Seminar Nasional PKSB 14 September 2012 167
BOBOT BADAN DAN UMUR SAPI BALI YANG DIJUAL DI PASAR HEWAN DALAM
HUBUNGANNYA DENGAN PRODUKSI DAGING
Oleh
Ni Ketut Suwiti1, Putri Wijayanti2, Rumbawa3I Nengah Kerta Besung4
1Laboratorium Histologi, FKH.2Mahasiswa S2 Ilmu Peternakan,2Mahasiswa S1 Kedokteran Hewan4Lab
Mikrobiologi, FKH Universitas Udayana Jalan PB Sudirman, Denpasar Email :[email protected]
ABSTRACT
The background ofthis research is the phenomena of decreasing the bali cattle performance. This research is aimed to determine weight and age of bali cattle in Bali Province with the population target are Bringkit animal market. A total of 150 bali cattle were collected, every Sunday and Wednesday for one month was used in this research. Results showed that, average weight of bali cattle : male 378 kg and females: 271 kg, and the average of age, male : 30.3 month dan female :24.1 month. These results coused by traditional management, feed given no quality, never give medicines or vaccinations. These results indicating that bali cattle improve to production high quality of meat by providing management, feed quality and treatment of disease.
Keywords: bali cattle, Bringkit animal market. meat quality
ABSTRAK
Adanya fenomen penurunan performans sapi bali telah melatar belakangi peelitian in. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan berat badan dan umur sapi bali yang dijual di provinsi Bali dengan mengambil populasi sampel
Seminar Nasional PKSB 14 September 2012 168
di Pasar Hewan Bringkit. Penelitian dilakukan selama satu bulan setiap hari Minggu dan Rabu. Hasil menunjukkan, dari 150 ekor sapi bali yang dipakai sampel, didapatkan rerata bobot badan sapi bali : jantan 378 kg dan betina 271 kg. dengan umur rrerata dijual jantan : 30.3 bulan dan betina :24.1 bulan. Keadaan ini disebabkan, pola pemeliharaan sapi bali bersifat tradisional, pakan yang diberikan seadanya, tidak pernah memberikan obat ataupun vaksinasi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sapi bali masih dapat dikembangkan, untuk produksi daging berkualitas dengan memberikan perlakuan pakan, managemen dan pemeliharaan kesehatan.
Kata kunci: sapi bali, pasar hewan bringkit, kualitas daging.
PENDAHULUAN
Potensi pengembangan sapi lokal Indonesia sangat besar, sehingga perlu usaha pemberdayaan dan peningkatan kualitas maupun kuantitas. Diantara sapi lokal yang ada di Indonesia adalah sapi bali, yang diketahui memili potensi dan banyak dipelihara oleh masyarakat. Keadaan ini sangat mendukung upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis sumberdaya domestik melalui Program Swasembada Daging Sapi tahun 2014 (PSDS-2014). Dalam Dirjen Peternakan (2012), PSDS merupakan salah satu program untuk menurunkan impor daging sapi bakalan, yang kini telah mencapai 30% dari kebutuhan daging Nasional, oleh karena itu sapi bali harus terus dikembangkan, dengan cara meningkatkan produktivitasnya dan selalu melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan pada sapi.
Sapi bali ditengarai telah mengalami gangguan pertumbuhan, bobot badan dan ukuran pedet yang dilahirkan kecil, produksi susu rendah dan mortalitas pedet mencapai 30%. Keadaan ini telah ditemukan tidak saja di Provinsi Bali namun hal sama juga ditemukan dikawasan Indonesia timur diantaranya : Kabupaten Bima, Dompu dan Sumbawa Nusa Tenggara Barat. Keadan ini dapat
Seminar Nasional PKSB 14 September 2012 169
disebabkan faktor genetik (gen yang mengalami mutasi) akibat adanya inbreeding yang terus menerus dan faktor lingkungan (makanan/pakan dan tanah/lahan) yang diberikan tidak berkualitas dan berlangsung lama.
