• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Eksperimen

E-nose terdiri dari 4 buah sensor gas dimana masing-masing dari sensor

tersebut memiliki kepekaan yang berbeda pada saat pendeteksian aroma. Jenis teh yang diuji dalam penelitian ini merupakan jenis teh hitam yang diperoleh dari Pusat Teh dan Kia (PPTK). Pengujian aroma teh dengan menggunakan E-nose yang dilengkapi dengan 4 sensor kimia, akan memperoleh data perubahan voltase dari masing-masing jenis teh hitam tersebut.

Grafik perubahan voltase pada masing-masing sensor dapat dilihat pada gambar 4.1. Perubahan voltase terbesar ada pada sensor TGS822, dimana sensor TGS822 memiliki kepekaan terhadap gugus alkohol. Walaupun setiap sensor didesign hanya sensitif terhadap aroma teh tertentu, namun setelah disusun secara kolektif dalam bentuk rangkaian sensor gas, keluaran masing-masing sensor akan memberikan kontribusi dalam membentuk pola unik pada setiap jenis teh (Triyana, 1997). Menurut Yamanishi (1995) komposisi kimia yang mempengaruhi aroma teh berupa senyawa-seyawa hydrocarbons, alcohols, aldehydes, acids, esters, sulfur dan nitrogenous.

(2)

Gambar 4.1 Grafik perubahan voltase pada sampel teh hitam jenis BP2

Gambar 4.2 mengabarkan respon sensor teh hitam jenis DT2 pada sensor salah satu sensor, yaitu TGS822. Grafik pada gambar 4.2 terdapat 5 siklus proses pembacaan aroma teh. Dalam 1 siklus pembacaan aroma terjadi 2 proses penghisapan, yaitu 1 proses penghisapan udara bersih dan 1 proses penghisapan aroma teh. Perpindahan proses penghisapan udara bersih ke aroma teh terdapat time off selama 5 detik. Ketika terjadi penghisapan udara bersih, grafik akan turun

dan ketika dilakukan penghisapan aroma teh, grafik akan naik. Hal ini terjadi karena ketika muncul aroma, terhadi reaksi terhadap gas sensor berupa perugahan tahanan. Besarnya perubahan tahanan pada masing-masing sensor berbeda.

Dengan adanya perubahan terkanan mengakibatkan perubahan voltasi pada masing-masing sensor. Dari kelima siklus tersebut akan membentuk alur garis(grafik).

(3)

Gambar 4.2 Grafik perubahan voltase sensor TGS822 pada sampel teh hitam jenis DT2.

Contoh perubahan voltase pada ketiga jenis teh dapat dilihat pada gambar 4.3. Secara umum dapat dilihat untuk teh jenis BP2 memiliki nilai voltase yang lebih besar dibandingkan dengan jenis lainnya. Semakin besar voltase yang ditunjukan, maka akan semakin besar pula kandungan komponen-komponen aroma teh. Perbedaan hasil yang didapat dari ketiga jenis teh tersebut dikarenakan mutu dari teh hitam tersebut. Mutu teh hitam hasil pengolahan terutama ditentukan oleh bahan bakunya yaitu daun segar hasil petikan (Arifin, 1994).

(4)

Gambar 4.3 Grafik perubahan voltase sensor TGS822 pada tiga jenis teh (BP2, BT2 dan DT2).

4.1.1 Ekstrasi Ciri

Menurut Suranjan Panigrahi (2006) DWT ortogonal genap menunjukan hasil yang lebih baik dalam denoising dan kompresi dibandingkan dengan DWT orthogonal ganjil. Tinjauan tersebut menunjukan DB4, DB8 dan DB20 pada level 3 dan 6 sebagai wavelet yang umum untuk denoising dan kompresi dari noise sinyal. Keriteria pemilihan level dokomposisi yang optimal adalah perbedaan antara siyal denoised dan asli. DWT memungkin dapat menjadi yang terbaik untuk transformasi denoising dan kompresi, karena mencari resolusi terbaikbaik dari data dengan meningkatkan tingkat dekomposisi. DB8 wavelet digunakan untuk aplikasi ini. Pilihan tingkat dekomposisi tergantung pada jenis dari sinyal bising. Level dekomposisi digunakan oleh peneliti berbeda dalam setiap aplikasi, namun, level 3 seperti yang disarankan oleh Pasti dkk. (1999) dan tren optimal yang serupa ditemukan oleh Roy dkk (1998) dan Jiang (2006).

