• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN DISIPLIN KERJA KARYAWAN PT MSAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN DISIPLIN KERJA KARYAWAN PT MSAS"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

239 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL

DENGAN DISIPLIN KERJA KARYAWAN PT MSAS

(Correlation Perception of Transformational Leadership with the Work Discipline Among PT MSAS Employees)

ANA MAULIDA

Fakultas Psikologi Universitas Semarang

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan transformasional dengan disiplin kerja pada karyawan PT. MSAS. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara persepsi terhadap kepemimpinan transformasional dengan disiplin kerja karyawan PT. MSAS. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 54 orang karyawan PT. MSAS Semarang. Penelitian ini merupakan penelitian populasi.

Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan dua skala yaitu Skala Disiplin Kerja dan Skala Persepsi terhadap Kepemimpinan Transformasional. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik Korelasi Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap kepemimpinan transformasional dengan disiplin kerja karyawan PT. MSAS yang ditunjukkan dengan nilai rxy = 0,450 p = 0,001 (p < 0,01), sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima.

Kata kunci: disiplin kerja, persepsi terhadap kepemimpinan transformasional

Abstract

The purpose of the study was to know a relation between perception of transformational leadership with the work discipline in employees of PT. MSAS. The hypothesis of the study, there is a positive relationship between perception of transformational leadership with the work discipline in employees of PT. MSAS. The respondents of this study were consisted of 54 employees of PT. MSAS.

The data of this study was collected by using two scales, the first scale was work discipline and the second one was perception of transformational leadership. Data analysis was conducted by using Product Moment Correlation techniques. The result shows that there is a positive relationship between perception of transformational leadership and work discipline employees of PT. MSAS, indicated by rxy = 0,450 p = 0,001 (p < 0,01) so the hypothesis in this study

was received.

(2)

240 Pendahuluan

Pada era globalisasi dewasa ini ketatnya persaingan terjadi bukan hanya pada tingkat pemerintah pusat, tetapi sekaligus juga merambah pada tatanan organisasi kerja. Kondisi seperti ini menuntut setiap organisasi kerja di dalam negeri untuk berbenah diri. Menurut Siagian (2000: 95) organisasi di masa yang akan datang tergantung pada kemampuan dalam menangani perubahan, selanjutnya juga dikatakan bahwa sebagian manajer yang menatap masa depan organisasi di abad 21, tidak bisa melarikan diri dari perubahan. Lebih lanjut Siagian (2000: 95) menyatakan bahwa di masa mendatang berbagai jenis organisasi akan berkembang dan maju apabila cepat tanggap terhadap perubahan yang pasti terjadi. Berbagai perubahan yang akan dihadapi oleh suatu perusahaan menuntut adanya kedisiplinan, terutama dari faktor sumber daya manusia, sehingga perusahaan tetap dapat menunjukkan eksistensinya. Faktor sumber daya manusia memegang peranan penting dalam suatu perusahaan, karena perusahaan tidak dapat mengoperasikan kegiatannya apabila tidak terdapat faktor manusia yang memiliki peran sebagai perencana, pelaku dan penentu tercapainya tujuan perusahaan (Hasibuan, 2001: 202).

Disiplin kerja pada dasarnya dapat diartikan sebagai suatu perbuatan untuk selalu menaati peraturan atau tata tertib suatu organisasi. Usaha untuk menciptakan disiplin dalam organisasi selain melalui adanya tata tertib atau peraturan yang jelas, pelaksanaan kerja yang baik menurut instansi atau

organisasi harus terlebih dahulu diketahui oleh para karyawannya atau setiap anggotanya (Anoraga, 2006: 46).

Hasil penelitian yang dilakukan Ramli (2013: 17) menunjukkan bahwa tingkat kedisiplinan yang tinggi pada karyawan mampu menjadikan karyawan bertanggung jawab terhadap segala aspek pekerjaannya. Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran pentingnya disiplin kerja bagi pencapaian tujuan perusahaan, karena karyawan yang disiplin akan berusaha memaksimalkan segenap daya upaya yang dimiliki untuk mencapai tujuan perusahaan.

Berdasarkan data yang bersumber dari Human

Resource Department (selanjutnya disingkat HRD)

PT. Multi Sinergi Anugerah Sejahtera (selanjutnya disingkat PT. MSAS) per bulan Mei – September 2013, diketahui bahwa dari 54 orang karyawan PT. MSAS masih terdapat karyawan yang menunjukkan ketidakdisiplinan, misalnya karyawan yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, seperti sakit, izin dan tanpa keterangan. Selain itu, terdapat juga karyawan yang datang terlambat ke tempat kerja dan meminta izin untuk meninggalkan tempat kerja lebih awal. Tindakan karyawan tersebut tergolong ke dalam tindakan

indisipliner. Pelanggaran disiplin kerja pada PT.

MSAS sendiri pada dasarnya akan dikenakan sanksi-sanksi tersendiri, seperti halnya teguran hingga dikeluarkannya karyawan dari perusahaan. Adapun data tentang ketidakdisiplinan dapat dilihat pada tabel 1.

(3)

241 Tabel 1

Tingkat Absensi Karyawan PT. MSAS Periode Mei – September 2013

Bulan

Absensi (Hari Kerja) Total Absensi (Hari Kerja) Sakit Izin Alpha

Mei 6 6 2 14 Juni 8 9 2 19 Juli 8 8 3 19 Agustus 6 7 2 15 September 8 5 2 15 Sumber: HRD PT. MSAS

Data tersebut sejalan dengan hasil observasi yang dilakukan penulis yang menunjukkan bahwa masih terdapat karyawan yang datang ke tempat kerja tidak tepat waktu, serta adanya karyawan yang mencuri-curi waktu kerja. Misalnya karyawan yang bekerja bagian pengiriman yang terlambat kembali ke tempat kerja dengan berbagai alasan, seperti jalan yang macet ataupun kendala teknis kendaraan. Ketidakdisiplinan yang ditunjukkan karyawan juga terlihat dari adanya karyawan yang merokok tidak pada waktu istirahat dan kurangnya semangat kerja yang ditunjukkan karyawan.

Melihat kenyataan tersebut, tindakan-tindakan

indisipliner yang ditunjukkan karyawan pada

dasarnya telah berusaha diatasi oleh pihak perusahaan dengan memanggil karyawan yang bersangkutan untuk bersama-sama membicarakan permasalahan yang sedang dihadapi. Pihak perusahaan juga telah berusaha untuk memenuhi kebutuhan dari para karyawan, namun karyawan masih saja menunjukkan tindakan-tindakan

indisipliner.

Disiplin kerja merupakan suatu sikap dan perilaku (Anoraga, 2006: 46) Pembentukan perilaku dipengaruhi oleh persepsi individu tentang

kenyataan (Robbins dan Judge, 2008: 175). Persepsi penting dalam perilaku organisasi (Robbins dan Judge, 2008: 175). Salah satu perilaku kerja utama karyawan dalam perusahaan atau organisasi tersebut adalah disiplin kerja (Fuad dan Ahmad, 2009: 165). Lebih lanjut dijelaskan Hasibuan (2000: 194-198) bahwa faktor yang memengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan pada suatu organisasi, salah satunya adalah teladan pimpinan. Faktor pemimpin merupakan hal yang penting dalam pembentukan disiplin kerja karyawan, oleh sebab itu pimpinan harus memiliki kemampuan untuk mengarahkan, membimbing karyawannya, adanya komunikasi antara kedua belah pihak untuk menghindari dari rasa keterasingan di organisasi, sehingga timbul kepercayaan karyawan terhadap perusahaan.

Berdasarkan konsep tersebut, diketahui bahwa disiplin kerja itu bukanlah timbul begitu saja. Disiplin kerja itu timbul diantaranya melalui pengarahan yang diberikan pimpinan pada karyawan. Karyawan yang memersepsikan cara-cara pemimpin dalam menggunakan kekuasaan untuk mengarahkan pekerjaan akan mempersepsikan cara-cara tersebut sebagai stimulus yang memperlancar pekerjaan karyawan, sehingga kebutuhan yang ada dalam diri karyawan terpenuhi. Lebih lanjut, hal ini akan menimbulkan persepsi yang postiif terhadap gaya kepemimpinan atasan. Apabila persepsi yang terbentuk adalah persepsi positif, maka akan timbul perilaku kerja positif, seperti halnya dengan tercapainya disiplin kerja karyawan. Kepemimpinan yang diterapkan

(4)

242 atasan dalam suatu perusahaan akan dipersepsikan

secara berbeda oleh masing-masing karyawan. Menurut Suharnan (2005:23) persepsi merupakan tahap paling awal dari serangkaian proses informasi. Persepsi merupakan proses menginterpretasi atau menafsirkan informasi yang diperoleh melalui sistem alat indera manusia. Kepemimpinan atasan akan dipersepsikan secara berbeda oleh masing-masing karyawan. Persepsi positif terhadap kepemimpinan ditandai dengan adanya penerimaan terhadap beragam cara memimpin yang diterapkan atasan dalam suatu perusahaan. Persepsi positif terhadap kepemimpinan akan menghindarkan karyawan dari adanya perasaan tidak puas dalam bekerja karena adanya penerimaan terhadap setiap nilai yang diterapkan atasan dalam suatu perusahaan.

Munandar (2001: 197-201) menyatakan bahwa secara garis besar terdapat beberapa corak interaksi pimpinan dengan bawahannya, yaitu kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan traksaksional ditandai dengan interaksi pimpinan dan bawahan melalui proses transaksi, sedangkan kepemimpinan transformasional ditandai dengan adanya interaksi pimpinan dan bawahan yang bertujuan untuk mengubah perilaku bawahan menjadi seseorang yang merasa mampu dan bermotivasi tinggi serta berupaya mencapai prestasi yang tinggi dan bermutu. PT. MSAS sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang, supply, service, consult bagi laboratorium dan rumah sakit senantiasa berusaha memberikan pelayanan yang maksimal

bagi setiap customer. PT. MSAS berusaha agar setiap karyawan dapat menunjukkan disiplin dan kinerja yang maksimal demi mencapai tujuan dalam pelayanannya. Berkaitan dengan kondisi tersebut, pemimpin pada PT. MSAS berusaha agar bawahan mengerti setiap instruksi kerja yang ada, sehingga karyawan tidak akan mengalami kebingungan dalam bekerja. Setiap kesulitan dalam pekerjaan akan disampaikan kepada atasan dan diikuti dengan adanya kesediaan dari atasan untuk membantu kesulitan dari karyawan. Penelitian ini akan menggali lebih mendalam mengenai kepemimpinan transformasional yang ada dalam PT. MSAS.

Seorang pemimpin harus dapat mentransformasikan visi dan misi perusahaan kepada bawahan dan menyamakan visi mereka dengan visi bawahan. Model kepemimpinan yang mampu mentransformasikan visi dan misi perusahaan kepada bawahan disebut dengan kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan baru (the new leadership),

sedangkan Bass (1996: 65) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos (breakhthrough leadership). Disebut sebagai penerobos karena pemimpin semacam ini mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap individu-individu dalam organisasi dengan jalan memperbaiki kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan organisasi melalui proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan

(5)

243 lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan

menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan mencoba untuk merealisasikan tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak mungkin dilaksanakan.

Hasil penelitian yang dilakukan Arisandy (2004: 30) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara persepsi terhadap kontrol atasan dengan disiplin kerja. Semakin positif persepsi terhadap kontrol atasan maka semakin tinggi disiplin kerja, dan sebaliknya. Adanya perbedaan kebutuhan dalam diri karyawan, akan menimbulkan perbedaan persepsi di antara karyawan. Persepsi tergantung dari kondisi karyawan. Karyawan yang memersepsikan kontrol atasan sebagai stimulus yang memperlancar pekerjaan dan kebutuhan yang ada dalam diri karyawan terpenuhi, maka akan menimbulkan persepsi yang positif terhadap kontrol atasan. Apabila persepsi yang terbentuk adalah persepsi positif, maka akan timbul perilaku kerja positif pula. Adanya tingkah laku kerja yang positif terhadap diri karyawan dan lingkungan kerja, maka hal tersebut akan mendukung disiplin kerja karyawan. Sebaliknya, jika karyawan memersepsikan kontrol atasan sebagai stimulus yang menghambat pekerjaan, sehingga kebutuhan yang ada dalam diri karyawan tidak terpenuhi, maka akan terbentuk memberikan persepsi negatif yang dapat menimbulkan perilaku kerja yang negatif pula, seperti halnya dengan kurangnya disiplin kerja karyawan. Persepsi positif terhadap kepemimpinan transformasional akan menjadikan

karyawan merasakan kenyamanan dan kepuasan dalam bekerja dengan kehadiran pimpinan, sehingga karyawan dengan sendirinya akan menunjukkan disiplin kerja.

Hasil penelitian yang dilakukan Iswara dan Sudharma (2010: 678) tentang pengaruh gaya kepemimpinan terhadap disiplin kerja, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan gaya kepemimpinan terhadap disiplin kerja karyawan. Gaya kepemimpinan mampu membentuk disiplin kerja yang mendasar melalui jalinan kerja sama. Adapun berkaitan dengan hal tersebut, hasil wawancara yang dilakukan penulis pada tanggal 17 Oktober 2013 dengan tiga orang karyawan PT MSAS, diketahui bahwa karyawan mempersepsikan secara positif kepemimpinan transformasional atasan. Hampir semua karyawan yang diwawancarai menyatakan bahwa pemimpin adalah sosok yang dianggap mampu memberikan semangat kepada karyawan ketika menghadapi pekerjaan. Karyawan juga menganggap bahwa pemimpin telah dapat menjalankan tanggung jawab dalam memberikan pengarahan, menguasai bidang pekerjaan, sehingga karyawan percaya penuh terhadap pimpinan. Pemimpin juga dianggap mampu menjalin komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan, serta dianggap mampu menunjukkan kerja sama yang baik dengan bawahan dalam proses penyelesaian pekerjaan. Karyawan yang telah memersepsikan secara positif kepemimpinan transformasional di PT. MSAS, namun masih menunjukkan tindakan indisipliner.

(6)

244 Karyawan dengan persepsi positif terhadap

kepemimpinan transformasional akan menganggap bahwa atasan telah mampu memberikan inspirasi, memotivasi para karyawan dalam bekerja, serta memberikan solusi-solusi efektif atas permasalahan yang dihadapi dalam pekerjaan sesuai dengan harapan karyawan. Persepsi positif terhadap kepemimpinan transformasional dapat menjadikan karyawan PT. MSAS terhindar dari tindakan-tindakan indisipliner. Persepsi positif terhadap kepemimpinan transformasional mampu membentuk disiplin kerja yang mendasar melalui jalinan kerja sama antara atasan dan bawahan. Kenyataannya, karyawan yang telah menunjukkan persepsi positif terhadap kepemimpinan transformasional masih menunjukkan ketidakdisiplinan dalam bekerja diantaranya dengan melakukan izin pulang kerja sebelum waktunya, datang terlambat ke tempat kerja, serta adanya karyawan tidak masuk kerja dengan alasan sakit ataupun tanpa keterangan, sehingga dikhawatirkan dapat menghambat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan transformasional dengan disiplin kerja pada karyawan PT. MSAS? Disiplin Kerja

Anoraga (2006: 46) menyatakan disiplin kerja adalah suatu sikap, perbuatan untuk selalu mentaati peraturan atau tata tertib suatu organisasi. Mulianto, dkk (2006: 171) mendefinisikan disiplin kerja sebagai peraturan dan tata terib kerja yang

harus dipatuhi. Selain itu, disiplin kerja juga diartikan sebagai norma, etika, dan kebiasaan yang berlaku umum, serta tata cara bertingkah laku dalam suasana dan hubungan dengan pekerjaan. Hariandja (2007: 300) menambhakan bahwa peningkatan disiplin kerja menjadi bagian yang penting dalam manajemen sumber daya manusia, sebagai faktor penting dalam peningkatan produktivitas. Lebih lanjut Singodimejo (dalam Sutrisno, 2009: 90) menyatakan bahwa disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati norma-norma peraturan yang berlaku di sekitarnya. Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan perusahaan.

Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa disiplin kerja adalah suatu sikap, perbuatan untuk selalu mematuhi dan menaati norma-norma peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan menerima sanksi-sanksi apabila melanggar larangan atau peraturan yang sudah ditetapkan.

Sastrohadiwiryo (2003: 292) menyatakan bahwa pembinaan disiplin kerja dapat membentuk karyawan yang memiliki disiplin kerja, terlihat dari beberapa perilaku karyawan yang disiplin, antara lain:

a. Kepatuhan terhadap peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku, baik tertulis

(7)

245 maupun tidak tertulis, serta melaksanakan

perintah manajemen.

b. Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan perusahan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya. c. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan

prasarana, barang dan jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya.

d. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada perusahaan.

e. Tenaga kerja mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Menurut Helmi (1996: 34) disiplin kerja karyawan dapat terlihat dari beberapa indikator, antara lain:

a. Disiplin kerja tidak semata-mata patuh dan taat terhadap penggunaan jam kerja saja, misalnya datang dan pulang sesuai dengan jadwal, tidak mangkir jika bekerja, dan tidak mencuri-curi waktu.

b. Upaya dalam menaati peraturan tidak didasarkan adanya perasaan takut atau terpaksa. c. Komitmen dan loyal pada organisasi yaitu

tercermin dari berbagai sikap dalam bekerja. Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa aspek-aspek disiplin kerja adalah ketaatan kepada aturan dan tata tertib, kepatuhan terhadap perintah, rasa tanggung jawab, serta menggunakan sarana dan prasarana yang ada di perusahaan dengan baik.

Selanjutnya aspek-aspek tersebut akan digunakan dalam penyusunan alat penelitian untuk mengungkap disiplin kerja.

Persepsi terhadap Kepemimpinan

Transformasional

Walgito (2004: 87-88) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensori. Leavit (dalam Sobur, 2011: 445) menyatakan bahwa persepsi (perception) dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas adalah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Lebih lanjut Rakhmat (2012: 51) mendefinisikan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Wibowo (2013: 60) menyatakan bahwa persepsi adalah suatu proses yang memungkinkan individu mengorganisasikan informasi dan menginterpretasikan kesan terhadap lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa persepsi adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan sensori untuk memberi arti pada lingkungan.

Munandar (2001: 199) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional ditandai dengan interaksi antara pemimpin dan pengikutnya, manajer dengan bawahannya oleh pengaruh

(8)

246 pimpinan atau manajer untuk mengubah perilaku

pengikut atau bawahannya menjadi seseorang yang merasa mampu dan bermotivasi tinggi, serta berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan bermutu. Robbins dan Judge (2008: 90) menyatakan bahwa pemimpin transformasional (transformational leader) menginspirasi para pengikutnya untuk mengesampingkan kepentingan pribadi, demi kebaikan organisasi dan mampu memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri para pengikutnya. Kepemimpinan transformasional lebih unggul dari pada kepemimpinan transaksional dan menghasilkan tingkat upaya dan kinerja para pengikut yang melampaui apa yang bisa dicapai jika hanya melalui pendekatan transaksional. Wibowo (2013: 285) mendefinisikan kepemimpinan transformasional adalah perspektif kepemimpinan yang menjelaskan bagaimana pemimpin mengubah tim atau organisasi dengan menciptakan, mengkomunikasikan, dan membuat model visi untuk organisasi atau unit kerja dan memberi inspirasi pekerja untuk berusaha mencapai visi tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa kepemimpinan transformasional adalah corak interaksi pimpinan dengan bawahannya yang ditandai adanya interaksi antara pemimpin dan bawahan, dimana pemimpin mampu menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberi inspirasi bagi karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan.

Walgito (2004: 86) menyatakan bahwa terdapat beberapa aspek yang diperlukan agar

seseorang dapat memersepsikan sesuatu antara lain:

a. Aspek kognisi, yaitu menyangkut pengenalan. b. Aspek emosi, menyangkut perasaan individual. c. Aspek konasi, yaitu berhubungan dengan

motif.

Suharnan (2005: 24) menerangkan bahwa ada tiga aspek dalam persepsi yang dinggap sangat relevan dengan kognisi manusia yaitu:

a. Pencatatan indera, merupakan sistem ingatan yang dirancang untuk menyimpan sebuah rekaman mengenai informasi yang diterima oleh sel-sel reseptor.

b. Pengenalan pola

Pengenalan pola merupakan proses transformasi dan mengorganisasikan informasi yang masih kasar, sehingga memiliki makna atu arti tertentu c. Perhatian

Perhatian adalah proses konsentrasi pikiran atau pemusatan aktivitas mental.

Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa aspek-aspek persepsi adalah aspek kognisi, afeksi dan konasi.

Munandar (2001: 200-201) menyatakan bahwa terdapat lima aspek kepemimpinan transformasional, antara lain:

a. Atributed charisma

Pemimpin mendahulukan kepentingan perusahaan dan kepentingan orang lain dari kepentingan diri. Individu sebagai pimpinan perusahaan bersedia memberikan pengorbanan untuk kepentingan perusahaan. Pemimpin menimbulkan kesan pada bawahannya sebagai

(9)

247 sosok yang memiliki keahlian untuk melakukan

tugas pekerjaan, sehingga patut dihargai. Bawahan memiliki rasa bangga dan merasa tenang berada dekat dengan pimpinannya, pemimpin juga tenang menghadapi situasi yang kritikan dan yakin dapat berhasil mengatasinya. b. Inspirational leadership/motivation

Pemimpin mampu menimbulkan inspirasi pada bawahannya, antara lain dengan menentukan standar-standar tinggi, memberikan keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai. Bawahan merasa mampu melakukan tugas pekerjaannya, mampu memberikan berbagai macam tugas, serta merasa diberi inspirasi oleh pimpinannya. c. Intellectual stimulation

Bawahan merasa bahwa pimpinan mendorong bawahan untuk memikirkan kembali cara kerja bawahan, untuk mencari cara-cara baru dalam melaksanakan tugas, merasa mendapatkan cara batu dalam mempersepsi tugas-tugasnya.

d. Individualized consideration

Bawahan merasa diperhatikan secara khusus oleh pimpinannya. Pemimpin memperlakukan bawahannya sebagai seorang pribadi denan kecakapan, kebutuhan, keinginan-keinginannya masing-masing. Pimpinan memberikan nasihat yang bermakna, memberi pelatihan yang diperlukan dan bersedia mendengarkan pandangan dan keluhan bawahan. Pemimpin menimbulkan rasa mampu pada bawahannya bahwa bawahan dapat melakukan pekerjaannya, dapat memberi sumbangan yang berarti untuk tercapainya tujuan kelompok.

e. Idealized influence

Pemimpin berusaha, melalui pembicaraan, memengaruhi bawahan dengan menekankan pentingnya nilai-nilai dan keyakinan, pentingnya keikatan pada keyakinan (belief), perlu dimilikinya tekad mencapai tujuan, perlu diperhatikan akibat-akibat moral dan etika dari keputusan yang diambil. Pemimpin memperlihatkan kepercayaannya pada cita-cita, keyakinan dan nilai hidupnya.

Adapun simpulan aspek-aspek persepsi terhadap kepemimpinan transformasional adalah aspek kognisi, afeksi dan konasi terhadap aspek kepemimpinan transformasional, yaitu attribute

charisma, inspirational leadership/motivation, intellectual stimulation, individualized consideration, serta idealized influence.

Metode Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT. MSAS yang berjumlah 54 orang karyawan. Penelitian ini meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitian ini disebut penelitian populasi atau disebut juga sampling jenuh atau sensus (Sugiyono, 2010: 85).

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian adalah Skala Disiplin Kerja dan Skala Persepsi terhadap Kepemimpinan Transformasional.

Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah teknik korelasi Product

Moment dari Pearson. Korelasi ini digunakan untuk

(10)

248 kepemimpinan transformasional sebagai dengan

disiplin kerja.

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara persepsi terhadap kepemimpinan transformasional dengan disiplin kerja karyawan PT. MSAS. Semakin positif persepsi terhadap kepemimpinan transformasional maka semakin tinggi disiplin kerja karyawan PT. MSAS, dan sebaliknya semakin negatif persepsi terhadap kepemimpinan transformasional maka semakin rendah pula disiplin kerja karyawan PT. MSAS. Hasil penelitian tersebut mendukung pendapat yang diutarakan oleh Robbins dan Judge (2008: 175) yang menyatakan bahwa pembentukan perilaku karyawan dipengaruhi oleh persepsi individu tentang kenyataan karena persepsi penting dalam perilaku organisasi. Salah satu perilaku kerja utama karyawan dalam perusahaan atau organisasi tersebut adalah disiplin kerja (Fuad dan Ahmad, 2009: 165). Selain itu menurut Hasibuan (2000: 194-198) faktor yang memengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan pada suatu organisasi, salah satunya adalah teladan pimpinan. Persepsi positif terhadap kepemimpinan akan menghindarkan karyawan dari adanya perasaan tidak puas dalam bekerja karena adanya penerimaan terhadap setiap nilai yang diterapkan atasan dalam suatu perusahaan, sehingga karyawan dapat lebih menunjukkan disiplin kerja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ramli (2013: 19) yang menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang

sangat signifikan antara persepsi gaya kepemimpinan transformasional dengan displin kerja karyawan PT. Borneo Alam Semesta, General Manager. Setiap organisasi memiliki struktural dan memiliki hubungan atasan -bawahan. Di balik kesuksesan setiap bawahan, terdapat pemimpin yang hebat sebagai pengajar, pemberi contoh maupun pengarah yang baik. Kepemimpinan transformasional yang dipersepsikan secara positif akan mampu membentuk dan memperbaiki disiplin kerja karyawan guna mencapai kekompakan yang solid dalam mencapai sebuah tujuan.

Rakhmat (2012: 51) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Kepemimpinan transformasional sebagai suatu corak kepemimpinan yang mampu mendahulukan kepentingan perusahaan, menimbulkan inspirasi pada bawahannya, memberikan perhatian kepada bawahan serta sebagai sosok yang mampu menjalankan kepemimpinan akan dipersepsikan secara berbeda oleh masing-masing karyawan. Karyawan yang memersepsikan secara positif kepemimpinan transformasional akan menganggap bahwa pimpinan mampu menjadi motivator dalam pekerjaan dan menunjang penyelesaian pekerjaan karyawan. Kondisi tersebut akan dapat meningkatkan kedisiplinan kerja karyawan.

Berdasarkan hasil data penelitian yang diperoleh, variabel disiplin kerja diperoleh Mean Empirik sebesar 93,04 Mean Hipotetiknya sebesar

(11)

249 82,5 dan Standar Deviasi Hipotetiknya sebesar

16,5. Mean Empirik variabel disiplin kerja berada pada area (-) 1SD hingga (+) 1SD dari Mean Hipotetiknya. Hal ini mengindikasikan bahwa disiplin kerja tergolong pada kategori sedang.

Variabel persepsi terhadap kepemimpinan transformasional diperoleh Mean Empirik sebesar 128,28, Mean Hipotetiknya sebesar 115 dan Standar Deviasi Hipotetiknya sebesar 23. Mean Empiriknya variabel persepsi terhadap kepemimpinan transformasional berada pada area pada area (-) 1SD hingga (+) 1SD. Hal ini berarti mengindikasikan bahwa persepsi terhadap kepemimpinan transformasional tergolong pada kategori sedang.

Sumbangan efektif variabel persepsi terhadap kepemimpinan transformasional terhadap variabel disiplin kerja sebesar 20,3%. Sisanya sebesar 79,7% dari variabel lain seperti faktor tujuan dan kemampuan, balas jasa, keadilan, pengawas melekat (waskat), sanksi atau hukuman, ketegasan, hubungan kemanusiaan, besar kecilnya pemberian kompensasi, keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan, serta kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah situasi pada saat pengambilan data penelitian pada karyawan PT. MSAS Semarang yang bertepatan dengan jam kerja. Kondisi tersebut mengakibatkan ada kelemahan dalam penelitian ini dikarenakan konsentrasi subjek yang kurang terjaga. Kelemahan lain dalam penelitian ini adalah penggunaan try out terpakai, sehingga dikhawatirkan hasil penelitian

tidak dapat digeneralisasikan pada kelompok subjek lain. Selain itu, peneliti yang merupakan

manager PT. MSAS Semarang sehingga

menyebabkan munculnya perasaan khawatir dari subjek penelitian apabila respon yang diberikan berdampak pada pekerjaannya di organisasi.

Simpulan

Ada hubungan positif antara persepsi terhadap kepemimpinan transformasional dengan disiplin kerja karyawan PT. MSAS Semarang. Semakin positif persepsi terhadap kepemimpinan transformasional maka semakin tinggi disiplin kerja karyawan PT. MSAS Semarang, dan sebaliknya, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima.

Saran

1. Bagi Karyawan PT. MSAS Semarang

Karyawan PT. MSAS Semarang diharapkan dapat semakin menerima kepemimpinan transformasional yang diterapkan atasan dan menganggap kepemimpinan transformasional dapat membantu karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan, sehingga karyawan PT. MSAS Semarang dapat merasa nyaman dalam bekerja serta terhindar dari ketidakdisiplinan.

2. Bagi Peneliti Lain

Peneliti lain yang tertarik untuk melanjutkan penelitian diharapkan dapat melihat faktor lain yang memengaruhi disiplin kerja, seperti faktor tujuan dan kemampuan, balas jasa, keadilan, pengawas melekat (waskat), sanksi atau hukuman, ketegasan, hubungan kemanusiaan, besar kecilnya

(12)

250 pemberian kompensasi, keberanian pimpinan

dalam mengambil tindakan, serta kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin. Daftar Pustaka

Anoraga, Pandji. 2006. Psikologi Kerja. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Arisandy, Desy. 2004. Hubungan antara Persepsi Karyawan terhadap Disiplin Kerja Karyawan Bagian Produksi Pabrik Keramik “Ken Lila Production” di Jakarta. Jurnal Psyche. Vol. 1. No. 2. Hal. 23-34. Palembang: Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma.

Bass, Bernard, M. 1996. Does the Transactional – Transformational Leadership Paradigm Transend Organizational and National Boundaries? American Psychologist. Vol. 52. No. 02. Hal. 130-139. State University of New York at Binghamton.

Fuad, Noor., dan Ahmad, Gofur. 2009. Integrated

HRD. Jakarta: PT. Gramedia.

Hariandja, Marihot, Tua, Efendi. 2007. Manajemen

Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Gramedia.

Hasibuan, Malayu,.S. P. 2001. Manajemen Sumber

Daya Manusia. Cetakan ke 2-4 (revisi).

Jakarta: Bumi Aksara.

Helmi, Avin, Fadilla. 1996. Disiplin Kerja. Buletin

Psikologi. Tahun IV, No.2. Hal. 23-25.

Semarang: Universitas Seogijapranata.

Iswara, R. Gustu, Rama, Pramudita., dan Sudharma, I, Nyoman. 2010. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi dan Lingkungan Kerja Fisik terhadap Disiplin Kerja Karyawan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultural Kota Denpasar.

Jurnal Ekonomi. Bali: Universitas Udayana.

Mulianto, Sindu., Cahyadi, Eko, Ruddy., dan Widjajakusuma, Muhammad, Karebet. 2006.

Panduan Lengkap Supervisi: Diperkaya Perspektif Syariah. Jakarta: PT. Gramedia.

Munandar, Ashar, Sunyoto. 2001. Psikologi

Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia.

Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.

Ramli, Alfred, Januar, Kurniadi. 2013. Pengaruh

Persepsi Gaya Kepemimpinan

Transformasional terhadap Disiplin Kerja Karyawan di PT. Borneo Alam Semesta, Desa Adong, Melak, Kutai Barat, Kalimantan Timur.

Jurnal Motivasi. Vol. 1. No. 1.

http://ejurnal.untag-smd.ac.id/index.php/MTV/article/view/301.

Diakses pada tanggal 28 Oktober 2013.

Robbins, Stephen. P., dan Judge, Timothy, A. 2008. Perilaku Organisasi. Jilid Dua. Alih Bahasa: Diana Angelica, Ria Cahyani, dan Abdul Rosyid. Jakarta: PT. Prenhallindo. Sastrohadiwiryo, B, Siswanto. 2003. Manajemen

Tenaga Kerja Indonesia: Pendekatan

Administratif dan Operasional. Jakarta: Bumi

Aksara.

Siagian, Sondang. P. 2000. Manajemen SDM. Jakarta: Bumi Aksara.

Sobur, Alex. 2011. Psikologi Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif,

Kualitatif dan R & D. Bandung: ALFABETA.

Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Penerbit Srikandi: Surabaya.

Sutrisno, Edi. 2009. Manajemen Sumber Daya

Manusia. Jakarta: Prenada Media Group.

Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: ANDI.

Wibowo. 2013. Perilaku dalam Organisasi. Jakarta: Rajawali Press.

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan &amp; Pengadaan 9 Persentase jumlah SKPD yang menerapkan SPM % 100 9 Program Peningkatan Akuntabilitas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Bag. Kesra 10 Persentase

[r]

Tuturan yang ada dalam spanduk di wilayah kota Surakarta setelah dianalisis ditemukan data yang berupa tindak tutur ilokusi dengan bentuk asertif yang meliputi

41 Tahun 2004 tentang wakaf Pasal 28, 29, 30 mengenai wakaf uang di Kota Banjarmasin, maka faktor yang mempengaruhi adalah faktor penegak hukum/ penyelenggara undang-undang

mengalami leleh lentur akibat tetjadinya perpindahan lateral inelastis dari rangka harus dipasang tulangan tranversal dengan jumlah seperti yang ditentukan pada. butir 6, 7

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian BAP dengan konsentrasi rendah pada dua varietas batang atas jeruk keprok tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada peubah

Perubahan pendapatan usahatani akibat adanya TMC sebesar 265,58% dalam satu tahun.Maka dari ituTMC lebih baik tetap dilaksanakan agar tetap tersedianya air di

Salah satu cara paling sederhana untuk inisialisasi vektor bobot pada SOM adalah dengan menggunakan random vector. Pada aplikasinya, inisialisasi menggunakan random vector