BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan era globalisasi seperti saat ini memungkinkan terjadinya arus
informasi yang tidak mungkin untuk dapat dibendung, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Hal ini ditandai dengan adanya persaingan yang ketat antar bangsa dalam berbagai bidang. Bagi negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kunci dari pembangunan untuk dapat mengimbangi berbagai kemajuan yang terjadi. Bangsa
yang berhasil dalam pendidikan adalah bangsa yang memiliki warga negara yang cerdas dan memiliki standar mutu yang tinggi. Berbagai kebijakan dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu tenaga pengajar, melakukan
inovasi dalam penyelenggaraan pendidikan serta pembangunan fasilitas penunjang dalam proses pembelajaran (Depdiknas, 2007).
Hasil penelitian PISA (Programme for International Student Assessment) pada tahun 2009 menunjukkan bahwa dalam bidang sains, kemampuan siswa Indonesia berada pada tingkat bawah yaitu peringkat 53 dari 57 negara yang
berpartisipasi. Siswa Indonesia hanya mampu mengingat fakta, terminologi dan hukum sains serta menggunakan pengetahuan sains yang bersifat umum. Data
penelitian PISA tersebut menggambarkan masih rendahnya kualitas pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam di Indonesia. Hal ini sering kali terus berlanjut hingga
Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak
memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang (Depdiknas, 2007). Berdasarkan kenyataan di lapangan pengajaran sains terlalu terpusat pada kelas,
masih banyak pengajar tidak memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, walaupun sebenarnya di lingkungan banyak hal yang dapat dijadikan sumber belajar (Sudjana, 2009). Menurut Joyce, et al., (2003) guru masih cenderung
mendominasi pengajaran dan pembelajaran yang dilakukan hanya mampu menyentuh aspek ingatan dan pemahaman saja.
Pembelajaran sains sebelumnya lebih menekankan pada penguasaan konsep-konsep sains. Pada saat ini, pembelajaran sains mengharuskan seorang guru dapat membekali para siswanya dengan kemampuan berpikir, atau dengan
kata lain dari mempelajari sains menjadi berpikir melalui sains (Liliasari, 2007). Hal tersebut senada dengan yang ditulis oleh Lee, et al., (2002) bahwa tujuan
pembelajaran seharusnya dapat meningkatkan kemampuan dasar pengetahuan untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam berpikir kritis, pemecahan
masalah, dan pengambilan keputusan.
Kompetensi pengajar sebagai agen pembelajaran meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional dan kompetensi sosial (Depdiknas, 2007). Kompetensi professional adalah kemampuan guru
dalam penguasaan materi pembelajaran secara mendalam dan luas, kemampuan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan
mengemas materi sesuai dengan tingkat perkembangan kemampuan peserta didik serta jenjang dan jenis pendidikannya (Depdiknas, 2007). Oleh karena itu,
seharusnya pengajar dalam melaksanakan pembelajaran dapat mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong mahasiswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Perlu disadari bahwa sains pada dasarnya berkaitan dengan cara mencari
tahu dan memahami alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip saja akan
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Sagala, 2003). Pendidikan sains diharapkan dapat menjadi wahana mahasiswa untuk mempelajari dirinya sendiri
dan alam sekitarnya (Sujana, 2009).
Pendidikan sains memberikan penekanan pada pengalaman pembelajaran secara langsung, sehingga mahasiswa perlu dibantu untuk mengembangkan keterampilan proses sehingga mampu mempelajari dan memahami alam sekitar.
Keterampilan ini meliputi keterampilan mengamati dengan seluruh panca indera, berhipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu
mempertimbangkan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan, menafsirkan data, mengkomunikasikan hasil temuan, menggali dan memilih informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan dan memecahkan masalah
Pembelajaran biologi di sekolah menengah atau di perguruan tinggi bagi pebelajar banyak mengalami kesulitan. Salah satunya dapat disebabkan oleh
karakteristik materi yang terdapat pada mata pelajaran biologi tersebut. Banyak mahasiswa mengalami kesulitan untuk memahami biologi terutama untuk
memahami konsep-konsep fisiologis yang abstrak (Lazarowitz, 1992). Menurut Michael (2007) terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan materi fisiologis dianggap sulit, yaitu karakteristik materi biologi yang akan dipelajari, cara
mengajarkan materi dan modal siswa yang akan mempelajari materi tersebut.
Prinsip-prinsip inti fisiologis dalam biologi yang dianggap penting menurut
Michael, et al (2009) yaitu evolusi, ekosistem dan lingkungan, mekanisme sebab-akibat, sel, hubungan antara struktur dan fungsi, tingkat organisasi, aliran informasi, transfer energi dan transformasi, dan homeostatis. Prinsip tersebut
merupakan prinsip penting yang harus dikuasai oleh mahasiswa setelah mereka mengikuti pelajaran.
Hasil kajian artikel dalam jurnal berjudul “Knowledge Structure,
Acceptance and Teaching of Evolution” (Rutledge&Mitchell, 2006), menunjukan
bahwa teori evolusi sulit diajarkan karena teori ini berkaitan erat dengan agama
atau kepercayaan. Alasan lain konsep evolusi sulit untuk diajarkan di sekolah juga di perguruan tinggi dikarenakan sedikitnya sumber belajar, terdapat perbedaan pendapat yang dikemukakan oleh peneliti dan para ahli teori evolusi sehingga
Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa untuk mengalami sendiri proses pembelajaran dan mengalami
peningkatan kemampuan dan keterampilan berpikir kritis. Inkuiri secara sederhana diartikan sebagai kegiatan mengajukan pertanyaan (Lawson, 1995),
sehingga dalam proses pembelajaran diharapkan mahasiswa aktif, dengan cara mengajukan pertanyaan tentang suatu masalah sains dan menemukan jawaban dari
pertanyaan. (Rutherford & Ahlgren, 1990).
