• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kasus 1. Komet dalam orbit parabola

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Kasus 1. Komet dalam orbit parabola"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Daftar Isi

Bab 1 Masalah Dua Benda

1.1 Vektor I-1

1.2 Momentum linier, momentum sudut, momen dan gaya I-2

1.3 Potensial bola padat I-5

1.4 Persamaan gerak dua titik massa I-7

1.6 Orbit dalam bentuk polar I-12

1.7 Ilustrasi : I-23

1.7-1 Gerak roket dengan orbit yang berubah I-23 1.7-2 Aplikasi Hukum Harmonik untuk menentukan massa planet I-26 1.7-3 Gerak satelit melewati meridian pengamat I-27

1.7-4 Gerak Sputnik I-28

1.7-5 Satelit yang berubah lintasan I-29

1.7-6 Problem tentang elongasi maksimum dan minimum I-31 1.7-7 Problem tentang keubahan orbit akibat tekanan radiasi Matahari I-32 1.7-8 Problem tentang kecepatan dan periode orbit berbentuk elips I-33 1.7-9 Problem gerak dibawah pengaruh gaya sentral yang berbanding

terbalik dengan jarak pangkat-4

I-34

1.7-10 Problem gerak satelit yang diganggu oleh tekanan radiasi matahari dan gaya gravitasi asteroid

I-36

1.7-11 Problem tentang lepasnya galaksi I-38

1.7-12 Rumor tentang terlihatnya Mars sebesar Bulan I-39

1.8 Soal Latihan I-40

Bab 2 Orbit Dalam Ruang

2.1 Pernyataan persamaan lintasan II-2

2.2 Algoritma Newton-Raphson(f(E),f’(E),E0,, M dan E) II-4

2.3 Contoh Kasus II-5

2-4 Menentukan Elemen Orbit II-10

2.5 Algoritma ( 0 , ti , i , i , Ri , Li ) i= 1,2 II-14

2-6 Ilustrasi II-18

2-7 Orbit parabolic II-20

2.8 Hari Julian (Julian Day) II-22

2.9 Transformasi Kalender Gregorian ke Julian Day II-23 2.10 Transformasi Penanggalan Julian Day ke Gregorian Day II-25 2.11

Ilustrasi II-28

(2)

Studi Kasus 2. Menentukan massa bintang ganda visual II-29 Studi Kasus 3. Menentukan periode dari luas daerah yang disapu II-32 Studi Kasus 4. Menentukan definisi 1 satuan astronomi pada saat

asteroid mendekati Bumi II-32

Studi Kasus 5. Menentukan paralak trigonometri dari dua tempat di

Bumi II-34

2.12 Ragam Soal Latihan II-35

Bab 3 Masalah Tiga Benda (Three Body Problem)

3.1 Persamaan Gerak III-1

3.2 Energi dan Momentum Sudut III-3

3.3 Masalah Tiga Benda Terbatas III-5

3.4 Kriteria Tisserand III-8

3.5 Peran konstanta Tisserand Untuk Sistem Matahari –Planet-Komet III-10

3.6 Menentukan Titik Lagrange III-11

3.7 Tinjauan Persamaan Ekipotensial Untuk Berbagai Kasus III-15

3.8 Radius bola Hill III-22

3.9 Aplikasi Prinsip Tiga Benda Terbatas Pada Explorasi Angkasa Luar III-24 3.9-1 Misi International Sun and Earth Explorer (ISEE) III-24

3.9-2 Perangkat Ilmiah III-26

3.9-3 Advanced Composition Explorer (ACE) III-27 3.9-4 Wilkinson Microwave Anisotropy Probe (WMAP) III-28 3.9-5 Solar and Heliospheric Observatory(SOHO) III-29

