sebagai berikut:

(12)

Pembelajaran kelas kontrol dilakukan dengan metode diskusi, dimulai dengan metode ceramah oleh dosen dan mahasiswa terlibat secara aktif pada kegiatan diskusi. Pembelajaran konsep evolusi meliputi teori evolusi, petunjuk adanya evolusi, mekanisme evolusi, hukum Hardy-Weinberg dan fakta evolusi. 2. Kemampuan berpikir kritis yang diukur pada penelitian ini yaitu kemampuan

menerapkan teori dan konsep, mendeskripsikan asumsi dan sudut pandang berdasarkan informasi yang ada, serta mendeskripsikan hasil interpretasi dan membuat kesimpulan (Inch, et al., 2006). Kemampuan berpikir kritis diukur dengan menggunakan tes kemampuan berpikir kritis yang sama antara tes awal dan tes akhir bentuk soal essai.

3. Skala sikap dalam penelitian ini menggunakan pedoman skala Likert, yang akan mengukur sikap mahasiswa untuk menerima konsep evolusi. Skala yang digunakan untuk pernyataan positif nilai 5 (SS) sampai nilai 1 (STS) dan untuk pernyataan negatif nilai 1 (SS) sampai nilai 5 (STS).

D. Instrumen Penelitian

1. Jenis Instrumen

Instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Instrumen tes kemampuan berpikir kritis berbentuk essai. Indikator yang digunakan yaitu menerapkan teori dan konsep, mendeskripsikan asumsi

dan sudut pandang berdasarkan informasi yang ada, serta mendeskripsikan hasil interpretasi dan membuat kesimpulan.

2) Instrumen tes skala sikap dengan pilihan jawaban (SS, S, TT, TS dan

STS).

3) Angket pendapat atau tanggapan mahasiswa terhadap pembelajaran inkuiri

(13)

4) Pedoman wawancara dengan dosen untuk menggali tanggapan dosen terhadap pembelajaran inkuiri deduktif.

2. Uji Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis

Sebelum digunakan, instrumen tes diujicoba dan dianalisis kelayakannya

melalui uji validitas, uji reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda soal.

2.1 Uji Validitas

Validitas merupakan ukuran kesahihan suatu instrumen sehingga mampu mengukur apa yang harus atau hendak diukur. Uji validitas instrumen yang

digunakan adalah uji validitas isi (content validity) dan uji validitas kriteria (criteria related validity).

Uji validitas isi dilakukan melalui validasi oleh dosen yang memiliki

keahlian di bidang materi biologi, untuk melihat kesesuaian standar isi materi yang ada di dalam instrumen tes. Uji validitas kriteria dihitung dengan menggunakan bantuan program analisis butir soal essai ANATES.

Uji validitas dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus:

rxy =

) )(

( X Y

XY

NΣ − Σ Σ

2 2

2 2

) ( )(

) (

(NΣX − ΣX NΣY − ΣY

Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi n = Banyaknya subyek ∑ = Jumlah nilai tiap soal ∑ = Jumlah nilai total

Penafsiran nilai korelasi dapat dilakukan berdasarkan kriteria berikut (Arikunto, 2005).

(14)

Antara 0,40 sampai dengan 0,60 = Cukup Antara 0,20 sampai dengan 0,40 = Rendah

Antara 0,00 sampai dengan 0,20 = Sangat Rendah

Dari 20 soal yang diujicobakan, soal kemudian dianalisis. Diperoleh 12 soal memiliki hasil yang baik dan 3 soal direvisi, sehingga diperoleh 15

soal yang digunakan dalam penelitian. Dengan sebaran 13 soal (86,7%) termasuk kategori cukup dan 2 soal (13,3%) termasuk kategori rendah.

