Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i
OUTLOOK
KOMODITI PISANG
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian
2014
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian iii
OUTLOOK KOMODITI PISANG
ISSN : 1907-1507
Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 74 halaman
Penasehat : Ir. M. Tassim Billah, MSc.
Penyunting :
Dr. Ir. Leli Nuryati, MSc. Ir. Noviati, MSi.
Naskah :
Ir. Anna Astrid Susanti, MSi.
Design dan Layout :
Ir. Anna Astrid Susanti, MSi.
Design Sampul :
Suyati, SKom.
Diterbitkan oleh :
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2014
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian v
KATA PENGANTAR
Guna mengemban visi dan misinya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian mempublikasikan data sektor pertanian serta hasil analisis datanya. Salah satu hasil analisis yang telah dipublikasikan secara reguler adalah Outlook Komoditas Hortikultura.
Publikasi Outlook Komoditi Pisang Tahun 2014 merupakan salah satu bagian dari Outlook Komoditas Hortikultura, yang menyajikan keragaan data series komoditi pisang secara nasional dan internasional selama 10-30 tahun terakhir serta dilengkapi dengan hasil analisis proyeksi penawaran dan permintaan domestik dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2019.
Publikasi ini disajikan tidak hanya dalam bentuk hard copy namun juga dalam bentuk soft copy (CD) dan dapat diperoleh atau diakses melalui website Pusdatin yaitu http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id/ .
Dengan diterbitkannya publikasi ini diharapkan para pembaca dapat memperoleh gambaran tentang keragaan dan proyeksi komoditi pisang secara lebih lengkap dan menyeluruh.
Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Kritik dan saran dari segenap pembaca sangat diharapkan guna dijadikan dasar penyempurnaan dan perbaikan untuk penerbitan publikasi berikutnya.
Jakarta, Desember 2014 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,
Ir. M. Tassim Billah, MSc. NIP.19570725.198203.1.002
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian vii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. LATAR BELAKANG ... 1
1.2. TUJUAN ... 2
1.3. RUANG LINGKUP ... 3
BAB II. METODOLOGI ... 5
2.1. SUMBER DATA DAN INFORMASI ... 5
2.2. METODE ANALISIS ... 6
BAB III. KERAGAAN PISANG NASIONAL ... 11
3.1. PERKEMBANGAN LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PISANG DI INDONESIA ... 11
3.1.1. Perkembangan Luas Panen Pisang di Indonesia ... 11
3.1.2. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Pisang di Indonesia ... 12
3.1.3. Sentra Produksi Pisang di Indonesia ... 15
3.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI PISANG DI INDONESIA ... 18
3.3. PERKEMBANGAN HARGA PISANG DI INDONESIA ... 19
3.4. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PISANG INDONESIA ... 20
3.4.1. Perkembangan Volume Ekspor Pisang Indonesia ... 20
3.4.2. Perkembangan Volume Impor Pisang Indonesia ... 22
3.4.3. Neraca Perdagangan Pisang Indonesia... 23
BAB IV. KERAGAAN PISANG DUNIA ... 25
4.1. PERKEMBANGAN LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PISANG ASEAN DAN DUNIA ... 25
viii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
4.1.2. Perkembangan Produksi Pisang ASEAN ... 26
4.1.3. Perkembangan Produktivitas Pisang ASEAN... 28
4.1.4. Perkembangan Luas Panen Pisang Dunia ... 29
4.1.5. Perkembangan Produksi Pisang Dunia ... 30
4.1.6. Perkembangan Produktivitas Pisang Dunia ... 32
4.2. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PISANG ASEAN DAN DUNIA ... 33
4.2.1. Perkembangan Volume Ekspor Pisang ASEAN ... 33
4.2.2. Perkembangan Volume Impor Pisang ASEAN ... 35
4.2.3. Perkembangan Volume Ekspor Pisang Dunia ... 35
4.2.4. Perkembangan Volume Impor Pisang Dunia ... 37
4.3. PERKEMBANGAN KETERSEDIAAN PISANG ASEAN DAN DUNIA ... 38
4.3.1. Perkembangan Ketersediaan Pisang ASEAN ... 38
4.3.2. Perkembangan Ketersediaan Pisang Dunia ... 39
BAB V. PENAWARAN DAN PERMINTAAN PISANG ... 41
5.1. PROYEKSI PENAWARAN PISANG DI INDONESIA 2014-2019 ... 41
5.2. PROYEKSI PERMINTAAN PISANG DI INDONESIA 2014-2019 ... 42
5.3. PROYEKSI NERACA PENAWARAN DAN PERMINTAAN PISANG DI INDONESIA 2014-2019... 43
5.4. PROYEKSI KETERSEDIAAN PISANG ASEAN 2012-2019 ... 44
5.5. PROYEKSI KETERSEDIAAN PISANG DUNIA 2012-2019 ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 47
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Jenis Variabel, Periode dan Sumber Data ... 5 Tabel 3.1. Rata-rata Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Panen dan
Produksi Pisang di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia, 1980-2013 ... 12 Tabel 5.1. Hasil Proyeksi Penawaran Pisang Indonesia, 2014-2019 ... 41 Tabel 5.2. Hasil Proyeksi Konsumsi Pisang Indonesia, 2014-2019 ... 43 Tabel 5.3. Proyeksi Neraca Penawaran dan Permintaan Pisang di
Indonesia, 2014-2019 ... 44 Tabel 5.4. Proyeksi Ketersediaan Pisang Negara-negara ASEAN, 2012-2019 .... 45 Tabel 5.5. Proyeksi Ketersediaan Pisang Dunia, 2012-2019 ... 46
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1. Perkembangan Luas Panen Pisang di Jawa, Luar Jawa dan
Indonesia, 1980-2013 ... 11
Gambar 3.2. Perkembangan Produksi Pisang di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia, 1980-2013 ... 13
Gambar 3.3. Perkembangan Produksi Pisang di Indonesia Periode Triwulanan, 2007-2013 ... 14
Gambar 3.4. Perkembangan Produktivitas Pisang di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia, 1980-2013 ... 15
Gambar 3.5. Beberapa Provinsi Sentra Produksi Pisang di Indonesia, Rata-rata 2009-2013 ... 15
Gambar 3.6. Perkembangan Produksi Pisang di Provinsi Sentra di Indonesia, 2011-2013 ... 16
Gambar 3.7. Produksi Pisang di Provinsi Jawa Barat, 2013 ... 17
Gambar 3.8. Produksi Pisang di Provinsi Jawa Timur, 2013... 17
Gambar 3.9. Perkembangan Konsumsi Pisang di Indonesia, 2002-2012 ... 18
Gambar 3.10. Perkembangan Ketersediaan Pisang di Indonesia, 1993-2013 ... 19
Gambar 3.11. Perkembangan Harga Pisang di Tingkat Produsen di Indonesia, 1993-2012 ... 20
Gambar 3.12. Perkembangan Harga Pisang di Tingkat Konsumen di Indonesia, 1993-2012 ... 20
Gambar 3.13. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Pisang Indonesia, 2000-2013 ... 21
Gambar 3.14. Beberapa Negara Tujuan Ekspor Pisang Indonesia, 2013 ... 22
Gambar 3.15. Beberapa Negara Asal Impor Pisang Indonesia, 2013 ... 23
Gambar 3.16. Perkembangan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Pisang Indonesia, 2009-2013 ... 24
Gambar 4.1. Perkembangan Luas Panen Pisang Negara ASEAN, 1980-2012 ... 25
Gambar 4.2. Beberapa Negara dengan Luas Panen Pisang Terbesar di ASEAN, Rata-rata 2008-2012 ... 26
xii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Gambar 4.3. Perkembangan Produksi Pisang Negara ASEAN, 1980-2012 ... 27 Gambar 4.4. Beberapa Negara dengan Produksi Pisang Terbesar di ASEAN,
Rata-rata 2008-2012 ... 27 Gambar 4.5. Perkembangan Produktivitas Pisang Negara ASEAN,
1980-2012 ... 28 Gambar 4.6. Beberapa Negara dengan Produktivitas Pisang Tertinggi di
ASEAN, Rata-rata 2008-2012 ... 29 Gambar 4.7. Perkembangan Luas Panen Pisang Dunia, 1980-2012 ... 30 Gambar 4.8. Beberapa Negara dengan Luas Panen Pisang Terbesar di
Dunia, Rata-rata 2008-2012 ... 30 Gambar 4.9. Perkembangan Produksi Pisang Dunia, 1980-2012 ... 31 Gambar 4.10. Beberapa Negara Dengan Produksi Pisang Terbesar di Dunia,
