• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH PADA PELAJARAN MATEMATIKA DALAM OPERASI PERKALIAN BILANGAN BULAT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA : Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas V SDN Melong Mandiri 7 Kecamatan Cimahi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH PADA PELAJARAN MATEMATIKA DALAM OPERASI PERKALIAN BILANGAN BULAT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA : Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas V SDN Melong Mandiri 7 Kecamatan Cimahi Selatan "

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

(2)

2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match dalam Pembelajaran...

3. Peranan Guru dan Siswa dalam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match dalam Pembelajaran... B. Lokasi dan Subyek Penelitian…... C. Prosedur Penelitian………... D. Instrumen

Penelitian...

(3)

DAFTAR TABEL

Pemberian Skor berdasarkan Holistik Scoring Rubrics...

Kriteria Penentuan Tingkat Kemampuan Siswa...

Penskoran untuk Setiap Jawaban Siswa pada Angket...

Jadwal Penelitian...

Hasil Tes Akhir Siklus I ...

Ketuntasan Belajar Siswa pada Siklus I...

Hasil Tes Akhir Siklus ...

Ketuntasan Belajar Siswa pada Siklus II...

Persentase Siswa Tuntas dan Tidak Tuntas Siklus I dan II...

Respon Siswa terhadap Pembelajaran ... ...

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

Gambar 3.1

Gambar 4.1

Gambar 4.2

Gambar 4.3

Siklus Model Kemmis dan Taggart...

Nilai Rata-rata Siklus I dan II ...

Ketuntasan Belajar Siswa pada Siklus I dan II...

Hasil Respon Siswa terhadap Pembelajaran...

45

78

79

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang terikat dan terarah pada tujuan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Dalam pendidikan dan pengajaran tujuan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan dari siswa setelah memperoleh pengalaman belajar. Di sekolah pendidikan merupakan proses interaksi antara guru dan siswa dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.

Tujuan Pendidikan (Kemdiknas) Undang- Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, Pasal 3:“tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan peseta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Tujuan pendidikan merupakan salah satu unsur pendidikan yang berupa rumusan tentang apa yang harus dicapai oleh peserta didik, yang berfungsi sebagai pemberi arah bagi semua kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan menjadi pedoman dalam rangka menetapkan isi pendidikan, cara-cara mendidik, atau metode pendidikan alat pendidikan dan menjadi tolak ukur dalam rangka melakukan evaluasi terhadap hasil pendidikan.

(6)

sebagai tujuan hidupnya. Jadi terdapat hubungan antara tujuan pendidikan dengan konsep tentang manusia dan tujuan hidup manusia.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan adalah sesuatu yang diharapkan dari siswa sebagai arahan kemana kegiatan belajar mengajar itu harus dibawa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Oleh karenanya tujuan itu perlu dirumuskan dan harus memiliki deskripsi yang jelas, ada tiga alasan mengapa tujuan pendidikan dan pengajaran harus dirumuskan:

1. Jika sesuatu pekerjaan atau tugas tidak disertai tujuan yang jelas dan benar maka akan sulitlah untuk memilih atau merencanakan bahan dan strategi yang hendak ditempuh atau dicapai.

2. Rumusan tujuan yang baik dan terinci akan mempermudah pengawasan dan penilaian hasil belajar sesuai dengan harapan yang dikehendaki dari siswa. 3. Perumusan tujuan yang benar akan mempermudah pedoman bagi siswa dalam

menyelesaikan materi dan kesulitan belajarnya.

Dalam pembelajaran di sekolah, rumusan dan taraf pencapaian tujuan pengajaran adalah merupakan petunjuk praktis tentang sejauh manakah interaksi edukatif harus dibawa untuk mencapai tujuan akhir. Bentuk interaksi ini sebagai interaksi edukatif atau yang lebih khususnya adalah interaksi belajar

mengajar.“Interaksi edukatif adalah proses interaksi yang disengaja, sadar tujuan,

yakni untuk mengantarkan anak didik ke tingkat kedewasaannya (Sardiman, 2007: 2)”. Interaksi belajar mengajar ini memiliki beberapa ciri sebagaimana yang

(7)

1. Interaksi belajar-mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membantu anak didik dalam suatu perkembangan tertentu.

2. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncana, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3. Interkasi belajar mengajar ditandai dengan suatu penggarapan materi yang khusus.

4. Ditandai dengan adanya aktivitas siswa

5. Dalam interaksi belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. 6. Didalam interaksi belajar-mengajar dibutuhkan disiplin.

7. Ada batasan waktu.

Dengan demikian interaksi yang terjalin dalam proses pembelajaran memerlukan keterlibatan siswa agar interaksi tersebut tidak hanya berjalan satu arah yaitu dari guru kepada siswa saja melainkan dapat terjalin dengan banyak arah seperti antara guru dengan siswa atau sebaliknya bahkan antara siswa dengan siswa. Adanya interaksi tersebut selama proses pembelajaran memberikan kepada siswa untuk lebih aktif pada saat belajar khususnya pada pelajaran matematika.

Pelajaran matematika dalam draf panduan KTSP (BNSP,2006) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar operasi dan mengaplikasikan operasi atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

(8)

Hasil belajar siswa kelas V SDN Melong Mandiri 7 pada operasi perkalian bilangan bulat tidak mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 60, ini dapat dilihat berdasarkan pada observasi pendahuluan menurut informasi bahwa hasil ulangan harian pada dua tahun terakhir yaitu tahun pelajaran 2010/2011 yaitu 60% berada dibawah nilai KKM jadi hanya 40% saja yang mendapatkan nilai ulangan diatas KKM dan pada tahun pelajaran 2011/ 2012 siswa yang mendapat nilai ulangan diatas KKM hanya 45% saja.

