• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA LAUNDRY TERKAIT DENGAN KLAUSULA EKSONERASI PERJANJIAN LAUNDRY DI KECAMATAN KEDIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA LAUNDRY TERKAIT DENGAN KLAUSULA EKSONERASI PERJANJIAN LAUNDRY DI KECAMATAN KEDIRI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Home /Archives /Vol 05, No. 04, Oktober 2017 Published: 2017-08-31

Articles

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT SERTIFIKAT TANAH YANG BUKAN MILIK DEBITUR PADA PT. BPR. DEWATA CANDRADANA DI DENPASAR Swandewi -, I Made Sarjana, I Nyoman Darmadha

PDF

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA YANG BEKERJA MELEBIHI BATAS WAKTU LEMBUR PADA PERUSAHAAN PT. BINTANG MERAPI DENPASARPande Md.

Meby Elbina Devita Cesmi, A.A. Gede Agung DharmaKusuma PDF

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG PADA TRANSPORTASI UDARA NIAGA

Made Indra Suma Wijaya, Ida Bagus Surya Dharmajaya PDF

AKIBAT HUKUM PENJUALAN TELEPON GENGGAM REPLIKA DALAM KAITANNYA DENGAN KONTRAK JUAL BELI ANTARA PEDAGANG DAN PEMBELI

I Made Adi Satria, Ida Bagus Surya Dharmajaya PDF

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN SOSIAL TERHADAP KARYAWAN PT. BANGUN BUMI BALI DENPASAR

Larasati Indriana Gunawan, I Made Sarjana PDF

WANPRESTASI TERHADAP PELAKSANAAN KONTRAK KERJA OLEH KLUB TERHADAP PEMAIN SEPAK BOLA

I Ketut Satria Wiradharma S., I Made Udiana, I Made Dedy Priyanto PDF

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA LAUNDRY TERKAIT DENGAN KLAUSULA EKSONERASI PERJANJIAN LAUNDRY DI KECAMATAN KEDIRI

I Ketut Arjuna Satya Prema, Dewa Gde Rudy, Suatra Putrawan PDF

PERLINDUNGAN HUKUM LESSOR TERHADAP OBJEK LEASING APABILA LESSEE WANPRESTASI

Ni Kadek Candika Prawani, Nyoman Mas Aryani PDF

PERBANDINGAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN PADA BADAN

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN KOTA DENPASAR DAN PENGADILAN NEGERI DENPASAR

I Gusti Made Triana Surya Pranatha, I Made Sarjana, I Made Dedy Priyanto

(3)

PDF

TANGGUNG JAWAB KOPERASI KERTHA RAHARJA CABANG BALI SEBAGAI BADAN HUKUM ATAS PERBUATAN KARYAWAN YANG MERUGIKAN NASABAH

Ida Bagus Putu Apriangga Swebawa, Dewe Gde Rudy, A.A. Ketut Sukranatha PDF

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN MEREK YANG TELAH TERDAFTAR OLEH PEMEGANG MEREK MENURUT UNDANG –UNDANG NO 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK Kadek Bela Rusmawati Hanaya, Gde Made Swardhana

PDF

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG TIDAK DIBERIKAN BUKU PANDUAN DAN BUKU SERVIS OLEH DEALER

Cokorda Gandi Brahmanta Jaya, I Gusti Ayu Putri Kartika PDF

PENGATURAN PENGALIHAN JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA Ni Putu Nugrahaeni, Gde Made Swardhana

PDF

PELAKSANAAN PERJANIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK CIPTA DALAM PRAKTEK PERBANKAN DI KOTA DENPASAR

I Nengah Artana, Ni Ketut Supasti Dharmawan, Ni Putu Purwanti PDF

KARAKTERISTIK REKSADANA DAN PENGATURANNYA DALAM PASAR MODAL DI INDONESIA

Putu Yudik Adisurya Lesmana, Dewa Made Suartha PDF

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG

PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) PASAR KAMBOJA

Ida Ayu Utami Prabandari, Anak Agung Ketut Sukranatha, I Nyoman Mudana PDF

PERLINDUNGAN KONSUMEN SEBAGAI PENGGUNA JASA PENERBANGAN A.A. Gede Govindha Suryawan, I Gusti Ayu Putri Kartika

