• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DALAM PEMBINAAN OLAHRAGA PRESTASI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DALAM PEMBINAAN OLAHRAGA PRESTASI."

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian 1. Karakteristik Olahraga Prestasi

Istilah olahraga prestasi atau olahraga kompetitif, seperti tercantum dalam UU No. 3 Tahun 2005, sesuai dengan sifatnya memperlihatkan beberapa ciri olahraga modern yang menekankan karakteristik seperti paparan Guttmann (1978, 1988: dalam Coacley dan Dunning (ed), 2006:250) meliputi struktur formal, seperti sekulerisme, persamaan hak, rasionalisasi, spesifikasi, birokratisasi, kuantifikasi dan perjuangan untuk mengejar rekor. Selanjutnya sekulerisme, seperti pernyataan Coakley dan Dunning (ed.) ( 2006 : 253) berarti meniadakan pengaruh kekuatan Illahi di balik yang riil, hanya menekankan upaya manusia. Persamaan hak atau equality berarti membuka kesempatan bagi semua orang tanpa pandang bulu masalah asal usul, suku bangsa, ras, atau status sosial dan gender sehingga terbuka peluang bagi semua orang ke arah perubahan mobilitas sosial ke arah vertikal, seperti peningkatan pendidikan dan status ekonomi. Rasionalisasi, maksudnya adalah bahwa olahraga terorganisasi dan terlembaga, yang tersusun dalam aneka bentuk lengkap dengan peraturan, misalnya alat yang digunakan dan ketentuan permainan serta sanksi bagi pelaku, agar ketetapan tersebut dilaksanakan, yang diawasi oleh organsiasi yang bersangkutan.

(2)

International Olympic Committe (IOC,), komite olahraga indonesia (KOI) atau federasi olahraga internasional misalnya FIFA yang dilengkapi dengan statuta, struktur organisasi dan kewenangan yang ketat untuk mengontrol atau menjatuh-kan sanksi bagi organisasi di bawahnya seperti kasus PSSI akhir-akhir ini.

Sementara itu spesifikasi dalam olahraga terwujud berupa kekhasan cabang olahraga, dan bahkan nomor-nomor yang dipertandingkan atau diperlombakan. Selanjutnya kuantifikasi merupakan satu ciri yang sangat menonjol dalam bentuk prestasi atau performa serba teramati dan terukur secara numerik seperti terkandung dalam istilah “Messen” dalam bahasa Jerman atau “measure” dalam

bahasa Inggris (Guttman, 2004; dalam Coakley dan Dunning, (ed), 2006: 250). Dalam kaitannya dengan karakteristik olahraga modern tersebut, filosof olahraga Hans Lenk cenderung menyarankan interpretasi asal usul olahraga modern, atau “achievement sport”, yakni cabang-cabang olahraga yang prestasi-nya menjangkau jauh dibalik yang dicapai kini dan selanjutprestasi-nya”measured

comparisons and are closey connected to the scientific experimental atittudes of modern West.” (Lenk, 1972; dalam Coakley dan Dunning, (ed), 2006: 256). Pengejaran dan penciptaan rekor dengan perbandingan prestasi antaratlet atau antarwaktu menyebabkan upaya tersebut seolah tanpa henti dan tanpa limit, bergerak maju dalam sebuah pencarian. Karakteristik ini rupanya sangat cocok dengan “theory of progress” yang diutarakan oleh Ullmann, 1971; dalam Coakley

(3)

Bila diurut ke belakang ungkapan filsafat Progress yang diajukan pertama oleh Anne Robert Turgot (Solzhenitsyn, 1996; dalam Gardels, (ed.), 1996) merujuk kepada kemajuan ekonomi, yang pada gilirannya, menurut Solzhenitsyn, menyebabkan “ a general modification of human temperament.” Optimisme pada

filsafat progress ini dalam olahraga prestasi, tersimpul dalam ikhtiar penciptaan rekor demi rekor, yang pada dasarnya merupakan perjuangan untuk “mengakali”

batas kemampuan biologik manusia melalui dukungan iptek dan penelitian olahraga. Penggunaan doping dan jenisnya seperti steroid yang marak di kalangan atlet bina raga, angkat besi dan berat dan cabang lain. Misalnya, merupakan bentuk ikhtiar tanpa moral, sebuah pelecehan terhadap harkat manusia sebagai sebuah kesisteman yang sangat sempurna (perfect).

Manakala kita simak dengan cermat beberapa karakteristik olahraga modern tersebut, nilai yang terkandung di dalamnya adalah „meritokrasi‟ yang menekankan prestasi pribadi tanpa bantuan, sokongan atau sikap memihak dari yang lain. Lebih lanjut, karakteristik olahraga modern, tak terkecuali cabang angkat besi atau berat misalnya kian kompleks. Selain bersifat mendunia atau global karena pengaruh “revolusi dalam transportasi dan teknologi komunikasi”

(4)

atau Cuba dengan prestasi tinju amatirnya yang menunjukkan tendensi untuk mengaitkan identitas nasional dengan tim dan prestasinya.

Meskipun tidak ada standar umum tentang bagaimana hubungan antara olahraga dan nasionalisme itu, tetapi secara empirik dan tak terbantahkan, misalnya dalam konteks PON atau kejurnas, prestasi atlet suatu daerah diinter-pretasikan oleh kelompok masyarakat setempat sebagai keberhasilan yang menjadi prestise daerah, dan bahkan secara politis diakui sebagai keberhasilan pemerintah daerah. Dalam konteks yang lebih luas misalnya, keberhasilan Cina dalam Olympiade Beijing 2008 dapat dipandang sebagai metamorfosis kekuatan Cina sebagai kekuatan baru dalam olahraga internasional (misalnya dalam Lutan, 2010: 2494) atau di Indonesia sendiri dalam bungkus visi olahraga sebagai alat bagi “nation and character building”, olahraga merupakan bagian dari platform politik semasa pemerintahan Bung Karno tahun 1960-an (Lutan, 2003:82).

Semakin kompleks karakteristik olahraga modern bila disimak kutipan dari tulisan Coakley (1998, dalam Maguire, et,al, 2002 : 121) di bawah ini.

“Sport have never been so pervasive and influential in the lives of people as they are in many socities today, and never before have physical activities and games been so closely linked to profit making, character building, patriotism, and personal health. Organised sports in the United States have become a combination of business, entertainment, education, moral taining, masculinity, ritual, technology transfer, declaration of identity, and endorsements of allegiance to countries and corporate sponsor”.

(5)

Dari sudut pandang pengembangan keolahragaan nasional sangat jelas bahwa tantangan yang dihadapi para pendidik bidang pendidikan jasmani dan pembina olahraga sangat kompleks, sehingga dibutuhkan dua hal utama. Pertama, setiap kajian membutuhkan sebuah paradigma penelitian yang mengarah kepada pengintegrasian sub-sub disiplin ilmu keolahragaan serta ilmu-ilmu sosial-humaniti lainnya. Kedua, proses pembinaan olahraga harus dibangun di atas landasan yang kokoh, berpegang pada tumbuhnya sebuah kesisteman yang sehat dan berorientasi jangka panjang, prinsip umum: 10 tahun. Landasan atau sistem itu adalah terbentuknya lembaga-lembaga pembinaan yang mampu bertahan hidup berkelanjutan.

2. Sistem Pembinaan Olahraga Prestasi

Tidak bisa diabaikan bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal dari

suatu performa diperlukan adanya Sistem Pembinaan Olahraga Nasional yang meliputi sepuluh pilar kebijakan, antara lain (1) dukungan dana (finansial), (2) lembaga olahraga terdiri dari struktur dan isi kebijakan olahraga terpadu, (3) pemasalan (landasan & partisipasi), (4) pembinaan prestasi (promosi dan identifikasi bakat), (5) elit atau prestasi top (sistem penghargaan & rasa aman), (6) fasilitas latihan, (7) pengadaan & pengembangan pelatih, (8) kompetisi nasional, (9) riset atau iptekor, dan (10) lingkungan, media dan sponsor (Lutan, 2011 dan Mutokhir, Toho Cholik 2009).

