• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa ekstrak larutan beras merah mengandung protein, asam lemak tidak jenuh,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa ekstrak larutan beras merah mengandung protein, asam lemak tidak jenuh,"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1 Padi Beras Merah

Padi beras merah (oryza sativa.l.) merupakan salah satu jenis padi di Indonesia yang mengandung gizi yang tinggi. Penelitian di Cina menunjukkan bahwa ekstrak larutan beras merah mengandung protein, asam lemak tidak jenuh, beta-sterol, camsterol, stigmasterol, isoflavones, saponin, Zn dan Se, lovastrin, dan mevinolin-HMG-CoA. Unsur terakhir adalah reduktase inhibitor yang dapat mengurangi sintesis kolesterol di hati (Anonim, 2005). Beras merah tumbuk mengandung protein 7,3%, besi 4,2%, dan vitamin B1 0,34% (Anonim, 1995). Bubur beras merah dicampur susu merupakan resep makanan bayi berumur 4 bulan sampai 1 tahun (Suardi, D., 2004). Beberapa zat gizi umumnya ditemukan di beras merah termasuk vitamin E, thiamin, magnesium, vitamin B6, dan serat. Selain itu, ada sekitar selusin lebih banyak vitamin dan mineral yang ditemukan dalam beras merah. Selain itu, beras merah mengandung sekitar empat kali jumlah serat makanan daripada beras putih.

2.1.1 Klasifikasi Padi Beras Merah

Tanaman Padi adalah termasuk jenis tanaman rumput-rumputan. Menurut Purwono dan Purnamawati (2007), klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

(2)

Class : Monocotyledoneae Ordo : Graminales

Famili : Graminaceae Genus Oryza Spesies : Oryza sativa L.

2.1.2 Morfologi Padi Beras Merah

Padi termasuk golongan tanaman semusim atau tanaman muda yaitu tanaman yang biasanya berumur pendek, kurang dari satu tahun dan hanya satu kali berproduksi; setelah berproduksi akan mati atau dimatikan. Tanaman padi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif terdiri dari akar, batang dan daun. Bagian generatif terdiri dari malai atau bulir, bunga, buah dan bentuk gabah.

Ciri-ciri morfologi padi beras merah, adalah sebagai berikut. 1) Akar Padi Beras Merah

Sistem perakaran serabut (radix adventicia), karena tidak terdapat akar utama/akar pokok dan digantikan oleh sejumlah akar yang ukurannya kurang lebih sama besar dan semuanya keluar dari pangkal batang.

2) Batang Padi Beras Merah

Batang padi beras merah memiliki ciri-ciri sebagai berikut. a. Batang padi beras merah berbentuk bulat.

b. Sifat batang padi beras merah berupa batang rumput, yaitu batang yang tidak keras, mempunyai ruas-ruas yang nyata dan seringkali berongga. c. Permukaan batang padi beras merah licin.

(3)

d. Arah tumbuh batang padi beras merah tegak, yaitu arah tumbuhnya lurus ke atas.

e. Warna batang padi beras merah hijau, namun pada pangkal batang padi beras merah berwarna merah.

f. Pertumbuhan batang padi beras merah dapat mencapai 2 meter.

3) Daun

Daun padi beras merah memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. Daun padi beras merah termasuk daun tidak lengkap, karena hanya memiliki helaian daun dan pelepah daun saja

b. Memiliki alat tambahan pada daun yaitu lidah-lidah. Lidah-lidah itu merupakan suatu selaput kecil yang biasanya terdapat pada batas antara pelepah dan helaian daun. Alat ini berguna untuk mencegah masuknya air hujan ke dalam ketiak antara batang dan pelepah daun, sehingga kemungkinan pembusukan dapat dihindarkan.

c. Tipe lidah-lidah pada padi beras merah yaitu ligula tipe selaput. d. Bangun/bentuk daun pada padi beras merah yaitu daun bentuk Pita.

e. Ujung daun berbentuk runcing, pangkal daun berbentuk rata, dan bertepi rata. Memiliki pertulangan daun yang sejajar dan permukaan daun yang berbulu halus dan berdaging tipis.

f. Daun berwarna hijau pada bagian tengah, namun pada bagian tepi daun berwarna merah.