Sapi bali berpotensi dikembangkan, untuk produksi daging yang berkualitas, pengembangan sapi bali merupakan keharusan, untuk pemenuhan kebutuhan daging baik pasar lokal, nasional dan internasional. Terlebih sapi bali merupakan peternakan rakyat yang sangat membudaya, sehingga dapat memacu pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
Di Bali dan NTB, pakan sapi bali merupakan faktor pembatas dalam pengembangan peternakan, mengingat pakan ternak hanya berasal dari padang penggembalaan sawah, hutan, tegalan atau lahan yang tidak digunakan untuk pertanian, dan limbah/hasil sisa produksi pertanian dan industri. Lahan sumber pakan tersebut ke depan cenderung semakin sempit sehingga ketersedian pakan ternak akan berkurang.
Di Provinsi Bali ditemukan pelanggaran Perda No.2 Tahun 2003, khususnya Pasal 3 yang menyatakan “Ternak Potong yang boleh dikeluarkan adalah ternak potong jantan yang memenuhi berat minimal 375 kg”. Kenyataannya, dilapangan sering terjadi pelanggaran, dengan alasan peternak kesulitan dan perlu waktu lama untuk bisa mencapai berat badan tersebut, sehingga cendrung menjualnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menjawab permasalahan tersebut dengan meneliti berat badan dan umur sapi bali yang dijul di Pasar Hewan, mengingat pasar merupakan tempat berkumpul dan akan dijual belikannya sapi bali di seluruh Bali.
Bagi peternak penelitian ini bermanfaat untuk menjelaskan bagaimana cara beternak yang benar untuk mencapai berat badan optimal bagi sapi bali. Sedangkan bagi pemerintah dapat digunakan sebagai masukan untuk penyempurnaan Perda No.2 Tahun 2003 khususnya tentang berat badan sapi bali yang boleh di antarpulaukan.
METODE PENELITIAN
Seminar Nasional PKSB 14 September 2012 170
Sapi bali yang digunakan sampel dalam penelitian ini berasal dari sapi bali yang dijual di Pasar Hewan Bringkit, Denpasar. Adapun alasan pengambilan sampel di Bringkit adalah mengingat di pasar hewan ini sapi yang dijual belikan berasal dari hampir seluruh kabupaten/kota yang ada di Bali. Data dikumpulkan setiap hari Minggu dan Rabu, yakni sesuai dengan jadwal pemasaran . Keseluruhan data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Berikut disajikan pada Tabel.1 form data yang digunakan untuk mengumpulkan informasi sapi bali yang dijual di Pasar Hewan Bringkit.
Tabel 1. Form (daftar pertanyaan) sapi bali yang dijual di Pasar Hewan Bringkit
Hari / Tanggal : Minggu / Rabu (coret salah satu)
1. Nama Pemilik Ya/tida
k 2. Cara
Pemeliharaan
Tradisional Intensif Obat
Vaksin
Probiotik /Vitamin 3. Asal Sapi
4. Jenis Kelamin 5. Berat Badan 6. Umur ( Bulan )
7. Ciri Fenotifik White Stocking White Mirror Warna 8. Alasan Menjual 1…………..
2………….
3.dst ……..
Untuk mendapatkan data : cara pemeliharaan, asal sapi, umur dan alasan menjual sapi dilakukan dengan metode wawancara langsung dengan pemiliknya. Sedangkan data mengenai ciri fenotifik dan jenis kelamin dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap sapi yang akan dijual
Seminar Nasional PKSB 14 September 2012 171
selanjutnya sapi bali yang telah diperoleh datanya, ditimbang untuk mengetahui berat badan sapi bali.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan dari 150 ekor sapi bali yang digunakan sebagai sampel, 118 ekor jenis kelamin jantan dan 32 ekor jenis kelamin betina. Sapi yang dijual dipasar hewan Bringkit berasal dari seluruh kabupaten /kota yang ada di Bali (Tabel.2), kecuali Kab. Jembrana (0%).
Sehingga data dianggap dapat mewakili keadaan sapi bali di Pulau Bali.