A. Near Loss of SOHO III-32

B. Scientific Objectives III-33

C. Instrumentasi III-33

D. Kontributor Instrumentasi III-35

E. Referensi Tambahan III-35

Bab 4 Phenomena Gaya Pasang Surut

4.1 Gaya Pasang Surut IV-1

4.2 Hitung ketinggian permukaan laut akibat gaya pasang surut IV-5

4.3 Stabilitas Gaya Pasang Surut IV-9

4.4 Bentuk Umum Pernyataan Limit Roche IV-11

4.5 Satelit berwujud cairan (Fluida) IV-15

4.6 Dampak gaya pasang surut di berbagai planet IV-17

(3)

5.1 Presesi V-1

5.2 Efek Presesi V-2

5.3 Nutasi V-2

5.4 Nutasi pada Bumi V-3

5.5 Persamaan Gerak Euler untuk Benda Kaku V-3

5.6 Hukum II Newton, untuk gerak rotasi V-6

5.7 Variasi lintang V-9

5.8 Pitching, yawing dan rolling V-10

5.9 Sudut Eulers dan pers gerak V-12

Daftar Gambar

Gambar 1- 1 Titik massa m bergerak dalam pengaruh gaya sentral yang berpusat pada titik O

I-2

Gambar 1- 2 Perpindahan titik massa m dari posisi S0 ke posisi S I-3

Gambar 1- 3 Irisan seperdelapan bola padat. Potensial bola padat M terhadap titik massa m. Massa total M, se-olah olah terkonsentrasi pada pusat bola.

I-5

Gambar 1- 4 Dua titik massa m1 dan m2 pada posisi r1 dan r2 . Titik P menyatakan pusat massa sistim dan r jarak m1 dan m2

I-7

Gambar 1- 5 Kedudukan titik massa m1 dan m2 dalam sistim koordinat Kartesis. Dalam hal m1 >> m2 sebagai pusat koordinat dapat dipilih titik massa m1.

9

Gambar 1- 6 Gerak m2 melintasi m1 dalam berbagai bentuk lintasan (a) lingkaran, (b) parabola, (c) elips dan (d) hiperbola. Massa bergerak melintasi dalam pengaruh gaya sentral yang mengarah ke massa

I-14

Gambar 1- 7 Lintasan roket dari permukaan Bumi bergerak menuju Bulan dalam bentuk lintasan setengah elips. Gerak roket dianggap taat pada kaedah hukum Kepler. Bumi bergerak mengitari Matahari. Bulan bergerak mengelilingi Bumi, sekaligus berputar pada porosnya (rotasi).

(4)

Gambar 1- 8 Profil desain orbit yang dinyatakan oleh eksentrisitas versus kecepatan dalam kilometer/detik yang dibutuhkan roket untuk mencapai Bulan.

I-20

Gambar 1- 9 Ilustrasi perubahan momentum sebuah roket yang bergerak dengan gaya dorong.

I-22

Gambar 1- 10 Jumlah massa yang hilang sebagai fungsi ketinggian satelit dari permukaan Bumi untuk berbagai kecepatan dorong.

I-25

Gambar 1- 11 Periode dalam jam versus jarak satelit dalam satuan jejari Bumi.

I-29

Gambar 2- 1 Orbit anggota Tata Surya relatif terhadap bidang ekliptika dengan Matahari sebagai salah satu titik api lintasan berbentuk elips.

II-1

Gambar 2- 2 Ilustrasi orbit elips dan lintasan bantu Kepler (lingkaran putus-putus dengan jejari, a)

II-2

Gambar 2- 3 Flowchart solusi persamaan Kepler. Dalam hal proses tidak konvergen

II-5

Gambar 2- 4 Diagram lintasan Mars, gerak wahana yang dianggap sebagai titik massa m dan orbit Bumi. Wahana berpindah orbit dari orbit lingkaran ke orbit lingkaran yang lebih besar.

II-6

Gambar 2- 5 Konfigurasi planet Mars (merah) dan Bumi (biru). Jarak Mars dari Bumi dapat dihitung dengan rumus kosinus

II-7

Gambar 2- 6 Posisi m dalam sistem kartesis XYZ. m1 menyatakan matahari dan m, menunjukkan wahana.

II-8

Gambar 2- 7 Lintasan titik massa m dalam ruang. Sumbu x mengarah pada titik vernal ekuinok (posisi matahari terbit tanggal 21 Maret).