PDF

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI A.A. Sg Istri Karina Prabasari, I Made Udiana

PDF

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DARAT I Gusti Agung Ayu Laksmi Astri, I Dewa Made Suartha

PDF

(4)

LEGALITAS KENDARAAN RODA DUA SEBAGAI ANGKUTAN UMUM Gusti Ayu Putu Yindri Laksmiwiyani, I Dewa Made Suartha

PDF

STANDARISASI KEAMANAN DAN KESELAMATAN WISATAWAN YANG WAJIB DIPENUHI OLEH BIRO PERJALANAN WISATA

Made Ayu Susiana Sugihasri, Ida Bagus Putra Atmadja PDF

PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI ANTARA PENJUAL DENGAN PEMBELI TERKAIT CACAT TERSEMBUNYI PADA BARANG DI PASAR TRADISIONAL AGUNG DESA ADAT PENINJOAN PEGUYANGAN KANGIN KECAMATAN DENPASAR UTARA

Gusti Ketut Alfionita, I Made Udiana, A.A. Sagung Wiratni Darmadi PDF

PERTANGGUNGJAWABAN PT. SAMUDERA EKSPEDISI AMAN BENOA TERHADAP KECELAKAAN KAPAL MOTOR GILI CAT II BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA

I Putu Bagus Pande Sujana, Ni Putu Purwanti PDF

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WISATAWAN BERKAITAN DENGAN USAHA JASA RESTORAN DI DESA PADANG BAI

Ni Kadek Erlina Wijayanthi, Desak Putu Dewi Kasih PDF

UPAYA HUKUM EMITEN ATAS TANGGUNG JAWAB UNDERWRITER DALAM PERJANJIAN FULL COMMITMENT

Muhammad Maulana M, Desak Putu Dewi Kasih, Ni Putu Purwanti PDF

AKIBAT HUKUM SEWA BELI SEPEDA MOTOR DENGAN ANGSURAN I Putu Hendra Adhi Septyawan, Ni Luh Gede Astariyani

PDF

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP KERUGIAN YANG DIALAMI PENUMPANG

Ni Made Pipin Indah Pratiwi, I Made Sarjana PDF

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TERHADAP FASILITAS KERJA BAGI PEKERJA DISABILITAS FISIK PADA HOTEL BELMOND JIMBARAN PURI

Reno Maratur Munthe, I Wayan Wiryawan, A.A Ketut Sukranatha PDF

LARANGAN PENGGUNAAN TENAGA PROFESIONAL KESEHATAN SEBAGAI MODEL IKLAN

Ni Putu Janitri, Made Suksma Prijandhini Devi Salain

(5)

PDF

KEPAILITAN DEBITUR YANG TERIKAT PERKAWINAN YANG SAH DAN TIDAK MEMBUAT PERJANJIAN PERKAWINAN

A.A Ngr Bagus Surya Arditha, I Made Udiana, Marwanto Marwanto PDF

(6)

1

KEPAILITAN DEBITUR YANG TERIKAT PERKAWINAN YANG SAH DAN TIDAK MEMBUAT

PERJANJIAN PERKAWINAN

Oleh

A.A Ngr Bagus Surya Arditha I Made Udiana

Marwanto

Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

Bankrupt issa situationswhere a debtorsisunableeto makeethe paymentson theedebts of the creditors. Things are not able to pay the usual difficult due to the financials conditionnof the debtor's business that has suffered aasetback. While bankruptcyyis a court decision that resulteddin a general confiscationnof the entire wealth of insolvent debtors, either existing or that will exist in the future.

Handling bankruptcy and settlement conducted by the Receiver under the supervision of the Supervisory Judge main purpose of using such property sale proceeds proportionately (prorate parte) and in accordance with the structure of creditors. The purpose of this paper to describe and analyze in depth on Bankruptcy Debtor Tied Legal Marriage and Marital Agreements Not Doing This type of research used in this paper is a normative law research. Normative legal research consists of some norms are norms blurred, empty norms and norms of conflict. This research use approach of legislation , approach the fact, and the approach of the legal concept analysis. basically a treasure unity is not only the union of wealth alone, but also the burden of payment. This is in accordance with Article 64 paragraph (1) the Bankruptcy Law, which regulates:

"Bankruptcy couple who married in unity property, is treated as the

bankruptcy of unity property" and the process of a bankruptcy

petition for the Debtor in the bonds of marriage are legitimate and do

not make a covenant marriage in the same principle as the

bankruptcy process in general, ie through a petition filed by creditors

and also through initiatives themselves, on the condition that a

minimum of two creditors and one debt has matured and could be

(7)

2

charged and not paid off. In particular if the debtor himself who sought the bankruptcy, then it requires the consent of the couple in marriage (both wife and husband).