Dana atau finansial merupakan faktor yang tidak terbantahkan lagi untuk

(6)

Shuckett, 1968, dalam Park & Quarterman, 2003:242) mengatakan bahwa manajemen keuangan adalah ”application of skills in the manipulation, use, and control of funds”. Dengan kata lain bagaimana suatu organisasi berhubungan dengan masalah keuangan. Pada tataran global seperti dipaparkan oleh Rusli Lutan (2003:71), yaitu dari salah satu fenomena yang muncul akibat konteks globalisasi olahraga yang terjadi kecenderungan interdependensi antarbangsa dan batas politik yang kabur, yaitu “perpindahan uang dalam pola arus dana, seperti

uang transfer pemain profesional”. Pada akhirnya, “dukungan dana yang

mencukupi memungkinkan pembinaan dapat berlanjut secara konsisten” (Lutan, 2003:2009).

Selanjutnya, lembaga olahraga adalah organisasi yang menaunginya yang mengelola pembinaan dengan cara atau pendekatan tersendiri, sehingga pembina-an ypembina-ang dilakukpembina-an memiliki ciri ypembina-ang berbeda dengpembina-an ypembina-ang dilakukpembina-an oleh lembaga lainnya. Sebagai perbandingan, pembinaan sepakbola di Brazil, bertumpu pada klub dengan kapabilitas manajemen yang sudah berkembang dan sangat efektif untuk menghasilkan prestasi. Dalam kaitan ini pula, maka kemajuan pembinaan di satu pihak merangsang tumbuhnya spesialisasi, seperti keahlian profesional sesuai kebutuhan sepak bola di Brazil. Misalnya, ahli fisioterapi sudah merupakan kebutuhan mutlak pada setiap klub, sehingga mereka bekerja tidak lagi sambilan karena hobi, tetapi sudah merupakan profesi (Lutan, 2003:178).

(7)

dalam olahraga dan kemampuan multilateral pada tahap anak usia dini, kemudian spesialisasi kecabangan pada usia remaja, dan selanjutnya mencapai prestasi puncak (Harsono, 1988; Bompa, 1990). Model pemasalan setiap cabang olahraga atau klub berbeda tergantung tujuan yang ingin dicapai dan strategi yang diterapkan.

(8)

Elit atau prestasi top (sistem penghargaan & rasa aman). Proses pembinan yang intensif dan kompetisi atau petandingan yang diikuti cukup besar pesaingnya (competitor), bila menjadi juara tentu saja akan melahirkan seorang atlet dengan prestasi yang sungguh luar biasa atau dengan kata lain atlet top. Sebagai atlet yang memiliki catatan juara yang pesaingnya cukup tinggi adalah langka, karena itu sebagai atlet juara atau elit atlet maka perlu dilindungi dan dijaga keberadaan-nya, karena akan menjadi incaran dari klub lain, daerah lain bahkan negara lain. Bila atlet telah mencapai atau memiliki prestasi yang cukup baik, tentu saja penghargaan merupakan pilihan yang sangat tepat dan bijaksana sekali, karena selain menjadi motivasi untuk tetap semangat mengikuti latihan dan pertandingan, juga merupakan modal keamanan dan kenyamanan bagi dirinya, terutama dalam menghadapi lehidupan di masa depan. Di lain pihak, menandakan bahwa club atau lembaga olahraga itu sudah memiliki kepedulian terhadap atlet, sekaligus pula bahwa lembaga itu sudah memiliki sistem pembinaan yang profesional.

Fasilitas latihan. Ketersediaan sarana-prasarana merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan geliat dan prestasi olahraga. Tanpa adanya fasilitas yang memadai, meraih prestasi mungkin hanya sekadar mimpi (http://lampungpost.com/olahraga-aktual/23232-fasilitas-prasarana-minim-prestasi-merosot). Pada zaman yang serba canggih dan moderen seperti sekarang

(9)

macam keperluan latihan akan dibantu oleh pemerintah dan KONI, baik daerah maupun pusat.

Pengadaan & pengembangan pelatih. Bukan atlet saja yang harus diperhatikan dari segi pemasalan maupun peningkatan prestasinya, tetapi pelatih pun harus pula mendapat perhatian yang serius dari sebuah club atau lembaga olahraga agar pembinaan akan berjalan dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, aspek pengadaan dan pengembangan pelatih perlu ditata sedemian rupa sehingga keberadaan pelatih akan tetap terjaga, dan pengembangan kemampuan baik skill maupun pengetahuannya akan terus meningkat dan karir pun akan berkembang pula. Sebagai rujukan dapat mengadopsi penjenjangan pelatih dari pedoman Pusdiktar KONI Pusat (1995) tentang pengadaan dan penataran pelatih, tingkat pemula, muda, madya dan utama. Seperti Harsono (1988:7) menekankan bahwa, ”tinggi rendahnya prestasi atlet banyak tergantung dari tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan pelatihnya”.

(10)

antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama (http://id.wikipedia.org/wiki/Kompetisi) .

Riset atau iptekor. Kesadaran akan pentingnya riset serta ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang olahraga dimulai sejak tahun 1950, hal ini sesuai pernyataan Lutan (2003:76), bahwa riset sistematik, terutama pemandu-an bakat ypemandu-ang ilmiah mulai dirintis. Padahal, salah satu faktor utama ypemandu-ang memberikan sumbangan bagi pencapaian prestasi yang tinggi dalam olahraga dan pemahaman masalah pembinaan olahraga yang kompleks yaitu penerapan metode ilmiah. Sebagai contoh, Brazil berhasil mengembangkan prinsip pelatihan dan menerapkan iptek olahraga tepat guna, sederhana tetapi efektif, dikaitkan dengan faktor sosial ekonomi dan budaya (Lutan, 2003:179). Lebih lanjut Rusli Lutan menekankan bahwa,

“Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam olahraga merupakan sebuah kebutuhan sehingga iptek olahraga dapat dimanfaatkan sebagai modal pembangunan dalam olahraga. Akan tetapi iptek tak lepas dari aspek moral, baik dalam pengembangan maupun penerapannya. Dengan mewaspadai akses iptek yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, tantangan bagi kita di Indonesia ialah bagaimana mengembangkan iptek sederhana, tetapi bermanfaat untuk memecahkan masalah pembinaan.”

(11)

kesempatan dan pemanfaatan peluang yang ada untuk melakukan aktivitas jasmani”. Anggota keluarga, seperti kakak dalam suatu keluarga memberikan

pengaruh terhadap pembentukan minat dan keterlibatan dalam kegiatan olahraga. Teman sepermainan juga merupakan sumber pengaruh yang potensial dalam proses sosialisasi olahraga yang dimulai di lingkungan keluarga, bahkan pelatih dan guru olahraga merupakan agen sosial yang penting yang mempengaruih keterlibatan anak dalam olahraga (Greendorfer & Lewko, 1978b, dalam Lutan, 2005:426). Media seperti dikatakan Leonard (1998, dalam Park dan Quarterman, 2003:215) bahwa, hubungan antara olahraga dan mass media digambarkan sebagai “simbiosis”. Berarti bahwa dua entitas selalu saling ketergantungan, atau

satu pihak dengan pihak yang lain saling menguntungkan.

Sedangkan sponsor sebagai faktor yang tidak bisa dianggap kecil dalam mendukung keberlangsungan dan pelaksanaan suatu kegiatan baik dalam proses pembiaan maupun pertandingan, sehingga dengan kehadiran sponsor kedua kegiatan tersebut dapat berjalan dengan lancar.

3. Kasus Padepokan Gajah Lampung

(12)

Gajah Lampung yang telah meraih medali di tingkat Asia Tenggara, sebanyak 11 orang, untuk tingkat Asia sebanyak 4 orang dan Dunia sebanyak 2 orang. Dengan perincian jumlah medali emas, untuk tingkat Asia Tenggara sebanyak 24 buah, tingkat Asia sebanyak 13 buah, dan tingkat dunia sebanyak 16 buah.

Para atlet putri pun memiliki reputasi yang tidak kalah dibandingkan dengan atlet putra, terutama prestasi yang telah diukir oleh W dan SI yang telah meraih medali perunggu pada Olympiade Sydney tahun 2000 di Australia dan kejuaran internasional lainnya. Lebih jelasnya dapat digambarkan secara singkat, yang meraih medali emas di tingkat internasional sebanyak 10 orang, secara rinci yaitu tingkat Asia Tenggara 15 medali, tingkat Asia sebanyak 6 medali dan tingkat dunia 2 medali.

(13)

Olahraga Nasional (PON), yakni mulai dari PON XI sampai PON XVII tahun 2008 yang lalu, dan jumlah medali emas terbanyak adalah pada PON XII tahun 1989 sebanyak 20 medali.