Berpikir deduktif dimulai dengan cara berpikir menggunakan pernyataan umum, melakukan investigasi dan dijadikan dasar penarikan kesimpulan sebagai
pernyataan akhir yang mengandung suatu kebenaran. Mahasiswa mulai berpikir dari suatu teori, prinsip atau kesimpulan yang dianggap benar atau yang bersifat umum, kemudian diterapkan pada fenomena yang khusus, dan mengambil
kesimpulan khusus yang berlaku bagi fenomena tersebut (Trianto, 2009).
Proses pembelajaran inkuiri deduktif dirasa sejalan dengan pembelajaran konstruktivisme, menurut Widodo (2007) memiliki lima hal penting yang harus
diperhatikan yaitu bahwa pebelajar telah memiliki pengetahuan awal, tidak ada pebelajar yang otaknya benar-benar kosong. Pengetahuan awal yang dimiliki
pebelajar memainkan peranan penting pada saat dia belajar tentang suatu hal yang ada kaitannya dengan apa yang telah diketahuinya. Belajar merupakan proses pengkonstruksian pengetahuan berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya.
Belajar merupakan perubahan konsepsi pembelajar, karena pembelajar telah memiliki pengetahuan awal, maka belajar adalah proses mengubah pengetahuan
pengetahuan pebelajar bisa berkembang menjadi suatu konstruk pengetahuan yang lebih besar. Proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam suatu
konteks sosial tertentu. Pebelajar bertanggung jawab terhadap proses belajarnya, guru atau fasilitator menyiapkan kondisi yang memungkinkan pembelajar untuk
belajar. Proses belajar benar-benar tergantung sepenuhnya pada diri pembelajar itu sendiri (Widodo, 2007).
Pembelajaran saat ini harus dapat mengembangkan kemampuan berpikir
kritis. Berpikir merupakan aspek penting dan topik yang vital dalam pendidikan modern sehingga para pendidik tertarik untuk mengembangkan metode berpikir
kritis kepada para mahasiswa. Kemampuan berpikir kritis melibatkan proses ketika seseorang mencoba menjawab pertanyaan yang sulit yang informasinya tidak ditemukan pada saat ini secara rasional (Inch, et al., 2006). Berpikir kritis
merupakan proses yang kompleks dan jika dilakukan dengan benar dapat membantu kita untuk menguji suatu gagasan secara sistematis untuk pemahaman
yang lebih baik, baik yang berkaitan dengan masalah maupun konsekuensi dari suatu kegiatan. Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis memandang perlu untuk melakukan penelitian mengenai “Pembelajaran Inkuiri Deduktif Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap Mahasiswa Pada Konsep Evolusi”.
B. Rumusan Masalah
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap mahasiswa pada konsep evolusi?” Rumusan masalah tersebut kemudian dijabarkan menjadi beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut
1. Apakah pembelajaran inkuiri deduktif dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa pada konsep evolusi?
2. Apakah pembelajaran inkuiri deduktif dapat meningkatkan sikap mahasiswa pada konsep evolusi?
3. Bagaimanakah tanggapan mahasiswa dan pengajar mengenai pembelajaran inkuiri deduktif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap mahasiswa pada konsep evolusi?
4. Kendala apakah yang dihadapi oleh pengajar dan mahasiswa dalam menerapkan pembelajaran inkuiri deduktif pada konsep evolusi?
C. Batasan Penelitian
Agar permasalahan dalam penelitian ini lebih terarah, maka permasalahan dibatasi sebagai berikut
1. Pembelajaran inkuiri deduktif dilaksanakan pada konsep evolusi yang meliputi teori evolusi, petunjuk adanya evolusi, mekanisme evolusi, hukum
Hardy-Weinberg, dan fakta evolusi.
2. Kemampuan berpikir kritis yang diukur dalam pembelajaran konsep evolusi yang diberikan secara inkuiri deduktif dan diskusi adalah kemampuan mahasiswa untuk menerapkan konsep, memberikan asumsi dan sudut pandang serta dapat melakukan interpretasi dan menarik kesimpulan.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah menganalisis tentang pembelajaran inkuiri deduktif untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap mahasiswa pada konsep evolusi, serta tanggapan mahasiswa dan dosen terhadap pembelajaran tersebut.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak terutama dalam dunia pendidikan, di antaranya sebagai berikut
1. Dapat memberikan pengalaman baru bagi dosen dalam mengajarkan materi evolusi. Dengan menerapkan pembelajaran inkuiri deduktif diharapkan pembelajaran dapat lebih bermakna.