Keywords: Bankruptcy, Legal Marriage, Marriage Agreement.

ABSTRAK

Pailit adalahnkeadaanndimanaudebitor tidak mampu lagiuuntuk melakukan pembayaran terhadap hutang-hutang dari para kreditornya. Keadaan ini biasanya disebabkan karena kesulitan keuangan dari usaha debitor yang mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan adalah putusan pengadilan yang menyebabkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang sudah ada ataupun yang akan ada dikemudian hari. Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas bertugas untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut secaraaproposional (prorate parte) dan sesuai dengan stuktur kreditor. Tujuan dari penulisan ini untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam tentang Kepailitan Debitur yang Terikat Perkawinan yang Sah dan Tidak Melakukan Perjanjian Perkawinan. dalam penulisan ini digunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif ini terdiri dari beberapa norma yaitu norma kabur, norma kosong dan norma konflik. Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan, pendekatan fakta, dan pendekatan analisis konsep hukum. padaadasarnya persatuan harta tersebut bukan hanya penyatuan harta kekayaan semata namun juga beban pembayaran. Hal ini sesuai dengan Pasall64 ayat (1) UU Kepailitan, yang mengatur: “Kepailitan terhadap suami istri yang kawin dalam persatuan harta, diperlakukan sebagai kepailitan persatuanh harta” dan Proses permohonan pailit bagi Debitur yang dalam ikatan perkawinan yang sah dan tidak membuat perjanjian perkawinan pada prinsipnya sama seperti proses kepailitan pada umumnya yaitu melalui permohonan yang diajukan oleh Kreditur dan juga melalui prakarsa dari diri sendiri, dengan syarat minimal memiliki dua krediturrdan salah satu utang telahhjatuh tempo dan dapat ditagih dan belum lunas. Secara khusus apabila debitur sendiri yang memohonkan pailit, maka membutuhkan persetujuan dari pasangan dalam perkawinan (baik istri maupun suami).

Kata Kunci: Kepailitan, Perkawinan Sah, Perjanjian Kawin.

(8)

3

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum kepailitan telah ada sejak zaman Romawi. Kata pailit berasal dari bahasa Inggris yaitu bankrupt. Situasi kebangkrutan terjadi di negara Eropa pada abad pertengahan yang dimana saat itu para pedagang dan bangkir tidak membayar utangnya kepada para kreditor.

Pailit adalah suatu keadaan dimana debitor tidak memenuhi tanggung jawabnya untuk membayar utang-utang terhadap kreditornya karena mengalami kesulitan keuangan karena usaha debitor yang mengalamiakemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, yang pengurusan dan pemberesannyaadilakukan oleh kurator dan berada dibawah pengawasan Hakim Pengawas.

1

Lembaga kepailitan merupakan sebuah lembaga yang memberikan solusi kepada para pihak apabila debitur terkena kepailitan. Lembaga kepailitan juga memiliki dua fungsi yaitu:

2

1. Lembaga yang memberikan jaminan bahwa debitur akan tetap bertanggung jawab atas semua hutang-hutangnya kepada para kreditornya.

2. Lembaga yang juga melindungi debitur terhadap eksekusi massal yang dilakukan oleh krediturnya.

Pada umumnya perkawinan akan menimbulkan sebuah persatuan harta yang disebut dengan harta bersama. Konsep harta bersama ini terdapat di dalam pasal 64 Undang-Undang

1 M.Hadi Subhan, 2008, Hukum kepailitan : Prinsip, Norma dan Praktik Di Peradilan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal.1

2 Rahayu Hartini, 2008, Hukum Kepailitan,UMM Press, Malang, hal.15

(9)