2.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas tes bertujuan untuk menguji tingkat keajegan soal yang digunakan. Uji reliabilitas instrumen ini dihitung dengan menggunakan

bantuan program ANATES. Uji reliabilitas dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus:

11= − 1 (1 − ( −

Keterangan:

R11 = reliabilitas instrumen

K = banyaknya butir soal atau butir pertanyaan M = skor rata-rata

Vt = varians total

Menurut Arikunto (2005) tolak ukur untuk menafsirkan derajat keterandalan perangkat suatu test adalah sebagai berikut

Kurang dari 0,20 : Hampir tidak ada

0,20 – 0,40 : Derajat keterandalan rendah 0,40 – 0,70 : Derajat keterandalan sedang 0,70 – 0,90 : Derajat keterandalan tinggi 0,90 – 0,100 : Derajat keterandalan sangat tinggi

Berdasarkan perhitungan reliabilitas soal hasil ujicoba diperoleh nilai 0,68

(15)

2.3 Uji Tingkat Kesukaran Soal

Uji tingkat kesukaran soal dilakukan untuk mengetahui apakah butir soal

tergolong sukar, sedang atau mudah. Uji tingkat kesukaran soal dihitung dengan menggunakan bantuan program analisis ANATES. Uji tingkat

kesukaran soal dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus:

P =JSB

Keterangan:

P : Indeks Kesukaran

B : banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS : jumlah seluruh siswa peserta tes

Kriteria indeks tingkat kesukaran menurut Arikunto (2005) adalah sebagai berikut

Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah

Dari 20 soal yang diujicobakan, soal kemudian dianalisis. Diperoleh 12

soal memiliki hasil yang baik dan 3 soal direvisi, sehingga diperoleh 15 soal yang digunakan dalam penelitian. Dengan sebaran 2 soal (13,3%)

termasuk kategori mudah, 10 soal (66,7%) termasuk kategori sedang dan 3 soal (20%) termasuk kategori sukar.

2.4 Uji Daya Pembeda Soal

Uji daya pembeda soal dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tiap butir soal mampu membedakan (kemampuan) antara siswa kelompok atas

dengan siswa kelompok bawah. Uji daya pembeda soal dihitung dengan menggunakan bantuan program analisis butir soal essai ANATES. Uji

(16)

= − = −

Keterangan:

J = jumlah peserta tes

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

BB = banyaknya kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar

PA =proporsi kelompok atas yang menjawab benar (ingat, P sebagai indeks kesukaran)

PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

Klasifikasi daya pembeda menurut Arikunto (2005) adalah sebagai berikut:

D : 0,00 – 0,20 : jelek (poor)

D : 0,20 – 0,40 : cukup (satisfactory) D : 0,40 – 0,70 : baik (good)

D : 0,70 – 1,00 : baik sekali (excellent)

D : negatif, semuanya tidak baik (sebaiknya dibuang saja),

Dari 20 soal yang diujicobakan, soal kemudian dianalisis. Diperoleh 12 soal

memiliki hasil yang baik dan tiga soal direvisi, sehingga diperoleh 15 soal yang digunakan dalam penelitian. Dengan sebaran 3 soal (20%) termasuk kategori baik

dan 12 soal (80%) termasuk kategori cukup.

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Soal Berpikir Kritis

Pokok bahasan Kemampuan Berpikir Kritis Inch (no soal) Total Konsep Sudut pandang Asumsi Interpretasi

Teori evolusi --- --- --- 1,2 2

Mekanisme evolusi 11 13 8 3,4 5

Petunjuk evolusi --- --- 5,6,9 --- 3

Hukum Hardy-Weinberg 10 --- --- --- 1

Fakta evolusi 12 14,15 7 --- 4

Total 3 3 5 4 15

(17)

adanya evolusi, 1 soal tentang hukum Hardy-Weinberg dan 4 soal tentang fakta evolusi.

Tabel 3.2 diperoleh setelah hasil ujicoba instrumen soal kemampuan berpikir kritis dianalisis dengan menggunakan program ANATES. Diperoleh 12 soal memiliki hasil yang baik dan 3 soal direvisi, maka terpilih 15 soal yang di gunakan dalam penelitian. Hasil dapat dilihat pada Tabel 3.3