(5)

Analisis wavelet dilakukan dengan menggunakan toolbox sinyal wavelet dari perangkat lunak MATLAB. Sinyal E-nose seperti dapat dilihat pada gambar 4.4 diuji untuk denoising dan kompresi menggunakan Daubechies DB4 dan tranformasi di level 3 dari dekomposisi. Setelah dilakukan dekomposisi level 3, komponen sinyal asli terpadu dalam perkiraan (a3) dan noise terkonsentrasi dalam grafik (d1, d2, d3) dengan informasi tentang sinyal.

Gambar 4.4 : Dekomposisi dari sinyal E-nose (sensor TGS880 pada teh BP2)level 3 dengan mengunakan Daubechies DB8 wavelet transform.

Transformasi dengan menggunakan wavelet bertujuan untuk mendapatkan fitur atau ciri dari masing-masing teh.Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 Merupakan hasil transformasi wavelet yang menggambarkan ciri dari jenis the BP2.

(6)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar4.5 Grafik koefisien perkiraan sampel teh hitam BP2 dengan dekomposisi DB 4 Level 6. (a) Sensor TGS880, (b) Sensor TGS826, (c) Sensor TGS822 dan

(d) Sensor TGS825

(7)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar4.6 Grafik koefisien perkiraan sampel teh hitam BP2 dengan dekomposisi DB 4 Level 6. (a) Sensor TGS880, (b) Sensor TGS826, (c) Sensor TGS822 dan

(d) Sensor TGS825

Kompresi dari dekompresi sinyal E-nose dengan kesalahan 1,75.e-11 memungkinkan dengan hanya 13,12% total wavelet koefisien. Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk db8 menggunakan dekomposisi level 3, menghasilkan error 4,22.e-11 dengan 13,53% koefisien wavelet. Dengan menggunakan DB20 menghasilkan error 2,43.e-10 dengan 14,76 % koefisien wavelet. Selanjutnya, untuk fungsi wavelet yang sama (DB4, DB8 dan Db20), tingkat dekomposisi diubah dari 3 menjadi 6. Untuk level dekomposisi 6, sinyal rekonstruksi adalah mungkin dengan hanya 2,00%, 2,41% dan 3,82% dari jumlah total koefisien wavelet.

(8)

Tabel 4.1 Persentase Error dan wavelet koefisien perkiraan transformasi wavelet dari data e-nose

Tabel 4.1 memperlihatkan hasil transformasi wavelet menggunakan menggunakan Daubechie(DB4, DB8 dan DB20) dengan menggunakan dekomposisi di level 3 dan 6. Untuk fungsi wavelet yang sama (DB4, DB8 dan DB20), tingkat dekomposisi diubah dari 3 sampai 6. Dengan fungsi wavelet yang sama, semakin tinggi level dekomposisi maka koefisien wavelet akan semakin kecil.

Gambar 4.7.a menunjukan sinyal asli yang diperoleh dari sensor TGS880 pada jenis teh BP2. Sedangkan gambar 4.7.b menunjukan perbandingan antara sinyal asli dan sinyal rekonstruksi. Dimana dekomposisi wavelet membersihkan dari noise, sehingga sinyal rekonstruksi tidak terdapat noise lagi.

error

wavelet  koefisien 

(%) error

wavelet  koefisien  (%)

error

wavelet  koefisien 

(%) error

wavelet  koefisien  (%) 3 1,75E‐11 13,12 9,83E‐11 13,12 2,56E‐10 13,12 1,70E‐10 13,12 6 3,21E‐11 2,00 3,53E‐10 2,00 6,42E‐10 2,00 4,17E‐10 2,00 3 4,22E‐11 13,53 2,31E‐10 13,53 6,26E‐10 13,53 4,10E‐10 13,53 6 8,40E‐11 2,41 9,26E‐10 2,41 1,62E‐09 2,41 1,06E‐09 2,41 3 2,43E‐11 14,76 1,52E‐10 14,76 3,78E‐10 14,76 2,37E‐10 14,76 6 6,61E‐11 3,82 8,00E‐10 3,82 1,24E‐09 3,82 8,13E‐10 3,82 3 1,31E‐12 13,12 4,08E‐11 13,12 3,22E‐11 13,12 1,67E‐11 13,12 6 1,85E‐11 2,00 2,91E‐10 2,00 4,34E‐10 2,00 2,39E‐10 2,00 3 4,01E‐12 13,53 1,19E‐10 13,53 1,06E‐10 13,53 5,54E‐11 13,53 6 4,93E‐11 2,41 7,52E‐10 2,41 1,11E‐09 2,41 6,32E‐10 2,41 3 4,92E‐12 14,76 1,31E‐10 14,76 1,27E‐10 14,76 6,51E‐11 14,76 6 4,12E‐11 3,82 6,12E‐10 3,82 9,25E‐10 3,82 5,24E‐10 3,82 3 1,93E‐12 13,12 4,97E‐11 13,12 6,70E‐11 13,12 3,64E‐11 13,12 6 2,24E‐11 2,00 3,69E‐10 2,00 6,00E‐10 2,00 3,55E‐10 2,00 3 6,37E‐12 13,53 1,46E‐10 13,53 2,11E‐10 13,53 1,18E‐10 13,53 6 5,80E‐11 2,41 9,79E‐10 2,41 1,50E‐09 2,41 9,01E‐10 2,41 3 7,80E‐12 14,76 1,26E‐10 14,76 2,55E‐10 14,76 1,43E‐10 14,76 6 4,49E‐11 3,82 8,49E‐10 3,82 1,12E‐09 3,82 7,26E‐10 3,82 DT2

