• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Sisa Biomassa Tanaman Ganyong Sebagai Media Tambahan Pertumbuhan Jamur Tiram

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemanfaatan Sisa Biomassa Tanaman Ganyong Sebagai Media Tambahan Pertumbuhan Jamur Tiram"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi Mei 2015 Vol. 1 No. 2, p 87-92

ISSN: 2442-2622

Pemanfaatan Sisa Biomassa Tanaman Ganyong Sebagai Media Tambahan

Pertumbuhan Jamur Tiram

Arief Pambudi

1,2

, Nurlaila Indah Sari

1

, Riris L Puspitasari

1

1

Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar Indonesia

Jl. Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110

2

Penulis korespondensi. Email: pambudi@uai.ac.id

Ganyong (Canna edulis) merupakan salah satu tanaman berumbi penghasil pati. Setelah umbi dipanen, umumnya sisa biomassa ganyong tidak dimanfaatkan dan dibuang begitu saja sebagai sampah. Pemanfaatan sisa biomassa ganyong dapat menjadi praktik pertanian zero waste. Sisa biomassa tanaman ganyong masih mengandung lignin dan selulosa yang memungkinkan digunakan sebagai media tumbuh jamur kayu, salah satunya jamur tiram. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan pertumbuhan jamur tiram pada baglog media dengan beberapa konsentrasi biomassa ganyong sebagai substitusi penggunaan serbuk gergaji. Lima macam perlakuan berturut-turut 100% serbuk gergaji (A), 75% serbuk gergaji + 25% biomassa ganyong (B), 50% serbuk gergaji + 50% biomassa ganyong (C), 25% serbuk gergaji + 75% biomassa ganyong (D), dan 100% biomassa ganyong (E). Penelitian didesain menggunakan rancangan acak lengkap dan analisis data dilakukan dengan uji ANOVA diteruskan dengan uji lanjut DMRT. Dari kelima perlakuan, perlakuan C (proporsi seimbang antara serbuk gergaji dan biomassa ganyong) memberikan hasil pertumbuhan terbaik dalam hal umur panen, jumlah tubuh buah, bobot basah dan kering, serta efisiensi biologis. Sisa biomassa ganyong dapat dimanfaatkan sebagai alternatif media tambahan dalam produksi jamur tiram disamping penggunaan serbuk gergaji.

Kata Kunci: biomassa ganyong, media alternatif jamur tiram, pertanian zero waste PENDAHULUAN

Ganyong merupakan tanaman berumbi sumber karbohidrat. Setelah umbi dipanen, biasanya sisa batang dan daun ganyong dibuang dan menjadi sampah. Menurut Noriko & Pambudi (2013), kandungan serat daun ganyong putih masih cukup tinggi, yaitu sekitar 27,4% dan 25,6% untuk daun ganyong merah. Serat terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Noferdiman 2008).

Pemanfaatan sisa biomassa ganyong yang masih mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin dapat berpeluang untuk menjadikan sistem pertanian ganyong yang tanpa limbah (zero waste). Salah satu peluang pemanfaatan sisa biomassa ganyong adalah sebagai media budidaya jamur tiram. Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur pelapuk kayu yang dapat memanfaatkan selulosa, hemiselulosa, dan lignin untuk membentuk tubuh buah. Umumnya media utama yang digunakan dalam budidaya jamur tiram putih adalah serbuk kayu (Ginting et al. 2013).

Selain serbuk kayu, nutrisi dari berbagai limbah pertanian seperti, jerami padi, biji-bijian, daun pisang kering, alang-alang, dan kertas juga dapat digunakan sebagai media utama pertumbuhan jamur tiram (Kumari & Achal 2008). Penelitian ini dilakukan untuk menguji coba sisa biomassa batang dan daun ganyong putih dengan berbagai konsentrasi sebagai media alternatif pertumbuhan jamur tiram putih. Hasil penelitian ini dapat memberikan alternatif media dalam budidaya jamur tiram, sekaligus mengatasi limbah sisa panen ganyong.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 hingga Agustus 2014 di Laboratorium Mikrobiologi dan kumbung jamur Program Studi Biologi, Universitas Al Azhar Indonesia.

(2)

Langkah Kerja

1. Analisis Kadar Hemiselulosa, Selulosa, dan Lignin (Cheeson)

Analisis Kadar Hemiselulosa.

