• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KADAR TIMBAL (Pb) PADA MINUMAN TEH KEMASAN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM SKRIPSI OLEH: GITA A. SIPAHUTAR NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KADAR TIMBAL (Pb) PADA MINUMAN TEH KEMASAN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM SKRIPSI OLEH: GITA A. SIPAHUTAR NIM"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KADAR TIMBAL (Pb) PADA MINUMAN TEH KEMASAN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

SERAPAN ATOM SKRIPSI

OLEH:

GITA A. SIPAHUTAR NIM 171501082

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

ANALISIS KADAR TIMBAL (Pb) PADA MINUMAN TEH KEMASAN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

SERAPAN ATOM SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara

OLEH:

GITA A. SIPAHUTAR NIM 171501082

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan anugrah-Nya telah memelihara penulis disepanjang menjalani perkuliahan, bahkan sampai pada penyelesaian skripsi yang berjudul “Analisis Kadar Timbal (Pb) pada Minuman Teh Kemasan dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Minuman teh dalam kemasan adalah minuman yang diperoleh dari seduhan teh (Thea sinensis L) dalam air minuman dengan penambahan gula, dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan dan dikemas secara hermatis. Teh merupakan minuman yang sudah dikenal secara luas di Indonesia dan di dunia. Mengonsumsi minuman teh kemasan yang telah tercemar logam berat seperti timbal apabila melewati batas normal akan mengganggu kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya cemaran logam timbal dalam minuman teh kemasan dan untuk mengetahui kelayakan minuman teh berdasarkan SNI tentang kandungan logam berat timbal (Pb).

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimaksih yang sebesar- besarnya kepada Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Bapak Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., selaku pembimbing saya selama saya penelitian hingga selesainya skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi., M.App.Sc., Apt., dan Ibu Yade Metri Permata, S.Farm., M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. Bapak dan Ibu Dosen Staf Pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama masa

(5)

perkuliahan dan Staf Administrasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam administrasi selama ini. Bapak dan Ibu Staf Pegawai Laboratoriun Kimia Air UPT Kesehatan Daerah Medan yang telah mengarahkan dan membantu dalam pelaksanaan penelitian selama masa penyusunan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih serta penghargaan yang setulusnya kepada kedua orangtua terkasih, Ayahanda Alm. Manarsar Sipahutar dan Ibunda Isnarawati Aritonang, serta kakak Nelly Siari Julita Sipahutar, adik Petrus Aris Gonjales Sipahutar, dan Adi Putra Sipahutar. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada sahabat terkasih Adelina, dan Lidya yang telah memberi dukungan kepada penulis, teman-teman stambuk 2017 terkhusus Renti, Winda, Sarah, Rohdearni yang menjadi teman seperjuangan selama masa perkuliahan, sahabat-sahabat terkasih yang tidak dapat disebut satu per satu, yang selalu memberi dukungan dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahun.

Medan, 19 Juli 2021 Penulis,

Gita A. Sipahutar NIM 171501082

(6)

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Gita A. Sipahutar

Nomor Induk Mahasiswa : 171501082 Program Studi : Sarjana Farmasi

Judul Skripsi : Analisis Kadar Timbal (Pb) pada Minuman Teh Kemasan dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah asli karya sendiri dan bukan plagiat. Apabila di kemudian hari diketahui skripsi saya tersebut terbukti plagiat karena kesalahan sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, 23 Juli 2021

Gita A. Sipahutar NIM 171501082

(7)

ANALISIS KADAR TIMBAL (Pb) PADA MINUMAN TEH KEMASAN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

SERAPAN ATOM

ABSTRAK

Latar Belakang: Teh merupakan minuman yang sudah dikenal secara luas di Indonesia dan di dunia. Saat ini minuman teh telah dipasarkan secara luas dalam bentuk kemasan dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan. Sebelum dipasarkan minuman teh kemasan telah melewati berbagai proses pengolahan dari bahan baku hingga pengemasan. Hal ini memungkinkan adanya kontaminasi logam berat seperti timbal (Pb). Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah dari bahan baku utama misalnya daun teh yang telah melalui proses, gula (sukrosa), dan air.

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar logam Pb dalam minuman teh kemasan apakah masih berada pada batas aman atau melebihi batas aman yang telah ditetatapkan.

Metode: Analisis kandungan logam Pb dalam minuman teh kemasan secara spektrofotometri serapan atom menggunakan gas asetilen pada panjang gelombang 283,3 nm.

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada sampel minuman teh kemasan mengandung Pb dimana kadarnya pada sampel I sebesar 0,1486 ± 0,0318 mg/Kg, sampel II sebesar 0,1549 ± 0,0417 mg/Kg dan sampel III sebesar 0,1583 ± 0,0208 mg/Kg. Dari validasi metode yang dilakukan didapat batas deteksi dan batas kuantitasi, hasil uji perolehan kembali serta simpangan baku relatif memenuhi persyaratan. Hasil ini menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memberikan hasil yang akurat dan teliti.

Kesimpulan: Pada minuman teh kemasan telah tercemar logam Pb dengan kadar Pb pada Sampel I, Sampel II dan Sampel III masih berada dibawah batasan normal yang diizinkan yaitu 0,2 mg/Kg.

Kata kunci: Minuman teh kemasan, logam Pb, Spektrofotometri serapan atom

(8)

ANALYSIS OF LEAD (Pb) CONTENT ON BOTTLE TEA BEVERAGES WITH ATOMIC ABSORPTION

SPECTROPHOTOMETRY METHOD

ABSTRACT

Background: Tea is a drink that is already widely known in Indonesia and in the world. Currently, tea drinks have been marketed freely in packaging and consumed by various groups. Before marketed bottled tea beverages has gone through various processing of raw materials to packaging. This allows the contamination of heavy metals such as lead (Pb). One of the influencing factors is the main raw materials such as tea leaves that have been processed, sugar (sucrose) and water.

Objective: The purpose of this study was to determine whether the Pb content in bottle tea beverages is still at the safe limit or exceeds the established safe limit.

Method: Analysis of Pb metal content in packaged tea drinks by atomic absorption spectrophotometry using acetylene gas at a wavelength of 283,3 nm.

Result: The results of this study indicate that the bottle tea beverage sample contains Pb where the Pb level in sample I is 0,1486 ± 0,0318 mg/Kg, sample II is 0,1549 ± 0,0417 mg/Kg and sample III is 0,1583 ± 0,0208 mg/Kg. From the validation of the method, limit of detection and limit of quantitation were obtained, the recovery test results and the relative standard deviation met the requirements. These results indicate that the method used provides accurate and thorough results.

Conclusion: The bottle tea beverage was contaminated with Pb metal with the Pb content in Sample I, Sample II and Sample III still below the normal allowable limit of 0,2 mg/Kg.

Keywords: Bottle tea beverage, Pb Metal, Atomic absorption spectrophotometry

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 4

Hipotesis ... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Minuman Teh ... 6

2.1.1 Bahan Baku Pembuatan Minuman Teh ... 6

2.1.1.1 Teh ... 6

2.1.1.2 Gula ... 7

2.1.1.3 Air ... 7

2.1.2 Kemasan Minuman Teh ... 8

2.2 Logam Berat ... 9

2.2.1 Logam Timbal (Pb) ... 11

2.2.2 Batas Maksimun Konsentrasi Timbal (Pb) ... 12

2.2.3 Cemaran Logam Timbal ... 12

2.2.3.1 Cemaran Logam Timbal pada Teh ... 13

2.2.3.2 Cemaran Logam Timbal pada Gula ... 14

2.2.3.3 Cemaran Logam Timbal pada Air ... 14

2.2.3.4 Cemaran Logam Timbal pada Minuman ... 17

2.2.4 Toksisitas Timbal ... 17

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) ... 20

2.3.1 Destruksi Kimia ... 23

2.3.2 Validasi Metode ... 23

2.3.2.1 Kecermatan (Akurasi) ... 24

2.3.2.2 Ketepatan (Presisi) ... 24

2.3.2.3 Spesifikasi ... 25

2.3.2.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 25

2.3.2.5 Linearitas dan Kisaran ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

3.1 Alat-alat ... 26

3.2 Bahan-bahan ... 26

3.2.1 Sampel ... 26

3.2.2 Pereaksi ... 27

(10)