Tabel 2. Data asal sapi yang dijual di Pasar Hewan Bringkit No. Asal sapi (Kabupaten) Jumlah
1. Bangli 40.
2. Buleleng 10.
3. Gianyar 50.
4. Karangasem 12.
5. Badung 16.
6. Tabanan 14.
7. Klungkung 4.
8. Denpasar 4
9. Negara 0
TOTAL 150 ekor
Tabel. 3 Rerata bobot badan dan umur sapi sapi bali
Hasil penelitian menunjukkkan (Tabel 3), rerata bobot badan sapi bali yang dijual di Pasar Hewan Bringkit, jantan : 378.41 kg sedangkan betina : 271.06 kg, dengan
No. Jenis kelamin Umur Bobot badan 1. Jantan 30.3 bulan 378.41 kg 2. Betina 24.1 bulan 271.06 kg
Seminar Nasional PKSB 14 September 2012 172
umur 30.3 bulan pada jantan dan betina :24.1 bulan . Dari data tersebut, apabila dilakukan analisis lebih lanjut diperoleh pertambahan bobot badan sapi bali jantan yang dijual di Pasar Hewan Bringkit adalah 0.32 kg/ekor/hari, sedangkan yang betina 0,26 kg/ekor/hari, dengan asumsi berat badan awal (saat disapih) menurut Talib,dkk. (2003) antara 64,4- 97,0 kg (±80,7 kg). Keadaan ini telah menunjukkan sapi bali yang dipakai sampel mempunyai pertambahan bobot badan yang rendah, karena menurut Moran (1978) yang dikutip oleh Suyadnya (2012) pada sistem pemeliharaan intensif pertambahan bobot badan sapi bali dapat mencapai 0,87 kg/ekor/hr. Hasil penelitian menununjukkan peternak perlu waktu 3,5 tahun, untuk memelihara sapi jantan, agar bobot badannya mencapai 375 kg, sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam Perda No.2 Tahun 2003, sedangkang pada pemeliharaan intensif berat badan tersebut dapat dicapai dalam waktu 1,5 tahun (Subhiharta,2008)
Menurut Suarna (2012), pada lahan agak basah dengan memberikan hijauan unggul dengan tambahan konsentrat (limbah) sesuai dengan keperluan nutrisi ternak dapat menambah berat 0,7 kg/ekor/hari. Pertambahan berat badan yang kecil dapat disebabkan ternak kekurangan hijauan untuk pakan. Disamping itu saat ini ternak sering dipakai mengolah tanah, akibatnya ternak yang kurus dan dikerjakan akan bertambah kurus lagi, sehingga sering ternaknya akan mati kekurangan pakan (Nitis, 2001). Petani dihadapkan pada pilihan apakah ternak dipelihara yang kemungkinan akan mati, atau dijual dengan harga yang sangat murah dan untuk menghindari kerugian petani biasanya menjual ternaknya. Seperti apa yang ditemukan pada penelitian ini yakni peternak cendrung menjual sapinya, karena dirasa lama untuk mencapai berat badan yang diinginkan.
Selain penyebab diatas, ditengarai ada 2 penyebab lain dari keadaaan tersebut, pertama diduga adanya penurunan mutu genetik sapi bali, yang diakibatkan adanya inbreding yang terus menerus/berlangsung lama. Namun alasan ini hampir terbantahkan karena masih ditemukan sapi
Seminar Nasional PKSB 14 September 2012 173
bali yang berat badannya mencapai 600 kg (pada kontes ternak). Selanjutnya dari penelitian awal yang dilakukan oleh Dwina dkk. (2011) mendapatkan : sekuens D-loop DNA sapi bali haplotipe 1 masih sama dengan banteng, sedangkan sekuens D-loop DNA mitokondria sapi bali haplotipe 2 hampir sama dengan banteng. Dimana diketahui sapi bali berasal dari “leluhurnya” yang masih liar yaitu Bos Javanicus/Bibosbanteng (Bos sondaicus).