II-9

Gambar 2- 8 Konversi posisi ekuatorial heliosentrik ke tata koordinat ekuatorial geosentrik.

II-10

Gambar 2- 9 Konversi koordinat ekliptika heliosentrik ke sistem koordinat ekliptika geosentrik.

II-12

Gambar 2-10 Kedudukan planet P1 dan P2 pada bola langit. Segitiga bola dan bidang ekliptika. Panjang busur A dapat dihitung dengan menggunakan sifat segitiga bola.

II-13

Gambar 2- 11 Aplikasi rumus Napier dalam segitiga bola untuk menghitung elemen orbit dan analoginya pada hubungan i, , dan  suatu lintasan pada segitiga bola.

II-14

(5)

Gambar 2- 13 Flowchart konversi penanggalan Gregorian Day ke Julian Day.

II-24

Gambar 2- 14 Flowchart konversi penanggalan Julian Day ke Gregorian Day.

II-27

Gambar 2- 15 Lintasan parabola sebuah komet, P titik perihelion

sedangkan A titik sembarang pada orbit, p menyatakan lotus rectum, q jarak perihelion dan hubungannya adalah p=2q

II-28

Gambar 2- 16 Untuk mengukur jarak Eros ditentukan sudut SAE dan sudut SBE dengan satu bintang standar, S, dan bintang akan terlihat sejajar baik dari titik A maupun titik B

II-33

Gambar 2- 17 Geometri posisi Bumi dan Eros pada saat pengamatan dalam hal ini S menyatakan Matahari, B-Bumi dan E- Eros

II-34

Gambar 2- 18 Efek projeksi kedudukan asteroid pada bola langit relatif terhadap bintang latar belakang.

II-35

Gambar 3- 1 Sistem tiga benda dalam koordinat kartesis x,y,z.

Didefinisikan , sedangkan adalah vektor posisi massa ke-i

III-1

Gambar 3- 2 Sistim 3 benda dalam sistem kartesis yang berotasi dengan kecepatan sudut sebesar,  = t. Titik P1 lokasi M dan P2 lokasi m sedangkan massa ketiga, m' yang dapat diabaikan terhadap kedua massa yang lain berada di titik P. Jarak P1 ke P2 diambil sebagai satu satuan, terletak pada sumbu x. Sumbu z tegak lurus bidang layar.

III-5

Gambar 3- 3 Momentum sudut terdiri dari komponen dalam sumbu , sumbu  dan sumbu 

III-8

Gambar 3- 4 Momentum sudut L, benda infinitesimal dalam sistem koordinat yang berotasi, sebagai fungsi ascending node  dan inklinasi, i mempunyai arah dalam sumbu  bidang orbit adalah bidang -  dalam tata koordinat (,, ).

III-10

Gambar 3- 5 Gerak tiga benda dalam dua dimensi. Massa m' dapat diabaikan terhadap massa m dan M

III-12

Gambar 3- 6 Pada titik Lagrange berlokasi massa yang dapat diabaikan terhadap massa Bumi dan massa Bulan. Jarak Bumi-Bulan a sedangkan x jarak titik Lagrange ke Bumi, r1 jarak pusat massa ke Bumi.

III-16

Gambar 3- 7 Titik Lagrange L1 terletak diantara M dan m akan memenuhi syarat x2 > L1 > x1

(6)

Gambar 3- 8 Titik Lagrange L2 memenuhi syarat L2 > x2 Jika m jauh lebih kecil dari M maka menurut (3.66) dan (3.67) posisi L1 dan L2 berjarak sama dari massa m.

