• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKHLAK PESERTA DIDIK TERHADAP PENDIDIK DALAM Q.S AL-HUJURAT AYAT 1-5 MENURUT TAFSIR IBNU KATSIR DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "AKHLAK PESERTA DIDIK TERHADAP PENDIDIK DALAM Q.S AL-HUJURAT AYAT 1-5 MENURUT TAFSIR IBNU KATSIR DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

AKHLAK PESERTA DIDIK TERHADAP PENDIDIK

DALAM Q.S AL-HUJURAT AYAT 1-5 MENURUT TAFSIR IBNU KATSIR DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM

SKRIPSI

(Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (SI) Pada Program Studi Pendidikan Agama Islam Pada Fakultas

Tarbiyah dan Ilmu Keguruan)

DISUSUN OLEH : WINDA AMELIYA

2114.058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

BUKITTINGGI 2018 M / 1439 H

(2)
(3)
(4)
(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Q.S. Al-Insyirah (6-8)



























ARTINYA :

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhan mulah hendaknya kamu berharap”.

Alhmadulillah.... Alhmadulillah... Alhmadulillahirabbil’alamin..

Sujud syukurku ku sembahkan kepada-Mu Tuhan yang Maha Agung dan Maha Tinggi dan Maha Adil dan Maha Penyayang, atas takdir-Mu telah kau jadikan aku manusia yang senantiasa berpikir, berilmu, beriman, dan sabar dalam menjalani kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita-cita besarku.











“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”

(6)





























“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Ibnda dan Ayahanda Tercinta

Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada Ibu dan Ayah yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat Ibu dan Ayah bahagia karna kusadar, selama ini belum bisa berbuat yang lebih. Untuk Ibu dan Ayah yang selalu membuatku termotivasi dan selalu menyirami kasih sayang, selalu mendo’akanku, selalu menasehatiku menjadi lebih baik.

Terima kasih Ibu...

Terima kasih Ayah...

Ya Allah, waktu yang sudah ku jalani dengan jalan hidup yang sudah menjadi takdirku, sedih, bahagia, dan bertemu dengan orang-orang yang

memberi sejuta pengalaman bagiku, yang telah memberi warna-warni

(7)

kehidupanku, ku bersujud dihadapan-Mu”, Engkau berikan aku kesempatan untuk bisa sampai di penghujung awal perjuanganku segala puji bagi Mu ya

Allah”.

Buat sahabatku “Wilda Zaberni, Yulia Rahmadani”, terima kasih atas bantuan dan do’a, nasehat, hiburan, dan semangat yang kamu berikan selama aku kuliah, aku tak akan melupakan semua yang yang telah kamu berikan selama ini. Buat warga sepatu B angkatan 2014 terima kasih atas bantuan kalian semua, semangat kalian, candaan kalian, aku tak akan melupakan kalian. Semoga persahabatan diantara kita selalu terjaga selamanya.

“Untuk ribuan tujuan yang harus dicapai, untuk jutaan impian yang akan dikejar, untuk sebuah pengharapan, agar hidup jauh lebih bermakna, hidup tanpa mimpi ibarat arus sungai yang mengalir tanpa tujuan. Teruslah

belajar, berusaha, dan berdoa untuk menggapainya”.

Jatuh berdiri lagi. Kalah mencoba lagi. Gagal bangkit lagi.

Never Give Up!!!

“Sampai Allah berkata waktunya untuk pulang”.

“Hanya sebuah karya kecil dan untaian kata-kata ini yang dapat ku persembahkan kepada kalian semua. Terima kasih kuucapkan atas segala

kekhilafan salah dan keraguanku”.

By: Winda Ameliya

(8)

KATA PENGANTAR









Assalamu‟alaikum wr. Wb

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT.

Tuhan semesta alam yang telah menganugrahkan berbagai rahmat kepada hamba, sehingga atas kehendak-Nya semua aktivitas keseharian penulis dapa berlangsung dengan baik dan lancar. Dengan seizin-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi berjudul “AKHLAK PESERTA DIDIK TERHADAP PENDIDIK DALAM Q.S AL-HUJURAT AYAT 1-5 MENURUT TAFSIR IBNU KATSIR DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM”. Pendidikan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, dengan jurusan/ Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

Salam serta shalawat penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah meninggalkan dua pedoman hidup yakni Al-Qur‟an dan Sunnah sebagai petunjuk jalan yang lurus dan membawa umat manusia dari alam jahiliyah sampai zaman yang berilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Penulis menyadari bahwa sesungguhnya tidak sedikit kendala dan kesulitan yang dihadapi dalam menyelesaikan skripsi ini, namun berkat Rahmat dan karunia dari Allah SWT, baik itu rahmat kesehatan, kesempatan dan berkat petunjuk bimbingan dan arahan serta bantuan dari berbagai pihak akhirnya semua teratasi.

Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ridha Ahida, M. Hum, selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam menambah ilmu pengetahuan di IAIN Bukittinggi.

(9)

2. Bapak Dr. Asy’ari, selaku Wakil Rektor I serta Bapak Dr. Novi Hendri, M.Ag, selaku Wakil Rektor II dan Ibu Dra. Nuraisyah, M.Ag, selaku Wakil Rektor III Institus Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam menambah ilmu pengetahuan di IAIN Bukittinggi.

3. Bapak Dr. H. Nunu Burhanuddin, Lc, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam menambah ilmu pengetahuan di IAIN Bukittinggi.

4. Bapak Wedra Aprison, M.Ag, selaku Dekan I, Bapak Charles, M. Pd.I, selaku wakil Dekan II, serta Bapak Khairuddin, M.Pd, selaku Wakil Dekan III Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam menambah ilmu pengetahuan di IAIN Bukittinggi.

5. Bapak Fauzan, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam menambah ilmu pengetahuan di IAIN Bukittinggi.

6. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan di IAIN Bukittinggi.

7. Bapak Prof.Dr.H.A.Rahman Ritonga, MA, selaku sebagai pembimbing I, dan Ibu Yanti Elvita, S.Ag, M.Pd, selaku sebagai pembimbing II, yang telah memberi arahan, bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Dr. Ghazali, M.Ag, selaku penasehat akademik (PA) yang telah memberikan dorongan untuk menyelesaikan studi di IAIN Bkittinggi.