db4

db8

db20 BP2

db4

db8

db20

BT2

db4

db8

db20 Teh Wavelete

TGS880 TGS826 TGS822 TGS825

Level

(9)

(a)

(b)

Gambar 4.7 : Rekonstruksi sinyal menggunakan Db8 (dekomposisi level 6). (a).

Sinyal asli, (b). Rekonstruksi.

Setelah sinyal di dekomposisi menggunakan wavelet, maka akan terbentuk perubahan data seperti pada gambar 4.8. Dari gambar tersebut dapat dilihat adanya perubahan baris data t(k) menjadi T(m). Nilai k lebih kecil dari m, karena dekomposisi wavelet melakkuan kompresi dari data. Sehingga nilai-nilai pada

(10)

setiap sensor juga berubah. Dekomposisi wavelet tidak mengurangi jumlah kolom yang mepresentasikan jumalah sensor.

Sensor 1 Sensor 2 ... Sensor n

tk(0) x0,1 x0,2 x0,n

tk(1) x1,1 x1,2 x1,n

. . .

. . .

. . .

. . .

tk(k) xk,1 xk,2 xk,n

Sensor 1 Sensor 2 ... Sensor n

T(0) X0,1 X0,2 X0,n

T(1) X1,1 X1,2 X1,n

. . .

. . .

. . .

. . .

T(m) Xm,1 Xm,2 Xm,n

Gambar 4.8 Perubahan data sinyal

Analisis Komponen Utama banyak dalama penelitian ini digunakan untuk memproyeksikan atau mengubah kolom data berukuran 4 menjadi bentuk sajian data dengan ukuran 2. Transformasi PCA terhadap sebuah ruang data yang besar akan menghasilkan sejumlah vektor basis ortonormal dalam bentuk kumpulan

Wf

(11)

vektor eigen dari suatu matriks kovarian tertentu yang dapat secara optimal menyajikan distribusi data. Sasaran dari PCA adalah menangkap variasi total dari citra yang ada di dalam basis data yang dilatihkan. Untuk kemudian mereduksinya sehingga menjadi variabel-variabel yang lebih sedikit. Dengan reduksi ini maka waktu komputasi dapat dikurangi dan kompleksititas dari ciri yang tidak perlu dapat dihilangkan.

Gambar 4.9 memperlihatkan kumpulan data yang sudah di transformasi dengan PCA. Jumalah 4 sensor menggambarkan 4 dimensi data, kemudian di transformasi menjadi dimensi 2 dimensi yaitu PC1 dan PC2. Hasilnya memperlihatkan bahwa Principle Component atau Komponen Utama ke-1 dan ke- 2 (PC1 dan PC2) mampu menyerap 97.54% dan 1,88% keragaman data, sedamgkan PC3 dan PC4 masing-masing 0.56%, 0.02%.

a Gambar 4.9 PCA pada semua data teh (BP2, BT2, DT2)

‐400

‐200 0 200 400 600 800

‐6000 ‐4000 ‐2000 0 2000 4000 6000

PC2

PC1

Principal Components Analysis

BP2 BT2 DT2

(12)

4.1.2 Klasifikasi Pola

4.1.2.1 Support Vector Machine

Klasifikasi pola pada penelitian ini menggunakan SupportVectorMachine(SVM). SVM merupakansalahsatu tekniksupervised

learningdimana pembelajarandilakukan dengan menggunakan data-data yang sudahjelaskelasnya.S V M mampu melakukan klasifikasi dengan baik. Hal ini disebabkan karena pencarian solusi optimal yang dilakukan oleh SVM bertujuan untuk mencari solusi optimal berdasarkan data yang dimiliki sekarang ini, dan bukan bertujuan mencari solusi yang optimal untuk data yang tidak terbatas.