4) Buah

(4)

a. Padi beras merah termasuk buah sejati tunggal yang kering yaitu buah sejati tunggal yang bagian luarnya keras dan mengayu seperti kulit yang kering.

b. Padi beras merah dibagi menjadi lebih spesifik lagi yaitu buah sejati tunggal yang kering jika masak, tidak pecah dan termasuk dalam buah padi yaitu buah berdinding tipis; mengandung satu biji dan kulit buah berlekatan dengan kulit biji. Oleh karena itu, biji yang sehari-hari kita makan, sebenarnya adalah buah.

2.2 System of Rice Intensification (SRI)

System of Rice Intensification (SRI) yaitu cara budidaya tanaman padi berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air (Mutakin, 2012). Selain itu, budidaya tanaman padi metode SRI juga mengutamakan potensi lokal sehingga disebut pertanian ramah lingkungan, karena akan sangat mendukung upaya pemulihan terhadap kesehatan tanah dan kesehatan pengguna produknya.

Metode ini pertama kali ditemukan secara tidak sengaja di Madagaskar antara tahun 1983 - 1984 oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ, seorang Pastor Jesuit asal Prancis lebih dari 30 tahun yang hidup bersama petani-petani di sana. Kemudian pada tahun 1990 metode SRI diujicoba di wilayah Asia dengan hasil yang positif (Setiajie, et al., 2008). Oleh penemunya, metodologi ini selanjutnya dalam bahasa Prancis dinamakan Ie System de Riziculture Intensive disingkat SRI. Dalam bahasa Inggris popular dengan nama System of Rice Intensification yang disingkat SRI.

(5)

2.2.1 Prinsip Budidaya Padi Metode SRI

Menurut Berkelaar (2001), terdapat beberapa komponen penting dalam penerapan SRI, yaitu:

1) Penggunaan bibit yang lebih muda

Bibit padi dipindahtanamkan saat dua daun telah muncul pada batang muda, biasanya saat berumur 8-15 hari. Penyemaian bibit dilakukan dalam petakan khusus dengan menjaga tanah tetap lembab dan tidak tergenang air. Pada saat pindah tanam dari petak semaian ke lahan persawahan dilakukan secara hati-hati serta dijaga kelembabannya. Sekam (sisa benih yang telah berkecambah) dibiarkan agar tetap menempel dengan akar tunas, karena sekam dapat memberikan energi yang penting bagi bibit muda. Pindah tanam bibit dilakukan secepat mungkin kurang lebih sekitar setengah jam. Saat penanaman bibit di lapangan, benih dibenamkan dalam posisi horisontal agar ujung-ujung akar tidak menghadap ke atas, karena ujung akar membutuhkan keleluasaan untuk tumbuh ke bawah. Pindah tanam saat bibit masih muda secara hati-hati dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama tahap pertumbuhan vegetatif, lebih banyak batang yang muncul dalam satu rumpun, dan dengan budidaya SRI ini akan menghasilkan bulir padi yang lebih banyak pada setiap malainya.

2) Penanaman bibit tunggal

Pindah tanam bibit dilakukan satu bibit setiap lubang, hal ini agar tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran. Tanaman

(6)

tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya, atau nutrisi dalam tanah sehingga sistem perakaran menjadi sangat baik.

3) Jarak tanam lebar

Bibit yang ditanam dalam pola luasan yang cukup lebar dari segala arah akan lebih baik dibandingkan dengan bibit yang ditanam di baris yang sempit. Biasanya jarak minimal SRI adalah 25 cm x 25 cm. Pada prinsipnya tanaman harus mendapat ruang cukup untuk tumbuh. Jarak tanam yang lebar akan memberi kemungkinan lebih besar kepada akar untuk tumbuh leluasa, tanaman juga akan menyerap lebih banyak sinar matahari, udara serta nutrisi. Hasilnya, akar dan batang akan tumbuh lebih baik (juga penyerapan nutrisi) serta jumlah anakan akan lebih banyak dibanding sistem konvensional. Budidaya SRI membutuhkan benih jauh lebih sedikit dibandingkan budidaya konvensional. Salah satu evaluasi SRI menunjukkan bahwa kebutuhan benih hanya 7 kg/ha.