9. Bapak Drs.Alimir, M.Pd.I dan Bapak Charles, M.Pd.I, selaku narasumber seminar proposal yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

(10)
(11)

ABSTRAK

Skripsi ini atas nama Winda Ameliya, NIM. 2114.058 yang berjudul

“Akhlak Peserta Didik terhadap Pendidik dalam Q.S Al-Hujurat Ayat 1-5 Menurut Ibnu Katsir dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam”. Mahasiswa dengan Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Bukittinggi.

Akhlak yang melanda sebagian peserta didik di tanah air. Salah satu indikator terjadinya krisis tersebut adalah karena maraknya pemeritaan di media massa terkait dengan perilaku tidak sopan yang dilakukan oleh peserta didik di sejumlah lembaga pendidikan di tanah air, persoalan ini menunjukkan bahwa pengamalan terhadap sikap akhlak bagi peserta didik menjadi sangat penting dalam pendidikan Islam. Oleh karean itu peserta didik harus memiliki sikap atau akhlak yang baik kepada pendidik, dengan adanya sikap yang baik yang dimiliki oleh peserta didik dan pendidik diharapkan tujuan pendidikan Islam itu dapat tercapai dengan baik. Adapun yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana interaksi peserta didik dengan pendidik dalam Q.S al-Hujurat ayat 1-5 dan implikasinya dalam pendidikan Islam.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepustakaan library research (studi pustaka) yaitu pendalaman, penelaahan dan pengidentifikasikan pengetahuan yang ada dalam kepustakaan (sumber bacaan buku-buku referensi atau hasil penelitian lain) yang berhubungan dengan pembahasan yang diteliti. Paada pembahahasan ini metode yang digunakan yaitu metode deduktif.

Dari hasil yang penulis lakukan menunjukkan bahwa akhlak peserta didik dengan pendidik memiliki sikap sopan santun seperti yang terdapat dalam kandungan surat Al-Hujurat ayat 1-5 yaitu, peserta didik tidak boleh mendahului pada saat sedang berjalan bersama pendidik, kecuali meminta izin, ketika kita sedang berbicara dengan pendidik, kita tidak dibenarkan bersuara keras seperti halnya sedang berbicara sesama kita, melainkan dengan suara yang lemah lembut dan penuh dengan rasa hormat. Implikasinya dalam pendidikan Islam, sikap yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik dalam berinteraksi dengan pendidik yaitu mencontoh apa yang telah di jelaskan oleh Allah dalam Q.S al-Hujurat ayat 1-5, maka dengan adanya hal tersebut semua aturan tentang sikap sopan santun akan bisa diterapkan dalam pendidikan Islam.

(12)

Daftar Isi

Halaman Pernyataan

Halaman Pengesahan Tim Penguji Halaman Persetujuan Pembimbing Halaman Persembahan

Kata Pengantar Abstrak

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian... 18

C. Batasan Masalah...…... 19

D. Rumusan Masalah... 19

E. Tujuan Penelitian... 20

F. Manfaat Penelitian... 20

G. Penjelasan Judul... 21

H. Sistematika Penulisan... 23

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Akhlak Peserta Didik Terhadap Pendidik... 25

1. Pengertian Akhlak Peserta Didik Terhadap Pendidik... 25

(13)

2. Macam-Macam Akhlak Peserta Didik Terhadap Pendidik... 34

3. Akhlak Peserta Didik Terhadap Pendidik ... 40

B. Surat Al-Hujurat 1-5... 46

1. Lafadz dan Arti Surat Al-Hujurat Ayat 1-5... 46

2. Pengertian dan Penamaan Surat Al-Hujurat 1-5... 47

3. Mufradat (Kosa Kata)... 50

4. Munasabah Ayat... 52

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 54

B. Sumber Data... 55

C. Teknik Penulisan... 56

D. Teknik Pengumpulan Data... 56

E. Teknik Analisis Data... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Pendapat Tafsir Ibnu Katsir Tentang Akhlak Peserta Didik Terhadap Pendidik Yang Terkandung Dalam Q.S Al-Hujurat Ayat 1-5 ... 57

B. Implikasi Q.S Al-Hujurat Ayat 1-5 Menurut Tafsir Ibnu Katsir Tentang Akhlak Peserta Didik Terhadap Pendidik Dalam Pendidikan Islam ... 68

(14)

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN... 71 B. SARAN... 73

LAMPIRAN

(15)

“AKHLAK PESERTA DIDIK TERHADAP PENDIDIK DALAM Q.S AL-HUJURAT AYAT 1-5

MENURUT TAFSIR IBNU KATSIR

DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM”

BAB I

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, tanpa adanya pendidikan seseorang akan buta terhadap suatu hal dan dengan pendidikan seseorang mampu mencapai puncak kejayaan dan kehidupannya sesuai dengan apa yang diharapkan dan ia cita-citakan. Melalui pendidikan juga lah, dunia akan terasa lebih indah dan menantang oleh karena itu setiap langkah yang dilakukan oleh manusia haruslah didasari dengan ilmu pengetahuan.

Merupakan suatu kewajiban bagi negara maupun penyelenggaraan pendidikan untuk menyediakan pendidikan yang layak karena tujuan dari Bangsa Indonesia salah satunya adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa” mencerdaskan tidak akan dapat tercapai kecuali dengan pelaksanaan pendidikan, baik secara formal, informal, maupun non formal, sesuai menurut undang-undang pendidikan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 bab I pasal I ayat I tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan yaitu: Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

(17)

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1

Pendidikan merupakan perbuatan manusiawi, pendidikan lahir dari pergaulan antara orang dewasa dalam suatu kesatuan hidup. Tindakan mendidik yang dilakukan oleh orang dewasa dengan sadar dan sengaja didasari oleh nilai-nilai kemanusiaan, dan hidup menurut nilai-nilai tersebut. Kedewasaan diri merupakan tujuan pendidikan yang hendak dicapai melalui perbuatan atau tindakan pendidikan.2

Sumber rujukan yang menjadi ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadist bertujuan agar meraih tercapainya insan yang beriman dan bertakwa.

Dengan demikian, apabila anak didik telah beriman dan bertakwa, artinya telah tercapai tujuannya dalam kehidupan sehari-hari. Indikator tercapainya tujuan pendidikan Islam adalah mencetak anak didik yang mampu bergaul dengan sesama manusia dengan baik dan benar serta mengamalkan amar makruf nahi mungkar kepada sesama manusia.3 Jadi, pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang memberikan kemampuan kepada seseorang untuk memahami serta melaksanakan kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang dapat mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia.

