BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara berkembang dalam era globalisasi ini semakin banyak melakukan pembangunan disegala bidang, salah satunya adalah pembangunan diberbagai bidang industri termasuk di dalamnya industri kimia.
Kebijakan pemerintah dalam industri, terutama dengan didirikannya pabrik-pabrik kimia di Indonesia diharapkan dapat mengurangi ketergantungan dengan negara lain. Pabrik phthalic anhydride (PAN) merupakan industri kimia bermutu, bernilai tinggi, padat ketrampilan dan padat teknologi.
Phthalic anhydride (C8H4O3) adalah senyawa kimia yang berbentuk kristal berwarna putih dan berbau apak. Phthalic anhydride adalah bahan intermediate
yang merupakan bahan baku bagi industri lain. Phthalic anhydride bereaksi langsung dengan alkohol, glikol dan gliserin membentuk ester yang digunakan dalam plasticizer, resin, polyester, kendaraan bermotor, perahu, bak mandi, ruangan shower, alkid resin (cat minyak), dan pewarna intermediate.
Phthalic anhydride utamanya dikonsumsi oleh industri yang memproduksi
phthalate plasticizer (56 % dari total industri), diikuti oleh industri unsaturated polyester dan alkid resin sebanyak 17 % dari total produksi. Selain itu phthalic
anhydride juga digunakan oleh industri yang memproduksi halogenated
anhydride, polyester polyalcohol, pigmen, parfum dan obat-obatan serta penolak serangga.
Penggunaan utama dari phthalic anhydride adalah sebagai zat intermediate
dalam produksi plastik dan vinyl chloride. Phthalate esters yang berfungsi sebagai
plasticizer didapatkan dari phthalic anhydride. Phthalic anhydride memiliki kegunaan yang besar dalam memproduksi resin-resin polyester dan penggunaan yang lebih kecil dalam memproduksi alkyd resin yang digunakan dalam cat dan pernis, pewarna tertentu (anthraquinon, phtalein, rhodamin, phthalasionin, fluorescein), penolak serangga dan urethane polyester polyol.
Winarti Astuti D 500 030 002
Perkembangan industri yang memakai PAN memacu peningkatan kebutuhan PAN dalam negeri dari tahun ke tahun., untuk pasar Asia Tenggara dan Timur Tengah diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,8% dan 7,4%. Meskipun PAN telah diprodruksi di dalam negeri tetapi kapasitas pabrik yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan PAN dalam negeri, ditandai dengan masih besarnya jumlah impor PAN pada tahun 2004 sebesar 25.888,058 ton/tahun.
Bahan baku yang dapat digunakan untuk memproduksi phthalic anhydride
adalah naphthalene dan o-xylene. Kebutuhan bahan baku ini masih didapatkan dengan cara mengimpor dikarenakan tidak adanya industri dalam negeri yang memproduksi kedua bahan baku tersebut. Impor terbanyak didapat dari negara Singapura yang jaraknya relatif dekat dengan Indonesia, kontrak kerjasama perlu diadakan dengan penyadia bahan baku sehingga kelangsungan kebutuhan bahan baku dapat diandalkan.
Pendirian pabrik phthalic anhydride sangat menguntungkan dilihat dari segi ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari harga produk phthalic anhydride yang lebih tinggi dari bahan bakunya yaitu naphthalene. Satu kilogram phthalic anhydride membutuhkan naphthalene sebanyak 0,98 kg, sehingga dilihat dari harga phthalic anhydride maupun naphthalene pabrik ini sangat menguntungkan.
Bahan baku yang berupa naphthalene bersifat tidak larut dalam air, dalam kondisi normal jumlah naphthalene yang dapat dilepaskan ke lingkungan sangat kecil sehingga tidak membahayakan. Lebih lanjutnya, jika naphthalene lepas ke lingkungan maka dampak yang akan ditimbulkan sangat kecil karena naphthalene
bersifat mudah menguap (volatil), untuk mencapai separuh konsentrasi awalnya dibutuhkan waktu 4,2 sampai 7,3 jam.