3.3 Prosedur Penelitian ... 27

3.3.1 Teknik Pengambilan Sampel ... 27

3.3.2 Preparasi dan Destruksi Sampel ... 27

3.3.3 Pembuatan Larutan Seri Standar Timbal (Pb) dan Kurva Kalibrasi Pb . 27 3.3.4 Pengukuran Kadar Timbal (Pb) ... 28

3.3.5 Validasi Metode ... 29

3.3.5.1 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 29

3.3.5.2 Uji Akurasi ... 29

3.3.5.3 Uji Presisi ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Kurva Kalibrasi ... 32

4.1.1 Kadar Timbal dalam Minuman Teh Kemasan ... 34

4.2 Validasi Metode ... 37

4.2.1 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 37

4.2.2 Akurasi ... 37

4.2.3 Presisi ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

LAMPIRAN ... 43

(11)

DAFTAR TABEL

4.1 Data hasil pengukuran larutan seri standar Pb dengan alat SSA ... 32

4.2 Kadar Pb dalam minuman teh kemasan ... 34

4.3 Batas deteksi dan batas kuantitasi Pb dalam minuman teh kemasan ... 37

4.4 Persen perolehan kembali kadar Pb dalam minuman teh kemasan ... 37

4.3 Standar deviasi dan simpangan baku relatif kadar Pb dalam minuman teh kemasan ... 38

(12)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Diagram kerangka pikir penelitian ... 5 2.1 Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom ... 21 4.1 Kurva kalibrasi Pb ... 33

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Gambar alat-alat yang digunakan dalam penelitian ... 43

2. Contoh sampel minuman teh kemasan yang dijual dipasaran ... 44

3. Bagan alir destruksi basah dan penentuan kadar Pb pada sampel minuman teh kemasan ... 45

4. Bagan alir pembuatan larutan seri standar Pb dan kurva kalibrasi Pb ... 46

5. Perhitungan pengenceran larutan seri standar timbal (Pb) ... 47

6. Data kalibrasi timbal dengan spektrofotometer serapan atom dan perhitungan persamaan garis regresi ... 48

7. Hasil analisis timbal dalam sampel ... 50

8. Contoh perhitungan kadar timbal dalam sampel ... 51

9. Contoh perhitungan statistik kadar timbal dalam sampel ... 53

10. Hasil analisis kuantitatif kadar Pb dalam minuman teh kemasan ... 54

11. Tabel distribusi t untuk perhitungan statistik ... 55

12. Perhitungan batas deteksi dan batass kuantitasi kadar kalium dalam sampel ... 56

13. Contoh perhitungan akurasi ... 57

14. Perhitungan presisi ... 60

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minuman teh dalam kemasan adalah minuman yang diperoleh dari seduhan teh (Thea sinensis L) dalam air minuman dengan penambahan gula, dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan dan dikemas secara hermatis (SNI, 1992).

Teh merupakan minuman yang sudah dikenal secara luas di Indonesia dan di dunia. Minuman berwarna coklat ini umum menjadi minuman penjamu tamu.

Aromanya yang harum dan rasanya yang khas membuat minuman ini banyak dikonsumsi. Selain kelebihan tadi, ada banyak zat yang dikandung oleh teh yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Manfaat teh antara lain adalah sebagai antioksidan, memperbaiki sel-sel yang rusak, menghaluskan kulit, melangsingkan tubuh, mencegah kanker, mencegah penyakit jantung, mengurangi kolesterol dalam darah, melancarkan sirkulasi darah. Maka, tidak heran bila minuman ini disebut sebagai minuman kaya manfaat (Azis, dkk., 2012).

Timbal adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Pb dan nomor atom 82. Lambangnya diambil dari Bahasa latin Plumbum. Logam ini termasuk dalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom 82 dengan bobot 207,2.

Logam timbal merupakan logam yang tahan korosi, mempunyai titik lebur rendah sekitar 372,5oC, memiliki kerapatan yang besar, dan sebagai penghantar listrik yang baik (Cahyadi, 2004).

(15)

Timbal yang tercemar ke dalam bahan makanan dan minuman dapat menimbulkan gejala-gejala seperti kram perut, kolik dan biasanya diawali dengan sembelit, mual muntah-muntah. Sedangkan akibat yang lebih seperti sakit kepala, bingung atau pikiran kacau, sering pingsan dan koma. Pada anak-anak nafsu makan berkurang, sakit perut dan muntah, bergerak terasa kaku, kelemahan, tidak ingin bermain, peka terhadap rangsangan, sulit berbicara dan gangguan pertumbuhan otak dan koma (Cahyadi, 2004).

Minuman teh kemasan telah terstandarisasi oleh Badan Standar Nasional Indonesia pada tahun 1992 dengan nomor SNl 01-3143:1992 yang menyebutkan bahwa batas maksimal kandungan logam berat timbal sebesar 0,2 mg/kg (SNI,1992).

Kandungan timbal dalam minuman teh kemasan dimungkinkan berasal dari proses pembuatan, bahan baku, serta bahan pengemas minuman tersebut.

Pada saat mengolah bahan pembuat minuman teh kemasan, timbal yang digunakan untuk menyambung mesin produksi kemungkinan terdistribusi ke seluruh bahan dan akan menjadi zat kontaminan dalam minuman teh. Bahan baku minuman teh yaitu daun teh yang telah melalui proses hingga menjadi teh kering, berdasarkan penelitian dari Azis, dkk (2012) menyatakan bahwa logam timbal terdapat dalam daun teh dimana tanaman teh yang tumbuh di pinggir jalan raya yang banyak dilalui oleh kendaraan bermotor. Hal ini dapat menyebabkan logam berat yang berasal dari asap kendaraan bermotor dapat menempel pada tanaman teh tersebut misalnya logam timbal, logam tersebut merupakan mineral non esensial yang tidak dibutuhkan oleh tubuh dan dapat menimbulkan efek toksik.

Tanaman teh juga diberikan pupuk berupa pupuk organik maupun pupuk anorganik. Pupuk organik yang biasa diberikan berupa kotoran sapi, dedaunan dan

(16)

sampah domestik lainnya yang kemudian diolah menjadi kompos. Pupuk sintetik yang biasa diberikan adalah Urea, TSP, ZA, dan lain-lain. Selain itu pemberian pestisida maupun insektisida juga dilakukan agar tanaman terhindar dari hama dan penyakit.

Kontaminasi logam timbal dalam gula pasir dapat disebabkan dari air yang digunakan dan penambahan larutan pada proses penjernihan yang telah diteliti oleh Dewi, dkk (2013) menyatakan bahwa gula terkontaminasi Pb sebesar 0,3 ppm. Bahan baku lainnya adalah air minum dimana timbal (Pb) biasa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Salah satu aplikasinya adalah penggunaan Pb pada pipa pengaliran air minum dan solder penyambungan pipa tersebut. Hal ini menyebabkan kemungkinan kontaminasi Pb pada air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dapat terjadi. Pernyataan tersebut terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Febriwani, dkk (2019). Hasil penelitian lainnya juga oleh Bali (2012) menunjukkan bahwa air baku dan air minum isi ulang mengandung logam berat yang sangat tinggi untuk logam Pb berkisar antara 0,11- 0,55 ppm untuk air baku dan 0,11-1,87 ppm untuk air minum isi ulang. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah dan Utami (2012) menyatakan kontaminasi Pb terhadap sumber air minum lainnya juga ditemukan pada air sumur bor yang lokasinya sering dilewati kendaraan bermotor dimana cemaran Pb berasal dari zat aditif pada bahan bakar kendaraan bermotor yang keluar dari asap knalpot kendaraan. Sehingga logam timbal yang berada dalam daun teh, gula dan air minum akan tercemar ke seluruh bahan yang ada.

Senyawa-senyawa logam seperti timbal ditambahkan dalam polimer PVC sebagai suspensi pada polimer agar plastik PVC bersifat keras dan kuat. Sehingga

(17)

logam Pb dalam kemasan plastik berfilm (PVC) dapat mengakibatkan migrasinya logam timbal dari kemasan ke dalam minuman teh (Afifah, dkk., 2014).