1 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:

Kencana, 2010), h. 2

2 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 1997), h. 5

3Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdhiyat, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 146

(18)

Tujuan pendidikan Islam baik secara teori maupun praktek, berusaha merealisasikan misi ajaran Islam dan menanamkan ajaran Islam, yaitu menyebarkan dan menanamkan nilai-nilai ajaran Islam kedalam jiwa umat manusia, mendorong penganutnya untuk mewujudkan nilai-nilai Al-Qur‟an dan As-Sunnah, menciptakan pola kemajuan hidup secara pribadi dan masyarakat, meningkatkan derajat dan martabat manusia.4

Al-Qur‟an telah menjelaskan tentang keutamaan dan kelebihan orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan (berpendidikan), yaitu terdapat dalam surat Al- Mujadalah ayat 11:































































“Hai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapang- lapanglah dalam majlis”. Maka lapangkanah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu, dan apabila dikatakan kepadamu, “Berdirilah kamu”. Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”5

4 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali, 2010), h. 20-21

5 Lajnah pentashihan Mushaf Al-Qur‟an , Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemahan, Kementrian Agama RI, (Bogor: Halim, 2007), h. 543

(19)

Rasulullah SAW juga bersabda mengenai orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari :

)يراخبلا هور ( هملعو نارقلا مكلعت هم مك ريخ

“Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur‟an dan mengajarkannya”. (HR. Bukhari)

Firman Allah dan sabda Rasul tersebut menggambarkan tingginya kedudukan orang-orang yang mempunyai ilmu pengetahuan. Hal ini beralasan bahwa dengan pengetahuan dapat mengantarkan manusia untuk selalu berfikir dan menganalisa hakikat semua fenomena yang ada pada alam, sehingga mampu membawa manusia semakin dekat dengan Allah.

Salah satu sumber ajaran Islam adalah Al-Qur‟an, yaitu firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang tertulis dalam mushaf-mushaf yang diriwayatkan kepada kita dengan jalan mutawatir dan membacanya dipandang ibadah serta sebagai penentang (bagi yang tidak percaya) walaupun surat terpendek.6

Kesempurnaan ajaran yang dikandung al-Qur‟an dijadikan sebagai sumber utama ajaran Islam, kesempurnaan tersebut terkait dengan seluruh aspek kehidupan manusia. Allah berfirman dalam surat an-Nahl ayat 89 yang berbunyi :























6 Muhaimin, Kawasan dan wawasan Studi Islam, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 82

(20)

“Dan kami turunkan kitab (al-Qur‟an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim)”.7

Menurut Abdul Wahhab Al-Khallaf mendefinisikan Al-Qur‟an sebagai berikut :

Al-Qur‟an adalah firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah, melalui Jibril dengan menggunakan lafadz bahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana untuk melakukan pendekata diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Ia terhimpun dalam mushaf, dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhir dengan surat An-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi, baik secara lisan maupun tulisan serta terjaga dari perubahandan pergantian.8

Berdasarkan defenisi di atas Al-Qur‟an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara mutawatir yang mengandung berbagai aspek sebagai pedoman dan petunjuk bagi kehidupan manusia.

7 Lajnah pentashihan Mushaf Al-Qur‟an , Al-Qur‟an A-Karim dan Terjemahan,.... h. 276

8 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 68

(21)

Akhlak berasal dari bahasa Arab, merupakan bentuk jamal dari kata “khuluq”

yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.9 Menurut istilah akhlak adalah sifat yang melekat pada diri seseorang dan menjadi identitasnya. Selain itu akhlak dapat pula diartikan sebagai sifat yang telah dibiasakan, ditabiatkan, didarah dagingkan, sehingga menjadi kebiasaan yang mudah dilaksanakan, dapat dilihat indikatornya, dan dapat dilihat manfaatnya.10

Menurut Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa akhlak adalah “sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.11

Pada hakikatnya , proses pembelajaran merupakan sikap antara guru dan siswa. Guru sebagai penyampai materi pembelajaran dan peserta didik pencari ilmu pengetahuan sekaligus sebagai penerimanya. Dalam melakukan sikap tersebut terdapat rambu-rambu yang perlu dihargai dan dituruti oleh kedua belah pihak, agar pembelajaran berjalan dengan baik dan menyenangkan dan peserta didik disini adalah sebagai subjek pendidikan.

Rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam melakukan sikap tersebut juga dicontohkan oleh Nabi, dimana Nabi diibaratkan sebagai pendidiknya sedangkan para sahabat adalah sebagai peserta didiknya.

9 Didiek Ahmad Supadie, dkk, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Rajawali, 2011), h. 216

10 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),h. 208

11 Akmal Hawi, Kompetensi Guru PAI, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 98

(22)

Banyak ayat al- Qur‟an yang berbincang mengenai sikap dan perilaku Nabi ketika berinteraksi dengan para sahabat dalam rangka mendidik mereka. Hal ini antara lain adalah surah Al-Hujurat ayat 2 :















































Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.12

Dari ayat diatas dapat dipahami bagaimana Allah mengajarkan kepada kaum mukminin kesopanan dalam percakapan ketika berhadapan dengan Nabi Muhammad.

Allah melarang kaum mukminin meninggikan suara mereka lebih dari suara Nabi.

Mereka dilarang untuk berkata-kata kepada Nabi dengan suara keras karena perbuatan seperti itu tidak layak menurut kesopanan dan dapat menyinggung perasaan Nabi. Terutama jika dalam ucapan-ucapan yang tidak sopan itu tersimpan unsur-unsur cemoohan atau penghinaan yang menyakitkan hati Nabi dan dapat menyeret serta menyerumuskan orangnya pada kekafiran, sehingga mengakibatkan hilang dan gugurnya segala pahala kebaikan mereka itu di masa lampau, padahal semuanya itu terjadai tanpa disadarinya.

