• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam berkomunikasi sesuai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam berkomunikasi sesuai"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam berkomunikasi sesuai dengan yang disepakati oleh masyarakat pengguna bahasa itu sendiri. Pada hakikatnya, manusia menggunakan bahasa untuk menyampaikan ide, pikiran dan keinginan kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan. Ada berbagai definisi mengenai bahasa yang dinyatakan oleh para pakar linguistik namun hakikat bahasa tetaplah sama. Salah satu diantaranya yaitu bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Gorys Keraf, 1984:16). Selain itu, dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang ada disekitar manusia seperti peristiwa-peristiwa, binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan, hasil cipta karya manusia dan sebagainya, mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, disusun dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan komunikasi,

Bahasa mempunyai keterikatan dan keterkaitan dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupannya dimasyarakat, kegiatan manusia tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa.

Bahasa tidak terlepas dari kalimat yang mengandung makna, dan setiap bahasa memiliki struktur kalimatnya masing-masing. Setiap unsur dalam kalimat

(2)

memiliki fungsinya masing-masing. Semua unsur tersebut saling berhubungan dan membentuk sebuah kalimat yang maknanya dapat dipahami oleh pendengar ataupun lawan bicara. Oleh karena itu, perlu sekali untuk mengetahui tata bahasa dari bahasa yang digunakan penutur bahasa tersebut.

Mengingat betapa pentingnya peranan bahasa tidak hanya sebagai sarana komunikasi tetapi juga sebagai sarana integrasi dan adaptasi dan juga untuk memahami orang lain, maka tidak sedikit orang yang mempelajari bahasa dari bangsa-bangsa lain yaitu bahasa asing, khusunya bahasa dari bangsa-bangsa yang telah maju seperti Inggris, Prancis, Jepang, Jerman dan lain-lain.

Saat ini bahasa Jepang menjadi salah satu bahasa asing yang banyak diminati oleh orang Indonesia baik pelajar, mahasiswa, pekerja ataupun siapa saja yang memiliki minat terhadap bahasa Jepang. Dan untuk selanjutnya, bahasa Jepang dipelajari sebagai ilmu bahasa yang digunakan untuk belajar atau bekerja di Jepang.

Agar kita dapat berkomunikasi dengan orang Jepang dan memahami mereka, maka kita harus mampu menguasai bahasa yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari baik disampaikan secara lisan maupun tulisan. Namun, tidak mudah memahami konsep tata bahasa Jepang karena struktur kalimatnya sangat berbeda dengan bahasa Indonesia. Strukur kalimat bahasa Jepang menggunakan pola Subjek (S) Objek (O) Predikat (P) tidak seperti bahasa Indonesia yang menggunakan pola Subjek (S) Predikat (P) Objek (O). Disamping masalah struktur kalimat (sintaksis), masalah lainnya yaitu makna kalimat (semantik). Contohnya adalah pemakaian kalimat pasif,

(3)

Ali wa goryoushin ni kompyuutaa wo kawaremashita. Ali dibelikan komputer oleh orang tuanya.

Kalimat tersebut dari segi struktur sudah benar, tetapi dari segi makna, kalimat tersebut bermakna gangguan bagi sipenderita (Ali) atau sipenderita tidak merasa senang setelah dibelikan komputer oleh sipelaku (orang tuanya). Karena kalimat pasif dalam bahasa Jepang bermakna gangguan. Maka jika ingin menyampaikan makna atau maksud senang, tidak digunakan kalimat pasif seperti yang diatas, tetapi menggunakan ungkapan “...TE MORAU/IMASU”

アリはご両親にコンピューターを買ってもらいました。 Ali wa goryoushin ni kompyuutaa wo kattemoraimashita. Ali dibelikan komputer oleh orang tuanya.

Pola pikir yang seperti ini tidak ada dalam bahasa Indonesia, sehingga kesalahan berbahasa seperti yang diatas sering dilakukan oleh pembelajar bahasa Jepang orang Indonesia.

Setiap bahasa mempunyai aturan tata bahasanya masing-masing termasuk bahasa Jepang. Untuk itu perlu sekali memahami tentang aturan tata bahasa yang terdapat pada bahasa tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan suatu bahasa yang komunikatif.