4

Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan pasal 35 ayat (2) Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, namun dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut terdapat perbedaan konsep, sehingga perlu untuk dikaji lebih dalam mengenai konsep harta bersama dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut. Harta bersama memiliki peran yang besar dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup suami dan istri dalam perkawinan karena dalam kehidupan perkawinannya suami istri tentu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhinya, baik itu sandang, pangan dan papan, yang tidak akan lepas dari aspek ekonomi, untuk memenuhi kebutuhannya tersebut suami istri tidak ragu untuk melakukan peminjaman sejumlah dana kepada pihak lain. Banyaknya jumlah pinjaman yang dilakukan namun harta bersama yang dimilikinya tak cukup untuk membayar segala utang-utangnya kepada para kreditornya, dalam hal ini akan terjadi ketidakmampuan suami istri dalam melunasi berbagai kewajiban pembayarannya. Atas keadaan ini suami istri dapat dihadapkan pada situasi mereka terancam dipailitkan.

Kepailitan sendiri merupakan suatu penyitaan yang berdasarkan hukum atas seluruh harta kekayaan debitor guna kepentingannya bersama para kreditornya.

3

Kepailitan seorang debitur yang berada dalam ikatan perkawinan tentunya menjadi suatu permasalahan hukum tersendiri terkait apakah akibat hukum kepailitan tersebut dapat mempengaruhi harta bersama dalam perkawinan. Untuk memahami pengertian harta bersama maka perlu untuk melihat lebih jauh ketentuan dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memuat aturan yang menyatakan:

3 R. Suryatin, 1983, Hukum Dagang I dan II, Pradnya Paramita, Jakarta, Hal. 264.

(10)

5

1. Harta benda yang didapat selama perkawinan otomatis menjadi harta bersama.

2. Harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh baik sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing pihak sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Dengan demikian, jika harta diperoleh suami dan/atau istri selama perkawinan maka harta tersebut merupakan harta bersama sepanjang tidak membuat perjanjian pemisahan harta.Perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan dan tidak melanggar batas- batas hukum, agama dan kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UUP.

Selain itu timbul permasalahan tersendiri mengenai apabila dihadapkan pada kepailitan, bagaimanakah kedudukan hukum debitur yang terikat perkawinan yang sah dan tidak melakukan perjanjian kawin serta proses kepailitan tersebut bagi debitur, terkait kedudukannya dalam perkawinan yang tidak melakukan perjanjian kawin (pemisahan harta). Tanpa memperhatikan hal ini tentunya saja dapat mencederai keadilan terutama bagi pasangan kawin (suami/istri). Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian serta menuangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul : “Kepailitan Debitur yang Terikat Perkawinan yang Sah dan Tidak Membuat Perjanjian Perkawinan”.

1.2 Tujuan Penelitian

Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis dan

mendeskripsikan secara mendalam tentang Kepailitan Debitur

(11)

6

yang Terikat Perkawinan yang Sah dan Tidak Membuat Perjanjian Perkawinan.

II. ISI MAKALAH

2.1 Metode Penelitian

Dalam penulisan ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif ini terdiri dari beberapa norma yaitu norma kabur, norma kosong dan norma konflik.

4

Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan perundang- undangan dan pendekatan analisis konsep hukum.

2.2 Hasil dan Pembahasan

2.2.1 Akibat Hukum Kepailitan Suami Istri Yang Tidak Membuat Perjanjian Kawin

Akibat hukum kepailitan terhadap pasangan suami-istri dalam kepailitan tidak lepas dari kedudukan mereka yang terikat perkawinan yang dimana di dalam perkawinan tersebut tidak melakukan pemisahan harta. Berdasarkan hal ini, debitur suami- istri merupakan orang-perorangan, dapat di pailitkan, baik suami maupun istri. Berdasarkan penjelasan di atas , debitur dapat di pailitkan baik atas kemauannya sendiri maupun melalui gugatan pailit oleh krediturnya.

Apabila debitur yang terikat perkawinan yang sah mengajukan pailit, maka sesuai pasal 4 ayat (1) UU kepailitan dan PKPU disebutkan dalam hal permohonan pailit di ajukan oleh debitor yang masih terikat perkawinan yang sah, permohonannya hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya.

4 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, h. 15.