Allah mengutus Rasul sebagai pendidik manusia. Agar proses pendidikan berhasil meraih tujuannya, terdapat suatu sikap yang seharusnya dimiliki peserta

12 Lajnah pentashihan Mushaf Al-Qur‟an , Al-Qur‟an A-Karim dan Terjemahan,.... h. 515

(23)

didik, yaitu yakin dan percaya kepada guru yang mengajarnya. Tidak mungkin seorang peserta didik dapat belajar dengan baik dan menguasai materi yang disamapaikan, jika ia para sahabat menyakini kebenaran yang disamapaikan oleh Nabi, sehingga pendidikannya berhasil mengantarkan para sahabat meraih kesuksesan, bahkan yang berhasil tumbuh dan berkembang dalam jiwa mereka tidak hanya penguasaan kognitif tetapi juga afektif dan psikomotor sesuai dengan apa-apa yang diajarkan Nabi kepada mereka.13

Salah satu hal yang menarik di dalam ajaran Islam adalah penghargaan yang sangat tinggi terhadap pendidik. Begitu tingginya penghargaan itu, sehingga menempatkan kedudukan pendidik setingkat di bawah kedudukan Nabi. Begitu mulianya seorang pendidik sehingga ia memiliki kedudukan yang tinggi dimata peserta didiknya, karena pendidik tidak hanya sekedar menyampaikan ilmu pengetahuan (transfor of knowledge), tapi jauh dari itu seorang pendidik juga mampu menanamkan nilai (value) pada diri peserta didiknya. Hal ini terdapat dalam Q.S al- Mujadallah ayat :11































































13 Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Qur‟an Tentang Pendidikan, (Jakarta:

Amzah, 2015), h. 73-74

(24)

“Hai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapang- lapanglah dalam majlis”. Maka lapangkanah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu, dan apabila dikatakan kepadamu, “Berdirilah kamu”. Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”14

Berdasarkan kedudukan pendidik itu setingkat dengan kedudukan Nabi, oleh karena itu pendidik memiliki kedudukan yang lebih tinggi dimata peserta didiknya.

Namun sejalan dengan hal tersebut, ada beberapa kode etik pendidik yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, yaitu :

1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber Pancasila.

2. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.

3. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memeperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyelahgunaan.

4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan pendidik.

5. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolah maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan.

14 Lajnah pentashihan Mushaf Al-Qur‟an , Al-Qur‟an A-Karim dan Terjemahan,....h. 543

(25)

6. Guru secara sendiri-sendiri dan bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.

7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.

8. Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdiannya.

9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijakansanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.15

Selanjutnya tidak hanya pendidik yang memiliki kode etik, akan tetapi peserta didik juga memiliki kode etiknya. kode etik peserta didik memuat norma, yaitu sebagai berikut :

1. Menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya.

2. Menghormati pendidik dan tenaga kependidikan.

3. Mengikuti proses pembelajaran dengan menjunjung tinggi ketentuan pembelajaran dan mematuhi semua peraturan yang berlaku.

4. Memelihara kerukunan dan kedamaian untuk mewujudkan harmoni sosial di antara teman.

5. Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi sesama.

15 E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), h. 44

(26)

6. Mencintai lingkungan, bangsa , dan negara.

7. Menjaga dan memelihara sarana prasarana, kebersihan, ketertiban, keamanan keindahan, dan kenyamanan sekolah.

Berdasarkan kode etik pendidik dan kode etik peserta didik, maka dapat disimpulkan bahwa kode etik seorang peserta didik terhadap pendidik menurut K.H Hasyim Asy‟ari sebagai berikut :

1. Hendaklah selalu memperhatikan dan mendengarkan apa yang disampaikan atau dijelaskan oleh seorang pendidik.

2. Memilih pendidik yang wara‟ artinya orang yang selalu berhati-hati dalam bertindak disamping profesionalisme.

3. Mengikuti jejak pendidik yang baik dan bersabar terhadap kekerasan pendidik

4. Berkunjung kepada pendidik dan meminta izin terlebih dahulu.

5. Duduk yang rapi dan sopan ketika berhadapan dengan pendidik.

6. Berbicara dengan nada yang lemah lembut dan dengarkan segala fatwanya.

7. Jangan sekali-kali menyela ketika sedang menjelaskan.

8. Gunakan anggota yang kanan bila menyerahkan sesuatu kepadanya.

(27)

Menurut Syeikh Az-Zanuji dalam bukunya Ta‟lim Muta‟allim, telah terdapat akhlak antara peserta didik kepada pendidiknya, bahwa hendaknya seorang peserta didik tidak berjalan di depannya, tidak duduk ditempatnya, dan tidak memulai bicara padanya kecuali seizinya. Hendaknya peserta didik tidak banyak bicara di hadapan pendidik, tidak bertanya sesuatu bila pendidik sedang capek atau bosan, harus menjaga waktu, jangan mengetuk pintunya, tapi sebaliknya menunggu sampai beliau keluar.16

Secara etimologi peserta didik dalam bahasa Arab disebut dengan Tilmidz bentuk jamaknya adalah Talamidz yang artinya adalah murid, maksudnya adalah orang-orang yang menginginkan pendidikan. Dalam bahasa Arab dikenal dengan Thalib yang artinya orang yang mencari ilmu, maksudnya yaitu orang–orang yang mencari ilmu.17

Para ahli mendefenisikan peserta didik sebagai orang yang terdaftar dan belajar disuatu lembaga sekolah tertentu, atau peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi dasar yang masih perlu dikembangkan.

Sedangkan menurut undang-undang Republik Indonesia peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Pendidik merupakan salah satu komponen dalam proses pendidikan. Di pundaknya terletak tanggung jawab yang besar dalam upaya mengantarkan peserta

16 Az-Zanuji, Ta‟lim Muta‟allim, (Semarang :Pustaka Awalliyah, t.t, h. 19-26

17 Syarif Al-Qusyairi, Kamus Akbar Arab, (Surabaya: Giri Utama), h. 68

(28)

didik kearah tujuan pendidikan yang telah diciptakan. Secara umum, pendidik adalah mereka yang memiliki tanggung jawab mendidik. Mereka adalah manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya melaksanakan proses pendidikan.

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian pendidik diantaranya sebagai berikut :

Menurut Ahmad Tafsir, pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peserta didik. Mereka harus dapat mengupayakan perkembanagan seluruh potensi peserta didik, baik kognitif, afektif, maupun potensi psikomotor. Potensi-potensi ini sedemikian rupa dikembangkan secara seimbang sampai mencapai tingkat yang optimal berdasarkan ajaran Islam.