4) Kondisi tanah lembab

Tanah dijaga agar tetap lembab selama tahap vegetatif untuk memungkinkan lebih banyak oksigen bagi pertumbuhan akar. Sesekali (seminggu sekali) tanah harus dikeringkan sampai retak. Ini dimaksudkan agar oksigen dari udara mampu masuk ke dalam tanah dan mendorong akar untuk “mencari” air. Kondisi tanah tidak tergenang hanya dipertahankan selama pertumbuhan vegetatif, selanjutnya setelah pembungaan, sawah digenangi air 1-3 cm. Petak sawah mulai dikeringkan mulai 25 hari sebelum panen.

(7)

2.2.2 Kelebihan Metode SRI

Menurut Uphoff dan Fernandes (2003), keuntungan penerapan budidaya SRI, antara lain:

1) Memiliki hasil panen yang lebih tinggi (peningkatannya mencapai 50-200% dengan hasil 4-8 ton/ha, tetapi hasil di atas 10 ton/ha juga seringkali tidak dilaporkan).

2) Hemat air (penghematan air sampai dengan 50%).

3) Perbaikan mutu tanah dan pemakaian pupuk yang lebih efisien (baik organik maupun kimia).

4) Kebutuhan benih yang lebih sedikit hanya memerlukan benih sekitar 5-10 kg/ha atau 5-10 kali lipat lebih sedikit daripada jumlah yang lazim dipakai.

5) Kebutuhan atas input yang digunakan lebih sedikit (biaya produksi atau input yang lebih sedikit tentu menyumbang pendapatan yang lebih tinggi bagi para petani).

6) Mutu benih yang lebih bagus (ketersediaan benih unggul lebih cepat karena jauh lebih banyak benih yang dapat dihasilkan oleh satu tanaman saja).

7) Diversifikasi produksi (untuk menghasilkan jumlah padi yang sama lahan yang digunakan lebih sedikit, sehingga tanah sisa dapat dipakai untuk menghasilkan pupuk hijau atau tanaman lain yang nilainya lebih tinggi). 8) Keuntungan bagi lingkungan hidup (sebagai dampak berkurangnya

kebutuhan atas air dan berkurangnya pemakaian pupuk kimia atau pestisida).

(8)

2.3 Sistem Tanam Jajar Legowo

Sistem tanam jajar legowo adalah pola bertanam yang berselang-seling antara dua atau lebih (biasa dua atau empat) baris tanaman padi dan satu baris kosong. Istilah legowo diambil dari bahasa Jawa, yaitu berasal dari kata “lego” berarti luas dan “dowo” berarti memanjang. Legowo diartikan pula sebagai cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong.

Pada awalnya sistem tanam jajar legowo umumnya diterapkan untuk daerah yang banyak serangan hama penyakit, atau kemungkinan terjadinya keracunan besi. Jarak tanam dua baris pinggir pada tiap unit legowo lebih rapat daripada baris yang di tengah (setengah jarak tanam baris yang di tengah), dengan maksud untuk mengkompensasi populasi tanam pada baris yang dikosongkan. Pada baris kosong di antara unit legowo, dapat dibuat parit dangkal. Parit dapat berfungsi untuk mengumpulkan keong mas, menekan tingkat keracunan besi pada tanaman padi atau untuk pemeliharaan ikan kecil (muda). Sistem tanam jajar legowo kemudian berkembang untuk mendapat hasil panen yang lebih tinggi. Selain itu, dapat mempermudah pada saat pengendalian hama, penyakit, gulma, dan juga pemupukan.