2. Dapat memberikan pengalaman baru bagi mahasiswa untuk mengalami pembelajaran inkuiri deduktif pada konsep evolusi.
F. Asumsi
Pembelajaran yang berpusat pada pebelajar dapat mengkonstruk pemahaman dan membuat pebelajar berpikir, namun setiap pembelajaran
memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga hasilnya dapat berbeda. Demikian juga dengan sikap, hal ini diperkuat oleh pendapat Krech (1982) sikap berkembang dalam proses keinginan atas sesuatu, sikap individu dibentuk ber-
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan asumsi di atas, maka hipotesis yang di-
ajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
H0: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pembelajaran inkuiri deduktif dengan metode diskusi pada kemampuan berpikir kritis dan sikap
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode dan Desain penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Kuasi eksperimen adalah penelitian yang menggunakan kelompok subjek secara utuh dalam eksperimen, yang secara alami sudah terbentuk dalam kelas dan tidak
mengontrol semua variabel yang ada (Arikunto, 2005). Desain penelitian yang digunakan adalah “pretest-posttest control group design” (Fraenkel&Wallen, 2006) artinya penelitian menggunakan dua kelas, terdapat kelompok pembanding,
diberikan perlakuan yang berbeda, masing-masing kelompok diberi tes awal dan tes akhir yang sama. Dalam desain penelitiannya terdapat langkah-langkah yang
menunjukkan suatu urutan kegiatan penelitian, dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Tes awal Perlakuan Tes akhir
Eksperimen T X1 T
Kontrol T X2 T
Keterangan:
T : Penggunaan soal yang sama digunakan untuk tes awal dan tes akhir X1 : Perlakuan pembelajaran konsep evolusi Inkuiri deduktif
X2 : Perlakuan pembelajaran konsep evolusi dengan metode diskusi Kemampuan awal mahasiswa pada materi konsep evolusi dapat diketahui dari tes awal (T) yang diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum pembelajaran dilaksanakan. Perlakuan (X1) yang diberikan berupa
deduktif pada kelas eksperimen dan diskusi pada kelas kontrol, maka selanjutnya diberikan tes akhir (T) untuk mengetahui hasil kemampuan berpikir kritis dan
sikap mahasiswa pada konsep evolusi.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester empat program studi pendidikan biologi di Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati
Cirebon tahun ajaran 2009/2010 sebanyak empat kelas dengan 140 mahasiswa.
2. Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan sebanyak dua kelas yaitu mahasiswa semester empat sebanyak 64 mahasiswa program studi pendidikan biologi di Institut
Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon. Sampel penelitian menggunakan kelompok subjek secara utuh dalam eksperimen yang secara alami sudah
terbentuk dalam kelas.
C. Definisi Operasional
Untuk memberikan konsep yang sama dan menghindari kesalahan penafsiran terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu di
jelaskan definisi operasional sebagai berikut:
Pembelajaran kelas kontrol dilakukan dengan metode diskusi, dimulai dengan metode ceramah oleh dosen dan mahasiswa terlibat secara aktif pada kegiatan diskusi. Pembelajaran konsep evolusi meliputi teori evolusi, petunjuk adanya evolusi, mekanisme evolusi, hukum Hardy-Weinberg dan fakta evolusi. 2. Kemampuan berpikir kritis yang diukur pada penelitian ini yaitu kemampuan
menerapkan teori dan konsep, mendeskripsikan asumsi dan sudut pandang berdasarkan informasi yang ada, serta mendeskripsikan hasil interpretasi dan membuat kesimpulan (Inch, et al., 2006). Kemampuan berpikir kritis diukur dengan menggunakan tes kemampuan berpikir kritis yang sama antara tes awal dan tes akhir bentuk soal essai.
3. Skala sikap dalam penelitian ini menggunakan pedoman skala Likert, yang akan mengukur sikap mahasiswa untuk menerima konsep evolusi. Skala yang digunakan untuk pernyataan positif nilai 5 (SS) sampai nilai 1 (STS) dan untuk pernyataan negatif nilai 1 (SS) sampai nilai 5 (STS).
D. Instrumen Penelitian
1. Jenis Instrumen
Instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Instrumen tes kemampuan berpikir kritis berbentuk essai. Indikator yang digunakan yaitu menerapkan teori dan konsep, mendeskripsikan asumsi
dan sudut pandang berdasarkan informasi yang ada, serta mendeskripsikan hasil interpretasi dan membuat kesimpulan.
2) Instrumen tes skala sikap dengan pilihan jawaban (SS, S, TT, TS dan
STS).
3) Angket pendapat atau tanggapan mahasiswa terhadap pembelajaran inkuiri
4) Pedoman wawancara dengan dosen untuk menggali tanggapan dosen terhadap pembelajaran inkuiri deduktif.
2. Uji Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis
Sebelum digunakan, instrumen tes diujicoba dan dianalisis kelayakannya
melalui uji validitas, uji reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda soal.
2.1 Uji Validitas
Validitas merupakan ukuran kesahihan suatu instrumen sehingga mampu mengukur apa yang harus atau hendak diukur. Uji validitas instrumen yang
digunakan adalah uji validitas isi (content validity) dan uji validitas kriteria (criteria related validity).
Uji validitas isi dilakukan melalui validasi oleh dosen yang memiliki
keahlian di bidang materi biologi, untuk melihat kesesuaian standar isi materi yang ada di dalam instrumen tes. Uji validitas kriteria dihitung dengan menggunakan bantuan program analisis butir soal essai ANATES.
Uji validitas dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus:
rxy =
) )(
( X Y
XY
NΣ − Σ Σ
2 2
2 2
) ( )(
) (
(NΣX − ΣX NΣY − ΣY
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi n = Banyaknya subyek ∑ = Jumlah nilai tiap soal ∑ = Jumlah nilai total
Penafsiran nilai korelasi dapat dilakukan berdasarkan kriteria berikut (Arikunto, 2005).
Antara 0,40 sampai dengan 0,60 = Cukup Antara 0,20 sampai dengan 0,40 = Rendah
Antara 0,00 sampai dengan 0,20 = Sangat Rendah
Dari 20 soal yang diujicobakan, soal kemudian dianalisis. Diperoleh 12 soal memiliki hasil yang baik dan 3 soal direvisi, sehingga diperoleh 15
soal yang digunakan dalam penelitian. Dengan sebaran 13 soal (86,7%) termasuk kategori cukup dan 2 soal (13,3%) termasuk kategori rendah.