Kondisi ini disebabkan karena siswa kelas V SDN Melong Mandiri 7 Kelas V, peneliti menemukan pada saat proses pembelajaran matematika berlangsung guru menggunakan pendekatan konvensional (biasa) yang kurang melibatkan siswa dalam membangun interaksi belajar mengajar. Kurangnya keterlibatan tersebut membuat siswa menjadi pasif, bosan dan jenuh saat proses pembelajaran matematika berlangsung sehingga mereka memilih melakukan aktivitas lain seperti mengobrol, bermain, bahkan mengerjakan tugas mata pelajaran lainnya. Sehingga tidak heran bila muncul sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang membosankan, membuat mengantuk dan menjenuhkan.

(9)

siswa untuk belajar timbul dan tenggelam. Salah satu pemberi dorongan yaitu dengan memberikan hadiah atau pujian yang dapat mengobarkan semangat siswa dalam belajar.

Media dalam pembelajaran matematika berfungsi untuk membangun pemahaman konsep sehingga dengan penggunaan media menjadikan minat siswa belajar meningkat dan lebih aktif. Di SDN Melong Mandiri 7 guru dalam pembelajaran matematika jarang menggunakan media sehingga suasana belajar menjadi kurang menyenangkan. Siswa selama belajar merasa terbebani dengan materi pembelajaran yang diberikan yang seharusnya dengan materi tersebut menjadikan tantangan bagi siswa untuk terlibat langsung secara aktif dalam pembelajaran.

Dengan pembelajaran tanpa media siswa beranggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit sehingga siswa merasa malas kalau belajar matematika. Dengan penggunaan media siswa akan lebih banyak mengikuti pelajaran matematika dengan gembira dan minat belajar lebih besar. Siswa akan merasa senang, terangsang, tertarik, dan bersikap positif terhadap pelajaran matematika.

(10)

Ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran matematika agar siswa merasa senang pada saat belajar sehingga tujuan dari kegiatan belajar mengajar dapat tercapai. Pada dasarnya semua jenis model itu baik dan menarik bila guru dapat mengembangkannya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, kondisi kelas atau siswa, kemampuan guru dalam menguasai model mengajar tersebut, materi yang akan disampaikan dan sarana serta fasilitas yang dimiliki oleh sekolah.

Menurut Sugito (1999:31) “ada beberapa pertimbangan yang harus dilihat oleh guru dalam menentukan model pengajaran yang akan dipakai, antara lain adalah (1) tujuan pengajaran, (2) karakteristik peseta didik, (3) besar kecilnya kelas, (4) bahan dan alat yang tersedia, (5) isi bahan pelajaran, (6) kemampuan

guru, (7) evaluasi yang akan digunakan”. Oleh sebab itu guru harus pandai dalam

memilih dan menggunakan model mengajar yang efektif dan efisien yang akan dikembangkan dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran model kooperatif yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah tipe Make a Match, yaitu model pembelajaran kooperatif yang didalamnya siswa memainkan permainan dengan menggunakan kartu-kartu yang terdiri dari kartu berisi pertanyaan (soal) dan kartu-kartu yang berisi jawaban dari pertanyaan (soal) kemudian siswa diminta untuk mencari pasangan kartu tersebut dalam waktu tertentu.

Peneliti mencoba untuk mengembangkan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match karena model pembelajaran ini mengutamakan kerja sama antar

(11)

kompetisi antar kelompok, diharapkan muncul rasa senang dan semangat belajar terutama terhadap pelajaran matematika sehingga akan meningkatkan hasil belajar siswa tanpa harus belajar dalam suasana tegang dan tidak nyaman.

Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan model pembelajaran yang menitikberatkan pada interaksi siswa dalam memecahkan masalah melalui pertukaran pengalaman praktek langsung yang relevan dengan masalah. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match ini siswa diharapkan dapat lebih mengembangkan keaktifannya dalam proses pembelajaran. Pengertian dari keaktifan belajar siswa adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa yang dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik pada diri siswa karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan. Sedangkan Sardiman mengemukakan keaktifan

belajar adalah “aktifitas yang bersifat fisik maupun mental selama kegiatan

belajar, kedua aktifitas tersebut harus terkait, sehingga akan mengahasilkan aktifitas belajar yang optimal” (Sardiman, 2007:99). Keaktifan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan siswa dalam mengemukakan pendapat atau ide baik itu dalam memecahkan masalah ataupun saat diskusi kelas.

Adapun alasan peneliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dalam penelitian ini karena tipe ini cukup mudah untuk dilakukan dan

sederhana sehingga tidak membutuhkan pemberian informasi yang lebih, baik itu kepada guru maupun siswa. Selain itu model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match memiliki kelebihan dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa, baik secara

(12)

menyenangkan bagi siswa dalam belajar. Sedangkan pemilihan hasil belajar siswa karena peneliti melihat bahwa sebenarnya proses yang terjadi di kelas dapat diukur dan dinilai dalam wujud angka atau pernyataan sebagai hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu berupa perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan.

Peneliti merasa tertarik dan ingin mencoba menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Make a Match pada penelitian ini karena model pembelajaran ini telah dicoba oleh Siti Buraedah dalam skripsinya pada tahun 2012 pada pelajaran IPS dan hasil penelitiannya terbukti bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka penulis merasa penting untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match pada Pelajaran Matematika dalam Operasi Perkalian Bilangan Bulat untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa”, sehingga diharapkan dengan model kooperatif tipe Make a Match ini nilai hasil belajar siswa dapat meningkat.

B. Rumusan Masalah

(13)

1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match pada pelajaran matematika dalam operasi perkalian bilangan bulat

untuk meningkatkan hasil belajar siswa?

2. Bagaimanakah penerapan pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match pada pelajaran matematika dalam operasi perkalian bilangan bulat untuk meningkatkan hasil belajar siswa?