(12)

7

Akibat putusan pailit atas debitur yang terikat perkawinan yang sah dan adanya persatuan harta, kepailitan juga memberikan akibat hukum terhadap pasangan kawinnya, baik suami ataupun istri. Dalam pasal 64 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU disebutkan kepailitan suami istri yang kawin dalam persatuan harta, di perlakukan sebagai kepailitan persatuan harta tersebut.

Ketika suami atau istri yang dinyatakan pailit, istri atau suami berhak mengambil kembali harta bawaan, baik berupa hadiah maupun warisan. Jika benda milik istri atau suami telah dijual oleh istri atau suami dan belum dibayar atau hasil penjualan harta bawaan belum tercampur kedalam harta pailit maka istri atau suami dapat mengambil kembali uang dari hasil penjualan tersebut yang diatur di dalam Pasal 62 UU Kepailitan dan PKPU.

2.2.2 Pengaturan Permohonan Pernyataan Pailit apabila Debitur terikat Perkawinan yang Sah dan Tidak Membuat Perjanjian Perkawinan.

Debitur yang ada dalam ikatan perkawinan (Suami istri) dapat dinyatakan pailit bila mereka berhenti atau tidak mampu membayar sedikitnya satu utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih sesuai dengan yang diperjanjikan kepada para kreditornya.

Setelah putusan pailit dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga,

maka debitur tidak memiliki hak untuk mengurus dan menguasai

harta kekayaannya sejak putusan kepailitan diucapkan. Kepailitan

mengakibatkan seluruh harta kekayaan debitur berada dalam

sitaan umum, kecuali benda-benda yang benar benar di butuhkan

debitor yang berhubungan dengan pekerjaannya alat medis dan

(13)

8

perlengkapan yang di gunakan keluarganya serta bahan makanan yang sebagaimana di atur dalam Pasal 22 UU. Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

Mengenai hal ini tentu saja tidak jauh berbeda dengan debitur perorangan yang tidak terikat perkawinan yang sah. Yang berbeda adalah mengenai akibat hukum atas putusan kepailitan yang dijatuhkan kepada suami istri yaitu terhadap harta bersamanya melalui Putusan Pengadilan akan dinilai sebagai kepailitan bersama, sesuai dengan ketentuan UU Kepailitan. Hal ini berarti bahwa suami istri yang terikat pernikahan yang sah dan tidak melakukan perjanjian perkawinan (pisah harta) menanggung secara bersama sama atas kepailitan salah satu pasangannya dengan harta bersamanya sebagai sita jaminan.

Mengenai proses permohonan pailit bagi debitur yang terikat perkawinan yang sah dan tidak melakukan perjanjian perkawinan, permohonan pailit dapat dimohonkan oleh kreditur terhadap debitur atau atas prakarsa debitur sendiri.

Permohonan pailit yang dimohonkan oleh pihak kreditur diajukan dengan syarat debitur memiliki dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat di tagih sebagaimana di atur dalam pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, namun untuk permohonan pailit atas prakarsa sendiri dari debitur maka berlaku ketentuan Pasal 4 UU Kepailitan dan PKPU yaitu:

(1) Dalam permohonan pernyataan pailit yang diajukan sendiri oleh Debitor yang terikat dalam perkawinan yang sah, permohonan harus diajukan atas persetujuan dari pasangan kawinnya.

(2) Ketentuan pada ayat (1) tidak berlaku apabila tidak ada

persatuan harta.

(14)

9

Menurut ketentuan tersebut jelas diatur bahwa apabila debitur yang terikat perkawinan yang sah ingin untuk mengajukan permohonan pailit atas dirinya maka perlu persetujuan dari pasangan kawinnya. Ini erat kaitannya dengan sifat harta yang akan dijadikan sita jaminan merupakan harta bersama yang dimiliki debitur dengan pasangan kawinnya.

Pasal 64 ayat 1 UU Kepailitan yang menyatakan bahwa,

“Kepailitan terhadap suami istri yang kawin dalam persatuan harta, diperlakukan sebagai kepailitan persatuan harta tersebut“.

Hal ini memiliki arti bahwa dalam ketentuan kepailitan pada harta bersama baik pada konsep KUHPerdata dan Undang-Undang Perkawinan tidak memiliki perbedaan yang mendasar. Intinya adalah kedua ketentuan tersebut sejalan dan memiliki makna yang sama.