Menurut Nung Muhadjir pendidik adalah seseorang yang mempribadi (personifikasi pendidik), yaitu mempribadinya keseluruhan yang diajarkan, bukan hanya isinya, melainkan pula nilainya. Personifikasi pendidik ini merupakan hal yang penting maknanya bagi kepercayaan peserta didik. Seorang pengajar keterampilan bertukang perlu memiliki keterampilan yang tampilannya meyakinkan peserta didik, tidak cukup hanya menguasai teori bertukang. Seorang pengajar piano haruslah terampil bermain piano. Seorang pengajar agama tidak cukup hanya karena yang bersangkutan memiliki pengetahuan agama yang dianutnya dan menjadi pemeluk agama yang baik. Inilah yang disebut personifikasi pendidik. Intinya, pendidik adalah seorang profesional dengan tiga syarat: memiliki pengetahuan lebih,

(29)

mengimpliksitkan nilai dalam pengetahuannya itu, dan bersedia mentransfer pengetahuan beserta nilainya kepada peserta didik.

Kedudukan seorang pendidik dalam pendidikan Islam adalah penting dan terhormat, Imam al-Ghazali menulis:

“Seorang yang berilmu bekerja dengan ilmunya, dialah yang dinamakan orang besar di kolong langit ini. Dia itu ibarat matahari yang menyinari orang lain, dan menyinari dirinya sendiri. Ibarat minyak kesturi yang wanginya dapat dinikmati orang lain, dan ia sendiri pun harum. Siapa yang berkerja di bidang pendidikan, maka sesungguhnya ia telah memilih pekerjaan yang terhormat dan yang sangat penting. Maka hendaknya ia memelihara adab dan sopan santun dalam tugasnya ini”.18

Secara konseptual pendidikan mempunyai peran strategis dalam membentuk anak didik menjadi manusia berkualitas, tidak saja berkualitas dalam aspek skill, kognitif, afektif, tetapi juga spiritual. Hal ini membuktikan pendidikan mempunyai andil yang besar dalam mengarahkan anak didik mengembangkan diri berdasarkan potensi dan bakatnya. Melalui pendidikan anak memungkinkan menjadi pribadi berkualitas secara skill, kognitif dan spiritual.

Namun realita di masyarakat, pendidikan diposisikan sebagai institusi yang dianggap gagal membentuk anak didik berakhlak baik dan mulia. Padahal tujuan

18 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam: Menguatkan Epistimologi Islam Dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), h. 80-81

(30)

pendidikan diantaranya adalah membentuk pribadi berwatak, bermartabat, beriman, dan bertakwa serta berakhlak mulia.

Islam sangat mementingkan pendidikan, dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral.

Namun berbeda dengan hal kita temui saat sekarang ini dimana peserta didik semaunya saja bertindak atau bersikap kepada pendidik, yang tidak semestinya dilakukan oleh peserta didik kepada pendidiknya. Salah satu contohnya dapat kita lihat di berita, surat kabar, dimana mereka memanggil seorang pendidik tidak memiliki tata krama mereka menghardik guru dan menggangap guru itu hanya teman mereka. Bahkan yang lebih parahnya lagi tentang seorang peserta didik yang tega menganiaya,dan membunuh pendidiknya sendiri.

Penyimpangan tersebut merupakan bukti betapa peserta didik masih belum memiliki akhlak yang baik terhadap diri sendiri, pendidik, maupun terhadap sesama.

Oleh karena itu, mereka harus dibina agar menjadi manusia yang baik, sebab bagaimanapun juga peserta didik merupakan individu yang masih berkembang dan membutuhkan bimbingan individu.19

Menginggat hal tersebut Nabi Muhammad SAW dalam al-Qur‟an beliau mencontohkan cara mengajar dan sahabat diibaratkan sebagai peserta didik dimana

19 Arif Rohman, Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Laksbang Mediatama Yogyakarta, 2011), h. 107

(31)

menceritakan tentang seorang peserta didik yang tidak boleh meninggikan suaranya kepada pendidik dan melarang memanggil seorang pendidik seperti layaknya memanggil seorang teman.

Perilaku yang terjadi tersebut disebabkan karena minimnya pengetahuan terhadap pemahaman al-Qur‟an. Oleh karena itu, untuk memurnikan kembali kondisi yang sudah tidak relevan dengan ajaran Islam, satu-satunya upaya yang dilakukan adalah dengan kembali kepada ajaran di dalamnya.

Akhlak menjadi sesuatu yang sangat penting dan berharga bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Dengan adanya akhlak yang baik dan benar yang sesuai dengan ajaran yang diajarkan oleh Nabi dalam bersikap, dimana beliau mencontohkan Nabi sebagai pendidik sedangkan sahabat sebagai peserta didik, Maka tidak akan ada lagi hal seperti tersebut terjadi di dalam dunia pendidikan.

Nilai-nilai yang terbentuk tersebut terdapat beberapa kaidah yang bertujuan mengatur tata krama dalam bersikap antara sesama manusia tanpa menyakiti hati dan menjunjung tinggi akhlak sebagai sebuah tanda penghargaan pada lawan bicara, sebagaimana firman Allah dalam Qur‟an Surat Al-Hujurat ayat 1-5 :





























 





































(32)







































































































Artinya :

1. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul- Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagain yang lain, supaya tidak hapus amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.

3. Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasullullah mereka itulah orang-orang yang diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa.

Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.

4. Sesunggguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar kebanyakan mereka tidak mengerti.

5. Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka, sesungguhnya itu adalah lebih baik dari mereka, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.20

Terdapat dalam Qur‟an surat Al-Hujurat ayat 1-5 Allah telah menjadikan Rasulullah sebagai figur pendidik dengan ilmu yang beliau miliki, dengan menjadikan sahabat sebagai peserta didik.

20 Lajnah pentashihan Mushaf Al-Qur‟an , Al-Qur‟an A-Karim dan Terjemahan,.... h. 515

(33)

Surat Al-Hujurat ayat 1-5 berisi petunjuk tentang apa yang harus dilakukan seorang mukmin terhadap Allah, Nabi, dan orang sekitar. Dari hal inilah penulis mengarisbawahi surat al-Hujurat ayat 1-5 sebagai ayat yang sangat relevan untuk dikaji berisi perintah Allah kepada kaum muslim agar menghargai dan menghormati orang sekitar dalam bersikap. Perintah tersebut merupakan interpretasi dari surat Al- Hujurat ayat 1-5 yang merupakan larangan Allah, bersuara keras melebihi suara Nabi saat bersikap, melarang memanggil seorang pendidik seperti layaknya memanggil seorang teman serta bagaimana tata cara bertamu dan akhlak terhadap hal tersebut.