Tabel 3.3

Hasil Ujicoba Instrumen Soal Berpikir Kritis

No soal asli No soal baru

Pokok bahasan Korelasi Tingkat

kesukaran

Daya pembeda

Keterangan

1 1

Teori evolusi 0,53 (cukup) 0,71 (mudah) 0,31 (cukup) Digunakan

2 2 0,54

(cukup) 0,71 (mudah) 0,49 (baik) Digunakan

3 3

Mekanisme evolusi 0,59 (cukup) 0,42 (sedang) 0,44 (baik) Digunakan

4 4 0,48

(cukup) 0,53 (sedang) 0,35 (cukup) Digunakan

5 5 Petunjuk adanya evolusi 0,44 (cukup) 0,20 (sukar) 0,28 (cukup) Digunakan

6 -- Mekanisme evolusi 0,31

(rendah) 0,71 (mudah) 0,25 (cukup) Tidak digunakan 7 6 Petunjuk adanya evolusi 0,46

(cukup) 0,17 (sukar) 0,33 (cukup) Digunakan

8 7 Fakta evolusi 0,52

(cukup) 0,27 (sukar) 0,23 (cukup) Digunakan

9 8 Mekanisme evolusi 0,47

(cukup) 0,16 (sukar) 0,35 (cukup) Digunakan

10 9 Petunjuk adanya evolusi 0,36 (rendah) 0,23 (sukar) 0,33 (cukup) Direvisi

11 10 Hukum Hardy-Weinberg 0,39 (rendah) 0,33 (sedang) 0,42 (baik) Direvisi

12 11 Mekanisme evolusi 0,41

(cukup) 0,12 (sukar) 0,25 (cukup) Direvisi

13 --

Mekanisme evolusi 0,33 (rendah) 0,36 (sedang) 0,12 (jelek) Tidak digunakan

14 -- 0,30

(rendah) 0,33 (sedang) 0,10 (jelek) Tidak digunakan

15 12 Fakta evolusi 0,47

(cukup) 0,27 (sukar) 0,23 (cukup) Digunakan

16 13 Mekanisme evolusi 0,53

(cukup) 0,49 (sedang) 0,25 (cukup) Digunakan

17 14 Fakta evolusi 0,60

(cukup) 0,33 (sedang) 0,33 (cukup) Digunakan

18 --

Fakta evolusi 0,29 (rendah) 0,42 (sedang) 0,17 (jelek) Tidak digunakan

19 -- 0,35

(rendah) 0,24 (sukar) 0,15 (jelek) Tidak digunakan

20 15 Fakta evolusi 0,49

(18)

3. Uji Instrumen Skala Sikap

Skala sikap digunakan untuk mengetahui bagaimana peningkatan sikap siswa kelompok kontrol dan kelompok eksperimen terhadap pembelajaran konsep evolusi. Skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert yaitu berisi pernyataan-pernyataan yang disusun berdasarkan indikator sikap. Setiap pernyataan yang dibuat ada yang bersifat positip dan negatip.

Setiap pernyataan dihubungkan dengan jawaban atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan lima pilihan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak tahu (TT), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Skala sikap ilmiah diberikan pada saat tes awal dan tes akhir, baik pada kelas esperimen maupun pada kelas kontrol. Tujuannya untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan sikap mahasiswa sebagai hasil dari pembelajaran evolusi inkuiri deduktif dan diskusi. Pedoman penskoran jawaban pernyataan skala sikap yang diberikan mahasiswa dapat dilihat dalam Tabel 3.4

Tabel 3.4

Pedoman Penskoran Jawaban Pernyataan Sikap

Jawaban Pernyataan Positif

Skor Jawaban Pernyataan Negatif

Skor

Sangat setuju (SS) 5 Sangat setuju (SS) 1

Setuju (S) 4 Setuju (S) 2

Ragu-ragu (R) 3 Ragu-ragu (R) 3

Tidak setuju (TS) 2 Tidak setuju (TS) 4 Sangat tidak setuju (STS) 1 Sangat tidak setuju (STS) 5

(Riduwan, 2004)

Langkah-langkah penyusunan skala sikap ilmiah siswa (Stiggins, 1994) adalah sebagai berikut

(19)

menyeluruh setuju, ragu-ragu atau tidak setuju pada pernyataan yang diberikan.

b. Menyusun pernyataan, masing-masing pernyataan memiliki kecenderungan positif atau negatif.

c. Konsultasi dengan pembimbing, untuk mendapatkan validasi isi butir pernyataan.

d. Melakukan uji coba terhadap pernyataan yang telah disusun. Uji coba

pernyataan sikap ini diberikan kepada mahasiswa semester empat perguruan tinggi di Cirebon.

e. Menganalisis hasil uji coba untuk membakukan skalanya, untuk setiap pernyataan positif dan untuk setiap pernyataan negatif.