3. Seberapa besar peningkatan nilai hasil belajar siswa dengan penerapan pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match pada pelajaran matematika dalam operasi perkalian bilangan bulat untuk meningkatkan hasil belajar siswa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimanakah perencanaan pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match pada pelajaran matematika dalam operasi perkalian bilangan bulat untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Untuk mengetahui bagaimanakah penerapan pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match pada pelajaran matematika dalam operasi perkalian bilangan bulat untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan nilai hasil belajar siswa setelah menerapkan pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match pada pelajaran matematika dalam operasi perkalian bilangan bulat

(14)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi siswa penelitian ini diharapkan dapat:

a. Menumbuhkan dan meningkatkan hasil belajar siswa dalam operasi perkalian bilangan bulat di kelas V SDN Melong Mandiri 7 kota Cimahi. b. Melatih keberanian siswa dalam mengungkapkan ide, pendapat atau

merumuskan konsep-konsep matematika.

c. Memberikan kemandirian dan kebebasan pada siswa dalam mengembangkan materi pelajaran yang diberikan oleh guru.

2. Bagi guru penelitian ini diharapkan dapat:

a. Memberikan pengalaman dalam mengembangkan metode mengajar yang lebih bervarisai.

b. Membantu guru dalam menyampaikan materi kepada siswa

3. Bagi sekolah penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan kualitas peserta didik atau siswa terutama dalam pengembangan keaktifannya.

4. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini menambah wawasan dan pengalaman dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dalam pembelajaran matematika di masa yang selanjutnya.

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan data-data yang telah diuraikan pada latar belakang masalah, maka peneliti membuat hipotesis tindakan. Adapun hipotesis tindakannya adalah,

(15)

pelajaran matematika dalam materi pokok operasi perkalian bilangan bulat pada siswa kelas V SDN Melong Mandiri 7 maka hasil belajar siswa akan meningkat “.

F. Definisi Operasional

1. Model pembelajaran adalah: bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir proses belajar mengajar yang disajikan secara khas oleh guru (Komalasari, 2010:62).

2. Pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan (Sanjaya, 2006:239).

3. Pembelajaran kooperatif tipe Make a Match adalah model pembelajaran kooperatif yang didalamnya siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atau soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberikan poin. (Lorna Currant dalam Rusman 2010:239).

4. Bilangan bulat merupakan gabungan dari bilangan asli, bilangan nol dan bilangan bulat negatif (Herman, 2007:7).

(16)
(17)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian adalah merupakan proses ilmiah yang mencakup sifat formal dan intensif. Karakter formal dan intensif karena terikat dengan aturan, urutan maupun cara penyajiannya agar memperoleh hasil yang diakui dan bermartabat bagi kehidupan manusia. Intensif dengan menerapkan ketelitian dan ketepatan dalam melakukan proses penelitian agar memperoleh hasil yang dapat dipertanggungjawabkan, memecahkan problem melalui hubungan sebab dan akibat, dapat diulang kembali dengan cara yang sama dan hasil yang sama.

Menurut Kerlinger (2007) dalam Sukardi (2008:4) penelitian ialah”proses penemuan yang mempunyai karakteristik sistematis, terkontrol, empiris, dan mendasarkan pada teori dan hipotesis atau jawaban sementara”. Beberapa karakteristik penelitian sengaja ditekankan oleh Kerlinger agar kegiatan penelitian memang berbeda dengan kegiatan profesional lainnya.

(18)

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian adalah usaha seseorang yang dilakukan secara sistematis mengikuti aturan-aturan metodologi misalnya observasi secara sistematis, dikontrol, dan mendasarkan pada teori yang ada dan diperkuat dengan gejala yang ada.

Metodologi penelitian adalah usaha seseorang yang dilakukan secara sistematis mengikuti aturan-aturan guna menjawab permasalahan yang hendak diteliti. Dalam metodologi penelitian biasanya berisi tentang cara-cara menggunakan beberapa metode pendekatan untuk memecahkan masalah yang dihadapi secara luas dan sistematis. Ada pendekatan dari yang global menuju ke spesifik, dari spesifik menuju ke global dan ada pula pendekatan ilmiah atau scientific.

Adapun tujuan penelitian menurut Sukardi (2008:4) antara lain:

1. Memperoleh informasi baru. Pada penelitian biasanya seorang peneliti akan berhubungan dengan data atau fakta baru. Walaupun suatu data atau fakta tersebut telah ada dan ada pada suatu tempat dalam waktu lama (data sejarah), namun apabila fakta dan data tersebut terungkap dan disajikan secara sistematis maka dapat dikatakan data dan fakta masih tetap baru.

2. Mengembangkan dan menjelaskan. Merupakan tujuan yang lain dan penting. Karena hanya melalui penelitian suatu cakrawala teori ilmu pengetahuan dapat dikembangkan.

(19)

memprediksi, dan mengontrol sesuatu maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut adalah berpengetahuan atau seorang umaroh.

Menurut metodenya penelitian dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Penelitian deskriptif adalah merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya, dengan tujuan menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek yang ditelitisecara tepat.

2. Penelitian ex-postfacto adalah merupakan penelitian, dimana rangkaian variabel-variabel bebas telah terjadi, ketika peneliti mulai melakukan pengamatan terhadap variabel terikat.

3. Penelitian eksperimen adalah merupakan salah satu metode yang memerlukan persyaratan paling ketat, guna mencapai penelitian khususnya untuk menentukan hubungan sebab akibat atau causal-effect relationship. 4. Penelitian survei adalah merupakan kegiatan penelitian yang

mengumpulkan data tertentu dengan tiga tujuan penting yaitu: a. Mendeskripsikan keadaan alami yang hidup saat itu.

b. Mengidentifikasi secara terukur keadaan sekarang untuk dibandingkan. c. Menentukan hubungan sesuatu yang hidup diantara kejadian spesifik. 5. Penelitian sejarah adalah merupakan salah satu penelitian mengenai

(20)

dengan memberikan informasi pada kejadian sekarang dan mengantisipasi kejadian yang akan datang.