Sebanyak 2 g sampel biomassa ganyong kering ditambahkan dengan 150 ml aquades dan dipanaskan pada suhu 100˚C selama 2 jam. Sampel tersebut difiltrasi dengan kertas saring dan dibilas dengan aquades. Residu padatnya dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105˚C hingga beratnya konstan, kemudian ditimbang (a). Residu padatnya kemudian ditambahkan dengan 50 ml H2SO4

1 N, lalu didekstruksi pada suhu 100˚C selama 1 jam. Hasilnya difiltrasi dengan kertas saring dan dibilas dengan aquades. Residu padat dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105˚C hingga beratnya konstan, kemudian ditimbang (b).

% ℎ𝑒𝑚𝑖𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 =𝑏

𝑎𝑥 100% Analisis Kadar Selulosa. Sampel (b) ditambahkan dengan 10 ml larutan H2SO4

72% dan direndam selama 4 jam. Sampel selanjutnya ditambahkan dengan 50 ml H2SO4

1 N dan didekstruksi pada suhu 100˚C selama 2 jam. Hasilnya difiltrasi dengan kertas saring dan dibilas dengan aquades. Residu padat dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105˚C hingga beratnya konstan, kemudian ditimbang (c).

% 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 =(𝑐 − 𝑏)

𝑎 𝑥 100%

Analisis Kadar Lignin. Sampel (c) dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600˚C selama 4-6 jam. Hasilnya kemudian ditimbang (d). Kadar lignin dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

% 𝑙𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 = 𝑐 − 𝑑

𝑎 × 100% 2. Pembuatan Baglog Jamur

Media utama yang digunakan adalah serbuk kayu dan biomassa ganyong. Serbuk kayu yang telah dipilih diayak terlebih dahulu, sedangkan biomassa ganyong yang berupa batang dan daun ganyong dipotong-potong kecil dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 45ºC selama 72 jam. Campuran media tanam dimasukkan ke dalam

plastik polypropilen 17 x 35 cm, dipadatkan dan ditutup dengan cincin paralon. Cincin paralon pada mulut plastik ditutup dengan kapas dan plastik, lalu diikat dengan menggunakan karet. Perbandingan komposisi media tanam terdiri dari 85% media utama (serbuk gergaji atau ganyong), 10% bekatul, 3% tepung jagung, dan 2% kapur. Komposisi media tanam yang dibutuhkan pada masing-masing perlakuan ditampilkan pada Tabel 1. Baglog yang disiapkan tersebut kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf.

Tabel 1. Komposisi Media Tanam pada masing-masing Perlakuan

Perlakuan Komposisi Media Utama A 100% serbuk kayu (kontrol) B 75% serbuk kayu dan 25%

biomassa ganyong

C 50% serbuk kayu dan 50% biomassa ganyong

D 25% serbuk kayu dan 75% biomassa ganyong

E 100% biomassa ganyong 3. Inokulasi dan Inkubasi Jamur

Proses inokulasi dilakukan dengan cara memasukkan bibit F1 pada bagian atas dan diusahakan merata pada bagian atas permukaan baglog. Proses inokulasi dilakukan secara aseptik di dalam enkas. Kemudian baglog ditempatkan pada rak-rak kumbung untuk inkubasi. Peletakkan baglog dilakukan secara acak untuk setiap perlakuan. Selama inkubasi, dilakukan pengkondisian ruangan kumbung agar lembab dan gelap untuk mendukung pertumbuhan miselium jamur. Proses inkubasi dilakukan hingga miselium jamur tiram putih tumbuh merata (P3KLPPM 2012). Setelah miselium memenuhi baglog, karet dan cincin paralon dibuka dan diberi kejutan cahaya untuk merangsang pembentukan tubuh buah jamur.

4. Pemanenan

Panen dilakukan ketika 3-4 hari setelah primordia jamur tumbuh dan berkembang menjadi tubuh buah. Panen dilakukan dengan cara mencabut tubuh buah jamur sampai akarnya. Akar jangan sampai tertinggal di media tumbuh karena akan mempengaruhi pertumbuhan tubuh buah berikutnya.