III-18

Gambar 3- 9 Titik Lagrange L3 memenuhi syarat L3 < x1 III-19 Gambar 3- 10 Tanda panah menunjukkan bertambahnya potensial

disekelilingi titik-titik Lagrange. Pada posisi titik Lagrange massa m' relatif diam, baru bisa bergerak meninggalkannya bila diberikan gaya ganggu sehingga kesetimbangan

gravitasional berubah (http://wikipedia.org)

III-20

Gambar 3- 11 Konfigurasi titik-titik Lagrange dalam bidang orbit M dan m III-21 Gambar 3- 12 Permukaan berkecepatan nol untuk asteroid 4179 Toutatisn

Konstanta Tisserand T=3

III-24

Gambar 3- 13 ISEE (International Sun Earth Explorer) III-25 Gambar 3- 14 ACE (Advanced Composition Explorer) III-27 Gambar 3- 15 Profil lintasan WMAP disekitar titik Lagrange L2 sistem

Bumi Matahari.Objek yang ditempatkan pada posisi ini akan dapat dijaga orientasinya terhadap Bumi dan Matahari. Satelit lain yang ditempatkan pada titik L2 adalah Planck, Herschel Space Observatory, Gaia probe, dan James Webb Space Telescope.

III-29

Gambar 3- 16 Gerak tiga dimensi SOHO, untuk keperluan monitoring, sumbu X harus selalu mengarah. Ke Matahari

(http://sohowww.nascom.nasa.gov/operations/SOHOconv.gi f)

III-32

Gambar 4- 1 Gaya gravitasi oleh Bulan pada titik A,A’,B dan C mengarah ke pusat Bulan. selisih gaya terhadap titik C adalah sama pada A dan A’. Asumsi Bumi berbentuk bola sempurna mengakibatkan pada titik B, gaya yang sejajar terhadap garis hubung Bumi-Bulan CD akan saling meniadakan

IV-1

Gambar 4- 2 Akibat gravitasi bumi menyebabkan Bulan menjadi tidak bulat sempurna, ada benjolan yang mengarah ke Bumi. Gaya gravitasi bulan menarik benjolan bumi ke arah yang

berlawanan dengan rotasi, akibatnya rotasi bumi diperlambat.

IV-4

Gambar 4- 3 Pasang surut di Bumi dua kali pasang dan dua kali surut setiap harinya

IV-5

Gambar 4- 4 Gerak titik massa m1 dan m2 dibawah kontrol gravitasi titik massa M.

(7)

Gambar 4- 5 Panorama cincin Saturnus di potret pada tanggal 17 Agustus 1987 warna coklat diperkuat. Foto diambil oleh Cassini dari jarak 8,9 juta kilometer oleh wahana Cassini.

IV-18

Gambar 4- 6 Fenomena Gaya pasang surut pada benda langit atas, ilustrasi artis. Bawah ilustrasi gaya pasang surut yang memecah komet P/Shoemaker-Levy 9 pada tahun 1992.Tengah dan kanan ilustrasi artis, pecahnya komet periodik P/Shoemaker-Levy 9 ketika mendekati Jupiter pada tahun 1992. Seluruh pecahan menumbuk Jupiter pada musim panas 1994.

IV-19

Gambar 5- 1 Gerak presesi, meyebabkan arah kutub utara terhadap langit berubah seiring waktu

V-1

Gambar 5- 2 Perbedaan antara presesi (P) dan nutasi (N) V-3 Gambar 5- 3 Sudut Euler- Sumbu xyz adalah tetap ditandai dengan warna

biru, sumbu XYZ system yang berotasi, ditunjukkan oleh warna merah. Garis nodal diberi label N ditunjukkan dengan warna hijau.

V-4

Gambar 5- 4 Titik massa dengan i=1,2, .. n dalam koordinat kartesis x,y dan z

V-5

Gambar 5- 5 Titik massa mj dengan koordinat (x,y,z). Koordinat (x,y,υz) adalah projeksi mj ke garis l, dengan bilangan arah (,,υ).

V-6

Gambar 5- 6 Tiga titik massa yang bergerak pada bidang xy. Bidang xy berotasi terhadap

V-9

Gambar 5- 7 Kecepatan sudut diuraikan dalam komponen sumbu (1), sumbu (2) dan sumbu (3)

V-12

Gambar 5- 8 Definisi sudut Euler untuk sistim 3 benda V-13 Gambar 5- 9 Rotasi gerak dalam sudut . Nutasi gerak dalam arah sudut 

dan presesi gerak dalam arah sudut . Gerak ini identik dengan gerak gasing .