Untuk menetapkan bobot skor setiap alternatif jawaban pernyataan dilakukan

dalam beberapa tahapan (Sumarno, 1988) yaitu:

1) Menentukan frekuensi untuk setiap alternatif jawaban

2) Menghitung proporsi (p) dengan cara membagi setiap frekuensi dengan jumlah responden.

3) Menghitung proporsi kumulatif/cumulative propotion (cp),

(cp1=p1, cp2=cp1+p2, cp3= cp2+p3, cp4=cp3+p4).

4) Menghitung nilai tengah proporsi kumulatif / mean cumulative propotion (mcp). Dengan: mcp 1 = ½ cp1

mcp 2 = ½ (cp1+cp2) mcp 3 = ½ (cp2+cp3)

(20)

5) Menentukan nilai z berdasarkan mcp yang telah diketahui dengan menggunakan tabel distribusi normal.

6) Menghitung nilai z+ nilai mutlak. Nilai mutlak diperolah dari nilai z yang paling rendah nilainya.

7) Membulatkan nilai z+ nilai mutlak.

f. Menentukan daya pembeda setiap pernyataan.

Untuk menentukan daya pembeda setiap butir pernyataan dilakukan dalam

beberapa tahapan berikut:

1) Menyusun skor skala sikap subjek yang telah diurutkan dari nilai tertinggi

hingga nilai terendah.

2) Memilih siswa yang termasuk kelompok atas dan kelompok bawah masing-masing 27 %.

3) Menentukan nilai thitung, dengan rumus:

thitung = −

∑( − 2+∑( − 2 "("−1

∑( − 2= ∑ # $- (∑ %&

'

(

∑( − 2= ∑ 晡2

-(∑ 2

" (Sumarno, 1988)

Keterangan:

= Rata-rata kelompok atas = Rata-rata kelompok bawah n = Banyak subyek

(21)

h. Menguji reliabilitas seluruh pernyataan skala sikap, dengan menggunakan rumus alpha berikut:

r11 = )( −1* +1 − ∑ó

-2

ó12 .

Keterangan:

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya butir soal atau pernyataan

∑ ó − -2 = Jumlah varians butir

ó12 = Varians total (Arikunto, 2005)

Berdasarkan hasil ujicoba instrumen terhadap soal skala sikap, reliabilitas soal sebesar 0,70 dengan kategori sedang. Soal tersebut kemudian dibakukan skala penyekorannya dan validitas soal, maka didapatkan hasil yang tersaji pada Tabel 3.5

Tabel 3.5 Hasil Ujicoba dan Validasi Instrumen Skala Sikap

No soal baru

No soal asal

thitung ttabel Validitas Keterangan

1 3 1,87 1,75 Valid Digunakan

2 4 1,76 1,75 Valid Digunakan

3 5 1,98 1,75 Valid Digunakan

4 6 1,92 1,75 Valid Digunakan

5 7 2,87 1,75 Valid Digunakan

6 8 2,55 1,75 Valid Digunakan

7 10 1,82 1,75 Valid Digunakan

8 11 1,93 1,75 Valid Digunakan

9 13 1,87 1,75 Valid Digunakan

10 14 1,98 1,75 Valid Digunakan

11 15 1,79 1,75 Valid Digunakan

12 16 1,76 1,75 Valid Digunakan

13 21 1,87 1,75 Valid Digunakan

14 22 2,06 1,75 Valid Digunakan

15 24 1,92 1,75 Valid Digunakan

16 25 1,86 1,75 Valid Digunakan

17 26 1,79 1,75 Valid Digunakan

18 27 1,82 1,75 Valid Digunakan

19 31 1,87 1,75 Valid Digunakan

20 32 1,87 1,75 Valid Digunakan

(22)

penyekoran pernyataan sikap hasil penelitian. Soal tersebut kemudian dianalisis yang meliputi pembakuan bobot skor untuk masing-masing pernyataan, validasi soal hasil ujicoba. Diperoleh 20 soal skala sikap yang digunakan dalam penelitian.