Penyebab kedua adalah faktor lingkungan terutama pakan yang tidak berkualitas dan diberikan secara terus menerus sehingga sapi bali mengalami penyakit metabolisme/defisiensi, salah satu penyakit defisiensi tersebut adalah defesiensi mineral. Seperti diketahui keadaan lahan sebagai daya dukung peternakan terdiri atas : lahan sawah, hutan tegalan dan lahan perkebunan. Dari keadaan lahan tersebut tentunya masing-masing mempunyai sifat yang berbeda. Seperti kondisi tanah berpasir yang sangat miskin unsur mineral, atau keasaman tanah yang dapat menyebabkan salah satu atau beberapa unsur tanah tidak ditemukan/mengalami kekurangan (McDowell, 1992).
Gangguan pertumbuhan yang disebabkan oleh defisiensi mineral pada ternak telah ditemukan pula, pada beberapa wilayah di Indonesia, dan diketahui daerah tersebut memiliki kondisi tanah yang berbeda .
Sapi bali tumbuh sangat lambat, tetapi pada akhirnya dapat mencapai berat hidup yang amat berat. Berat hidup sapi bali yang diterima untuk ekspor antar pulau adalah kira- kira 375 kg. (Payne dan Rollinson, 1973). Sapi jantan muda mencapai berat dewasa pada berat hidup kira-kira 300-400 kg dan sapi betina pada umur yang sama berat badannya : 240-300 kg. Persentase karkas adalah sama untuk kedua jenis kelamin dengan kisaran 55-58%.
Sebagai sapi tipe pedaging, hingga kini sapi bali masih dianggap sebagai sapi potong lokal yang terbaik di antara sapi potong lokal lainnya di Indonesia oleh karena produktivitas dagingnya yang relatif tinggi dengan persentase karkas tertinggi (55-57%). Potensi sapi bali sebagai ternak daging lokal yang memberikan hasil dan mutu daging yang baik dan memberi harapan untuk
Seminar Nasional PKSB 14 September 2012 174
dikembangkan menjadi sapi tipe daging bermutu prima untuk pasar internasional adalah cukup menjanjikan. Hal ini bukanlah mimpi yang bukan tidak mungkin dicapai jika dilakukan perbaikan mutu genetik, manajemen, dan ransum (Baker, dkk. 2003).
Produksi daging karkas yang tinggi (tipe sapi daging unggul) tersebut tidak hanya berdasarkan berat badan saja, karena indikator karkas yang baik atau yang kandungan daging atau tingkat perototan karkasnya tinggi (heavy muscling) tidak tampak atau tersedia pada sapi yang hidup (Taylor, 1994). Oleh karena itu sapi yang sudah diseleksi untuk produksi daging yang tinggi mesti dipotong dan karkasnya dianalisis atas komponen fisik utama (daging, lemak dan tulang) untuk dapat menentukan mana dari sapi keturunan hasil seleksi tersebut yang mempunyai produksi daging yang unggul (Eldridge. 1982. Subhiharta, 2008)
Dari uraian diatas sapi bali sangat mungkin dikembangkan menjadi sapi pedaging mengingat respon pertumbuhan yang baik, dengan cara pemeliharaan yang lebih intensif meliputi management pemeliharaan, pemberian pakan dan pemeliharaan kesehatan hewan, diyakini sapi bali dapat dikembangkan untuk produksi daging sapi bali berkualitas (Ahmed, dkk. 2002).
Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit yang rentan terhadap sapi bali, sangat perlu dilakukan, mengingat terdapat berbagai penyakit yang dapat menurunkan kualitas daging atau penyakit zoonosa yang dapat mengancam kesehatan manusia. Penyakit tersebut diantaranya : Penyakit jembrana, walaupun di Bali akan dideklare sebagai daerah bebas, namun kewaspadaan tetap harus dilakukan.
Penyakit lainnya seperti : Bovine Viral Diarhea (BVD), Bovine Immunodefisiency Virus (BIV), Septicemia Epizootica (SE), Brucellosis, Fascioliasis (Suwiti. 2012)
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Sapi bali yang dijual di Pasar Hewan Bringkit berasal dari seluruh kabupaten/kota di Bali. Sapi bali sudah
Seminar Nasional PKSB 14 September 2012 175
dijual dengan rerata berat badan : jantan 378 kg dan betina 271 kg. dengan umur pada jantan 30.3 bulan, sedangkan betina : 24,1 bulan. Pertambahan bobot badan jantan: 0.32 kg/ekor/hari, sedangkan yang betina 0,26 kg/ekor/hari. Sapi bali dapat dikembangkan untuk produksi daging berkualitas dengan memberikan perlakuan management dan penanganan penyakit.
Saran
Perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi gen yang berpengaruh terhadap pertumbuhan sapi bali, sehingga diperoleh informasi secara menyeluruh penyebab ganguan pertumbuhan sapi bali , sebagai dasar untuk dapat dilakukan seleksi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, M.M.M., I.M.T. Fadlalla, and M.E.S. Barri. 2002.
Tropical Animal. Health and Prod. 34(1): 75−80.
Baker, D. S., J. K. Ahola, P. D. Burns, and T. E. Engle.
2003. In: Nutritional Biotechnology in the Feed and Food Industry. Proceedings of Alltech’s 19th International Symposium. Ed.
Direktorat Jendral Peternakan Kementrian Pertanian 2010.
Blue Print Program Swasembada Daging Sapi 2014 Sumber Http://www.ditjennak.go.id diakses tanggal 5 Januari 2012.
Dwina, AA. Pemayun TGA dan Mahardika, IGNK. 2011.
Analisis Sekuens D-Loop DNA Mitokondria Sapi Bali dan Banteng Dibandingkan dengan Bangsa lain di Dunia. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran Hewan.
Eldridge, G.A. 1982. Handling and transport of meat animals in relation to efficiency, meat quality and welfare. In: W.A. Pattie, M. Rose. B.W. Norton, and K.F. Dowsett (Eds.). Proc. Aust. Soc. Anim. Prod.
Vol. 14. Fourteenth Biennial Conference. Brisbane, Queensland.Pergamon Press (Australia) Pty. Ltd.
Seminar Nasional PKSB 14 September 2012 176
Nitis, I M. 2001. Peningkatan Produktivitas Peternakan dan Kelestarian Lingkungan pertanian Lahan Kering dengan Sistem Tiga Strata, Univ. Udayana, Bali.
McDowell, L.R. 1992. Minerals in Animal and HUmn Nutrition. Academic Press Inc.Harcourt Brace Jovanovich Publishers, San Diego, CA.
Payne, W.J.A. and D,H,L.Rollinson.1973. Bali Cattle, World Anim Rev.7:13-21.
Peraturan Daerah No.2 Tahun 2003. Tentang Pengeluaran Ternak Potong Sapi Bali.
Road Map Pusat Kajian Sapi Bali-Universitas Udayana.
2011. Pemanfaatan Berkelanjutan Sumber Daya Genetik Sapi Bali Asli Indonesia.
Subhiharta, 2008. Teknologi Penggemukan Sapi Potong.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Semarang.
Suarna, M .2012. Sistem Penyediaan Pakan dalam Sapi Bali Sumber Daya Genetik Asli Indonesia. Pusat KajianSapi Bali.Udayana University Press hal.79-90.
Suyadnya, P. 2012. Kinerja Reproduksi dalam Sapi Bali Sumber Daya Genetik Asli Indonesia. Pusat KajianSapi Bali.Udayana University Press hal.17-40.
Suwiti, NK.2012. Cara Pengendalian Penyakit Sapi Bali dalam Sapi Bali Sumber Daya Genetik Asli Indonesia. Pusat KajianSapi Bali.Udayana University Press hal.178-194.
Talib,CK.Entwistle, A.Siregar,S.Budiarti Turner and D.Lindsay. 2003. Survey of Population and Production Dynamics of Bali Cattle an Existing Breeding Programs In Indonesia ACIAR Proc.No.110,3-9.
Taylor, R.E. 1994. Beef Production and Management Decisions. 2nd Edition. Mcmillan.Publising Co.866 Third Avenue, New York 10022,U.S.A.