Penelitian tentang sistem tanam jajar legowo dilakukan sejak tahun 2000. Dari hasil penelitian membuktikan, salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah jarak tanam. Jarak tanam yang rapat mengakibatkan persaingan antar individu tanaman. Persaingan terjadi karena sinar matahari yang diterima sedikit. Akibatnya, varietas pada umumnya tidak tumbuh optimal.

(9)

Pertumbuhan yang kurang optimal ditunjukkan dari jumlah anakan dan malai yang lebih sedikit. Selain itu, panjang malai lebih pendek, dan jumlah gabah per malai berkurang. Hal tersebut diperkuat dengan fakta di lapangan bahwa penampilan individu tanaman padi pada jarak tanam lebar lebih bagus dibandingkan jarak tanam rapat. Satu unit legowo adalah baris tanaman yang terdiri atas dua atau lebih baris dan satu baris kosong. Jika terdapat dua baris tanam per unit legowo disebut legowo 2:1. Selanjutnya, jika terdapat empat baris tanam per unit legowo maka disebut legowo 4:1, dan seterusnya. Dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo 2:1, populasinya menurun tetapi jumlah anakan per rumpun meningkat sekitar 33%. Jika pola konvensional hanya menghasilkan populasi tanam 160.000 rumpun/ha, maka untuk sistem tanam jajar legowo 2:1 mampu menghasilkan populasi tanaman 213.300 rumpun per ha.

Untuk sistem tanam jajar legowo 4:1 tergantung tipenya (tipe 1 dan tipe 2). Sistem tanam jajar legowo 4:1 tipe 1, seluruh baris mendapat tanaman sisipan. Kalau disisipkan semua, kenaikan populasinya sebesar 60% dibandingkan pola konvensional (25 cm x 25 cm). Sedangkan sistem tanam legowo 4:1 tipe 2 yang disisipi hanya tanaman pinggirnya, yang tengah dua tidak disisipkan. Kenaikan populasinya sebesar 20,44% dibandingkan dengan pola konvensional. Sistem tanam jajar legowo sebagai salah satu komponen teknologi dari pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan produktivitas hasil padi.

Pengaturan populasi tanaman dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan keinginan petani dengan pertimbangan tingkat kesuburan tanah dan ketinggian tempat (distan.majalengka.go.id), sebagai berikut :

(10)

1) sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam 25 cm x 12,5 cm x 50 cm, maka jumlah populasi tanaman adalah 21 rumpun per m2 atau sekitar 210.000 rumpun per ha (Lampiran 1).

2) sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam 30 cm x 15 cm x 40 cm, maka jumlah populasi tanaman adalah 30 rumpun per m2 atau 300.000 rumpun per ha (Lampiran 2).

3) sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam 20 cm x 10 cm x 40 cm, maka jumlah populasi tanaman adalah 33 rumpun per m2 atau 330.000

rumpun per ha (Lampiran 3) dan seterusnya.

Saat ini sistem tanam jajar legowo merupakan bentuk inovasi dalam bidang pertanian. Selain mampu meningkatkan hasil produksi, sistem tanam ini juga menghemat biaya operasional. Namun, proses pengenalan metode baru terhadap masyarakat tidaklah mudah. Karakteristik petani yang mau mencoba kalau sudah terbukti hasilnya, menjadi tantangan tersendiri bagi para penyuluh dalam memperkenalkan dan membimbing para petani tersebut. (Abdulrachman S. DKK, 2012).

2.3.1 Keuntungan Sistem Tanam Jajar Legowo

Menurut Sembiring (2001), sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu sistem tanam padi sawah yang apabila dibandingkan dengan sistem tanam lainnya memiliki keuntungan sebagai berikut.

1) Terdapat ruang terbuka yang lebih lebar di antara dua kelompok barisan tanaman yang akan memperbanyak cahaya matahari masuk ke setiap rumpun tanaman padi, sehingga akan meningkatkan aktivitas fotosintesis yang berdampak pada peningkatan produktivitas tanaman.