Prestasi para atlet Lampung tersebut menunjukkan bahwa, selain cabang olahraga angkat besi dan angkat berat telah memberi andil yang sangat besar untuk menentukan posisi Propinsi Lampung dalam keikut sertaannya di Pekan Olahraga Nasional (PON), juga telah menjadikan Propinsi Lampung sebagai Pusat Latihan Pembinaan cabang olahraga angkat besi dan angkat berat nasional. Oleh karena itu, cabang angkat besi dan angkat berat cukup menarik dan fenomenal. Menarik, karena cabang ini telah banyak menorehkan prestasi, baik regional seperti SEA Games maupun internasional seperti Asia dan Dunia. Sedangkan fenomenal, karena cabang ini hampir setiap ikut event selalu memperoleh penghargaan atau juara. Artinya, prestasi yang dicapai selalu konsisten, namun kepopulerannya sangat kurang bila dibandingkan dengan cabang olahraga lainnya terutama cabang olahraga permainan.

(14)

karena salah mengangkat maupun tertimpa beban, bahkan tidak mustahil terjadi cedera yang sangat fatal. Misalnya, keseleo (sprain), sobek (strain), bahkan patah tulang (fraktura).

Sebagian besar para atlet yang berprestasi tersebut bukan hanya atlet yang relatif usia muda saja, tetapi banyak juga yang telah berumah tangga yang tidak bisa dibilang muda lagi, karena mereka berusia di atas 30 tahun. Oleh karena itu, usia bukanlah faktor penyebab seseorang berprestasi atau tidak. Demikian pula bila kita amati dari segi postur tubuh, ternyata tidak semua atlet di Padepokan Gajah Lampung memiliki tinggi badan yang pendek (dibawah 150 cm), namun masih bayak pula yang tingginya di atas 160 cm, bahkan prestasi kedua kelompok sama sekali bukan faktor penentu keberhasilan dari prestasi yang mereka capai. Seperti yang selama ini diduga banyak orang bahwa, syarat untuk menjadi atlet yang berprestasi pada cabang angkat besi dan angkat berat adalah postur tubuh yang pendek dan kekar.

(15)

dengan kemampuan seseorang seperti kekuatan, daya ledak (power) dan kelentukan dapat mempengaruhi kemampuan atlet untuk mengangkat beban secara maksimal.

Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk mencapai prestasi, terutama sekali dimana ia atau atlet itu berada, dan sering disebut interaksi sosial. Interaksi sosial didasarkan atas berbagai faktor “antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi, simpati, motivasi, dan empati” (Herimanto dan Winarno, 2010:53). Salah satu faktor yang menarik untuk dibahas dari pencapaian prestasi yang telah diukir oleh para lifter angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung adalah identifikasi. Seperti Herimanto dan Winarno jelaskan bahwa, identifikasi adalah upaya yang dilakukan individu untuk menjadi sama (identik) dengan individu yang ditirunya. Demikian pula halnya yang terjadi pada atlet pemula, bahkan para remaja yang berdomisili di sekitar Padepokan, mereka selalu berusaha untuk mengidentifikasikan dirinya dengan atlet yang sudah berhasil, terutama keinginan untuk merubah taraf hidupnya. Kondisi ini tentu saja sangat menguntungkan bagi pembinaan angkat besi dan angkat berat, terutama dalam segi promosi, karena tidak perlu melakukan upaya untuk menjaring calon atlet secara khusus, tetapi dengan banyaknya atlet yang berminat maka peluang pembinaan atlet usia muda cukup terbuka. Anjuran dari Depdiknas (2004:xiv) mengenai “Pembangunan olahraga

Indonesia hakikatnya adalah suatu proses yang membuat manusia memiliki banyak akses untuk melakukan aktifitas fisik”, patut diperhatikan. Karena dengan

(16)

Keberhasilan para lifter angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung yang selama ini yang diraih dari kemenangan dan penghargaan pada berbagai event baik nasional maupun internasional yang diwujudkan berupa pekerjaan tetap, tanah atau sawah, rumah tinggal dan kendaraan. Dari sekian banyak atlet yang ada dan pernah menjadi anggota di Padepokan Gajah Lampung, tercatat sekitar 20 orang sudah memiliki tanah atau lahan pertanian, dan sekitar 20 orang pula sudah memiliki rumah tinggal yang layak, serta sekitar 13 orang telah mempunyai pekerjaan tetap (PNS), 5 orang wiraswasta dan 3 orang menjadi pelatih di daerah lain. Sedangkan yang telah memiliki kendaraan roda empat (mobil) sebanyak 12 orang, tentunya di luar sepeda motor. Keadaan ini menjadi penting untuk memicu dan pemacu bagi para atlet dan calon atlet muda yang berminat menjadi anggota di Padepokan Gajah Lampung. Hasil yang dicapai olah para atlet selama ini melalui berbagai penghargaan atau medali, mulai PON, SEA Games, Asian Games dan kejuaraan Asia, kejuaraan dunia dan Olympic Games sampai pada World Games. Penghargaan yang diterima berupa bonus atau hadiah lainnya telah merubah kehidupan sosial mereka yang semula dengan kondisi ekonomi tergolong kurang sejahtera (miskin), kini berubah menjadi lebih sejahtera. Tidaklah heran bila disinyalir “pembangunan bangsa selama ini telah dikendalikan oleh semangat kapitalisme dengan ekonomi sebagai panglima” (Depdiknas, 2004:xvi)

(17)

mendukung pengembangan pembinaan cabang olahraga ini, bahkan tidak jarang menyarankan untuk memindahkan camp katihan ini ke tempat lain yang lebih luas dan representatif.

(18)

mempengaruhi penampilan (performance) atlet telah dikemukakan pula oleh Bompa (1990), Stillwell dan Willgoose (1997:38), bahkan menyangkut kinerja fisik Berger (1982: 242) membaginya dalam dua kekuatan otot, yaitu kekuatan otot tinggi dan kekuatan otot rendah. Adapun faktor internal, dapat dipersepsikan sebagai kemampuan fisik, penguasaan teknik, dan taktik serta mental (Harsono, 1988 dan Bompa,1990) Sedangkan faktor yang datang dari luar (eksternal) adalah pelatih, iklim latihan, sosial, asal-usul, dan gizi. Di samping itu masih terdapat pula faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi, seperti, sarana dan prasarana yang memadai, dana, dan kebijakan.

B. Masalah Penelitian

Dari uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian, sebagai berikut:

1. Bagaimana efektivitas lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam olahraga terhadap pembinaan prestasi angkat besi dan angkat berat ditinjau dari lingkungan sosial budaya dan peranan figur pembina serta kepemimpinan (orientasi nilai), sehingga tercipta proses pembinaan berkelanjutan?

(19)

3. Sejauhmana peranan kebijakan pemerintah terhadap pelaksanaan pembinaan prestasi olahraga yang dilakukan oleh LSM tersebut yang berkait dengan penghargaan dan bantuan?

4. Bagaimana hubungan fungsional antara prestasi angkat besi dan angkat berat dengan faktor fisik, fisiologis, dan motivasi para atlet yang bersangkutan?

Manakala ditinjau dari faktor fisik, fisiologis, dan motivasi terhadap prestasi maka uraian pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor fisik (tinggi badan, berat badan, panjang lengan, panjang tungkai, tinggi duduk, lingkar lengan, lemak paha), motivasi, dan faktor fisiologis (genggam kanan, genggam kiri, tarikan lengan, dorongan lengan, kekuatan tungkai, fleksibilitas, dan daya ledak (power)) terhadap prestasi secara simultan pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

2. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor tinggi badan (fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

3. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor berat badan badan (fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

(20)

5. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor panjang tungkai (fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

6. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor tinggi duduk (fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

7. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor lingkar lengan (fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

8. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor lemak paha (fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

9. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor motivasi terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

10.Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor genggam kanan (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

(21)

12. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor tarikan lengan (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

13. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor dorongan lengan (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

14. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor kekuatan tungkai (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

15. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor fleksibilitas (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

16. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor daya ledak (power) (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian secara umum adalah

(22)

2. Mengidentifikasi pola partisipasi para atlet usia muda dalam angkat besi dan angkat berat sejak tahap pengenalan latihan yang intensif dan berprestasi hingga kemudian mencapai puncak prestasi, dengan memperhitungkan peranan para atlet pendahulu sebagai model (sosialisasi),

3. Mengkaji lebih jauh peranan kebijakan pemerintah daerah terhadap pelaksanaan pembinaan prestasi olahraga yang dilakukan oleh LSM tersebut yang berkait dengan penghargaan dan bantuan

4. Mengetahui bagaimana hubungan fungsional antara prestasi angkat besi dan angkat berat dengan faktor fisik, fisiologis, dan motivasi para atlet yang bersangkutan di Padepokan Gajah Lampung.