Berdasarkan dari uraian di atas, peneliti kemudian bermaksud untuk melakukan penelitian guna mengetahui lebih jauh lagi tentang akhlak peserta didik yang terkandung dalam Qur‟an surat Al-Hujurat ayat 1-5. Atas dasar pertimbangan diatas, maka penulis tuangkan dalam bentuk karya ilmiyah dengan judul “AKHLAK PESERTA DIDIK TERHADAP PENDIDIK DALAM Q.S AL-HUJURAT AYAT 1-5 MENURUT TAFSIR IBNU KATSIR DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM”.

B. Fokus Penelitian

Untuk mempermudah penulis dalam menganalisa hasil penelitian, maka penelitian ini difokuskan pada akhlak peserta didik terhadap pendidik dan implikasinya dalam pendidikan Islam yang terdapat dalam surat al-hujurat ayat 1-5 menurut Tafsir Ibnu Katsir.

(34)

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak keluar dari pokok pembahasan, maka penulis membatasi pembahasan tentang Akhlak Peserta Didik terhadap Pendidik dalam Q.S Al-Hujurat Ayat 1-5 menurut Tafsir Ibnu Katsir dan Implikasinya dalam Pendidkan Islam:

1. Pendapat Ibnu Katsir tentang akhlak peserta didik terhadap pendidik yang terkandung dalam Q.S Al-Hujurat ayat 1-5

2. Implikasi Q.S al-Hujurat ayat 1-5 menurut Tafsir Ibnu Katsir tentang akhlak peserta didik terhadap pendidik dalam pendidikan Islam

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penulis tuliskan di atas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah :

1. Bagaimana Akhlak Peserta Didik terhadap Pendidik dalam Q.S Al- Hujurat Ayat 1-5 menurut Tafsir Ibnu Katsir ?

2. Bagaimana implikasi Q.S al-Hujurat ayat 1-5 menurut Tafsir Ibnu Katsir tentang akhlak peserta didik terhadap pendidik dalam pendidikan Islam ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :

(35)

1. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan pendapat Ibnu Katsir tentang akhlak peserta didik terhadap pendidik yang terkandung dalam Q.S Al- Hujurat ayat 1-5.

2. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan implikasi Q.S al-Hujurat ayat 1- 5 menurut Tafsir Ibnu Katsir tentang akhlak peserta didik terhadap pendidik dalam pendidikan Islam.

F. Manfaat Penelitian

Dengan adanya kajian Q.S al-Hujurat diharapkan dapat memberikan manfaaat diantaranya :

1. Teoritis

a) Agar dapat meningkatkan akhlak dari peserta didik terhadap pendidik dalam dunia pendidikan.

b) Agar peserta didik mampu mencontoh dari akhlak yang diajarkan oleh Rasulullah.

c) Supaya mampu memberikan wawasan baru yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam bersikap dengan pendidik.

2. Teori Praktis

a) Untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Agama Islam pada Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

(36)

b) Sebagai bahan informasi tentang akhlak peserta didik terhadap pendidik dalam Q.S Al-Hujurat ayat 1-5 menurut Tafsir Ibnu Katsir dan implikasinya dalam pendidikan Islam.

G. Penjelasan Judul

Akhlak : Sifat yang melekat pada diri seseorang dan menjadi identitasnya. Selain itu akhlak dapat pula diartikan sebagai sifat yang telah dibiasakan, ditabiatkan, didarah dagingkan, sehingga menjadi kebiasaan yang mudah dilaksanakan, dapat dilihat indikatornya, dan dapat dilihat manfaatnya.21

Peserta didik : Seseorang yang memiliki potensi dasar yang perlu dikembangkan dalam melalui pendidikan baik secara fisik maupun psikis baik pendidikan itu dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah, maupun di lingkungan masyarakat dimana anak tersebut berada.

Pendidik : Orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam

21 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan,....h. 208

(37)

memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT, mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri.22 Al-Qur‟an : Dari segi bahasa al-Qur‟an berasal dari bahasa Arab yaitu

Qaraa, Yakrauu, Qur‟anan, yang artinya bacaan. Secara istilah al-Qur‟an berarti “kalamullah yang diturunkan oleh Allah melalui perantara malaikat Jibril yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW secara mutawatir dan disampaikan kepada manusia sebagai pedoman hidup umat manusia yang dimulai dari surat al- Fatihah dan diakhiri dengan surar an-Nas dan membacanya bernilai ibadah”.

Q.S al-Hujurat : Salah satu surat yang ada di dalam al-Qur‟an yang termasuk kedalam surat Madaniyyah yang terdiri dari 18 ayat yakni surat yang ke-49.

Implikasi : Menurut Silalahi yaitu akibat yang ditimbulkan dari adanya penerapan suatu program atau kebijakan, yang dapat bersifat baik atau tidak terhadap pihak-pihak yang menjadi sasaran pelaksanaan program atau kebijaksanaan tersebut.

22 Sukring, Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), Cet. I, h. 81

(38)

Pendidikan Islam : Pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau tuntunan agama Islam dalam usaha membina dan membentuk pribadi muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, cinta kasih kepada orang tua dan sesama hidupnya, juga pada tanah airnya sebagai karunia yang diberikan oleh Allah SWT.

Secara keselurhan maksud dari akhlak peserta didik dalam Q.S al-Hujurat ayat 1-5 menurut Tafsir Ibnu Katsir dan implikasinya dalam pendidikan Islam adalah bagaimana sikap peserta didik berdasarkan surat al-Hujurat ayat 1-5 menurut Tafsir Ibnu Katsir dan bagaimana implikasinya dalam pendidikan Islam.

H. Sistematika Penulisan

Untuk lebih sistematisnya pembahasan dalam penelitian ini, penulis membagi dalam bab dan sub bab berikut :

BAB I merupakan pendahuluan, yang berisi latar belakang, fokus penelitian, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan judul, dan sistematika penulisan.

BAB II merupakan landasan teoritis yang terkait dengan pengertian akhlak peserta didik terhadap pendidik, tujuan akhlak peserta didik terhadap pendidik, macam-macam akhlak peserta didik terhadap pendidik, akhlak peserta didik terhadap pendidik, dan surat al-Hujurat ayat 1-5.

(39)

BAB III merupakan metodologi penelitian yang meliputi jenis penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab IV merupakan hasil penelitian yang meliputi pendapat tafsir ibnu katsir tentang akhlak peserta didik terhadap pendidik dan implikasi Q.S al-Hujurat ayat 1-5 tentang sikap peserta didik terhadap pendidik dalam pendidikan Islam.