3.2 Angket dan Wawancara

Instrumen angket dan wawancara digunakan untuk mengetahui pendapat mahasiswa dan dosen mengenai pembelajaran inkuiri deduktif pada konsep evolusi. Hasil angket dan wawancara tidak mendapatkan perlakuan pengujian, hasil angket dan wawancara dalam penelitian dianalisis dan disajikan dalam bentuk persentase.

E. Teknik Pengolahan Data

1. Pengolahan Data Secara Statistik

Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan terhadap data tes awal dan tes akhir kemampuan berpikir kritis dan skala sikap mahasiswa pada konsep evolusi

berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan One Sample

Kolmogorov-Smirnov test dengan bantuan program analisis statistik SPSS 18,

digunakan karena nilai probabilitas yang diperoleh berdasarkan perbandingan dengan distribusi teoritik, bukan berdasarkan hasil kecenderungan dari nilai (Siegel, 1992). Data dikatakan normal karena nilai probabilitas (Asymp. Sig.

(2-tailed)) > 0,05. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dalam penelitian ini dilakukan terhadap data tes awal dan

tes akhir kemampuan berpikir kritis dan skala sikap mahasiswa pada konsep evolusi homogen atau tidak. Uji homogenitas menggunakan Levene test dengan

(23)

yang diperoleh berdasarkan perbandingan dengan distribusi teoritik, bukan berdasarkan hasil kecenderungan dari nilai (Siegel, 1992). Data dikatakan

homogen karena nilai probabilitas (Asymp. Sig. (2-tailed)) > 0,05. Perhitungan Gain Ternormalisasi

Perhitungan ini dilakukan untuk menghindari kesalahan interpretasi

terhadap selisih skor tes awal dan tes akhir masing-masing kelompok penelitian. Untuk memperoleh gain yang ternormalisasi perhitungan digunakan rumus

Meltzer.

/ = 01 ℎ3 401516

0789:401516 (Meltzer, 2002)

Keterangan: Spre = Skor tes awal Spos = Skor tes akhir Smaks = Skor maksimum

Kategori: Tinggi : g > 0,7 Sedang : 0,3 ≤ g ≤ 0,7 Rendah : g < 0,3

Uji Hipotesis dengan Uji Perbedaan Dua Rata-Rata

Uji hipotesis digunakan untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata.

Hipotesis yang diuji: H0 : µ1 = µ2 dan µ3 = µ4

Hasil penelitian yang dianalisis diketahui sebaran data normal dan homogen dengan jumlah sampel ≥ 30, uji statistik yang dipakai adalah uji z. Parameter

untuk standar deviasi populasi (μP− μ$ dapat diabaikan. Hal ini sesuai dengan

(24)

30 dan n2 ≥ 30, dengan distribusi sampel beda dua rata-rata QX1− X2S ber-

distribusi normal sehingga menggunakan uji statistik z dengan rumus:

z = QX1− X2S− Qµ1−µ2S

T12 "1+T22"2

T12 = "1∑

2−(∑ 2

"1("1−1 dan T2

2 = "2∑ 2−(∑ 2

〱2("2−1

Keterangan:

X1 = Skor rata-rata eksperimen X2 = Skor rata-rata kontrol

T12 = Varians skor kelompok eksperimen T22 = Varians skor kelompok kontrol

n = Jumlah subyek (Ruseffendi, 1998)

2. Pengolahan Data Angket dan Wawancara

Analisis hasil angket mahasiswa dan wawancara terhadap dosen mengenai

pembelajaran inkuiri deduktif tidak mendapatkan perlakuan pengujian. Hasil angket dan wawancara dalam penelitian dianalisis dan disajikan dalam bentuk

persentase.

F. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian pembelajaran inkuiri deduktif untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan sikap mahasiswa pada konsep evolusi dilakukan sebanyak 5 pertemuan untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.