(3)

5. Pengamatan dan Analisis Data

Pengamatan dilakukan melalui parameter masa panen pertama, morfologi tubuh buah jamur (jumlah tubuh buah, diameter tudung, dan panjang tangkai), bobot basah dan bobot kering jamur, serta efisiensi biologi.. Nilai efisiensi biologis (EB) dapat dihitung dengan rumus:

𝐸𝐵 = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ 𝑏𝑢𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑚𝑢𝑟

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑥 100 %

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kandungan Hemiselulosa, Selulosa, dan Lignin

Hasil analisis hemiselulosa, selulosa, dan lignin dengan metode Chesson ditampilkan pada Tabel 2. Kandungan hemiselulosa dan selulosa pada biomassa ganyong lebih tinggi dibandingkan dengan serbuk kayu. Serbuk kayu memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan biomassa ganyong. Berdasarkan hasil Tabel 2, komposisi masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 2. Hasil Uji Kandungan Hemiselulosa, Selulosa, dan Lignin

Sampel Hemiselulosa (%) Selulosa (%) Lignin (%) Serbuk Kayu 45.81 28.06 26.57 Biomassa Ganyong 65.72 31.66 9.06 Tabel 3. Kandungan Hemiselulosa, Selulosa, dan Lignin pada masing-masing perlakuan

Perlakuan Hemiselulosa (%) Selulosa (%) Lignin (%) A (kontrol) 45.81 28.06 26.57 B 50.79 28.96 22.19 C 55.77 29.86 17.82 D 60.74 30.76 13.44 E 65.72 31.66 9.06

Jumlah Tubuh Buah Jamur Tiram

Jumlah tubuh buah jamur dalam satu rumpun merupakan salah satu parameter yang dilakukan. Rata-rata jumlah tubuh buah terbesar diperoleh pada pelakuan C, lebih tinggi 26.90% dibanding kontrol (pelakuan A), dan terendah pada perlakuan E (Gambar 1).

Gambar 1. Rata-rata jumlah tubuh buah jamur tiram pada masing-masing perlakuan. Huruf abjad yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (α=0.05).

Perlakuan C memiliki jumlah tubuh buah yang lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini karena perlakuan tersebut mengandung kandungan hemiselulosa, selulosa, dan lignin yang cocok untuk pertumbuhan jamur tiram (Tabel 3). Sebagai jamur kayu, lignin tetap dibutuhkan dalam pertumbuhan jamur tiram, meskipun lebih sulit untuk dipecah. Ketersediaan selulosa dan hemiselulosa yang lebih banyak dibandingkan hanya serbuk kayu (perlakuan A) memicu peningkatan pertumbuhan jamur tiram lebih baik. Pemecahan selulosa dan hemiselulosa lebih mudah dilakukan dibandingkan lignin. Jumlah tubuh buah juga dipengaruhi kecepatan pertumbuhan miselium yang lebih cepat (Suharnowo et al. 2012).

Perlakuan A memiliki kandungan lignin paling tinggi (Tabel 3) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Lignin merupakan komponen yang paling lambat didegradasi dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa. Lignin sulit didegradasi karena memiliki struktur yang kompleks dan heterogen sehingga melibatkan banyak enzim untuk memecahnya (Orth et al. 1993). Kandungan lignin yang lebih tinggi pada perlakuan A menjadikan tubuh buah yang dihasilkan tidak sebaik perlakuan C. Hal yang sama juga diperlihatkan pada perlakuan B.

Perlakuan D dan E memiliki kandungan lignin yang rendah dan sebaliknya selulosa dan hemiselulosa yang jauh lebih tinggi. Meskipun selulosa dan hemiselulosanya tinggi dan mudah dipecah, struktur biomassa ganyong menyebabkan kandungan air media menjadi tinggi. Media menjadi lebih lunak, dan timbul uap air pada dinding atas baglog, hingga akhirnya media ditumbuhi mikroba lain dan mengalami pembusukan. Kandungan air yang terlalu tinggi pada media akan mengalami pembusukan (Aini & Kuwytasari 2013). Pembusukan dapat juga terjadi

11.33 b 9.67 b 15.50 b 2.00 a 0,00 a 0 5 10 15 20 A B C D E Jum lah ( bu ah) Perlakuan

(4)

karena adanya produksi toksin tertentu yang dihasilkan mikroba lain yang dapat menyebabkan miselium jamur mati. Hal ini mengakibatkan primordia jamur tidak akan terbentuk.

Bobot Basah Jamur Tiram

Bobot basah jamur menunjukkan tingkat produktivitas jamur yang paling mudah diukur. Semakin tinggi nilai bobot basah jamur dapat menjadi indikasi tingginya produktivitas. Hasil rata-rata bobot basah jamur menunjukkan bahwa rata-rata bobot basah terbaik, yaitu perlakuan C (76.32 gram) dengan peningkatan bobot sebesar 34.67% dibandingkan perlakuan A (kontrol), sedangkan rata-rata bobot basah terburuk, yaitu perlakuan E (tidak membentuk tubuh buah) (Gambar 2).