Spektrofotometri Serapan Atom merupakan metode yang digunakan untuk menentukan kadar logam dalam suatu sampel. Metode ini dipilih karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, waktu pengerjaan yang cepat, alatnya yang sensitif, dan sangat spesifik untuk unsur yang akan dianalisis (Haris dan Gunawan, 1992).

Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakuakan percobaan penentuan kandungan timbal (Pb) dalam sampel minuman teh kemasan yang dijual dipasaran dengan menggunakan alat spektrofotometer serapan atom (SSA).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang menjadi inti penelitian ini adalah :

a. Apakah teh kemasan telah tercemar logam Pb?

b. Apakah kadar logam Pb dalam teh kemasan masih berada pada batas aman atau melebihi batas aman yang telah ditetapkan pada SNI 01-3143:1992?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan kepada rumusan masalah penelitian maka hipotesis dari penelitian ini adalah :

a. Minuman teh kemasan yang dijual dipasaran telah tercemar logam Timbal (Pb)

(18)

b. Kadar logam Pb dalam teh kemasan masih berada pada batas aman yang telah ditetapkan pada SNI 01-3143:1992.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui ada atau tidaknya cemaran logam Pb dalam teh kemasan b. Untuk mengetahui kelayakan minuman teh berdasarkan SNI tentang

kandungan logam berat timbal (Pb)

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat sebagai salah satu upaya untuk mengetahui kadar logam berat timbal (Pb) tersebut masih sesuai dengan ambang batas logam Timbal (Pb) dalam teh menurut SNI.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir dari penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1 dibawah ini :

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian Pengambilan

sampel minuman teh kemasan

Penghitungan kadar logam timbal dalam

sampel

Penetapan kadar Pb (timbal) dalam

sampel

Analisis kuantitatif (pembutan kurva

kalibrasi) Proses destruksi

sampel

Pembuatan larutan sampel

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minuman Teh

Minuman teh dalam kemasan adalah minuman yang diperoleh dari seduhan teh (Thea sinensis L.) dalam air minuman dengan penambahan gula, dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan dan dikemas secara hermatis (SNI, 1992).

Perkebunan teh merupakan salah satu bentuk perkebunan yang sudah lama dibudidayakan di Indonesia. Teh adalah bahan minuman penyegar yang sudah lama dikenal dan sudah membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Beberapa kandungan senyawa kimia dalam teh dapat memberi kesan warna, rasa dan aroma yang memuaskan peminumnya. Sehingga sampai saat ini, teh adalah salah satu minuman penyegar yang banyak diminati (Anjarsari, 2016).

2.1.1 Bahan Baku Pembuatan Minuman Teh 2.1.1.1 Teh

Berdasarkan proses pengolahannya, jenis teh dapat dibedakan menjadi teh tanpa fermentasi (teh putih dan teh hijau), teh semi fermentasi (teh oolong), serta teh fermentasi (teh hijau). Semua jenis teh dihasilakan dari bahan baku yang sama yaitu tanaman teh (Camelia sinensis) (Rohdiani, 2015)

Teh kering dalam kemasan adalah produk teh kering (Camelia sinensis L) tunggal atau campuran dari: teh hitam, teh hijau, teh oolong, teh putih dan atau teh beraroma lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan atau bahan tambahan pangan yang diijinkan sesuai ketentuan yang berlaku dan dikemas serta siap diseduh (SNI, 2013).

(20)

2.1.1.2 Gula

Gula merupakan disakarida yang menjadi sumber energi dan banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan warna fisik makanan (karamelisasi) atau minuman. Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit, atau aren. Proses pembuatan gula pasir dari batang tebu melalui beberapa proses, diantaranya adalah penggilingan tebu (pemerahan nira), penguapan, kristalisasi, pemurnian, dan dekolorisasi (Dewi, dkk., 2013).

2.1.1.3 Air

Air merupakan kebutuhan dasar dan sangatlah penting bagi manusia, karena manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa air, terutama sebagai air minum.

Air bersih didefinisikan sebagai air yang memenuhi persyaratan kesehatan, baik itu untuk minum, mandi, cuci dan lain sebagainya. Air yang bersih sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia. Air dikatakan Bersih bila : 1. Terlihat jernih 2. Tidak berbau 3. Tidak mempunyai rasa (Sutandi, 2012).

Pemeriksaan mutu produk air dilakukan agar air yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan kualitas air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010, yaitu meliputi parameter fisik, kimiawi, bakteriologis dan radioaktif. Sesuai parameter kimiawi, air minum tidak boleh mengandung zat-zat anorganik dan organik melebihi standar yang ditetapkan serta memiliki pH antara 6,5-8,5. Zat anorganik terdiri dari arsen (As), kadmium (Cd), nitrit (NO2-), nitrat (NO3-), mangan (Mn), tembaga (Cu), timbal (Pb), dan berbagai macam logam lainnya. Sedangkan zat organik dapat berupa deterjen, chlorinated alkanes, chlorinated ethenes, aromatic hydrocarbons, dan berbagai macam zat organik lainnya (Febriwani, dkk., 2017).

(21)

2.1.2 Kemasan Minuman Teh

Kemasan diartikan secara umum adalah bagian terluar yang membungkus suatu produk dengan tujuan untuk melindungi produk dari cuaca, guncangan dan benturan-benturan, terhadap benda lain (Sucipta, dkk., 2017).

Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi untuk menyiapkan barang menjadi siap untuk ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual, dan dipakai. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi produk yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan,getaran). Di samping itu pengemasan berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentuk-bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Dari segi promosi wadah atau pembungkus berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Karena itu bentuk, warna dan dekorasi dari kemasan perlu diperhatikan dalam perencanaannya (Sucipta, dkk., 2017).

Penggunaan plastik dalam pengemasan sebenarnya sangat terbatas tergantung dari jenis makanannya. Kelemahan plastik adalah tidak tahan panas, tidak hermetis (plastik masih bisa ditembus udara melalui pori-pori plastik), dan mudah terjadi pengembunan uap air didalam kemasan ketika suhu turun. Pada saat ini kemasan yang paling banyak digunakan adalah kemasan plastik. Tetapi kemasan plastik ini juga mempunyai kelemahan antara lain tidak tahan panas, dapat mencemari produk akibat migrasi komponen monomer pada pangan dan menimbulkan bahaya pada kesehatan, bahan kemasan pangan plastik juga bermasalah pada lingkungan karena merupakan bahan tidak dapat dihancurkan

(22)

dengan cepat dan alami (non biodegradable), sehingga dapat mencemari lingkungan dan dapat memenuhi tempat pembuangan (Sucipta, dkk., 2017).

Kemasan plastik berfilm PVC yang dapat mengakibatkan migrasi dari kemasan menuju produk adalah mengandung logam berat dengan kadar maksimal logam timbal (Pb) adalah 100 ppm (SNI, 2004). Dalam plastik berfilm PVC terdapat senyawa- senyawa logam seperti timbal ditambahkan dalam polimer PVC sebagai suspensi pada polimer agar plastik PVC bersifat keras dan kuat sehingga dapat mengakibatkan adanya migrasi atom timbal (Pb) selama digunakan sebagai media pengemas (Afifah, dkk., 2014).

2.2 Logam Berat

Logam berat merupakan bahan kimia golongan logam yang sama sekali tidak dibutuhkan oleh tubuh, di mana jika masuk ke dalam tubuh organisme hidup dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan efek negatif terhadap fungsi fisiologis tubuh. Logam berat yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah kecil akan berakumulasi di dalam tubuh, sehingga pada suatu saat juga dapat menimbulkan efek negatif dan gangguan kesehatan (Naria, 2005).

Minuman kemasan merupakan minuman yang mendominasi pasaran saat ini, konsumen memilih produk minuman atau makanan yang praktris, selain praktis mudah dijumpai di pasaran juga harganya relatif terjangkau. Banyaknya penggunaan kemasan pada produk makanan dan minuman menjadi kekhawatiran, hal ini ditakutkan adanya pencemaran logam berat terhadap makanan atau minuman di didalamnya yang diakibatkan oleh faktor-faktor yang dapat mengakibatkan migrasinya logam berat dalam kemasan terhadap makanan.