V-14

Daftar Tabel

Tabel 1- 1 Kecepatan roket untk menuju Bulan dalam berbagai nilai eksentrisitas

I-20

Tabel 1- 2 Rasio mf /m0 untuk berbagai kecepatan dorong Vg dalam km/det.

(8)

Tabel 2- 1 Jarak wahana dan anomali benar untuk berbagai saat pengamatan

II-7

Tabel 2- 2 Posisi koordinat polar objek pada tahun 1960 II-18 Tabel 2- 3 Posisi kartesis objek pada tahun 1960 II-18

Tabel 2- 4 Eleman orbit objek II-20

Tabel 2- 5 Informasi tentang bintang ganda visual ADS 1733 II-31 Tabel 2- 6 Iterasi untuk mencari paralak, magnitude absolut bolometric

dan massa bintang berdua ADS 1733. Proses dihentikan ketika presesi relative dicapai pada decimal kedua.

II-31

Tabel 2- 7 Informasi tentang bintang ganda visual  Centauri,  Cas dan  Hyd

II-37

Tabel 3- 1 Permukaan Mesh dan kontur dari berbagai nilai µ dan C untuk Zero Surface Velocity

III-12

Tabel 3- 2 Titik Lagrange dalam sistem Bumi-Bulan ( = 0,01215 ). Jarak Bumi-Bulan dinyatakan dalam satu satuan [LD]

III-21

Tabel 3- 3 Titik Lagrange dalam sistem Matahari-Bumi (=3,004× 10-6 ) dan Matahari-Jupiter (=999×10-6 =0,001)

III-22

Tabel 3- 4 Data dan informasi tentang 4179 Toutatis (diunduh dari http://neo.jpl.nasa.gov, tanggal 14 Jan 2005

III-23

Tabel 3- 5 Informasi tambahan lainnya adalah III-23 Tabel 3- 6 Data dan Informasi Solar and Heliospheric Observatory

(SOHO)

III-30

Tabel 3- 7 Instrumentasi yang dibawa serta fungsinya III-30

Tabel 4- 1 Konstanta f untuk berbagai model IV-12 Tabel 4- 2 Rapat massa dan jari-jari primary untuk limit Roche IV-15 Tabel 4- 3 Jarak limit Roche untuk satelit benda kaku dan satelit fluida IV-15 Tabel 4- 4 Radius orbit (r) versus limit Roche (d) untuk benda kaku dan

cair (fluida)

IV-16

Tabel 4- 5 Cincin Saturnus dan radiusnya IV-17

Gambar

Ilustrasi  II-28

Referensi

Dokumen terkait

Namun terdapat satu hal yang harus diperhatikan yaitu pada saat kita mengimplementasikan interface turunan, kita juga harus mengimplementasikan semua method yang

Dengan mengacu pada diagaram terlihat bahwa ruang lingkup kegiatan program perubahan pada dasarnya untuk mewujudkan visi-misi yang dikembangkan melalui tiga tahapan kegiatan

Lengan goniometer : terletak sejajar dengan garis tengah dari truncus Lengan yang bergerak : sejajar dengan aksis longitudinal dari humerus. Abduksi

tinggi ) tidak menarik petani; b) Pemerintah daerah belum mampu menyediakan dana jika harus memberikan insentif kepada petani LP2B. Alih Fungsi Lahan Pertanian

Ikhtiar lain yang bisa digunakan untuk mencegah meningkatnya angka perceraian adalah dengan menggandeng akademisi. Dengan kepakarannya, kampus diharapkan mampu memainkan

pada Bangsal Baitul Ma’ruf tahun 2009-2014 di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang mengalami perubahan yang tidak stabil. Hampir seluruhnya ditahun 2009-2014 nilai

Ayon sa pag-aaral na ito, ang negatibong implikasyon ng pakikinig ng musika sa mga mag- aaral na nasa ika-apat na taon ng mataas na paaralan ng Baliuag University ay nawawalan