commit to user
i
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
NUMBERED HEAD TOGETHER DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK
(NHT-PS) DAN TIPE ROUNDTABLEDENGAN PENDEKATAN
SAINTIFIK (ROUNDTABLE -PS) PADA MATERI FUNGSI DITINJAU
DARI KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI SE-KABUPATEN SUKOHARJO
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
TESIS
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Matematika
Disusun Oleh:
YOLAN KUSUMANINGTYAS
S851308061
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
commit to user
v MOTO
”Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,
dan hanya kepada Tuhanmu-lah hendaknya kamu berharap”
(Q. S. Insyirah: 6-8)
Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil,
kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik.
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Ibu dan Bapak ku tercinta (Mulyono dan Sugeng Panuwun, S.Pd) yang tiada
henti-hentinya atas doa, kasih sayang, motivasi, pengorbanan, serta perjuangan yang tak
henti sehingga ananda mampu menyelesaikan studi ini dengan baik.
Kakakku tersayang Henry Endaryoko, ST dan Chatia Hastasari, S,Sos, M.Kom.,
adikku tersayang Wildhan Bramasta, serta keponakanku tersayang Irsyad Habibie
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur peneliti panjatkan atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tesis
ini.Selama penyusunan tesis ini, dapat terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak.
Untuk itu dalam kesempatan ini, peneliti menyampaikan ucapan banyak terima kasih
yang tak berhingga kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan izin penelitian ini.
2. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc, Ketua Program Studi Magister Pendidikan
Matematika Universitas Sebelas Maret Surakarta FKIP sekaligus Pembimbing
Akademik yang telah menyetujui permohonan penyusunan tesis ini.
3. Dr. Mardiyana, M.Si, Dosen Pembimbing I yang begitu sabar dalam memberikan
bimbingan, pengarahan, dan motivasi selama ini.
4. Dr. Budi Usodo, M.Pd, Dosen Pembimbing II yang juga begitu sabar dalam
memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi selama ini.
5. Dr. Riyadi M.Si, Ketua Penguji yang telah memberi bimbingan dan motivasi
kepada peneliti untuk menyelesaikan tesis ini.
6. Dr. Dewi Retno Sari Saputro, M.Kom, Sekretaris Penguji yang telah memberi
bimbingan dan motivasi kepada peneliti untuk menyelesaikan tesis ini.
7. Bapak/ Ibu dosen Program Studi Magister Pendidikan Matematika Universitas
Sebelas Maret Surakarta FKIPyang telah banyak memberikan bekal ilmu
pengetahuan sehingga mempermudah peneliti menyelesaikan tesis ini.
8. Dra. Sri Sutarni, M.Pd, M. Noor Kholid, M. Pd dan Sutiyem, S.Pd, validator
instrumen tes prestasi yang begitu sabar dalam memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam memperbaiki instrumen penelitian tesis ini.
9. Anniez Rachmawati M, M.Psi, Psi., Nur Fauziah, S.Psi, Psi., Prilya Shanty
commit to user
viii
sabar dalam memberikan bimbingan dan pengarahan dalam memperbaiki
instrumen penelitian tesis ini.
10. Prihatin Budi Rahayu, S.Pd., Sutanto Widayat, S.Pd., dan Dra. Eny Widayati,
kepala sekolah SMP N 1 Kartasura, SMP N 2 Baki dan SMP N 2 Gatak yang
telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di sekolah masing-masing.
11. Heni Kustati, S.Pd., Sri Suparti, M.Pd., Nanik Wahyuni, S.Pd., guru Matematika
SMP N 1 Kartasura, SMP N 2 Baki dan SMP N 2 Gatak yang begitu sabar dalam
memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian di sekolah.
12. Keluargaku yang selalu mendoakan dan memberi dukungan tiada hentinya.
13. Teman-teman Pendidikan Matematika Pascasarjana UNS angkatan 2013 yang
selalu memberi semangat, semoga tali silaturahmi kita tetap terjaga, dan semoga
kesuksesan menyertai kita semua.
14. Segenap pihak yang telah membantu peneliti dari pembuatan proposal,
penelitian, sampai penelitian tesis ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu
persatu.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca umumnya.