Lepasnya logam seperti timbal kedalam makanan dapat terjadi akibat dari masa

(23)

penyimpanan karena semakin lama penyimpanan biasanya semakin lama kontak makanan didalam kemasan dengan kemasan itu sendiri. Kerusakan kemasan minuman dapat menyebabkan efek yang berbahaya seperti keracunan, salah satu kerusakan yang dapat dilihat yaitu, kerusakan fisik pada umumnya tidak membahayakan konsumen secara langsung, misalnya terjadinya kerusakan karena benturan yang keras. Selanjutnya kerusakan kimia berupa kerusakan yang terjadi karena reaksi kimia yang berlangsung di dalam bahan makanan (Perdana, 2019).

Logam berat masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui mulut, yaitu makanan yang terkontaminasi oleh alat masak, wadah (minum/makan kaleng) dan juga melalui pernapasan seperti asap dari pabrik, proses industri, dan buangan limbah. Kontaminasi makanan juga dapat terjadi dari tanaman pangan (bidang pertanian) yang diberi pupuk dan pestisida yang mengandung logam (Darmono, 1995)

Logam berat dapat memasuki tubuh dan mengakibatkan kerusakan pada berbagai jaringan tubuh melalui beberapa cara. Mekanisme pertama adalah berikatan dengan gugus sulfhidril, sehingga fungsi enzim pada jaringan tubuh akan terganggu kerjanya. Mekanisme yang kedua adalah berikatan dengan enzim pada siklus Krebs, sehingga proses oksidasi fosforilasi tidak terjadi. Mekanisme yang ketiga adalah dengan efek langsung pada jaringan yang terkena yang menyebabkan kematian (nekrosis) pada lambung dan saluran pencernaan, kerusakan pembuluh darah, perubahan degenerasi pada hati dan ginjal. Tubuh dapat menyerap logam berat melalui permukaan kulit dan mukosa, saluran pencernaan dan saluran nafas (Charlena, 2004).

(24)

2.2.1 Logam Timbal (Pb)

Timbal atau timah hitam atau Plumbum (Pb) adalah salah satu bahan pencemar utama saat ini di lingkungan. Hal ini bisa terjadi karena sumber utama pencemaran timbal adalah dari emisi gas buang kendaraan bermotor. Selain itu timbal juga terdapat dalam limbah cair industri yang pada proses produksinya menggunakan timbal. Timbal digunakan sebagai aditif pada bahan bakar, khususnya bensin di mana bahan ini dapat memperbaiki mutu bakar (Naria, 2005).

Timbal (Pb) adalah bahan yang biasanya digunakan sebagai zat penghambat korosif pada pipa besi. Pb mudah terlepas dari saluran pipa disebabkan beberapa faktor seperti faktor lingkungan, jenis dan ketebalan pipa, umur atau lamanya pipa, tekanan, dan proses korosifikasi. Hal ini memungkinkan Pb akan bercampur dengan air yang mengalir di sepanjang pipa instalasi air khususnya dalam pipa air rumah tangga dan dapat berdampak buruk bagi Kesehatan (Artati, 2018)

Timbal merupakan logam berat yang sangat beracun, dapat dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh sistem biologis.

Sumber utama timbal adalah makanan dan minuman. Komponen ini beracun terhadap seluruh aspek kehidupan. Timbal menunjukkan beracun pada sistem saraf, hemetologik, hemetotosik dan mempengaruhi kerja ginjal (Widaningrum, dkk., 2007).

Di dalam tubuh manusia timbal masuk melalui saluran pernafasan atau saluran pencernaan menuju sistem peredaran darah kemudian menyebar ke berbagai jaringan lain seperti ginjal, hati, otak, saraf dan tulang. Keracunan timbal pada orang dewasa ditandai dengan gejala 3 P yaitu pallor (pucat), pain (sakit), dan paralysis (kelumpuhan) (Charlena, 2004).

(25)

Keracunan yang terjadi bisa bersifat kronik dan akut. Pada keracunan kronik, mula-mula logam berat tidak menyebabkan gangguan kesehatan yang tampak, tetapi makin lama efek toksik makin menumpuk hingga akhirnya terjadi gejala keracunan. Keracunan timbal kronik ditandai dengan depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu, dan sulit tidur. Sedangkan keracunan akut terjadi jika timbal masuk ke dalam tubuh seseorang lewat makanan atau menghirup uap timbal dalam waktu yang relatif pendek dengan dosis atau kadar yang relatif tinggi. Gejala yang timbul berupa mual, muntah, sakit perut hebat,kelainan fungsi otak, anemia berat, kerusakan ginjal, bahkan kematian dapat terjadi dalam waktu 1-2 hari (Charlena, 2004).

2.2.2 Batas Maksimum Konsentrasi Timbal (Pb)

Maksimum cemaran logam berat yang diizinkan atau direkomendasikan dapat diterima dalam pangan (SNI, 2009). Syarat yang telah di tentukan SNI untuk minuman teh dalam kemasan yang layak untuk dikonsumsi, cemaran logam Pb maksimal sebesar 0,2 mg/kg (SNI, 1992)

2.2.3 Cemaran Logam Timbal

Bahan yang keberadaannya dalam pangan tidak dikehendaki dan mungkin ada sebagai akibat dari berbagai tahapan sejak dari bahan baku, proses produksi, pengemasan, transportasi atau dari kontaminasi lingkungan (SNI, 2009).

Pangan tercemar merupakan pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia; pangan seharusnya tidak mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan (SNI, 2009).

(26)

2.2.3.1 Cemaran Logam Timbal pada Teh

Tanaman teh diberikan pupuk berupa pupuk organik maupun pupuk anorganik. Pupuk organik yang biasa diberikan berupa kotoran sapi, dedaunan dan sampah domestik lainnya yang kemudian diolah menjadi kompos. Pupuk sintetik yang biasa diberikan adalah Urea, TSP, ZA, dan lain-lain. Selain itu pemberian pestisida maupun insektisida juga dilakukan agar tanaman terhindar dari hama dan penyaki (Azis, dkk., 2012).

Usaha-usaha peningkatan hasil produksi di atas ternyata dapat memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Pupuk- pupuk tersebut merupakan sumber pencemaran logam berat bagi tanaman teh. Menurut Charlena (2004), kandungan Pb pada pupuk kompos adalah 1,3-2240 µg/kg. Sumber lain dari pencemaran logam berat bagi tanaman teh adalah kondisi tanah, asap kendaraan bermotor dan curah hujan di sekitar perkebunan teh. Tanah mengandung unsur-unsur mikro seperti timbal (Pb), tembaga (Cu), cadmium (Cd), dan lain-lain. Menurut Charlena (2004), kandung-an rata-rata Pb secara alamiah di tanah adalah 10 µg/g. Asap kendaraan bermotor di sekitar perkebunan teh dapat mencemari udara di sekitarnya. Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan terbawanya unsur-unsur mikro dalam tanah dari tempat yang tinggi ketempat yang lebih rendah. Tanaman teh dapat mengakumulasikan logam berat dalam daunnya. Kontaminasi logam Pb sangat berbahaya bagi kesehatan. Batas maksimum timbal (Pb) dalam teh yang di izinkan oleh Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan Depertemen Kesehatan Republik Indonesia adalah 2 bpj (bagian perjuta) (Azis, dkk., 2012).

Dampak pencemaran logam tidak secara langsung dirasakan, tetapi dampak dari pencemaran logam tersebut baru akan terlihat setelah beberapa tahun ke depan. Konsentrasi logam yang melewati ambang batas akan bersifat toksik

(27)

bagi lingkungan, dan bila logam tersebut berada pada organ tanaman yang dapat digunakan oleh masyarakat dan dikonsumsi sehari-hari maka akan berbahaya bagi kesehatan tubuh dengan kata lain bersifat toksis. Kadar timbal yang tinggi pada tubuh manusia dapat menimbulkan penyakit seperti anemia, encefalopati (kerusakan pada otak) dan gastroenteritis (gangguan saluran pencernaan) (Azis, dkk., 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Azis, dkk., (2012) terhadap daun tanaman teh (Camellia sinensis O.K) bagian atas bukit mengandung timbal dengan konsentrasi 3,4 µg/kg sedangkan pada bagian bawah bukit sebesar 5,7 µg/kg.