(25)

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

1. Tahap persiapan

Studi pendahuluan dilakukan sebelum melakukan penelitian, hal ini dilakukan untuk menganalisis materi dan sikap mahasiswa terhadap konsep evolusi. Studi pendahuluan dilakukan untuk menentukan indikator yang akan menjadi fokus penelitian dan sekaligus juga menyiapkan bahan untuk mendukung pelaksanaan penelitian. Tahapan selanjutnya menyusun dan melaksanakan bimbingan penyusunan proposal, seminar proposal, dan mempersiapkan surat perizinan untuk melaksanakan penelitian sekaligus membuat instrumen.

2. Tahap pelaksanaan

Penelitian dilakukan di tempat yang telah ditentukan. Penelitian dilakukan

untuk mengumpulkan data kemampuan berpikir kritis dan sikap mahasiswa pada konsep evolusi. Pelaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen dengan inkuiri deduktif dan kelas kontrol dengan metode diskusi.

3. Tahap analisis data dan penyusunan laporan

Setelah pelaksanaan pembelajaran inkuiri deduktif dan pembelajaran metode diskusi pada konsep evolusi selesai dan data yang diperlukan terkumpul, tahapan selanjutnya adalah melakukan pengolahan data hasil penelitian dan menyusun laporan penelitian.

(26)

Gambar 3.1 Alur Penelitian Studi Pendahuluan

Studi literatur tentang materi evolusi

Studi literatur tentang kemampuan berpikir kritis

Pembuatan instrumen dan rancangan pembelajaran

Judgment, Uji Coba, Revisi

Pelaksanaan pembelajaran

Kelas Pembanding (metode diskusi)

Kelas Eksperimen (inkuiri deduktif)

Tes awal Tes awal

Pembelajaran evolusi dengan metode diskusi

Pembelajaran evolusi dengan inkuiri deduktif

Angket Tes akhir Tes akhir Angket

Analisis Data

Temuan

(27)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan tentang pembelajaran inkuiri deduktif dan metode diskusi pada kemampuan berpikir kritis mahasiswa konsep evolusi, dapat disimpulkan bahwa:

1. Kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen (66%) dan kelas kontrol (72%) dengan N-gain masing-masing kelas termasuk kategori sedang. Peningkatan kemampuan berpikir kritis tertinggi pada kedua kelas terdapat pada indikator menerapkan teori dan konsep. Peningkatan terendah kelas eksperimen pada indikator mendeskripsikan sudut pandang, sedangkan kelas kontrol pada indikator mendeskripsikan asumsi berdasarkan informasi, dengan N-gain masing-masing indikator termasuk kategori sedang.

2. Mahasiswa menyatakan setuju pada konsep evolusi, kelas eksperimen (80%) lebih besar daripada kelas kontrol (76%), dengan N-gain kelas eksperimen termasuk kategori sedang dan kelas kontrol termasuk kategori rendah.

3. Hasil angket menunjukkan bahwa 50% mahasiswa memberikan persepsi yang baik terhadap pembelajaran inkuiri deduktif, dan hasil wawancara dosennya diketahui bahwa pembelajaran inkuiri deduktif memberikan pengalaman belajar yang baru bagi dosen dan mahasiswa.

(28)

yang bisa di dapatkan yang dapat menambah pemahaman tentang konsep evolusi.

Kelemahan penelitian ini adalah kurangnya mahasiswa diberikan kesempatan bertanya dan menjawab masalah, serta kesulitan mahasiswa melakukan tahapan kelima dari proses hipotesis-deduktif berpikir mencari hubungan dalam fakta yang sedang dikaji dengan sesuatu yang menguatkan dan melemahkan dari hipotesis yang telah diajukan.

B. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan tentang pembelajaran inkuiri deduktif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap mahasiswa pada konsep evolusi, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut

1. Perlunya dilakukan penelitian yang dapat mengembangkan indikator berpikir kritis pada konsep evolusi dengan menggunakan multimedia atau diberikan sumber belajar online untuk memudahkan mahasiswa mengakses sumber belajar agar di dapatkan hasil yang lebih baik.