Surakarta, Februari 2015 Peneliti
commit to user
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS ... iv
MOTO ... v
1. Prestasi Belajar Matematika ... 12
2. Model Pembelajaran……… 14
3. Model Pembelajaran Kooperatif ... 15
4. Pendekatan Saintifik ... 17
5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) ... 20
6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together dengan Pendekatan Saintifik (NHT-PS) ... 22
commit to user
x
8. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Roundtable dengan
Pendekatan Saintifik (Roundtable-PS)... 26
9. Model Pembelajaran Klasikal ... 28
10.Model Pembelajaran Klasikal dengan Pendekatan Saintifik ... 29
11.Kecerdasan Emosional ... 30
B. Penelitian Yang Relevan ... 33
C. Kerangka Berpikir ... 34
D. Hipotesis……… ………... 39
BAB III : METODE PENELITIAN ... 42
A. Tempat, Subjek,dan Waktu Penelitian ... 42
B. Jenis Penelitian ... 42
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 44
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 47
E. Teknik dan Instrumen untuk Mengumpulkan Data ... 48
F. Teknik Analisis Data ... 55
A. Hasil Pengembangan Instrumen ... 65
1. Tes Prestasi Belajar Matematika ... 65
2. Angket Kecerdasan Emosional ... 67
B. Deskripsi Data Penelitian ... 69
C. Hasil Analisis Data... 73
1. Uji Keseimbangan ... 73
2. Uji Prasyarat Anava Dua Jalan ... 75
commit to user
xi
D. Pembahasan Hasil Analisis Data ... 80
E. Keterbatasan Penelitian ... 87
BAB V : KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 89
A. Kesimpulan Penelitian ... 89
B. Implikasi... 89
C. Saran... 92
DAFTAR PUSTAKA ... 94
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Desain Faktorial Penelitian ... 43
Tabel 3.2 Pengelompokan SMP ... 45
Tabel 4.1 Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa ... 70
Tabel 4.2 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Siswa pada Masing- masing Model Pembelajaran ... 70
Tabel 4.3 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Siswa pada Masing- masing Kategori Tingkat Kecerdasan Emosional Siswa ... 71
Tabel 4.4 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Siswa pada Masing- masingModel Pembelajaran dan Tingkat Kecerdasan Emosional Siswa... 72
Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Analisis Uji NormalitasPopulasi Terhadap Data Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 73
Tabel 4.6 Rangkuman Hasil Uji Keseimbangan Populasi Terhadap Data Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 74
Tabel 4.7 Rangkuman Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi ... 75
Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi ... 76
Tabel 4.9 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ... 76
Tabel 4.10 Rangkuman Rerata Sel dan Rerata Marginal ... 77
Tabel 4.11 Rangkuman Hasil Uji Komparasi Ganda Antar Baris ... 78
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran………... 100
Lampiran 2 Pengkategorian Sekolah ... 123
Lampiran 3 Keterangan Pengambilan Sampel ... 124
Lampiran 4 Data Nilai Uas ... 125
Lampiran 5 Kisi-Kisi Tes Prestasi Belajar Siswa…………..………. 127
Lampiran 6 Soal Ujicoba Tes Prestasi Belajar ……….………... 128
Lampiran 7 Kunci Jawaban Tes Prestasi Belajar Siswa ……….…..……. 140
Lampiran 8 Kisi-Kisi Tes Kecerdasan Emosional ... 141
Lampiran 9 Ujicoba Angket Kecerdasan Emosional ... 142
Lampiran 10 Lembar Validasi Instrumen ... 144
Lampiran 11 Daya Pembeda Ujicoba Tes Prestasi ... 174
Lampiran 12 Indeks Kesukaran Ujicoba Tes Prestasi ... 176
Lampiran 13 Rangkuman Hasil Ujicoba Tes Prestasi ... 178
Lampiran 14 Reliabilitas Ujicoba Tes Prestasi Belajar ... 179
Lampiran 15 Soal Tes Prestasi Belajar ... 181
Lampiran 16 Konsistensi Internal Ujicoba Angket Kecerdasan Emosional ... 191
Lampiran 17 Reliabilitas Ujicoba Angket Kecerdasan Emosional ... 192
Lampiran 18 Uji Normalitas Kemampuan Awal ... 194
Lampiran 19 Uji Homogentitas Kemampuan Awal ... 203
Lampiran 20 Uji Keseimbangan Kemampuan Awal ... 204
Lampiran 21 Hasil Tes Kecerdasan Emosional ... 206
Lampiran 22 Kategori Kecerdasan Emosional ... 214
Lampiran 23 Data Amatan Hasil Penelitian ... 220
Lampiran 24 Uji Normalitas Data Amatan ... 224
Lampiran 25 Uji Homogenitas Data Amatan ... 242
commit to user
xiv
Lampiran 27 Uji Lanjut Anava (Uji Komparasi Ganda) ... 250
commit to user
xv
Yolan Kusumaningtyas. S851308061. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together Dengan Pendekatan Saintifik (NHT-PS) Dan Tipe Roundtable Dengan Pendekatan Saintifik (Roundtable-(NHT-PS) Pada Materi Fungsi Ditinjau Dari Kecerdasan Emosional Siswa Kelas VIII SMP Negeri Se-Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/2015.Pembimbing I:Dr. Mardiyana, M.Si. Pembimbing II: Dr. Budi Usodo, M.Pd. Tesis : Program Studi Magister Pendidikan Matematika. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2015.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together denganpendekatan saintifik (NHT-PS), tipe Roundtable denganpendekatan saintifik (Roundtable-PS) atau pembelajaran Klasikal dengan pendekatan saintifik, (2) manakah yang mempunyai prestasi belajar lebih baik, siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, sedang atau rendah, (3) pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, sedang atau rendah, (4) pada masing-masing tingkat kecerdasan emosional, manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik, pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together denganpendekatan saintifik(NHT-PS), tipe Roundtable denganpendekatan saintifik atau pembelajaran Klasikal dengan pendekatan saintifik.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan desain faktorial 3´3. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP
Negeri di Kabupaten Sukoharjo. Pengambilan sampel dilakukan dengan stratified cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 283 siswa.Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes prestasi belajar matematika dan angketkecerdasan emosional. Sebelum digunakan untuk pengambilan data, instrumen terlebih dahulu diujicobakan. Penilaian validitas isi instrumen tes angket dilakukan oleh validator. Uji reliabilitas instrumen tes menggunakan rumus KR-20. Daya pembeda tes menggunakan rumus korelasi produk momen dari Karl Pearson. Konsistensi internal angket menggunakan rumus korelasi produk momen dariKarl Pearson.Uji reliabilitas instrumen angket menggunakan rumus alpha. Uji keseimbangan menggunakan uji ANAVA satu jalan. Uji prasyarat meliputi uji normalitas dengan menggunakan metode Lilliefors dan uji homogenitas menggunakan metode Bartlett.Teknik analisis data yang digunakan adalah uji ANAVA dua jalan dengan sel tak sama.
commit to user
xvi
dikenai model pembelajaran NHT-PS lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran Klasikal-PSpada materi fungsi, (2) siswa dengan kecerdasan emosional tinggi dan sedang memiliki prestasi belajar matematika yang sama. Dan siswa dengan kecerdasan emosional tinggi dan sedang memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan kecerdasan emosional rendah, (3) pada masing-masing model pembelajaran, siswa dengan kecerdasan emosional tinggi dan sedang memiliki prestasi yang yang sama baiknya. Dan siswa dengan kecerdasan emosional tinggi dan sedang memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan emosional rendah, (4) pada masing-masing kategori kecerdasan emosional, model pembelajaran Roundtable-PS menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran NHT-PS, sedangkan model pembelajaran NHT-PS dan Roundtable-PS memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibanding dengan model pembelajaran Klasikal-PS.
commit to user
xvii
Yolan Kusumaningtyas. S851308061.The Experimentation of Cooperative Learning of Numbered Head Together (NHT) Type and Roundtable Type with Scientific Approach on The Subject of FunctionViewed fromStudents’ Emotional Intelligences of Eight Grade of Public Junior High Schools in Sukoharjo Regency in The Academic Year of 2014/2015.THESIS. Supervisor I: Dr. Mardiyana, M.Si., II: Dr. Budi Usodo, M.Pd. Program Study of Mathematics Education, Post-graduate Program, Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta.
ABSTRACT
The purposes of this study were to determine: (1) which group had better learning achievement between students who were given thescientific Numbered Head Together (NHT)cooperative learning model, scientific Roundtable, or students who were given scientific classical, (2) which group had better achievement, among students with emotional intelligence of high, middle, or low, (3) in each emotional intelligence category, which group had better achievement, whether students who were given thescientific Numbered Head Together (NHT), scientific Roundtable, or students who were given scientific classical, (4) on each learning model, which group had better achievement, among students with emotional intelligence of high, middle or low.
The type of this study was a quasi-experimental study with a 3x3 factorial design. The study population was all grade VIII students of Junior High School in Sukoharjo Regency. Sample was collected by stratified cluster random sampling. The size of the samples was 283 students. Instruments used for data collection were mathematics achievement test and emotional intelligence questionnaire. Before used for data collection, the instrument test was tried out.The content validity assessment of tests was conducted by the related experts. Instrument reliability test of achievement test used the formula KR-20. Discrimination power of item test used the product moment correlation formula of Karl Pearson. Internal Consistention of item questionnaire used the product moment correlation formula of Karl Pearson. Instrument reliability test of questionnaire used the formula alpha. Balance test used one way ANOVA test. It was concluded that the experimental and control group in the balanced state. Test requirements include the normality tests by using Lilliefors test methods and homogeneity test used the Bartlett method. It was concluded that the samples come from populations that are normally distributed and homogeneous. The data analysis techniqueused was thetwo-way ANOVAwith unequalcell.
commit to user
xviii
have better achievement than students who had low emotional intelligence. (3) In each learning models, student with high emotional intelligence gave the same achievement with the students who had middle emotional intelligence, then students who had high and middle emotional intelligence have better achievement than students who had low emotional intelligence. (4) In each category of emotional intelligence, scientific Roundtable got better achievement than scientific NHT and scientific classical, scientific NHT got better achievement than scientific classical.
commit to user
1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan sumber
daya manusia (SDM) yang berkualitas. Pendidikan senantiasa berkenaan dengan manusia,
dalam pengertian sebagai upaya sadar untuk membina dan mengembangkan kemampuan
dasar manusia seoptimal mungkin sesuai dengan kapasitasnya.
Peningkatan kualitas pendidikan bisa dilihat dari beberapa faktor, antara lain mutu
pendidik, peserta didik, sarana prasarana dan lain–lain. Pendidik dan peserta didik
merupakan faktor yang dominan, karena mereka terlibat langsung dalam proses
pembelajaran. Dalam hal ini, peningkatan kualitas pendidikan harus sejalan dengan
peningkatan kualitas proses pembelajaran. Melalui peningkatan kualitas proses
pembelajaran, siswa akan termotivasi dalam belajar, semakin bertambah jenis pengetahuan,
bertambah keterampilan dan semakin paham terhadap materi yang dipelajari.
Salah satu mata pelajaran yang perlu mendapat perhatian yang lebih dalam
peningkatan mutu adalah mata pelajaran matematika. Walaupun belajar matematika ada di
setiap jenjang pendidikan bukan berarti bahwa anak didik menguasai matematika dengan
baik. Banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika sehingga
berdampak pada rendahnya prestasi belajar matematikanya. Hal ini didukung dengan
kenyataan yang terjadi pada nilai rata-rata Ujian Nasional SMP Negeri di Kabupaten
Sukoharjo terutama pada mata pelajaran matematika masih dibawah rata-rata provinsi dan
rata-rata Nasional. Nilai rata-rata UN Matematika SMP Negeri di Kabupaten Sukoharjo
5,01. Sedangkan nilai rata-rata provinsi yaitu 5,28 dan nilai rata-rata nasional 5,74. (BSNP :
2013)
Berdasarkan data tersebut, menurut peneliti perlu ditindaklanjuti mengenai
faktor-faktor terkait yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa di
Kabupaten Sukoharjo. Salah satunya yang berhubungan langsung dengan nilai Ujian
Nasional adalah dapat ditinjau dari daya serap siswa pada tingkat penguasaan materi.
commit to user
analisis daya serap hasil Ujian Nasional mata pelajaran matematika tahun 2012/2013 siswa
dalam materi fungsi, yaitu Kabupaten Sukoharjo 50,16%, provinsi 53,63%, dan nasional
59,63%. Menurut Nuralam (2001: 72) terdapat beberapa kesulitan siswa dalam memahami materi relasi dan fungsi yaitu kesulitan membedakan fungsi dan bukan fungsi, kesulitan dalam membuat contoh fungsi, serta kesulitan dalam membedakan fungsi korespondensi satu-satu atau bukan korespondensi satu-satu.
Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal yaitu dari dalam diri siswa sendiri, sedangkan faktor
eksternal merupakan faktor yang datang dari luar. Salah satu faktor internal yang
berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa adalah kemampuan dalam diri siswa yaitu
tingkat kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional sangat berpengaruh dalam proses dan
keberhasilan belajar. Hal ini karena belajar tidaklah semata-mata persoalan intelektual,
tetapi juga emosional. Belajar tidak sekedar interaksi dengan sumber belajar buku dan
lingkungan mati, akan tetapi juga melibatkan hubungan manusiawi antara sesama siswa dan
antara siswa dengan guru.
Kecerdasan intelektual saja tidak memberikan persiapan bagi individu untuk
menghadapi gejolak, kesempatan ataupun kesulitan dalam kehidupan. Dengan kecerdasan
emosional individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri dengan
baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif. Menurut
Goleman (2001:35) keterampilan kecerdasan emosi bekerja secara sinergi dengan
keterampilan kognitif. Orang-orang yang berprestasi tinggi memiliki keduanya. Tanpa
kecerdasan emosional, orang tidak akan bisa menggunakan kemampuan-kemampuan
kognitif mereka sesuai dengan potensi maksimumnya.
Menurut Cooper dan Sawaf (1997) kecerdasan emosional dapat membantu siswa
dalam mengatasi hambatan-hambatan psikologis yang ditemuinya dalam belajar.
Kecerdasan emosional yang dimiliki siswa sangat berpengaruh terhadap hasil belajar,
karena emosi memancing tindakan seorang terhadap apa yang dihadapinya. Seperti halnya
dalam penelitian yang dilakukan oleh Abdullah dalam Risky Apriyani (2004) yang
commit to user
tugas akademik dan memiliki performa yang lebih baik dalam tes yang sedang dihadapinya.
Kecerdasan emosional berperan penting saat siswa dihadapkan pada suatu
permasalahan, misalnya saat mengerjakan soal-soal matematika. Keadaan emosi yang
dibutuhkan adalah suasana yang tenang dan merasa yakin dapat mengerjakan. Apabila
keadaanya seperti itu, maka siswa akan dengan mudah mengerjakan soal tersebut. Berbeda
dengan siswa yang sebelumnya sudah merasa gugup dan percaya tidak bisa mengerjakan.
Hal ini mengganggu konsentrasinya, akibatnya siswa akan merasa kesulitan mengerjakan
soal tersebut. Apapun permasalahan yang dihadapi, yang dibutuhkan adalah keadaan emosi
yang baik. Keadaan emosi diri seseorang, hanya orang itu sendiri yang mengetahuinya,
maka dari itu menjaga emosi diri sendiri adalah hal yang sangat penting.
Menurut penelitian Salovey dan Mayer (1990) menyatakan bahwa “emotional
intelligence as the ability to monitor one’s own and others’ feelings, to discriminate among
them, and to use this information to guide one’s thinking and action” yang artinya
kecerdasan emosional mampu memonitor perasaan diri sendiri maupun orang lain, untuk
memisahkan antara keduanya, dan dapat digunakan untuk membimbing pikiran dan
tindakan. Kemudian dalam penelitian Nwadinigwe dan Obieke (2012) menyatakan bahwa
ada sebuah hubungan positif antara kecerdasan emosi dan keterampilan prestasi akademik
sehingga kecerdasan emosi mengembangkan keterampilan seorang siswa untuk
peningkatan prestasi akademisnya.
Peserta didik dengan kecerdasan emosional yang berkembang dengan baik
kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk
berprestasi. Sedangkan individu yang tidak dapat menahan kendali atas kehidupan
emosionalnya untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya memiliki pikiran yang
jernih. Akibatnya prestasi belajar kurang baik, dapat dipahami bahwa hubungan kecerdasan
emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh siswa
dan memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi belajar yang lebih baik, di sekolah peserta
didik yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat menjadi terampil
commit to user
satunya yaitu proses pembelajaran di kelas yang dilaksanakan oleh guru. Peran seorang
guru bukanlah untuk mentransfer pengetahuan yang telah ia punya kepada siswa, tetapi
lebih sebagai mediator dan fasilitator yang membantu siswa agar dapat mengkonstruksikan
pengetahuan mereka secara cepat dan efektif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemilihan model pembelajaran. Matematika
yang memiliki objek yang abstrak, menuntut guru untuk dapat membelajarkannya dengan
model tertentu agar dapat dipahami dengan mudah. Untuk dapat memilih model yang tepat,
guru hendaknya mempelajari dan memahami serta mengimplementasikan teori-teori
belajar.
Pada Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 (2013 : 185)
menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses alamiah.
Karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam
pembelajaran. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan
pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Kurikulum 2013
mengunakan pendekatan saintifik yang dilaksanakan melalui kegiatan mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasi (associating), dan
mengkomunikasikan. Kelima tahapan ini dipandang mampu membuat peserta didik
mencapai keterampilan berpikir, merasa, dan melakukan.
Pada kenyataan yang terjadi, masih terdapat guru yang kurang tepat dalam memilih
model pembelajaran yang akan digunakan untuk mengatasi permasalahan belajar
matematika. Banyak guru yang masih menerapkan pembelajaran monoton yang dapat
dikatakan cara belajar kurang bermakna. Guru hanya berbicara di depan kelas, murid
menyalin rumus serta menjawab atau mengerjakan apa yang guru perintahkan. Guru hanya
ingin menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan target waktu tanpa mau
memperhatikan, apakah murid-muridnya telah memahami sepenuhnya materi yang
diajarkan. Siswa di kelas hanya menjadi seorang pendengar yang pasif. Ketika siswa
menerima ataupun menemukan dan menggali sendiri pemecahan masalah yang berkaitan
dengan materi yang dipelajari saat itu, mungkin siswa hanya menghafalkan materi-materi
commit to user
sebagai pusat pembelajaran (student centered active learning), memberikan kesempatan
sebesar-besarnya pada siswa untuk mengeksplorasi kemampuan siswa. Salah satu metode
pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif adalah metode pembelajaran
kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran
yang berdasarkan paham konstruktivisme. Artz dan Newman dalam Miftahul Huda (2011:
vii) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai kelompok-kelompok kecil peserta
didik yang bekerja sama sebagai sebuah tim untuk memecahkan masalah, menyelesaikan
tugas, atau mencapai tujuan bersama. Hal ini didukung oleh pendapat Kemp dalam Made
Wena (2008: 189) yang menyatakan bahwa perlu adanya pendorong bagi siswa untuk aktif
berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dan kegiatan belajar menjadi bermakna. Pembelajaran kooperatif memberi
kesempatan pada siswa untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang
terstruktur.
Pembelajaran kooperatif mempunyai peranan penting dalam membantu siswa untuk
mengembangkan kecerdasan emosial siswa baik di dalam maupun di luar kelas.
Pengkondisian anak dalam belajar dan bekerja secara berkelompok, akan merangsang anak
untuk berlatih mengendalikan emosi, mengembangkan keterampilan kerja sama, berpikir
kreatif, nyaman dalam berinteraksi, percaya diri, keberanian mengambil keputusan dan
kemampuan memahami orang lain. Selain itu kemampuan siswa dalam
mengkomunikasikan mata pelajaran akan lebih nampak dan terarah pada saat menggunakan
model pembelajaran kooperatif. Karena selain mereka bisa berkomunikasi di dalam
kelompoknya, mereka juga akan mengkomunikasikan hasil belajar kelompok mereka pada
kelompok lain ketika mereka diberikan kesempatan mempersentasikan hasilnya maupun
menanggapi kelompok lain. Kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan hasil belajarnya
akan meningkatkan kecerdasan emosional mereka karena hal ini akan mendorong mereka
lebih dewasa dalam menanggapai berbagai persoalan, termasuk dalam mengatur kelompok
mereka dalam belajar yang lebih efektif dan efisien sehingga diharapkan dapat
commit to user
prestasi belajar matematika. Dalam pembelajaran matematika di kelas khususnya pada
materi fungsi masih diperlukan model pembelajaran yang dapat lebih mengaktifkan siswa
untuk bekerjasama atau berinteraksi di dalam kelompok, lebih menjadikan siswa berani
bertanya kepada gurunya dan tidak ragu-ragu lagi jika menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh guru. Seperti model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)
dan Roundtable.
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) merupakan
model pembelajaran yang dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Model ini
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, model ini juga mendorong siswa
untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Model pembelajaran ini lebih
mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan
informasi dari berbagai sumber sehingga bersifat student centered. Penekanan pada
tanggung jawab individu dalam kelompok dan peran aktif siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuannya dapat meningkatkan semangat belajar siswa dalam belajar.
Model pembelajaran kooperatif tipe Roundtable merupakan salah satu pembelajaran
kooperatif yang bisa digunakan untuk memaksimalkan kinerja kelompok, mendengarkan
aktif, berpikir dan berpartisipasi. Model pembelajaran Roundtable sering juga disebut
pembelajaran kelompok keliling, atau meja bundar. Siswa bergantian dalam berkontribusi
di kelompoknya masing-masing. Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang
menyenangkan dan menarik dengan lebih mementingkan proses untuk mendapatkan hasil
belajar matematika yang lebih baik. Pembelajaran ini dirancang untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan akademik, keterampilan sosial, serta menjadikan siswa lebih
aktif dan komunikatif.
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan
commit to user
merupakan model pembelajaran kooperatif dengan tipe struktural yang dikembangkan oleh
Spencer Kagan. Dalam artikelnya, Kagan (1990) membandingkan NHT dan Roundtable
dalam fungsinya di akademik dan sosial. NHT cenderung untuk meninjau ulang, mengecek
pengetahuan, pemahaman dan bimbingan. Sedangkan Roundtable cenderung menilai
pengetahuan yang sebelumnya, melatih keterampilan, mengingat kembali informasi,
menciptakan seni bekerjasama, membangun kelompok dan partisipasi keseluruhan.
Tipe struktural menekankan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dimana siswa dituntut untuk bekerja saling
membantu dalam kelompok kecil. Kedua model ini melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran dengan melakukan diskusi dalam kelompok. Perbedaan yang terjadi adalah
pada saat proses mengkonstruksikan gagasan. Pada NHT, siswa cenderung menyatukan
pendapat dari hasil diskusi yang mungkin hanya dari pendapat beberapa anggota saja.
Sedangkan Roundtable, setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi yang sama dalam
mencari penyelesaian dan memecahkan permasalahan karena setiap siswa mempunyai
kesempatan yang sama untuk mengeluarkan pendapatnya. Kedua model pembelajaran
tersebut dianggap dapat mengatasi kesulitan siswa pada pembelajaran matematika
khususnya pada materi fungsi yang tidak hanya disajikan pada soal prosedural saja tetapi
disajikan dalam bentuk soal cerita.
Sebagaimana dalam pernyataan yang dikemukakan oleh Haydon et al. (2010) dapat
diperoleh bahwa NHT adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang lebih baik
daripada pembelajaran tradisional dalam wilayah akademik seperti pembelajaran sosial dan
sains. Menurut Kagan dalam Maheady, L. ( 2006: 27) :
“One teaching strategy that incorporates many of these elements of effective questioning is Numbered Heads Together (NHT). Numbered Heads Together (NHT) is another instructional strategy designed to actively engage more pupils during lessons and, thereby, improve their academic performance”.
Artinya salah satu strategi pengajaran yang menggabungkan banyak elemen dari pertanyaan
yang efektif adalah Numbered Heads Together (NHT). NHT adalah bentuk model
pembelajaran yang mengajak lebih banyak siswa, lebih aktif selama pengajaran dan dengan
commit to user
menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together menghasilkan prestasi
belajar lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan model kooperatif tipe Think Pair
Share.
Model pembelajaran NHT perlu dimodifikasi dengan pendekatan saintifik. Siswa
diberikan permasalahan yang nyata dan menantang sehingga menimbulkan rasa ingin tahu
siswa untuk menyelesaikan masalah. Model pembelajaran NHT-PS diharapkan dapat
memudahkan siswa mengkonstruksi pengetahuannya, karena dengan adanya pendekatan
saintifik siswa akan melakukan beberapa tahapan yang dapat memperdalam pemahaman
tentang materi yang dipelajari. Siswa diharapkan akan lebih aktif dalam mengkonstruksi
pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan
penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu peristiwa di sekitarnya.
Kaitan antara model pembelajaran tipe NHT dengan kecerdasan emosional adalah
dengan adanya kecerdasan emosional yang dimiliki siswa, akan dapat membantu siswa saat
terjadi diskusi kelompok. Sifat mengendalikan emosi dan kemampuan memahami orang
lain berperan penting dalam keberhasilan model pembelajaran ini. Model pembelajaran ini
menuntut adanya tanggung jawab individual untuk kelompok. Oleh karena itu aspek
motivasi diri sendiri untuk mencapai keberhasilan demi kelompok juga akan berpengaruh
selama proses pembelajaran. Sedangkan kaitan antara model pembelajaran tipe Roundtable
dengan kecerdasan emosional adalah dengan adanya kecerdasan emosional yang dimiliki
siswa, saat terjadi proses sumbang saran (brainstorming) kemampuan siswa untuk
mengendalikan diri jika ternyata saran yang dikemukakan tidak terpakai berperan besar.
Inti dari model pembelajaran Roundtable adalah proses sumbang saran tersebut, jadi
apabila siswa dapat mengendalikan emosinya dan mengenali emosi orang lain selam proses
itu, maka diharapkan pembelajaran akan berhasil.
Hasil penelitian Arra et al. (2011) yang menyimpulkan bahwa siswa lebih
menyenangi model pembelajaran Roundtable daripada Think-Pair-Share dan Three-Step
Interview. Sedangkan penelitian Elisa Putri Anjarsari (2013) menyatakan model
pembelajaran Roundtable menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik daripada
commit to user
approach). Nantinya peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta,
membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya.
Penelitian-penelitian yang dilaksanakan sebelumnya menyimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe Roundtable lebih unggul daripada model
pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji dua model
pembelajaran kooperatif yaitu tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Roundtable.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka dirasa perlu untuk dilakukan
penelitian dengan menerapkan model pembelajaran NHT-PS dan Roundtable-PS pada
materi fungsi terhadap prestasi belajar matematika ditinjau dari kecerdasan emosional.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka penulis dapat
merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dengan pendekatan saintifik
(NHT-PS), tipe Roundtable dengan pendekatan saintifik (Roundtable-PS) atau
pembelajaran Klasikal dengan pendekatan saintifik?
2. Manakah yang mempunyai prestasi belajar lebih baik, siswa yang memiliki kecerdasan
emosional tinggi, sedang atau rendah?
3. Pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang mempunyai prestasi belajar
matematika yang lebih baik, siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, sedang
atau rendah?
4. Pada masing-masing tingkat kecerdasan emosional, manakah yang memberikan
prestasi belajar lebih baik, pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together
dengan pendekatan saintifik (NHT-PS), tipe Roundtable denganpendekatan saintifik
atau pembelajaran Klasikal dengan pendekatan saintifik?
C. Tujuan Penelitian
commit to user
kooperatif tipe Numbered Head Together denganpendekatan saintifik (NHT-PS), tipe
Roundtable dengan pendekatan saintifik atau pembelajaran Klasikal dengan
pendekatan saintifik.
2. Prestasi belajar siswa yang lebih baik, di antara siswa yang memiliki kecerdasan
emosional tinggi, sedang atau rendah.
3. Pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang memberikan prestasi belajar
yang lebih baik di antara siswa dengan kecerdasan emosional tinggi, sedang atau
rendah.
4. Pada masing-masing kategori kecerdasan emosional, manakah yang memberikan
prestasi belajar yang lebih baik di antara siswa yang diberi pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dengan pendekatan saintifik
(NHT-PS), tipe Roundtable dengan pendekatan saintifik atau pembelajaran Klasikal
dengan pendekatan saintifik.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang
pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dengan
pendekatan saintifik (NHT-PS), tipe Roundtable dengan pendekatan saintifik dan
pembelajaran Klasikal dengan pendekatan saintifik terhadap prestasi belajar
matematika ditinjau dari kecerdasan emosional.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru
Memberikan masukan dan sebagai bahan pertimbangan dalam memperluas
pengetahuan dan wawasan tentang pemilihan model pembelajaran yang tepat
dengan memperhatikan tingkat kecerdasan emosional siswa dalam proses
pembelajaran.
commit to user
memahami konsep dan lebih merangsang siswa untuk lebih aktif dan kreatif dalam
proses pembelajaran seperti bertanya, menjawab dan memberi komentar sehingga
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
c. Bagi sekolah
Memberikan masukan kepada kepala sekolah dalam usaha untuk perbaikan
proses belajar mengajar para guru dalam menambah sarana dan prasarana sehingga
kualitas pembelajaran di sekolah lebih baik. Hasil penelitian ini juga dapat
digunakan sebagai bahan pemikiran bahwa perlu adanya perubahan dalam proses
pembelajaran untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas.
d. Bagi peneliti lain
Memberi masukan kepada peneliti lain, apabila ingin melakukan penelitian
dalam bidang pendidikan matematika khususnya untuk model pembelajaran
commit to user
Menurut Winkel (2007: 391) prestasi adalah keberhasilan usaha yang dapat
dicapai. Dalam hal ini Winkel memaknai prestasi sebagai suatu hasil usaha yang
telah dilaksanakan. Sedangkan nenurut Sutratinah Tirtonegoro (2001: 43) prestasi
adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam
bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang
dicapai dalam periode tertentu.
Menurut Clark (2003: 9) dalam Report of the Student Achievement Task
Force mengatakan student achievement is an improvement in learning that
develops both the individual and the individual’s ability to contribute to society.
Artinya prestasi siswa adalah suatu peningkatan pembelajaran yang
mengembangkan individu dan kemampuan individu untuk dapat berkontribusi
dalam masyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan prestasi adalah pencapaian dari hasil usaha dalam pembelajaran berupa
simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mengembangkan kemampuan
individu untuk dapat berkontribusi dalam masyarakat.
b. Pengertian Belajar
Menurut pandangan konstruktivis, belajar merupakan usaha pemberian
makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang
menuju pada pembentukan struktur kognitifnya (Asri Budiningsih, 2012:64).
Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu
proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya
commit to user
konstruktivisme, belajar adalah proses membangun pengetahuan melalui
pengalaman nyata dari lapangan. Siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika
pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat.
Belajar bukanlah proses teknologisasi (robot) bagi siswa, lainkan proses untuk
membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan.
Menurut Cooperstein dan Kocevar-Weidinger (2004) dalam jurnalnya
mengemukakan bahwa :
learners construct their own meaning; new learning builds on prior knowledge; learning is enhanced by social interaction; and learning develops through “authentic” tasks; constructivist learning moves from experience to knowledge and not the other way around. In a constructivist classroom, the activities lead to the concepts; the students construct the meanings. Learning happens! Abstract concepts become meaningful, transferable, and retained because they are attached to the performance of a concrete activity.
Maksudnya peserta didik membangun pengertian mereka sendiri;
pembelajaran baru dibangun di atas pengetahuan sebelumnya; belajar dapat
ditingkatkan dengan interaksi sosial; dan belajar berkembang melalui tugas asli;
belajar konstruktivis bergerak dari pengalaman ke pengetahuan dan bukan
sebaliknya. Dalam kelas konstruktivis, kegiatan mengarah pada konsep-konsep
siswa membangun makna. Di sanalah belajar, abstrak konsep menjadi bermakna,
dipindahtangankan, dan dipertahankan karena mereka terlibat dengan aktivitas
nyata.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata,
serta interaksi sosial yang mengarah pada konsep abstrak menjadi bermakna.
c. Pengertian Matematika
Menurut Russefendi (1980 :148) matematika adalah ilmu struktur yang
terorganisasi dan meliputi 4 wawasan, yaitu aritmatika (teori bilangan dan
commit to user
(induktif) tetapi generalisasi yang didasarkan kepada pembuktian secara deduktif.
Menurut Paling dalam Mulyono (2009: 252) matematika merupakan cara
untuk menentukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara
menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran,
menggunakan pengetahuan tentang berhitung.
Menurut Soedjadi (2000:4) matematika adalah ilmu pengetahuan yang
eksak dan terorganisasi secara sistematik tentang penalaran, logika dan
masalah-masalah yang berhubungan dengan bilangan yang membantu orang lain dalam
menginterpretasikan secara tepat berbagai ide dan kesimpulan.
Dari berbagai pendapat ahli tersebut disimpulkan bahwa matematika adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bilangan, ruang, bidang, dan
metodologi yang dapat digunakan untuk membantu orang lain dalam
menginterpretasikan secara tepat berbagai ide dan kesimpulan serta cara untuk
menentukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia.
d. Pengertian Prestasi Belajar Matematika
Berdasarkan pengertian prestasi, belajar, dan matematika yang telah
diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika merupakan
pencapaian dari hasil usaha dalam proses membangun pengetahuan terhadap mata
pelajaran matematika yang berupa simbol, angka, huruf maupun kalimat.
2. Model Pembelajaran
Menurut Arends dalam Trianto (2010:51) model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Kemudian Arends dalam Iif
dkk (2011) juga menjelaskan bahwa model pembelajaran mengarah pada suatu
pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan dan
sistem pengelolaannya sehingga model pembelajaran mempunyai makna yang lebih
commit to user
konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar tertentu dan berfungi sebagai pedoman bagi perancang
pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran.
Kardi dan Nur dalam Iif dkk (2011:14) menyebutkan bahwa model
pembelajaran mempunyai tiga ciri khusus yang membedakan dengan strategi, metode
atau prosedur, yaitu :
a. Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;
b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai)
c. Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil, dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan
pembelajaran itu dapat tercapai.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan model pembelajaran
adalah suatu perencanaan yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran di kelas agar tujuan pembelajaran tercapai.
3. Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Sanjaya dalam Hamdani (2011:30), model pembelajaran kooperatif
adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya,
setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran. Pembelajaran kooperatif ini merupakan pembelajaran
yang berdasarkan paham konstruktivis.
Zakaria dan Iksan (2006) dalam jurnalnya menyatakan bahwa :
commit to user
pembelajaran paling efektif bila siswa secara aktif terlibat dalam berbagi ide dan
bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif
juga telah digunakan baik sebagai metode instruksional
dan sebagai sarana belajar di berbagai tingkat pendidikan dan
di berbagaibidang studi.
Macpherson (2000) menyatakan bahwa :
Cooperative Learning is part of a group of teaching/learning techniques where students interact with each other to acquire and practise the elements of a subject matter and to meet common learning goals. It is much more than just putting students into groups and hoping for the best. Cooperative Learning is a very formal way of structuring activities in a learning environment that includes specific elements intended to increase the potential for rich and deep learning by the participants.
Artinya pembelajaran kooperatif adalah bagian dari kelompok teknik
pengajaran / pembelajaran dimana siswa berinteraksi satu sama lain untuk memperoleh
dan mempraktekkan unsur-unsur materi pelajaran dan untuk memenuhi tujuan
pembelajaran umum. Hal ini jauh lebih dari sekedar menempatkan siswa dalam
kelompok-kelompok dan berharap untuk yang terbaik. Pembelajaran kooperatif
merupakan cara yang sangat formal kegiatan penataan dalam lingkungan belajar yang
mencakup unsur-unsur tertentu yang dimaksudkan untuk meningkatkan potensi belajar
yang kaya dan mendalam oleh para peserta.
Hal ini didukung oleh Johnson dan Johnson (2009) dalam jurnalnya yaitu :
Formal cooperative learning consists of students working together, for one class period to several weeks, to achieve shared learning goals and complete jointly specific tasks and assignments (such as problem solving, completing a curriculum unit, writing a report, conducting an experiment, or having a dialogue about assigned text material).
Pembelajaran kooperatif formal terdiri dari siswa yang bekerja
bersama-sama, untuk satu periode kelas untuk beberapa minggu, untuk mencapai
commit to user
laporan, melakukan percobaan, atau berdialog tentang materi teks ditugaskan).
Menurut Slavin dalam Hamdani (2011:32) ada tiga konsep sentral karakteristik
pembelajaran kooperatif, yaitu :
a. Penghargaan kelompok
Penghargaan ini diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang
ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai
anggota
b. Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan kelopmpok bergantung pada pembelajaran individu dari semua
anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan aktivitas
anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar.
c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skorsing yang mencakup nilai
perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi siswa. Siswa yang berprestasi
rendah, sedang atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan
melakukan yang terbaik untuk kelompoknya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok
tertentu dan siswa secara aktif terlibat dalam berbagi ide dan bekerja sama untuk
menyelesaikan tugas-tugas akademik sehingga dapat meningkatkan potensi belajar
yang mendalam oleh siswa.
4. Pendekatan Saintifik
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang
dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruksi konsep,
hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau
menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan
commit to user
tentang perlunya proses pembelajaran yang didasari dengan kaidah-kaidah pendekatan
saintifik (Scientific Approach). Beberapa ahli meyakini bahwa melalui pendekatan
saintifik, dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan
keterampilannya. Selain itu juga dapat mendorong siswa untuk melakukan
penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu kejadian.
Pada kurikulum 2013 mengunakan pendekatan saintifik yang dilaksanakan
melalui kegiatan mengamati, menanyai, mengasosiasi (menalar), mengumpulkan
informasi (experimenting), dan mengkomunikasikan untuk semua mata pelajaran.
Pemilihan pendekatan ini dipandang mampu mencapai tujuan pendidikan yaitu
keseimbangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam diri peserta didik.
Berdasarkan Lampiran Permendikbud nomor 81A tahun 2013 proses
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik terdiri dari lima pengalaman
belajar pokok yaitu:
1) Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran. Metode
ini sangat baik untuk memenuhi rasa ingin tahu dari siswa walaupun tak dapat
disangsikan memerlukan tenaga dan persiapan yang matang. Mengamati objek
matematika dapat dikelompokkan dalam dua macam kegiatan yang masing-masing
mempunyai ciri berbeda, yaitu mengamati fenomena dalam lingkungan kehidupan
sehari-hari yang berkaitan dengan objek matematika tertentu dan mengamati objek
matematika yang abstrak.
2) Menanya
Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang berkaitan dengan obyek yang
diberikan. Pertanyaan harus membangkitkan rasa ingin tahu, minat dan perhatian
siswa tentang suatu topik pembelajaran. Pada tahap ini siswa dan guru dituntut
terlibat dalam pertanyaan-pertanyaan yang menggiring pemikiran siswa secara
bertahap, dari yang mudah (konkret) menuju ke yang lebih kompleks (abstrak)
sehingga akhirnya pengetahuan diperoleh oleh siswa sendiri dengan bimbingan