Sedangkan tujuan penelitian secara khusus bertujuan untuk:

1. Mengungkap hubungan fungsional yang signifikan antara faktor fisik (tinggi badan, berat badan, panjang lengan, panjang tungkai, tinggi duduk, lingkar lengan, lemak paha), motivasi, dan faktor fisiologis (genggam kanan, genggam kiri, tarikan lengan, dorongan lengan, kekuatan tungkai, fleksibilitas, dan daya ledak (power)) terhadap prestasi secara simultan pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri

2. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor tinggi badan (fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

(23)

4. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor panjang lengan (fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

5. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor panjang tungkai (fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

6. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor tinggi duduk (fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

7. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor lingkar lengan (fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

8. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor lemak paha (fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

9. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor motivasi terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

(24)

11.Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor genggam kiri (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

12. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor tarikan lengan (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

13. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor dorongan lengan (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

14. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor kekuatan tungkai (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

15. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor fleksibilitas (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

(25)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil kajian ini, antara lain;

1. Secara Teoritis

Penelitian ini berguna untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, terutama bidang-bidang (sub disiplin) yang mempengaruhi peningkatan prestasi atlet, seperti: lingkungan, sosial dan budaya, fisik, fisiologi, psikologi, manajemen, kesehatan, dan pendidikan. Semua itu merupakan bagian dari sport science yang memiliki kontribusi terhadap peningkatan pembinaan olahraga, khususnya pada cabang olahraga angkat besi dan angkat berat.

2. Secara Praktis

Dari segi kepentingan praksis, sumbangan penting dari penelitian ini adalah diperolehnya gambaran tentang beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi atlet dan mengidentifikasi berbagai karakteristik suatu cabang olahraga khususnya cabang olahraga perorangan, sehingga akan sangat membantu para pembina (pelatih, pengurus) untuk meningkatkan pembinaan secara berkelanjutan, mulai tahap pengenalan latihan intensif dan berprestasi hingga kemudian mencapai puncak prestasi.

E. Struktur Organisasi Disertasi

(26)

Bab II membahas Kajian Pustaka, sebagai bahan untuk memperkuat pemahaman tentang teori-teori yang mendukung permasalahan dalam penelitian disertasi. Bab II ini membahas A. Konsep Prestasi, B. Motivasi, C. Fisik (komposisi tubuh), D. Sosial, E. Fisiologis dan F.Manajemen.

Bab III menjelaskan Pendekatan Penelitian, Populasi dan Sampel, Variabel, Definisi Operasional dan Desain Penelitian, Prosedur Penelitian. Pengumpulan Data, validitas dan Reliabilitas Instrumen, dan Teknik Analisis Data

Bab IV tentang Hasil dan Pembahasan Penelitian, dan Bab V berupa Kesimpulan dari uraian yang dikemukakan pada bab sebelumnya, dilengkapi dengan Implikasi dan Rekomendasi sebagai pedoman dalam penelitian berikutnya. Selanjutnya Daftar Pustaka dan lampiran sebagai pendukung dan bahan bacaan kejelasan materi dalam disertasi ini.

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan survey method. Menurut Nazir (2011:56) bahwa metode survei adalah :

Penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Metode survei membedah dan menguliti serta mengenal masalah-masalah serta mendapatkan pembenaran terhadap keadaan dan praktik-praktik yang sedang berlangsung. Dalam metode survei juga dikerjakan evaluasi serta perbanding-an-perbandingan terhadap hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani situasi atau masalah yang serupa dan hasilnya dapat digunakan dalam pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa mendatang.

Sedangkan menurut Masri Singarimbun (2003:21), penelitian survei dapat digunakan untuk maksud (1) penjajagan (eksploratif), (2) deskriptif, penjelasan (explanatory atau confirma-tory), yaitu menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis, (4) evaluasi, (5) prediksi atau meramalkan kejadian tertentu di masa yang akan datang, (6) penelitian operasional, dan (7) pengembangan indikator-indikator sosial. Bahkan menurut Riduwan (2011:49-50) bahwa penelitian survei biasanya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam, tetapi generalisasi yang dilakukan bisa lebih akurat bila digunakan sampel yang representatif.

(28)

kuantitatif melalui tes & pengukuran dan angket. Analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi atau regressi ganda (multiple regression). Analisis ini digunakan dalam menguji besarnya kontribusi yang ditunjukan oleh koefisien korelasi pada setiap hubungan kausal antar variabel fisik (X1), motivasi (X2), dan fisiologis (X3) terhadap prestasi atlet (Y).

B.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Camp latihan atlet angkat besi dan angkat berat Propinsi Lampung sekaligus juga tempat latihan para atlet nasional, yang

disebut sebagai “Padepokan Atlet Angkat Besi Angkat Berat Gajah Lampung”

berlokasi di Jl. Ahmad Yani No. 7 Kabupaten Pringsewu, Propinsi Lampung. C.Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

(29)

2. Sampel Penelitian

Populasi dinyatakan sebagai totalitas wilayah generalisasi, maka sampel merupakan bagian dari populasi yang secara representatif menggeneralisasikan penelitian. Oleh sebab itu penetapan sampel harus benar-benar terseleksi secara representatif agar dalam menarik kesimpulan nantinya sesuai dengan karakteristik populasi. Populasi penelitian ini adalah para atlet yang memiliki karakteristik hampir sama, yaitu atlet yang dibina dalam tempat latihan (base camp) yang dikelola secara teratur. Arikunto (2003:117) mengatakan bahwa: “Sampel adalah

bagian dari populasi.” Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang

diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Berkaitan dengan teknik pengambilan sampel Nasution (2003:135) bahwa, “mutu penelitian tidak selalu ditentukan oleh besarnya sampel, akan tetapi oleh kokohnya

dasar-dasar teorinya, oleh desain penelitianya.”

Karena penelitian ini adalah kualitatif dan kuntitaif, maka untuk penelitian kualitatif sebagai unit analisisnya adalah Lembaga atau Padepokan Angkat Besi dan Angkat Berat Gajah Lampung, sedangkan untuk penelitian kuantitatif sebagai sampelnya adalah atlet, yang saat ini tengah berlatih di Padepokan tersebut sebanyak 47 orang (20 wanita; 27 pria).

D.Variabel, Definisi Operasional dan Desain Penelitian

1. Variabel Penelitian

(30)

2. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel bertujuan untuk menjelaskan makna variabel yang sedang diteliti. Singarimbun (2003:46-47) memberikan pengertian tentang definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel, dengan kata lain definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peniliti lain yang

ingin menggunakan variabel yang sama. Lebih lanjut Masri.S mengatakan: “dari

informasi tersebut akan mengetahui bagaiman caranya pengukuran atas variabel itu dilakukan. Dengan demikian peneliti dapat menentukan apakah prosedur pengukuran yang sama dilakukan (diperlukan) prosedur pengukuran baru. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi operasional itu harus bisa diukur dan spesifik serta bisa dipahami oleh orang lain, adapun definisi operasional variabel penelitian diuraikan sebagai berikut.

a. Motivasi berprestasi

(31)

untuk berkarya; dan (e) penghargaan sesama atlet. Ketiga dimensi kajian motivasi berprestasi tersebut dikembangkan menjadi 12 indikator penelitian. Keduabelas indikator penelitian diopersionalkan menjadi 20 item kuesioner penelitian yang disusun dengan format Skala Likert.

b. Fisik (Komposisi Tubuh)

Definisi operasional fisik atau postur tubuh menurut Frank M.Verducci (1980:215-227) dapat diukur berdasarkan anthropometri dan komposisi tubuh (body composition). Sedangkan David Doherty (1996:15-45); mengemukakan bahwa untuk mengukur fisik berdasarkan antropometri, komposisi tubuh, dan kematangan, Karena angkat besi dan angkat berat memiliki karakteristik khusus maka untuk pengukuran fisik menggunakan acuan kedua ahli tersebut tetapi yang diambil hanya aspek yang dianggap sangat dominan saja, seperti berat badan, tinggi badan, panjang badan (tinggi duduk), panjang lengan, panjang tungkai, lingkar lengan, usia, dan jenis kelamin

c. Fisiologis

Definisi operasional fisiologis didasarkan pada pendapat Frank .Verducci (1980:215-227) juga dari Johnson dan Nelson (1986:60-76) dalam Practical

Measurements for Evaluation in Physical Education untuk mengukur aspek fisik pada cabang olahraga angkat berat dan angkat besi meliputi kemampuan otot seperti daya ledak lengan, kekuatan lengan dan kelentukan togok.

d. Prestasi

(32)

maksimal yang dicapai olahragawan atau kelompok olahragawan (tim) dalam kegiatan olahraga.” Karena angkat besi dan angkat berat memiliki karakteristik sendiri, yaitu kemampuan mengangkat beban/barbel sekuat-kuatnya secara cepat (explossive power), hal ini sesuai dengan pendapat Harre (1982:10) bahwa, power adalah kemampuan seorang atlet untuk mengatasi tahanan/beban dengan suatu kecepatan yang tinggi dalam suatu gerakan yang utuh. Karena itu untuk mengukur prestasi atlet dalam penelitian ini adalah kemampuan mengangkat beban/barbel secara maksimal atau angkatan total pada masing-masing cabang. Sedangkan medali yang diperoleh dalam suatu kejuaraan dari masing-masing lifter angkat besi dan berat di Padepokan Gajah Lampung hanya sebagai pembanding saja.

