• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN PERSEPSI BUDAYA ORGANISASI DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN PERSEPSI BUDAYA ORGANISASI DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA"

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL

DAN PERSEPSI BUDAYA ORGANISASI DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT

PADA KARYAWAN PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI

SURAKARTA

SKRIPSI

Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi

Disusun Oleh:

Farah Rizkiana Novianti

G0107044

Pembimbing :

1. Drs. Munawir Yusuf, M.Psi

2. Aditya Nanda Priyatama, S. Psi, M.Si

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)
(3)
(4)
(5)

commit to user

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sesunggguhnya bahwa dalam skripsi ini

tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di

suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat

karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali

yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya

bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.

Surakarta, Agustus 2011

(6)

commit to user

MOTTO

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”

-Q.S. Al Insyirah:5-

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya

Allah SWT bersama orang-orang yang sabar”

-Q.S. Al Baqarah:153

“God has a bigger Plan for me than I have for my self”

-Jamie Sullivan, film quotes: “A W alk to Remember”

“A great leader’s courage to fulfill his

vision comes from passion, not position.”

-J. Maxwell

“ A nyone who has never made a mistake has never tr ied anything new”

(7)

commit to user

UCAPAN TERIMA KASIH DAN PENGHARGAAN

Set i a p gor esa n i n i m em ba w a cer i t a , m en gen a i a r t i p er j u a n ga n , k esa ba r a n , k em u d a h a n d a l a m t i a p k esu l i t a n ,

k eba i k a n -k eba i k a n -N y a , d a n j a w a ba n a t a s sega l a d oa -d oa .

Sa y a p er sem ba h k a n k er j a k er a s, p el u h k er i n ga t , d a n a i r

m a t a d a l a m sebu a h gor esa n k a r y a t u l i s i n i u n t u k or a n g-or a n g y a n g sa y a ci n t a i d a n sa y a h g-or m a t i …

1.

Papa dan M ama atas segala kasih

sayang, doa-doa, dukungan, dan

pengorbanannya.

2.

Adik-adik tercinta, M adiha Septia

R izkiana dan M uhammad Aff an

Alfaridzi yang terus bersama dan

menemani dalam setiap lembar

kehidupan.

3.

Seluruh K eluarga besar H .M . R adhi

dan K eluarga B esar M . M ochtar,

atas segala kehangatan, doa dan

segala dukungan yang diberikan.

(8)

commit to user

5.

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirabbil’aalamiin, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah

SWT penulis panjatkan, hanya dengan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya lah

penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penyusunan skripsi

berjudul “Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan

Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee Engagement Pada Karyawan PT.

Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Surakarta” ini adalah untuk memenuhi salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Psikologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini, sebagai

bentuk penghargaan, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi yang

telah memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat menuntut ilmu di

Prodi Psikologi serta memberi bimbingan dan arahan kepada penulis.

2. Bapak Drs. Munawir Yusuf, M.Psi, selaku Dosen Pembimbing I, atas

segala kesabaran, kepercayaan, dan kesediaannya dalam memberikan

waktu, tenaga, pikiran, dan bimbingan penuh kepada penulis, serta terima

kasih untuk segala bantuan yang diberikan dalam setiap kesulitan yang

penulis lalui pada proses penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.

3. Bapak Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si, selaku Dosen Pembimbing

(9)

commit to user

yang diberikan kepada penulis. Terima kasih telah menjadi dosen

sekaligus sahabat dan pendengar yang baik bagi penulis, serta atas segala

motivasi, dukungan, bantuan, perhatian yang diberikan selama menempuh

studi dan penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Emi Dasiemi, MS., selaku penguji I, yang telah memberikan

bantuan, dan saran yang berarti bagi penulis demi penyempurnaan skripsi,

serta ilmu yang telah dibagikan selama menempuh studi.

5. Bapak Nugraha Arif Karyanta, S.Psi, selaku penguji I, yang di sela-sela

kesibukannya bersedia menjadi penguji, terima kasih untuk kesediannya

dalam memberikan waktu, tenaga, dan pikiran, dan masukan yang sangat

berharga bagi penulis selama menempuh studi dan proses penyusunan

skripsi ini.

6. Ibu Rin Widya Agustin M.Psi, selaku pembimbing akademik dan

koordinator skripsi, sekaligus sahabat bagi penulis. Terima kasih telah

mengajarkan kepada penulis mengenai ”nikmati dan hayati setiap proses,

gunakan hati dalam setiap apa yang kita lakukan, maka akan terasa

ringan dan menyenangkan”. Terima kasih atas segala bimbingan dalam

proses akademik dan proses kehidupan penulis.

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Psikologi FK UNS, yang

telah memberikan banyak bekal ilmu, pengetahuan, pengalaman yang

berharga, kemajuan, dan motivasi penulis selama menjalani kuliah dan

menyelesaikan studi. Serta seluruh Staff Prodi Psikologi FK UNS, yang

(10)

commit to user

8. Pimpinan PT. Tiga Serangkai Surakarta, Ibu Eny Rahma Zaenah, S.E.,

M.M., yang telah memberikan ijin penulis untuk melakukan penelitian di

PT Tiga Serangkai Surakarta, Bapak Hary Sumarsono, S.Pd. dan Bapak

Muhammad Adi Darmawan, S.Psi., CBA., dan seluruh karyawan PT Tiga

Serangkai yang telah membantu segala proses penelitian ini.

9. Papa dan Mama, adik-adikku Madiha dan Affan, terima kasih atas segala

limpahan kasih sayang, doa yang tidak pernah terputus, dukungan mental

dan material, serta segala pengorbanannya.

10.Segenap keluarga besar H. M. Radhi dan M. Mochtar, atas segala

dukungan dan doanya, dan untuk sepupuku Intan Yunastiti, S.E., terima

kasih untuk dukungan, semangat, dan semua cerita hidup yang kita lalui

bersama.

11.Sahabat-sahabat: Anis “Mbok Jamu”, Dhisty, Che-Che, Idud, Rarat,

Nana, Hiemma, Karina, Charla, Ichsan, Afif, Maya, Shofi, Suryo, Halim,

Ali, Putri, Ayu, Risa, Jessica, dan semua rekan-rekan angkatan 2007 yang

tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah menjadi tempat berbagi,

menginspirasi, dan men-support selalu. Sukses untuk kita semua!!

12.Kakak-kakak tingkat, serta alumni angkatan 2004-2006 yang telah banyak

membagikan ilmu dan semangatnya, adik-adik tingkat angkatan

2008-2010, dan untuk “adik asuh”ku, Fajar Juliana (2009), terima kasih untuk

semangatnya.

Surakarta, 30 Juli 2011

(11)

commit to user

Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan

Persepsi Budaya Organisasi Dengan Employee Engagement Pada Karyawan

PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Surakarta

Farah Rizkiana Novianti Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRAK

Sebuah organisasi harus dapat menerapkan berbagai macam strategi yang tepat sebagai usaha pemeliharaan karyawan dan mempertahankan kualitas

sumber daya manusianya agar organisasi berjalan secara dinamis. Penerapan

strategi organisasi yang tidak tepat dapat memicu adanya permasalahan-permasalahan dalam organisasi, seperti penurunan kinerja, ketidakpuasan,

burnout, dan kecenderungan turnover. Salah satu hal yang dapat mendorong agar segala strategi yang diterapkan oleh organisasi dapat memberikan hasil yang

maksimal adalah adanya keterikatan kerja atau employee engagement, yaitu

keterikatan secara fisik, emosional, dan kognitif. Persepsi karyawan terhadap pemimpin transformasional dan budaya organisasi dapat mengarahkan karyawan pada perilaku yang positif dan mendalam, maka diharapkan karyawan dapat

berada pada tingkatan engagement dengan organisasinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi gaya

kepemimpinan transformasional dan persepsi budaya organisasi dengan employee

engagement. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Surakarta sejumlah 81 karyawan. Teknik pengambilan sampel

dengan purposive quota random sampling, dengan kriteria subjek adalah

karyawan tetap dan memiliki masa kerja minimal dua tahun. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala persepsi gaya kepemimpinan transformasional dengan jumlah aitem valid 35 dan reliabilitas 0,979, kemudian skala persepsi budaya organisasi sejumlah 42 aitem valid dengan reliabilitas 0,922, dan skala

employee engagement yang merupakan modifikasi dari skala yang disusun oleh Paska (2009) yang diujicobakan kembali dengan jumlah 30 aitem valid dan reliabilitas sebesar 0,940.