Dengan demikian kadar Pb pada daun teh di perkebunan Malino melebihi ambang batas yang telah ditentukan. Tanah perkebunan bagian atas bukit mengandung Pb dengan konsentrasi 8,4 µg/kg sedangkan bagian bawah bukit mengandung Pb dengan konsentrasi 7,5 µg/kg. Dengan demikian kadar Pb pada tanah perkebunan teh Malino berada dalam konsentrasi yang normal (Azis, dkk., 2012).

2.2.3.2 Cemaran Logam Timbal pada Gula

Kontaminasi logam timbal dalam gula pasir dapat disebabkan dari air yang digunakan dan penambahan larutan pada proses penjernihan. Maksimal logam timbal (Pb) didalam tubuh 10 µg/L. Menurut SNI, maksimal logam timbal dalam makanan adalah 2 ppm (Dewi, dkk., 2013).

2.2.3.3 Cemaran Logam Timbal pada Air

Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas atau mutu air yang dapat mengakibatkan kontaminasi mikroba atau kontaminasi kimia pada air. Bahan pembuatan dan pemasangan pipa serta pelapisan pipa pun dapat meningkatkan konsentrasi logam berat, misalnya timbal. Penelitian sebelumnya telah banyak yang membuktikan bahwa air dari saluran pipa yang berbahan besi mengandung

(28)

timbal. Bangsa Romawi pertama kali menggunakan timbal untuk membuat pipa air, beberapa di antaranya masih digunakan sampai sekarang. Penggunaan timbal lainnya juga pada pelapis kabel, pelekat pada pipa dan solder terutama pada produk yang harus tahan karat. Sebagai contoh, pipa timbal digunakan untuk pipa- pipa yang akan mengalirkan bahan kimia yang korosif, melapisi saluran tempat cucian yang sering mengalami kontak dengan bahan-bahan korosif. Timbal juga digunakan sebagai pelapis kabel listrik yang akan digunakan di dalam tanah atau di bawah permukaan air (Artati, 2018).

Timbal sebagai zat aditif untuk bahan bakar kendaraan bermotor, juga digunakan sebagai pelapis pada pipa polyvinyl chloride (PVC) Pipa PVC dapat digunakan sebagai pipa air minum termasuk pada pipa yang terdapat pada mesin pengolahan DAM. Pipa PVC digunakan secara luas oleh masyarakat karena memiliki harga yang murah, dapat diaplikasikan secara luas, dan tahan lama (40- 50 tahun pemakaian). Senyawa Pb dalam PVC digunakan sebagai heat stabilizers.

Pipa PVC terdiri dari berbagai macam tipe, yaitu tipe AW, tipe D dan tipe C. Tipe AW merupakan pipa yang paling tebal. Pipa ini dirancang mampu menahan tekanan sampai 10 kg/cm2 . Sehingga biasanya digunakan untuk instalasi pipa air yang memiliki tekanan (menggunakan pompa) seperti yang digunakan di DAM.

Tipe D hanya mampu menahan tekanan sampai 5 kg/cm2 . Sedangkan pipa tipe C merupakan pipa yang paling tipis. Tekanan air pada pipa PVC yang tinggi dapat menyebabkan tingginya ekstraksi (pelepasan) dari Pb itu sendiri. Sehingga pipa tipe AW memiliki kemungkinan mengekstraksikan Pb lebih besar daripada pipa PVC tipe D dan C (Febriwani, dkk., 2017).

Ekstraksi Pb dari pipa dapat juga terjadi karena pengaliran air dalam pipa tersebut. Semakin lama pemakaian dari pipa PVC tersebut maka ekstraksi dari Pb

(29)

tersebut juga semakin menurun karena kandungan Pb yang terdapat dalam pipa tersebut sudah berkurang seiring dengan pemakaian (Febriwani, dkk., 2017).

Penelitian yang dilakukan Febriwani (2017) memperlihatkan seluruh sampel air minum yang digunakan di Kecamatan Padang Timur memiliki kadar Pb kecil dari atau sama dengan nilai ambang batas (NAB) yaitu ≤ 0,01 mg/L. Hal ini menggambarkan seluruh air minum di Kecamatan Padang Timur bebas dari bahaya logam Pb. Penelitian yang pernah dilakukan di luar Kota Padang salah satunya adalah di Pekanbaru oleh Bali (2012). Hasil penelitian tersebut didapatkan kadar Pb telah melebihi ambang batas yakni berkisar antara 0,11-0,55 mg/L untuk air baku dan 0,11-1,87 mg/L untuk air minum isi ulang. Perbedaan ini disebabkan karena Kecamatan Padang Timur tidak memiliki pabrik dengan limbah Pb, terutama yang menggunakan sumur bor dengan berbagai macam kandungan mineral akibat pengendapan di dalam tanah memiliki kemungkinan kecil terkontaminasi oleh Pb. Sumber air minum terbanyak pada DAM di Kecamatan Padang Timur ini berasal dari Gunung Talang Kabupaten Solok yang berkemungkinan besar bebas dari Pb karena sumber air minum yang berasal dari pegunungan memiliki kualitas yang terjamin dan terlindungi dari cemaran kimia dan mikrobiologi yang bersifat merusak/mengganggu kesehatan. Lain halnya dengan Kota Pekanbaru yang memiliki pabrik dengan limbah Pb yaitu pabrik cat yang bermungkinan menyebabkan kontaminasi air baku terhadap Pb. Tingginya kadar Pb pada air minum isi ulang kemungkinan dikarenakan pada proses pengolahan air baku terkait penyaringan yang digunakan dan sumber air baku yang telah tinggi juga sebelumnya (Febriwani, dkk., 2017).

(30)

2.2.3.4 Cemaran Logam Timbal pada Minuman

Minuman merupakan kebutuhan pokok manusia yang diperlukan untuk melangsungkan hidup manusia. Seiring berkembangnya teknologi dibidang industry, telah menghasilkan berbagai macam barang yang dapat dikonsumsi.

Produksi minuman cepat saji dan tahan lama sudah dapat dihasilkan dengan mudah dengan menggunakan bahan dasar dan bahan aditif tanpa memperhatikan kualitas dan dampak kesehatan bagi manusia (Amin, 2015).

Penelitian yang berjudul penentuan kadar logam timbal (Pb) dalam minuman ringan berkarbonasi menggunakan destruksi basah secara spektrofotometri serapan atom yang dilakukan oleh Amin (2015) menyatakan rata-rata kadar logam timbal pada minuman ringan berkarbonasi pada kemasan botol plastik yaitu 21,0482 mg/Kg, botol kaca sebesar 26,7206 mg/Kg, dan kemasan kaleng sebesar 26,8232 mg/Kg. Berdasarkan data hasil penelitian dapat diketahui bahwa sampel yang telah diteliti melebihi ambang batas yang telah ditentukan oleh Badan Standar Nasional Indonesia (SNI) pada tahun 2009 dengan nomor SNI.7387:2009 yang menyebutkan bahwa batas maksimal kandungan logam timbal sebesar 0,2 mg/Kg.

2.2.4 Toksisitas Timbal

Kegiatan manusia seperti pertambangan, manufaktur dan pembakaran bahan bakar fosil telah mengakibatkan akumulasi timbal dan senyawanya di lingkungan, termasuk udara, air dan tanah. Timbal digunakan untuk produksi bakteri, kosmetik, produk logam seperti amunisi, solder dan pipa, dan lain-lain (Martin dan Griswold, 2009).

Menurut Palar (1973) berdasarkan sifat toksik dari Pb memberikan efek klinis, seperti:

(31)

1. Pada saluran cerna terjadi kolik usus disertai konstipasi berat pada sistem hematopoitik menghambat aktivitas enzim aminolevulenat dehydratase (ALAD) dalam eritroblas sumsum tulang dan eritrosit, sehingga memperpendek umur sel darah merah.

2. Efek pada sistem syaraf (organ yang paling sensitive), keracunan Pb dapat mengakibatkan epilepsi, halusinasi, dilerium, dan kerusakan otak besar.