3. Desain Penelitian

Adapun desain penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

ŷ = X1 (X1.1, X1.2, X1.3, X1.4, X1.5, X1.6, X1.7) + X2 + X3 (X3.1, X3.2, X3.3, X3.4, X3.5, X3.6, X3.7)

Keterangan:

X1 = Faktor fisik X3 = Faktor Fsisiologis X1.1 = tinggi badan X3.1 = genggam kanan

X1.2 = berat badan X3.2 = genggam kiri X1.3 = panjang lengan X3.3 = tarikan lengan

X1.4 = panjang tungkai X3.4 = dorongan lengan X1.5 = tinggi duduk X3.5 = kekuatan tungkai X1.6 = lingkar lengan X3.6 = fleksibilitas X1.7 = lemak paha

X2 = Faktor motivasi X3.7 = Daya ledak (power)

(33)

E. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam suatu penelitian merupakan langkah-langkah pokok yang harus dilakukan peneliti melalui tahapan-tahapan penelitian tertentu dan dalam waktu tertentu pula. Dalam prosedur penelitian tidak boleh melepaskan diri dari metode ilmiah. Hal ini diharapkan agar hasil yang diperoleh benar-benar berdasarkan fakta yang ada, terlepas dari prasangka pribadi, menggunakan prinsip-prinsip analisis, menggunakan ukuran yang objektif, dan menggunakan teknik kualifikasi (Nazir, 2003:43). Untuk itulah agar dapat memperoleh validitas dan rehabilitasi yang cukup tinggi maka penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: persiapan, instrumentasi, pengumpulan data yang diperoleh, analis data, pengujian hipotesis, konfirmasi hasil, dan menyimpulkan hasil penelitian. Adapun tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut

1. Persiapan

Agar pekaksanaan penelitian diharapkan berjalan lancar maka telah ditempuh berbagai langkah antara lain: pembuatan surat izin penelitian, penyiapan alat perekam dan butir penyusunan daftar pertanyaan, pabrikasi alat ukur atau tera di Dinas Metrologi Propinsi Lampung dan pembuatan instrumen penelitian (angket), khususnya untuk variabel motivasi berprestasi.

2. Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(34)

(b) Untuk memperoleh sejumlah data yang bersifat kuantitatif, seperti :

- Berat badan, panjang tungkai, tinggi duduk, panjang lengan, panjang tungkau, tebal lemak, lingkar lengan (variabel fisik) menggunakan health scale dengan satuan bilangan sentimeter (cm) merk Lafayette dengan model/seri 012585. - Kekuatan jari (remasan) menggunakan hand grips dynamometer dengan merk

TTM lode 64130044

- Kekuatan dorongan dan tarikan lengan menggunakan push & pull dynamometer dengan merk TTM dengan kode 11773.

- Daya ledak lengan menggunakan two hand medicine ball put - Kekuatan tungkai menggunakan leg dynamometer

- Kelentukan (fleksibilitas) otot punggung (togok)menggunakan flexion meter dengan merk Lafayette kode 012585

Untuk mencapai tingkat akurasi yang tinggi maka semua alat tes dan pengukuran tersebut telah dipabrikasi (tera) di Dinas Metrologi Propinsi Lampung tertanggal 5 Pebruari 2010 (surat terlampir).

F. Pengumpulan Data

(35)

pengumpulan data yaitu studi tes dan pengukuran lapangan, wawancara, observasi, dokumentasi dan teknik angket.

1. Prosedur Pelaksanaan Tes dan Pengukuran

Sebelum dilaksanakan tes dan pengukuran orang coba (testee) di tengah kegiatan latihan dipanggil satu persatu agar tidak mengganggu jalannya latihan, karena kita tahu bahwa latihan angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung sangat disiplin dan ketat sekali. Selanjutnya dilakukan tes dan pengukuran sebagai berikut:

Pengukuran Tinggi Badan

Pengukuran tinggi badan menurut Verducci (1980:221-225) yaitu’ subyek tanpa alas kaki dan tutup kepala, diminta berdiri tegak membelakangi batang pengukur, kedua tumit rapat, punggung dan bagian belakang kepala sejajar dengan batang pengukur, kepala tegak menghadap ke depan (tepi bawah rongga mata setinggi lubang telinga) hasil yang diperoleh dalam sentimeter (cm).

Pengukuran Berat Badan

Pengukuran berat badan menurut Verducci (1980: 221-225) yaitu; subyek berpakaian seminim mungkin. Hasil penimbangan dicatat dalam satuan kilogram (kg).

Pengukuran Panjang Tungkai

(36)

Pengukuran Panjang Lengan

Pengukuran panjang lengan menurut Doherty (1996:31), yaitu subyek berdiri tegak dan posisi lengan lurus. Pengkurannya dilakukan dari ujung tulang lengan bagian atas sampai pergelangan tangan, hasil dicatat dalam sentimeter (cm). (lihat Lampiran)

Pengukuran Panjang Badan/Tinggi Duduk

Subyek duduk di atas meja dengan posisi tegak. pengukuran dilakukan dari acromion (kepala) sampai ke ligamenta inguinal di Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS), hasil dicatat dalam sentimeter (cm) (Doherty, 1996:29). (lihat lampiran). Pengukuran Lingkar Lengan

Subyek berdiri tegak, pengukuran dilakukan pada lengan bagian atas dengan melingkarkan meteran dan hasilnya dicatat dalam sentimeter (cm), (lihat lampiran).

Pengukuran Kekuatan Otot Lengan Pelaksanaan tes adalah sebagai berikut;

a. Subyek berdiri tegak lurus dngan dua kaki terbuka selebar bahu. Kedua tangan memegang kedua gagang pegangan push dynamometer yang diletakan di depan dada, kira-kiraberjarak 15 cm dan petunjuk angka menghadap ke luar/depan. b. Setelah aba-aba “ya” subyek menekan kedua pegangan alat tersebut secara

serentak tanpa dihentakkan serta posisi badan tetap tegak

(37)

Pengukuran Kekuatan Jari Tangan Pelaksanaan tes :

a. Subyek berdiri tegak memegang alat dengan tangan kiri maupun kanan secara bergantian

b. Setelah aba-aba “ya” ubyek menarik alat secara serentak tanpa dihentakkan serta posisi badan tetap tegak (lihat lampiran)

Pengukuran Kekuatan Otot Tungkai

Pelaksanaan tes kekuatan otot tungkai adalah sebagai berikut:

a. Subyek berdiri tegak lurus dengan dua kaki rapat menginjak alat dan lutut ditekuk. Kedua tangan memegang gagang pegangan leg dynamometer yang diletakan di depan badan, kira-kira berjarak 15 cm dan petunjuk angka menghadap ke luar/depan.

b. Setelah aba-aba “ya” subyek meluruskan tungkai secara serentak tanpa dihentak-kan serta posisi badan tetap tegak

c. Kesempatan melakukan adalah sekali Pengukuran Daya Ledak Otot Lengan

Pelaksanaan tes daya ledak otot lengan adalah sebagai berikut:

a. Subyek duduk di kursi dalam sikap tegak, bebatkan tali dada yang dipegang oleh kawannya

(38)

c. Subyek menolakkan bola medicine sekuat mungkin setelah diberi aba-aba

“ya”. Ukur jarak yang dicapai mulai dari garis batas kaki sampai tempat atau

tanda jatuhnya bola medicine yang terdekat

d. Kesempatan 3 (tiga) kali diambil nilai yang terbaik. Hasil dicatat dalam satuan sentimeter (cm) (Johnson, B.L. and Nelson, J.K., 1986;217)

Pengukuran Kelentukan Punggung (fleksibilitas) Pelaksanaan tes:

a. Subyek duduk kaki lurus dan menempel pada alat tes

b. Begitu ada aba-aba “ya” tangan dijulurkan selurus mungkin di atas papan yang ada angkanya

c. Hasil dicatat dari ujung jari pada angka yang dicapainya Prestasi atau Kineja Atlet

Merupakan variabel terikat (endogen) adalah kinerja atlet (Y). Data diperoleh berdasarkan tes yang diambil dari angkatan maksimal atau total angkatannya untuk setiap atlet pada ngkat besi maupun ankat berat.