(11)

2) Sistem tanam berbaris ini memberi kemudahan petani dalam pengelolaan usaha taninya seperti: pemupukan susulan, penyiangan, pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit (penyemprotan).

3) Meningkatkan jumlah tanaman pada kedua bagian pinggir untuk setiap set legowo, sehingga berpeluang untuk meningkatkan produktivitas tanam akibat peningkatan populasi.

4) Dengan sistem tanam jajar legowo dapat meningkatkan produktivitas padi hingga mencapai 10-15%.

2.4 Iklim

Iklim adalah suatu keadaan alam yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui oleh manusia. Keadaan iklim biasanya terjadi dalam waktu yang cukup lama. Berdasarkan luas wilayah, iklim terbagi menjadi 3 jenis iklim, yaitu: 1) iklim makro, 2) iklim meso dan 3) iklim mikro. Iklim makro meliputi wilayah yang sangat luas (zona iklim, kontinen hingga global). Iklim meso berkaitan dengan variasi dan dinamika iklim dalam satu zona iklim atau area tertentu seperti kota. Iklim mikro berupa variasi iklim pada lingkup kecil (Brooks, 1988).

2.4.1 Iklim Mikro

Iklim mikro merupakan kondisi iklim pada suatu ruang yang sangat terbatas, tetapi komponen iklim ini penting artinya bagi kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan, karena kondisi udara pada skala mikro ini yang akan berkontak langsung dengan (dan mempengaruhi secara langsung) makhluk-makhluk hidup tersebut. Makhluk hidup tanggap terhadap dinamika atau perubahan-perubahan dari unsur iklim ini di sekitarnya. Keadaan

(12)

unsur-unsur iklim ini akan mempengaruhi tingkah laku dan metabolisme yang berlangsung pada tubuh makhluk hidup, sebaliknya, keberadaan makhluk hidup tersebut (terutama tumbuhan) akan mempengaruhi pula keadaan iklim mikro di sekitarnya. Antara makhluk hidup dan udara di sekitarnya akan terjadi saling pengaruh atau interaksi satu sama lain (Lakitan, 2002:53).

Menurut Brown dan Gillespie (1995), iklim mikro merupakan kondisi yang terbentuk dari radiasi matahari dan terestrial, angin, suhu dan kelembaban udara, serta presipitasi dalam lingkup ruang luar yang kecil. Iklim mikro terbentuk ketika iklim suatu wilayah atau zona berinteraksi dengan elemen lanskap lokal sehingga bersifat unik dan beragam. Frick dan Suskiyatno (2007) menambahkan bahwa faktor lokal yang mempengaruhi iklim di lapisan udara dekat permukaan bumi di antaranya adalah karakteristik vegetasi dan aktivitas manusia yang dapat mengubah kemurnian iklim mikro.

2.4.2 Unsur-Unsur Iklim Mikro

Ada beberapa unsur yang mempengaruhi keadaan iklim mikro di suatu kawasan, yaitu: suhu udara, kecepatan dan arah angin, kelembaban udara, dan radiasi matahari.

2.4.2.1 Suhu Udara

Pada umumnya suhu dibagi menjadi tiga bagian yaitu suhu udara, suhu resultan dan suhu radiatif. Suhu udara merupakan suatu sifat kalor yang dibawa aliran angin dan ditambah kelembaban yang dapat mempengaruhinya. Suhu resultan adalah gabungan dari suhu udara dan suhu radiatif. Sedangkan suhu radiatif merupakan sifat panas yang diakibatkan pertukaran kalor secara radiasi

(13)

antar lingkungan dan pengukurannya. Alat untuk mengukur suhu udara dinamakan termometer. Suhu atau temperatur udara adalah derajat panas dari aktivitas molekul dalam atmosfer. Secara fisis suhu dapat didefinisikan sebagai tingkat gerakan molekul benda, makin cepat gerakan molekulnya, makin tinggi suhunya. Suhu dapat pula didefinisikan sebagai tingkat panas suatu benda. Panas bergerak dari sebuah benda yang mempunyai suhu tinggi ke benda dengan suhu rendah (Tjasjono, 1999:13).