Analisis data menggunakan teknik analisis regresi berganda, diperoleh p

p-value sebesar 0,002 < 0,05 dan Fhitung 6,838 > Ftabel 3,114 serta R sebesar R

0,386. Hal ini berarti ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi gaya

kepemimpinan transformasional dan persepsi budaya organisasi dengan employee

engagement. Nilai koefisien determinan (R Square) sebesar 0,149 artinya persepsi gaya kepemimpinan transformasional dan persepsi budaya organisasi secara bersama-sama memberi sumbangan efektif (SE) sebesar 14,9% terhadap

employee engagement. Dengan sumbangan masing-masing 9,033% untuk variabel persepsi gaya kepemimpinan transformasional dan 5,88% untuk persepsi budaya organisasi.

Kata kunci: employee engagement, persepsi gaya kepemimpinan

(12)

commit to user

The Relationship Between A Perception of Transformational Leadership Style and A Perception of Organizational Culture With The Employee Engagement on The

Employees of PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Surakarta

Farah Rizkiana Novianti Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRACT

An organization is required to apply some proper strategies considered as efforts in the maintainance of employee and human resources quality for the sake of obtaining dynamic operation of organization. Inadequate application of organizational strategy possibly pursues the occurrence of organizational problems such as work ethic descent, dissatisfaction, burnout, and turnover tendency. One supportive matter proposed in order that all strategies can be well applied is employee engagement consisting of physical engagement, emotional engagement, and cognitive engagement. Employee perception toward transformational leader and organizational culture can lead employee to the intense and positive behavior, therefore employee is supposed to exist in the degree of engagement with the organization.

The purpose of this research is to find out the relationship between a perception of transformational leadership style and a perception of organizational culture with the employee engagement. The subjects in this research is 81 employees of PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Surakarta. Purposive quota random sampling is used in this research with the subject of which characterized by the employees who have been officially occupied and have been working at least for two years. The instrument for data collection used in this research is a scale of transformational leadership style perception with 35 valid items and 0.979 reliability, and then a scale of organizational culture perception with 42 valid items and 0.922 reliability, and a scale of employee engagement which is a modification of a scale arranged by Paska (2009) tried out with 30 valid items and 0.940 reliability.

(13)

commit to user

Keyword: employee engagement, perception of transformational leadership, perception of organizational

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH DAN PENGHARGAAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN A. ... L atar Belakang Masalah ... 1

B. ... R umusan Masalah ... 12

(14)

commit to user

D. ... M anfaat Penelitian ... 13

BAB II LANDASAN TEORI

A. ... E mployee Engagement

1... P engertian Employee Engagement ... 16

2... F aktor-faktor Pembentuk Employee Engagement ... 20

3... K arakteristik Employee Engagement ... 27

4... A spek-Aspek Employee Engagement ... 30

B. ... P ersepsi Kepemimpinan Transformasional

1. ... P

engertian Persepsi ... 37

2. ... P

engertian Kepemimpinan ... 39

3. ... P

engertian Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 41

4. ... P

(15)

commit to user

5. ... K

arakteristik Kepemimpinan Transformasional ... 44

6. ... A

spek-Aspek Kepemimpinan Transformasional ... 48

C. ... P ersepsi Budaya Organisasi

1. ... P

engertian Budaya Organisasi... 50

2. ... P

engertian Persepsi Budaya Organisasi ... 53

3. ... F

ungsi Budaya Organisasi ... 53

4. ... P

roses dan Faktor dalam Pembentukan Budaya Organisasi ... 56

5. ... A

spek-aspek Budaya Organisasi ... 59

D. ... H ubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan

Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee Engagement

1... H

ubungan Antara Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee

(16)

commit to user

2... H ubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan

Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee Engagement ... 67

3... H ubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan

Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee Engagement ... 70

E. ... K erangka Pemikiran ... 75

F. ... H ipotesis ... 76

BAB III METODE PENELITIAN

A. ... I dentifikasi Variabel Penelitian ... 77

B. ... D efinisi Operasional Variabel ... 77

C. ... P opulasi, Sampel, dan Sampling

(17)

commit to user

D. ... T eknik Pengumpulan Data

1... S kala Employee Engagement ... 82

2... S kala Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 84

3... S kala Persepsi Budaya Organisasi ... 85

E. ... U ji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 87

2. Uji Reliabilitas ... 87

F. ... M etode Analisis Data ... 88

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. ... P ersiapan Penelitian

1. Orientasi Kancah Penelitian ... 91

2. Persiapan Penelitian

a. Persiapan Administrasi ... 94

b. Persiapan Alat Ukur ... 94

(18)

commit to user

1. Penentuan Subjek Penelitian ... 100

2. Pengumpulan Data Uji Coba ... 101

3. Uji Validitas dan Reliabilitas a. Penghitungan Validitas ... 102

b. Penghitungan Reliabilitas ... 110

4. Pengumpulan Data Penelitian ... 111

5. Pelaksanaan Skoring ... 112

C. ... H asil Analisis Data Penelitian 1. Uji Asumsi Dasar a. Uji Normalitas ... 113

b. Uji Linieritas ... 114

2. Uji Asumsi Klasik a. ... U ji Multikolinearitas ... 115

b. Uji Heteroskedastisitas ... 116

c. Uji Autokorelasi ... 118

3. Uji Hipotesis ... 119

4. Uji Korelasi... 122

5. Sumbangan Pengaruh Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen Secara serentak ... 125

6. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif ... 126

(19)

commit to user

D. ... P embahasan ... 131

BAB V KESMIPULAN DAN SARAN

A. ... K esimpulan ... 142

B. ... S aran ... 143

(20)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Penilaian Pernyataan Favorabel dan Pertanyaan Unfavorabel ... 81

2. Blue Print (Kisi-Kisi) Skala Employee Engagement

Modifikasi dan Akan Diujicobakan Kembali ... 83

3. Blue Print (Kisi-kisi) Skala Persepsi Budaya Organisasi ... 84

4. Blue Print (Kisi-kisi) Skala Persepsi Gaya Kepemimpinan

Transformasional ... 86

5. Blue Print (Kisi-Kisi) Skala Employee Engagement Untuk Uji

Coba 96

6. Blue Print (Kisi-kisi) Skala Persepsi Gaya Kepemimpinan

Transformasional Untuk Uji Coba ... 97

7. Blue Print (Kisi-kisi) Skala Persepsi Budaya Organisasi

Untuk Uji Coba ... 99

8. Distribusi Item Valid dan Gugur Skala Employee Engagement . 103

9. Blue Print (Kisi-Kisi) Skala Employee Engagement Untuk

Penelitian dengan Penomoran Baru ... 104

10. Distribusi Item Valid dan Gugur Skala Persepsi Gaya

Kepemimpinan Transformasional ... 105

11. Blue Print (Kisi-kisi) Skala Persepsi Gaya Kepemimpinan

(21)

commit to user

12. Distribusi Item Valid dan Gugur Skala Persepsi Budaya

Organisasi 108

13. Blue Print (Kisi-kisi) Skala Persepsi Budaya Organisasi

Untuk Penelitian dengan Penomoran Baru ... 109

14. Hasil Uji Normalitas ... 113

15. Hasil Uji Linieritas antara Variabel Employee Engagement dengan Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 114

16. Hasil Uji Linieritas antara Variabel Employee Engagement dengan Variabel Persepsi Budaya Organisasi ... 115

17. Hasil Uji Multikolinieritas ... 116

18. Hasil Uji Autokorelasi ... 118

19. Hasil Pengujian Hipotesis Secara Simultan ... 120

20. Hasil Pengujian Hipotesis Secara Parsial ... 121

21. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi (r) ... 120

22. Hasil Analisis Korelasi Ganda ... 122

23. Korelasi Parsial Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan Employee Engagement ... 123

24. Korelasi Parsial Antara Persepsi Gaya Budaya Organisasi dengan Employee Engagement ... 124

25. Hasil Besarnya Sumbangan Pengaruh Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen ... 126

26. Deskripsi Data Empirik ... 127

(22)

commit to user

28. Kategorisasi Subjek Berdasar Skor Skala Employee Engagement ... 129

29. Kategorisasi Subjek Berdasar Skor Skala Persepsi Gaya

Kepemimpinan Transformasional ... 130

30. Kategorisasi Subjek Berdasar Skor Skala Persepsi Budaya

(23)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. ... T ahap Pembentukan Budaya Organisasi ... 57

2. ... H asil Penelitian Right Management a Manpower Company ... 71

3. ... K erangka Pemikiran ... 75

4. ... S truktur Unit Bisnis PT Tiga Serangkai ... 92

5. ... P ola Scatterplot Pada Uji Heteroskesdastisitas ... 117

(24)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A.

ALAT UKUR SEBELUM UJI COBA

1. ... S kala Employee Engagement ... 155

2. ... S kala Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 157

3. ... S kala Persepsi Budaya Organisasi ... 159

LAMPIRAN B.

SEBARAN NILAI DATA UJI COBA ALAT UKUR UNTUK UJI COBA

1. Skala Employee Engagement ... 162

2. ... S kala Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 164

3. ... S kala Persepsi Budaya Organisasi ... 166

LAMPIRAN C.

VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR UNTUK UJI COBA

1. Validitas Skala Employee Engagement ... 169

2. Validitas Skala Persepsi Gaya Kepemimpinan

Transformasional ... 171

3. Validitas Skala Persepsi Budaya Organisasi ... 173

4. Reliabilitas Skala Employee Engagement ... 175

5. Reliabilitas Skala Persepsi Gaya Kepemimpinan

Transformasional ... 175

(25)

commit to user

LAMPIRAN D.

ALAT UKUR UNTUK PENELITIAN

1. Skala Employee Engagement ... 179

2. Skala Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 180

3. Skala Persepsi Budaya Organisasi ... 182

LAMPIRAN E.

SEBARAN NILAI DATA PENELITIAN

1. Skala Employee Engagement ... 184

2. Skala Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 187

3. Skala Persepsi Budaya Organisasi ... 190

4. Tabel Distribusi Nilai Skor Total ... 193

LAMPIRAN F.

ANALISIS DATA PENELITIAN

1. Hasil Uji Normalitas dan Linearitas ... 195

2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 196

3. Hasil Uji Hipotesis (Analisis Regresi) ... 197

4. Hasil Uji Korelasi ... 198

5. Hasil Analisis Deskriptif ... 199

6. Hasil Katagorisasi Skala Penelitian ... 200

7. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif ... 203

LAMPIRAN G.

(26)

commit to user

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL

DAN PERSEPSI BUDAYA ORGANISASI DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT

PADA KARYAWAN PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI

SURAKARTA

SKRIPSI

Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh

gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi

Disusun Oleh:

Farah Rizkiana Novianti

G0107044

Pembimbing :

1. Drs. Munawir Yusuf, M.Psi

2. Aditya Nanda Priyatama, S. Psi, M.Si

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(27)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan sumber daya manusia dalam setting industri dan organisasi

semakin berkembang pesat, seiring dengan semakin kuatnya persaingan dalam

dunia industri dan organisasi ini. Sumber daya manusia menjadi salah satu aspek

penting untuk menghasilkan ketercapaian suatu visi, misi, dan tujuan yang ingin

diraih oleh sebuah organisasi. Faktor sumber daya manusia dianggap sebagai

faktor yang paling potensial dalam penyediaan keunggulan kompetitif bagi

organisasi, serta terkait dengan bagaimana mengelola sumber daya ini, sedangkan

faktor lain seperti sumber daya keuangan, produksi, teknologi, dan pemasaran

tidak mendapat perhatian penuh karena faktor-faktor tersebut cenderung dapat

ditiru (Margaretha, 2008). Dasar pengelolaan manusia sebenarnya dapat ditiru,

namun strategi yang paling efektif bagi organisasi dalam menemukan cara-cara

yang unik untuk menarik, mempertahankan, serta memotivasi karyawan mereka

lebih sulit untuk ditiru dibanding faktor-faktor selain sumber daya manusia

(Fisher dkk., dalam Margaretha, 2008). Ini berarti bahwa organisasi harus

menerapkan berbagai macam strategi sebagai usaha pemeliharaan karyawan dan

mempertahankan kualitas sumber daya manusianya, agar organisasi dapat berjalan

secara dinamis.

Apabila sebuah organisasi tidak menerapkan strategi dengan tepat untuk

(28)

permasalahan-permasalahan dalam organisasi, seperti penurunan kinerja,

ketidakpuasan dalam pekerjaan, terjadi burnout, dan adanya kecenderungan

turnover. Masalah turnover dalam menjadi salah satu permasalahan klasik dalam

organisasi, tidak dapat dipungkiri bahwa turnover dapat saja terjadi di perusahaan

atau organisasi di manapun. Tingkat turnover karyawan yang tinggi, terutama di

level manajerial secara lambat tetapi pasti, akan menyebabkan perusahaan

mengalami kemunduran kinerja (Rochmadian, 2009). Permasalahan-permasalahan

ini dapat mengakibatkan pencapaian tujuan, visi, misi, maupun prestasi

perusahaan tidak dapat terwujud.

Menilik pada fenomena tersebut, maka sebuah organisasi harus dapat

mengerti dan memenuhi kebutuhan serta menciptakan lingkungan kerja yang

kondusif bagi pekerja untuk dapat mempertahankan dan memelihara pekerja

dalam organisasinya. Untuk dapat mengerti dan memenuhi kebutuhan pekerja

serta menciptakan lingkungan kerja yang sesuai dengan pekerja, tentu dibutuhkan

suatu proses, strategi, dan inovasi-inovasi. Salah satu hal yang dapat mendorong

agar segala strategi yang diterapkan oleh organisasi dapat memberikan hasil yang

maksimal adalah keterikatan anggota organisasi dengan organisasinya, yang

dikenal dengan istilah employee engagement.

Employee engagement merupakan salah satu perkembangan dari positive

psychology dan positive organizational behavior. Pandangan ini melihat manusia

sebagai anggota dalam sebuah organisasi secara positif, memiliki sebuah potensi

atau kemampuan, dan kekuatan mental positif (Kong, 2009). Kahn (dalam Kular

(29)

anggota organisasi terhadap peran mereka dalam setting pekerjaan, dengan

bekerja dan mengekspresikan diri mereka secara fisik, kognitif, dan emosional,

yang akan mengarahkan pada keefektifan peran kerjanya di dalam organisasi.

Lebih lanjut, Kahn (dalam Luthans dan Peterson, 2002) menyatakan

bahwa employee engagement merupakan konstruk yang multidimensi. Karyawan

dapat secara emosional, kognitif atau fisik terikat. Terikat secara emosional adalah

ketika individu membangun hubungan yang berarti dengan orang lain, berempati,

serta perhatian terhadap perasaan orang lain, misalnya terhadap rekan kerja dan

manajer. Sedangkan, terikat secara kognitif merujuk kepada individu yang

menaruh perhatian lebih pada tugas dan peran mereka di lingkungan pekerjaan.

Karyawan dapat diikat pada satu dimensi saja yaitu bisa secara emosional saja

ataupun kognitif saja. Tetapi semakin mereka merasakan keterikatan disetiap

dimensi akan mendorong terciptanya keterikatan personal. Keterikatan personal

inilah yang mendorong tercipta employee engagement. (Kahn, dalam Luthans dan

Peterson, 2002)

Karyawan yang engaged atau memiliki keterikatandengan pekerjaan dan

organisasi mereka, berarti memiliki komitmen untuk memberikan keunggulan

yang kompetitif bagi perusahaan, meningkatkan produktivitas yang lebih tinggi,

dan mengurangi tingkat intensitas turnover karyawan (Vance, 2006). Senada

dengan penelitian yang dilakukan oleh Vazirani (2007), ia mengungkapkan bahwa

karakteristik pekerja yang terikat adalah menunjukkan komitmen yang lebih untuk

tetap berada di organisasi, memiliki kinerja yang lebih baik, dan memberikan

(30)

2008) menyatakan bahwa employee engagement mempengaruhi kualitas kerja

karyawan, meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi jumlah ketidakhadiran

karyawan (absenteeism) dan menurunkan kecenderungan untuk berpindah

pekerjaan

Sejumlah penelitian mengenai employee engagement pun telah banyak

dilakukan oleh para praktisi dan lembaga konsultan. Seperti penelitian yang

dilakukan oleh Gallup Organization (2004) pada perusahaan layanan jasa

pengiriman Deutsche Post divisi DHL Express di Amerika Serikat, menunjukkan

bahwa employee engagement dapat meningkatkan produktivitas dan menurunkan

tingkat turnover sebesar 27% pada pekerjanya (dalam Smoak dan Endres, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Right Management a Manpower Company di 15

(lima belas) Negara di Dunia, yaitu U.S., Kanada, Australia, New Zealand, Brazil,

UK, Paris, Jerman, Norwegia, Swedia, Denmark, China, India, Japan, dan Korea

Selatan pada tahun 2008-2009, menemukan hubungan employee engagement

terhadap intensitas pekerja untuk bertahan di tempat kerjanya, dengan persentase,

2% karyawan yang engaged memiliki rencana bertahan di tempat kerjanya selama

satu tahun ke depan, 26% berencana antara satu sampai lima tahun ke depan, dan

72% berencana untuk bertahan di tempat kerjanya selama lebih dari lima tahun ke

depan. Sebaliknya, jumlah persentase karyawan yang disengaged, sebesar 14%

berencana untuk bertahan di tempat kerjanya selama satu tahun ke depan, 39%

karyawan berencana antara satu sampai lima tahun ke depan, dan hanya 47% yang

berencana untuk bertahan selama lebih dari lima tahun ke depan. Besarnya

(31)

berarti bahwa kecenderungan terjadi turnover rendah dibanding dengan karyawan

yang disengaged.

Membangun employee engagement membutuhkan suatu proses yang tidak

mudah, proses pembentukan employee engagement ini dapat dipengaruhi oleh

berbagai faktor, baik faktor intrinsik maupun ekstrinsik. McBain (2007),

menjelaskan ada 3 (tiga) hal yang dapat menjadi penggerak employee

engagement, yaitu working life, manajemen dan kepemimpinan, serta organisasi.

Working life adalah berkaitan dengan kenyamanan kondisi lingkungan kerja

karyawan dalam sebuah organisasi, seperti lingkungan kerja yang memiliki

keadilan distributif dan prosedural, lingkungan kerja yang melibatkan karyawan

dalam pengambilan keputusan, organisasi yang memperhatikan keseimbangan

kehidupan kerja dan keluarga karyawan. Sedangkan mengenai pentingnya aspek

manajemen dan kepemimpinan dalam pembentukan employee engagement ini

adalah, bahwa engagement dibangun melalui proses dan butuh waktu yang

panjang serta komitmen yang tinggi dari pemimpin, untuk itu dibutuhkan

kekonsistenan pemimpin dalam mementoring karyawan (Paradise, dalam

Margaretha, 2008).

Untuk dapat menciptakan employee engagement, pimpinan organisasi

diharapkan memiliki beberapa keterampilan, beberapa diantaranya adalah

kemampuan berkomunikasi, terutama kemampuan mendengarkan, memberikan

umpan balikdan penilaian kinerja, serta memberikan pengakuan atas hasil kinerja

(McBain, 2007). Sejalan dengan pendapat tersebut, tim peneliti Development

(32)

dalam pembentukan employee engagement, yaitu bahwa kinerja pemimpin yang

baik meningkatkan engagement karyawan dengan organisasi (Wellins, dkk.,

2008). Hal tersebut berarti bahwa, penciptaan dan pemeliharaan employee

engagement dalam organisasi tidak terlepas dari peran pemimpin organisasi.

Pimpinan organisasi harus turut berperan aktif terhadap organisasi dalam

menciptakan lingkungan yang dapat membuat karyawan mereka terikat secara

emosional, fisik, dan kognitif.

Kepemimpinan merupakan pola hubungan antara individu-individu yang

menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap kelompok orang agar bekerja

bersama-sama untuk mencapai tujuan (Fiedlr, dalam Sanaky, 2003). Kemampuan

memimpin dan keinginan untuk diikuti oleh bawahan didasarkan pada gaya

kepemimpinan, gaya kepemimpinan adalah pola perilaku konsisten yang mereka

terapkan dalam bekerja dengan orang lain dan melalui orang lain (Sumarsono,

2004). Salah satu gaya kepemimpinan yang dapat memberikan dampak yang baik

dalam perkembangan organisasi adalah gaya kepemimpinan transformasional,

karena gaya kepemimpinan ini mengilhami dan memotivasi bawahan untuk

berbuat lebih dari yang diharapkan (Bass, 1985). Burns (dalam Yukl, 1994)

mendefinisikan pemimpin transformasional sebagai pemimpin yang menjalin

kebersamaan dengan bawahan untuk meningkatkan kualitas moral dan motivasi

kerja, tipe pemimpin transformasional memandang bawahannya sebagai pengikut

yang sejajar dan bukan hanya sebagai pelaksana perintah.

Pemimpin transformasional berusaha mencapai tujuan dengan cara

(33)

kelompok yang dimotivasi menjadi percaya, kagum, hormat, dan setia kepada

pemimpinnya (Bass, 1985). Tingkat usaha ekstra bawahan dari model pemimpin

transformasional ini mungkin disebabkan oleh komitmen mereka pada pimpinan,

motivasi kerja intrinsik mereka, tingkat perkembangan mereka atau merasa

memiliki misi, sehingga mendorong mereka untuk bekerja lebih mandiri (Bass,

1985). Baron dan Byrne, 2005, (dalam Nashori, 2009) menambahkan, pemimpin

yang transformatif memiliki dampak yang sangat kuat pada kelompok, karena

mereka mampu memanfaatkan kemampuan mereka yang luar biasa untuk

meningkatkan motivasi dan komitmen para pengikut mereka. Maka dengan

adanya ketertarikan bawahan terhadap organisasi, komitmen pada pimpinan, dan

rasa kepemilikan terhadap misi organisasi yang dimiliki oleh bawahan dari hasil

model kepemimpinan transformasional ini, diharapkan pula bawahan akan

memiliki keterikatan yang lebih pada organisasinya.

Bono dan June, 2003, (dalam Roberson dan Strickland, 2010), dalam

penelitiannya menemukan bahwa pengikut dari pemimpin transformasional

menghasilkan bawahan yang lebih engagement atau lebih terikat dengan

pekerjaannya. Albrecht (2010) turut memperkuat pernyataan tersebut, melalui

pernyataan berikut:

(34)

with increased levels of engagement of the employees in our study. Interesting to note is that at the same time this mechanism led employees to feel generally happier in life as well.

Pada pernyataan tersebut, Albrecht menjelaskan bahwa adanya persepsi

pekerja terhadap pemimpin transformasional dan kemudian menghasilkan

hubungan yang berkualitas tinggi, dapat meningkatkan harapan dan optimisme

karyawan pada level yang lebih tinggi. Harapan yang penuh tersebut dapat

memotivasi pekerja untuk meraih tujuan-tujuan, sedangkan optimisme karyawan

dapat membuat atribusi yang lebih positif tentang pandangan kesuksesan saat ini

dan di masa depan. Adanya harapan dan optimisme yang lebih tinggi ini, terkait

dengan peningkatan employee engagement. Mekanisme ini juga menyebabkan

karyawan umumnya merasa lebih bahagia dalam kehidupan pekerjaanya.

Selain working life serta manajemen dan kepemimpinan, elemen

organisasi juga berperan penting sebagai salah satu penggerak employee

engagement, seperti yang diungkapkan oleh Mc Bain (2007). Organisasi

memiliki elemen-elemen penting di dalamnya, seperti struktur dan sistem

organisasi, budaya organisasi, visi dan nilai yang dianut, brand organisasi.

Budaya organisasi yang dapat mengarahkan pekerja pada engagement adalah

budaya organisasi yang memiliki keterbukaan dan sikap supportive serta

komunikasi yang baik antara rekan, selain itu keadilan dan kepercayaan sebagai

nilai organisasi juga memberikan dampak positif bagi terciptanya employee

engagement (McBain, 2007). Hal-hal ini akan memberikan persepsi bagi

(35)

Robbins (2006) menjelaskan, budaya organisasi adalah suatu sistem nilai

yang diperoleh dan dikembangkan oleh organisasi dan pola kebiasaan dan falsafah

dasar pendirinya, yang terbentuk menjadi aturan yang digunakan sebagai

pedoman dalam berfikir dan bertindak dalam mencapai tujuan organisasi. Budaya

organisasi tidak hanya berperan sebagai simbol ataupun filosofi perusahaan yang

bersifat abstrak. Budaya organisasi ditempatkan sebagai suatu strategi untuk

mencapai tujuan perusahaan.

Pengaruh budaya organisasi ini melebihi pengaruh elemen lain dalam

organisasi, seperti struktur, sistem, manajemen. Wood, dkk; 2001 (dalam

Hermala, 2011) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sistem yang dipercayai

dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dan dapat menuntun perilaku dari

anggota organisasi itu sendiri. Pendekatan budaya organisasi ini menitikberatkan

penciptaan keselarasan nilai-nilai dan lingkungan kerja yang kondusif dalam

menumbuhkan employee engagement (dalam Hermala, 2011).

Berdasar penjelasan dan fakta-fakta di lapangan mengenai dampak positif

employee engagement tersebut, maka menjadi hal penting bagi sebuah organisasi

atau perusahaan untuk dapat membangun employee engagement pada

karyawannya. Hal ini berarti bahwa penting pula sebuah organisasi untuk dapat

menciptakan kondisi lingkungan kerja yang nyaman bagi pekerja, dan ini dapat

dibangun melalui model kepemimpinan yang diterapkan secara efektif oleh

pemimpin, serta terhadap budaya organisasi yang diinternalisasikan pada anggota

organisasi. Seperti yang diungkapkan oleh Yukl (1994), bahwa lingkungan dan

(36)

Maka, pemimpin harus mampu menetapkan arah dan tujuan dengan

mengembangkan visi terhadap masa depan, seorang pemimpin yang baik akan

mengembangkan sebuah tim yang mampu bekerja sama dengan para anggota dan

tim lainnya walaupun ia tidak berada langsung dalam lingkungan tersebut

(Robbins, 2006). Selain itu, sebuah organisasi juga harus memiliki nilai-nilai

budaya organisasi yang kuat, karena budaya organisasi yang kuat memperlihatkan

kesepakatan yang tinggi di kalangan anggota mengenai apa yang dipertahankan

oleh organisasi itu, sehingga kebulatan semacam itu membina kekohesifan,

kesetiaan, dan komitmen organisasi (Robbins, 2006).

PT Tiga Serangkai merupakan salah satu perusahaan besar yang bergerak

di bidang bisnis percetakan di Surakarta, yang terus melakukan pengembangan

strategi untuk memelihara sumber daya manusia demi kemajuan perusahaan. Pada

awal perkembangannya, PT Tiga Serangkai merupakan perusahaan berbasis

keluarga atau management family, kemudian pada tahun 2000 PT. Tiga Serangkai

melakukan perubahan menjadi manajemen transformasional, yaitu dengan

merekrut pihak eksekutif dari luar. Perubahan manajemen ini membawa PT. Tiga

Serangkai menjadi perusahaan yang bergerak lebih maju dan berkembang lebih

besar, mulai tahun 2002 hingga kini PT. Tiga Serangkai telah mengembangkan

usaha dengan membuat Business Unit, diantaranya PT Tiga Serangkai Inti

Corpora sebagai Holding Company, diikuti dengan bisnis unit PT Tiga Serangkai

International, PT Wangsa Jatra Lestari, PT Pantja Simpati, PT Assalaam Niaga

(37)

Seiring dengan perubahan tersebut, PT. Tiga Serangkai terus melakukan

pengembangan strategi dalam pengelolaan dan pemeliharaan sumber daya

manusianya. Salah satu usaha PT. Tiga Serangkai dalam strategi pemeliharaan

sumber daya manusia ini adalah dengan membentuk nilai-nilai perusahaan yang

ditanamkan secara kuat dan mendalam pada anggota organisasi di PT. Tiga

Serangkai Surakarta. PT. Tiga Serangkai memiliki sebuah konsep model

kepemimpinan yang selalu ditanamkan dan menjadi ciri khas perusahaan, yaitu:

fathonah, amanah, qonaah, ilman nafiaan, dan husnudzon atau dikenal dengan

istilah “FIQIH”. Selain menanamkan model kepemimpinan tersebut, PT. Tiga

Serangkai juga memiliki nilai-nilai yang menjadi budaya organisasi perusahaan

yang ditanamkan pula secara kuat, yaitu: spiritualitas, familiaritas, pembelajaran,

daya juang, kerja sama tim, dan inovasi. Nilai-nilai ini menjadi “konsep unggul”

perusahaan dan diinternalisasi secara mendalam kepada pekerja PT. Tiga

Serangkai Surakarta. Maka, dengan adanya penanaman model kepemimpinan

serta nilai-nilai budaya perusahaan yang diinternalisasi secara mendalam ini dapat

menumbuhkan adanya keterikatan pekerja yang kuat terhadap perusahaan.

Dari pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti employee

engagement pada karyawan PT. Tiga Serangkai Surakarta sebagai variabel

kriterium, dalam kaitannya dengan persepsi karyawan terhadap gaya

kepemimpinan transformasional dan persepsi terhadap budaya organisasi

perusahaan sebagai variabel-variabel prediktornya. Pemilihan variabel tersebut

berdasar pada penjelasan-penjelasan di atas bahwa gaya kepemimpinan

(38)

mampu membawa dampak mendalam dan luar biasa pada para pengikut (Robbins,

2006), sedangkan budaya organisasi memberikan pengaruh yang positif pada

karyawannya, karena budaya organisasi akan mengarahkan individu pada

perilakunya (Ivancevich, dkk., 2007). Maka, diharapkan dengan adanya persepsi

karyawan yang positif terhadap gaya kepemimpinan transformasional dan budaya

organisasi perusahaan, pekerja akan semakin terikat secara emosi, fisik, dan

kognitif, sehingga di sinilah karyawan berada pada tingkatan engagement dengan

organisasinya.

Penelitian dengan judul “Hubungan antara Persepsi Kepemimpinan

Transformasional dan Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee Engagement

Pada Karyawan PT. Tiga Serangkai Surakartaini diharapkan dapat menjadi

masukan, rekomendasi, dan evaluasi bagi perusahaan, bahwa employee

engagement sebagai perkembangan dari tema psikologi positif, dapat menjadi

salah satu alternatif untuk meningkatkan kinerja karyawan, memelihara karyawan,

dan mengurangi kecenderungan tingkat turnover karyawan.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat rumusan

permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini antara lain adalah :

1. Apakah ada hubungan antara Persepsi Gaya Kepemimpinan

Transformasional dengan Employee Engagement?

2. Apakah ada hubungan antara Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee

(39)

3. Apakah ada hubungan antara Persepsi Gaya Kepemimpinan

Transformasional dan Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee

Engagement?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan antara Persepsi Gaya Kepemimpinan

Transformasional dengan Employee Engagement.

2. Untuk mengetahui hubungan antara Persepsi Budaya Organisasi dengan

Employee Engagement.

3. Untuk mengetahui hubungan Persepsi Gaya Kepemimpinan

Transformasional dan Persepsi Budaya Organisasi dengan Employee

Engagement.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi, melengkapi dan

memperkuat teori perilaku organisasi, serta membantu pengembangan

psikologi positif di bidang psikologi industri dan organisasi, khususnya

yang berhubungan dengan salah satu sikap kerja yaitu employee

(40)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

perusahaan, mengenai strategi organisasi, terutama dalam membangun

hubungan antara organisasi dengan pekerjanya, melalui employee

engagement. Selain itu, diharapkan pula penelitian ini dapat

memberikan masukan mengenai pentingnya persepsi karyawan

terhadap gaya kepemimpinan transformasional dan persepsi budaya

organisasi untuk dapat mengarahkan terbentuknya employee

engagement.

b. Bagi Karyawan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi karyawan,

untuk mengevaluasi gaya kepemimpinan dari atasan yang diterapkan

apakah sudah sesuai dengan harapan dan keinginan karyawan, sehingga

dapat mempengaruhi terbentuknya employe engagement. Selain itu,

dapat pula memberikan masukan kepada karyawan agar dapat

membangun persepsi yang positif terhadap budaya organisasi untuk

dapat membangun employee engagement.

c. Bagi Pimpinan Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan informasi bagi

pimpinan perusahaan untuk mengetahui tingkat employee engagement

karyawan sebagai bahan evaluasi sistem organisasi perusahaan. Selain

(41)

pimpinan perusahaan mengenai karakteristik kepemimpinan

transformasional, apakah gaya kepemimpinan transformasional bisa

diterapkan dalam instansi tersebut atau tidak, serta untuk mengetahui

bagaimana persepsi karyawan terhadap atasannya. Penelitian ini juga

dapat memberikan informasi kepada pimpinan perusahaan untuk

mengetahui bagaimana persepsi karyawan terhadap budaya organisasi

perusahaan.

d. Bagi Peneliti Lain

Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

masukan untuk peneliti selanjutnya, sekaligus dijadikan sebagai bahan

perbandingan dalam penelitian selanjutnya, khususnya penelitian

mengenai employee engagement dengan pengembangannya dengan

(42)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Employee Engagement

1. Pengertian Employee Engagement

Konsep employee engagement pertama kali dibahas dalam literatur

psikologi pada tahun 1990 oleh Kahn, Kahn (dalam Kular dkk, 2008)

mendefinisikan secara konseptual istilah engagement adalah pemanfaatan diri

anggota organisasi terhadap peran mereka dalam setting pekerjaan, dengan

bekerja dan mengekspresikan diri mereka secara fisik, kognitif, dan

emosional, yang akan mengarahkan pada keefektifan peran kerjanya di dalam

organisasi. Kahn menyebutnya sebagai personal engagement, yang

merupakan kebalikan dari personal disengagement. Personal disengagement

adalah penarikan diri anggota organisasi dengan tidak melibatkan diri secara

fisik, pikiran maupun emosional dalam performansi kinerjanya.

Schaufeli dkk, 2002 (dalam Albrecht 2010), mengartikan employee

engagement sebagai suatu keadaan yang berhubungan dengan pekerjaan,

digambarkan secara positif, dan dikarakteristikkan dengan vigor (kekuatan),

dedication (dedikasi), dan absorption (pengabdian). Lebih lanjut, menurut

Schaufeli dkk., 2002 (dalam James dkk, 2011) pekerja yang engage adalah

mereka yang memiliki “sense of energetic” (perasaan giat), bertindak secara

(43)

individu yang mampu menyelesaikan tugas-tugas dalam pekerjaannya dengan

sepenuhnya.

McBain (2007) dalam hasil pengamatannya, menemukan unsur-unsur

yang umum dari berbagai macam definisi employee engagement kemudian

meringkasnya menjadi sebuah definisi, yaitu bahwa definisi engagement

dalam praktiknya dilihat sebagai penciptaan sebuah hubungan antara sasaran

organisasi dengan citraperusahaan. Hubungan ini memiliki aspek rasional dan

emosional, dan sebagai akibat dari engagement ini, karyawan dari berbagai

level dipersiapkan dalam memberikan upaya yang lebih diatas tuntutan

pekerjaan mereka.

Harter, dkk., 2002 (dalam Smoak dan Endres, 2008) memberikan

definisi employee engagement adalah sebagai bentuk keterlibatan individual

dan kepuasannya serta sebagai bentuk antusiasme dalam melakukan

pekerjaan. Macey dan Schneider, 2008 (dalam Wefald dan Downey, 2009)

menambahkan bahwa engagement merupakan lawan dari disengagement,

engagement secara umum digambarkan sebagai keterlibatan, kepuasan, dan

antusiasme pekerja, yang digunakan oleh organisasi dan konsultan untuk

meningkatkan pemeliharaan karyawan, pekerja yang engagement akan lebih

bertahan dalam organisasi.

Selain definisi dari para ahli tersebut, beberapa perusahaan,

lembaga-lembaga konsultan, dan lembaga-lembaga-lembaga-lembaga survei juga memberikan beberapa

definisi employee engagement. Perusahaan Intuit Inc. menjelaskan bahwa

(44)

merasakan dan berperilaku terhadap pekerjaan, pengalaman dalam bekerja dan

perusahaannya. Perusahaan Caterpillar, memberikan definisi employee

engagement ialah tingkat komitmen karyawan, usaha dalam pekerjaannya, dan

keinginan untuk tetap tinggal di organisasinya (dalam Vance, 2006).

Lembaga konsultan Development Dimensions International (DDI)

mendefinisikan employee engagement sebagai tingkatan seseorang dalam

menikmati dan percaya terhadap apa yang ia lakukan, serta menganggap apa

yang mereka lakukan itu bernilai (dalam Wellins, ddk., 2008). Institute for

Employment Studies, 2004 (dalam Smoak dan Endres, 2008) memberikan

definisi employee engagement yaitu sikap positif yang ditunjukkan pekerja

terhadap organisasi dan nilai-nilai organisasi dalam tempat ia bekerja,

karyawan yang engaged peka dengan situasi bisnis, mau bekerja

bersama-sama dengan para rekan kerjanya untuk meningkatkan performansi kinerja

demi meningkatkan keuntungan bagi organisasi.

Towers Perrin’s Global Workforce Study (2003), menjelaskan definisi

employee engagement adalah kemauan dan kemampuan yang dimiliki pekerja

untuk membantu perusahaan menuju kesuksesan, memberikan kebebasan

lebih luas dalam menentukan usaha mereka untuk mencapai kesuksesan

tersebut menggunakan basis yang didukung oleh perusahaan. Hewitt

Associates (dalam Vance, 2006) berpendapat bahwa employee engagement

adalah tingkatan komitmen emosional dan intelektual pada organisasi atau

kelompok, menghasilkan perilaku yang akan membantu organisasi, memenuhi

(45)

Kemudian, Gallup Organization (2008), tim peneliti yang terkenal dengan

pengembangan alat ukur employee engagement bernama Gallup 12Question

atau Q12, mendefinisikan engagement sebagai keterlibatan dan antusiasme

pekerja pada pekerjaannya, yang dapat mendorong business outcome,

meningkatkan produktivitas karyawan, dan mempertahankan pekerja dalam

organisasi. Gallup merumuskan pula dimensi yang dapat menunjukkan

employee engagement, yaitu terpenuhinya dimensi kebutuhan dasar pekerja,

adanya dukungan atasan dan rekan kerja, penerimaan dalam tempat kerja,

serta mendapatkan kesempatan pengembangan dan pertumbuhan (dalam

Buckingham & Coffman, 1999).

Dari beberapa penjelasan mengenai definisi employee engagement di

atas, menurut penulis bahwa pengertian employee engagement memiliki

definisi yang kompleks dan masing-masing ahli serta institusi pun memiliki

konsep dan definisi yang berbeda-beda pula, namun pengertian-pengertian

tersebut pada dasarnya memiliki sebuah kerangka yang secara umum sama,

yaitu menggambarkan sebuah keberadaan sepenuhnya dari pekerja terhadap

pekerjaannya dan organisasinya.

Maka, dari penjelasan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan definisi

dari employee engagement adalah suatu tingkatan keterikatan dan keterlibatan

pekerja secara emosional, fisik, dan kognitif terhadap organisasi, yang akan

mengarahkan pada sikap positif pekerja terhadap organisasi dan nilai-nilai

organisasi, sehingga pekerja mampu bekerja secara efektif dan memiliki

(46)

menunjukan keterlibatan penuh dan antusiasme pada pekerjaannya. Employee

engagement ditunjukkan dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar

pekerja, memiliki kontribusi yang lebih dalam organisasi, merasa mendapat

dukungan dan perhatian dari atasan dan rekan kerja, mendapatkan penerimaan

dalam tempat kerja, dapat melakukan segala sesuatunya dengan cara yang

lebih baik, dan memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengembangan diri

dan keterampilan

2. Faktor-faktor Pembentuk Employee Engagement

Towers Perrin’s Global Workforce Study (2003), dalam studinya

menjelaskan bahwa dalam membentuk engagement dan membangun budaya

kinerja yang tinggi tidak bisa hanya menggunakan satu pendekatan.

Pendekatan yang tepat untuk diberikan ditentukan oleh banyak faktor,

termasuk faktor demografis di tempat kerja, perjalanan kehidupan kerja,

model dan sistem pembiayaan bisnis perusahaan, dan diantara faktor-faktor

tersebut membutuhkan keahlian, lingkungan yang geografis, dan sesuai

dengan budaya serta norma-norma yang dianut para pekerja.

Albrecht (2010) dalam bukunya Handbook of Employee Engagement,

menganalisis hasil penelitian cross sectional yang dilakukan oleh Bakker dan

Demerouti (2007) mengenai berbagai pendorong employee engagement, yaitu:

a. Job Demands (Tuntutan Pekerjaan)

Tuntutan kerja adalah aspek dalam pekerjaan yang membutuhkan

(47)

dihubungkan dengan pengeluaran dari usaha tersebut, baik secara

fisiologis maupun psikologis. Tuntutan pekerjaan tidak selalu negatif,

namun dapat berubah menjadi stressor yang negatif dalam pekerjaan

saat berada dalam tuntutan yang membutuhkan usaha besar dari

seorang karyawan yang merasa sudah terbebani dengan

tugas-tugasnya. Faktor-faktor yang terkait dengan job demands antara lain

adalah: Tuntutan pekerjaan yang berlebihan secara fisik, tuntutan

emosional, dan tuntutan kognitif.

b. Job Resources (Sumber Kerja)

Sumber kerja adalah aspek dalam pekerjaan yang terkait dengan aspek

fisiologis dan psikologis, berfungsi untuk mencapai tujuan kerja, dapat

mengurangi tuntutan pekerjaan, merangsang pertumbuhan,

pembelajaran, dan perkembangan diri individu. Broeck, dkk., 2008

(dalam Albrecht, 2010) menjelaskan, sumber kerja dapat

menumbuhkan motivasi baik ekstrinsik maupun intrinsik. Sebagai

motivasi ekstrinsik, sumber daya diperlukan untuk mengatasi tuntutan

pekerjaan dan untuk mencapai tujuan kerja. Kemudian sebagai

motivasi intrisnik, berkaitan dengan pandangan bahwa dengan

memenuhi kebutuhan otonomi psikologis dasar, berhubungan, dan

kompetensi, pekerjaan akan memotivasi pekerja secara intrinsik.

Faktor-faktor dalam sumber kerja yang mempengaruhi employee

engagement adalah: Adanya kontrol pekerjaan, dukungan sosial,

(48)

c. Personal Resources (Sumber Pribadi)

Sumber pribadi merupakan aspek dari diri, yang pada umumnya

dihubungkan dengan kegembiraan dan perasaan individu, individu

dapat mengontrol dan memberikan dampak pada lingkungan dengan

baik. Dalam sumber pribadi, dua hal yang menjadi faktor employee

engagement adalah: Efikasi diri dan optimisme.

Seijts dan Crim (2006) menjelaskan, pemimpin sebaiknya dapat

menerapkan faktor-faktor yang dapat membentuk employee engagement, yang

dijelaskan dalam ten C’s of employee engagement, yaitu:

a. Connect: Pemimpin harus menunjukkan bahwa mereka menilai dan

menghargai pekerjanya.

b. Career:Pemimpin harus memberikan pekerjaan yang menantang dan

bermakna, dengan kesempatan untuk mengembangkan karirnya.

Karena setiap pekerja pasti ingin melakukan hal yang baru dalam

pekerjaannya.

c. Clarity: Para pemimpin harus mengkomunikasikan visi yang jelas,

kesuksesan dalam kehidupan dan organisasi sebagian besar,

ditentukan oleh bagaimana individu memiliki kejelasan tentang tujuan

mereka dan apa yang benar-benar ingin mereka mencapai.

d. Convey:Pemimpin menjelaskan harapannya terhadap pekerjanya dan

(49)

Pemimpin menetapkan proses dan prosedur yang membantu

tugas-tugas penting dan agar menguasai pekerjaannya, serta memfasilitasi

pencapaian tujuan. Pemimpin yang baik dapat membimbing

pekerjanya untuk meningkatkan kemampuan pekerjanya.

e. Congratulate: Memberikan pujian dan pengakuan atas kinerja yang

baik. Pemimpin yang baik selalu memberikan pengakuan dan

penghargaan atas prestasi pekerjanya.

f. Contribute: Pemimpin harus membantu pekerjanya untuk melihat

bagaimana kontribusi mereka terhadap organisasi atas apa yang telah

mereka kerjakan.

g. Control: Karyawan harus diberikan kesempatan untuk berpartisipasi

dalam pengambilan keputusan.

h. Collaborate: Pemimpin seharusnya mampu membangun tim dengan

menciptakan lingkungan yang befokus pada kepercayaan dan

kolaborasi.

i. Credibility: Pemimpin harus dapat berjuang untuk menjaga reputasi

organisasi dan menunjukkan standar etik yang tinggi, karena pekerja

ingin memiliki kebanggaan terhadap pekerjaannya, kinerjanya, dan

organisasinya.

j. Confidence: Pemimpin membantu para pekerja untuk menciptakan

kepercayaan terhadap organisasi dengan menunjukkan standar kinerja

(50)

Selanjutnya, dalam studi literatur dan wawancara dengan praktisi

sumber daya manusia yang dilakukan oleh McBain (2007) mengklasifikasikan

3 (tiga) hal yang menjadi penggerak employee engagement yaitu:

a. Organisasi

Hal-hal dalam organisasi yang dapat menjadi penggerak employee

engagement adalah visi dan nilai yang dianut, produk atau brand

organisasi, dan budaya organisasi.

b. Manajemen dan kepemimpinan

Dalam manajemen dan kepemimpinan yang dapat menjadi penggerak

employee engagement antara lain manajemen kepemimpinan senior,

komitmen pemimpin, dan komunikasi. Kepemimpinan kemungkinan

memiliki dampak terbesar dalam pembentukan employee engagement,

sehingga pimpinan organisasi diharapkan memiliki beberapa

keterampilan. Beberapa diantaranya adalah kemampuan

berkomunikasi (terutama kemampuan mendengarkan), memberikan

feedback, penilaian kinerja, dan memberikan penghargaan (McBain,

2007).

c. Working Life

Terkait faktor working life (kehidupan kerja), hal-hal yang menjadi

penggerak employee engagement antara lain: adanya pengakuan,

dukungan rekan kerja, kesempatan untuk dapat mengembangkan

potensi, kejelasan akan harapan, fleksibilitas, keseimbangan dalam

(51)

lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja yang nyaman menjadi

salah satu hal yang dapat menggerakkan employee engagement.

Selanjutnya, Wellins, dkk. (2008), tim peneliti Development

Dimensions International (DDI), merumuskan hal-hal yang menjadi

penggerak employee engagement berasal dari tiga hal yang utama, yaitu:

a. Karakteristik personal individu (A set of personal characteristics)

Penelitian yang dilakukan DDI menemukan bahwa setiap orang

memiliki karakteristik personal yang berkolerasi terhadap employee

engagement yang lebih tinggi. DDI mengungkapkan enam fakor yang

berasal dari pekerja itu sendiri, yang berhubungan secara signifikan

dengan terbentuknya employee engagement, antara lain: Kedekatan

dengan pekerjaannya, penerimaan diri terhadap organisasinya,

stabilitas emosional, keterbukaan terhadap pengalaman, orientasi

terhadap penghargaan, dan efikasi diri.

b. Kepemimpinan yang berbeda dari yang lain (Exceptional leadership)

Pemimpin memiliki pengaruh yang kuat dalam pembentukan tingkat

employee engagement karyawan. Pemimpin yang engaged dengan

organisasinya menghasilkan pekerja yang engage pula dengan

pekerjaannya, pemimpin yang engaged mendorong pekerja untuk

tidak meninggalkan organisasinya, dan kinerja pemimpin yang baik

meningkatkan engagement karyawan dengan organisasi.

(52)

Strategi dan sistem organisasi yang dimaksud adalah dalam hal

pengembangan karyawan dan kesejahteraan karyawan seperti promosi

jabatan, manajemen kinerja, tunjangan dan kompensasi karyawan,

pelatihan untuk pengembangan kemampuan karyawan, dan

pengembangan karir yang jelas.

Selanjutnya, dalam studi literatur yang dilakukan oleh tim peneliti

Scottish Executive Social Research (2007), merumuskan faktor-faktor

pembentuk employee engagement antara lain:

a. Hubungan dan komunikasi dua arah antara pekerja dan atasannya,

khususnya memberi dorongan untuk membuka komunikasi vertikal

dari pekerja pada atasannya.

b. Individu dapat menselaraskan dan menyatukan diri dengan produk,

jasa dan nilai yang dianut organisasi.

c. Kemampuan organisasi untuk mengkomunikasikan visi, strategi,

tujuan yang ingin dicapai dan nilai yang dipercaya organisasi kepada

para pekerjanya sehingga mereka mengerti dengan sangat jelas.

d. Para pimpinan memberikan ruang gerak yang cukup bagi pekerja dan

otonomi agar mereka dapat menggali potensi yang mereka miliki.

e. Pemimpin yang berkomitmen, merupakan aspek yang paling penting

dalam membangun keterikatan pekerja pada organisasi.

Berdasar penjelasan mengenai berbagai faktor-faktor yang mendorong

pembentukan employee engagement, dapat disimpulkan secara garis besar

(53)

lain dapat berasal dari faktor pekerjaan, faktor pemimpin, faktor organisasi,

dan faktor individu. Faktor pekerjaan yaitu, tuntutan pekerjaan dan sumber

pekerjaan; faktor pemimpin, yaitu pemimpin yang dapat memenuhi harapan

karyawannya, memiliki komitmen, dan dapat membangun komunikasi secara

vertikal dengan pekerjanya; faktor yang berasal organisasi, seperti visi misi

organisasi, nilai-nilai, dan budaya organisasi; dan faktor yang berasal dari

individu pekerja itu sendiri, seperti kedekatan dengan organisasi, efikasi diri,

stabilitas emosional, perasaan bangga terhadap organisasinya, dan kemauan

untuk dapat menselaraskan dan menyatukan diri dengan produk, jasa dan nilai

yang dianut organisasi.

3. Karakteristik Employee Engagement

Lockwood, 2005 (dalam Smoak dan Endres, 2008) menjelaskan

employee engagement adalah sebagai suatu tahapan individu untuk

berkomitmen secara emosional dan intelektual pada organisasi atau kelompok,

dengan menunjukan perilaku: berbicara tentang organisasinya secara positif,

memiliki keinginan yang besar untuk menjadi anggota organisasi dan menolak

untuk bekerja di tempat lain, dan menunjukkan usaha lebih untuk kesuksesan

organisasi.

Hewitt Associates (dalam Vance, 2006) mengemukakan karakteristik

pekerja dengan tingkatan employee engagement yang tinggi adalah sebagai

berikut:

(54)

Pekerja memiliki keinginan yang besar untuk menjadi bagian dari

organisasi dan untuk bertahan dalam organisasinya.

b. Say

Pekerja mendukung perusahaan dengan menjalin hubungan dengan

kerja dan konsumen yang potensial, bersikap positif terhadap rekan

kerja, dan memberikan kritik yang membangun.

c. Strive

Para pekerja menampilkan usaha yang lebih dan terlibat dalam usaha

untuk berkontribusi bagi keberhasilan organisasi.

Selanjutnya, The Right Management (2009) merumuskan, pekerja

yang memiliki karakteristik employee engagement adalah sebagai berikut:

a. Puas dengan pekerjaan yang telah dilakukan dengan organisasinya.

b. Memiliki komitmen untuk membangun pekerjaan dan organisasi

menuju kesuksesan.

c. Bangga dengan organisasinya dan dengan pekerjaan yang telah

mereka lakukan.

d. Kemauan untuk berbicara hal-hal yang positif mengenai pekerjaan dan

organisasi.

Kemudian, The Gallup Organization (dalam Vazirani, 2007) membagi

karakteristik employee engagement menjadi tiga tingkatan, yaitu:

(55)

Pekerja dengan pada tingkatan ini adalah builder (pembangun).

Mereka ingin mengetahui apa keinginan dan harapan dari peran

mereka dalam organisasi, sehingga mereka dapat meraihnya. Mereka

pada dasarnya memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap

organisasi dan bagian tempat mereka bekerja. Mereka juga

menunjukan kinerja yang tinggi secara konsisten, ini dilakukannya

dengan cara menggunakan kemampuan dan kekuatan mereka dalam

bekerja setiap hari. Kemudian mereka juga bekerja dengan semangat

dan membawa inovasi yang memajukan organisasi mereka.

b. Not Engaged

Pekerja pada tingkatan ini lebih berkonsentrasi dengan pekerjaan

mereka dan tugas-tugas yang dikerjakan daripada hasil maupun tujuan

yang diharapkan untuk mereka capai. Pekerja yang not engaged

cenderung merasa kontribusi mereka tidak maksimal dan potensi yang

dimiliki tidak digunakan sepenuhnya. Mereka merasakan hal ini

karena mereka tidak memiliki hubungan yang produktif dengan

atasan maupun dengan rekan kerjanya.

c. Actively Disengaged

Pekerja pada tingkatan ini secara konsisten menentang apapun yang

ada dalam organisasi. Mereka tidak bahagia dalam bekerja dan

berusaha menunjukkan ketidakbahagiaan mereka. Pekerja yang

(56)

dalam bekerja. Organisasi akan banyak sekali mendapat masalah

ketika memiliki pekerja yang actively disengaged ini.

Berdasar penjelasan di atas, disimpulkan bahwa karakteristik pekerja

yang memiliki employee engagement dapat dilihat dari usaha pekerja untuk

membawa organisasi menuju kesuksesan, berbicara hal yang positif mengenai

organisasinya, dan keinginan pekerja untuk bertahan serta menjadi bagian

dalam organisasinya dalam jangka waktu yang lama. Karakteristik employee

engagement dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu engaged, not engaged,

actively disengaged.

4. Aspek-aspek Employee Engagement

Beberapa ahli dan para peneliti memiliki konsep yang berbeda-beda

mengenai aspek employee engagement. Menurut Schaufelli, 2002 (dalam

Bakker dan Demerouti, 2008), employee engagement memiliki tiga aspek,

yaitu:

a. Vigor (kekuatan)

Dikarakteristikkan dengan energi yang tinggi dan kondisi mental yang

sehat dalam bekerja, keinginan untuk memberikan usaha secara

maksimal pada situasi yang disertai dengan ketekunan.

b. Dedication (dedikasi)

Dikarakteristikkan dengan pengertian akan antusiasme, inspirasi,

kebanggaan, dan tantangan.

(57)

Dikarakteristikkan dengan ketertarikan pekerja terhadap pekerjaannya

dengan kesenangan, sehingga merasa waktu berjalan dengan cepat

walaupun terdapat kesulitan dalam pekerjaannya.

Selanjutnya, Kahn, 1990 (dalam Kular, dkk., 2008) menjelaskan

konsepemployee engagement terdiri dari tiga aspek, yaitu:

a. Kognitif

Berkaitan dengan kepercayaan pekerja terhadap organisasinya,

pemimpinnya, dan kondisi kerjanya.

b. Emosional

Bagaimana pekerja merasakan kepercayaannya terhadap organisasi,

pemimpinnya, dan konisi kerjanya tersebut, dan apakah mereka

memiliki sikap positif atau negatif terhadap organisasi dan para

pemimpinnya

c. Fisik

Energi dalam bentuk fisik yang diberikan oleh individu untuk

mencapai peran mereka dalam pekerjaannya.

The Gallup Organization, tim peneliti yang populer dalam

pengembangan alat ukur employee engagement dengan nama Gallup 12

Question atau Q12, menyusun alat ukur tersebut dengan 12 pertanyaan yang

dianggap dapat mengukur tingkatan employee engagement. Gallup Q12

disusun berdasar empat aspek employee engagement yang kemudan dipecah

menjadi beberapa indikator untuk menggali lebih dalam (dalam Buckingham

(58)

a. Basic need (Dimensi kebutuhan dasar)

Ketika seseorang baru saja memulai suatu peran, ia memiliki

kebutuhan yang mendasar. Orang tersebut ingin mengetahui apa yang

akan diharapkan dari dirinya. Dalam Gallup Q12, indikator yang

mewakili aspek ini adalah:

1) Tahu apa yang diharapkan

Membuat pekerja tahu apa yang diharapkan organisasi terhadap

mereka, membuat mereka mengerti tujuan mereka, dan

membiarkan mereka mencari jalan untuk mencapai tujuan

tersebut. Dengan cara ini akan membuat pekerja lebih merasa

bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.

2) Bahan dan peralatan

Setelah mengetahui apa yang diharapkan, maka mereka akan

membutuhkan bahan dan materi untuk dapat mencapai tujuan

tersebut.

b. Managerial and co-worker support (Dukungan atasan dan rekan

kerja)

Setelah kebutuhan dasar, maka akan muncul suatu kebutuhan yang

lebih tinggi dalam aspek employee engagement. Pada bagian ini

pekerja mulai bertanya tentang kontribusi mereka dalam organisasi.

Aspek ini mewakili perasaan pekerja mengenai tanggapan organisasi

pekerjaan mereka dari segala aspeknya. Dalam Gallup Q12, indikator

Gambar

Gambar 1 Tahap Pembentukan Budaya Organisasi
Gambar 3 Kerangka Pemikiran Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan
Tabel 1. Penilaian Pernyataan Favorabel dan Pertanyaan Unfavorabel
Tabel 2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional, lingkungan kerja, motivasi dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan koperasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional, lingkungan kerja, motivasi dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan koperasi

Hubungan Persepsi terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Atasan dengan.. Prestasi

Nilai koefisien determinasinya menunjukkan pengaruh hubungan antara budaya organisasi, gaya kepemimpinan transformasional dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan

Dalam memotivasi karyawan, dibutuhkan pemimpin transformasional yang dapat membawa perubahan yang baik, mengetahui kebutuhan bawahannya serta dapat menanamkan dan

Konsep perilaku dari kepemimpinan transformasional terdiri dari 4 komponen yaitu idealized influence (karisma) yang berarti pemimpin dan karyawan saling percaya;

Penelitian Brahmasari(2008) membuktikan budaya organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan, artinya budaya organisasi suatu

Hasil penelitian budaya organisasi tidak menunjukkan peran sebagai moderator dalam hubungan antara kepemimpinan transformasional dan komitmen organisasi pada karyawan industri