2. Studi Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, parasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya mengisyarat. (Suharsimi, 2006 : 231).

(39)

atau berbagai hal yang dianggap penting yang terkait dengan prestasi yang telah dicapainya. Studi Dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari lembaga atau Base Camp Padepokan tersebut meliputi buku-buku, laporan kegiatannya yang relevan dengan fokus penelitian.

3. Teknik Wawancara dan Observasi yang bersifat kualitatif

Wawancara merupakan percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yaitu wawancara yang akan mengajukan pertanyaan dan orang yang akan diwawancarai yang akan memberikan jawaban atas pertanyaan yang akan diajukan (Moleong, 2005 : 186). Wawancara harus diperoleh dalam waktu yang sangat singkat serta bahasa yang digunakan harus jelas dan teratur. Tekhnik wawancara dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu : (1) Pembicaraan formal Wawancara ini sangat tergantung pada pewawancara sendiri tergantung pada spontanitasnya mengajukan pertanyaan kepada yang diwawancarai, (2) Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara. Jenis ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang akan ditanyakan, pokok-pokok pertanyaan tidak perlu dipertanyakan secara berurutan. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan responden, dan (3) Wawancara baku terbuka. Jenis wawancara ini menunjukkan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-kata dan cara penyajian sama untuk setiap responden. Wawancara jenis ini bermanfaat apabila yang diwawancarai jumlahnya banyak (Moleong, 2005 : 187-188)

(40)

telah mempersiapkan berbagai hal yang akan ditanyakan sehingga berbagai hal yang ingin diketahui dapat lebih terfokus. Untuk memperoleh sejumlah data berupa profil dan sepak terjang di luar maupun di dalam Padepokan yang fokusnya adalah atlet dan pelatih serta mantan atlet menggunakan wawancara dan observasi atau cacatan lapangan. Demikian pula dengan masyarakat terutama dengan para orang tua atlet.

4. Teknik Angket

Angket disebarkan pada responden dalam hal ini sebanyak 37 responden. Pemilihan model angket ini, didasarkan atas alasan bahwa: (a) responden memiliki waktu untuk menjawab pertanyaan atau pernyataan, (b) setiap responden menghadapi susunan dan cara pengisian yang sama atas pertanyaan yang diajukan, (c) responden mempunyai kebebasan memberikan jawaban, dan (d) dapat digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan dari banyak responden atas sejumlah pertanyaan yang diajukan di dalam angket tersebut. Indikator-indikator yang merupakan penjabaran dari variabel bebas (eksogen) adalah motivasi berprestasi (X2) Selanjutnya pengembangan instrumen ditempuh melalui beberapa cara, yaitu (a) menyusun variabel penelitian; (b) menyusun kisi-kisi instrumen; (c) melakukan uji coba instrumen; dan melakukan pengujian validitas dan reliabilitas instrumen, (contoh angket tersaji dalam lampiran).

(41)

Tabel 3.1.

Catatan: Motivasi berprestasi (X2) dikembangkan dari David McClelland (1985)

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

(42)

mengungkapkan ketepatan dan kemantapan alat ukur. (Hasil analisis disajikan pada lampiran).

H. Teknik Analisis Data 1. Analisis Data Kualitatif

Dalam pemaparan data kualitatif seperti anjuran Lincoln dan Guba (dikutip oleh Rudestam & Newton, 1992 dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI (2011:31), bahwa dalam pemaparan data kualitatif, ada dua kegiatan yang dilakukan, yakni unitising. Kegiatan memberi kode yang mengidentifikasi unit informasi yang terpisah dari teks, dan categorising yaitu menyusun dan mengorganisasikan catatan berdasarkan persamaan makna.

Adapun pemaparan dan analisiss data kualitatif berdasarkan pertanyaan penelitian dan kategorisasi data, antara lain meliputi: (a) struktur dan manajemen Padepokan Gajah Lampung, (b) lingkungan sosial budaya, (c) figur pembina dan kepemimpinan yang terkait dengan orientasi nilai, (d) pembinaan, (e) profil atlet, (f) catatan prestasi, (g) kebijakan (policy), dan (h) penghargaan dan bonus. 2. Analisis Data Kuantitaif

(43)

datanya, seperti berat, jarak dan kecepatan maka datanya perlu diolah terlebih dahulu dalam t skor.

Dengan menggunakan analisis regresi ini dapat ditunjukkan hubungan secara fungsional dari satu variabel dengan variabel lainnya terutama dengan variabel akibat melalui koefisien regressi.

Analisis regresi linier berganda mensyaratkan harus dipenuhinya uji asumsi klasik yakni data berdistribusi normal, tidak terdapat heteroskedastisitas, tidak terdapat multikolinieritas dan tidak terdapat autokorelasi. Jika semua asumsi klasik terpenuhi maka hasil analisis regresi linier berganda dapat digunakan, sebaiknya jika ada asumsi klasik yang dilanggar maka hasil analisis regresi linier berganda tidak dapat dipercaya keandalannya. Dengan demikian maka setelah dilakukannya analisis regresi linier berganda maka perlu dilakukan uji asumsi klasik.

Dalam analisis ini dilakukan dalam dua kategori, yaitu pada sampel putra dan putri.

a. Sampel Putra

1) Analisis Regresi Linier Berganda

(44)

signifikansi (p-value) yang paling besar sehingga diperoleh model fungsional terbaik.

Setelah melalui analisis backward maka hanya enam dari lima belas variabel bebas yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi pada atlet putra angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, yakni faktor fisik yang terdiri dari tinggi badan, berat badan dan tinggi duduk, serta faktor fisiologis yang terdiri dari genggam kiri, tarikan dan power. Sedangkan variabel motivasi diketahui tidak memberikan pengaruh yang signifikan karena memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,10.

Pada persamaan tersebut, diketahui variabel tinggi badan, tarikan dan power memiliki tanda positif yang menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut memberikan pengaruh yang berbanding lurus dengan prestasi. Artinya semakin tinggi tinggi badan, tarikan dan power maka cenderung akan diikuti oleh prestasi yang semakin baik (semakin besar tarikan maksimal). Sedangkan tiga variabel lainnya yakni berat badan, tinggi duduk dan genggam kiri memiliki tanda koefisien yang negatif, yang menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut memberikan pengaruh yang berbanding terbalik dengan prestasi, artinya semakin besar berat badan, tinggi duduk dan genggam kiri maka cenderung akan diikuti oleh semakin rendahnya prestasi.

2) Uji Hipotesis

Uji Hipotesis Simultan (Uji F)

(45)

Tabel 3.2 Rekap Uji Hipotesis Simultan Metode Backward Atlet Putra

Model K Fhitung Ftabel Sig. Kesimpulan Variabel yang Dikeluarkan

1 15 5,686 2,719 0,003 Signifikan -

2 14 6,640 2,637 0,001 Signifikan Fisik_P.Lengan

3 13 7,729 2,577 0,000 Signifikan Fisik_P.Tungkai

4 12 8,947 2,534 0,000 Signifikan Fisik_Genggam Kanan

5 11 10,199 2,507 0,000 Signifikan Fisik_Lemak Paha

6 10 11,794 2,494 0,000 Signifikan Fisio_Fleksibilitas

7 9 13,199 2,494 0,000 Signifikan Fisio_Dorong

8 8 15,228 2,510 0,000 Signifikan Motivasi

9 7 17,302 2,544 0,000 Signifikan Fisio_Otot Tungkai

10 6 18,298 2,599 0,000 Signifikan Fisik_Lingkar Lengan

Tabel di atas menunjukkan bahwa baik model pertama (menyertakan semua variabel bebas) maupun sembilan model lainnya hingga diperoleh model terakhir menunjukkan nilai Fhitung yang lebih besar dari nilai Ftabel, atau nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,10 dan terlihat bahwa model hasil perbaikan selalu menghasilkan nilai Fhitung yang lebih besar dari sebelumnya, yang menunjukkan bahwa perbaikan model dengan metode Backward menghasilkan model akhir yang baik. Pada kolom akhir ditunjukkan variabel bebas yang dikeluarkan dari model pada setiap tahap. Ditunjukkan bahwa variabel yang dikeluarkan dari model terdiri atas lima variabel fisik (Panjang Lengan, PanjangTungkai, Genggam Kanan, Lemak Paha dan Lingkar Lengan), tiga variabel fisiologis (fleksibilitas, dorong lengan dan kekuatan otot tungkai) serta variabel Motivasi sehingga hanya tersisa enam variabel yang terdiri dari variabel fisik dan fisiologis saja.