3. Pada ginjal dan urinaria terjadinya kerusakan ginjal oleh adanya gagal ginjal.

4. Pada sistem reproduksi terjadi penurunan kemampunan reproduksi.

5. Pada jantung pada anak-anak ditemukan ketidaknormalan fungsi jantung.

6. Pada sistem indokrin .mengakibatkan kekurangan iodium.

Timbal sangat beracun dan karenanya penggunaannya dalam berbagai produk, seperti cat, bensin, dan lain-lain, telah sangat berkurang saat ini. Sumber utama paparan timbal adalah cat memimpin berbasis, bensin, kosmetik, mainan, debu rumah tangga, tanah yang terkontaminasi, emisi industri (Gerhardsson dkk., 2002). Keracunan timbal yang disebabkan oleh pekerjaan dapat terjadi dalam industri baterai, cat, percetakan, pembuatan tembikar, dan proses peleburan timbal (Adhani dan Husaini, 2017).

Paparan timbal dapat terjadi selama proses pembuatan tangka, pemasangan pipa, dan peralatan lain yang membawa gas dan cairan yang bersifat korosif superkonduktor, teknologi serat optic, selama magnetic resonance imaging (MRI) obat-obat nuclear. Tanpa disadari, timbal dapat mengontaminasi tubuh melalui udara tercemar, timbal yang terhirup, berkontak dengan kulit, makanan dan minuman yang tercemar, serta benda-benda mengandung timbal yang tertelan (Kadirvelu, dkk., 2001).

(32)

Efek keracunan timbal secara akut dan subakut sangat khas, berkaitan dengan paparan dosis yang relative tinggi, waktu paparan yang relative singkat, baik dalam hitungans hari atau bulan. Efek keracunan timbal secara akut juga dapat terjadi secara dramatis, kematian yang tiba-tiba, kram perut yang parah, anemia, perubahan perilaku, dan kehilangan nafsu makan. Pada kejadian keracunan timbal, tidak semua efek yang telah dipaparkan muncul secara lengkap, tetapi hanya Sebagian efek saja yang teramati dengan jelas (Markowitz, 2000).

Efek keracunan timbal kronis terjadi sebagai akibat paparan timbal yang terakumulasi pada kurun waktu bulanan hingga tahunan. Efek keracunan timbal kronis biasanya menimbulkan gejala yang tidak spesifik pada hamper semua sistem tubuh. Efek negatif keracunan timbal kronis pada manusia terdiri atas penurunan libido dan kesuburan (jantan dan betina), keguguran dan kelahiran premature, masalah kecerdasan, hipertensi, penyakit kardiovaskuler, lebih agresif, serta gangguan fungsi ginjal (Adhani dan Husaini, 2017).

Keracunan timbal dianggap penyakit klasik dan tanda-tanda yang terlihat pada anak-anak dan orang dewasa terutama yang berkaitan dengan sistem saraf pusat dan saluran percernaan (Markowitz, 2000). Keracunan timbal juga dapat terjadi dari air minum. Pipa yang membawa air dapat terbuat dari timah dan senyawanya yang dapat mencemari air (Brochin dkk., 2008). Menurut Badan Perlindungan Lingkungan (EPA), timbal dianggap karsinogen. Timbal memiliki efek besar pada bagian tubuh yang berbeda. Distribusi memimpin dalam tubuh awalnya tergantung pada aliran darah ke berbagai jaringan dan hamper 95% dari timah diendapkan dalam bentuk fosfat tidak larut dalam tulang skeletal (Papanikolaou, dkk., 2005).

(33)

Toksisitas timbal, juga disebut keracunan timbal, dapat berupa akut atau kronis. Akut dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, sakit kepala, hipertensi, nyeri perut, gangguan fungsi ginjal, kelelehan, sulit tidur, arthritis, halusinasi dan vertigo. Akut terutama terjadi di tempat kerja dan di industry manufaktur yang menggunakan timbal. Paparan kronis timbal dapat menyebabkan keterbelakangan mental, cacat lahir, psikosis, autisme, alergi, disleksia, penurunan berat badan, hiperaktif, kelumpuhan, kelemahan otot, kerusakan otak, kerusakan ginjal dan bahkan dapat menyebabkan kematian (Martin dan Griswold, 2009).

Meskipun keracunan timbal dapat dicegah masih tetap menjadi penyakit yang berbahaya yang dapat mempengaruhi sebagai besar organ tubuh. Membran plasma bergerak ke dalam ruang interstitial otak ketika sawar darah otak terkena peningkatan kadar konsentrasi timbal, mengakibatkan edema kondisi yang disebut (Toe, dkk., 1997).

Ini mengganggu sistem utusan kedua intraseluler dan mengubah fungsi sistem saraf pusat, yang perlindungan sangat penting. Sumber lingkungan dan domestic ion timbal merupakan penyebab utama dari penyakit ini tetapi dengan Tindakan pencegahan yang tepat adalah mungkin untuk mengurangi risikoyang terkait dengan toksisitas timbal (Brochin, dkk., 2008).

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Prinsip dasar spektrofotometer serapan atom (AAS) yakni atom-atom suatu logam dalam suatu nyala dan serapannya pada suatu pita radiasi sempit yang dihasilkan oleh suatu lampu katoda rongga. Lampu katoda rongga dilapisi dengan logam tertentu yang sedang ditentukan (Watson, 2005).

(34)

Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode analisis untuk menentukan konsentrasi suatu unsur dalam suatu cuplikan yang didasarkan pada proses penyerapan radiasi sumber oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar. Proses penyerapan energi terjadi pada panjang gelombang yang spesifik dan karakteristik untuk tiap unsur. Proses penyerapan tersebut menyebabkan atom penyerap tereksitasi, dimana elektron dari kulit atom meloncat ke tingkat energi yang lebih tinggi. Banyaknya intensitas radiasi yang diserap sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat energi dasar yang menyerap energi radiasi tersebut. Dengan mengukur tingkat absorbansi atau radiasi yang diteruskan (transmitansi), maka konsentrasi unsur di dalam cuplikan dapat ditentukan (Alvian, 2007).

Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom 1. Sumber sinar (lampu katoda)

Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu.

Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu : Lampu Katoda Monologam digunakan untuk mengukur 1 unsur dan Lampu Katoda Multilogam digunakan untuk pengukuran beberapa logam sekaligus (Nindita, 2011).

Lampu Katode

Berongga Hasil yang

terbaca Sinar

Sampel Teratomisasi

Monokromator

Detektor Sinar

Pengeras suara

(35)

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah. (Rohman, 2016).

Salah satu kelemahan penggunaan lampu katoda berongga adalah satu lampu digunakan untuk satu unsur, akan tetapi saat ini telah banyak dijumpai suatu lampu katoda berongga kombinasi; yakni satu lampu dilapisi dengan beberapa unsur sehingga dapat digunakan untuk analisis beberapa unsur sekaligus (Rohman, 2016).

2. Monokromator

Berfungsi mengisolasi salah satu garis resonansi atau radiasi dari sekian banyak spektrum yang dihasilkan oleh lampu pijar katoda berongga atau untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran (Nindita, 2011).

3. Metode atomisasi sampel

Pada analisis dengan SSA, sampel yang akan di analisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asam. Metode yang digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom yaitu dengan metode nyala dan tanpa nyala atau tungku grafit (Gandjar dan Rohman, 2017).

4. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan angka atau berupa kurva dari suatu rekorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Rohman, 2016).

(36)

5. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton. Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu: (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu; dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi (Rohman, 2016).

Detektor berfungsi untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan dan telah diubah menjadi energi listrik oleh fotomultiplier. Hasil pengukuran detektor dilakukan penguatan dan dicatat oleh alat pencatat yang berupa printer dan pengamat angka (Nindita, 2011).

2.3.1Destruksi Kimia

Destruksi merupakan suatu perlakuan untuk melarutkan atau mengubah sampel menjadi bentuk materi yang dapat diukur sehingga kandungan unsur-unsur didalamnya dapat dianalisis. Pada dasarnya ada dua jenis pendestruksian yang biasa dilakukan yaitu destruksi basah dengan menggunakan pereaksi asam untuk mendekomposisi sampel dan destruksi kering dengan menggunakan pemanasan atau penghancuran dengan menggunakan suhu yang sangat tinggi. Suatu proses destruksi pelarut-pelarut yang dapat digunakan antara lain asam nitrat, asam sulfat, asam perklorat dan asam klorida. Kesemua pelarut tersebut dapat digunakan baik itu tunggal maupun campuran (Rusnawati, dkk., 2018).