Rata-rata 2008-2012 ... 32 Gambar 4.11. Perkembangan Produktivitas Pisang di Dunia, 1980-2012 ... 32 Gambar 4.12. Beberapa Negara dengan Produktivitas Pisang Terbesar di
Dunia, Rata-rata 2008-2012 ... 33 Gambar 4.13. Perkembangan Volume Ekspor Pisang Negara ASEAN,
1980-2011 ... 34 Gambar 4.14. Perkembangan Volume Impor Pisang Negara ASEAN,
1980-2011 ... 35 Gambar 4.15. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Pisang
Dunia, 1980-2011 ... 36 Gambar 4.16. Beberapa Negara Eksportir Pisang Terbesar di Dunia,
Rata-rata 2007-2011 ... 37 Gambar 4.17. Beberapa Negara Importir Pisang Terbesar di Dunia,
Rata-rata 2007-2011 ... 38 Gambar 4.18. Perkembangan Ketersediaan Pisang di Negara ASEAN,
1980-2011 ... 39 Gambar 4.19. Perkembangan Ketersediaan Pisang di Dunia, 1980-2011 ... 39
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perkembangan Luas Panen Pisang di Jawa, Luar Jawa dan
Indonesia, 1980-2013 ... 51 Lampiran 2. Perkembangan Produksi Pisang di Jawa, Luar Jawa dan
Indonesia, 1980-2013 ... 52 Lampiran 3. Perkembangan Produktivitas Pisang di Jawa, Luar Jawa
dan Indonesia, 1980-2013 ... 53 Lampiran 4. Beberapa Provinsi Sentra Produksi Pisang di Indonesia,
2009-2013 ... 54 Lampiran 5. Beberapa Kabupaten/Kota Sentra Produksi Pisang di
Provinsi Jawa Barat, 2013 ... 54 Lampiran 6. Beberapa Kabupaten/Kota Sentra Produksi Pisang di
Provinsi Jawa Timur, 2013 ... 55 Lampiran 7. Perkembangan Konsumsi Pisang di Indonesia, 2002-2013 ... 56 Lampiran 8. Perkembangan Penggunaan dan Ketersediaan Pisang di
Indonesia, 1993-2013 ... 57 Lampiran 9. Perkembangan Harga Pisang di Tingkat Produsen dan
Konsumen di Indonesia, 1993-2012 ... 58 Lampiran 10. Perkembangan Ekspor dan Impor Pisang Indonesia,
2000-2013 ... 59 Lampiran 11. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas
Pisang Negara ASEAN, 1980-2012 ... 60 Lampiran 12. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas
Pisang Dunia, 1980-2012 ... 61 Lampiran 13. Beberapa Negara dengan Luas Panen Pisang Terbesar di
Dunia, 2008-2012 ... 62 Lampiran 14. Beberapa Negara dengan Produksi Pisang Terbesar di
Dunia, 2008-2012 ... 62 Lampiran 15. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Pisang
xiv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Lampiran 16. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Pisang
Dunia, 1980-2011 ... 64 Lampiran 17. Beberapa Negara dengan Volume Ekspor Pisang Terbesar di
Dunia, 2007-2011 ... 65 Lampiran 18. Beberapa Negara dengan Volume Impor Pisang Terbesar di
Dunia, 2007-2011 ... 65 Lampiran 19. Perkembangan Ketersediaan Pisang di Negara ASEAN,
1980-2011 ... 66 Lampiran 20. Perkembangan Ketersediaan Pisang di Dunia, 1980-2011 ... 67 Lampiran 21. Hasil Pengolahan Data Produksi Pisang Menggunakan Model
Pemulusan Eksponensial Berganda (Double Exponential
Smoothing) ... 68
Lampiran 22. Hasil Pengolahan Data Volume Ekspor Pisang Menggunakan Model Dekomposisi Multiplikatif ... 69 Lampiran 23. Hasil Pengolahan Data Volume Impor Pisang Menggunakan
Model Dekomposisi Multiplikatif ... 70 Lampiran 24. Hasil Pengolahan Data Konsumsi Pisang Menggunakan
Model Pemulusan Eksponensial Berganda (Double
Exponential Smoothing) ... 71
Lampiran 25. Hasil Pengolahan Data Ketersediaan Pisang di ASEAN Menggunakan Model Pemulusan Eksponensial Berganda
(Double Exponential Smoothing) ... 72 Lampiran 26. Hasil Pengolahan Data Ketersediaan Pisang di Dunia
Menggunakan Model Pemulusan Eksponensial Berganda
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pisang (Musa parasidiaca) adalah salah satu komoditas buah unggulan di Indonesia. Hal ini mengacu pada besarnya luas panen dan produksi pisang yang selalu menempati posisi pertama. Selain besarnya luas panen dan produksi pisang, Indonesia juga merupakan salah satu sentra primer keragaman pisang. Lebih dari 200 jenis pisang terdapat di Indonesia, yang memberikan peluang untuk pemanfaatan dan komersialisasi pisang sesuai kebutuhan konsumen (Departemen Pertanian, 2005).
Produksi pisang Indonesia cukup besar. Berdasarkan Angka Tetap (ATAP) tahun 2013 produksi pisang mencapai 6,28 juta ton. Untuk wilayah Asia, Indonesia termasuk penghasil pisang terbesar karena 50% produksi pisang Asia dihasilkan oleh Indonesia. Hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang karena didukung oleh iklim yang sesuai. Pengembangan dan persebaran pisang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain iklim, media tanam dan ketinggian tempat. Namun demikian 90% produksi pisang masih digunakan untuk konsumsi dalam negeri, sedangkan untuk ekspor hanya 10% (Suhartanto et al., 2008).
Penanaman pisang sekarang ini sebagian besar masih dilakukan dalam bentuk usaha pekarangan yang tidak terawat baik, sehingga hasilnya masih rendah dan kualitasnya kurang baik. Namun demikian di beberapa wilayah telah dilakukan penanam pisang berskala besar, seperti di Lampung, Jawa Timur dan Maluku Utara (Departemen Pertanian, 2005).
Berdasarkan Sensus Pertanian Tahun 2013 (Badan Pusat Statistik, 2014), rumah tangga tani yang terlibat dalam budidaya pisang di Indonesia sebanyak 5,41 juta atau 51,03% dari rumah tangga hortikultura yang berjumlah 10,60 juta rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa dari setiap 10 rumah tangga
2 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
hortikultura, 5 diantaranya menanam pisang, baik sebagai tanaman pekarangan maupun sebagai tanaman kebun/ladang.
Meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi buah-buahan diharapkan dapat meningkatkan konsumsi pisang secara nasional. Untuk mengantisipasi peningkatan permintaan akan pisang, perlu dilakukan pengembangan pisang berskala kebun rakyat dan skala besar. Produksi yang dihasilkan bukan saja untuk memenuhi permintaan pisang segar, tetapi juga untuk meningkatkan nilai tambah dengan produk olahan pisang.
Meskipun pisang mempunyai prospek permintaan yang baik, tetapi Pusat Kajian Buah Tropika LPPM Institut Pertanian Bogor (2004) menemukan beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan pisang, yaitu:
a. Pisang komersial yang ada umumnya rentan terhadap serangan hama dan penyakit, produktivitasnya rendah dengan kualitas beragam, dan daya simpan (shelf life) pendek.
b. Pemuliaan memerlukan waktu yang lama karena keterbatasan ketersediaan material genetik dan keragaman genotype pisang.
c. Kurangnya ketersediaan bibit bermutu dan teknik budidaya tepat belum dilaksanakan dengan baik.
Untuk mengetahui sejauh mana prospek komoditi pisang dalam mendukung sektor pertanian di Indonesia, maka diperlukan informasi tentang perkembangan pisang di Indonesia yang dilengkapi dengan proyeksi penawaran dan permintaan pisang untuk beberapa tahun ke depan. Selain itu dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015 juga diperlukan informasi tentang ketersediaan pisang di ASEAN dan di dunia.
1.2. TUJUAN
Tujuan penyusunan Outlook Komoditi Pisang adalah untuk memberikan informasi tentang perkembangan pisang di Indonesia, ASEAN dan dunia, serta proyeksi penawaran dan permintaan pisang untuk beberapa tahun ke depan.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3
1.3. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup penyusunan Outlook Komoditi Pisang adalah:
a. Identifikasi peubah-peubah yang dianalisis yang mencakup luas panen, produksi, produktivitas, konsumsi, harga, ekspor dan impor.
b. Penyusunan analisis komoditi pisang pada situasi nasional dan dunia serta penyusunan proyeksi penawaran dan permintaan komoditi pisang tahun 2014-2019.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5
BAB II. METODOLOGI
2.1. SUMBER DATA DAN INFORMASI
Outlook Komoditi Pisang tahun 2014 disusun berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari data sekunder yang bersumber dari daerah, instansi terkait di lingkup Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian Pertanian seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan Food and Agriculture
Organization (FAO). Jenis variabel, periode dan sumber data disajikan pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Jenis Variabel, Periode dan Sumber Data
No. Variabel Periode Sumber Data Keterangan
1 Luas panen
pisang Indonesia
1980-2013 Badan Pusat Statistik
2 Produksi pisang
Indonesia 1980-2013 Badan Pusat Statistik Wujud buah segar
3 Produktivitas
pisang Indonesia 1980-2013 Badan Pusat Statistik
4 Konsumsi pisang
Indonesia 1990-2013 Badan Pusat Statistik Data Susenas
5 Ketersediaan
pisang Indonesia 1993-2013 Badan Ketahanan Pangan Neraca Bahan Makanan
6 Harga pisang di
tingkat produsen dan konsumen di Indonesia
1983-2013 Badan Pusat Statistik
7 Ekspor impor
pisang Indonesia
2000-2013 Badan Pusat Statistik Kode HS yang digunakan:
0803100000, 0803900000 8 Luas panen pisang ASEAN dan dunia 1980-2012 FAO 9 Produksi pisang
ASEAN dan dunia 1980-2012 FAO Wujud buah segar
10 Ekspor impor
pisang ASEAN dan dunia
6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
2.2. METODE ANALISIS
Metode yang digunakan dalam penyusunan Outlook Komoditi Pisang adalah sebagai berikut:
a. Analisis keragaan atau perkembangan komoditi pisang dilakukan berdasarkan ketersediaan data series yang yang mencakup indikator luas panen, produksi, produktivitas, konsumsi, harga, ekspor dan impor dengan analisis deskriptif sederhana. Analisis keragaan dilakukan baik untuk data series nasional maupun dunia.
b. Analisis Penawaran
Penawaran komoditi pisang dianalisis dari hasil perhitungan produksi pisang dalam negeri ditambah volume impor dikurangi volume ekspor, dengan rumus perhitungan penawaran sebagai berikut:
Pw = P + I – E dimana: Pw = total penawaran P = produksi I = volume impor E = volume ekspor
Stok tidak merupakan komponen penawaran pada komoditi pisang karena sifatnya yang mudah busuk sehingga diasumsikan tidak ada stok.
Analisis penawaran dilakukan dengan memproyeksikan produksi dalam negeri, volume ekspor dan volume impor. Variabel produksi diproyeksikan dengan menggunakan metode pemulusan eksponensial berganda (double
exponential smoothing), sedangkan volume ekspor dan volume impor
diproyeksikan menggunakan metode dekomposisi.
Metode pemulusan eksponensial berganda digunakan jika data menunjukkan adanya trend. Dengan metode ini dilakukan pemulusan sederhana dengan dua komponen yang harus di-update setiap periode, yaitu
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7
komponen level dan trend. Level adalah estimasi yang dimuluskan dari nilai data pada akhir masing-masing periode, sedangkan trend adalah estimasi yang dimuluskan dari pertumbuhan rata-rata pada akhir masing-masing periode (Subagyo, 1986).
Rumus estimasi dengan metode pemulusan eksponensial berganda adalah sebagai berikut:
St = α * Yt + (1 – α) * (St-1 + bt-1)
bt = Υ * (St – St-1) + (1 – Υ) * bt-1
dimana:
St = peramalan/estimasi untuk periode t.
Yt = Nilai aktual time series
α = konstanta perataan antara 0 dan 1
Metode dekomposisi adalah metode yang menggunakan empat komponen utama dalam mengestimasi suatu variabel. Prinsip dasar dari metode dekomposisi adalah mendekomposisi (memecah) data deret waktu menjadi beberapa pola dan mengidentifikasi masing-masing komponen dari deret waktu tersebut secara terpisah. Pemisahan ini dilakukan untuk meningkatkan ketepatan peramalan dan membantu pemahaman atas perilaku data secara lebih baik (Makridakis, Wheelwright dan McGee, 1992). Komponen tersebut adalah trend, musiman, siklus, dan error. Secara umum ada dua jenis model dekomposisi, yaitu:
- Dekomposisi Aditif, menghitung dekomposisi deret waktu pada komponen-komponen trend, musiman, siklus dan error, kemudian mengidentifikasi ramalan masa depan dengan menjumlahkan semua komponen. Persamaan model ini adalah:
X’t = Tt + St + Ct + εt
Dimana:
X’t = data aktual pada periode ke-t
Tt = komponen trend pada periode ke-t
St = komponen musiman pada periode ke-t
Ct = komponen siklus pada periode ke-t
8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
- Dekomposisi Multiplikatif, menghitung dekomposisi deret waktu pada
komponen-komponen trend, musiman, siklus, dan error dan kemudian memprediksi nilai masa depan. Model diasumsikan bersifat multiplikatif dimana semua komponen dikalikan satu sama lain untuk mendapatkan model peramalan. Persamaan model ini adalah:
X’t = Tt . St . Ct . εt
c. Analisis Permintaan
Permintaan komoditi pisang merupakan hasil perhitungan dari konsumsi pisang di rumah tangga ditambah tercecer dan ketersediaan lainnya. Konsumsi pisang di rumah tangga menggunakan pendekatan pengeluaran untuk konsumsi per kapita seminggu berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dari BPS. Komponen tercecer menggunakan pendekatan tercecer berdasarkan Neraca Bahan Makanan (NBM) dari Badan Ketahanan Pangan. Komponen ketersediaan lainnya diasumsikan merupakan konsumsi untuk hotel, restoran, bahan baku makanan olahan, dan input antara industri. Rumus perhitungan permintaan adalah sebagai berikut:
Pm = K + Tc + L Dimana :
Pm = total permintaan
K = total konsumsi rumah tangga Tc = tercecer
L = ketersediaan lainnya
Proyeksi total konsumsi rumah tangga diperoleh dari proyeksi konsumsi per kapita dalam setahun dikalikan proyeksi jumlah penduduk. Proyeksi konsumsi per kapita menggunakan pemodelan pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing), sedangkan proyeksi jumlah penduduk merupakan hasil proyeksi BPS berdasarkan data Sensus Penduduk tahun 2010. Data tercecer diasumsikan sebesar 4,70% dari produksi, dimana persentase tersebut merupakan rata-rata proporsi komponen tercecer terhadap produksi selama tahun 2002-2013 yang relatif stabil. Komponen ketersediaan lainnya diperoleh dari total permintaan dikurangi total
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9
konsumsi rumah tangga dan tercecer. Dengan menggunakan konsep neraca, maka total penawaran harus sama dengan total permintaan.
d. Ketepatan Model Estimasi
Ukuran ketepatan suatu model deret waktu ditunjukkan oleh besarnya nilai MAPE (Mean Percentage Error), MAD (Mean Absolute Deviation) dan MSD (Mean Squared Deviation). Semakin kecil nilai MAPE, MAD dan MSD menunjukkan bahwa model yang digunakan semakin akurat (Subagyo, 1986). MAPE merupakan ukuran ketepatan relatif yang digunakan untuk mengetahui persentase penyimpangan hasil peramalan. Rumus persamaan MAPE adalah sebagai berikut:
dimana PE (Percentage Error) diperoleh dengan rumus:
dengan Xt = data aktual pada periode ke-t
Ft = data hasil peramalan pada periode ke-t
Dalam tahap peramalan penggunaan MAD dan MSD sebagai suatu ukuran ketepatan model dapat menimbulkan masalah. Ukuran ini tidak memudahkan perbandingan antar deret dengan skala yang berbeda dan untuk selang waktu yang berbeda, karena MAD dan MSD merupakan ukuran absolut yang sangat tergantung pada skala dari data deret waktu. Selain itu interpretasi nilai MSD tidak bersifat intuitif, karena ukuran ini menyangkut pengkuadratan sederetan nilai (Subagyo, 1998). Dengan keterbatasan MAD dan MSD sebagai ukuran ketepatan peramalan, maka digunakan MAPE sebagai ukuran ketepatan dalam estimasi.
10 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian e. Program Pengolahan Data
Pengolahan data untuk analisis penawaran dan permintaan menggunakan software statistik Minitab. Software ini digunakan untuk pemodelan dengan metode pemulusan eksponensial berganda.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11
BAB III. KERAGAAN PISANG NASIONAL
3.1. PERKEMBANGAN LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PISANG DI INDONESIA
3.1.1. Perkembangan Luas Panen Pisang di Indonesia
Perkembangan luas panen pisang di Indonesia selama periode tahun 1980-2013 cukup berfluktuasi (Gambar 3.1). Selama kurun waktu tersebut rata-rata laju pertumbuhan luas panen pisang hanya sebesar 0,27% per tahun. Rendahnya tingkat pertumbuhan luas panen pisang karena adanya penurunan luas panen yang cukup besar pada tahun 1992. Jika sebelum tahun 1992 luas panen pisang mencapai lebih dari 120 ha, maka setelah tahun 1992 menurun hingga tahun 1996 hanya sebesar 48,92 ribu ha. Setelah tahun 1996 mulai terjadi peningkatan luas panen pisang meskipun hasilnya belum mampu menyamai luas panen tahun 1980-1992. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 tidak menyebabkan perubahan yang signifikan pada luas panen pisang, namun demikian terjadi peningkatan luas panen hingga tahun 2013 dengan rata-rata peningkatan sebesar 2,09% per tahun.
0 25.000 50.000 75.000 100.000 125.000 150.000 175.000 200.000 19 80 19 82 19 84 19 86 19 88 19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04 20 06 20 08 20 10 20 12 (Ha)
Jawa Luar Jawa Indonesia
Gambar 3.1. Perkembangan Luas Panen Pisang di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia, 1980-2013
12 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Secara umum luas panen pisang di Pulau Jawa lebih tinggi dibandingkan luas panen pisang di Luar Jawa. Selama tahun 1980-2013 pertumbuhan luas panen pisang di Jawa juga lebih tinggi dibandingkan di Luar Jawa. Hal ini disebabkan penurunan luas panen pisang di Luar Jawa pada tahun 1980-1997 sebesar 1,02% per tahun. Pada periode yang sama provinsi-provinsi di Jawa justru mengalami peningkatan luas panen sebesar 1,57% per tahun. Penurunan luas panen pisang terbesar baik di Jawa maupun di Luar Jawa terjadi pada tahun 1992 (Lampiran 1). Sejak krisis moneter tahun 1998 terjadi peningkatan luas panen pisang, baik di Jawa maupun di luar Jawa masing-masing sebesar 2,11% per tahun dan 2,46% per tahun.
Dari sisi kontribusinya, luas panen pisang di Jawa tahun 1998-2013 memberikan kontribusi sebesar 57,34% dari total luas panen pisang Indonesia (Tabel 3.1). Perkembangan luas panen pisang di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia selengkapnya disajikan pada Lampiran 1.
Tabel 3.1. Rata-rata Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Panen dan Produksi Pisang di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia, 1980–2013
Jawa Luar Jawa Indonesia Jawa Luar Jawa Indonesia
Rata-rata Pertumbuhan (%) 1980-2013 1,83 0,66 0,27 4,64 4,08 3,94 1980-1997 1,57 -1,02 -1,45 5,43 1,27 3,10 1998-2013 2,11 2,46 2,09 3,81 7,08 4,82 Rata-rata Kontribusi (%) 1980-2013 53,44 46,56 100,00 61,22 38,78 100,00 1980-1997 50,91 49,09 100,00 61,50 38,50 100,00 1998-2013 57,34 42,66 100,00 61,07 38,93 100,00
Tahun Luas Panen Produksi
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin
3.1.2. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Pisang di Indonesia
Perkembangan produksi pisang di Indonesia sejak tahun 1980-2013 cenderung meningkat (Gambar 3.2). Jika tahun 1980 produksi pisang Indonesia
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13
sebesar 1,98 juta ton, maka pada tahun 2013 telah mencapai 6,28 juta ton. Peningkatan produksi pisang pada kurun waktu tersebut rata-rata mencapai 3,94% per tahun, dimana laju pertumbuhan produksi pisang di Jawa sedikit lebih tinggi dibandingkan di Luar Jawa. Namun demikian setelah krisis moneter pertumbuhan produksi pisang di Luar Jawa mampu mengungguli pertumbuhan di Jawa. Perkembangan produksi pisang di wilayah Jawa, Luar Jawa dan Indonesia selengkapnya disajikan pada Lampiran 2.
Berdasarkan kontribusinya, produksi pisang Indonesia sebagian besar berasal dari provinsi-provinsi di Jawa. Pada tahun 1980-2013 produksi pisang di Jawa mencapai 61,22% dari total produksi pisang Indonesia, sedangkan Luar Jawa sebesar 38,78% (Tabel 3.1).
Gambar 3.2. Perkembangan Produksi Pisang di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia, 1980-2013
Meskipun pisang merupakan komoditas yang dapat berproduksi sepanjang tahun atau tidak mengenal musim, tetapi puncak produksi pisang secara nasional umumnya terjadi pada triwulan IV (Gambar 3.3).
14 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 0 500 1.000 1.500 2.000 Tw 1-07 Tw 2-07 Tw 3-07 Tw 4-07 Tw 1-08 Tw 2-08 Tw 3-08 T w 4-08 Tw 1-09 Tw 2-09 Tw 3-09 Tw 4-09 Tw 1-10 Tw 2-10 Tw 3-10 Tw 4-10 Tw 1-11 Tw 2-11 Tw 3-11 Tw 4-11 Tw 1-12 Tw 2-12 Tw 3-12 Tw 4-12 T w 1-13 Tw 2-13 Tw 3-13 Tw 4-13 (000 Ton)
Gambar 3.3. Perkembangan Produksi Pisang di Indonesia Periode Triwulanan, 2007-2013
Perkembangan produktivitas pisang Indonesia dari tahun 1980-2013 cenderung mengalami peningkatan (Gambar 3.4). Jika pada tahun 1980 produktivitas pisang sebesar 12,53 ton/ha, maka pada tahun 2013 telah mencapai 60,70 ton/ha. Rata-rata pertumbuhan produktivitas pisang pada periode tersebut sebesar 6,98% per tahun dengan peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 1992 sebesar 89,25% (Lampiran 3).
Produktivitas pisang di Jawa secara umum lebih besar dibandingkan di Luar Jawa, namun laju pertumbuhan produktivitas pisang di Luar Jawa justru lebih besar daripada di Jawa. Sejak tahun 2007 produktivitas pisang di Luar Jawa mampu mengungguli produktivitas pisang di Jawa.
Budidaya pisang umumnya belum menerapkan teknologi secara optimal karena sebagian besar pertanaman pisang masih merupakan usaha pekarangan berskala kecil dengan input produksi dan distribusi yang minimal. Hal ini berpengaruh terhadap mutu dan produktivitas pisang. Selain itu kehilangan hasil saat prapanen dan pascapanen masih cukup tinggi (Departemen Pertanian, 2005). Produktivitas pisang yang tinggi dalam publikasi ATAP Hortikultura sebenarnya merupakan produktivitas pisang dengan tandannya sesuai dengan Pedoman Pengumpulan Data Hortikultura. Dengan demikian diperlukan konversi dari produktivitas pisang dengan tandan menjadi produktivitas pisang tanpa tandan.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15
Gambar 3.4. Perkembangan Produktivitas Pisang di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia, 1980-2013
3.1.3. Sentra Produksi Pisang di Indonesia
Berdasarkan data rata-rata produksi tahun 2009-2013, sebanyak 70,30% produksi pisang Indonesia dipasok dari Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. Jawa Barat memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi pisang Indonesia, yaitu sebesar 20,03% (Gambar 3.5), diikuti oleh Jawa Timur (19,60%), Lampung (12,38%), Jawa Tengah (12,20%), dan Sumatera Utara (6,10%), sedangkan provinsi-provinsi lainnya memberikan kontribusi terhadap produksi pisang Indonesia kurang dari 5% (Lampiran 4).
20,03% 19,60%
12,38%
12,20% 6,10%
29,70%
Jawa Barat Jawa Timur Lampung Jawa Tengah Sumatera Utara Lainnya
Gambar 3.5. Beberapa Provinsi Sentra Produksi Pisang di Indonesia, Rata-rata 2009–2013
16 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Sebaran kontribusi produksi pisang selama tiga tahun terakhir (2011-2013) tidak mengalami perubahan yang besar. Tahun 2011 Jawa Barat berada di peringkat pertama, tetapi dua tahun berikutnya produksi pisang dari Jawa Barat semakin menurun. Penurunan produksi pisang di Jawa Barat disebabkan adanya serangan layu Fusarium di beberapa kabupaten sentra produksi pisang, yaitu Cianjur, Majalengka dan Bandung Barat. Hal yang sama juga terjadi di Jawa Tengah yang mengalami penurunan produksi. Sedangkan produksi pisang dari Jawa Timur dan Lampung cenderung meningkat dalam tiga tahun terakhir, bahkan tahun 2102-2013 produksi pisang Jawa Timur mampu mengungguli Jawa Barat (Gambar 3.6). 0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000 2011 2012 2013 (Ton)
Jawa Barat Jawa Timur Lampung Jawa Tengah
Gambar 3.6. Perkembangan Produksi Pisang di Provinsi Sentra di Indonesia, 2011–2013
Menurut ATAP Hortikultura tahun 2013, sentra produksi pisang di Jawa Barat tersebar merata di hampir semua kabupaten/kota. Cianjur dengan produksi pisang sebesar 208,55 ribu ton merupakan sentra produksi utama pisang di Jawa Barat. Cianjur memberikan kontribusi sebesar 19,04% dari total produksi pisang Jawa Barat (Gambar 3.7). Peringkat berikutnya adalah Ciamis (12,09%), diikuti oleh Garut (10,66%) dan Tasikmalaya (10,55%). Kabupaten/kota lainnya memberikan kontribusi kurang dari 10%. Sentra produksi pisang di Jawa Barat selengkapnya disajikan pada Lampiran 5.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17 19,04% 12,09% 10,66% 10,55% 47,66%
Cianjur Ciamis Garut Tasikmalaya Lainnya
Gambar 3.7. Produksi Pisang di Provinsi Jawa Barat, 2013
Produksi pisang di Jawa Timur berasal dari beberapa kabupaten dengan sentra produksi utama di Kabupaten Malang (Lampiran 6). Berdasarkan data ATAP Hortikultura tahun 2013 produksi pisang dari Malang mencapai 710,04 ribu ton atau 46,49% dari total produksi pisang Jawa Timur, diikuti oleh Lumajang dengan kontribusi sebesar 7,57% (Gambar 3.8). Banyuwangi, Jember dan Pasuruan juga menjadi andalan Jawa Timur dalam penyediaan pisang dengan kontribusi berkisar antara 5,19% - 5,55%, sedangkan kabupaten/kota lainnya memberikan kontribusi kurang dari 5%. 46,49% 7,57% 5,55% 5,37% 5,19% 29,83%
Malang Lumajang Banyuwangi Jember Pasuruan Lainnya
18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
3.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI PISANG DI INDONESIA
Data konsumsi pisang di Indonesia diperoleh dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Menurut hasil SUSENAS, konsumsi pisang di Indonesia dibedakan atas konsumsi pisang ambon, pisang raja dan pisang lainnya. Total konsumsi pisang per kapita relatif stabil setiap tahun namun cenderung menurun dalam lima tahun terakhir dengan rata-rata penurunan sebesar 1,80% per tahun. Konsumsi pisang lainnya secara umum lebih tinggi dibandingkan konsumsi pisang ambon dan pisang raja (Gambar 3.9). Tahun 2011 terjadi kenaikan konsumsi pisang menjadi 8,812 kg/kapita atau naik 29,01% dibandingkan tahun sebelumnya. Perkembangan konsumsi pisang di Indonesia selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.
Gambar 3.9. Perkembangan Konsumsi Pisang di Indonesia, 2002-2013 Komponen penyediaan pisang di Indonesia hampir 100% berasal dari produksi dalam negeri. Berdasarkan Neraca Badan Makanan (NBM), penyediaan pisang tersebut terutama digunakan untuk bahan makanan (93,65%), sedangkan 6,35% sisanya tercecer (Lampiran 8).
Dari komponen penggunaan untuk bahan makanan diperoleh besarnya ketersediaan pisang per kapita. Perkembangan ketersediaan pisang di Indonesia menunjukkan peningkatan dari tahun 1993-2013 (Gambar 3.10), yaitu dari 12,56 kg/kapita pada tahun 1993 menjadi 24,03 kg/kapita pada tahun 2013 (Angka
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19
Sementara) dengan rata-rata peningkatan sebesar 3,81% per tahun. Ketersediaan pisang tertinggi dicapai pada tahun 2009 sebesar 26,25 kg/kapita.
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06 20 07 20 08 20 09 20 10 20 11 20 12 20 13 (Kg/Kapita/Th)
Gambar 3.10. Perkembangan Ketersediaan Pisang di Indonesia, 1993-2013
3.3. PERKEMBANGAN HARGA PISANG DI INDONESIA
Menurut data dari Badan Pusat Statistik, harga pisang di tingkat produsen cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun (Gambar 3.11). Rata-rata laju pertumbuhan harga pisang di tingkat produsen sebesar 13,96% per tahun. Tahun 1993 harga pisang di tingkat produsen hanya sebesar Rp. 532,-/sisir, dan meningkat menjadi Rp. 5.638,-/sisir. Peningkatan harga yang cukup signifikan terjadi pada tahun 1993-2002 dengan pertumbuhan mencapai 24,17% per tahun. Setelah tahun 2002 peningkatan harga pisang di tingkat produsen hanya sebesar 4,77% per tahun (Lampiran 9).
Sementara itu harga pisang di tingkat konsumen juga mengalami peningkatan pada periode tahun 1993-2012 sebesar 15,37% per tahun (Gambar 3.12). Seperti halnya pada harga produsen, peningkatan harga yang cukup besar terjadi sebelum tahun 2003 dengan peningkatan tertinggi pada tahun 1998 sebagai akibat adanya krisis moneter di Indonesia.
20 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 (Rp/Sisir)
Gambar 3.11. Perkembangan Harga Pisang di Tingkat Produsen di Indonesia, 1993-2012 0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 (Rp/Kg)
Gambar 3.12. Perkembangan Harga Pisang di Tingkat Konsumen di Indonesia, 1993-2012
3.4. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PISANG INDONESIA
3.4.1. Perkembangan Volume Ekspor Pisang Indonesia
Perdagangan pisang dari dan ke luar negeri dilakukan melalui kegiatan ekspor impor dalam wujud pisang yang dapat dikonsumsi langsung dan tidak langsung dengan kode HS 0803100000 dan 0803900000. Perkembangan volume
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21
ekspor pisang tahun 2000-2013 cukup berfluktuasi (Gambar 3.13), namun terjadi peningkatan volume ekspor pisang dari Indonesia ke luar negeri. Rata-rata pertumbuhan selama periode tersebut sebesar 1.022,06% per tahun yang disebabkan lonjakan ekspor tahun 2011 dibandingkan tahun 2010. Pada tahun 2010 volume ekspor pisang hanya sebesar 13,58 ton, sedangkan tahun 2011 volume ekspor pisang adalah sebesar 1,73 ribu ton. Ekspor pisang Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 2013 sebesar 5,68 ribu ton (Lampiran 10). Pemasaran pisang ke luar negeri dihadapkan pada masalah seperti, tidak dapat memenuhi kualitas dan kontinuitas serta volume pasok, belum adanya distribusi dengan sarana pendingin yang memadai dan biaya angkutan yang relatif mahal (Satiyantari, 1998).
Jika ditinjau dari negara tujuan ekspor, sebagian besar pisang Indonesia diekspor ke China, Saudi Arabia, Kuwait, dan Malaysia (Gambar 3.14). Untuk tahun 2013, ekspor pisang Indonesia ke negara-negara tersebut mencapai 98,59% dari total volume ekspor pisang. Ekspor pisang ke China sebesar 3,05 ribu ton atau 53,74% dari total volume ekspor pisang Indonesia, diikuti oleh Saudi Arabia (25,68%), Kuwait (15,51%), dan Malaysia (3,66%).
0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (Ton)
Volume Ekspor Volume Impor
Gambar 3.13. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Pisang Indonesia, 2000-2013
22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 China Saudi Arabia Kuwait Malaysia 3.052 1.459 881 208 (Ton)
Gambar 3.14. Beberapa Negara Tujuan Ekspor Pisang Indonesia, 2013 3.4.2. Perkembangan Volume Impor Pisang Indonesia
Volume impor pisang Indonesia pada tahun 2000-2013 secara umum lebih kecil dibandingkan volume ekspornya. Volume impor pisang tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 2,78 ribu ton (Gambar 3.13) atau naik 746,11% dibandingkan tahun sebelumnya.
Mulai tahun 2012 Pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan impor pisang segar melalui Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH), namun kebijakan tersebut belum berdampak pada penurunan volume impor. Dampak dari kebijakan tersebut baru terjadi pada tahun 2013 dimana volume impor pisang turun 83,50% menjadi 336,80 ton.
Impor pisang Indonesia sebagian besar berasal dari Filipina. Pada tahun 2013 Filipina menguasai ekspor pisang ke Indonesia dengan pangsa ekspor mencapai 98,10% (Gambar 3.15), sedangkan sisanya berasal dari China.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23 0 50 100 150 200 250 300 350 China Filipina 6 330 (Ton)
Gambar 3.15. Beberapa Negara Asal Impor Pisang Indonesia, 2013 3.4.3. Neraca Perdagangan Pisang Indonesia
Seiring dengan volumenya, nilai ekspor dan nilai impor pisang tahun 2000-2013 juga berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Puncak ekspor terjadi pada tahun 2013 dengan nilai ekspor pisang mencapai US$ 2,97 juta. Dalam kurun waktu tersebut ekspor pisang terendah terjadi pada tahun 2010 dengan nilai ekspor hanya sebesar US$ 48,31 ribu (Gambar 3.16). Sedangkan jika ditinjau dari sisi nilai impornya terjadi peningkatan nilai impor pisang sebesar 89,37% per tahun. Nilai impor tertinggi dicapai pada tahun 2012 sebesar US$ 1,25 juta, namun terjadi penurunan nilai impor tahun 2013 menjadi US$ 265,67 ribu.
Berdasarkan nilai ekspor dan nilai impor tersebut disusun neraca perdagangan pisang Indonesia. Tahun 2000-2008 neraca perdagangan pisang masih berada pada posisi surplus, namun tahun 2010 terjadi defisit neraca perdagangan yang cukup besar yaitu US$ 1,52 juta. Tahun 2011 Indonesia kembali mengalami surplus perdagangan pisang. Meskipun tahun 2012 kembali terjadi defisit, tetapi dengan peningkatan produksi pisang tahun 2013 Indonesia mampu meningkatkan ekspor dan menekan impor pisang sehingga neraca perdagangan pisang kembali surplus sebesar US$ 2,71 juta. Perkembangan ekspor impor dan neraca perdagangan pisang olahan selengkapnya disajikan pada Lampiran 10.
24 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian -2.000 -1.000 0 1.000 2.000 3.000 2009 2010 2011 2012 2013 (000 US$)
Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca Perdagangan
Gambar 3.16. Perkembangan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Pisang Indonesia, 2009-2013
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25
BAB IV. KERAGAAN PISANG DUNIA
4.1. PERKEMBANGAN LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PISANG ASEAN DAN DUNIA
4.1.1. Perkembangan Luas Panen Pisang ASEAN
Negara-negara ASEAN sebagian besar merupakan penghasil pisang, kecuali Singapura dan Myanmar. Hingga tahun 1991 Singapura masih memproduksi pisang, tetapi sejak tahun 1992 negara tersebut tidak lagi menghasilkan pisang. Perkembangan total luas panen pisang di negara-negara ASEAN pada periode tahun 1980-2012 secara umum cenderung meningkat (Gambar 4.1). Jika pada tahun 1980 luas panen pisang hanya sebesar 709,57 ribu ha, maka pada tahun 2012 telah mencapai 875,78 ribu ha, dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 0,71% per tahun. Perkembangan luas panen pisang sebelum tahun 1997 sangat lambat dengan laju pertumbuhan sebesar 0,11% per tahun. Setelah periode tersebut laju pertumbuhan meningkat menjadi sebesar 1,39% per tahun (Lampiran 11). 0 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 800.000 900.000 1.000.000 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 (Ha)
Gambar 4.1. Perkembangan Luas Panen Pisang Negara ASEAN, 1980-2012 Filipina mempunyai luas panen pisang terbesar di ASEAN. Berdasarkan rata-rata luas panen pisang tahun 2008-2012, luas panen pisang di Filipina
26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
memberikan kontribusi sebesar 51,87% dari total luas panen pisang di ASEAN (Gambar 4.2). Peringkat kedua adalah Thailand (15,48%), diikuti oleh Indonesia (12,45%) dan Vietnam (11,45%), sedangkan negara ASEAN lainnya berkontribusi kurang dari 5%. Jika dibandingkan dengan luas panen pisang dunia, maka luas panen pisang di ASEAN dalam lima tahun terakhir hanya memberikan kontribusi sebesar 17%. 51,90% 15,49% 12,41% 11,46% 8,75%
Filipina Thailand Indonesia Vietnam Negara ASEAN Lainnya
Gambar 4.2. Beberapa Negara dengan Luas Panen Pisang Terbesar di ASEAN, Rata-rata 2008-2012
4.1.2. Perkembangan Produksi Pisang ASEAN
Sejalan dengan perkembangan luas panen pisang, maka produksi pisang dari negara-negara ASEAN juga mengalami peningkatan (Gambar 4.3). Pada tahun 1980 produksi pisang sebesar 9,03 juta ton dan meningkat menjadi 19,49 juta ton pada tahun 2012 atau meningkat rata-rata sebesar 2,53% per tahun. Pertumbuhan produksi pisang setelah krisis moneter tahun 1997 relatif lebih besar dibandingkan sebelum krisis moneter (Lampiran 11).
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27 0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 (000 Ton)
Gambar 4.3. Perkembangan Produksi Pisang Negara ASEAN, 1980-2012 Sejalan dengan luas panennya, Filipina juga menjadi negara penghasil pisang terbesar di Asia Tenggara. Menurut data FAO tahun 2008-2012, rata-rata produksi pisang dari Filipina mencapai 9,04 juta ton dengan kontribusi sebesar 47,90% (Gambar 4.4). Meskipun rata-rata luas panen pisang Indonesia berada di urutan ketiga, namun dari sisi produksi Indonesia mampu mengungguli Thailand. Dengan kontribusi sebesar 32,28% Indonesia berada di urutan kedua, diikuti Thailand (8,38%) dan Vietnam (7,84%), sedangkan negara-negara ASEAN lainnya memberikan kontribusi kurang dari 2%. Jika dibandingkan dengan produksi pisang dunia, maka produksi pisang negara ASEAN berkontribusi sebesar 18,49%.
47,90% 32,28%
8,38%
7,84% 3,61%
Filipina Indonesia Thailand Vietnam Negara ASEAN Lainnya
Gambar 4.4. Beberapa Negara dengan Produksi Pisang Terbesar di ASEAN, Rata-rata 2008-2012
28 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
4.1.3. Perkembangan Produktivitas Pisang ASEAN
Produktivitas pisang selama periode tahun 1980-2012 menunjukkan trend yang semakin meningkat (Gambar 4.5), yaitu dari 12,73 ton/ha pada tahun 1980 menjadi 22,20 ton/ha tahun 2012. Rata-rata laju pertumbuhan selama periode tersebut sebesar 1,89% per tahun.
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 (Ton/Ha)
Gambar 4.5. Perkembangan Produktivitas Pisang Negara ASEAN, 1980-2012 Indonesia ternyata mempunyai tingkat produktivitas pisang tertinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya (Gambar 4.6). Rata-rata produktivitas pisang Indonesia tahun 2008-2012 sebesar 56,99 ton/ha. Filipina sebagai sentra produksi pisang terbesar di Asia Tenggara mempunyai produktivitas pisang sebesar 20,19 ton/ha, sedangkan Vietnam dan Thailand mempunyai tingkat produktivitas pisang masing-masing sebesar 14,97 ton/ha dan 11,83 ton/ha. Namun perlu diingat bahwa produktivitas pisang Indonesia yang tinggi tersebut dihitung dalam wujud buah segar beserta tandannya, sedangkan wujud produksi pisang dari negara lain tidak diketahui, sehingga perlu kehati-hatian dalam mencermati tingkat produktivitas pisang Indonesia terhadap negara-negara lain.
Dengan tingkat produktivitas yang cukup tinggi, maka Indonesia dapat menjadi sentra produksi utama di Asia Tenggara jika mampu melakukan pengembangan luas tanam pisang di provinsi-provinsi potensi di Luar Pulau Jawa,
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29
seperti Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua dan Maluku (Departemen Pertanian, 2005).
10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00
Indonesia Filipina Vietnam Thailand
56,99
20,19
14,97 11,83 (Ton/Ha)
Gambar 4.6. Beberapa Negara dengan Produktivitas Pisang Tertinggi di ASEAN, Rata-rata 2008-2012
4.1.4. Perkembangan Luas Panen Pisang Dunia
Luas panen pisang dunia selama tahun 1980-2012 menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 4.7). Jika pada tahun 1980 luas panen pisang dunia sebesar 2,78 juta ha, maka pada tahun 2012 telah meningkat menjadi 4,95 juta ha. Rata-rata laju pertumbuhan luas panen pisang selama periode tersebut tercatat sebesar 1,87% per tahun. Perkembangan luas panen pisang dunia selengkapnya disajikan pada Lampiran 12.
Budidaya pisang dilakukan di sebagian besar negara di dunia. Dari negara-negara tersebut, India, Brazil, Tanzania, Filipina, China, dan Burundi mempunyai luas panen pisang terbesar di dunia dengan kontribusi kumulatif lebih besar dari 50% luas panen pisang dunia. Berdasarkan data rata-rata luas panen pisang tahun 2007-2011 yang bersumber dari FAO, keenam negara tersebut memberikan kontribusi sebesar 56,28% terhadap total luas panen (Lampiran 13). India mempunyai luas panen pisang terbesar dengan luasan mencapai 15,07%, diikuti berturut-turut oleh Brazil (9,71%), Tanzania (9,14%), Filipina (8,82%), China
30 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
(7,11%), dan Burundi (6,43%), sedangkan negara-negara lainnya kurang dari 5% (Gambar 4.8). Indonesia berada di urutan ke-10 dengan kontribusi sebesar 2,12%.
0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 (000 Ha)
Gambar 4.7. Perkembangan Luas Panen Pisang Dunia, 1980-2012
15,07% 9,71% 9,14% 8,82% 7,11% 6,43% 43,72%
India Brazil Tanzania Filipina China Burundi Lainnya
Gambar 4.8. Beberapa Negara dengan Luas Panen Pisang Terbesar di Dunia, Rata-rata 2008-2012
4.1.5. Perkembangan Produksi Pisang Dunia
Perkembangan produksi pisang tahun 1980-2012 cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 3,27% per tahun (Gambar 4.9). Produksi pisang tertinggi dicapai pada tahun 2011 sebesar 106,06 juta ton. Tahun 2012 terjadi
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31
penurunan produksi pisang karena adanya serangan layu Fusarium di beberapa negara, seperti India, Brazil dan Tanzania.
0 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 (000 Ton)
Gambar 4.9. Perkembangan Produksi Pisang Dunia, 1980-2012
Dari rata-rata produksi tahun 2008-2012, terdapat 4 (empat) negara produsen pisang terbesar di dunia, yaitu India, China, Filipina, Ekuador, dan Brazil. Selain mendominasi luas panen pisang dunia, India juga merupakan produsen pisang terbesar pertama. Dengan rata-rata produksi pisang sebesar 27,16 juta ton per tahun, India memberikan kontribusi sebesar 26,61% dari total produksi pisang dunia. China berada di peringkat kedua dengan kontribusi sebesar 9,25%, diikuti oleh Filipina (8,86%), Ekuador (7,19%), dan Brazil (6,86%). Indonesia sebagai salah satu negara produsen pisang dunia memberikan kontribusi sebesar 5,97% dan berada di peringkat keenam dunia. Total kontribusi dari keenam negara produsen pisang tersebut mencapai 64,74% (Gambar 4.10). Negara-negara produsen pisang lainnya memberikan kontribusi kurang dari 5%. Beberapa negara produsen pisang terbesar di dunia disajikan pada Lampiran 14.
32 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 26,61% 9,25% 8,86% 7,19% 6,86% 5,97% 35,26%
India China Filipina Ekuador Brazil Indonesia Lainnya
Gambar 4.10. Beberapa Negara dengan Produksi Pisang Terbesar di Dunia, Rata-rata 2008-2012
4.1.6. Perkembangan Produktivitas Pisang Dunia
Dari hasil pembagian produksi dengan luas panennya diperoleh produktivitas pisang dunia. Secara umum perkembangan produktivitas pisang dunia menunjukkan peningkatan dari tahun 1980-2012 (Gambar 4.11) dengan laju pertumbuhan sebesar 1,43% per tahun. Produktivitas pisang tertinggi dicapai pada tahun 2012 sebesar 20,59 ton/ha.
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 (Ton/Ha)
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33
Meskipun rata-rata produktivitas pisang dunia sebenarnya belum maksimal, namun beberapa negara mampu mencapai tingkat produktivitas pisang yang jauh lebih tinggi daripada produktivitas dunia. Pada tahun 2008-2012 ada 7 (tujuh) negara dengan tingkat produktivitas pisang terbesar di dunia, yaitu Indonesia (56,99 ton/ha), Nicaragua (53,46 ton/ha), Afrika Selatan (50,11 ton/ha), Costa Rica (47,85 ton/ha), Israel (46,60 ton/ha), Turki (46,58 ton/ha), dan Mesir (45,38 ton/ha) (Gambar 4.12). Negara-negara yang merupakan produsen pisang terbesar di dunia justru belum mencapai tingkat produktivitas yang optimal. Misalnya, India ternyata berada di posisi ke-16 dunia dengan rata-rata produktivitas pisang sebesar 35,48 ton/ha, China di posisi ke-30 dengan tingkat produktivitas pisang sebesar 26,07 ton/ha, dan Filipina di posisi ke-50 dengan produktivitas sebesar 20,19 ton/ha.
Gambar 4.12. Beberapa Negara dengan Produktivitas Pisang Terbesar di Dunia, Rata-rata 2008-2012
4.2. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PISANG ASEAN DAN DUNIA 4.2.1. Perkembangan Volume Ekspor Pisang ASEAN
Menurut data FAO, ada 6 (enam) negara ASEAN yang melakukan ekspor pisang selama periode tahun 1980-2011, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Volume ekspor pisang dari negara-negara tersebut menunjukkan perkembangan yang berfluktuasi (Gambar 4.13). Pada
34 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
tahun 1980 total volume ekspor pisang dari negara ASEAN sebesar 967,14 ribu ton dan meningkat menjadi 2,19 juta ton pada tahun 2011. Selama kurun waktu tersebut terjadi peningkatan volume ekspor pisang rata-rata sebesar 3,80% per tahun. Volume ekspor pisang tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebesar 2,39 juta ton (Lampiran 15). Dibandingkan volume ekspor pisang dunia, maka dalam lima tahun terakhir negara-negara ASEAN hanya memberikan kontribusi sebesar 11,28%.
Filipina merupakan negara eksportir pisang terbesar di Asia Tenggara, bahkan tahun 2007-2011 ekspor pisang dari Filipina menyumbang lebih dari 95% volume ekspor pisang negara ASEAN. Indonesia juga melakukan kegiatan ekspor pisang, tetapi volume ekspor pisang Indonesia masih sangat rendah. Indonesia berada di urutan kelima dengan kontribusi terhadap volume ekspor pisang Asia Tenggara hanya sebesar 0,06%. Hal ini disebabkan varietas yang ditanam di Indonesia sangat beragam, sedangkan pasar internasional menghendaki pisang dari kelompok Cavendish. Pengembangan kultivar kelompok Cavendish di Indonesia masih menghadapi kendala serangan penyakit layu Fusarium. Kultivar Raja Sere, Barangan Merah dan Mas mempunyai peluang yang besar untuk menjadi komoditas ekspor unggulan Indonesia, namun diperlukan dukungan promosi yang memadai (Departemen Pertanian, 2005).
0 500.000 1.000.000 1.500.000 2.000.000 2.500.000 19 80 19 82 19 84 19 86 19 88 19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04 20 06 20 08 20 10 (Ton)
Filipina Thailand Vietnam
Malaysia Indonesia Singapura
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35
4.2.2. Perkembangan Volume Impor Pisang ASEAN
Dari sisi impor, ada 7 (tujuh) negara ASEAN yang melakukan impor pisang, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Pada tahun 1980-2011 terjadi peningkatan volume impor pisang ke negara ASEAN sebesar 6,97% per tahun, yaitu dari 23,44 ribu ton pada tahun 1980 menjadi 60,55 ribu ton pada tahun 2011 (Lampiran 15).
Impor pisang terbesar dilakukan oleh Singapura dengan rata-rata volume impor tahun 2007-2011 mencapai 39,21 ribu ton atau 70,26% dari total volume impor pisang negara ASEAN (Gambar 4.14). Selain Singapura, Thailand dan Laos juga mengimpor pisang dalam jumlah yang cukup besar dengan kontribusi masing-masing sebesar 20,89% dan 5,08%, sedangkan volume impor pisang dari negara ASEAN lainnya sangat kecil. Indonesia berada di urutan keempat dengan rata-rata kontribusi impor sebesar 1,75% dari total volume impor pisang negara ASEAN. 0 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 19 80 19 82 19 84 19 86 19 88 19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04 20 06 20 08 20 10 (Ton)
Singapura Thailand Laos
Indonesia Malaysia Brunei Darussalam Filipina
Gambar 4.14. Perkembangan Volume Impor Pisang Negara ASEAN, 1980-2011 4.2.3. Perkembangan Volume Ekspor Pisang Dunia
Pada periode tahun 1980-2011 volume ekspor pisang dunia berfluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan (Gambar 4.15). Rata-rata peningkatan volume ekspor pisang sebesar 3,47% per tahun, yaitu dari 6,77 juta ton pada tahun 1980
36 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
menjadi 18,72 juta ton pada tahun 2011. Volume ekspor tahun 2011 merupakan capaian tertinggi selama kurun waktu tersebut (Lampiran 16).
0 4.000 8.000 12.000 16.000 20.000 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 (000 Ton)
Volume Ekspor Volume Impor
Gambar 4.15. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Pisang Dunia, 1980-2011
Berdasarkan data rata-rata volume ekspor pisang tahun 2007-2011, terdapat 6 (enam) negara dengan volume ekspor pisang terbesar di dunia. Keenam negara tersebut mempunyai kontribusi kumulatif sebesar 75,56% terhadap total volume ekspor pisang dunia. Ekuador merupakan negara eksportir pisang terbesar di dunia dengan rata-rata volume ekspor sebesar 5,42 juta ton atau 29,97% dari total volume ekspor pisang dunia (Gambar 4.16). Filipina berada di peringkat kedua dengan rata-rata volume ekspor sebesar 1,96 juta ton (10,83%), diikuti oleh Costa Rica di peringkat ketiga sebesar 1,85 juta ton (10,25%) dan Kolombia di peringkat keempat sebesar 1,77 juta ton (9,77%). Urutan berikutnya adalah Guatemala dan Belgia dengan volume ekspor pisang masing-masing sebesar 1,42 juta ton (7,85%) dan 1,25 juta ton (6,89%), sedangkan negara-negara lainnya memberikan kontribusi kurang dari 5%. Indonesia berada di urutan ke-67 dengan rata-rata volume ekspor sebesar 1,32 ribu ton. Persentase kontribusi beberapa negara eksportir pisang terbesar di dunia disajikan pada Lampiran 17.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37 29,97% 10,83% 10,25% 9,77% 7,85% 6,89% 24,44%
Ekuador Filipina Costa Rica Kolombia
Guatemala Belgia Lainnya
Gambar 4.16. Beberapa Negara Eksportir Pisang Terbesar di Dunia, Rata-rata 2007-2011
4.2.4. Perkembangan Volume Impor Pisang Dunia
Pada tahun 1980-2011 volume impor pisang dunia menunjukkan kecenderungan meningkat seiring dengan peningkatan volume ekspornya (Gambar 4.15) dengan laju pertumbuhan pada periode tersebut sebesar 3,52% per tahun. Sebagaimana volume ekspornya, volume impor pisang tertinggi juga dicapai pada tahun 2011 sebesar 18,92 juta ton. Perkembangan volume impor pisang dunia selengkapnya disajikan pada Lampiran 16.