Uji Hipotesis Parsial (Uji t)

(46)

berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel terikat, sedangkan nilai signifikansi yang sama atau melebihi 0,10 menunjukkan variabel bebas secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Pada setiap tahapnya akan dieliminasi satu variabel bebas yang paling tidak signifikan yakni yang memiliki nilai signifikansi paling besar (dicetak tebal).

Tabel 3.3 Hasil Uji Hipotesis Parsial (Uji t) Tahap 1-5 Atlet Putra

Variabel Bebas

Fisik_Lingkar Lengan 0,303 0,241 0,164 0,148 0,157

Fisik_Lemak Paha 0,592 0,577 0,573 0,585 -

Fislg_Fleksibilitas 0,598 0,534 0,515 0,522 0,666

Fislg_Power 0,033 0,026 0,017 0,014 0,012

Motivasi 0,422 0,367 0,338 0,342 0,420

Uji hipotesisi pada tahap berikutnya, yaitu tahap ke enam sampai sepuluh ditampilkan pada tabel berikut ini,

Tabel 3.4 Hasil Uji Hipotesis Parsial (Uji t) Tahap 6-10 Atlet Putra

(47)

Fisik_Tinggi Duduk 0,005 0,005 0,002 0,000 0,000

Fisik_Lingkar Lengan 0,161 0,118 0,114 0,124 -

Fisik_Lemak Paha - - - - -

Fislg_Genggam Kanan - - - - -

Fislg_Genggam Kiri 0,002 0,001 0,001 0,000 0,000

Fislg_Tarikan 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

Fislg_Dorong 0,394 - - - -

Fislg_Otot Tungkai 0,230 0,304 0,340 - -

Fislg_Fleksibilitas - - - - -

Fislg_Power 0,004 0,001 0,001 0,001 0,002

Motivasi 0,326 0,497 - - -

Berdasarkan rekapitulasi uji hipotesis parsial dari tahap 1 hingga tahap 10 sebagaimana disajikan pada tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada atlet putra, variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap prestasi adalah: Tinggi Badan (fisik), Berat Badan (fisik), Tinggi Duduk (fisik), Genggam Tangan Kiri (fisiologis), Kekuatan Tarikan Lengan (fisiologis), dan Power (fisiologis)

3) Koefisien Determinasi

(48)

bebas terhadap terikat berikut disajikan perhitungan dengan menggunakan nilai Beta dan Zero Order Correlation.

Dari perhitungan koefisien determinasi secara parsial bahwa variabel yang paling besar kontribusinya terhadap prestasi putra adalah tarikan lengan (fisiologis) sebesar 47,8%, selanjutnya tinggi badan (fisik) sebesar 33,4% dan power (fisiologis) sebesar 32,4% dan tinggi duduk (fisik) sebesar 1,7%. Sedangkan dua variabel lainnya cenderung memberikan pengaruh yang berbanding terbalik yakni berat badan (fisik) sebesar 17,1% dan genggam tangan kiri (fisiologis) sebesar 13,6%.

4) Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas

Untuk menguji apakah data mengikuti distribusi normal atau tidak, dilakukan uji Kolmogorov Smirnov dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 3.5 Hasil Uji Normalitas Data Penelitian Atlet Putra (n=27)

(49)

Berdasarkan hasil uji normalitas di atas, terlihat bahwa semua variabel menghasilkan nilai signifikansi melebihi batas signifikansi yang ditentukan (0,10) sehingga semua variabel dinyatakan memiliki data yang berdistribusi normal.

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan dengan cara membandingkan nilai statistik durbin watson (dw) hasil perhitungan dengan nilai durbin watson pada tabel.

Berikut disajikan hasil perhitungan durbin watson dengan menggunakan SPSS 19.0:

Tabel 3.6 Uji Autokorelasi Atlet Putra (n=27)

Berdasarkan hasil output di atas, diketahui bahwa nilai durbin watson hasil perhitungan untuk kelompok putra adalah sebesar 2,131. Dari tabel durbin watson, dengan n=27 dan k=6 diperoleh nilai dL sebesar 0,738 dan dU sebesar 1,743 sehingga diperoleh 4-dU sebesar 2,257. Dikarenakan dw (2,131) berada di antara dU (1,743) dan 4-dU (2,257) maka dapat disimpulkan bahwa pada data tidak ditemukan pelanggaran autokorelasi.

Uji Heteroskedastisitas

(50)

Gambar 3.1 Sebaran Data pada Kelompok Putra

Berdasarkan scatterplot di atas, diketahui titik-titik koordinat yang terbentuk menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan pelanggaran asumsi heteroskedastisitas dalam data.

Uji Multikolinieritas

Gejala multikolinieritas diuji dengan menggunakan nilai VIF dan tollerance. Berdasarkan hasil analisis menggunakan SPSS 19.0 diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.7 Uji Multikolinieritas Atlet Putra

(51)

Tabel di atas menunjukkan bahwa ke enam variabel bebas yang terseleksi menghasilkan nilai VIF kurang dari 10 dan tollerance melebihi 0,10, dengan demikian maka keenam variabel bebas dinyatakan tidak memiliki masalah multikolinieritas.

Dikarenakan semua asumsi klasik telah terpenuhi, maka hasil analisis regresi linier berganda di atas dapat digunakan atau dapat diandalkan.

b. Sampel Putri

1) Analisis Regresi Linier Berganda

Demikian pula untuk sampel putri pada analisis regresi linier berganda berikut digunakan metode Backward dalam mengestimasi parameter. Metode ini pada tahap pertama akan memasukan semua variabel bebas (sejumlah 15 variabel) dalam mengestimasi variabel terikat. Pada tahap berikutnya, akan dilakukan seleksi dengan berturut-turut mengeluar-kan variabel bebas yang paling tidak signifikan, yang ditunjukkan oleh nilai signifikansi (p-value) yang paling besar sehingga diperoleh model fungsional terbaik.

(52)

Pada persamaan tersebut, diketahui variabel tinggi badan, lingkar lengan dan genggam tangan kanan memiliki tanda positif yang menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut memberikan pengaruh yang berbanding lurus dengan prestasi. Artinya semakin besar tinggi badan, lingkar lengan dan genggam kanan maka cenderung akan diikuti oleh prestasi yang semakin baik (semakin besar tarikan maksimal). Sedangkan empat variabel lainnya yakni panjang tungkai, tinggi duduk, kekuatan otot tungkai dan motivasi memiliki tanda koefisien yang negatif, yang menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut memberikan pengaruh yang berbanding terbalik dengan prestasi, artinya semakin besar panjang tungkai, tinggi duduk, otot tungkai dan motivasi maka cenderung akan diikuti oleh semakin rendahnya prestasi.

2) Uji Hipotesis

Uji Hipotesis Simultan (Uji F)

Berikut disajikan hasil uji hipotesis simultan berdasarkan perhitungan analisis regresi linier berganda metode Backward pada sampel putri.