2.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas tes bertujuan untuk menguji tingkat keajegan soal yang digunakan. Uji reliabilitas instrumen ini dihitung dengan menggunakan
bantuan program ANATES. Uji reliabilitas dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus:
11= − 1 (1 − ( −
Keterangan:
R11 = reliabilitas instrumen
K = banyaknya butir soal atau butir pertanyaan M = skor rata-rata
Vt = varians total
Menurut Arikunto (2005) tolak ukur untuk menafsirkan derajat keterandalan perangkat suatu test adalah sebagai berikut
Kurang dari 0,20 : Hampir tidak ada
0,20 – 0,40 : Derajat keterandalan rendah 0,40 – 0,70 : Derajat keterandalan sedang 0,70 – 0,90 : Derajat keterandalan tinggi 0,90 – 0,100 : Derajat keterandalan sangat tinggi
Berdasarkan perhitungan reliabilitas soal hasil ujicoba diperoleh nilai 0,68
2.3 Uji Tingkat Kesukaran Soal
Uji tingkat kesukaran soal dilakukan untuk mengetahui apakah butir soal
tergolong sukar, sedang atau mudah. Uji tingkat kesukaran soal dihitung dengan menggunakan bantuan program analisis ANATES. Uji tingkat
kesukaran soal dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus:
P =JSB
Keterangan:
P : Indeks Kesukaran
B : banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS : jumlah seluruh siswa peserta tes
Kriteria indeks tingkat kesukaran menurut Arikunto (2005) adalah sebagai berikut
Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah
Dari 20 soal yang diujicobakan, soal kemudian dianalisis. Diperoleh 12
soal memiliki hasil yang baik dan 3 soal direvisi, sehingga diperoleh 15 soal yang digunakan dalam penelitian. Dengan sebaran 2 soal (13,3%)
termasuk kategori mudah, 10 soal (66,7%) termasuk kategori sedang dan 3 soal (20%) termasuk kategori sukar.
2.4 Uji Daya Pembeda Soal
Uji daya pembeda soal dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tiap butir soal mampu membedakan (kemampuan) antara siswa kelompok atas
dengan siswa kelompok bawah. Uji daya pembeda soal dihitung dengan menggunakan bantuan program analisis butir soal essai ANATES. Uji
= − = −
Keterangan:
J = jumlah peserta tes
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar
BB = banyaknya kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar
PA =proporsi kelompok atas yang menjawab benar (ingat, P sebagai indeks kesukaran)
PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab benar
Klasifikasi daya pembeda menurut Arikunto (2005) adalah sebagai berikut:
D : 0,00 – 0,20 : jelek (poor)
D : 0,20 – 0,40 : cukup (satisfactory) D : 0,40 – 0,70 : baik (good)
D : 0,70 – 1,00 : baik sekali (excellent)
D : negatif, semuanya tidak baik (sebaiknya dibuang saja),
Dari 20 soal yang diujicobakan, soal kemudian dianalisis. Diperoleh 12 soal
memiliki hasil yang baik dan tiga soal direvisi, sehingga diperoleh 15 soal yang digunakan dalam penelitian. Dengan sebaran 3 soal (20%) termasuk kategori baik
dan 12 soal (80%) termasuk kategori cukup.
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Soal Berpikir Kritis
Pokok bahasan Kemampuan Berpikir Kritis Inch (no soal) Total Konsep Sudut pandang Asumsi Interpretasi
Teori evolusi --- --- --- 1,2 2
Mekanisme evolusi 11 13 8 3,4 5
Petunjuk evolusi --- --- 5,6,9 --- 3
Hukum Hardy-Weinberg 10 --- --- --- 1
Fakta evolusi 12 14,15 7 --- 4
Total 3 3 5 4 15
adanya evolusi, 1 soal tentang hukum Hardy-Weinberg dan 4 soal tentang fakta evolusi.