“Tata bahasa adalah pengetahuan atau pembelajaran mengenai pembentukan kata-kata dan penyusunan kata-kata dalam kalimat. Maka, jika ingin menguasai suatu bahasa perlu untuk dipahami tata bahsa dari bahasa tersebut” (Poerwadarmita, 1976:1024)

Selain itu, guna lebih memperjelas apa yang disampaikan oleh pengguna bahasa tersebut, terdapat juga keterangan-keterangan yang menjelaskan subjek

(4)

atau objek yang sedang dibicarakan. Keterangan yang dimaksud bisa berupa keterangan waktu, tempat, penyerta, tujuan dan sebagainya. Keterangan seperti ini digolongkan ke dalam kata keterangan. Kata keterangan merupakan kata yang berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan sesuatu. Tetapi dalam tulisan ini, kata keterangan yang dimaksud bukanlah seperti kata keterangan yang diuraikan di atas, yang akan dibahas adalah adverbia (kata keterangan) yang dipakai dalam bahasa Jepang yang dikenal dengan istilah fukushi.

Pada tulisan ini akan dibahas mengenai adverbia bahasa Jepang. Adverbia dalam bahasa Jepang disebut fukushi. Pemahaham terhadap adverbia bahasa Jepang secara lebih menyeluruh dan mendalam dianggap sebagai sebuah kebutuhan bagi pembelajar bahasa Jepang mengingat jumlah dan jenis fukushi (adverbia) ini cukup banyak. Frekuensi pemakaian adverbia dalam kalimat bahasa Jepang cukup tinggi, selain itu tidak sedikit pula makna dari masing-masing adverbia tersebut sulit untuk menemukan padanan katanya dalam bahasa Indonesia.

Bunkachou dalam Sudjianto (2004:72 ) menyatakan bahwa fukushi merupakan kelas kata yang tidak mengalami perubahan bentuk dan dengan sendirinya dapat menjadi keterangan bagi yougen (verba, I, adjektiva-na) walaupun tanpa mendapat bantuan dari kata-kata yang lain. Berbeda halnya dengan keterangan waktu, tempat dan sebagainya, fukushi tidak dapat menjadi subjek, predikat dan pelengkap.

Tidak hanya itu, fukushi juga dapat menggambarkan peniruan bunyi ataupun suara dari benda-benda yang ada di alam, baik benda hidup maupun

(5)

benda mati. Fukushi jenis ini termasuk kedalam onomatope. Sebagai contoh, peniruan bunyi dari suara kucing yaitu ‘nyaunyau’.

Disamping itu, fukushi juga berpengaruh terhadap pembentukan kalimat. Fukushi yang dimaksud misalnya, fukushi yang berpasangan seperti fukushi mettani yang diikuti bentuk negatif (nai/masen). Dengan demikian, fukushi juga berperan untuk membentuk akhir dari sebuah kalimat. Bukan hanya hal-hal demikian, hal lainnya adalah adanya beberapa fukushi yang memiliki pengertian yang hampir sama (bersinonim), tetapi pemakaiannya berbeda. Bagi pembelajar bahasa Jepang, hal tersebut cukup membingungkan karena tidak semua adverbia yang bersinonim dapat saling dipertukarkan posisinya dalam sebuah kalimat. Salah satu adverbia yang memiliki makna bersinonim tersebut adalah adverbia (fukushi) taihen, totemo, dan nakanaka. Contoh :

1. 春のとき、桜がたいへんきれいです。 Haru no toki, sakura ga taihen kirei desu.

(Pada waktu musim semi, bunga sakura sangat indah.) 2. その映画はとても面白かった。

Sono eiga wa totemo omoshirokatta. (film itu sangat menarik.)

3. アリさんはケーキを作るのがなかなか上手ですね。 Ari san wa keeki wo tsukuru noga nakanaka jouzu desu ne. (Ali sangat pandai membuat kue ya.)

Contoh-contoh diatas menunjukkan pemakaian fukushi taihen, totemo dan nakanaka yang menyatakan ‘sangat’ pada kalimat masing-masing. Namun, muncul pertanyaan apakah ketiga fukushi tersebut dapat saling dipertukarkan

(6)

posisinya dalam kalimat. Atau apakah ada nuansa tersendiri dibalik kalimat-kalimat tersebut sehingga memakai fukushi yang berbeda.

Makna yang sama tetapi memiliki nuansa yang berbeda di dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna merupakan hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa yang dimaksud dapat berupa kata, frase maupun kalimat. Hubungan semantik itu dapat menyatakan kesamaan, pertentangan, ketercakupan, kegandaan atau juga kelebihan makna. Dalam pembicaraan tentang relasi makna ada yang disebut dengan istilah sinonim.

Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Namun dalam kajian semantik, dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak persis sama. Ketidaksamaan itu terjadi karena beberapa fakta, salah satunya adalah faktor nuansa makna (Chaer, 1994:297).