2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih efektif agar kemampuan berpikir kritis dapat diberikan berulang sambil memberikan saran dan perbaikan pada hasil belajar berpikir kritis mahasiswa, agar kemampuannya dapat diasah dengan lebih baik, dan mahasiswa setuju pada konsep evolusi sehingga dapat mengajarkan konsep evolusi berdasarkan fakta ilmiah dengan lebih baik. 3. Pembelajaran konsep evolusi sangat berkaitan dengan pandangan, dan

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Amaliah. (2008). Pembelajaran Inkuiri Dengan Metode Eksperimen dan

Demonstrasi Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep, Keterampilan Berpikir Kritis Pada Konsep Alat Indera SMA. UPI Bandung: Tesis tidak

diterbitkan

Amri. (2009). Pembelajaran Pendekatan Induktif-Deduktif Untuk Meningkatkan

Pengusaan Konsep dan Representasi Matematik Siswa. UPI Bandung:

Tesis tidak diterbitkan

Anderson, and Krathwhol. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and

Assessing. A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives.

New York: Longman

Arikunto. S. (2005). Statistik untuk Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rineka Cipta Azwar, S. (1995). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya edisi kedua.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Boediono, A and Coster, W. (2004). Teori dan Aplikasi Statistika dan

Probabilitas; Sederhana, Lugas dan Mudah Dimengerti. Bandung:

Remaja Rosdakarya

Campbell, A. N, Reece, B. J, and Mitchel, G.L. (2002). Biologi edisi 5 jilid 2. Jakarta: Erlangga

Colburn, W.(2000). Science Inquiry-what is it and how do you do it. Tersedia di www. Wavco.org/wvc/cadre/waterquality/scienceinq.html (10 Juli 2009) Costa, A. L. (1985). Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking.

Alexandria: ASCD

Dahar, R. W.(1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Depdiknas. (2007). Pendidikan Sains di Indonesia Berdasarkan Hasil PISA. Tersedia di www.blog worldpress.com (diakses tanggal 02 September2009)

Depdiknas. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun

2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

(30)

Filsaime, D. K. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustakaraya

Fraenkel, J.C, and Wallen, N.E. (2006). How to Design and Evaluate Research in

Education. New York: McGraw-Hill, inc

Garungan, W. A. (1988). Psikologi Sosial. Bandung: Eresco

Fried, H.S, and George, J.H. (2005). Schaum’s outlines Biologi edisi kedua. Jakarta: Erlangga

Hidayat, O. (2006). Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Keterampilan

Berpikir Kritis Pada Konsep Jamur. UPI Bandung: Tesis tidak diterbitkan

Inch, E. S. et al., (2006). Critical Thinking and Communication: The Use of

Reason in Argument edisi kelima. Ed. Boston:Pearson Education, Inc

Joyce et al (2003). Models of Teaching. London: Prentice Hall International Klausmeier, H.J. (1980). Learning and Teaching Concepts A Strategy for Testing

Applications of Theory. New York: Academic Press, Inc

Kniker, R. K. (1997). You and Values Education. Colombus: Charles E. Merrill Krech, E. (1982). Individual in Society. Singapore-Sydney-Tokyo: MC Graw Hill

International

Lawson, E. A.(1995). Science Teaching and The Development of Thinking. California: Wadworth Publishing Company

Lazarowitz, R., and Penso, S. (1992). “High School Students” Difficulties in Learning Biology Concept” Journal of Biological Education Majors.

Bioscene. 28, 4, 102-105

Lee, A. T, et al.,. (2002). “Using a Computer Simulation to Teach Science Process Skill to College Biology and Elementary Education Majors”. Journal of

Biological Education Majors Bioscene. 28, 4, 112-117

Liliasari (2007). “Scientific Concept and Generic Science Skill Relationship in The 21st Century Science Education”. Makalah Seminar International

Pendidikan IPA ke-1 SPs UPI, pada tanggal 27 Oktober 2007, Bandung

(31)

Michael, J (2007). “What Makes Physiology Hard for Students to Learn? Result of a Faculty Survey”. Advance in Physiology Education. 31, 5, 34-40 Michael, J., et al (2009). “The “Core Principle” of Physiology: What Should