Tabel 3.2 diperoleh setelah hasil ujicoba instrumen soal kemampuan berpikir kritis dianalisis dengan menggunakan program ANATES. Diperoleh 12 soal memiliki hasil yang baik dan 3 soal direvisi, maka terpilih 15 soal yang di gunakan dalam penelitian. Hasil dapat dilihat pada Tabel 3.3
Tabel 3.3
Hasil Ujicoba Instrumen Soal Berpikir Kritis
No soal asli No soal baru
Pokok bahasan Korelasi Tingkat
kesukaran
Daya pembeda
Keterangan
1 1
Teori evolusi 0,53 (cukup) 0,71 (mudah) 0,31 (cukup) Digunakan
2 2 0,54
(cukup) 0,71 (mudah) 0,49 (baik) Digunakan
3 3
Mekanisme evolusi 0,59 (cukup) 0,42 (sedang) 0,44 (baik) Digunakan
4 4 0,48
(cukup) 0,53 (sedang) 0,35 (cukup) Digunakan
5 5 Petunjuk adanya evolusi 0,44 (cukup) 0,20 (sukar) 0,28 (cukup) Digunakan
6 -- Mekanisme evolusi 0,31
(rendah) 0,71 (mudah) 0,25 (cukup) Tidak digunakan 7 6 Petunjuk adanya evolusi 0,46
(cukup) 0,17 (sukar) 0,33 (cukup) Digunakan
8 7 Fakta evolusi 0,52
(cukup) 0,27 (sukar) 0,23 (cukup) Digunakan
9 8 Mekanisme evolusi 0,47
(cukup) 0,16 (sukar) 0,35 (cukup) Digunakan
10 9 Petunjuk adanya evolusi 0,36 (rendah) 0,23 (sukar) 0,33 (cukup) Direvisi
11 10 Hukum Hardy-Weinberg 0,39 (rendah) 0,33 (sedang) 0,42 (baik) Direvisi
12 11 Mekanisme evolusi 0,41
(cukup) 0,12 (sukar) 0,25 (cukup) Direvisi
13 --
Mekanisme evolusi 0,33 (rendah) 0,36 (sedang) 0,12 (jelek) Tidak digunakan
14 -- 0,30
(rendah) 0,33 (sedang) 0,10 (jelek) Tidak digunakan
15 12 Fakta evolusi 0,47
(cukup) 0,27 (sukar) 0,23 (cukup) Digunakan
16 13 Mekanisme evolusi 0,53
(cukup) 0,49 (sedang) 0,25 (cukup) Digunakan
17 14 Fakta evolusi 0,60
(cukup) 0,33 (sedang) 0,33 (cukup) Digunakan
18 --
Fakta evolusi 0,29 (rendah) 0,42 (sedang) 0,17 (jelek) Tidak digunakan
19 -- 0,35
(rendah) 0,24 (sukar) 0,15 (jelek) Tidak digunakan
20 15 Fakta evolusi 0,49
3. Uji Instrumen Skala Sikap
Skala sikap digunakan untuk mengetahui bagaimana peningkatan sikap siswa kelompok kontrol dan kelompok eksperimen terhadap pembelajaran konsep evolusi. Skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert yaitu berisi pernyataan-pernyataan yang disusun berdasarkan indikator sikap. Setiap pernyataan yang dibuat ada yang bersifat positip dan negatip.
Setiap pernyataan dihubungkan dengan jawaban atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan lima pilihan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak tahu (TT), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Skala sikap ilmiah diberikan pada saat tes awal dan tes akhir, baik pada kelas esperimen maupun pada kelas kontrol. Tujuannya untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan sikap mahasiswa sebagai hasil dari pembelajaran evolusi inkuiri deduktif dan diskusi. Pedoman penskoran jawaban pernyataan skala sikap yang diberikan mahasiswa dapat dilihat dalam Tabel 3.4
Tabel 3.4
Pedoman Penskoran Jawaban Pernyataan Sikap
Jawaban Pernyataan Positif
Skor Jawaban Pernyataan Negatif
Skor
Sangat setuju (SS) 5 Sangat setuju (SS) 1
Setuju (S) 4 Setuju (S) 2
Ragu-ragu (R) 3 Ragu-ragu (R) 3
Tidak setuju (TS) 2 Tidak setuju (TS) 4 Sangat tidak setuju (STS) 1 Sangat tidak setuju (STS) 5
(Riduwan, 2004)
Langkah-langkah penyusunan skala sikap ilmiah siswa (Stiggins, 1994) adalah sebagai berikut
menyeluruh setuju, ragu-ragu atau tidak setuju pada pernyataan yang diberikan.
b. Menyusun pernyataan, masing-masing pernyataan memiliki kecenderungan positif atau negatif.
c. Konsultasi dengan pembimbing, untuk mendapatkan validasi isi butir pernyataan.
d. Melakukan uji coba terhadap pernyataan yang telah disusun. Uji coba
pernyataan sikap ini diberikan kepada mahasiswa semester empat perguruan tinggi di Cirebon.
e. Menganalisis hasil uji coba untuk membakukan skalanya, untuk setiap pernyataan positif dan untuk setiap pernyataan negatif.
Untuk menetapkan bobot skor setiap alternatif jawaban pernyataan dilakukan
dalam beberapa tahapan (Sumarno, 1988) yaitu:
1) Menentukan frekuensi untuk setiap alternatif jawaban
2) Menghitung proporsi (p) dengan cara membagi setiap frekuensi dengan jumlah responden.
3) Menghitung proporsi kumulatif/cumulative propotion (cp),
(cp1=p1, cp2=cp1+p2, cp3= cp2+p3, cp4=cp3+p4).
4) Menghitung nilai tengah proporsi kumulatif / mean cumulative propotion (mcp). Dengan: mcp 1 = ½ cp1
mcp 2 = ½ (cp1+cp2) mcp 3 = ½ (cp2+cp3)
5) Menentukan nilai z berdasarkan mcp yang telah diketahui dengan menggunakan tabel distribusi normal.
6) Menghitung nilai z+ nilai mutlak. Nilai mutlak diperolah dari nilai z yang paling rendah nilainya.
7) Membulatkan nilai z+ nilai mutlak.
f. Menentukan daya pembeda setiap pernyataan.
Untuk menentukan daya pembeda setiap butir pernyataan dilakukan dalam
beberapa tahapan berikut:
1) Menyusun skor skala sikap subjek yang telah diurutkan dari nilai tertinggi
hingga nilai terendah.
2) Memilih siswa yang termasuk kelompok atas dan kelompok bawah masing-masing 27 %.
3) Menentukan nilai thitung, dengan rumus:
thitung = −
∑( − 2+∑( − 2 "("−1
∑( − 2= ∑ # $- (∑ %&
'
(
∑( − 2= ∑ 晡2
-(∑ 2
" (Sumarno, 1988)
Keterangan:
= Rata-rata kelompok atas = Rata-rata kelompok bawah n = Banyak subyek
h. Menguji reliabilitas seluruh pernyataan skala sikap, dengan menggunakan rumus alpha berikut:
r11 = )( −1* +1 − ∑ó
-2
ó12 .