2.4.2.2 Kecepatan Angin

Perpindahan udara dari lokasi bertekanan tinggi ke lokasi bertekanan rendah dinamakan angin. Perbedaan tekanan udara disebabkan oleh adanya perbedaan suhu. Yang menjadi parameter utama untuk mengevaluasi angin adalah angka kecepatan dan arahnya. Arah angin yang dimaksud adalah arah datangnya angin. Dikatakan sebagai angin barat apabila berasal dari arah barat, dikatakan angin darat, apabila berasal dari daratan menuju lautan, sebaliknya dikatakan angin laut apabila berasal dari arah lautan yang menuju daratan (Sangkertadi, 2013).

2.4.2.3 Kelembaban Udara

Menurut Allaby (2007), kelembaban adalah banyaknya kadar uap air di udara. Istilah ini hanya mewakili air yang hadir dalam bentuk gas. Kelembaban dapat dihitung dalam beragam cara yaitu mixing ratio, specific humidity dan relative humidity. Berkaitan dengan laporan cuaca, kelembaban yang dimaksud atau umum digunakan adalah Relative Humidity (kelembaban relatif) di mana biasa disingkat RH. Kelembaban relatif adalah rasio antara massa uap air yang ada

(14)

dalam satuan massa udara kering (mixing ratio) dengan jumlah yang dibutuhkan untuk menghasilkan saturasi (saturation mixing ratio) dalam udara tersebut. Angka kelembaban bernilai 0-100% di mana 0% artinya udara kering dan 100% berarti udara jenuh dengan uap air di mana akan terjadi titik-titik air (saturasi).

Menurut Brooks (1988), kelembaban udara bersiklus dan berhubungan erat dengan suhu udara. Secara umum, kelembaban udara maksimum terjadi pagi hari sebelum matahari terbit saat suhu udara minimum. Hal ini memicu pengembunan bila udara bersentuhan dengan permukaan bersuhu lebih rendah dari suhu titik embun. Kelembaban udara minimum terjadi saat tengah hari bersamaan dengan suhu udara maksimum.

2.4.2.4 Radiasi Matahari

Radiasi matahari adalah proses penyinaran matahari sampai ke permukaan bumi dengan intensitas yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan sekitarnya. Radiasi matahari yang diterima di permukaan bumi lebih rendah dari konstanta mataharinya. Menurut Brooks (1988), matahari berperan penting membentuk iklim dengan memancarkan energi ke bumi melalui sinar ultraviolet, sinar nampak dan infra merah. Frekuensi sinar nampak (cahaya) berupa gelombang pendek dan frekuensi inframerah (panas) berupa gelombang panjang. Marsh (2007) menambahkan, radiasi mencapai bumi secara langsung (difusi dan refleksi) dan jumlahnya bergantung pada sudut datang matahari. Radiasi matahari yang mengenai suatu benda dapat dipisahkan menurut: radiasi langsung, radiasi tak langsung dan radiasi global. Radiasi langsung adalah radiasi yang tak terhalangi dan langsung menerpa suatu bidang, sedangkan radiasi tak langsung adalah radiasi

(15)

yang diterima permukaan setelah gelombang radiasi tersebut melewati proses pemantulan-pemantulan dan difusi dari awan /langit.

2.4.3 Hubungan dan Peranan Iklim terhadap Produksi Tanaman

Iklim merupakan salah satu peubah dalam pertumbuhan dan produksi tanaman yang paling sukar dikendalikan. Oleh karena itu dalam usaha pertanian, umumnya disesuaikan dengan kondisi iklim setempat. Di Indonesia, perhatian dan kerja sama antara para ahli klimatologi dengan ahli pertanian semakin meningkat terutama dalam rangka menunjang produksi tanaman pangan. Namun sekarang penyimpangan-penyimpangan terhadap iklim sering terjadi. Pengalaman menunjukkan bahwa secara temporer berbagai bentuk penyimpangan iklim telah sering mengancam sistem produksi pertanian. Ancaman tersebut tidak saja menyebabkan gangguan produksi, tetapi juga menggagalkan panen dalam luasan ratusan ribu hektar. Faktor iklim mikro yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman padi yaitu antara lain: suhu, kelembaban udara, dan sinar matahari. Berikut ini penjelasan faktor-faktor iklim mikro yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi.

2.4.3.1 Suhu Udara

Suhu merupakan salah satu faktor iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu udara dipengaruhi oleh radiasi yang diterima di permukaan bumi sementara tinggi rendahnya suhu di sekitar tanaman ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman, kandungan lengas tanah. Umumnya laju metabolisme makhluk hidup akan bertambah dengan meningkatnya suhu hingga titik optimum tertentu. Beberapa proses metabolisme

(16)

tersebut antara lain bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi.

Kisaran suhu untuk pertumbuhan tanaman yang normal adalah antara 15°-40°C. Di bawah atau di atas kisaran tersebut suhu akan mengganggu proses fisik maupun kimia dalam tubuh tanaman yang tidak lain adalah reaksi fisiologi. Laju pertumbuhan meningkat dengan jelas saat tahap awal pertumbuhan tanaman terpapar oleh suhu. Energi panas meningkatkan aktivitas seluruh sistem pertumbuhan dan dalam kondisi tersebut efisiensi penggunaan panas menjadi tinggi (Craufurd, 1999). Energi panas demikian dibutuhkan dalam jumlah tertentu untuk setiap jenis tanaman.

Peningkatan suhu dapat menyebabkan penurunan produksi pada berbagai jenis tanaman pangan, Menurut Tang et al., (2006), Pada tanaman padi, fase pembentukan malai sangat sensitif terhadap temperatur tinggi. Selama tahap ini, stress akibat panas sangat memungkinkan untuk terjadinya sterilitas floret, menurunnya kesuburan dan kehilangan hasil. Di samping itu suhu juga secara langsung berperan terhadap perkembangan biji seperti pengisian biji dan laju produksi bahan kering pada biji (Kobata dan Uemuki, 2004).

2.4.3.2 Kelembaban Relatif

Kelembaban ada kaitannya dengan laju transpirasi melalui daun karena transpirasi akan terkait dengan laju pengangkutan air dan unsur hara terlarut. Bila kondisi lembab dapat dipertahankan maka banyak air yang diserap tumbuhan dan lebih sedikit yang diuapkan. Kondisi ini mendukung aktivitas pemanjangan sel sehingga sel-sel lebih cepat mencapai ukuran maksimum dan tumbuh bertambah besar. Pada kondisi ini, faktor kehilangan air sangat kecil karena transpirasi yang

(17)

kurang. Adapun untuk mengatasi kelebihan air, tumbuhan beradaptasi dengan memiliki permukaan helaian daun yang lebar. Untuk pemecahan senyawa bermolekul besar (saat respirasi) agar menghasilkan energi yang diperlukan pada proses pertumbuhan dan perkembangannya.

2.4.3.3 Intensitas Sinar Matahari

Radiasi matahari yang ditangkap oleh klorofil pada tanaman yang mempunyai hijau daun merupakan energi dalam proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini menjadi bahan utama dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Selain meningkatkan laju fotosintesis, peningkatan cahaya matahari biasanya mempercepat proses pembungaan dan pembuahan. Sebaliknya, penurunan intensitas radiasi matahari akan memperpanjang masa pertumbuhan tanaman. Jika air cukup maka pertumbuhan dan produksi padi hampir seluruhnya ditentukan oleh suhu dan radiasi matahari.

Radiasi matahari merupakan faktor penting dalam metabolisme tanaman yang berklorofil, karena itu produksi tanaman dipengaruhi oleh tersedianya cahaya matahari, Tapi umumnya fluktuasi hasil dari tahun ke tahun tidak mempunyai korelasi dengan ketersediaan radiasi matahari, karena produksi tanaman ditentukan juga oleh faktor-faktor lainnya. Kurangnya radiasi matahari akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan, meskipun kebutuhannya tergantung pada jenis tanaman. Kekurangan radiasi matahari pada saat pertumbuhan berlangsung akan menimbulkan gejala etiolasi, di mana batang kecambah akan tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunnya berukuran lebih kecil, tipis dan pucat.