Tabel 3.8 Rekap Uji Hipotesis Simultan Metode Backward Atlet Putri

Model K db2 Fhitung Ftabel Sig. Kesimpulan Variabel yang Dikeluarkan

1 15 4 1,199 3,870 0,475 Tidak Signifikan -

2 14 5 1,603 3,247 0,316 Tidak Signifikan Fisik_Lemak Paha

3 13 6 2,009 2,892 0,201 Tidak Signifikan Fisik_Dorong

4 12 7 2,461 2,668 0,119 Tidak Signifikan Fisik_P.Lengan

5 11 8 3,027 2,519 0,063 Signifikan Fisio_Tarikan

6 10 9 3,063 2,416 0,103 Signifikan Fisik_Berat Badan

7 9 10 3,525 2,347 0,031 Signifikan Fisio_Fleksibilitas

8 8 11 3,665 2,304 0,025 Signifikan Fisio_Power

(53)

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada model pertama hingga model ke enam menunjukkan nilai Fhitung yang lebih kecil dari Ftabel atau nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,10 yang menunjukkan uji hipotesis simultan yang tidak signifikan. Sedangkan model ke lima hingga model ke sembilan menunjukkan nilai Fhitung yang lebih besar dari nilai Ftabel, atau nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,10 dan terlihat bahwa model hasil perbaikan selalu menghasilkan nilai Fhitung yang lebih besar dari sebelumnya, yang menunjukkan bahwa perbaikan model dengan metode Backward menghasilkan model akhir yang baik. Pada kolom akhir ditunjukkan variabel bebas yang dikeluarkan dari model pada setiap tahap. Ditunjukkan bahwa variabel yang dikeluarkan dari model terdiri atas empat variabel fisik (lemak paha, dorongan lengan, panjang lengan dan berat badan) dan empat variabel fisiologis (tarikan lengan, fleksibilitas, power dan genggam kiri) sehingga hanya tersisa tujuh variabel yang terdiri dari variabel fisik, fisiologis dan motivasi.

Uji Hipotesis Parsial (Uji t)

(54)

Tabel 3.9 Hasil Uji Hipotesis Parsial (Uji t) Tahap 1-5 Atlet Putri

Fisik_Lingkar Lengan 0,212 0,130 0,036 0,024 0,007

Fisik_Lemak Paha 0,935 - - - -

Fislg_Fleksibilitas 0,448 0,303 0,281 0,271 0,242

Fislg_Power 0,271 0,203 0,175 0,157 0,128

Motivasi 0,217 0,140 0,112 0,080 0,103

Uji hipotesis selanjutnya, yaitu tahap 6-9 seperti berikut.

Tabel 3.10 Hasil Uji Hipotesis Parsial (Uji t) Tahap 6-9 Atlet Putri

Variabel Bebas

Fisik_P.Tungkai 0,024 0,020 0,022 0,046

Fisik_Tinggi Duduk 0,035 0,029 0,016 0,021

Fisik_Lingkar Lengan 0,008 0,006 0,002 0,003

Fisik_Lemak Paha - - - -

Fislg_Genggam Kanan 0,010 0,008 0,003 0,005

Fislg_Genggam Kiri 0,178 0,124 0,157 -

Fislg_Tarikan - - - -

Fislg_Dorong - - - -

Fislg_Otot Tungkai 0,085 0,093 0,087 0,011

Fislg_Fleksibilitas 0,498 - - -

Fislg_Power 0,244 0,267 - -

(55)

Berdasarkan rekapitulasi uji hipotesis parsial dari tahap 1 hingga tahap 9 sebagaimana disajikan pada tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada atlet putri, variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap prestasi adalah: Tinggi Badan (fisik), Panjang Tungkai (fisik), Tinggi Duduk (fisik), Lingkar Lengan (fisik), Genggam Tangan Kanan (fisiologis), Kekuatan Otot Tungkai (fisiologis), dan Motivasi

3) Koefisien Determinasi

Untuk melihat berapa persen kontribusi pengaruh yang diberikan oleh variabel bebas yang terbukti berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat, berikut disajikan analisis koefisien determinasi baik secara simultan maupun secara parsial.

(a) Koefisien determinasi secara Simultan

Hasil, diperoleh nilai R-square sebesar 0,670 atau 67,0%. Hal ini menunjukkan bahwa ketujuh variabel bebas memberikan pengaruh secara bersama-sama terhadap prestasi atlet sebesar 67,0%, sedangkan 33,0% lagi merupakan pengaruh dari variabel lain yang tidak masuk dalam model. Nilai sebesar 67,0% menunjukkan bahwa ketujuh variabel telah dapat memberikan kontribusi yang cukup tinggi dalam memprediksi prestasi atlet putri.

(b) Koefisien secara Parsial

(56)

Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa variabel yang paling besar kontribusinya terhadap prestasi putri adalah genggam kanan (fisiologis) sebesar 35,3%, selanjutnya lingkar lengan (fisik) sebesar 32,5% dan motivasi sebesar 13,2%, panjang tungkai (fisik) sebesar 9,0% dan tinggi badan (fisik) sebesar 6,8%. Sedangkan dua variabel lainnya cenderung memberikan pengaruh yang cenderung berbanding terbalik yakni tinggi duduk (fisik) sebesar 15,3% dan otot tungkai (fisiologis) sebesar 14,4%.

4) Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Untuk menguji apakah data mengikuti distribusi normal atau tidak, dilakukan uji Kolmogorov Smirnov dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 3.11 Hasil Uji Normalitas Data Penelitian Atlet Putri (n=20)

(57)

Berdasarkan hasil uji normalitas di atas, terlihat bahwa semua variabel menghasilkan nilai signifikansi melebihi batas signifikansi yang ditentukan (0,10) sehingga semua variabel dinyatakan memiliki data yang berdistribusi normal.

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan dengan cara membandingkan nilai statistik durbin watson (dw) hasil perhitungan dengan nilai durbin watson pada tabel. Berikut disajikan hasil perhitungan durbin watson dengan menggunakan SPSS 19.0:

Tabel 3.12 Uji Autokorelasi Atlet Putri (n=20)

Berdasarkan hasil output di atas, diketahui bahwa nilai durbin watson hasil perhitungan untuk kelompok putri adalah sebesar 2,010. Dari tabel durbin watson, dengan n=20 dan k=7 diperoleh nilai dL sebesar 0,436 dan dU sebesar 2,110 sehingga diperoleh 4-dU sebesar 1,890. Dikarenakan dw (2,010) berada di antara dU (2,110) dan 4-dU (1,890) maka dapat disimpulkan bahwa pada data tidak

Predictors: (Constant), Motiv asi, Fislg_Genggam Kanan, Fisik_Lingkar Lengan, Fisik_TB, Fisik_Tinggi Duduk, Fisik_P.Tungkai, Fislg_Otot Tungkai

i.

(58)

Uji Heteroskedastisitas

Untuk menguji heteroskedastisitas digunakan metode scatterplot antara nilai prediksi yang terstandar dengan nilai residu yang telah distudendize-kan dengan hasil sebagai berikut:

Gambar 3.2 Sebaran Data pada Kelompok Putri

Berdasarkan scatterplot di atas, diketahui titik-titik koordinat yang terbentuk menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan pelanggaran asumsi heteroskedastisitas dalam data.

Uji Multikolinieritas

(59)

Tabel 3.13 Uji Multikolinieritas Atlet Putri

Tabel di atas menunjukkan bahwa ke enam variabel bebas yang terseleksi menghasilkan nilai VIF kurang dari 10 dan tollerance melebihi 0,10, dengan demikian maka ketujuh variabel bebas dinyatakan tidak memiliki masalah multikolinieritas.

Dikarenakan semua asumsi klasik telah terpenuhi, maka hasil analisis regresi linier berganda di atas dapat digunakan / dapat diandalkan.

Gambar

Tabel 3.1.
Tabel 3.4  Hasil Uji Hipotesis Parsial (Uji t) Tahap 6-10 Atlet Putra
Tabel 3.5  Hasil Uji Normalitas Data Penelitian Atlet Putra (n=27)
Tabel 3.6  Uji Autokorelasi Atlet Putra (n=27)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal yang sama terjadi pula di Aceh dengan pembentukan propinsi (1959) mempunyai status istemewa, sesuai dengan keinginan orang Aceh sendiri, untuk

Tema RKPD Provinsi Jawa Barat Tahun 2018: Percepatan Pembangunan Manusia bagi Upaya Peningkatan Daya Saing. Menuju

PONTIANAK, 10 Januari 2018 – Sinar Mas Agribusiness and Food, melalui unit usahanya PT Kartika Prima Cipta (KPC) menyerahkan dana bantuan Beasiswa SMART kepada enam

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh pendidikan gizi tentang 1000 hari pertama kehidupan dengan media booklet terhadap pengetahuan dan sikap

Inovasi Proses & Program Daerah 20% 30% Penyesuaian bobot terkait penambahan kriteria

Kedua, public service yaitu berupa kemampuan mahasiswa untuk berkontribusi di dunia kerja atau realitas sosial atas berbagai kompetensi akademik yang telah

[r]

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Solove, Kec. Sigi Biromaru, Kab. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai dengan Juli 2015. Alat yang