Students Understand?” Advance in Physiology Education. 33, 5, 10-16 Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta Mulyani, A. (2009). Pembelajaran Sistem Saraf Berbasis Teknologi Informasi

Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep, Keterampilan Generik dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. UPI Bandung: Tesis tidak diterbitkan

NSTA/NRC. (1996). National Science Educational Standard. Washington DC: National Academy Press

Riduwan. (2002). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta

Rosikawati, T. R. (2008). Mind Mapping dalam metode Quantum Learning

Pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa. (Online).

http://fkip-unpak.org/teti/.htm (09/01/2008)

Ruseffendi, E.T. (1998). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press

Rustaman, N. (1990). Kemampuan Klasifikasi Logis Anak. (Studi tentang

Kemampuan Klasifikasi, Abstraksi dan Inferensi Anak Usia SD pada Kelompok Budaya Sunda. Disertasi PPS UPI: tidak dipublikasikan

Rutherford, F.J, and Algren, A. (1990). Science For All Americans. New York: Oxford University Press

Rutledge, and Mitchell. (2006). “Knowledge Structure, Acceptance & Teaching of Evolution”. Journal The American Biology Teacher. 64, 1, 257-259 Sagala, S. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Siegel, S. (1992). Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-ilmu Social. Jakarta: Gramedia

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

(32)

Sudjana, Nana. (2004). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo

Sugiyono. (2007). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta

Sumarno, U. (1988). Menyusun dan Menganalisis Skala Sikap. Makalah Seminar

Jurusan Pendidikan Matematika. IKIP: Bandung.

Sund, and Trowbridge. (2000). Teaching Science by Inquiry in Secondary School. Second edition. Colombus: Charles Press

Suripto. (2009). Tersedia dengan alamat: http://id.wikipedia.org/wiki/Evolusi - cite_note-170(diakses tanggal 16 desember 2009)

Tim penyusun. (2009). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif progresif. Jakarta:

Prenada Kencana

Wallin, A and Bjorn, A. (2007). Learning Biological Evolution During Assessment–Exploring The use of an Interactive Database-Driven Internet Application. Journal Department of Education. 56, 7, 176-180

Widodo, A. (2007). Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Makalah Seminar

Jurusan Pendidikan Matematika. UPI: Bandung.

Yahya, S. (2008). Model Pembelajaran Multimedia Interaktif Optik Fisis Untuk

Meningkatkan Penguasaan Konsep, Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Guru Fisika. UPI Bandung: Tesis tidak diterbitkan

Yudianto, A.Y. (2009). Pembelajaran Sains Biologi Menggunakan Nuansa Nilai Untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Sikap Siswa. Jurnal Inovasi

Pendidikan. 10, 1, 89-93

Zulfiani. (2006). Pengembangan Model Pembelajaran Inkuiri Untuk Calon Guru

Gambar

Tabel 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Soal Berpikir Kritis
Tabel 3.3 Hasil Ujicoba Instrumen Soal Berpikir Kritis
Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Jawaban Pernyataan Sikap
+3

Referensi

Dokumen terkait

Suhata, ST, VB Sebagai Pusat Kendali Peralatan Elektronik, Penerbit Elex Media Komputindo, Jakarta,

Stops initial heating time when it is pressed... Average of 5

1. Pengaruh norma subyektif terhadap sikap personal wirausaha siswa SMK. Pengaruh norma subyektif terhadap persepsi kontrol perilaku wirausaha siswa. SMK. Pengaruh sikap personal,

[r]

siswa, banyaknya anggota Rohis sehingga dalam proses komunikasi dan. koordinasi dirasakan sedikit sulit, tujuan siswa yang berbeda-beda

ANALISIS PERSEPSI PENGUSAHA UMKM TERHADAP IKLIM USAHA DALAM IMPLEMENTASI MEA DI KOTA

pihak yang berwenang sebagaimana yang telah disampaikan dalam daftar isian kualifikasi;. Membawa dan memberikan dokumen salinan/fotocopy

Banyak siswa yang secara aktif mengutarakan pendapatnya, sehingga terlihat gairah belajar siswa yang meningkat dengan adanya penyajian materi pelajaran melalui proyektor, selain