(18)

2.4 Produktivitas Tanaman Pangan

Produktivitas pertanian tanaman pangan (padi) dalam arti sempit dapat diartikan sebagai kemampuan berproduksi dalam satu satuan luas. Namun secara luas produktivitas diartikan sebagai pendapatan yang diperoleh dengan menggunakan segala potensi sumber daya yang ada disertai dengan kemampuan untuk meminimumkan segala resiko yang dapat memperkecil pendapatan tersebut dalam satu satuan periode yang dibutuhkan. Hubungan antara produksi yang dihasilkan dengan pendapatan yang akan diterima petani sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Usaha peningkatan produksi padi sawah di Indonesia pada dasarnya ditempuh secara bersama-sama dengan dua cara, yaitu:

1) peningkatan hasil tiap satuan luas (intensifikasi) 2) perluasan areal tanaman (ekstensifikasi)

Peningkatan produktivitas tanah pada umumnya diutamakan dari perluasan areal pertanian, hal ini terjadi karena terbatasnya tanah yang tersedia dan sulitnya pemindahan penduduk dari tempat yang padat ke tempat yang renggang. Produktivitas tanah umumnya dilakukan melalui beberapa hal:

1) perbaikan di bidang teknologi pertanian untuk meningkatkan daya produksi tanaman.

2) mengusahakan cara bertanam baru yang memungkinkan sebidang tanah menghasilkan lebih dari satu macam tanaman pada waktu yang sama misalnya tanaman tumpang sari (syahwier, dkk, 1994).

Dalam pembangunan pertanian, peningkatan produksi seringkali diberi perhatian utama. Namun ada batas maksimal produktivitas ekosistem. Jika batas

(19)

ini dilampaui ekosistem akan mengalami degradasi dan kemungkinan akan runtuh sehingga hanya sedikit orang yang bisa hidup dengan sumber daya yang tersisa (Anonimus, 1986). Produktivitas merupakan hasil per satuan luas lahan, tenaga kerja, modal (misalnya ternak, uang), waktu atau input lainnya (misalnya uang tunai, energi air dan unsur hara). Variabel produktivitas yang diamati dalam penelitian ini adalah panjang malai, jumlah butir gabah per malai, berat butir gabah per rumpun, bobot 1000 butir gabah, persentase gabah isi (bernas basis berat dan bernas basis jumlah), jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif, dan produksi per satuan luas.

Referensi

Dokumen terkait

Media pembelajaran e  LKS ini mampu mencari solusi dari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel metode eliminasi dimana mampu memeriksa jawaban yang diinput siswa pada

IDENTIFIKASI PRIORITAS PENGEMBANGAN OBYEK WISATA DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR DENGAN METODE ANALITYCAL.. HIERARCHY

(peran domestik), sebagai perempuan yang bekerja (peran publik). Faktor – faktor yang menimbulkan konflik peran

4.2 Menyusun teks cerita oral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan maupun

Sedang k an algoritma learning vector Quantization (LVQ) merupa k an salah satu metode Jaringan Syaraf Tiruan yang dapat diguna k an untu k mengidentifi k asi suatu pola

Sejalan dengan pembahasan di atas, permasalahan umum yang diajukan dalam penelitian ini adalah : bagaimana pengaruh penggunaan metode demonstrasi terhadap

Dalam proses penapisan dari sinyal suara tangis bayi digunakan Transformasi Wavelet Kontinyu sedangkan untuk pengenalan sinyal suara tangis bayi digunakan Neural

Dalam tataran ini, mereka memiliki hegemoni atas negara Indonesia bahwa kelapa sawit menjadi bagian integral dari industri perkebunan maupun kehutanan di