Bab V merupakan penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.

(40)

“AKHLAK PESERTA DIDIK TERHADAP PENDIDIK DALAM Q.S AL-HUJURAT AYAT 1-5

MENURUT TAFSIR IBNU KATSIR

DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM”

BAB II

(41)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. AKHLAK PESERTA DIDIK TERHADAP PENDIDIK 1. Pengertian Akhlak Peserta Didik Terhadap Pendidik

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, merupakan bentuk jamal dari kata

“khuluq” yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi persesuaian dengan kata “khalq” yang berarti kejadian. Ibnu Athir menjelaskan bahwa khuluq itu adalah gambaran bathin manusia yang sebenarnya (yaitu jiwa dan sifat-sifat batin), sedang khlaq merupakan gambaran bentuk jasmaninya (raut muka, warna kulit, tinggi rendah badan, dan lain sebagainya). Kata khuluq sebagai bentuk tunggal dari akhlak, tercantum dalam Q.S Al-Qalam ayat 4, yaitu:











“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung”

Secara terminologis, terdapat beberapa definisi akhlak yang dikemukakan oleh para ahli yaitu sebagai berikut :

1. Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa akhlak adalah “sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.

(42)

2. Abdullah Darraz mengemukakan bahwa akhlak adalah “suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap yang membawa kecendrungan pada pemilihan pada pihak yang benar (akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (akhlak yang buruk).

Selanjutnya menurut pendapat Abdullah Darraz, perbuatan-perbuatan manusia yang dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlak, apabila memenuhi dua syarat, yaitu :

1) Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi suatu kebiasaan bagi pemeluknya.

2) Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan jiwanya, bukan karena adanya tekanan dari luar, seperti adanya paksaan yang menimbulkan ketakutan atau bujukan dengan harapan mendapatkan sesuatu.23

3. Menurut Ibnu Maskawaih menyatakan bahwa yang disebut akhlak adalah

“keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu).

4. Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin mendefenisiskan, bahwa akhlak merupakan “Adatul-Iradah” atau kehendak yang dibiasakan. Kehendak ialah “ ketentuan dari beberapa keinginan sesudah bimbang, sedangkan kebiasaan adalah perbuatan yang diulang sehingga mudah dikerjakan. Jika

23 Didiek Ahmad Supadie, dkk, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Rajawali, 2011), h. 216

(43)

apa yang bernama kehendak itu dikerjakan berulang kali sehingga menjadi kebiasaan, maka itulah yang kemudian berproses menjadi akhlak”.

Dari beberapa pendapat tentang akhlak di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah suatu perangai atau tingkah laku manusia dalam pergaulan sehari-hari.

Perbuatan-perbuatan tersebut timbul dengan mudah tanpa direncanakan lebih dahulu karena sudah menjadi kebiasaan. Apabila dari perangai tersebut timbul perbuatan- perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal sehat dan syariat, maka ia disebut sebagai akhlak yang baik, sebaliknya, apabila yang timbul dari perangai itu perbuatan-perbuatan yang buruk, maka ia disebut sebagai akhlak yang buruk.24

Di samping istilah akhlak, kita juga mengenal istilah etika dan moral. Ketiga istilah itu sama-sama menentukan nilai baik dan buruk dari sikap dan perbuatan manusia. Perbedaannya terletak pada standar masing-masing. Akhlak standarnya adalah Al-Qur‟an dan sunnah. Sedangkan etika standarnya pertimbangan akal pikiran, dan moral standarnya adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat.25

Sedangkan Peserta didik merupakan bahan mentah dalam proses transformasi pendidikan Islam. Transformasi ini mengarah pada perkembangan pendidikan yang berorientasi pada kompetensi di berbagai bidang untuk menghadapi globalisasi.

Kompetensi tersebut menunjuk pada penyiapan sumber daya manusia peserta didik yang berkualitas dan siap bersaing pada tingkat nasional dan internasional.

24 Akmal Hawi, Kompetensi Guru PAI, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 98-99

25 Didiek Ahmad Supadie, dkk, Pengantar...h. 217

(44)

Dari pengertian di atas peserta didik juga diartikan sebagai anak didik yang dalam pengertian umum adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Sementara itu dalam arti sempit, anak didik adalah anak (pribadi yang belum dewasa yang diserahkan kepada tanggung jawab pendidik. Namun bahasa Indonesia, makna siswa, murid, pelajar, dan peserta didik merupakan sinonim. Semuanya bermakna anak yang sedang bergurau, anak yang sedang memperoleh pendidikan dasar dari suatu lembaga pendidikan. Jadi, dapat dikatakan bahwa anak didik merupakan semua orang yang sedang belajar, baik di lembaga pendidikan formal maupun nonformal.26

Mengacu dari beberapa istilah, murid diartikan sebagai orang yang berada dalam taraf pendidikan dan dalam berbagai Literatur disebut sebagai anak didik.

Dalam Undang-Undang Pendidikan No. 2 Tahun 1989 disebutkan istilah peserta didik. Bandingkan dengan Undang-Undang Pendidikan No. 20 Tahun 2003.27 Dalam hal ini peserta didik dilihat sebagai seorang (subjek didik) yang nilai kemanusiaannya sebagai individu dan sebagai makhluk sosial mempunyai identitas moral. Identitas tersebut harus dikembangkan hingga optimal dan kehidupan sebagai warga negara mencapai kriteria yang diharapkan. Secara teoritis, subjek didik dilihat sebagai

26 Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam Fakta Teoritis-Filosofis dan Aplikatif-Normatif, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 118

27 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung:

Citra Umbara, 2003), h. 10

(45)

seorang yang harus mengembangkan diri. Akan tetapi, ia juga memperoleh pengarh dan bantuan yang memungkinkannya bertanggung jawab atas diri sendiri.28

Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Peserta didik lebih luas cakupannya dari pada anak didik. Peserta didik tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Istilah peserta didik ini bukan hanya orang-orang yang belum dewasa dari segi usia, melainkan juga orang-orang yang dari segi usia sudah dewasa, namun dari segi mental, wawasan, pengalaman, keterampilan, dan sebagainya masih memerlukan bimbingan.29

Di dalam ajaran Islam, terdapat berbagai istilah yang berkaitan dengan peserta didik. Istilah tersebut antara lain tilmidz (jamaknya talamidz), murid, thalib (jamaknya al-thullab), dan muta‟allim.