Adanya kesamaan arti ‘sangat’, ‘alangkah’ atau ‘benar-benar’ pada totemo, taihen dan nakanaka tersebutlah yang melatarbelakangai penelitian yang berjudul “Analisis Makna dan Fungsi Adverbia Taihen, Totemo dan Nakanaka dalam Bahasa Jepang pada Majalah Nihongo Jaanaru tahun 1995 edisi 2 s.d. 10” ini. Ketiganya mempunyai perbedaan pemakaian dalam kalimat pada majalah tersebut sehingga tidak sedikit pembelajar bahasa Jepang mengalami kesulitan dalam menentukan kapan saatnya menggunakan totemo, kapan menggunakan taihen dan kapan saatnya menggunakan nakanaka atau apakah ketiganya dapat dipertukarkan. Fukushi totemo, taihen dan nakanaka sering digunakan dalam kehidupan

(7)

sehari-hari sehingga dibutuhkan ketelitian dan kecermatan dalam menggunakannya agar dapat dipahami orang lain yang sama-sama menggunakan bahasa Jepang.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai makna dan fungsi adverbia taihen, totemo dan nakanaka dalam bahasa jepang. adverbia taihen, totemo dan nakanaka memiliki makna yang hampir sama yaitu ‘sangat’, ‘alangkah’, dan ‘benar-benar’. Tetapi masing-masing berbeda pemakaiannya dalam kalimat. Sehingga penggunaan fukushi taihen tidak dapat serta merta digantikan dengan fukushi totemo ataupun nakanaka begitu juga sebaliknya dalam kalimat. Fungsi ketiga fukushi tersebut juga juga berbeda satu sama lain. Sehingga yang menjadi titik permasalahan ketiga fukushi tersebut adalah makna dan fungsi ketiganya dan posisi ketiganya dalam kalimat untuk dapat saling menggantikan.

Untuk membahas permasalahan mengenai fukushi tersebut. Maka dibuat suatu rumusan masalah berupa pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah makna dan fungsi fukushi taihen, totemo dan nakanaka secara umum?

2. Apakah makna dan fungsi fukushi taihen, totemo dan nakanaka dalam kalimat berbahasa Jepang?

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, maka penulis membuat ruang lingkup permasalahan. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan masalah tidak meluas sehingga objek pembahasan dapat menjadi jelas.

(8)

Fukushi taihen, totemo dan nakanaka dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘sangat’, ‘alangkah’, ‘benar-benar’. Akan tetapi ketiga fukushi tersebut tidak dapat digunakan begitu saja, karena harus didasarkan pada konteks yang tepat dalam bahasa Jepang. Sebelum membahas pokok permasalahan, penulis perlu membahas mengenai pengertian, fungsi dan jenis adverbia (fukushi) dalam bahasa Jepang.

Atas dasar pertimbangan tersebut, maka penulis membatasi permasalahan pada hal-hal berikut:

1. Pengertian dan Fungsi adverbia dalam bahasa Jepang 2. Jenis-jenis adverbia dalam bahasa Jepang

3. Pengertian adverbia taihen, totemo dan nakanaka dalam kalimat berbahasa Jepang

4. Masing-masing kalimat diambil sebanyak lima buah kalimat. Seluruh kalimat tersebut diambil dari majalah Nihongo Jaanaru tahun 1995 edisi 2 s.d. 10.

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka

Kajian-kajian yang berhubungan dengan adverbia-adverbia bahasa Jepang yang bersinonim kiranya perlu diteliti lebih banyak dalam kajian linguistik. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya (Abdul Chaer, 2003:1).

Menurut beberapa pakar bahasa Jepang, dalam tata bahasa Jepang modern ada beberapa jenis kelas kata, salah satu pakar bahasa Jepang adalah Motojiro

(9)

(dalam Sudjianto, 2004:147) mengklasifikasikan kelas kata bahasa Jepang menjadi 10 kata yaitu:

1. Doushi (kata kerja)

2. Keiyoushi (kata sifat yang berakhiran -i) 3. Keiyoudouhsi (kata sifat yang berakhiran –na) 4. Meishi (kata benda)

5. Fukushi (kata keterangan) 6. Rentaishi (pra kata benda) 7. Setuzokushi (kata sambung)

8. Kandoushi (kata seru/kata serapan/kata panggilan 9. Jodoushi (kata kerja bantu)

10. Joshi (kata kerja bantu)

Diantara beberapa jenis kelas kata tersebut, terdapat fukushi (kata keterangan). Kata keterangan adalah suatu kata atau kelompok yang menduduki suatu fungsi tertentu, yaitu fungsi menerangkan kata kerja, kata sifat, kata keterangan yang masing-masing menduduki suatu jabatan atau fungsi dalam kalimat (Gorys Keraf, 1984:72).