Pada dasarnya,SVMdirancanghanyauntukmasalahklasifikasibiner, dimana data yang terdapat di dalam suatu model SVM hanya mungkin terklasifikasi ke dalam dua kelas saja. Walaupun demikian dilakukan sebuah pendekatan agar dapat dilakukan pemecahan untuk dapat mengklasifikasi lebih dari 2 kelas. Pada penelitian ini dilakukan SVM mutti kelas dengan menggunakan one-against-all, dimana setiap data yang terdapat di dalamsalahsatukelasSVMakandibandingkandengangabungandaridata-

datayangbukanmerupakananggotakelastersebut.

Gambar 4.10. menunjukan sampel yang akan diuji dengan SVM. Data 1 mengambarkan data dari BP2 dan 0 merupakan data selain data BP2 (data BT2 dan DT2). Gambar 4.11 merupakan hasil dari pembelajaran menggunakan SVM multi kelas dengan karnel Gausian. Hasil yang didapat dari pembelajaran tersebut menghasilkan performa klasifikasi sebesar 94,14%

(13)

Gambar 4.10Training data BP2

Gambar 4.11Testing data BP2

Gambar 4.12. menunjukan sampel yang akan diuji dengan SVM. Data 1 mengambarkan data dari BT2 dan 0 merupakan data selain data BT2 (data BP2 dan DT2). Gambar 4.13 merupakan hasil dari pembelajaran

(14)

menggunakan SVM multi kelas dengan karnel Gausian. Hasil yang didapat dari pembelajaran tersebut menghasilkan performa klasifikasi sebesar 87,09%

Gambar 4.12Training data BT2

Gambar 4.13Testing data BT2

(15)

Gambar 4.14. menunjukan sampel yang akan diuji dengan SVM. Data 1 mengambarkan data dari DT2 dan 0 merupakan data selain data DT2 (data BP2 dan DT2). Gambar 4.15 merupakan hasil dari pembelajaran menggunakan SVM multi kelas dengan karnel Gausian. Hasil yang didapat dari pembelajaran tersebut menghasilkan performa klasifikasi sebesar 80,95%.

Gambar 4.14Training data DT2

(16)

Gambar 4.15Testing data DT2

Tabel 4.2 merupakan parameter-parameter yang didapat dari hasil training menggunakan Support Vector Machine (SVM) adalah fungsi kernel, bias, shift dan scale. Kemudian parameter-parameter SVM tersebut akan digunakan dalam proses pengujianteh hitam.

Tabel 4.2Parameter-parameter SVM pada teh hitam

wavelet  Teh  Fungsi Kernel Bias Shfit scale 

DB4 

BP2  Radial Basis ‐0,04 ‐33,07 ‐1,97 4,98E‐04  3,69E‐03 BT2  Radial Basis 0,56 9,26 0,24 5,08E‐04  3,60E‐03 DT2  Radial Basis 0,71 17,94 0,12 4,99E‐04  3,66E‐03 DB8 

BP2  Radial Basis 0,00 ‐21,61 ‐6,22 5,10E‐04  3,61E‐03 BT2  Radial Basis 0,56 ‐17,60 ‐10,17 5,03E‐04  3,64E‐03 DT2  Radial Basis 0,70 43,86 2,94 5,15E‐04  3,71E‐03 DB20 

BP2  Radial Basis ‐0,05 60,99 0,89 5,23E‐04  3,46E‐03 BT2  Radial Basis 0,56 6,47 ‐2,34 5,17E‐04  3,51E‐03 DT2  Radial Basis 0,74 1,93 9,93 5,27E‐04  3,45E‐03

(17)

Hasil rata-rata klasifikasi data teh hitam ditampilkan pada table 4.3, dan hasil untuk masing-masing pada lampiran Tabel L1. Untuk semua nilai performa klasifikasi diperoleh dari ekstraksi fitur menggunakan DWT DB4, DB8 dan DB20 pada tingkat dekomposisi 6.