Keterangan:
r11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir soal atau pernyataan
∑ ó − -2 = Jumlah varians butir
ó12 = Varians total (Arikunto, 2005)
Berdasarkan hasil ujicoba instrumen terhadap soal skala sikap, reliabilitas soal sebesar 0,70 dengan kategori sedang. Soal tersebut kemudian dibakukan skala penyekorannya dan validitas soal, maka didapatkan hasil yang tersaji pada Tabel 3.5
Tabel 3.5 Hasil Ujicoba dan Validasi Instrumen Skala Sikap
No soal baru
No soal asal
thitung ttabel Validitas Keterangan
1 3 1,87 1,75 Valid Digunakan
2 4 1,76 1,75 Valid Digunakan
3 5 1,98 1,75 Valid Digunakan
4 6 1,92 1,75 Valid Digunakan
5 7 2,87 1,75 Valid Digunakan
6 8 2,55 1,75 Valid Digunakan
7 10 1,82 1,75 Valid Digunakan
8 11 1,93 1,75 Valid Digunakan
9 13 1,87 1,75 Valid Digunakan
10 14 1,98 1,75 Valid Digunakan
11 15 1,79 1,75 Valid Digunakan
12 16 1,76 1,75 Valid Digunakan
13 21 1,87 1,75 Valid Digunakan
14 22 2,06 1,75 Valid Digunakan
15 24 1,92 1,75 Valid Digunakan
16 25 1,86 1,75 Valid Digunakan
17 26 1,79 1,75 Valid Digunakan
18 27 1,82 1,75 Valid Digunakan
19 31 1,87 1,75 Valid Digunakan
20 32 1,87 1,75 Valid Digunakan
penyekoran pernyataan sikap hasil penelitian. Soal tersebut kemudian dianalisis yang meliputi pembakuan bobot skor untuk masing-masing pernyataan, validasi soal hasil ujicoba. Diperoleh 20 soal skala sikap yang digunakan dalam penelitian.
3.2 Angket dan Wawancara
Instrumen angket dan wawancara digunakan untuk mengetahui pendapat mahasiswa dan dosen mengenai pembelajaran inkuiri deduktif pada konsep evolusi. Hasil angket dan wawancara tidak mendapatkan perlakuan pengujian, hasil angket dan wawancara dalam penelitian dianalisis dan disajikan dalam bentuk persentase.
E. Teknik Pengolahan Data
1. Pengolahan Data Secara Statistik
Uji Normalitas
Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan terhadap data tes awal dan tes akhir kemampuan berpikir kritis dan skala sikap mahasiswa pada konsep evolusi
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan One Sample
Kolmogorov-Smirnov test dengan bantuan program analisis statistik SPSS 18,
digunakan karena nilai probabilitas yang diperoleh berdasarkan perbandingan dengan distribusi teoritik, bukan berdasarkan hasil kecenderungan dari nilai (Siegel, 1992). Data dikatakan normal karena nilai probabilitas (Asymp. Sig.
(2-tailed)) > 0,05. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dalam penelitian ini dilakukan terhadap data tes awal dan
tes akhir kemampuan berpikir kritis dan skala sikap mahasiswa pada konsep evolusi homogen atau tidak. Uji homogenitas menggunakan Levene test dengan
yang diperoleh berdasarkan perbandingan dengan distribusi teoritik, bukan berdasarkan hasil kecenderungan dari nilai (Siegel, 1992). Data dikatakan
homogen karena nilai probabilitas (Asymp. Sig. (2-tailed)) > 0,05. Perhitungan Gain Ternormalisasi
Perhitungan ini dilakukan untuk menghindari kesalahan interpretasi
terhadap selisih skor tes awal dan tes akhir masing-masing kelompok penelitian. Untuk memperoleh gain yang ternormalisasi perhitungan digunakan rumus
Meltzer.
/ = 01 ℎ3 401516
0789:401516 (Meltzer, 2002)
Keterangan: Spre = Skor tes awal Spos = Skor tes akhir Smaks = Skor maksimum
Kategori: Tinggi : g > 0,7 Sedang : 0,3 ≤ g ≤ 0,7 Rendah : g < 0,3
Uji Hipotesis dengan Uji Perbedaan Dua Rata-Rata
Uji hipotesis digunakan untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata.
Hipotesis yang diuji: H0 : µ1 = µ2 dan µ3 = µ4
Hasil penelitian yang dianalisis diketahui sebaran data normal dan homogen dengan jumlah sampel ≥ 30, uji statistik yang dipakai adalah uji z. Parameter
untuk standar deviasi populasi (μP− μ$ dapat diabaikan. Hal ini sesuai dengan
30 dan n2 ≥ 30, dengan distribusi sampel beda dua rata-rata QX1− X2S ber-
distribusi normal sehingga menggunakan uji statistik z dengan rumus:
z = QX1− X2S− Qµ1−µ2S
T12 "1+T22"2
T12 = "1∑
2−(∑ 2
"1("1−1 dan T2
2 = "2∑ 2−(∑ 2
〱2("2−1
Keterangan:
X1 = Skor rata-rata eksperimen X2 = Skor rata-rata kontrol
T12 = Varians skor kelompok eksperimen T22 = Varians skor kelompok kontrol
n = Jumlah subyek (Ruseffendi, 1998)
2. Pengolahan Data Angket dan Wawancara
Analisis hasil angket mahasiswa dan wawancara terhadap dosen mengenai
pembelajaran inkuiri deduktif tidak mendapatkan perlakuan pengujian. Hasil angket dan wawancara dalam penelitian dianalisis dan disajikan dalam bentuk
persentase.
F. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian pembelajaran inkuiri deduktif untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan sikap mahasiswa pada konsep evolusi dilakukan sebanyak 5 pertemuan untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
1. Tahap persiapan
Studi pendahuluan dilakukan sebelum melakukan penelitian, hal ini dilakukan untuk menganalisis materi dan sikap mahasiswa terhadap konsep evolusi. Studi pendahuluan dilakukan untuk menentukan indikator yang akan menjadi fokus penelitian dan sekaligus juga menyiapkan bahan untuk mendukung pelaksanaan penelitian. Tahapan selanjutnya menyusun dan melaksanakan bimbingan penyusunan proposal, seminar proposal, dan mempersiapkan surat perizinan untuk melaksanakan penelitian sekaligus membuat instrumen.
2. Tahap pelaksanaan
Penelitian dilakukan di tempat yang telah ditentukan. Penelitian dilakukan
untuk mengumpulkan data kemampuan berpikir kritis dan sikap mahasiswa pada konsep evolusi. Pelaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen dengan inkuiri deduktif dan kelas kontrol dengan metode diskusi.
3. Tahap analisis data dan penyusunan laporan
Setelah pelaksanaan pembelajaran inkuiri deduktif dan pembelajaran metode diskusi pada konsep evolusi selesai dan data yang diperlukan terkumpul, tahapan selanjutnya adalah melakukan pengolahan data hasil penelitian dan menyusun laporan penelitian.
Gambar 3.1 Alur Penelitian Studi Pendahuluan
Studi literatur tentang materi evolusi
Studi literatur tentang kemampuan berpikir kritis
Pembuatan instrumen dan rancangan pembelajaran
Judgment, Uji Coba, Revisi
Pelaksanaan pembelajaran
Kelas Pembanding (metode diskusi)
Kelas Eksperimen (inkuiri deduktif)
Tes awal Tes awal
Pembelajaran evolusi dengan metode diskusi
Pembelajaran evolusi dengan inkuiri deduktif
Angket Tes akhir Tes akhir Angket
Analisis Data
Temuan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan tentang pembelajaran inkuiri deduktif dan metode diskusi pada kemampuan berpikir kritis mahasiswa konsep evolusi, dapat disimpulkan bahwa:
1. Kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen (66%) dan kelas kontrol (72%) dengan N-gain masing-masing kelas termasuk kategori sedang. Peningkatan kemampuan berpikir kritis tertinggi pada kedua kelas terdapat pada indikator menerapkan teori dan konsep. Peningkatan terendah kelas eksperimen pada indikator mendeskripsikan sudut pandang, sedangkan kelas kontrol pada indikator mendeskripsikan asumsi berdasarkan informasi, dengan N-gain masing-masing indikator termasuk kategori sedang.
2. Mahasiswa menyatakan setuju pada konsep evolusi, kelas eksperimen (80%) lebih besar daripada kelas kontrol (76%), dengan N-gain kelas eksperimen termasuk kategori sedang dan kelas kontrol termasuk kategori rendah.
3. Hasil angket menunjukkan bahwa 50% mahasiswa memberikan persepsi yang baik terhadap pembelajaran inkuiri deduktif, dan hasil wawancara dosennya diketahui bahwa pembelajaran inkuiri deduktif memberikan pengalaman belajar yang baru bagi dosen dan mahasiswa.
yang bisa di dapatkan yang dapat menambah pemahaman tentang konsep evolusi.
Kelemahan penelitian ini adalah kurangnya mahasiswa diberikan kesempatan bertanya dan menjawab masalah, serta kesulitan mahasiswa melakukan tahapan kelima dari proses hipotesis-deduktif berpikir mencari hubungan dalam fakta yang sedang dikaji dengan sesuatu yang menguatkan dan melemahkan dari hipotesis yang telah diajukan.
B. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan tentang pembelajaran inkuiri deduktif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap mahasiswa pada konsep evolusi, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut
1. Perlunya dilakukan penelitian yang dapat mengembangkan indikator berpikir kritis pada konsep evolusi dengan menggunakan multimedia atau diberikan sumber belajar online untuk memudahkan mahasiswa mengakses sumber belajar agar di dapatkan hasil yang lebih baik.
2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih efektif agar kemampuan berpikir kritis dapat diberikan berulang sambil memberikan saran dan perbaikan pada hasil belajar berpikir kritis mahasiswa, agar kemampuannya dapat diasah dengan lebih baik, dan mahasiswa setuju pada konsep evolusi sehingga dapat mengajarkan konsep evolusi berdasarkan fakta ilmiah dengan lebih baik. 3. Pembelajaran konsep evolusi sangat berkaitan dengan pandangan, dan
DAFTAR PUSTAKA
Amaliah. (2008). Pembelajaran Inkuiri Dengan Metode Eksperimen dan
Demonstrasi Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep, Keterampilan Berpikir Kritis Pada Konsep Alat Indera SMA. UPI Bandung: Tesis tidak
diterbitkan
Amri. (2009). Pembelajaran Pendekatan Induktif-Deduktif Untuk Meningkatkan
Pengusaan Konsep dan Representasi Matematik Siswa. UPI Bandung:
Tesis tidak diterbitkan
Anderson, and Krathwhol. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and
Assessing. A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives.