2.3.2 Validasi Metode

Validasi metode adalah investigasi apakah suatu tujuan analisis telah dicapai, yang tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh hasil analisis dengan tingkat ketidakpastian yang diterima. Validasi metode dilakukan untuk menjamin

(37)

bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran alat yang dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2017).

2.3.2.1 Kecermatan (Akurasi)

Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. Untuk mendokumentasikan akurasi, International Conference of Harmonisation (ICH) merekomendasikan pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misal 3 konsentrasi dengan 3 kali replikasi) (Rohman, 2016).

Metode akurasi dapat menghasilkan nilai rata-rata (mean) yang sangat dekat dengan nilai sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan). Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004).

2.3.2.2 Ketepatan (Presisi)

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik. Sesuai dengan ICH, presisi harus dilakukan dengan memakai 3 tingkatan berbeda yaitu: keterulangan, presisi antara dan ketertiruan (Rohman, 2016).

(38)

2.3.2.3 Spesifitasi

Spesifitas adalah kemampuan untuk mengukur analit secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen-komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradasi, dan komponen matriks (Rohman, 2016).

2.3.2.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi tetapi tidak dikuantitasi pada kondisi percobaan yang dilakukan. Batas deteksi dinyatakan dalam konsentrasi analit (persen, bagian per juta) dalam sampel (Harmita, 2004).

Batas kuantitasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi. Batas ini dinyatakan dalam konsentrasi analit (persen, bagian per juta) dalam sampel (Harmita, 2004).

2.3.2.5 Liniearitas dan Kisaran

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara absorbansi (Y) dengan konsentrasi (X) (Rohman, 2016).

Kisaran suatu metode didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analisis menunjukkan akurasi, presisi, dan linieritas yang mencukupi. Kisaran-kisaran konsentrasi yang diuji tergantung pada jenis metode dan kegunaannya (Rohman, 2016).

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk menganalisis timbal metode spektrofotometri serapan atom dengan destruksi basah untuk menentukan kadar logam timbal (Pb) dalam minuman teh kemasan. Tahapan penelitian meliputi preparasi sampel menggunakan destruksi basah, pembuatan larutan seri standar Pb, Pengukuran larutan sampel dengan spektrofotometer serapan atom, dan validasi metode. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Medan.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer serapan atom (Varian AA240FS) (lampiran 1) dengan lampu katoda timbal (Pb) dan gas udara asetilen, lemari asam (Fronti) (lampiran 1), alat pemanas listrik (Tori) (lampiran 1), neraca analitik, kertas label, bola karet, spatula, labu ukur 100 ml, corong, pipet volume, gelas ukur, pipet tetes, gelas beker, Erlenmeyer, botol kaca, dan kertas saring Whatmann no. 42.

3.2 Bahan-bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu, minuman teh kemasan sebanyak 3 jenis merek berbeda dapat dilihat pada lampiran 2.

(40)

3.2.2 Pereaksi

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah akubides, larutan standar timbal nitrat 1000 mcg/ml, dan asam nitrat pekat.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling (pengambilan sesaat) dari sebuat minimarket dan teh ini yang paling sering dikonsumsi oleh remaja hingga dewasa. Sampel yang diambil antara lain: Teh Botol Sosro, Teh Pucuk Harum, dan Ichi Ocha.

3.3.2 Preparasi dan Destruksi Sampel

Sampel diambil sebanyak 100 ml lalu ditambahkan 10 ml HNO3 pekat.

Larutan dipananaskan di lemari asam hingga volume 30 ml sampai dengan 40 ml.

Bila destruksi belum sempurna (belum jernih dan belum berwarna kuning lemah), maka tambahkan lagi 10 ml HNO3 pekat dan dipanaskan kembali. Sampel didinginkan (suhu ruangan) di lemari asam. Setelah larutan tersebut berada pada suhu ruangan lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan aquabides sampai tanda batas hingga Volum total 100 mL dan dihomogenkan.

Sampel disaring menggunakan kertas saring Whatman 42 dan filtrat pertama sebanyak 2 ml dibuang untuk menjenuhkan kertas saring, filtrat berikutnya ditampung ke dalam botol. Masing-masing sampel dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Bagan alir destruksi basah dapat dilihat pada lampiran 3.

3.3.3 Pembuatan Larutan Seri Standar Timbal (Pb) dan Kurva Kalibrasi Pb Larutan seri standar timbal nitrat (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, diencerkan hingga garis tanda dengan

(41)

akuades bebas mineral disebut Larutan Induk Baku (LIB I) konsentrasi 100 µg/ml (Sumarno dan Kusumaningtyas, 2018).

Dari LIB I (100 mcg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml kemudian diencerkan hingga garis tanda dengan akuabides disebut Larutan Induk Baku II (LIB II) konsetrasi 10 µg/ml. Dari LIB II (10 µg/ml) dipipet masing-masing sebanyak 0 ml; 1 ml; 5 ml; 10 ml; dan 15 ml.

Masing - masing larutan dimasukkan ke dalam lima buah labu ukur 100 ml yang berbeda kemudian diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda dan dikocok hingga homogen sehingga diperoleh konsentasi 0 µg/ml; 0,1 µg/ml; 0,5 µg/ml; 1 µg/ml; 1,5 µg/ml dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 283,3 nm.

Kemudian di plot absorbansi dengan konsentrasi untuk mendapatkan kurva kalibrasi sehingga diperoleh persamaan regresi (Sumarno dan Kusumaningtyas, 2018). Bagan alir pembuatan larutan seri standar Pb dan kurva kalibrasi Pb dapat dilihat pada Lampiran 4 dan perhitungan pengenceran dapat dilihat pada Lampiran 5.

3.3.4 Pengukuran Kadar Timbal (Pb)

Diatur alat SSA dan optimalkan, dimana optimasi alat SSA yang dilakukan adalah dengan cara alat dihidupkan dan dipanaskan selama kurang lebih 5 sampai 10 menit. Setelah itu dimasukkan larutan sampel ke dalam alat SSA untuk dianalisis. Diukur absorbansinya dengan metode SSA menggunakan gas udara-asetilen dengan panjang gelombang yang dipakai pada penentuan Pb adalah 283,3 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan seri standar Pb. Konsentrasi Pb dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari perhitungan kurva kalibrasi. Kadar logam Pb dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

(42)

Kadar logam (µg/g) = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (µ𝑔/𝑚𝑙) 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (𝑚𝑙)

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑙) x faktor pengenceran 3.3.5 Validasi Metode

3.3.5.1 Penentuan Batas Deteksi Dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi syarat cermat dan seksama.

Menurut Harmita (2004), untuk menentukan batas deteksi dan batas kuantitasi, dihitung simpangan baku terlebih dahulu dengan rumus berikut ini:

Simpangan baku = √∑(Yi−Y̅)2

n−2

Batas deteksi = 3 × Simpangan Baku slope

Batas kuantitasi = 10 × Simpangan Baku slope

Keterangan:

Y = absorbansi dari kurva kalibrasi Yi = nilai Y dari persamaan regresi n = jumlah perlakuan

3.3.5.2 Uji Akurasi

Uji akurasi dilakukan dengan metode uji perolehan kembali dengan penambahan larutan standar. Pertama-tama dilakukan penentuan kadar logam dalam sampel, selanjutnya dilakukan penentuan kadar logam dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Harmita, 2004).

(43)

Sampel dipipet 100 ml dimasukkan kedalam erlenmeyer 125 ml lalu ditambahkan 1 ml larutan standar timbal (100 µg/ml), kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi basah seperti yang telah dilakukan sebelumnya.