Secara etimologi kosa kata tilmidz (jamaknya talamidz) yang berarti murid laki-laki, atau tilmidzah (jamaknya talamidzah) yang berarti murid perempuan.30 Istilah ini selanjutnya digunakan untuk menunjukkan peserta didik yang berada pada tingkat madrasah awaliyah atau sekolah permulaan pada Taman Kanak-kanak (TK) atau Taman Pendidikan Al-Qur‟an (TPA) dan yang sejenisnya.

28 Piet A. Sahertian, Profil Pendidikan Profesional, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), h. 6

29 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 173

30 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT Hidakarya Agung. Tp. Th), h. 136

(46)

Selanjutnya istilah thalib yang berasal dari bahasa Arab thalaba, yathlubu, thalaban, thaliban yang secara harfiah berarti orang yang mencari sesuatu. Adapun menurut istilah tasawuf, thalib adalah orang yang sedang menempuh jalan spritual menempa dirinya untuk mencapai derajat sufi.31 Istilah thalib selanjutnya digunakan untuk peserta didik yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

Adapun istilah muta‟allim berasal dari kata allama yu‟allimu muta‟alliman, yang berarti orang yang sedang menuntut ilmu. Kata muta‟allim antara lain digunakan oleh Burhanuddin al-Jarnuzi dalam kitabnya Ta‟alim al-Muta‟allim, yaitu sebuah kitab yang berisi kode etik atau petunjuk sukses bagi para pencari ilmu di pesantren. Hingga kini kitab tersebut masih dipelajari di berbagai pesantren.

Menurut Syeikh Az-Zamuji dalam bukunya Ta‟lim Muta‟allim, telah terdapat interaksi antara murid kepada gurunya, bahwa hendaknya seorang murid tidak berjalan di depannya, tidak duduk ditempatnya, dan tidak memulai bicara padanya kecuali seizinya. Hendaknya murid tidak banyak bicara di hadapan guru, tidak bertanya sesuatu bila guru sedang capek atau bosan, harus menjaga waktu, jangan mengetuk pintunya, tapi sebaliknya menunggu sampai beliau keluar.

Dari berbagai penjelasan mengenai peserta didik tersebut dapat penulis simpulkan bahwa peserta didik adalah penuntut ilmu yang sedang membutuhkan bimbingan untuk mengembangkan potesi yang dimilikinya dengan melalui jenjang

31 Al-raghib al-Ashafani, Mu‟jam Mufradat Alfaadz al-Qur‟an, (Beirut: Dar al-Fikr, tp. th.), h.

189

(47)

pendidikan dan pembelajaran, sehingga tercapai tujuan secara optimal sebagai manusia dewasa yang bertanggung jawab disertai dengan akhlak yang mulia yang mampu menjalankan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi.

Pendidik merupakan orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik.

Sebagaimana yang juga diuraikan oleh Wiji Suwarno (2009) bahwa pendidik adalah

orang yang secara sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi.

Dengan demikian, dapat juga dikatakan bahwa pendidik adalah orang ynag mempengaruhi perkembangan seseorang. Karena pendidikan merupakan proses, pastinya akan ada banyak orang yang mempengaruhi perkembangan anak didik.

Namun, tentunya tidak semua orang dapat dikatakan sebagai pendidik sebab untuk menjadi seorang pendidik perlu memenuhi persyaratan-persyaratan atau kriteria yang telah ditetapkan.32

Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT, mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri.

32 Helmawati, Pendidik Sebagai Model, Menjadi Anak Sehat, Beriman, Cerdas, dan Berakhlak Mulia, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), h. 19

(48)

Ada beberapan pendapat para ahli mengenai pengertian pendidik yaitu sebagai berikut :

1. Muhammad Fadhli Jamaly yang dikutip Ramayulis menyebutkan, bahwa pendidik adalah yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik, sehingga tingkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki manusia.33

2. Hadari Nawawi menggunakan istilah guru sebagaimana yang dikutip Ramayulis, guru adalah orang-orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Lebih khusus lagi diartikan orang yang bekerja dalam bidang pendidikan, dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membentuk anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.

3. Sutardi Imam Barnadib mengemukakan, bahwa pendidik adalah setiap orang yang sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan peserta didik.34

4. Zakiah Daradjat menjelaskan, bahwa pendidik adalah guru profesional, karena secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul tanggung jawab pendidikan yang dipikulkan di pundak para orang tua.35

33 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet VII; Jakarta: Kalam Mulia, 2008), h. 58

34 Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: Andi Ofset, 1993),h. 61

35 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. VII: Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 39

(49)

5. Di dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, dibedakan antara pendidik dan tenaga kependidikan.

Bab I pasal I ayat 5 dan 6; tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan (bagian umum, atau tenaga adminitrasi).

Sedang pendidik adalah tenaga kependidikan, yakni anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas sebagai pendidik, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Dari pandangan di atas, penulis simpulkan guru sebagai pendidik dan pembimbing tidak bisa dilepaskan dari guru sebagai pribadi. Kepribadian guru sangat memepengaruhi peranannya sebagai pendidik dan pembimbing. Dia mendidik dan membimbing peserta didik tidak hanya dengan bahan yang disampaikan atau degan metode-metode penyampaian yang digunakannya, melainkan dengan seluruh kepribadiannya. Pribadi pendidik merupakan satu kesatuan antara sifat-sifat pribadinya, dan peranannya sebagai pendidik, pengajar, dan pembimbing.36

36 Suryosubroto B. Beberapa Aspek Dasar Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), h. 26

Referensi

Dokumen terkait

Indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan spesies burung yang ditemukan pada Ruang Terbuka Hijau di Kota Mataram berbeda pada tiap lokasi.. Kata kunci:

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kota yang diangkat oleh pejabat yang

C melaporkan pusing berkurang •Tekanan darah dalam batas normal : <=140/90 mmHg 1.Observasi tekanan darah dalam 1x dalam sehari 2.Anjurkan meminimalkan aktivitas yang dapat

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu dapat membantu guru dalam menentukan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi, memberikan kesempatan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik dari pada siswa yang

TAP MPR yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-udang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bisa djabarkan melalui

diambil dalam penelitian ini adalah bakteri Escherichia coli pada plak gigi yang telah diisolasi resisten terhadap merkuri yang tumbuh pada media Luria Bertani (LB) broth

masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat). Tidak dapat dipungkiri bahwa pelajaran Fisika merupakan pelajaran yang berhubungan