6. Penelitian tindakan adalah merupakan cara suatu kelompok orang dalam mengorganisasi suatu kondisi sehingga mereka dapat mempelajari pengalaman mereka dan membuat pengalaman mereka dapat diakses oleh orang lain.

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu metode penelitian tindakan yang dilaksanakan di kelas dengan harapan tindakan tersebut mampu memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan. Menurut Sukardi dalam buku Metodologi Penelitian Pendidikan (2008:210) mengemukakan Penelitian Tindakan Kelas adalah,” cara suatu kelompok atau seseorang dalam mengorganisasi suatu kondisi sehingga mereka dapat mempelajari dan membuat pengalaman dapat diakses orang lain”.

Penelitian Tindakan Kelas adalah, ”penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan” (Hopkins, 1993: 44 dalam Wiriaatmadja, 2007: 11).

(21)

Tujuan PTK adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan praktek pembelajaran di kelas secara berkesinambungan. Adapun tujuan PTK dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Memperbaiki dan meningkatkan mutu praktek pembelajaran yang dilaksanakan guru demi tercapainya tujuan pembelajaran.

2. Memperbaiki dan meningkatkan kinerja-kinerja pembelajran yang dilaksanakan guru.

3.Mengidentifikasi, menemukan solusi, dan mengatasi masalah pembelajaran di kelas agar pembelajran bermutu.

4. Meningkatkan dan memperkuat kemampuan guru dalam memecahkan masalah-masalah pembelajaran dan membuat keputusan yang tepat bagi siswa dan kelas yang diajarnya.

5.Mengeksplorasi dan membuahkan kreasi-kreasi dan inovasi-inovasi pembelajaran yang dapat dilakukan guru demi peningkatan mutu pembelajaran dan hasil pembelajaran.

6. Mencobakan gagasan, pikiran, kiat, cara dan strategi baru dalam pembelajaran selain kemampuan inovatif guru.

7. Mengeksplorasi pembelajaran yang selalu berwawasan atau berbasis penelitian agar pembelajaran dapat bertumpu pada realitas empiris kelas, bukan semata-mata bertumpu pada kesan umum atau asumsi.

(22)

Manfaat yang dapat dipetik jika guru mau dan mampu melakukan penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut:

1. Membantu guru memperbaiki mutu pembelajaran, 2. Meningkatkan profesionalitas guru,

3. Meningkatkan rasa percaya diri guru,

4. Memungkinkan guru secara aktif mengmbangkan pengetahuan , dan keterampilan,

5. Dengan melakukan PTK, guru menjadi terbiasa menulis,

6. PTK sangat penting untuk meningkatkan apresiasi dan profesionalisme guru dalam mengajar.

Penelitian tindakan kelas mempunyai lima fungsi yaitu:

1.Sebagai alat untuk memecahkan masalah yang dilakuakan dengan cara mendiagnosis dalam situasi tertentu.

2.Sebagai alat pelatihan dalam jabatan, sehingga membekali dengan keterampilan, metode dan teknik mengajarbyang baru.

3.Sebagai alat untuk mengenalkan pendekatan tambahan atau nyang inovatif pada pembelajaran.

4.Sebagai alat untuk meningkatkan komunikasi antara guru dilapangan dan peneliti akademisi.

(23)

Ada beberapa model penelitian tindakan kelas, yaitu: 1. Model Ebbut.

Model ini terdiri dari tiga tingkatan atau daur. Pada tingkat pertama, ide awal dikembangkan menjadi langkah tindakan pertama, kemudian tindakan pertama tersebut dimonitior implementasi pengaruhnya terhadap subyek yang diteliti. Semua akibatnya dicatat secara sistematis termasuk keberhasilan dan kegagalan yang terjadi. Catatan monitoring tersebut digunakan sebagai bahan revisi rencana umum tahap kedua.

2. Model John Elliot

Model ini dikembangkan oleh dua orang sahabat, yaitu Elliot dan Edelman. Mereka mengembangkan dari model Kemmis dibuat dengan lebih rinci pada setiap tingkatannya, agar lebih memudahkan dalam tindakannya. Model yang telah dilaksanakan dalam semua tingkatan tersebut digunakan untuk menyusun laporan penelitian.

3. Model McKernan

Pada model McKernan, ide umum telah dibuat lebih rinci, yaitu dengan diidentifikasinya permasalahan, pembatasan masalah dan tujuan, penilaian kebutuhan subyek, dan dinyatakannya hipotesis atau jawaban sementara terhadap masalah didalam setiap tingkatan atau daur.

4. Model Kemmis

(24)

Penelitian yang akan digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah model penelitian yang dikembangkan olah Stephen Kemmis dan Robin Mc. Taggart tahun 1988 yang dikemukakan dalam buku Metodologi Penelitian Pendidikan karangan Sukardi (2008:214) bahwa,”model penelitian Kemis dan Taggart dikembangkan kedalam empat komponen yaitu plan (perencanaan), action (tindakan), observasi dan refleksi”. Empat komponen tersebut berlangsung secara berurutan dalam setiap siklusnya dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Perencanaan (plan), merupakan langkah awal berupa tindakan yang akan digunakan untuk memperbaiki, meningkatkan atau merubah solusi pembelajaran. Dalam tahap perencanaan ini dilakukan proses identifikasi masalah yang ada dikelas, lalu merumuskannya dan menentukan metode atau cara untuk memecahkan masalah pembelajaran dikelas. Rencana yang akan dilakukan ini berupa peningkatan keaktifan belajar siswa.