Penelitian ini difokuskan pada penggunaan fuksushi taihen, totemo dan nakanaka dalam kalimat bahasa Jepang dikaitkan dengan konteks pemakaiannya dalam kalimat.

1.4.2. Kerangka Teori

Dalam sebuah penelitian diperlukan landasan atau acuan berpikir untuk menganalisis dan memecahkan sebuah masalah. Oleh karenanya, perlu disusun

(10)

pokok-pokok pikiran yang dimuat oleh kerangka teori yang mendeskripsikian titik tolak penelitian yang akan diamati. Dalam menganalisis masalah makna dan fungsi yang terdapat pada ketiga fukushi tersebut, maka penulis perlu memaparkan pengertian makna dan fungsi terlebih dahulu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna adalah 1) arti, 2) maksud pembicara atau penulis, 3) pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan (2009:864). Fungsi adalah 1) jabatan (pekerjaan) yang dilakukan, 2) faal (kerja suatu bagian tubuh), 3) besaran yang berhubungan, jika besaran satu bertambah besaran yang lain berubah, 4) keguanaan suatu hal, 5) peran subah unsur bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas (2009):203). Dari beberapa definisi tersebut, penulis akan coba menganalisis makna dan fungsi fukushi taihen, totemo dan nakanaka dalam kalimat berbahasa Jepang dengan merujuk pada beberapa definisi diatas.

Mengingat persoalan yang menjadi tumpuan pelaksanaan penelitian ini berkaitan dengan persoalan makna, maka teori yang digunakan dalam pemecahan masalah tersebut adalah teori semantik. Menurut Ridwan (1997:43) semantik adalah salah satu cabang linguistik yang membicarakan, mengkaji atau menganalisis makna. Sedangkan menurut Subroto (2007:30) semantik pada dasarnya mempelajari masalah arti.

Dalam menginterpretasi sebuah makna, perlu diperhatikan konteks atau situasi dimana kata tersebut digunakan. Selain itu, perlu juga diperhatikan makna-makna lain yang tidak ada di dalam kamus (makna-makna leksikal). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna adalah maksud pembicara atau penulis, (2009:864), jadi jika berbicara mengenai makna kata berarti maksud yang dimiliki setiap kata.

(11)

Makna yang sama, namun dengan nuansa yang berbeda di dalam kalimat berkaitan dengan hubungan antar makna (relasi makna).

Relasi makna adalah bermacam-macam hubungan makna yang terdapat pada sebuah kata (Yayat Sudaryat, 2009:35). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dinyatakan bahwa relasi adalah hubungan (1990:943).

Semantik memiliki banyak jenis kajian makna, diantara kajian makna tersebut yaitu terdapat makna leksikal dan makna kontekstual. Yang dimaksud dengan makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dan lainnya yang terlepas dari konteks (Djajsudarma, 1999:13). Sedangkan makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam konteks (Chaer, 1994:290) atau dengan kata lain makna kontekstual adalah makna yang didasarkan atas hubungan antar ujaran dan situasi yang memakai ujaran tersebut. Dari uraian tersebut, dapat diketahui bahwa situasi yang dimaksud dalam makna kontekstual termasuk juga pada tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.

Kesamaan makna atau disebut dengan sinonim merupakan cakupan dari masalah kajian makna leksikal. Sinonim dalam bahasa Jepang disebut dougigo atau douigo. Sutedi (2003:115) mengemukakan bahwa sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki salah satu imitokucho (makna) yang sama.

Dalam bahasa Jepang terdapat salah satu jenis kelas kata yaitu kata keterangan (adverbia). Adverbia dalam bahasa Jepang disebut dengan fukushi. Bunkachou dalam Sudjianto (2004:72) menyatakan bahwa fukushi ialah kata yang dipakai untuk menerangkan yougen (verba, adjektiva-I dan adjektiva-na), tidak dapat menjadi subjek atau tidak mengenal konjugasi atau deklinasi. Lalu menurut

(12)

Matsuoka dalam Sudjianto dan Dahidi, (2004:165) fukushi (adverbia) adalah kata-kata yang menerangkan verba, adjektiva, dan adverbia yang lainnya, tidak dapat berubah, dan berfungsi menyatakan keadaan atau derajat suatu aktivitas, suasana atau perasaan pembicara.