Berdasarkan data FAO tahun 2007–2011 terdapat 6 (enam) negara importir pisang terbesar di dunia (Gambar 4.17). Total volume impor keenam negara tersebut mencapai 55,02% dari total volume impor pisang dunia. Amerika Serikat merupakan negara importir pisang terbesar di dunia dengan rata-rata volume impor mencapai 3,96 juta ton per tahun atau 22,26% dari total volume impor pisang dunia, diikuti oleh Belgia (7,57%), Jerman (7,54%), Jepang (6,17%), Rusia (6,01%), dan Inggris (5,48%). Negara-negara importir lainnya mengimpor pisang kurang dari 5% (Lampiran 18). Indonesia menempati urutan ke-106 dari negara-negara importir pisang dunia.
38 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 22,26% 7,57% 7,54% 6,17% 6,01% 5,48% 44,98%
Amerika Serikat Belgia Jerman
Jepang Rusia Inggris
Lainnya
Gambar 4.17. Beberapa Negara Importir Pisang Terbesar di Dunia, Rata-rata 2007-2011
4.3. PERKEMBANGAN KETERSEDIAAN PISANG ASEAN DAN DUNIA 4.3.1. Perkembangan Ketersediaan Pisang ASEAN
Ketersediaan pisang untuk konsumsi diperoleh dari hasil perhitungan produksi dikurangi volume ekspor ditambah volume impornya. Ketersediaan pisang segar di negara-negara ASEAN selama periode tahun 1980-2011 menunjukkan peningkatan (Gambar 4.18) dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 2,54% per tahun. Karena volume ekspor dan volume impor relatif kecil dibandingkan produksi pisang, maka ketersediaan pisang untuk negara-negara ASEAN sangat ditentukan oleh besarnya produksi pisang, khususnya produksi pisang dari Filipina yang mendominasi produksi pisang di Asia Tenggara. Ketersediaan pisang untuk konsumsi tertinggi dicapai pada tahun 2009 sebesar 16,99 juta ton. Perkembangan ketersediaan pisang di negara ASEAN selengkapnya disajikan pada Lampiran 19.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 39 0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000 19 80 19 82 19 84 19 86 19 88 19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04 20 06 20 08 20 10 (000 Ton)
Gambar 4.18. Perkembangan Ketersediaan Pisang di Negara ASEAN, 1980-2011 4.3.2. Perkembangan Ketersediaan Pisang Dunia
Pada tahun 1980-2011 ketersediaan pisang untuk konsumsi dunia juga menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 4.19). Pada periode tersebut rata-rata peningkatan ketersediaan pisang mencapai 3,51% per tahun, yaitu dari 37,00 juta ton pada tahun 1980 menjadi 106,26 juta ton pada tahun 2011. Karena volume ekspor dan volume impor pisang dunia relatif seimbang, maka pola perkembangan ketersediaan pisang mengikuti pola perkembangan produksi pisang dunia. Ketersediaan pisang untuk konsumsi dunia selengkapnya disajikan pada Lampiran 20. 0 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 19 80 19 82 19 84 19 86 19 88 19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04 20 06 20 08 20 10 (000 Ton)
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 41
BAB V. PENAWARAN DAN PERMINTAAN PISANG
5.1. PROYEKSI PENAWARAN PISANG DI INDONESIA 2014-2019
Penawaran pisang diperoleh dari produksi ditambah volume impor dikurangi volume ekspor. Proyeksi produksi pisang menggunakan model pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing). Nilai MAPE diperoleh sebesar 7 pada konstanta pemulusan level = 0,5780 dan trend = 0, 0895 (Lampiran 21). Sementara itu proyeksi volume ekspor dan volume impor pisang diperoleh dengan menggunakan model dekomposisi multiplikatif. Nilai MAPE untuk proyeksi volume ekspor sebesar 119 (Lampiran 22), sedangkan untuk volume impor sebesar 94 (Lampiran 23). Hasil proyeksi penawaran pisang Indonesia tahun 2014-2019 disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Hasil Proyeksi Penawaran Pisang Indonesia, 2014-2019 Tahun
Penawaran (Ton) Pertumbuhan
(%) Produksi Volume Ekspor Volume Impor Total
2014 6.497.759 2.174 33 6.495.618 2015 6.656.672 1.736 58 6.654.994 2,45 2016 6.815.585 722 265 6.815.127 2,41 2017 6.974.498 133 1.732 6.976.096 2,36 2018 7.133.411 1.228 933 7.133.115 2,25 2019 7.292.324 3.307 1.447 7.290.464 2,21 Rata-rata Pertumbuhan (%/th) 2,34
Produksi pisang sebagai salah satu komponen dari fungsi penawaran pisang diperkirakan akan meningkat tahun 2014-2019. Volume ekspor diproyeksikan akan mengalami penurunan antara tahun 2014-2017, tetapi akan meningkat kembali pada tahun 2018-2019. Volume impor diproyeksikan akan meningkat
42 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
tahun 20140-2017, tetapi akan turun pada tahun 2018 dan naik kembali pada tahun 2019. Dengan memperhitungkan produksi, volume ekspor dan volume impor maka penawaran pisang Indonesia diperkirakan akan meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 2,34% per tahun. Tahun 2014 penawaran pisang diperkirakan sebesar 6,50 juta ton dan akan mencapai 7,29 juta ton pada tahun 2019.
5.2. PROYEKSI PERMINTAAN PISANG DI INDONESIA 2014-2019
Permintaan pisang merupakan hasil perhitungan dari konsumsi pisang di rumah tangga ditambah tercecer dan ketersediaan lainnya.Dalam proyeksi permintaan pisang yang dimodelkan adalah konsumsi rumah tangga, sedangkan komponen tercecer diasumsikan sebesar 4,70% dari produksi.
Permintaan pisang Indonesia menggunakan pendekatan konsumsi pisang di rumah tangga. Series data yang digunakan adalah konsumsi pisang segar per kapita hasil Susenas BPS. Dengan menggunakan model pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing) diperoleh nilai MAPE sebesar 10,01 pada level = 0,4461 dan trend = 0,3045 (Lampiran 24). Untuk memperoleh total permintaan pisang di Indonesia digunakan juga data proyeksi jumlah penduduk yang bersumber dari BPS. Hasil proyeksi konsumsi pisang di Indonesia disajikan pada Tabel 5.2.
Konsumsi pisang segar per kapita diperkirakan akan mengalami penurunan pada tahun 2014-2019, sedangkan jumlah penduduk diperkirakan akan meningkat. Dari perkalian konsumsi pisang per kapita dengan jumlah penduduk diperoleh total konsumsi pisang yang diperkirakan akan mengalami penurunan. Rata-rata penurunan dalam kurun waktu tersebut sebesar 6,81% per tahun. Tahun 2014 permintaan pisang diperkirakan sebesar 1,49 juta ton yang akan turun pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2019 menjadi sebesar 1,05 juta ton.
Untuk komponen tercecer diperoleh hasil proyeksi yang cenderung meningkat karena produksi juga diproyeksikan meningkat. Tahun 2014 komponen tercecer sebesar 305,40 ribu ton dan akan terus meningkat hingga mencapai
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 43
342,74 ribu ton pada tahun 2019 (Tabel 5.3). Sementara itu komponen ketersediaan lainnya diperoleh dari perhitungan permintaan dikurangi konsumsi rumah tangga dan tercecer. Ketersediaan lainnya merupakan penyeimbang dari penawaran dan permintaan.
Tabel 5.2. Hasil Proyeksi Konsumsi Pisang di Indonesia, 2014-2019 Tahun Konsumsi RT (Kg/Kapita)
Jumlah Penduduk (000 Org) Total Konsumsi RT (Ton) Pertumbuhan (%) 2014 5,902 252.165 1.488.313 2015 5,502 255.462 1.405.580 -5,56 2016 5,102 258.705 1.319.931 -6,09 2017 4,702 261.891 1.231.422 -6,71 2018 4,302 265.015 1.140.095 -7,42 2019 3,902 267.974 1.045.627 -8,29 Rata-rata Pertumbuhan (%/th) -6,81
5.3. PROYEKSI NERACA PENAWARAN DAN PERMINTAAN PISANG DI INDONESIA 2014–2019
Proyeksi penawaran dan permintaan pisang merupakan situasi neraca pisang tahun 2014-2019 yang disajikan selengkapnya pada Tabel 5.3. Dari sisi penawaran diperkirakan masih akan terjadi ekspor maupun impor pisang segar dengan volume ekspor lebih besar dibandingkan volume impornya.
Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga untuk komoditi pisang segar rata-rata hanya sebesar 18,56%. Meskipun pisang merupakan buah yang tersedia sepanjang tahun dan mengandung vitamin tinggi, tetapi preferensi masyarakat akan pisang belum sepenuhnya pada konsumsi pisang wujud segar. Komponen permintaan dengan persentase terbesar justru pada ketersediaan lainnya yang rata-rata mencapai 76,74%. Karena konsumsi rumah tangga hanya mencakup konsumsi pisang segar, maka ketersediaan lainnya mencakup permintaan pisang