2. Tindakan (action), langkah ini adalah aksi yang akan dilakukan oleh guru sebagai upaya perbaikan, peningkatan atau merubah solusi pembelajaran. Tindakan yang dilakukan oleh guru disini adalah melakukan perbaikan pembelajaran sejarah melalui langkah-langkah metode inkuiri.

3. Observasi (observation) atau pengamatan, yaitu mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan oleh siswa, aktivitas siswa dikelas berupa kesenangan siswa, keaktifan siswa, yang kemudian dijadikan sebagai pertimbangan untuk perencanaan pada siklus berikutnya.

4. Refleksi berarti merefleksikan hasil evaluasi pada seluruh aksi dan proses

(25)

kemudian menentukan perencanaan baru sampai tujuan yang diinginkan dicapai yang berlangsung secara siklus. Adapun gambar dari desain penelitian Kemis & Taggart adalah sebagai berikut :

Gambar 3.1

Siklus Model Kemmis dan Taggart 1988 Sukardi (2008:215)

Dalam penelitian ini penulis akan melakukan penelitian dengan 2 siklus. Dengan 2 siklus ini diharapkan tujuan penelitian dapat tercapai yaitu meningkatkan hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata kelas 80,00.

B. Lokasi dan Subyek Penelitian

Lokasi penelitian tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match pada pelajaran matematika dalam perkalian bilangan bulat untuk

meningkatkan hasil belajar siswa ini adalah di kelas V SDN Melong Mandiri 7 Kecamatan Cimahi Selatan kota Cimahi.

Adapun yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V, yang jumlahnya 30 orang siswa yang tediri dari 13 siswa perempuan dan 17 siswa laki-laki.

Action Obsevasi

Refleksi

Plan

Revised Plan

Action Obsevasi

Refleksi

(26)

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam melaksanakan penelitian, dalam penelitian ini terdiri atas 4 tahap yaitu:

1. Perencanaan Penelitian

Pada perncanaan penelitian ini kegiatan awal yang dilakukan adalah mengajukan SK dari Fakultas Ilmu Pendidikan (FIF) untuk dapat melakukan penelitian, SK dari Program Studi PGSD dan ijin dari Kepala Sekolah SDN Melong Mandiri 7 yang merupakan tempat peneliti melakukan PTK. Selanjutnya peneliti melaksanakan pra penelitian, hal ini dilakukan untuk mencari kelas yang akan digunakan dalam penelitian. Berdasarkan hasil pra penelitian diperoleh kelas V yang akan dijadikan tempat penelitian. Alasan dari pemilihan kelas ini dikarenakan 55% siswa dikelas tersebut memiliki nilai matematika dalam perkalian bilangan bulat dibawah KKM.

Pada tahap perencanaan ini peneliti melakukan orientasi awal terlebih dahulu dengan mencari semua informasi yang dibutuhkan hinggga dirasakan adanya masalah, lalu dilakukan identifikasi masalah, hingga perumusan masalah.

(27)

2. Pelaksanaan penelitian

Tahap ini merupakan tahap inti dalam penelitian setelah melalui proses perencanaan. Kegiatan pelaksanaan peneitian adalah tindakan pokok dalam siklus penelitian ini. Setiap siklus dilakukan dalam satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 3 x 35 menit yaitu 2 x 35 menit untuk kegiatan pembelajaran menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dan 1 x 35 menit untuk pelaksanaan tes. Secara rinci pelaksanaan tindakan pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match akan diuraikan sebagai berikut:

a. Siklus I

Kegiatan yang dilakukan pada siklus I ini adalah:

a. Kegiatan awal ( 10 menit )

 Mengkondisikan kelas pada situasi belajar.  Menjelaskan tujuan belajar yang ingin dicapai.

 Memotivasi dan mengajak siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

b. Kegiatan inti (60 menit)

 Guru menjelaskan perkalian bilangan bulat dengan menggunakan sifat komutatif dan asosiatif.

 Siswa menyimak penjelasan guru tentang perkalian bilangan bulat dengan menggunakan sifat komutatif dan asosiatif.

 Guru menyiapkan kartu sebagai media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match.

(28)

 Guru membagi siswa kedalam tiga kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 10 anggota.

 Siswa duduk berkelompok yang terdiri dari 10 anggota.

 Guru menjelaskan aturan dalam pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match.

 Siswa mendengarkan dan menyimak penjelasan dari guru tentang aturan dalam pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match.  Guru mengocok kartu soal dan kartu jawaban kemudian

membagikannya kepada siswa berdasarkan kelompoknya.

 Siswa melihat dan membaca kartu yang didapatkan dan langsung mencari pasangan dari kartunya.

 Guru membimbing siswa pada saat proses pembelajaran.

 Siswa yang telah menemukan pasangan kartunya melaporkan kepada guru.

 Guru mencatat nama-nama siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu dan diberi poin.

 Guru menutup pembelajaran dengan mengumumkan kelompok yang mendapat poin terbanyak dan memberikan penghargaan.

 Guru bertanya jawab dengan siswa tentang hal-hal yang belum dipahami.

 Guru dan siswa bertanya jawab untuk memberikan penguatan dan penyimpulan.

c. Kegiatan akhir (35 menit)

 Guru memberikan lembar tes tertulis kepada siswa dan siswa mengerjakannya.

(29)

b. Siklus II

Pada siklus II, subpokok bahasan yang akan dipelajari adalah perkalian bilangan bulat dengan sifat operasi hitung distributif. Kegiatan ini berlangsung pada satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 3 x 35 menit yaitu 2 x 35 menit untuk kegiatan pembelajaran dengan metode pembelajaran Make a Match dan 1 x 35 menit untuk kegiatan tes siklus.