Produk yang berupa phthalic anhydride, bahan ini memiliki sifat dapat larut dalam air, di dalam air atau tanah yang lembab ia akan bereaksi membentuk asam phthalic, karena sifatnya yang mudah bereaksi itulah maka phthalic anhydride tidaklah berbahaya bagi lingkungan. Mikroorganisme yang hidup di air maupun tanah juga dapat memecah phthalic anhydride.
Pendirian pabrik phthalic anhydride sejalan dengan kebijakan pemerintah yang akan memacu pertumbuhan industri lain yang menyediakan bahan baku dan
pembantu untuk proses pembuatan PAN, maupun industri lain yang menggunakan bahan PAN. Pertumbuhan industri tersebut dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini akan meningkatkan stabilitas keamanan, tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat.
Kesimpulannya pendirian pabrik phthalic anhydride dengan bahan baku
naphthalene layak untuk didirikan.
1.2.Kapasitas Rancangan
Penentuan kapasitas rancangan pabrik phthalic anhydride dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu perkiraan kebutuhan phthalic anhydride dunia dan dalam negeri, kapasitas ekonomi minimal serta ketersediaan bahan baku.
1.2.1 Perkiraan kebutuhan dunia dan dalam negeri
Produksi phthalic anhydride dunia tercatat sebesar 3,2 juta ton pada tahun 2000, untuk pangsa pasar terbesar yaitu plasticizer di Amerika Serikat, Eropa Barat dan Jepang diperkirakan akan tumbuh di bawah 2% per tahun antara tahun 2000 sampai 2005, berlawanan dengan pasar Asia Tenggara dan Timur Tengah diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,8% dan 7,4%. Di Indonesia phthalic anhydride digunakan untuk industri dioctyl phthalate (DOP) sebesar 44%, alkyd resin 31%, unsaturated polyester resin 23% dan lainnya 12%.
Jumlah import phthalic anhydride nasional rata-rata per tahun mengalami peningkatan seperti terlihat pada Tabel 1 Hal ini disebabkan adanya perkembangan sektor industri yang menggunakan bahan baku
phthalic anhydride.
Tabel 1. Jumlah Import phthalic anhydride
Tahun Import (ton/tahun)
2000 7.981,265 2001 5.840,848 2002 3.383,040 2003 5.354,847 2004 25.888,058 2005 11.506,686 2006 10.568,600
(BPS Semarang, 2006) Kenaikan import phthalic anhydride diperkirakan pada tahun 2012 sekitar 23.446,2 ton / tahun.
1.2.2 Kapasitas Ekonomi Niminal
Kapasitas minimal yang ada dapat memberikan keuntungan pada pendirian pabrik phthalic anhydride ini adalah 20.000 ton per tahun. Telah berdiri lebih dari 110 pabrik di dunia berkapasitas antara 20.000 – 50.000 ton per tahun. Salah satu pabrik yang beroperasi pada kapasitas minimal dan dapat memberikan keuntungan adalah State Authority Co, yang belokasi di Yugoslavia. (Faith Keyes, 1961)
Penentuan kapasitas rancangan harus lebih dari kapasitas minimal agar dapat mendatangkan keuntungan dan memenuhi kebutuhan dalam negeri. Import phthalic anhydride pada tahun 2012 diperkirakan lebih dari 23.446,2 ton per tahun, masih diatas kapasitas minimal. Di Indonesia baru
terdapat 2 pabrik yang memproduksi phthalic anhydride yaitu PT. Petrowidada berkapasitas 70.000 ton per tahun dengan kenaikan
produksi 15% per tahun dan PT. Indochem dengan kapasitas produksi 30.000 ton per tahun dan kenaikan produksi 20% per tahun. Total produksi kedua pabrik itu belum mampu memenuhi kebutuhan total dalam negeri terlihat dari meningkatnya volum import phthalic anhydride dari tahun ke tahun.
(CIC, 2001)
1.2.3 Ketersediaan Bahan Baku
Bahan baku berupa naphthalene untuk pembuatan phthalic
anhydride masih diimpor dari negara China. Sedangkan untuk udara
diambil dari lingkungan sekitar.
Perancangan pabrik phthalic anhydride yang direncanakan beroperasi tahun 2012 dipilih kapasitas produksi sebesar 70.000 ton/tahun, dengan prioritas utama memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga dapat mengurangi pengeluaran negara.
1.3.Penentuan Lokasi Pabrik
Pabrik phthalic anhydride ini direncanakan untuk didirikan di kawasan industri Cilegon, Propinsi Banten dengan pertimbagan sebagai berikut:
1.3.1 Faktor Primer
Faktor ini mempengaruhi tujuan utama dari pendirian pabrik. Tujuan utama meliputi produksi dan distribusi produk yang diatur menurut kualitas, waktu dan tempat yang dibutuhkan konsumen dengan tingkat harga yang wajar sedangkan pabrik masih mendapat keuntungan dalam jumlah yang cukup. Faktor utama tersebut adalah:
1. Prospek Pasar
Daerah Cilegon merupakan kawasan industri sehingga pemasaran produk dalam negeri akan mudah mengingat kawasan Cilegon sebagai pusat industri polimer yang berkembang pesat dewasa ini. Kelebihan kapasitas yang mungkin terjadi dapat dengan mudah diekspor melalui pelabuhan yang terletak relatif dekat.
2. Letak Sumber Bahan Baku
Bahan baku naphthalene masih diimpor dari luar negeri. Cilegon merupakan daerah yang dekat dengan pelabuhan laut, akibatnya kebutuhan bahan baku yang diambil dari luar negeri dapat dengan mudah didapatkan. Bahan baku yang lain yaitu udara didapat dari lingkungan sekitar.
3. Fasilitas Transportasi
Sebagai kawasan industri, sarana transportasi darat di Cilegon sudah memadai, dan letaknya yang dekat pelabuhan semakin memudahkan dalam pengiriman produk ke luar negeri.
4. Tenaga Kerja
Tenaga kerja ahli (skilled labour) tidak mudah didapatkan disetiap daerah tapi biasanya banyak berada di daerah yang dekat dengan pusat-pusat pendidikan. Cilegon merupakan kawasan industri dan lokasinya dekat dengan ibu kota negara sebagai pusat pendidikan sehingga mudah untuk memperoleh tenaga ahli. Karena tingginya jumlah pengangguran maka tidaklah sulit untuk memperoleh tenaga kerja tanpa keahlian (unskilled labour).
5. Pembangkit Listrik, Air, Iklim dan Sarana Penunjang Lainnya
Tenaga listrik untuk pabrik ini sebagian dipenuhi dengan pasokan dari PLN, penyediaan air, utilitas serta iklim telah memenuhi persyaratan sebagai kawasan industri.
1.3.2 . Faktor Sekunder
Faktor sekunder meliputi :
1. Harga tanah dan bangunan
Harga tanah disini telah diatur oleh pemerintah dan ditetapkan sebagai kawasan industri.
2. Kemungkinan perluasan pabrik
Daerah Cilegon merupakan daerah dengan jumlah penduduk yang relatif banyak, tetapi sebagai kawasan industri perluasan pemukiman penduduk dibatasi agar upaya perluasan pabrik dapat berjalan dengan lancar.
3. Kawasan industri dan keadaan masyarakat
Peraturan daerah perlu dipelajari lebih dahulu, tetapi karena daerah Merak dan sekitarnya telah ditetapkan sebagai kawasan industri tentunya peraturan pemerintah daerah akan banyak membantu industri-industri baru. Masyarakat daerah dapat dijadikan sebagai sumber tenaga kerja.
1.4. Tinjauan Pustaka
1.4.1 Macam-macam Proses
Phthalic anhydride pertama kali dibuat oleh Laurent pada tahun 1836 dengan mengoksidasi 1,2,3,4-tetrachloronaphthalene dengan asam nitrat dan disebut naphthaleic.
Perkembangan selanjutnya dalam jumlah kecil dibuat sejumlah feedstock orto tersubstitusi dengan proses cair dengan menggunakan pengoksida yang mahal berupa asam nitrat atau kromat dan kalium permanganat. Pada akhir abad ke-19 pembuatan phthalic anhydride dipatenkan oleh BASF pada tahun 1896 di Jerman. Berbagai perbaikan proses dengan menggunakan asam sulfat dikembangkan berikut beragam senyawa pengoksidasi dan katalis diujikan, tetapi tidak satu pun dari metode-metode tersebut yang berhasil dan dapat menggantikan proses asam sulfat sampai sebelum Perang Dunia I.
Pada tahun 1917 baik di Amerika Serikat maupun Jerman proses katalis fase uap dikembangkan. Penelitian di Jerman dipusatkan pada pengoksidasi pada temperatur rendah yang menghasilkan sistem katalis dengan umur panjang, yield
tinggi dan konversi yang rendah. Di Amerika Serikat katalis dikembangkan dengan konversi yang tinggi pada temperatur tinggi tetapi dengan yield yang rendah.
Banyak proses pada tahun-tahun awal perkembangan menggunakan sistem
fixed bed. Sistem fluidized bed diperkenalkan di Amerika Serikat oleh Sherwin-Williams dan Bedger dengan beberapa perbaikan. Saat ini ada 4 proses reaksi yang berbeda secara mendasar, yaitu:
1. Oksidasi fase cair dari orto-xylen
Proses ini dikembangkan oleh Rhone Progil di Perancis. Phthalic anhydride yang dihasilkan dengan proses ini digunakan untuk bahan baku pabrik terephthalate acid. Pabrik phthalic anhydride dengan proses ini didirikan di Perancis dengan kapasitas 23.000 ton per tahun. Oksidasi terjadi pada suhu 150-245oC, dengan menggunakan katalis kombinasi kobal, mangan dan garam bromin. Produk yang dihasilkan dengan kemurnian tinggi dengan menggunakan beberapa dehidrator. Namun untuk memperoleh yield yang tinggi diperlukan biaya yang sangat tinggi pula sehingga proses ini jarang dipakai.
2. Oksidasi naphthalene dengan udara pada reaktor fluidized bed
Proses ini telah digunakan sejak 1945, meskipun 3 pabrik telah beroperasi di Amerika Serikat dan Inggris, namun beberapa kesukaran dalam pengoperasian dari proses ini seperti terjadinya penurunan aktivitas katalis sehingga membutuhkan sejumlah tertentu pengganti katalis, menyebabkan proses ini sejak tahun 1962 ditinggalkan. Prosesnya adalah naphthalene
dilewatkan pada katalis V2O5, reaksi terjadi pada suhu 340-385oC. Yield yang dihasilkan tidak setinggi pada proses fixed bed. Kapasitas dalam proses ini dapat dinaikan dengan menaikan tekanan operasi dan memperlama waktu kontak naphthalene dengan katalis. Walaupun demikian, penggunaan fluidized bed reactor dalam perkembangannya saat ini menjanjikan, terutama dengan dukungan perkembangan kemampuan katalis.
3. Oksidasi naphthalene dengan udara pada reaktor fixed bed
Proses ini pada suhu 400-475oC, untuk mendinginkan reaktor digunakan merkuri atau dengan mensirkulasi garam lebur (molten salt). Produk samping berupa maleic anhydride didapat dalam jumlah banyak. Beberapa pemegang paten untuk proses ini antara lain; Rihrol, Monsanto, Chevron-Oromite, Scienntific Design dan Peching-Saint Gogalw.
4. Oksidasi fase uap dari naphthalene /o-xylene
Saat ini proses ini paling sering digunakan untuk memproduksi phthalic anhydride secara komersial. Naphthalene atau o-xylene direaksikan dengan udara pada suhu 350-400oC dengan katalisator V2O5-TiO2anatase. Yield yang dihasilakan secara komersial adalah 93-98 kg phthalic anhydride tiap 100 kg
naphthalene. Paten untuk proses ini dipegang oleh Von Heyden, Jerman.
Pada tahun 1978 proses energi rendah mulai dikembangkan dengan kapasitas awal 31.000 ton per tahun oleh Veba Chemie AG Bottrop Jerman Barat dan tahun 1979 dengan kapasitas 23.000 ton per tahun oleh Stepan Chemical Co. Taiwan. Modifikasi proses Von Heyden Low Energy Procces
dilakukan dengan rasio umpan bahan baku campuran antara o-xylene dan udara dari 47 g/NM3 menjadi 40-60 g/NM3 dan dengan katalis modern yaitu V2O5. Konsentrasi bahan baku campuran o-xylene dan udara dapat mencapai 90-100 g/NM3, menghasilkan yield sebesar 97-99 kg PAN dari 100 kg
naphthalene dan 110-112 kg PAN dari 100 kg o-xylene, proses ini
dikembangkan oleh Wacker Chemie GmbH.
Sedangkan proses yang dipilih pada pra-perancangan ini adalah proses produksi phthalic anhydride dengan oksidasi naphthalene menggunakan reaktor fluidized bed fase gas.
1.4.2. Kegunaan Produk
Phthalic anhydride merupakan produk kimia menengah, selain dapat
digunakan langsung pada beberapa industri juga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan bahan lain. Beberapa industri yang menggunakan phthalic anhydride sebagai bahan baku :
1. Industri phthalate plasticizer
Bahan ini dipakai untuk mengubah sifat-sifat fisika resin polivinil klorida. Sebagai contoh jika phthalic anhydride direaksikan dengan etanol maka akan menghasilkan dioctyl phthalate yang merupakan bahan dasar pembuatan plastik.
2. Industri unsaturated polyester
Bahan resin dibuat dengan reaksi kondensasi antara dikarboksilat dan glikol. Dalam hal ini phthalic anhydride dipakai dalam pembuatan resin yang banyak dipakai dalam bidang kosmetika, kelautan dan industri lainnya.
3. Industri alkyd resin
Resin ini merupakan lapisan pelindung pada permukaan dinding (cat), isolator listrik dan komponen elektronik.
4. Industri lainnya
Phthalic anhydride juga digunakan untuk membuat halogenated
anhydride dan polyester polialkohol, pigmen, parfum, obat-obatan dan penolak serangga. (McKetta, Vol 23, 1991)
1.4.3. Sifat Fisika dan Kimia Bahan Baku dan Produk
Bahan Baku
1. Naphthalene
a. Sifat-sifat Fisis
Wujud, 25oC : padat
Warna : putih
Titik Leleh : 80,29oC Titik Didih : 217,9oC Densitas pada 20oC : 0,7858 gr/cc Temperatur kritis : 475,2oC Tekanan Kritis : 4051 KPa
b. Sifat-sifat Thermodinamis
Kapasitas panas, 25oC : 16,28 kal/grmoloC Panas Penguapan : 10340 kal/mol Panas Pembakaran : - 5158,4 kkal/mol ∆Hf o
, gas : 36,08 kkal/mol
Flash Point : 78oC
Batas flammability di udara : 1% vol
c. Sifat-sifat Kimia
1. Oksidasi
Reaksi oksidasi naphthalene tergantung dari jenis zat pengoksidasi, jenis katalis dan kondisi operasinya. Misalnya oksidasi
naphthalene dengan udara dengan katalis V2O5 pada suhu 350-370oC akan menghasilkan phthalic anhydride. Sedangkan jika digunakan katalis CrO3 pada suhu 25oC akan menghasilkan 3,4
naphthoquinone. 2. Sulfonasi
Pada reaksi sulfonasi naphthalene produk yang didapat sangat tergantung dari kondisi operasinya. Sehingga jika diinginkan produk tertentu maka perlu adanya pengaturan suhu. Misalnya sulfonasi dengan asam sulfat pekat pada suhu rendah (60oC) maka substitusi gugus sulfonil akan menempati posisi α. Sedangkan jika
suhu operasi dinaikkan sampai 165oC maka substitusi akan terjadi pada posisi β. Reaksi sulfonasi naphthalene dengan penambahan
alkali banyak digunakan untuk pembuatan α-naphtol dan β -naphtol yaitu bahan dasar pembuatan dyes (zat warna tekstil). 3. Hidrogenasi
Penambahan hidrogen pada naphthalene akan mengakibatkan ikatan rangkap dari inti. Produk dari reaksi hidrogenasi
naphthalene tergantung pada kondisi operasi dan jenis katalis yang digunakan. Misalnya jika naphthalene dihidrogenasi dengan media Na-C2H5OH pada suhu dan tekanan kamar akan terbentuk
tetrahidronaphthalene. Sedangkan jika reaksi dijalankan pada suhu 25oC, tekanan 35 atm dengan katalis Pt maka yang dihasilkan adalah dekahidronaphthalene. (Kirk Othmer,1983)
2. Udara
a. Sifat-sifat Fisis
Oksigen Nitrogen
Rumus Molekul O2 N2
Wujud gas gas
Berat molekul, g/gmol 31,99 28,013
Titik beku, K 55,4 63,3
Titik didih, K, 1 atm 90,2 77,4
Suhu kritis, K 154,6 126,2
Tekanan, atm 49,8 33,5
Volum kritis, cm3//gmol 73,4 89,5
Densitas (303 K), g/l 1,237 1,149
b. Sifat-sifat Kimia
Oksigen bereaksi dengan semua elemen lain kecuali gas mulia helium, neon, argon, reaksi dengan oksigen dikenal dengan reaksi pembakaran. Sebagian besar material harus dipanaskan hingga temperatur tertentu untuk memulai proses ini, tetapi dengan adanya uap air reaksi dengan oksigen sering terjadi secara perlahan meskipun diatas suhu kamar.
Sifat-sifat Produk
Phthalic Anhydride
a. Sifat-sifat Fisis
Rumus molekul : C8H4O3 Berat molekul : 148,11 gr/mol Wujud, 20oC : padat
Warna : putih
Titik didih (1atm) : 567,5 K Titik leleh : 403,8 K Temperatur kritis : 810 K
Tekanan kritis : 47 atm
Berat jenis : 1,527 gr/cc
Flash point : 305 K
Flammable limit : 9,2 %vol
b. Sifat-sifat Termodinamik
Panas penguapan (567 K) : 501,15 kcal/gmol Panas pembakaran : 779,02 kcal/gmol ∆Hf o
, gas : - 88,8 kcal/mol
c. Sifat-sifat Kimia
Pada fase cair dapat terhidrasi, dan dengan air dapat membentuk
asam phthalat, yang merupakan reaksi eksotermis.
Phthalic anhydride mengalami reaksi dekarboksilasi dan
menghasilkan asam benzoat dengan adanya steam.
Phthalic anhydride jika bereaksi dengan benzene dengan adanya
katalis AlCl3 pada suhu 75oC dan dilanjutkan dengan penambahan asam sulfat maka akan membentuk anthraquinone.
1.4.4. Tinjauan Proses Secara Umum
Pada proses pembuatan phthalic anhydride dengan proses oksidasi
naphthalene menggunakan jenis Fluidized Bed Reactor dengan katalis vanadium pentaoxide (V2O5) dengan penyangga silica gel. Reaksi berlangsung pada suhu 345 oC pada tekanan 2 atm.
Proses pembuatan phthalic anhydride dari naphthalene berdasarkan pada reaksi oksidasi :
C10H8 (g) + 4,5 O2 (g) C8H4O3 (g) + 2CO2 (g) + 2H2O (g)
Naphthalene Phthalic Anhydride
Selain reaksi utama juga terjadi reaksi samping sebagai berikut : C10H8 (g) + 6 O2 (g) C4H2O3 (g) +2 CO2 (g) + 2 H2O (g)
Naphthalene Maleic Anhydride
C10H8 (g) + 1,5 O2 (g) C10H6O2 (g) +H2O (g)
Napthalene Napthoquinone
( Turton Richard, 1998)