Fukushi yang dibahas dalam tulisan ini adalah fukushi taihen, totemo dan nakanaka yang dapat diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘sangat’, ‘alangkah’ dan ‘benar-benar’. Naoko Chino (1987:17) menyatakan bahwa fukushi taihen, totemo dan nakanaka merupakan fukushi yang mengungkapkan jumlah dan tingkatan. Meskipun dikatakan bersinonim, namun secara makna kontekstual ketiganya memiliki makna yang berbeda. Sehingga ketiga fukushi tersebut tidak hanya didasarkan pada makna leksikalnya tetapi juga harus didasarkan pada makna kontekstualnya.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini berutujuan untuk:

1. Mengetahui makna dan fungsi fukushi taihen, totemo dan nakanaka secara umum

2. Mengetahui makna dan fungsi fukushi taihen, totemo dan nakanaka dalam kalimat berbahasa Jepang pada majalah Nihongo Jaanaru.

2. Manfaat Penelitian

(13)

1. Menambah pengetahuan mengenai arti, fungsi dan pemakaian fukushi dalam bahasa Jepang, khsusunya fukushi taihen, totemo, dan nakanaka. 2. Membantu menambah referensi yang berkaitan dengan bidang linguistik

khsususnya kajian semantik untuk menunjang proses pembelajaran bahasa Jepang.

1.6. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah peneltian deskriptif (descriptive research). Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sestematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu (Isyandi, 2003:13).

Penelitian deskriptif mengumpulkan data-data yang diperoleh melalui metode kepustakaan (library research) atau dokumentasi, dalam hal ini dikumpulkan dan dianalisis buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, terutama buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan linguistik bahasa Jepang baik yang berbahasa Jepang maupun yang menggunakan bahasa Indonesia.

Khusus buku-buku atau data-data yang menggunakan bahasa Jepang, maka harus terlebih dahulu diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia agar mempermudah penulisan. Menurut Nida dan Taber dalam Widyadarmarta, (2000:11), menerjemahkan merupakan kegiatan menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima barang yang secara sedekat-dekatnya dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertama-tama menyangkut maknanya dan kedua menyangkut gaya bahasanya.

(14)

Penelitian kepustakaan dilakukan pada perpustakaan USU, Perpustakaan Jurusan Sastra Jepang, Perpustakaan Konsulat Jenderal Jepang di Medan, serta koleksi pribadi penulis.

Setelah proses menterjemahkan selesai, maka selanjutnya data-data dianalisis, kemudian dilanjutkan mencari, mengumpulkan dan mengklasifikasikan kalimat-kalimat yang menggunakan fukushi dalam bahasa Jepang, lalu dipilih data yang diperoleh dari teks berbahasa Jepang sebagai salah satu sumber data yang utama. Tahap berikutnya adalah proses merangkum dan menyusun data-data dalam satuan-satuan untuk dikelompokkan.

Lalu yang terakhir berupa penarikan kesimpulan berdasarkan data-data yang telah diteliti, lalu dari kesimpulan yang ada dapat diberikan saran-saran yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan bahasa Jepang.

Referensi

Dokumen terkait

DISKRESI DALAM PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN SISWA MISKIN SEKOLAH DASAR (BSM-SD) (STUDI KASUS DI SEKOLAH DASAR NEGERI SEBANEN II KALISAT KABUPATEN JEMBER); Aulia

RINCIAN PERUBAHAN ANGGARAN BELANJA LANGSUNG PROGRAM DAN PER KEGIATAN SATUAN KERJA PERANGKAT

Mengidentifikasi kekurangan butir data yang tidak lengkap agar ketika digunakan untuk pelayanan pasien berikutnya, data yang belum lengkap tersebut sudah dilengkapi.Dengan

pada konsep sistem reproduksi manusia dapat dilihat pada tabel 3.11 berikut ini.. Melakukan interpretasi jawaban angket dengan cara membuat kategori. Prosedur

Beberapa responden pada kelompok kontrol yang memiliki pencahayaan tidak memenuhi syarat tetapi tidak menderita penyakit TB paru BTA positif, berdasarkan informasi yang

Karena kualitas lembaran pulp kulit durian rendah maka pulp tersebut dibuat untuk kertas dasar untuk kertas bungkus berlaminasi plastik yang persyaratan

Kemudian siswa dituntut untuk lebih kreatif dan mandiri, para siswa juga harus membaca secara fasih, lancar, benar dan sempurna.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

Perangkat Daerah adalah organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab kepada Kepala Daerah dan membantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan