HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
DAN PERSEPSI BUDAYA ORGANISASI DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT
PADA KARYAWAN PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI
SURAKARTA
SKRIPSI
Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi
Disusun Oleh:
Farah Rizkiana Novianti
G0107044
Pembimbing :
1. Drs. Munawir Yusuf, M.Psi
2. Aditya Nanda Priyatama, S. Psi, M.Si
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
PERNYATAAN KEASLIANDengan ini saya menyatakan dengan sesunggguhnya bahwa dalam skripsi ini
tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya
bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.
Surakarta, Agustus 2011
commit to user
MOTTO“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”
-Q.S. Al Insyirah:5-
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya
Allah SWT bersama orang-orang yang sabar”
-Q.S. Al Baqarah:153
“God has a bigger Plan for me than I have for my self”
-Jamie Sullivan, film quotes: “A W alk to Remember”
“A great leader’s courage to fulfill his
vision comes from passion, not position.”
-J. Maxwell
“ A nyone who has never made a mistake has never tr ied anything new”
commit to user
UCAPAN TERIMA KASIH DAN PENGHARGAAN
Set i a p gor esa n i n i m em ba w a cer i t a , m en gen a i a r t i p er j u a n ga n , k esa ba r a n , k em u d a h a n d a l a m t i a p k esu l i t a n ,
k eba i k a n -k eba i k a n -N y a , d a n j a w a ba n a t a s sega l a d oa -d oa .
Sa y a p er sem ba h k a n k er j a k er a s, p el u h k er i n ga t , d a n a i r
m a t a d a l a m sebu a h gor esa n k a r y a t u l i s i n i u n t u k or a n g-or a n g y a n g sa y a ci n t a i d a n sa y a h g-or m a t i …
1.
Papa dan M ama atas segala kasih
sayang, doa-doa, dukungan, dan
pengorbanannya.
2.
Adik-adik tercinta, M adiha Septia
R izkiana dan M uhammad Aff an
Alfaridzi yang terus bersama dan
menemani dalam setiap lembar
kehidupan.
3.
Seluruh K eluarga besar H .M . R adhi
dan K eluarga B esar M . M ochtar,
atas segala kehangatan, doa dan
segala dukungan yang diberikan.
commit to user
5.KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil’aalamiin, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah
SWT penulis panjatkan, hanya dengan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya lah
penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penyusunan skripsi
berjudul “Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan
Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee Engagement Pada Karyawan PT.
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Surakarta” ini adalah untuk memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini, sebagai
bentuk penghargaan, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi yang
telah memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat menuntut ilmu di
Prodi Psikologi serta memberi bimbingan dan arahan kepada penulis.
2. Bapak Drs. Munawir Yusuf, M.Psi, selaku Dosen Pembimbing I, atas
segala kesabaran, kepercayaan, dan kesediaannya dalam memberikan
waktu, tenaga, pikiran, dan bimbingan penuh kepada penulis, serta terima
kasih untuk segala bantuan yang diberikan dalam setiap kesulitan yang
penulis lalui pada proses penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.
3. Bapak Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si, selaku Dosen Pembimbing
commit to user
yang diberikan kepada penulis. Terima kasih telah menjadi dosen
sekaligus sahabat dan pendengar yang baik bagi penulis, serta atas segala
motivasi, dukungan, bantuan, perhatian yang diberikan selama menempuh
studi dan penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Emi Dasiemi, MS., selaku penguji I, yang telah memberikan
bantuan, dan saran yang berarti bagi penulis demi penyempurnaan skripsi,
serta ilmu yang telah dibagikan selama menempuh studi.
5. Bapak Nugraha Arif Karyanta, S.Psi, selaku penguji I, yang di sela-sela
kesibukannya bersedia menjadi penguji, terima kasih untuk kesediannya
dalam memberikan waktu, tenaga, dan pikiran, dan masukan yang sangat
berharga bagi penulis selama menempuh studi dan proses penyusunan
skripsi ini.
6. Ibu Rin Widya Agustin M.Psi, selaku pembimbing akademik dan
koordinator skripsi, sekaligus sahabat bagi penulis. Terima kasih telah
mengajarkan kepada penulis mengenai ”nikmati dan hayati setiap proses,
gunakan hati dalam setiap apa yang kita lakukan, maka akan terasa
ringan dan menyenangkan”. Terima kasih atas segala bimbingan dalam
proses akademik dan proses kehidupan penulis.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Psikologi FK UNS, yang
telah memberikan banyak bekal ilmu, pengetahuan, pengalaman yang
berharga, kemajuan, dan motivasi penulis selama menjalani kuliah dan
menyelesaikan studi. Serta seluruh Staff Prodi Psikologi FK UNS, yang
commit to user
8. Pimpinan PT. Tiga Serangkai Surakarta, Ibu Eny Rahma Zaenah, S.E.,
M.M., yang telah memberikan ijin penulis untuk melakukan penelitian di
PT Tiga Serangkai Surakarta, Bapak Hary Sumarsono, S.Pd. dan Bapak
Muhammad Adi Darmawan, S.Psi., CBA., dan seluruh karyawan PT Tiga
Serangkai yang telah membantu segala proses penelitian ini.
9. Papa dan Mama, adik-adikku Madiha dan Affan, terima kasih atas segala
limpahan kasih sayang, doa yang tidak pernah terputus, dukungan mental
dan material, serta segala pengorbanannya.
10.Segenap keluarga besar H. M. Radhi dan M. Mochtar, atas segala
dukungan dan doanya, dan untuk sepupuku Intan Yunastiti, S.E., terima
kasih untuk dukungan, semangat, dan semua cerita hidup yang kita lalui
bersama.
11.Sahabat-sahabat: Anis “Mbok Jamu”, Dhisty, Che-Che, Idud, Rarat,
Nana, Hiemma, Karina, Charla, Ichsan, Afif, Maya, Shofi, Suryo, Halim,
Ali, Putri, Ayu, Risa, Jessica, dan semua rekan-rekan angkatan 2007 yang
tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah menjadi tempat berbagi,
menginspirasi, dan men-support selalu. Sukses untuk kita semua!!
12.Kakak-kakak tingkat, serta alumni angkatan 2004-2006 yang telah banyak
membagikan ilmu dan semangatnya, adik-adik tingkat angkatan
2008-2010, dan untuk “adik asuh”ku, Fajar Juliana (2009), terima kasih untuk
semangatnya.
Surakarta, 30 Juli 2011
commit to user
Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan
Persepsi Budaya Organisasi Dengan Employee Engagement Pada Karyawan
PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Surakarta
Farah Rizkiana Novianti Universitas Sebelas Maret Surakarta
ABSTRAK
Sebuah organisasi harus dapat menerapkan berbagai macam strategi yang tepat sebagai usaha pemeliharaan karyawan dan mempertahankan kualitas
sumber daya manusianya agar organisasi berjalan secara dinamis. Penerapan
strategi organisasi yang tidak tepat dapat memicu adanya permasalahan-permasalahan dalam organisasi, seperti penurunan kinerja, ketidakpuasan,
burnout, dan kecenderungan turnover. Salah satu hal yang dapat mendorong agar segala strategi yang diterapkan oleh organisasi dapat memberikan hasil yang
maksimal adalah adanya keterikatan kerja atau employee engagement, yaitu
keterikatan secara fisik, emosional, dan kognitif. Persepsi karyawan terhadap pemimpin transformasional dan budaya organisasi dapat mengarahkan karyawan pada perilaku yang positif dan mendalam, maka diharapkan karyawan dapat
berada pada tingkatan engagement dengan organisasinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi gaya
kepemimpinan transformasional dan persepsi budaya organisasi dengan employee
engagement. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Surakarta sejumlah 81 karyawan. Teknik pengambilan sampel
dengan purposive quota random sampling, dengan kriteria subjek adalah
karyawan tetap dan memiliki masa kerja minimal dua tahun. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala persepsi gaya kepemimpinan transformasional dengan jumlah aitem valid 35 dan reliabilitas 0,979, kemudian skala persepsi budaya organisasi sejumlah 42 aitem valid dengan reliabilitas 0,922, dan skala
employee engagement yang merupakan modifikasi dari skala yang disusun oleh Paska (2009) yang diujicobakan kembali dengan jumlah 30 aitem valid dan reliabilitas sebesar 0,940.
Analisis data menggunakan teknik analisis regresi berganda, diperoleh p
p-value sebesar 0,002 < 0,05 dan Fhitung 6,838 > Ftabel 3,114 serta R sebesar R
0,386. Hal ini berarti ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi gaya
kepemimpinan transformasional dan persepsi budaya organisasi dengan employee
engagement. Nilai koefisien determinan (R Square) sebesar 0,149 artinya persepsi gaya kepemimpinan transformasional dan persepsi budaya organisasi secara bersama-sama memberi sumbangan efektif (SE) sebesar 14,9% terhadap
employee engagement. Dengan sumbangan masing-masing 9,033% untuk variabel persepsi gaya kepemimpinan transformasional dan 5,88% untuk persepsi budaya organisasi.
Kata kunci: employee engagement, persepsi gaya kepemimpinan
commit to user
The Relationship Between A Perception of Transformational Leadership Style and A Perception of Organizational Culture With The Employee Engagement on The
Employees of PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Surakarta
Farah Rizkiana Novianti Universitas Sebelas Maret Surakarta
ABSTRACT
An organization is required to apply some proper strategies considered as efforts in the maintainance of employee and human resources quality for the sake of obtaining dynamic operation of organization. Inadequate application of organizational strategy possibly pursues the occurrence of organizational problems such as work ethic descent, dissatisfaction, burnout, and turnover tendency. One supportive matter proposed in order that all strategies can be well applied is employee engagement consisting of physical engagement, emotional engagement, and cognitive engagement. Employee perception toward transformational leader and organizational culture can lead employee to the intense and positive behavior, therefore employee is supposed to exist in the degree of engagement with the organization.
The purpose of this research is to find out the relationship between a perception of transformational leadership style and a perception of organizational culture with the employee engagement. The subjects in this research is 81 employees of PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Surakarta. Purposive quota random sampling is used in this research with the subject of which characterized by the employees who have been officially occupied and have been working at least for two years. The instrument for data collection used in this research is a scale of transformational leadership style perception with 35 valid items and 0.979 reliability, and then a scale of organizational culture perception with 42 valid items and 0.922 reliability, and a scale of employee engagement which is a modification of a scale arranged by Paska (2009) tried out with 30 valid items and 0.940 reliability.
commit to user
Keyword: employee engagement, perception of transformational leadership, perception of organizational
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH DAN PENGHARGAAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN A. ... L atar Belakang Masalah ... 1
B. ... R umusan Masalah ... 12
commit to user
D. ... M anfaat Penelitian ... 13
BAB II LANDASAN TEORI
A. ... E mployee Engagement
1... P engertian Employee Engagement ... 16
2... F aktor-faktor Pembentuk Employee Engagement ... 20
3... K arakteristik Employee Engagement ... 27
4... A spek-Aspek Employee Engagement ... 30
B. ... P ersepsi Kepemimpinan Transformasional
1. ... P
engertian Persepsi ... 37
2. ... P
engertian Kepemimpinan ... 39
3. ... P
engertian Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 41
4. ... P
commit to user
5. ... K
arakteristik Kepemimpinan Transformasional ... 44
6. ... A
spek-Aspek Kepemimpinan Transformasional ... 48
C. ... P ersepsi Budaya Organisasi
1. ... P
engertian Budaya Organisasi... 50
2. ... P
engertian Persepsi Budaya Organisasi ... 53
3. ... F
ungsi Budaya Organisasi ... 53
4. ... P
roses dan Faktor dalam Pembentukan Budaya Organisasi ... 56
5. ... A
spek-aspek Budaya Organisasi ... 59
D. ... H ubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan
Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee Engagement
1... H
ubungan Antara Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee
commit to user
2... H ubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan
Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee Engagement ... 67
3... H ubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan
Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee Engagement ... 70
E. ... K erangka Pemikiran ... 75
F. ... H ipotesis ... 76
BAB III METODE PENELITIAN
A. ... I dentifikasi Variabel Penelitian ... 77
B. ... D efinisi Operasional Variabel ... 77
C. ... P opulasi, Sampel, dan Sampling
commit to user
D. ... T eknik Pengumpulan Data
1... S kala Employee Engagement ... 82
2... S kala Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 84
3... S kala Persepsi Budaya Organisasi ... 85
E. ... U ji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 87
2. Uji Reliabilitas ... 87
F. ... M etode Analisis Data ... 88
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. ... P ersiapan Penelitian
1. Orientasi Kancah Penelitian ... 91
2. Persiapan Penelitian
a. Persiapan Administrasi ... 94
b. Persiapan Alat Ukur ... 94
commit to user
1. Penentuan Subjek Penelitian ... 100
2. Pengumpulan Data Uji Coba ... 101
3. Uji Validitas dan Reliabilitas a. Penghitungan Validitas ... 102
b. Penghitungan Reliabilitas ... 110
4. Pengumpulan Data Penelitian ... 111
5. Pelaksanaan Skoring ... 112
C. ... H asil Analisis Data Penelitian 1. Uji Asumsi Dasar a. Uji Normalitas ... 113
b. Uji Linieritas ... 114
2. Uji Asumsi Klasik a. ... U ji Multikolinearitas ... 115
b. Uji Heteroskedastisitas ... 116
c. Uji Autokorelasi ... 118
3. Uji Hipotesis ... 119
4. Uji Korelasi... 122
5. Sumbangan Pengaruh Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen Secara serentak ... 125
6. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif ... 126
commit to user
D. ... P embahasan ... 131
BAB V KESMIPULAN DAN SARAN
A. ... K esimpulan ... 142
B. ... S aran ... 143
commit to user
DAFTAR TABELTabel Halaman
1. Penilaian Pernyataan Favorabel dan Pertanyaan Unfavorabel ... 81
2. Blue Print (Kisi-Kisi) Skala Employee Engagement
Modifikasi dan Akan Diujicobakan Kembali ... 83
3. Blue Print (Kisi-kisi) Skala Persepsi Budaya Organisasi ... 84
4. Blue Print (Kisi-kisi) Skala Persepsi Gaya Kepemimpinan
Transformasional ... 86
5. Blue Print (Kisi-Kisi) Skala Employee Engagement Untuk Uji
Coba 96
6. Blue Print (Kisi-kisi) Skala Persepsi Gaya Kepemimpinan
Transformasional Untuk Uji Coba ... 97
7. Blue Print (Kisi-kisi) Skala Persepsi Budaya Organisasi
Untuk Uji Coba ... 99
8. Distribusi Item Valid dan Gugur Skala Employee Engagement . 103
9. Blue Print (Kisi-Kisi) Skala Employee Engagement Untuk
Penelitian dengan Penomoran Baru ... 104
10. Distribusi Item Valid dan Gugur Skala Persepsi Gaya
Kepemimpinan Transformasional ... 105
11. Blue Print (Kisi-kisi) Skala Persepsi Gaya Kepemimpinan
commit to user
12. Distribusi Item Valid dan Gugur Skala Persepsi Budaya
Organisasi 108
13. Blue Print (Kisi-kisi) Skala Persepsi Budaya Organisasi
Untuk Penelitian dengan Penomoran Baru ... 109
14. Hasil Uji Normalitas ... 113
15. Hasil Uji Linieritas antara Variabel Employee Engagement dengan Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 114
16. Hasil Uji Linieritas antara Variabel Employee Engagement dengan Variabel Persepsi Budaya Organisasi ... 115
17. Hasil Uji Multikolinieritas ... 116
18. Hasil Uji Autokorelasi ... 118
19. Hasil Pengujian Hipotesis Secara Simultan ... 120
20. Hasil Pengujian Hipotesis Secara Parsial ... 121
21. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi (r) ... 120
22. Hasil Analisis Korelasi Ganda ... 122
23. Korelasi Parsial Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan Employee Engagement ... 123
24. Korelasi Parsial Antara Persepsi Gaya Budaya Organisasi dengan Employee Engagement ... 124
25. Hasil Besarnya Sumbangan Pengaruh Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen ... 126
26. Deskripsi Data Empirik ... 127
commit to user
28. Kategorisasi Subjek Berdasar Skor Skala Employee Engagement ... 129
29. Kategorisasi Subjek Berdasar Skor Skala Persepsi Gaya
Kepemimpinan Transformasional ... 130
30. Kategorisasi Subjek Berdasar Skor Skala Persepsi Budaya
commit to user
DAFTAR GAMBARGambar Halaman
1. ... T ahap Pembentukan Budaya Organisasi ... 57
2. ... H asil Penelitian Right Management a Manpower Company ... 71
3. ... K erangka Pemikiran ... 75
4. ... S truktur Unit Bisnis PT Tiga Serangkai ... 92
5. ... P ola Scatterplot Pada Uji Heteroskesdastisitas ... 117
commit to user
DAFTAR LAMPIRANLAMPIRAN A.
ALAT UKUR SEBELUM UJI COBA
1. ... S kala Employee Engagement ... 155
2. ... S kala Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 157
3. ... S kala Persepsi Budaya Organisasi ... 159
LAMPIRAN B.
SEBARAN NILAI DATA UJI COBA ALAT UKUR UNTUK UJI COBA
1. Skala Employee Engagement ... 162
2. ... S kala Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 164
3. ... S kala Persepsi Budaya Organisasi ... 166
LAMPIRAN C.
VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR UNTUK UJI COBA
1. Validitas Skala Employee Engagement ... 169
2. Validitas Skala Persepsi Gaya Kepemimpinan
Transformasional ... 171
3. Validitas Skala Persepsi Budaya Organisasi ... 173
4. Reliabilitas Skala Employee Engagement ... 175
5. Reliabilitas Skala Persepsi Gaya Kepemimpinan
Transformasional ... 175
commit to user
LAMPIRAN D.ALAT UKUR UNTUK PENELITIAN
1. Skala Employee Engagement ... 179
2. Skala Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 180
3. Skala Persepsi Budaya Organisasi ... 182
LAMPIRAN E.
SEBARAN NILAI DATA PENELITIAN
1. Skala Employee Engagement ... 184
2. Skala Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 187
3. Skala Persepsi Budaya Organisasi ... 190
4. Tabel Distribusi Nilai Skor Total ... 193
LAMPIRAN F.
ANALISIS DATA PENELITIAN
1. Hasil Uji Normalitas dan Linearitas ... 195
2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 196
3. Hasil Uji Hipotesis (Analisis Regresi) ... 197
4. Hasil Uji Korelasi ... 198
5. Hasil Analisis Deskriptif ... 199
6. Hasil Katagorisasi Skala Penelitian ... 200
7. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif ... 203
LAMPIRAN G.
commit to user
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
DAN PERSEPSI BUDAYA ORGANISASI DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT
PADA KARYAWAN PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI
SURAKARTA
SKRIPSI
Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi
Disusun Oleh:
Farah Rizkiana Novianti
G0107044
Pembimbing :
1. Drs. Munawir Yusuf, M.Psi
2. Aditya Nanda Priyatama, S. Psi, M.Si
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan sumber daya manusia dalam setting industri dan organisasi
semakin berkembang pesat, seiring dengan semakin kuatnya persaingan dalam
dunia industri dan organisasi ini. Sumber daya manusia menjadi salah satu aspek
penting untuk menghasilkan ketercapaian suatu visi, misi, dan tujuan yang ingin
diraih oleh sebuah organisasi. Faktor sumber daya manusia dianggap sebagai
faktor yang paling potensial dalam penyediaan keunggulan kompetitif bagi
organisasi, serta terkait dengan bagaimana mengelola sumber daya ini, sedangkan
faktor lain seperti sumber daya keuangan, produksi, teknologi, dan pemasaran
tidak mendapat perhatian penuh karena faktor-faktor tersebut cenderung dapat
ditiru (Margaretha, 2008). Dasar pengelolaan manusia sebenarnya dapat ditiru,
namun strategi yang paling efektif bagi organisasi dalam menemukan cara-cara
yang unik untuk menarik, mempertahankan, serta memotivasi karyawan mereka
lebih sulit untuk ditiru dibanding faktor-faktor selain sumber daya manusia
(Fisher dkk., dalam Margaretha, 2008). Ini berarti bahwa organisasi harus
menerapkan berbagai macam strategi sebagai usaha pemeliharaan karyawan dan
mempertahankan kualitas sumber daya manusianya, agar organisasi dapat berjalan
secara dinamis.
Apabila sebuah organisasi tidak menerapkan strategi dengan tepat untuk
permasalahan-permasalahan dalam organisasi, seperti penurunan kinerja,
ketidakpuasan dalam pekerjaan, terjadi burnout, dan adanya kecenderungan
turnover. Masalah turnover dalam menjadi salah satu permasalahan klasik dalam
organisasi, tidak dapat dipungkiri bahwa turnover dapat saja terjadi di perusahaan
atau organisasi di manapun. Tingkat turnover karyawan yang tinggi, terutama di
level manajerial secara lambat tetapi pasti, akan menyebabkan perusahaan
mengalami kemunduran kinerja (Rochmadian, 2009). Permasalahan-permasalahan
ini dapat mengakibatkan pencapaian tujuan, visi, misi, maupun prestasi
perusahaan tidak dapat terwujud.
Menilik pada fenomena tersebut, maka sebuah organisasi harus dapat
mengerti dan memenuhi kebutuhan serta menciptakan lingkungan kerja yang
kondusif bagi pekerja untuk dapat mempertahankan dan memelihara pekerja
dalam organisasinya. Untuk dapat mengerti dan memenuhi kebutuhan pekerja
serta menciptakan lingkungan kerja yang sesuai dengan pekerja, tentu dibutuhkan
suatu proses, strategi, dan inovasi-inovasi. Salah satu hal yang dapat mendorong
agar segala strategi yang diterapkan oleh organisasi dapat memberikan hasil yang
maksimal adalah keterikatan anggota organisasi dengan organisasinya, yang
dikenal dengan istilah employee engagement.
Employee engagement merupakan salah satu perkembangan dari positive
psychology dan positive organizational behavior. Pandangan ini melihat manusia
sebagai anggota dalam sebuah organisasi secara positif, memiliki sebuah potensi
atau kemampuan, dan kekuatan mental positif (Kong, 2009). Kahn (dalam Kular
anggota organisasi terhadap peran mereka dalam setting pekerjaan, dengan
bekerja dan mengekspresikan diri mereka secara fisik, kognitif, dan emosional,
yang akan mengarahkan pada keefektifan peran kerjanya di dalam organisasi.
Lebih lanjut, Kahn (dalam Luthans dan Peterson, 2002) menyatakan
bahwa employee engagement merupakan konstruk yang multidimensi. Karyawan
dapat secara emosional, kognitif atau fisik terikat. Terikat secara emosional adalah
ketika individu membangun hubungan yang berarti dengan orang lain, berempati,
serta perhatian terhadap perasaan orang lain, misalnya terhadap rekan kerja dan
manajer. Sedangkan, terikat secara kognitif merujuk kepada individu yang
menaruh perhatian lebih pada tugas dan peran mereka di lingkungan pekerjaan.
Karyawan dapat diikat pada satu dimensi saja yaitu bisa secara emosional saja
ataupun kognitif saja. Tetapi semakin mereka merasakan keterikatan disetiap
dimensi akan mendorong terciptanya keterikatan personal. Keterikatan personal
inilah yang mendorong tercipta employee engagement. (Kahn, dalam Luthans dan
Peterson, 2002)
Karyawan yang engaged atau memiliki keterikatandengan pekerjaan dan
organisasi mereka, berarti memiliki komitmen untuk memberikan keunggulan
yang kompetitif bagi perusahaan, meningkatkan produktivitas yang lebih tinggi,
dan mengurangi tingkat intensitas turnover karyawan (Vance, 2006). Senada
dengan penelitian yang dilakukan oleh Vazirani (2007), ia mengungkapkan bahwa
karakteristik pekerja yang terikat adalah menunjukkan komitmen yang lebih untuk
tetap berada di organisasi, memiliki kinerja yang lebih baik, dan memberikan
2008) menyatakan bahwa employee engagement mempengaruhi kualitas kerja
karyawan, meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi jumlah ketidakhadiran
karyawan (absenteeism) dan menurunkan kecenderungan untuk berpindah
pekerjaan
Sejumlah penelitian mengenai employee engagement pun telah banyak
dilakukan oleh para praktisi dan lembaga konsultan. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh Gallup Organization (2004) pada perusahaan layanan jasa
pengiriman Deutsche Post divisi DHL Express di Amerika Serikat, menunjukkan
bahwa employee engagement dapat meningkatkan produktivitas dan menurunkan
tingkat turnover sebesar 27% pada pekerjanya (dalam Smoak dan Endres, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Right Management a Manpower Company di 15
(lima belas) Negara di Dunia, yaitu U.S., Kanada, Australia, New Zealand, Brazil,
UK, Paris, Jerman, Norwegia, Swedia, Denmark, China, India, Japan, dan Korea
Selatan pada tahun 2008-2009, menemukan hubungan employee engagement
terhadap intensitas pekerja untuk bertahan di tempat kerjanya, dengan persentase,
2% karyawan yang engaged memiliki rencana bertahan di tempat kerjanya selama
satu tahun ke depan, 26% berencana antara satu sampai lima tahun ke depan, dan
72% berencana untuk bertahan di tempat kerjanya selama lebih dari lima tahun ke
depan. Sebaliknya, jumlah persentase karyawan yang disengaged, sebesar 14%
berencana untuk bertahan di tempat kerjanya selama satu tahun ke depan, 39%
karyawan berencana antara satu sampai lima tahun ke depan, dan hanya 47% yang
berencana untuk bertahan selama lebih dari lima tahun ke depan. Besarnya
berarti bahwa kecenderungan terjadi turnover rendah dibanding dengan karyawan
yang disengaged.
Membangun employee engagement membutuhkan suatu proses yang tidak
mudah, proses pembentukan employee engagement ini dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik faktor intrinsik maupun ekstrinsik. McBain (2007),
menjelaskan ada 3 (tiga) hal yang dapat menjadi penggerak employee
engagement, yaitu working life, manajemen dan kepemimpinan, serta organisasi.
Working life adalah berkaitan dengan kenyamanan kondisi lingkungan kerja
karyawan dalam sebuah organisasi, seperti lingkungan kerja yang memiliki
keadilan distributif dan prosedural, lingkungan kerja yang melibatkan karyawan
dalam pengambilan keputusan, organisasi yang memperhatikan keseimbangan
kehidupan kerja dan keluarga karyawan. Sedangkan mengenai pentingnya aspek
manajemen dan kepemimpinan dalam pembentukan employee engagement ini
adalah, bahwa engagement dibangun melalui proses dan butuh waktu yang
panjang serta komitmen yang tinggi dari pemimpin, untuk itu dibutuhkan
kekonsistenan pemimpin dalam mementoring karyawan (Paradise, dalam
Margaretha, 2008).
Untuk dapat menciptakan employee engagement, pimpinan organisasi
diharapkan memiliki beberapa keterampilan, beberapa diantaranya adalah
kemampuan berkomunikasi, terutama kemampuan mendengarkan, memberikan
umpan balikdan penilaian kinerja, serta memberikan pengakuan atas hasil kinerja
(McBain, 2007). Sejalan dengan pendapat tersebut, tim peneliti Development
dalam pembentukan employee engagement, yaitu bahwa kinerja pemimpin yang
baik meningkatkan engagement karyawan dengan organisasi (Wellins, dkk.,
2008). Hal tersebut berarti bahwa, penciptaan dan pemeliharaan employee
engagement dalam organisasi tidak terlepas dari peran pemimpin organisasi.
Pimpinan organisasi harus turut berperan aktif terhadap organisasi dalam
menciptakan lingkungan yang dapat membuat karyawan mereka terikat secara
emosional, fisik, dan kognitif.
Kepemimpinan merupakan pola hubungan antara individu-individu yang
menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap kelompok orang agar bekerja
bersama-sama untuk mencapai tujuan (Fiedlr, dalam Sanaky, 2003). Kemampuan
memimpin dan keinginan untuk diikuti oleh bawahan didasarkan pada gaya
kepemimpinan, gaya kepemimpinan adalah pola perilaku konsisten yang mereka
terapkan dalam bekerja dengan orang lain dan melalui orang lain (Sumarsono,
2004). Salah satu gaya kepemimpinan yang dapat memberikan dampak yang baik
dalam perkembangan organisasi adalah gaya kepemimpinan transformasional,
karena gaya kepemimpinan ini mengilhami dan memotivasi bawahan untuk
berbuat lebih dari yang diharapkan (Bass, 1985). Burns (dalam Yukl, 1994)
mendefinisikan pemimpin transformasional sebagai pemimpin yang menjalin
kebersamaan dengan bawahan untuk meningkatkan kualitas moral dan motivasi
kerja, tipe pemimpin transformasional memandang bawahannya sebagai pengikut
yang sejajar dan bukan hanya sebagai pelaksana perintah.
Pemimpin transformasional berusaha mencapai tujuan dengan cara
kelompok yang dimotivasi menjadi percaya, kagum, hormat, dan setia kepada
pemimpinnya (Bass, 1985). Tingkat usaha ekstra bawahan dari model pemimpin
transformasional ini mungkin disebabkan oleh komitmen mereka pada pimpinan,
motivasi kerja intrinsik mereka, tingkat perkembangan mereka atau merasa
memiliki misi, sehingga mendorong mereka untuk bekerja lebih mandiri (Bass,
1985). Baron dan Byrne, 2005, (dalam Nashori, 2009) menambahkan, pemimpin
yang transformatif memiliki dampak yang sangat kuat pada kelompok, karena
mereka mampu memanfaatkan kemampuan mereka yang luar biasa untuk
meningkatkan motivasi dan komitmen para pengikut mereka. Maka dengan
adanya ketertarikan bawahan terhadap organisasi, komitmen pada pimpinan, dan
rasa kepemilikan terhadap misi organisasi yang dimiliki oleh bawahan dari hasil
model kepemimpinan transformasional ini, diharapkan pula bawahan akan
memiliki keterikatan yang lebih pada organisasinya.
Bono dan June, 2003, (dalam Roberson dan Strickland, 2010), dalam
penelitiannya menemukan bahwa pengikut dari pemimpin transformasional
menghasilkan bawahan yang lebih engagement atau lebih terikat dengan
pekerjaannya. Albrecht (2010) turut memperkuat pernyataan tersebut, melalui
pernyataan berikut:
with increased levels of engagement of the employees in our study. Interesting to note is that at the same time this mechanism led employees to feel generally happier in life as well.
Pada pernyataan tersebut, Albrecht menjelaskan bahwa adanya persepsi
pekerja terhadap pemimpin transformasional dan kemudian menghasilkan
hubungan yang berkualitas tinggi, dapat meningkatkan harapan dan optimisme
karyawan pada level yang lebih tinggi. Harapan yang penuh tersebut dapat
memotivasi pekerja untuk meraih tujuan-tujuan, sedangkan optimisme karyawan
dapat membuat atribusi yang lebih positif tentang pandangan kesuksesan saat ini
dan di masa depan. Adanya harapan dan optimisme yang lebih tinggi ini, terkait
dengan peningkatan employee engagement. Mekanisme ini juga menyebabkan
karyawan umumnya merasa lebih bahagia dalam kehidupan pekerjaanya.
Selain working life serta manajemen dan kepemimpinan, elemen
organisasi juga berperan penting sebagai salah satu penggerak employee
engagement, seperti yang diungkapkan oleh Mc Bain (2007). Organisasi
memiliki elemen-elemen penting di dalamnya, seperti struktur dan sistem
organisasi, budaya organisasi, visi dan nilai yang dianut, brand organisasi.
Budaya organisasi yang dapat mengarahkan pekerja pada engagement adalah
budaya organisasi yang memiliki keterbukaan dan sikap supportive serta
komunikasi yang baik antara rekan, selain itu keadilan dan kepercayaan sebagai
nilai organisasi juga memberikan dampak positif bagi terciptanya employee
engagement (McBain, 2007). Hal-hal ini akan memberikan persepsi bagi
Robbins (2006) menjelaskan, budaya organisasi adalah suatu sistem nilai
yang diperoleh dan dikembangkan oleh organisasi dan pola kebiasaan dan falsafah
dasar pendirinya, yang terbentuk menjadi aturan yang digunakan sebagai
pedoman dalam berfikir dan bertindak dalam mencapai tujuan organisasi. Budaya
organisasi tidak hanya berperan sebagai simbol ataupun filosofi perusahaan yang
bersifat abstrak. Budaya organisasi ditempatkan sebagai suatu strategi untuk
mencapai tujuan perusahaan.
Pengaruh budaya organisasi ini melebihi pengaruh elemen lain dalam
organisasi, seperti struktur, sistem, manajemen. Wood, dkk; 2001 (dalam
Hermala, 2011) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sistem yang dipercayai
dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dan dapat menuntun perilaku dari
anggota organisasi itu sendiri. Pendekatan budaya organisasi ini menitikberatkan
penciptaan keselarasan nilai-nilai dan lingkungan kerja yang kondusif dalam
menumbuhkan employee engagement (dalam Hermala, 2011).
Berdasar penjelasan dan fakta-fakta di lapangan mengenai dampak positif
employee engagement tersebut, maka menjadi hal penting bagi sebuah organisasi
atau perusahaan untuk dapat membangun employee engagement pada
karyawannya. Hal ini berarti bahwa penting pula sebuah organisasi untuk dapat
menciptakan kondisi lingkungan kerja yang nyaman bagi pekerja, dan ini dapat
dibangun melalui model kepemimpinan yang diterapkan secara efektif oleh
pemimpin, serta terhadap budaya organisasi yang diinternalisasikan pada anggota
organisasi. Seperti yang diungkapkan oleh Yukl (1994), bahwa lingkungan dan
Maka, pemimpin harus mampu menetapkan arah dan tujuan dengan
mengembangkan visi terhadap masa depan, seorang pemimpin yang baik akan
mengembangkan sebuah tim yang mampu bekerja sama dengan para anggota dan
tim lainnya walaupun ia tidak berada langsung dalam lingkungan tersebut
(Robbins, 2006). Selain itu, sebuah organisasi juga harus memiliki nilai-nilai
budaya organisasi yang kuat, karena budaya organisasi yang kuat memperlihatkan
kesepakatan yang tinggi di kalangan anggota mengenai apa yang dipertahankan
oleh organisasi itu, sehingga kebulatan semacam itu membina kekohesifan,
kesetiaan, dan komitmen organisasi (Robbins, 2006).
PT Tiga Serangkai merupakan salah satu perusahaan besar yang bergerak
di bidang bisnis percetakan di Surakarta, yang terus melakukan pengembangan
strategi untuk memelihara sumber daya manusia demi kemajuan perusahaan. Pada
awal perkembangannya, PT Tiga Serangkai merupakan perusahaan berbasis
keluarga atau management family, kemudian pada tahun 2000 PT. Tiga Serangkai
melakukan perubahan menjadi manajemen transformasional, yaitu dengan
merekrut pihak eksekutif dari luar. Perubahan manajemen ini membawa PT. Tiga
Serangkai menjadi perusahaan yang bergerak lebih maju dan berkembang lebih
besar, mulai tahun 2002 hingga kini PT. Tiga Serangkai telah mengembangkan
usaha dengan membuat Business Unit, diantaranya PT Tiga Serangkai Inti
Corpora sebagai Holding Company, diikuti dengan bisnis unit PT Tiga Serangkai
International, PT Wangsa Jatra Lestari, PT Pantja Simpati, PT Assalaam Niaga
Seiring dengan perubahan tersebut, PT. Tiga Serangkai terus melakukan
pengembangan strategi dalam pengelolaan dan pemeliharaan sumber daya
manusianya. Salah satu usaha PT. Tiga Serangkai dalam strategi pemeliharaan
sumber daya manusia ini adalah dengan membentuk nilai-nilai perusahaan yang
ditanamkan secara kuat dan mendalam pada anggota organisasi di PT. Tiga
Serangkai Surakarta. PT. Tiga Serangkai memiliki sebuah konsep model
kepemimpinan yang selalu ditanamkan dan menjadi ciri khas perusahaan, yaitu:
fathonah, amanah, qonaah, ilman nafiaan, dan husnudzon atau dikenal dengan
istilah “FIQIH”. Selain menanamkan model kepemimpinan tersebut, PT. Tiga
Serangkai juga memiliki nilai-nilai yang menjadi budaya organisasi perusahaan
yang ditanamkan pula secara kuat, yaitu: spiritualitas, familiaritas, pembelajaran,
daya juang, kerja sama tim, dan inovasi. Nilai-nilai ini menjadi “konsep unggul”
perusahaan dan diinternalisasi secara mendalam kepada pekerja PT. Tiga
Serangkai Surakarta. Maka, dengan adanya penanaman model kepemimpinan
serta nilai-nilai budaya perusahaan yang diinternalisasi secara mendalam ini dapat
menumbuhkan adanya keterikatan pekerja yang kuat terhadap perusahaan.
Dari pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti employee
engagement pada karyawan PT. Tiga Serangkai Surakarta sebagai variabel
kriterium, dalam kaitannya dengan persepsi karyawan terhadap gaya
kepemimpinan transformasional dan persepsi terhadap budaya organisasi
perusahaan sebagai variabel-variabel prediktornya. Pemilihan variabel tersebut
berdasar pada penjelasan-penjelasan di atas bahwa gaya kepemimpinan
mampu membawa dampak mendalam dan luar biasa pada para pengikut (Robbins,
2006), sedangkan budaya organisasi memberikan pengaruh yang positif pada
karyawannya, karena budaya organisasi akan mengarahkan individu pada
perilakunya (Ivancevich, dkk., 2007). Maka, diharapkan dengan adanya persepsi
karyawan yang positif terhadap gaya kepemimpinan transformasional dan budaya
organisasi perusahaan, pekerja akan semakin terikat secara emosi, fisik, dan
kognitif, sehingga di sinilah karyawan berada pada tingkatan engagement dengan
organisasinya.
Penelitian dengan judul “Hubungan antara Persepsi Kepemimpinan
Transformasional dan Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee Engagement
Pada Karyawan PT. Tiga Serangkai Surakarta” ini diharapkan dapat menjadi
masukan, rekomendasi, dan evaluasi bagi perusahaan, bahwa employee
engagement sebagai perkembangan dari tema psikologi positif, dapat menjadi
salah satu alternatif untuk meningkatkan kinerja karyawan, memelihara karyawan,
dan mengurangi kecenderungan tingkat turnover karyawan.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat rumusan
permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini antara lain adalah :
1. Apakah ada hubungan antara Persepsi Gaya Kepemimpinan
Transformasional dengan Employee Engagement?
2. Apakah ada hubungan antara Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee
3. Apakah ada hubungan antara Persepsi Gaya Kepemimpinan
Transformasional dan Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee
Engagement?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hubungan antara Persepsi Gaya Kepemimpinan
Transformasional dengan Employee Engagement.
2. Untuk mengetahui hubungan antara Persepsi Budaya Organisasi dengan
Employee Engagement.
3. Untuk mengetahui hubungan Persepsi Gaya Kepemimpinan
Transformasional dan Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee
Engagement.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi, melengkapi dan
memperkuat teori perilaku organisasi, serta membantu pengembangan
psikologi positif di bidang psikologi industri dan organisasi, khususnya
yang berhubungan dengan salah satu sikap kerja yaitu employee
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
perusahaan, mengenai strategi organisasi, terutama dalam membangun
hubungan antara organisasi dengan pekerjanya, melalui employee
engagement. Selain itu, diharapkan pula penelitian ini dapat
memberikan masukan mengenai pentingnya persepsi karyawan
terhadap gaya kepemimpinan transformasional dan persepsi budaya
organisasi untuk dapat mengarahkan terbentuknya employee
engagement.
b. Bagi Karyawan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi karyawan,
untuk mengevaluasi gaya kepemimpinan dari atasan yang diterapkan
apakah sudah sesuai dengan harapan dan keinginan karyawan, sehingga
dapat mempengaruhi terbentuknya employe engagement. Selain itu,
dapat pula memberikan masukan kepada karyawan agar dapat
membangun persepsi yang positif terhadap budaya organisasi untuk
dapat membangun employee engagement.
c. Bagi Pimpinan Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan informasi bagi
pimpinan perusahaan untuk mengetahui tingkat employee engagement
karyawan sebagai bahan evaluasi sistem organisasi perusahaan. Selain
pimpinan perusahaan mengenai karakteristik kepemimpinan
transformasional, apakah gaya kepemimpinan transformasional bisa
diterapkan dalam instansi tersebut atau tidak, serta untuk mengetahui
bagaimana persepsi karyawan terhadap atasannya. Penelitian ini juga
dapat memberikan informasi kepada pimpinan perusahaan untuk
mengetahui bagaimana persepsi karyawan terhadap budaya organisasi
perusahaan.
d. Bagi Peneliti Lain
Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
masukan untuk peneliti selanjutnya, sekaligus dijadikan sebagai bahan
perbandingan dalam penelitian selanjutnya, khususnya penelitian
mengenai employee engagement dengan pengembangannya dengan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Employee Engagement
1. Pengertian Employee Engagement
Konsep employee engagement pertama kali dibahas dalam literatur
psikologi pada tahun 1990 oleh Kahn, Kahn (dalam Kular dkk, 2008)
mendefinisikan secara konseptual istilah engagement adalah pemanfaatan diri
anggota organisasi terhadap peran mereka dalam setting pekerjaan, dengan
bekerja dan mengekspresikan diri mereka secara fisik, kognitif, dan
emosional, yang akan mengarahkan pada keefektifan peran kerjanya di dalam
organisasi. Kahn menyebutnya sebagai personal engagement, yang
merupakan kebalikan dari personal disengagement. Personal disengagement
adalah penarikan diri anggota organisasi dengan tidak melibatkan diri secara
fisik, pikiran maupun emosional dalam performansi kinerjanya.
Schaufeli dkk, 2002 (dalam Albrecht 2010), mengartikan employee
engagement sebagai suatu keadaan yang berhubungan dengan pekerjaan,
digambarkan secara positif, dan dikarakteristikkan dengan vigor (kekuatan),
dedication (dedikasi), dan absorption (pengabdian). Lebih lanjut, menurut
Schaufeli dkk., 2002 (dalam James dkk, 2011) pekerja yang engage adalah
mereka yang memiliki “sense of energetic” (perasaan giat), bertindak secara
individu yang mampu menyelesaikan tugas-tugas dalam pekerjaannya dengan
sepenuhnya.
McBain (2007) dalam hasil pengamatannya, menemukan unsur-unsur
yang umum dari berbagai macam definisi employee engagement kemudian
meringkasnya menjadi sebuah definisi, yaitu bahwa definisi engagement
dalam praktiknya dilihat sebagai penciptaan sebuah hubungan antara sasaran
organisasi dengan citraperusahaan. Hubungan ini memiliki aspek rasional dan
emosional, dan sebagai akibat dari engagement ini, karyawan dari berbagai
level dipersiapkan dalam memberikan upaya yang lebih diatas tuntutan
pekerjaan mereka.
Harter, dkk., 2002 (dalam Smoak dan Endres, 2008) memberikan
definisi employee engagement adalah sebagai bentuk keterlibatan individual
dan kepuasannya serta sebagai bentuk antusiasme dalam melakukan
pekerjaan. Macey dan Schneider, 2008 (dalam Wefald dan Downey, 2009)
menambahkan bahwa engagement merupakan lawan dari disengagement,
engagement secara umum digambarkan sebagai keterlibatan, kepuasan, dan
antusiasme pekerja, yang digunakan oleh organisasi dan konsultan untuk
meningkatkan pemeliharaan karyawan, pekerja yang engagement akan lebih
bertahan dalam organisasi.
Selain definisi dari para ahli tersebut, beberapa perusahaan,
lembaga-lembaga konsultan, dan lembaga-lembaga-lembaga-lembaga survei juga memberikan beberapa
definisi employee engagement. Perusahaan Intuit Inc. menjelaskan bahwa
merasakan dan berperilaku terhadap pekerjaan, pengalaman dalam bekerja dan
perusahaannya. Perusahaan Caterpillar, memberikan definisi employee
engagement ialah tingkat komitmen karyawan, usaha dalam pekerjaannya, dan
keinginan untuk tetap tinggal di organisasinya (dalam Vance, 2006).
Lembaga konsultan Development Dimensions International (DDI)
mendefinisikan employee engagement sebagai tingkatan seseorang dalam
menikmati dan percaya terhadap apa yang ia lakukan, serta menganggap apa
yang mereka lakukan itu bernilai (dalam Wellins, ddk., 2008). Institute for
Employment Studies, 2004 (dalam Smoak dan Endres, 2008) memberikan
definisi employee engagement yaitu sikap positif yang ditunjukkan pekerja
terhadap organisasi dan nilai-nilai organisasi dalam tempat ia bekerja,
karyawan yang engaged peka dengan situasi bisnis, mau bekerja
bersama-sama dengan para rekan kerjanya untuk meningkatkan performansi kinerja
demi meningkatkan keuntungan bagi organisasi.
Towers Perrin’s Global Workforce Study (2003), menjelaskan definisi
employee engagement adalah kemauan dan kemampuan yang dimiliki pekerja
untuk membantu perusahaan menuju kesuksesan, memberikan kebebasan
lebih luas dalam menentukan usaha mereka untuk mencapai kesuksesan
tersebut menggunakan basis yang didukung oleh perusahaan. Hewitt
Associates (dalam Vance, 2006) berpendapat bahwa employee engagement
adalah tingkatan komitmen emosional dan intelektual pada organisasi atau
kelompok, menghasilkan perilaku yang akan membantu organisasi, memenuhi
Kemudian, Gallup Organization (2008), tim peneliti yang terkenal dengan
pengembangan alat ukur employee engagement bernama Gallup 12Question
atau Q12, mendefinisikan engagement sebagai keterlibatan dan antusiasme
pekerja pada pekerjaannya, yang dapat mendorong business outcome,
meningkatkan produktivitas karyawan, dan mempertahankan pekerja dalam
organisasi. Gallup merumuskan pula dimensi yang dapat menunjukkan
employee engagement, yaitu terpenuhinya dimensi kebutuhan dasar pekerja,
adanya dukungan atasan dan rekan kerja, penerimaan dalam tempat kerja,
serta mendapatkan kesempatan pengembangan dan pertumbuhan (dalam
Buckingham & Coffman, 1999).
Dari beberapa penjelasan mengenai definisi employee engagement di
atas, menurut penulis bahwa pengertian employee engagement memiliki
definisi yang kompleks dan masing-masing ahli serta institusi pun memiliki
konsep dan definisi yang berbeda-beda pula, namun pengertian-pengertian
tersebut pada dasarnya memiliki sebuah kerangka yang secara umum sama,
yaitu menggambarkan sebuah keberadaan sepenuhnya dari pekerja terhadap
pekerjaannya dan organisasinya.
Maka, dari penjelasan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan definisi
dari employee engagement adalah suatu tingkatan keterikatan dan keterlibatan
pekerja secara emosional, fisik, dan kognitif terhadap organisasi, yang akan
mengarahkan pada sikap positif pekerja terhadap organisasi dan nilai-nilai
organisasi, sehingga pekerja mampu bekerja secara efektif dan memiliki
menunjukan keterlibatan penuh dan antusiasme pada pekerjaannya. Employee
engagement ditunjukkan dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar
pekerja, memiliki kontribusi yang lebih dalam organisasi, merasa mendapat
dukungan dan perhatian dari atasan dan rekan kerja, mendapatkan penerimaan
dalam tempat kerja, dapat melakukan segala sesuatunya dengan cara yang
lebih baik, dan memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengembangan diri
dan keterampilan
2. Faktor-faktor Pembentuk Employee Engagement
Towers Perrin’s Global Workforce Study (2003), dalam studinya
menjelaskan bahwa dalam membentuk engagement dan membangun budaya
kinerja yang tinggi tidak bisa hanya menggunakan satu pendekatan.
Pendekatan yang tepat untuk diberikan ditentukan oleh banyak faktor,
termasuk faktor demografis di tempat kerja, perjalanan kehidupan kerja,
model dan sistem pembiayaan bisnis perusahaan, dan diantara faktor-faktor
tersebut membutuhkan keahlian, lingkungan yang geografis, dan sesuai
dengan budaya serta norma-norma yang dianut para pekerja.
Albrecht (2010) dalam bukunya Handbook of Employee Engagement,
menganalisis hasil penelitian cross sectional yang dilakukan oleh Bakker dan
Demerouti (2007) mengenai berbagai pendorong employee engagement, yaitu:
a. Job Demands (Tuntutan Pekerjaan)
Tuntutan kerja adalah aspek dalam pekerjaan yang membutuhkan
dihubungkan dengan pengeluaran dari usaha tersebut, baik secara
fisiologis maupun psikologis. Tuntutan pekerjaan tidak selalu negatif,
namun dapat berubah menjadi stressor yang negatif dalam pekerjaan
saat berada dalam tuntutan yang membutuhkan usaha besar dari
seorang karyawan yang merasa sudah terbebani dengan
tugas-tugasnya. Faktor-faktor yang terkait dengan job demands antara lain
adalah: Tuntutan pekerjaan yang berlebihan secara fisik, tuntutan
emosional, dan tuntutan kognitif.
b. Job Resources (Sumber Kerja)
Sumber kerja adalah aspek dalam pekerjaan yang terkait dengan aspek
fisiologis dan psikologis, berfungsi untuk mencapai tujuan kerja, dapat
mengurangi tuntutan pekerjaan, merangsang pertumbuhan,
pembelajaran, dan perkembangan diri individu. Broeck, dkk., 2008
(dalam Albrecht, 2010) menjelaskan, sumber kerja dapat
menumbuhkan motivasi baik ekstrinsik maupun intrinsik. Sebagai
motivasi ekstrinsik, sumber daya diperlukan untuk mengatasi tuntutan
pekerjaan dan untuk mencapai tujuan kerja. Kemudian sebagai
motivasi intrisnik, berkaitan dengan pandangan bahwa dengan
memenuhi kebutuhan otonomi psikologis dasar, berhubungan, dan
kompetensi, pekerjaan akan memotivasi pekerja secara intrinsik.
Faktor-faktor dalam sumber kerja yang mempengaruhi employee
engagement adalah: Adanya kontrol pekerjaan, dukungan sosial,
c. Personal Resources (Sumber Pribadi)
Sumber pribadi merupakan aspek dari diri, yang pada umumnya
dihubungkan dengan kegembiraan dan perasaan individu, individu
dapat mengontrol dan memberikan dampak pada lingkungan dengan
baik. Dalam sumber pribadi, dua hal yang menjadi faktor employee
engagement adalah: Efikasi diri dan optimisme.
Seijts dan Crim (2006) menjelaskan, pemimpin sebaiknya dapat
menerapkan faktor-faktor yang dapat membentuk employee engagement, yang
dijelaskan dalam ten C’s of employee engagement, yaitu:
a. Connect: Pemimpin harus menunjukkan bahwa mereka menilai dan
menghargai pekerjanya.
b. Career:Pemimpin harus memberikan pekerjaan yang menantang dan
bermakna, dengan kesempatan untuk mengembangkan karirnya.
Karena setiap pekerja pasti ingin melakukan hal yang baru dalam
pekerjaannya.
c. Clarity: Para pemimpin harus mengkomunikasikan visi yang jelas,
kesuksesan dalam kehidupan dan organisasi sebagian besar,
ditentukan oleh bagaimana individu memiliki kejelasan tentang tujuan
mereka dan apa yang benar-benar ingin mereka mencapai.
d. Convey:Pemimpin menjelaskan harapannya terhadap pekerjanya dan
Pemimpin menetapkan proses dan prosedur yang membantu
tugas-tugas penting dan agar menguasai pekerjaannya, serta memfasilitasi
pencapaian tujuan. Pemimpin yang baik dapat membimbing
pekerjanya untuk meningkatkan kemampuan pekerjanya.
e. Congratulate: Memberikan pujian dan pengakuan atas kinerja yang
baik. Pemimpin yang baik selalu memberikan pengakuan dan
penghargaan atas prestasi pekerjanya.
f. Contribute: Pemimpin harus membantu pekerjanya untuk melihat
bagaimana kontribusi mereka terhadap organisasi atas apa yang telah
mereka kerjakan.
g. Control: Karyawan harus diberikan kesempatan untuk berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan.
h. Collaborate: Pemimpin seharusnya mampu membangun tim dengan
menciptakan lingkungan yang befokus pada kepercayaan dan
kolaborasi.
i. Credibility: Pemimpin harus dapat berjuang untuk menjaga reputasi
organisasi dan menunjukkan standar etik yang tinggi, karena pekerja
ingin memiliki kebanggaan terhadap pekerjaannya, kinerjanya, dan
organisasinya.
j. Confidence: Pemimpin membantu para pekerja untuk menciptakan
kepercayaan terhadap organisasi dengan menunjukkan standar kinerja
Selanjutnya, dalam studi literatur dan wawancara dengan praktisi
sumber daya manusia yang dilakukan oleh McBain (2007) mengklasifikasikan
3 (tiga) hal yang menjadi penggerak employee engagement yaitu:
a. Organisasi
Hal-hal dalam organisasi yang dapat menjadi penggerak employee
engagement adalah visi dan nilai yang dianut, produk atau brand
organisasi, dan budaya organisasi.
b. Manajemen dan kepemimpinan
Dalam manajemen dan kepemimpinan yang dapat menjadi penggerak
employee engagement antara lain manajemen kepemimpinan senior,
komitmen pemimpin, dan komunikasi. Kepemimpinan kemungkinan
memiliki dampak terbesar dalam pembentukan employee engagement,
sehingga pimpinan organisasi diharapkan memiliki beberapa
keterampilan. Beberapa diantaranya adalah kemampuan
berkomunikasi (terutama kemampuan mendengarkan), memberikan
feedback, penilaian kinerja, dan memberikan penghargaan (McBain,
2007).
c. Working Life
Terkait faktor working life (kehidupan kerja), hal-hal yang menjadi
penggerak employee engagement antara lain: adanya pengakuan,
dukungan rekan kerja, kesempatan untuk dapat mengembangkan
potensi, kejelasan akan harapan, fleksibilitas, keseimbangan dalam
lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja yang nyaman menjadi
salah satu hal yang dapat menggerakkan employee engagement.
Selanjutnya, Wellins, dkk. (2008), tim peneliti Development
Dimensions International (DDI), merumuskan hal-hal yang menjadi
penggerak employee engagement berasal dari tiga hal yang utama, yaitu:
a. Karakteristik personal individu (A set of personal characteristics)
Penelitian yang dilakukan DDI menemukan bahwa setiap orang
memiliki karakteristik personal yang berkolerasi terhadap employee
engagement yang lebih tinggi. DDI mengungkapkan enam fakor yang
berasal dari pekerja itu sendiri, yang berhubungan secara signifikan
dengan terbentuknya employee engagement, antara lain: Kedekatan
dengan pekerjaannya, penerimaan diri terhadap organisasinya,
stabilitas emosional, keterbukaan terhadap pengalaman, orientasi
terhadap penghargaan, dan efikasi diri.
b. Kepemimpinan yang berbeda dari yang lain (Exceptional leadership)
Pemimpin memiliki pengaruh yang kuat dalam pembentukan tingkat
employee engagement karyawan. Pemimpin yang engaged dengan
organisasinya menghasilkan pekerja yang engage pula dengan
pekerjaannya, pemimpin yang engaged mendorong pekerja untuk
tidak meninggalkan organisasinya, dan kinerja pemimpin yang baik
meningkatkan engagement karyawan dengan organisasi.
Strategi dan sistem organisasi yang dimaksud adalah dalam hal
pengembangan karyawan dan kesejahteraan karyawan seperti promosi
jabatan, manajemen kinerja, tunjangan dan kompensasi karyawan,
pelatihan untuk pengembangan kemampuan karyawan, dan
pengembangan karir yang jelas.
Selanjutnya, dalam studi literatur yang dilakukan oleh tim peneliti
Scottish Executive Social Research (2007), merumuskan faktor-faktor
pembentuk employee engagement antara lain:
a. Hubungan dan komunikasi dua arah antara pekerja dan atasannya,
khususnya memberi dorongan untuk membuka komunikasi vertikal
dari pekerja pada atasannya.
b. Individu dapat menselaraskan dan menyatukan diri dengan produk,
jasa dan nilai yang dianut organisasi.
c. Kemampuan organisasi untuk mengkomunikasikan visi, strategi,
tujuan yang ingin dicapai dan nilai yang dipercaya organisasi kepada
para pekerjanya sehingga mereka mengerti dengan sangat jelas.
d. Para pimpinan memberikan ruang gerak yang cukup bagi pekerja dan
otonomi agar mereka dapat menggali potensi yang mereka miliki.
e. Pemimpin yang berkomitmen, merupakan aspek yang paling penting
dalam membangun keterikatan pekerja pada organisasi.
Berdasar penjelasan mengenai berbagai faktor-faktor yang mendorong
pembentukan employee engagement, dapat disimpulkan secara garis besar
lain dapat berasal dari faktor pekerjaan, faktor pemimpin, faktor organisasi,
dan faktor individu. Faktor pekerjaan yaitu, tuntutan pekerjaan dan sumber
pekerjaan; faktor pemimpin, yaitu pemimpin yang dapat memenuhi harapan
karyawannya, memiliki komitmen, dan dapat membangun komunikasi secara
vertikal dengan pekerjanya; faktor yang berasal organisasi, seperti visi misi
organisasi, nilai-nilai, dan budaya organisasi; dan faktor yang berasal dari
individu pekerja itu sendiri, seperti kedekatan dengan organisasi, efikasi diri,
stabilitas emosional, perasaan bangga terhadap organisasinya, dan kemauan
untuk dapat menselaraskan dan menyatukan diri dengan produk, jasa dan nilai
yang dianut organisasi.
3. Karakteristik Employee Engagement
Lockwood, 2005 (dalam Smoak dan Endres, 2008) menjelaskan
employee engagement adalah sebagai suatu tahapan individu untuk
berkomitmen secara emosional dan intelektual pada organisasi atau kelompok,
dengan menunjukan perilaku: berbicara tentang organisasinya secara positif,
memiliki keinginan yang besar untuk menjadi anggota organisasi dan menolak
untuk bekerja di tempat lain, dan menunjukkan usaha lebih untuk kesuksesan
organisasi.
Hewitt Associates (dalam Vance, 2006) mengemukakan karakteristik
pekerja dengan tingkatan employee engagement yang tinggi adalah sebagai
berikut:
Pekerja memiliki keinginan yang besar untuk menjadi bagian dari
organisasi dan untuk bertahan dalam organisasinya.
b. Say
Pekerja mendukung perusahaan dengan menjalin hubungan dengan
kerja dan konsumen yang potensial, bersikap positif terhadap rekan
kerja, dan memberikan kritik yang membangun.
c. Strive
Para pekerja menampilkan usaha yang lebih dan terlibat dalam usaha
untuk berkontribusi bagi keberhasilan organisasi.
Selanjutnya, The Right Management (2009) merumuskan, pekerja
yang memiliki karakteristik employee engagement adalah sebagai berikut:
a. Puas dengan pekerjaan yang telah dilakukan dengan organisasinya.
b. Memiliki komitmen untuk membangun pekerjaan dan organisasi
menuju kesuksesan.
c. Bangga dengan organisasinya dan dengan pekerjaan yang telah
mereka lakukan.
d. Kemauan untuk berbicara hal-hal yang positif mengenai pekerjaan dan
organisasi.
Kemudian, The Gallup Organization (dalam Vazirani, 2007) membagi
karakteristik employee engagement menjadi tiga tingkatan, yaitu:
Pekerja dengan pada tingkatan ini adalah builder (pembangun).
Mereka ingin mengetahui apa keinginan dan harapan dari peran
mereka dalam organisasi, sehingga mereka dapat meraihnya. Mereka
pada dasarnya memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap
organisasi dan bagian tempat mereka bekerja. Mereka juga
menunjukan kinerja yang tinggi secara konsisten, ini dilakukannya
dengan cara menggunakan kemampuan dan kekuatan mereka dalam
bekerja setiap hari. Kemudian mereka juga bekerja dengan semangat
dan membawa inovasi yang memajukan organisasi mereka.
b. Not Engaged
Pekerja pada tingkatan ini lebih berkonsentrasi dengan pekerjaan
mereka dan tugas-tugas yang dikerjakan daripada hasil maupun tujuan
yang diharapkan untuk mereka capai. Pekerja yang not engaged
cenderung merasa kontribusi mereka tidak maksimal dan potensi yang
dimiliki tidak digunakan sepenuhnya. Mereka merasakan hal ini
karena mereka tidak memiliki hubungan yang produktif dengan
atasan maupun dengan rekan kerjanya.
c. Actively Disengaged
Pekerja pada tingkatan ini secara konsisten menentang apapun yang
ada dalam organisasi. Mereka tidak bahagia dalam bekerja dan
berusaha menunjukkan ketidakbahagiaan mereka. Pekerja yang
dalam bekerja. Organisasi akan banyak sekali mendapat masalah
ketika memiliki pekerja yang actively disengaged ini.
Berdasar penjelasan di atas, disimpulkan bahwa karakteristik pekerja
yang memiliki employee engagement dapat dilihat dari usaha pekerja untuk
membawa organisasi menuju kesuksesan, berbicara hal yang positif mengenai
organisasinya, dan keinginan pekerja untuk bertahan serta menjadi bagian
dalam organisasinya dalam jangka waktu yang lama. Karakteristik employee
engagement dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu engaged, not engaged,
actively disengaged.
4. Aspek-aspek Employee Engagement
Beberapa ahli dan para peneliti memiliki konsep yang berbeda-beda
mengenai aspek employee engagement. Menurut Schaufelli, 2002 (dalam
Bakker dan Demerouti, 2008), employee engagement memiliki tiga aspek,
yaitu:
a. Vigor (kekuatan)
Dikarakteristikkan dengan energi yang tinggi dan kondisi mental yang
sehat dalam bekerja, keinginan untuk memberikan usaha secara
maksimal pada situasi yang disertai dengan ketekunan.
b. Dedication (dedikasi)
Dikarakteristikkan dengan pengertian akan antusiasme, inspirasi,
kebanggaan, dan tantangan.
Dikarakteristikkan dengan ketertarikan pekerja terhadap pekerjaannya
dengan kesenangan, sehingga merasa waktu berjalan dengan cepat
walaupun terdapat kesulitan dalam pekerjaannya.
Selanjutnya, Kahn, 1990 (dalam Kular, dkk., 2008) menjelaskan
konsepemployee engagement terdiri dari tiga aspek, yaitu:
a. Kognitif
Berkaitan dengan kepercayaan pekerja terhadap organisasinya,
pemimpinnya, dan kondisi kerjanya.
b. Emosional
Bagaimana pekerja merasakan kepercayaannya terhadap organisasi,
pemimpinnya, dan konisi kerjanya tersebut, dan apakah mereka
memiliki sikap positif atau negatif terhadap organisasi dan para
pemimpinnya
c. Fisik
Energi dalam bentuk fisik yang diberikan oleh individu untuk
mencapai peran mereka dalam pekerjaannya.
The Gallup Organization, tim peneliti yang populer dalam
pengembangan alat ukur employee engagement dengan nama Gallup 12
Question atau Q12, menyusun alat ukur tersebut dengan 12 pertanyaan yang
dianggap dapat mengukur tingkatan employee engagement. Gallup Q12
disusun berdasar empat aspek employee engagement yang kemudan dipecah
menjadi beberapa indikator untuk menggali lebih dalam (dalam Buckingham
a. Basic need (Dimensi kebutuhan dasar)
Ketika seseorang baru saja memulai suatu peran, ia memiliki
kebutuhan yang mendasar. Orang tersebut ingin mengetahui apa yang
akan diharapkan dari dirinya. Dalam Gallup Q12, indikator yang
mewakili aspek ini adalah:
1) Tahu apa yang diharapkan
Membuat pekerja tahu apa yang diharapkan organisasi terhadap
mereka, membuat mereka mengerti tujuan mereka, dan
membiarkan mereka mencari jalan untuk mencapai tujuan
tersebut. Dengan cara ini akan membuat pekerja lebih merasa
bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.
2) Bahan dan peralatan
Setelah mengetahui apa yang diharapkan, maka mereka akan
membutuhkan bahan dan materi untuk dapat mencapai tujuan
tersebut.
b. Managerial and co-worker support (Dukungan atasan dan rekan
kerja)
Setelah kebutuhan dasar, maka akan muncul suatu kebutuhan yang
lebih tinggi dalam aspek employee engagement. Pada bagian ini
pekerja mulai bertanya tentang kontribusi mereka dalam organisasi.
Aspek ini mewakili perasaan pekerja mengenai tanggapan organisasi
pekerjaan mereka dari segala aspeknya. Dalam Gallup Q12, indikator