Kegiatan yang dilakukan pada siklus II ini adalah:

a. Kegiatan awal ( 10 menit )

 Mengkondisikan kelas pada situasi belajar.  Menjelaskan tujuan belajar yang ingin dicapai.

 Memotivasi dan mengajak siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

b. Kegiatan inti (60 menit)

 Guru menjelaskan perkalian bilangan bulat dengan menggunakan sifat distributif dalam penjumlahan dan pengurangan.

 Siswa menyimak penjelasan guru tentang perkalian bilangan bulat dengan menggunakan sifat distributif dalam penjumlahan dan pengurangan.

 Guru menyiapkan kartu sebagai media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match.

 Siswa memperhatikan kartu yang akan digunakan dalam proses pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match.

 Guru membagi siswa kedalam tiga kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 10 anggota.

 Siswa duduk berkelompok yang terdiri dari 10 anggota.

(30)

 Siswa mendengarkan dan menyimak penjelasan dari guru tentang aturan dalam pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match.  Guru mengocok kartu soal dan kartu jawaban kemudian

membagikannya kepada siswa berdasarkan kelompoknya.

 Siswa melihat dan membaca kartu yang didapatkan dan langsung mencari pasangan dari kartunya.

 Guru membimbing siswa pada saat proses pembelajaran.

 Siswa yang telah menemukan pasangan kartunya melaporkan kepada guru.

 Guru mencatat nama-nama siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu dan diberi poin.

 Guru menutup pembelajaran dengan mengumumkan kelompok yang mendapat poin terbanyak dan memberikan penghargaan.

 Guru bertanya jawab dengan siswa tentang hal-hal yang belum dipahami.

 Guru dan siswa bertanya jawab untuk memberikan penguatan dan penyimpulan.

c. Kegiatan akhir (35 menit)

 Guru memberikan lembar tes tertulis kepada siswa dan siswa mengerjakannya.

 Guru mengulang kembali tentang operasi perkalian dengan menggunakan sifat distributif dalam penjumlahan dan pengurangan.

3. Observasi (observation)

(31)

berlangsung. Observasi dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan lembar observasi yang telah disediakan.

Adapun yang diobservasi dalam kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran kooperatif tipe Make a Match adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan awal ( 10 menit )

 Mengkondisikan kelas pada situasi belajar.  Menjelaskan tujuan belajar yang ingin dicapai.

 Memotivasi dan mengajak siswa untuk berpartisipasi aktif dalam

pembelajaran.

b. Kegiatan inti (60 menit)

 Guru menjelaskan perkalian bilangan bulat dengan menggunakan sifat

distributif dalam penjumlahan dan pengurangan.

 Siswa menyimak penjelasan guru tentang perkalian bilangan bulat

dengan menggunakan sifat distributif dalam penjumlahan dan pengurangan.

 Guru menyiapkan kartu sebagai media yang akan digunakan dalam

proses pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match.

 Siswa memperhatikan kartu yang akan digunakan dalam proses

pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match.

 Guru membagi siswa kedalam tiga kelompok yang setiap kelompok

terdiri dari 10 anggota.

(32)

 Guru menjelaskan aturan dalam pembelajaran model kooperatif tipe

Make a Match.

 Siswa mendengarkan dan menyimak penjelasan dari guru tentang

aturan dalam pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match.  Guru mengocok kartu soal dan kartu jawaban kemudian

membagikannya kepada siswa berdasarkan kelompoknya.

 Siswa melihat dan membaca kartu yang didapatkan dan langsung

mencari pasangan dari kartunya.

 Guru membimbing siswa pada saat proses pembelajaran.

 Siswa yang telah menemukan pasangan kartunya melaporkan kepada

guru.

 Guru mencatat nama-nama siswa yang dapat mencocokkan kartunya

sebelum batas waktu dan diberi poin.

 Guru menutup pembelajaran dengan mengumumkan kelompok yang

mendapat poin terbanyak dan memberikan penghargaan.

 Guru bertanya jawab dengan siswa tentang hal-hal yang belum

dipahami.

 Guru dan siswa bertanya jawab untuk memberikan penguatan dan

penyimpulan c. Kegiatan akhir (35 menit)

 Guru memberikan lembar tes tertulis kepada siswa dan siswa

(33)

 Guru mengulang kembali tentang operasi perkalian dengan

menggunakan sifat distributif dalam penjumlahan dan pengurangan.

4. Refleksi

Refleksi dimaksudkan sebagai upaya untuk mengkaji apa yang telah dan belum terjadi, apa yang dihasilkan, kenapa hal tersebut terjadi demikian, dan apa yang diperlukan selanjutnya. Pada tahapan ini peneliti akan melaksanakan diskusi balikan bersama observer dengan mengacu kepada hasil observasi yang telah terkumpul. Hasil diskusi balikan ini akan menjadi acuan untuk perbaikan dan pelaksanaan tindakan pada siklus selanjutnya.

Dalam penelitian ini pada Siklus II tidak dilaksanakan refleksi karena diharapkan tujuan penelitian yaitu nilai rata-rata kelas 80,00 dengan jumlah siswa yang mencapai nilai KKM 80% pada pelajaran matematika dalam materi operasi perkalian bilangan bulat dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match sudah dapat tercapai.

D. Instrumen Penelitian

(34)

Instrumen pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran matematika ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS).

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP adalah rancangan pembelajaran mata pembelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran secara terprogram. Karena itu, RPP harus mempunyai daya terap (aplicable) yang tinggi. Tanpa perencanaan yang matang, mustahil target pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Pada sisi lain, melalui RPP dapat diketahui kemampuan guru dalam menjalankan profesinya.