Tabel 4.3 Performa rata-rata klasifikasi menggunakan SVM

wavelet

Teh

BP2 BT2 DT2

db4 94,14% 87,09% 80,95%

db8 95,98% 87,45% 82,02%

db20 96,82% 96,94% 86,71%

4.1.2.2 Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dapat mengenali pola aroma teh dengan menggunakan parameter-parameter masukan sebagai berikut :

• Iterasi maksimum = 1000

• Batas toleransi error = 10-4

• Jumlah pelatihan = 3 data masukan

• Training data = 60%

• Testing data = 40%

(18)

• Jumlah hidden Neuron = 10

Form tampilan JST ditampilkan pada gambar 4.12

  Gambar 4.14Form tampilan JSTRadial Basis Function 

Hasil klasifikasi data teh hitam dengan menggunakan JSTRadial Basis Functionditampilkan pada table 4.4. Untuk semua nilai performa klasifikasi diperoleh dari ekstraksi fitur menggunakan DWT db4, db8 dan db20 pada tingkat dekomposisi 6.

(19)

Tabel 4.4 Performa klasifikasi Menggunakan JST

Wavelet Hidden

Neuron Klasifikasi (%) db4 10 80,52%

db8 10 73,37%

db20 10 72,00%

4.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil eksperimen penentuan level dekomposisi wavelet yang terbaik adalah 6. Karena error yang dihasilkan masih relatif kecil dengan koefisien wavelet hanya 2,00%.

Berdasarkan hasil pengurangan dimensi dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA), Komponen PC1 memiliki keragaman 97.54%, PC2

1,88%. Total persentase keragaman PC1 dan PC2 cukup besar bisa dinilai cukup untuk menangkap struktur data, sehingga pengurangan dimensi dapat dilakukan menjadi dua dimensi yaitu PC1 dan PC2.

Pada pengenalan pola pada masing-masing wavelet Daubechies, DB20 memiliki performa yang lebih baik.Sedangkan performa yang paling rendah ada pada Daubechies DB4.

Pengenalan pola menggunakan Support Vector Machine yang dilakukan dalam penelitian, jenis teh BP2 adalah yang paling bisa dikenal dengan baik. Nilai akurasi pada teh BP2 sebesar 96,82% pada Daubechies DB20 dengan level dekomposisi 6.

(20)

Dari hasil perbandingan Support Vector Machine(SVM) dengan Jaringan Syaraf Tiruan Radial Basis Function(JST-RBF), SVM dapat mengenali pola lebih baik dari JST-RBF. Akurasi tertinggi SMV pada pengenalan pola sedangkan JST-RBF sebesar 80,52%.

 

Gambar

Gambar 4.1 Grafik perubahan voltase pada sampel teh hitam jenis BP2
Gambar 4.2 Grafik perubahan voltase sensor TGS822 pada sampel teh hitam jenis  DT2.
Gambar 4.3 Grafik perubahan voltase sensor TGS822 pada tiga jenis teh (BP2,  BT2 dan DT2)
Gambar 4.4  : Dekomposisi dari sinyal E-nose (sensor TGS880 pada teh  BP2)level 3 dengan mengunakan Daubechies DB8 wavelet transform
+7

Referensi

Dokumen terkait

Estrous Cycle Profile and Thyroxine Hormone (T4) Levels in Experimental Animal Models of Hyperthyroidism by Throglobulin Induction 12-13 September 2014, Malang 28 1 st

Hal tersebut dikarenakan pada saat mengolah makanan tidak dilakukan dengan baik dan hygiene, tidak menggunakan celemek dan penutup kepala, pencucian bahan makanan tidak

a) Memberikan informasi tentang pengaruh jenis format dan genre game yang berbeda terhadap munculnya gejala cybersickness. b) Mendorong pengguna dan konsumen video game

Beberapa dimensi dari indikator kualitas lingkungan yang berpengaruh secara signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar adalah: kualitas udara, kualitas air,

Depo Farmasi Rawat Jalan melayani pasien poliklinik, jaminan kantor, asuransi perusahaan, juga resep pegawai yang obatnya tidak diberikan di Depo Farmasi Pegawai. Alur pelayanan

Perilaku tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks lebih banyak pada pria tidak kawin, berumur ≥ 41 tahun, berpendidikan SD, bekerja sebagai buruh

Universitas Teuku Umar (UTU) sebagai salah satu perguruan tinggi negeri di provinsi Aceh dituntut untuk dapat meningkatkan kompetensi dosennya, dengan melihat pada peran

Dari hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa beberapa responden masih memiliki motivasi yang kurang terhadap perawatan diabetes disebabkan oleh kurangnya pendidikan