Selanjutnya, dihitung persentase uji peolehan kembali dengan rumus:

% Recovery = 𝐶𝐹 − 𝐶𝐴𝐶∗

𝐴 X 100 %

Keterangan:

CF = Konsentrasi perolehan sampel setelah penambahan bahan baku CA = Konsentrasi teoritis sampel sebelum penambahan bahan baku C*A = Konsentrasi baku yang ditambahkan

3.3.5.3 Uji Presisi

Uji presisi dilakuakan dengan metode standar deviasi dan simpangan baku relative. Kadar timbal yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis dengan metode standar deviasi. Menurut Sudjana (2002), perhitungan standar deviasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

SD =

∑(𝑋𝑖−𝑋̅)2

𝑛−1

Keterangan :

SD = Standar Deviasi Xi = Kadar sampel

𝑋̅ = Kadar rata-rata sampel n = Jumlah pengulangan

Untuk mencari t hitung digunakan rumus : thitung = |SDX−X̅

n

|

(44)

dan untuk menentukan kadar logam di dalam sampel dengan interval kepecayaan 99% α = 0,01, dk = n-1, dapat digunakan rumus :

μ = 𝑋̅ ± ( t (α / 2, dk) x 𝑆𝐷

√2) Keterangan:

SD = Standar deviasi / simpangan baku 𝑋 ̅ = Kadar rata-rata dalam satu sampel dk = Derajat kebebasan (dk = n-1) n = Jumlah pengulangan

α = Interval kepercayaan

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan.

Menurut Harmita (2004), rumus untuk menghitung simpangan baku relatif adalah sebagai berikut:

Simpangan Baku Relatif = 𝑆𝐷

𝑋̅ x 100%

Keterangan:

SD = Standar Deviasi

𝑋̅ = Kadar rata-rata dalam sampel

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, kadar timbal (Pb) dalam sampel minuman teh kemasan diukur dengan alat Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Preparasi sampel menggunakan metode destruksi basah. Metode ini memiliki beberapa keunggulan antara lain waktu destruksi lebih cepat, mengurangi polusi saat destruksi, mengurangi penguapan analit, dan mudah dilakukan (Taufiq, dkk., 2016).

4.1 Kurva Kalibrasi

Analisis kuantitatif adalah suatu metode analisis untuk mengetahui suatu senyawa dalam sampel, dapat berupa satuan mol, ataupun persentase dalam gram.

Metode ini membutuhkan ketelitian yang tinggi karena kesalahan dalam pengukuran akan menghasilkan kesalahan data dalam pengukuran akan menghasilkan kesalahan data dalam penelitian. Untuk melakukan analisis kuantitatif terlebih dahulu dibuat larutan seri standar Pb (konsentrasi 0; 0,1; 0,5; 1;

1,5 µg/ml) dan diukur absorbansinya pada alat SSA. Pengukuran larutan seri standar Pb dengan alat SSA dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Pengukuran larutan seri standar Pb dengan alat SSA No. Konsentrasi (X) (mg/L) Absorbansi (Y)

1. 0,0 - 0,0008

2. 0,1 0,0048

3. 0,5 0,0252

4. 1,0 0,0490

5. 1,5 0,0711

Kurva kalibrasi Pb diperoleh dengan mengukur larutan seri standar timbal pada panjang gelombang 283,3 nm. Kurva kalibrasi tinbal dapat dilihat pada

(46)

Gambar 4.1 dibawah ini. Hasil pengukuran absorbansi diperhitungan persamaan regresi larutan standar dapat dilihat pada Lampiran 6.

Gambar 4.1 Kurva kalibrasi larutan standar timbal

Menurut Jaya, dkk (2017), nilai koefisien kolerasi (r) sangat tinggi, kuat sekali, dapat diandalkan harus lebih besar dari 0,90 dan lebih kecil dari 1,00 untuk menunjukkan adanya kolerasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara konsentrasi dan absorbansi. Nilai koefisien korelasi digunakan untuk mengukur kekuatan dan arah hubungan linier antara dua variabel dalam hal ini konsentrasi dan absorbansi larutan standar timbal. Nilai r berada pada rentang -1 ≤ r ≤ +1.

Korelasi positif menunjukkan terdapat hubungan antara variabel yang searah, dimana jika nilai satu variabel dinaikkan maka nilai variabel yang lain juga meningkat. Sebaliknya, jika r bernilai negatif menunjukkan adanya korelasi negatif. Dimana hubungan antar variabel saling berkebalikan. Jika nilai suatu variabel dinaikkan, maka nilai variabel yang lain akan turun.

Dari kurva timbal diatas, diperoleh persamaan regresi standar timbal sebagai berikut Y = 0,0480x + 0,0001 dengan nilai koefisien kolerasi timbal (r) = 0,9990. Terdapat hubungan positif yang sangat kuat antara konsentrasi standar

y = 0,0480x + 0,0001 R² = 0,9990

-0,0100 0,0000 0,0100 0,0200 0,0300 0,0400 0,0500 0,0600 0,0700 0,0800

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60

Absorbansi

Konsentrasi (mg/L)

(47)

timbal terhadap absorbansinya. Dari persamaan regresi di atas diperoleh nilai slope (kemiringan) garis regresi sebesar 0,0480.

4.1.1 Kadar Timbal dalam Minuman Teh Kemasan

Konsentrasi Pb dalam minuman teh kemasan dihitung secara kuantitatif menggunakan persamaaan regresi yang diperoleh dari data hasil pengukuran larutan seri standar Pb dengan alat SSA dapat dilihat pada Tabel 4.1 kemudian pengukuran serapan timbal dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 7 lalu dilakukan perhitungan kadar Pb dapat dilihat di Lampiran 8 dilanjutkan perhitungan secara statistik kadar Pb dalam minuman teh kemasan dilihat di Lampiran 9. Hasil analisis kuantitatif kadar Pb dalam minuman teh kemasan dapat dilihat di Lampiran 10. Tabel distribusi t untuk perhitungan statistik dapat dilihat di Lampiran 11 sehingga diperoleh kadar timbal dalam minuman teh kemasan seperti yang tertera pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Kadar Pb dalam minuman teh kemasan

No Kode Sampel Kadar Pb rata-rata (mg/Kg)

1 I 0,1486 ± 0,0318

2 II 0,1549 ± 0,0417

3 III 0,1583 ± 0,0208

Keterangan:

Sampel I : Teh Botol Sosro Sampel II : Teh Pucuk Harum Sampel III : Ichi Ocha

Berdasarkan Tabel 4.2, menunjukkan adanya pencemaran logam Pb dalam minuman teh kemasan yang diambil secara acak untuk dijadikan sampel, didapat kadar rata-rata logam Pb yang tertinggi pada Sampel III yaitu 0,1583 ± 0,0208 mg/Kg sedangkan kadar rata-rata logam Pb yang terendah terdapat pada Sampel I yaitu 0,1486 ± 0,0318 mg/Kg.

Dari data tersebut menunujukkan bahwa kadar Pb dalam minuman teh kemasan berada pada batas normal. Menurut SNI (1992) batas normal atau batas

Gambar

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian Pengambilan
Gambar 2.1 Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom  1.  Sumber sinar (lampu katoda)
Tabel 4.1 Pengukuran larutan seri standar Pb dengan alat SSA  No.  Konsentrasi (X) (mg/L)  Absorbansi (Y)
Gambar  4.1  dibawah  ini.  Hasil  pengukuran  absorbansi  diperhitungan  persamaan  regresi larutan standar dapat dilihat pada Lampiran 6
+3

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa air sungai Deli yang diperiksa mengandung kadar timbal (Pb) dengan dua kali pembacaan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) pada bagian Hulu

Kosmetika tertentu memiliki pH sangat besar (>10), sehingga dapat memperbesar daya absorbsi perkutan. Kosmetika yang sangat asam juga menambah daya absorbsi perkutan.

Sehingga, penulis melakukan analisis kandungan logam pada minuman beralkohol dan memilih karya ilmiah yang berjudul “An alisis Logam Timbal (Pb) dan Timah (Sn) Pada

Penulis skripsi dengan judul “Optimasi dan Validasi Metode Analisis Timbal (Pb) Menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom dan Aplikasinya dalam Penetapan Kadar Timbal (Pb)

Faktor Nernst dan kisaran pengukuran diperoleh melalui pengukuran potensial sederetan larutan standar Pb(II) dengan konsentrasi bervariasi 10 -7 -10 -1 M, mulai dari larutan

Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Kadmium dan Perhitungan Persamaan Garis Regresi Kadmium. Perhitungan Persamaan Garis

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul Penetapan Kadar Timbal (Pb) pada Air

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah proses pengolahan mempengaruhi kadar cemaran logam timbal Pb pada daun teh, dengan sampel yang diuji yaitu daun teh segar