RPP berfungsi sebagai rambu-rambu bagi guru dalam mengajar. Rambu-rambu tersebut berupa tujuan akhir yang akan dicapai setelah pembelajaran, materi apa yang akan disampaikan, metode apa yang akan digunakan oleh guru, langkah-langkah apa yang akan ditempuh, alat atau sumber belajar apa yang akan digunakan, serta terakhir apa bentuk penilaian yang dilaksanakan.

Secara teknis rencana pembelajaran minimal mencakup komponen-komponen berikut:

a. Standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar.

b. Tujuan pembelajaran. c. Materi pembelajaran.

(35)

g. Evaluasi pembelajaran.

(Lembar Observasi terlampir). 2. Lembar Kerja Siswa (LKS)

LKS merupakan media dan bagian dari perencanaan pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran secara eksperimen dan non eksperimen sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. LKS adalah lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. LKS biasanya berupa petunjuk, langkah untuk menyelesaikan tugas, suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas kompetensi dasar yang akan dicapai.

LKS adalah salah satu perangkat pembelajaran matematika yang cukup penting dan di harapkan mampu membantu peserta didik menemukan serta mengembangkan konsep matematika.(Lembar Kerja siswa Terlampir)

Instrumen pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen tes dan instrumen non tes.

1. Instrumen tes Lembar Soal

Lembar ini terdiri dari delapan soal isian mengenai perkalian bilangan bulat dengan sifat asosiatif, komutatif dan delapan soal isian mengenai perkalian bilangan bulat dengan sifat distributif.

(36)

2. Instrumen non tes 1). Lembar Observasi

Lembar observasi memuat aspek-aspek yang penting dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan peneliti untuk memperoleh gambaran baik yang bersifat umum maupun khusus yang berkenaan dengan aspek-aspek pembelajaran yang dikembangkan.

Dalam penelitian ini digunakan dua bentuk lembar observasi yaitu untuk mengungkap aktifitas siswa dan untuk mengungkap aktifitas guru pada saat pembelajaran berlangsung. Lembar observasi diisi oleh pengamat yang menjadi mitra peneliti pada setiap proses pembelajaran (Lembar Observasi terlampir). 2). Lembar Angket

Angket adalah alat pengumpul data melalui sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang disampaikan kepada responden secara tertulis (Sri, 2002 dalam Yeti Yuliani, 2007: 33).

Angket digunakan untuk melihat respon siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Penggunaan angket dalam penelitian ini sebagai penguatan. Dengan angket responden dihubungi melalui daftar pertanyaan tertulis yang diberikan sebelum siswa mengikuti pelajaran atau sesudahnya dengan tujuan untuk mengumpulkan data, mencatat informasi, dan pemahaman siswa yag dijawab secara tertulis.

(37)

E. Teknik Pengolahan Data

Menurut Hatimah (2010: 224) “pengolahan data adalah suatu proses untuk mendapatkan hasil dari setiap variabel penelitian yang siap dianalisis”. Adapun pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengolahan data hasil tes

a. Penskoran terhadap jawaban siswa soal yang diberikan dengan mengadopsi penskoran yang dikemukakan oleh NCTM.

Tabel 3.1

Pemberian skor berdasarkan Holistik Scoring Rubrics

Tingkat Pemahaman Kriteria Skor

Tidak Paham Jawaban sama dengan pertanyaan 1 Kurang Paham Jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan 2

Cukup Paham Jawaban tidak selesai 3

Paham Jawaban benar tetapi tidak sesuai dengan konsep yang diberikan

4 Sangat Paham Jawaban benar dan sesuai dengan konsep

yang diberikan

5

Data hasil tes matematika siswa, selanjutnya dianalisis apakah mengalami peningkatan dari suatu siklus ke siklus berikutnya.

b. Penentuan skor nilai rata-rata kelas diperoleh dengan menggunakan rumus:

Skor rata-rata kelas = jumlah skor yang diperoleh siswa Jumlah siswa

Data hasil tes matematika siswa, selanjutnya dianalisis apakah mengalami peningkatan dari suatu siklus ke siklus berikutnya.

(38)

Persentase Hasil Siswa Belajar = Jumlah Skor Siswa x100% Jumlah Skor Total

Untuk mengklasifikasi kualitas pembelajaran, maka data hasil tes dikelompokkan dengan skala lima (Suherman dan Kusumah, 2003:272), yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.2

Kriteria Penentuan Tingkat Kemampuan Siswa

Persentase skor total siswa Kategori Kemampuan siswa

90% < A > 100% A ( Baik Sekali) 75% < B > 90% B ( Baik)

55% < C > 75% C ( Cukup) 40% < D > 55% D (Kurang) 0% < E > 40% E ( Buruk)

Kriteria ketuntasan yang ditetapkan pada kurikulum 1994 (Alhamidi, 2006: 41) adalah siswa dikatakan telah belajar tuntas jika sekurang-kurangnya dapat mengerjakan soal dengan benar sebesar 65% dari skor total. Sedangkan belajar secara klasikal dikatakan baik apabila sekurang-kurangnya 85% siswa telah mencapai ketuntasan belajar. Apabila siswa yang tuntas belajarnya hanya 75% maka secara klasikal dikatakan cukup.

2. Pengolahan data angket

(39)

Tabel 3.3

Penskoran Untuk Setiap Jawaban Siswa Pada Angket

Kategori Jawaban Skor

Pernyataan Positif Pernyataan Negatif

Sangat Setuju 5 1

Setuju 4 2

Tidak Setuju 2 4

Sangat Tidak Setuju 1 5

Pemberian skor kepada kategori jawaban di dalam angket digunakan untuk mengetahui besarnya skor rata-rata dari jawaban siswa terhadap pernyataan dalam angket. Adapun rumus yang digunakan dalam mencari rata-rata dari skor tersebut adalah:

Rata-rata = jumlah skor angket

Banyaknya butir pernyataan

Skor rata-rata tersebut kemudian akan dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu: (1) Respon positif jika skor rata-ratanya lebih dari 3. (2) Respon netral jika skor rata-ratanya sama dengan 3 dan (3) Respon negatif jika skor rata-ratanya kurang dari 3.