Mengenai hal ini, kepailitan suami menyebabkan juga pailitnya sang istri yang kawin dalam persatuan harta kekayaan atau dengan kata lain atas harta kekayaan yang dimilikinya tidak didasarkan atas perjanjian kawin atau pisah harta dalam perkawinan mereka.

5

Berdasarkan ketentuan ini maka suami istri akan secara bersama-sama mempertanggungjawabkan beban pembayarannya terhadap para kreditornya.

Debitur yang pada saat dinyatakan pailit terikat perkawinan yang sah dan adanya persatuan harta, kepailitannya juga dapat memberikan akibat hukum terhadap pasangan (suami istri).

6

Pasal 23 UU Kepailitan menentukan bahwa apabila seseorang terkena pailit, maka yang pailit termasuk juga pasangan kawinnya atas dasar harta bersama atau persatuan harta. Ketentuan pasal ini

5 Adrian Sutedi, 2009, Hukum Kepailitan, Ghalia Indonesia, Bogor, hal.53 6 Joni, Op. Cit. hal. 107

(15)

10

membawa konsekuensi yang cukup berat terhadap harta kekayaan suami istri yang kawin dalam persatuan harta. Artinya bahwa seluruh harta yang telah menjadi harta bersama yang di dapat selama perkawinan juga terkena sita kepailitan dan otomatis masuk dalam boedel pailit.

7

Suami atau istri yang telah pailit, dapat mengambil kembali hartanya apabila harta tersebut merupakan hadiah atau warisan.

Jika harta bawaan yang berupa hadiah atau warisan istri atau suami telah dijual dan belum dibayar atau hasil dari penjualan harta bawaan tersebut belum tercampur dalam harta pailit maka uang hasil penjualan tersebut dapat di ambil kembali, yang diatur di dalam Pasal 62 ayat (1) dan ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU.

III. KESIMPULAN

Akibat kepailitan pada debitur yang dalam ikatan perkawinan yang sah dan tidak melakukan perjanjian perkawinan diberlakukan sebagai kepailitan bersama. Hal ini sesuai dengan Pasal 64 ayat (1) UU Kepailitan, yang m engatur: “Kepailitan terhadap suami istri yang kawin dalam persatuan harta, diperlakukan sebagai kepailitan persatuan harta”.

7

Sunarmi, 2009, Hukum Kepailitan, USU Press, Medan

., hal. 106.

(16)

11

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Adrian Sutedi, 2009, Hukum Kepailitan, Ghalia Indonesia, Bogor.

Joni, 2008, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta

M.Hadi Subhan, 2008, Hukum kepailitan : Prinsip, Norma dan Praktik Di Peradilan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Rahayu Hartini, 2008, Hukum Kepailitan,UMM Press, Malang.

R. Suryatin, 1983, Hukum Dagang I dan II, Pradnya Paramita, Jakarta.

Soekanto, Soerjono 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta.

Sunarmi, 2009, Hukum Kepailitan, USU Press, Medan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dalam agama Islam, salah satu syarat sah jual beli adalah objek jual beli harus barang yang suci, tidak membahayakan tubuh, tidak merusak tubuh, dan haruslah

Persamaan diferensial biasa yaitu suatu persamaan diferensial yang memuat turunan satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu variabel bebas suatu fungsi.. Persamaan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dekokta benalu teh ( Scurulla atropurpurea ) pada dosis terapi, MATC, dan LC50 terhadap kelengkungan tulang

hand rail dapat dilihat pada Tabel 5 s.d. Jadi biaya pengobatan pekerja akibat kecelakaan yang diakibatkan oleh lantai plat dan hand rail lebih besar daripada biaya

Dilihat dari segi teknis perlakuan dengan padat penebaran 2 ekor/liter merupakan perlakuan yang paling efisien, karena memiliki laju pertumbuhan pertumbuhan bobot harian,

audit manual di mana konsentrasi settleable solid di outlet pada sistem pengolahan limbah harus diukur pada awal dan akhir periode pengeringan tambak, jika periode tersebut kurang

KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) dari Madu yang berasal dari bunga tanaman randu (Ceiba pentandra) terhadap bakteri Salmonella thypi adalah 6% dengan besar