New York: Longman
Arikunto. S. (2005). Statistik untuk Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rineka Cipta Azwar, S. (1995). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya edisi kedua.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Boediono, A and Coster, W. (2004). Teori dan Aplikasi Statistika dan
Probabilitas; Sederhana, Lugas dan Mudah Dimengerti. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Campbell, A. N, Reece, B. J, and Mitchel, G.L. (2002). Biologi edisi 5 jilid 2. Jakarta: Erlangga
Colburn, W.(2000). Science Inquiry-what is it and how do you do it. Tersedia di www. Wavco.org/wvc/cadre/waterquality/scienceinq.html (10 Juli 2009) Costa, A. L. (1985). Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking.
Alexandria: ASCD
Dahar, R. W.(1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga
Depdiknas. (2007). Pendidikan Sains di Indonesia Berdasarkan Hasil PISA. Tersedia di www.blog worldpress.com (diakses tanggal 02 September2009)
Depdiknas. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun
2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Filsaime, D. K. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustakaraya
Fraenkel, J.C, and Wallen, N.E. (2006). How to Design and Evaluate Research in
Education. New York: McGraw-Hill, inc
Garungan, W. A. (1988). Psikologi Sosial. Bandung: Eresco
Fried, H.S, and George, J.H. (2005). Schaum’s outlines Biologi edisi kedua. Jakarta: Erlangga
Hidayat, O. (2006). Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Keterampilan
Berpikir Kritis Pada Konsep Jamur. UPI Bandung: Tesis tidak diterbitkan
Inch, E. S. et al., (2006). Critical Thinking and Communication: The Use of
Reason in Argument edisi kelima. Ed. Boston:Pearson Education, Inc
Joyce et al (2003). Models of Teaching. London: Prentice Hall International Klausmeier, H.J. (1980). Learning and Teaching Concepts A Strategy for Testing
Applications of Theory. New York: Academic Press, Inc
Kniker, R. K. (1997). You and Values Education. Colombus: Charles E. Merrill Krech, E. (1982). Individual in Society. Singapore-Sydney-Tokyo: MC Graw Hill
International
Lawson, E. A.(1995). Science Teaching and The Development of Thinking. California: Wadworth Publishing Company
Lazarowitz, R., and Penso, S. (1992). “High School Students” Difficulties in Learning Biology Concept” Journal of Biological Education Majors.
Bioscene. 28, 4, 102-105
Lee, A. T, et al.,. (2002). “Using a Computer Simulation to Teach Science Process Skill to College Biology and Elementary Education Majors”. Journal of
Biological Education Majors Bioscene. 28, 4, 112-117
Liliasari (2007). “Scientific Concept and Generic Science Skill Relationship in The 21st Century Science Education”. Makalah Seminar International
Pendidikan IPA ke-1 SPs UPI, pada tanggal 27 Oktober 2007, Bandung
Michael, J (2007). “What Makes Physiology Hard for Students to Learn? Result of a Faculty Survey”. Advance in Physiology Education. 31, 5, 34-40 Michael, J., et al (2009). “The “Core Principle” of Physiology: What Should
Students Understand?” Advance in Physiology Education. 33, 5, 10-16 Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta Mulyani, A. (2009). Pembelajaran Sistem Saraf Berbasis Teknologi Informasi
Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep, Keterampilan Generik dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. UPI Bandung: Tesis tidak diterbitkan
NSTA/NRC. (1996). National Science Educational Standard. Washington DC: National Academy Press
Riduwan. (2002). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta
Rosikawati, T. R. (2008). Mind Mapping dalam metode Quantum Learning
Pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa. (Online).
http://fkip-unpak.org/teti/.htm (09/01/2008)
Ruseffendi, E.T. (1998). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press
Rustaman, N. (1990). Kemampuan Klasifikasi Logis Anak. (Studi tentang
Kemampuan Klasifikasi, Abstraksi dan Inferensi Anak Usia SD pada Kelompok Budaya Sunda. Disertasi PPS UPI: tidak dipublikasikan
Rutherford, F.J, and Algren, A. (1990). Science For All Americans. New York: Oxford University Press
Rutledge, and Mitchell. (2006). “Knowledge Structure, Acceptance & Teaching of Evolution”. Journal The American Biology Teacher. 64, 1, 257-259 Sagala, S. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Siegel, S. (1992). Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-ilmu Social. Jakarta: Gramedia
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, Nana. (2004). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo
Sugiyono. (2007). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta
Sumarno, U. (1988). Menyusun dan Menganalisis Skala Sikap. Makalah Seminar
Jurusan Pendidikan Matematika. IKIP: Bandung.
Sund, and Trowbridge. (2000). Teaching Science by Inquiry in Secondary School. Second edition. Colombus: Charles Press
Suripto. (2009). Tersedia dengan alamat: http://id.wikipedia.org/wiki/Evolusi - cite_note-170(diakses tanggal 16 desember 2009)
Tim penyusun. (2009). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif progresif. Jakarta:
Prenada Kencana
Wallin, A and Bjorn, A. (2007). Learning Biological Evolution During Assessment–Exploring The use of an Interactive Database-Driven Internet Application. Journal Department of Education. 56, 7, 176-180
Widodo, A. (2007). Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Makalah Seminar
Jurusan Pendidikan Matematika. UPI: Bandung.
Yahya, S. (2008). Model Pembelajaran Multimedia Interaktif Optik Fisis Untuk
Meningkatkan Penguasaan Konsep, Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Guru Fisika. UPI Bandung: Tesis tidak diterbitkan
Yudianto, A.Y. (2009). Pembelajaran Sains Biologi Menggunakan Nuansa Nilai Untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Sikap Siswa. Jurnal Inovasi
Pendidikan. 10, 1, 89-93
Zulfiani. (2006). Pengembangan Model Pembelajaran Inkuiri Untuk Calon Guru