Untuk menganalisis respon siswa terhadap tiap butir pernyatan yang ada dalam angket digunakan rumus sebagai berikut:

P = f x 100% N

Keterangan: P = presentase jawaban f = frekuensi jawaban n = banyak responden 3. Pengolahan data lembar observasi

(40)

dianalisis tersebut. Hal-hal yang terlewat pada proses pembelajaran direfleksikan pada proses pemmbelajaran berikutnya.

F. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Tabel 3.4 Jadwal Penelitian

No Kegiatan

Bulan

Oktober November Desember

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pembuatan proposal X 2 Revisi proposal X 3 Pembuatan Instrumen X

4 Revisi Instrumen X

5 Pelaksanaan penelitian X X X X 6 Penyusunan laporan

dan bimbingan

(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Perencanaan permbelajaran yang dilakukan pada penelitian tindakan kelas, dengan penerapan pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match pada pelajaran matematika dalam materi operasi perkalian bilangan bulat untuk meningkatkan hasil belajar siswa sudah baik, ini dapat terlihat dari semua aspek dalam merencanakan yaitu kejelasan perumusan tujuan, pemilihan materi ajar, pemilihan sumber/media, kejelasan skenario pembelajaran, dan kelengkapan instrumen telah dilaksanakan dengan baik.

2. Pelaksanaan pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match pada pelajaran matematika dalam materi operasi perkalian bilangan bulat untuk meningkatkan hasil belajar siswa sudah baik, ini dapat terlihat dari semua aspek dalam pembelajaran yaitu menyampaikan tujuan, menyampaikan materi, menyampaikan langkah-langkah pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match, memotivasi siswa, pengelolaan waktu dalam kegiatan belajar

mengajar dan melakukan evaluasi dapat dilaksanakan dengan baik sehingga hasil belajar siswa meningkat.

(42)

dengan yang diharapkan yaitu nilai rata-rata kelas mencapai 81,03 dengan siswa yang mencapai nilai KKM sebanyak 80%.

B. Saran

Penelitian ini memberikan hasil yang positif terhadap peningkatan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika kelas V SDN Melong Mandiri 7, maka peneliti menyarankan kepada guru agar tindakan kelas sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match, kiranya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan proses pembelajaran matematika menjadi lebih menarik dan menyenangkan.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Buraidah, S. (2012) Penerapan Model kooperatif Tipe MM untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran IPS Pokok Bahasan Koperasi di Kelas IV. Skipsi Program PGSD FIP UPI Bandung. Tidak Diterbitkan

BSNP, (2006). Standar Isi Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan sekolah dasar. Jakarta: Badan Standar nasional Pendidikan.

Corebima. (2002). Teori Belajar kontruktivisme. Jakarta: Direktorat SLTP Ditjen Dikdasmen Depdiknas.

Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Dharma Bakti.

Herman, T. (2009) Pendidikan Matematika I. Bandung: UPI PRESS.

http://file.upi.edu/bahan ajar...Bloom 11-13.html.

Ibrahim, M. Dkk (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya Pusat sains dan

matematika sekolah program pasca sarjana Unesa. Universitas Press.

Isjoni. (2011). Cooperative Learning Efektifitas pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.

Karso, dkk. (2008). Pendidikan Matematika I. Jakarta: Penerbitan Universitas Terbuka.

Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika Aditama.

Muhamad Faiq Dzaki. Tersedia di:(http://penelitiantindakankelas. /blogspot.com/2009/03/prisip-dasar-dan-ciri-ciri.dalam.html)

NCTM. (1987). How TO Evalute Progress in Problem Solving. California, NCTM.

Nurhayati. (2009). Pengaruh model Pembelajaran advance organizer terhadap Peningkatan hasil Belajar Matematika Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

(44)

Sardiman, A.M. (2007). Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta: PT Raja Grafindo.

Sudjana, N. (2009). Pendidikan dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugito, S. (1999). Perencanaan Pengajaran. Semarang: IKIP Bandung Press.

Suherman. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung JICA.

Sukardi. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Suwangsih, E. (2006). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI PRESS.

Syamsuddin, A. (2003). Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Neneng. (2010). Penerapan Model Cooperatif Learning Tipe TGT (Teams Games Tournaments) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Operasi Bilangan Bulat Di Sekolah Dasar Kelas IV SD Negeri 3 Cipatik. Skripsi Program PGSD FIP UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Wiriaatmadja, R. (2007). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Gambar

Gambar 3.1
Gambar 3.1 Siklus Model Kemmis dan Taggart 1988 Sukardi (2008:215)
Tabel 3.2 Kriteria Penentuan Tingkat Kemampuan Siswa
Tabel 3.3 Penskoran Untuk Setiap Jawaban Siswa Pada Angket
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Tipe Make A Match Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS (Penelitian Tindakan Kelas Pada Peserta

Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa penerapan model kooperatif dengan metode make a match pada materi operasi hitung bilangan bulat dapat meningkatkan keaktifan

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Make a Match Pada Mata Pelajaran Al-Quran Hadits ..... Penelitian

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatan hasil belajar peserta didik kelas I MI Nurul Huda Dawuhan Trenggalek pada mata pelajaran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS pada siswa kelas III SDN 028 Serusa

Pengaruh Model Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Lubuklinggau Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make

Berdasarkan hasil penelitian kaitannya dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII Pada Mata

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan bahwa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada mata pelajaran PKn siswa kelas V SD