Bobot basah jamur juga menunjukkan besarnya kandungan air yang terdapat dalam jamur tiram putih tersebut. Serbuk kayu dan biomassa ganyong mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Selulosa dapat dirombak oleh jamur tiram putih menjadi glukosa. Glukosa dapat digunakan sebagai sumber energi yang akan digunakan dalam proses pertumbuhan (Badu et al. 2011). Pertumbuhan tersebut meliputi pertumbuhan miselium, pertambahan jumlah sel, dan ukuran sehingga mampu menghasilkan tubuh buah jamur. Tubuh buah jamur yang terbentuk memiliki berat yang bervariasi tergantung kandungan masing-masing substrat yang tersedia dan kondisi lingkungan.

Gambar 2. Rata-rata bobot basah jamur pada masing-masing perlakuan. Huruf abjad yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (α=0.05)

Bobot Kering Jamur Tiram

Berat kering adalah hasil dari proses pertumbuhan dan perkembangan jamur setelah dihilangkan kandungan airnya sehingga dapat mengetahui bobot sebenarnya (Irianto et al. 2008). Hasil rata-rata bobot kering terbaik adalah perlakuan C (6.54 gram) dengan peningkatan bobot kering sebesar 27.52% dibandingkan perlakuan A (kontrol). Rata-rata bobot kering terburuk adalah perlakuan E (tidak membentuk tubuh buah) (Gambar 3).

Gambar 3. Rata-rata bobot kering jamur pada masing-masing perlakuan. Huruf abjad yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (α=0.05)

Perlakuan C memiliki bobot kering jamur yang paling besar dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan bobot basah yang diperoleh juga paling besar. Perlakuan C menunjukkan jamur dapat menggunakan nutrisinya lebih optimal membentuk biomassa dibandingkan perlakuan lainnya karena kandungan air pada tubuh buah jamurnya rendah.

Masa Panen Pertama

Perhitungan masa panen pertama bertujuan untuk mengetahui lamanya waktu yang dibutuhkan jamur dari inokulasi baglog hingga panen pertama. Pemanenan yang dilakukan hanya satu kali masa panen. Perlakuan A, B, dan C memiliki masa panen pertama yang tidak berbeda nyata. Masa panen pertama yang terbaik adalah perlakuan C (68.50 hari) dengan peningkatan sebesar 11.43% dibandingkan perlakuan A (kontrol), sedangkan yang terburuk adalah perlakuan E (tidak membentuk tubuh buah) (Gambar 4).

Perlakuan C memiliki masa panen pertama yang lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan karena kecepatan pertumbuhan miseliumnya juga paling cepat. Masa panen pertama dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan miselium jamur. Miselium jamur pada perlakuan C tumbuh memenuhi baglog secara menyeluruh dan berwarna putih lebih tebal miseliumnya 49.86 bc 44.22 b 76.32 c 5.58 a 0.00 a 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 A B C D E B ob ot B as ah (gr am ) Perlakuan 4.74 cd 3.98 bc 6.54 d 1.77 a 0,00 a 0 1 2 3 4 5 6 7 A B C D E B ob ot K er in g (gr am ) Perlakuan

(5)

dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa kemampuan jamur dalam memperoleh nutrisi pada substrat lebih optimal.

Gambar 4. Rata-rata masa panen pertama pada masing-masing perlakuan. Huruf abjad yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (α=0.05)

Efisiensi Biologi Jamur Tiram

Efisiensi biologi merupakan parameter keberhasilan budidaya jamur. Rata-rata nilai efisiensi biologi diperoleh hasil bahwa nilai efisiensi biologi terbaik, yaitu perlakuan C (48.55%) dengan peningkatan sebesar 42.78% dibandingkan perlakuan A (kontrol). Rata-rata nilai efisiensi biologi terburuk, yaitu perlakuan E (tidak membentuk tubuh buah) (Gambar 5).

Gambar 5 Rata-rata efisiensi biologi jamur tiram pada masing-masing perlakuan. Huruf abjad yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (α=0.05)

Perlakuan C menunjukkan bahwa jamur mampu memanfaatkan nutrisinya lebih baik dibandingkan dengan perlakuan A, B, D, dan E. Besarnya nilai efisiensi biologi ini juga berhubungan dengan berat basah jamur yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan. Nilai efisiensi biologi yang tinggi

menunjukkan kemampuan jamur yang baik dalam menggunakan substratnya. Semakin tinggi nilai efisiensi biologi yang diperoleh maka semakin tinggi produksinya dan semakin efisien juga penggunaan substrat oleh jamur tiram putih tersebut (Subowo & Latupapua 1998).

Besarnya nilai efisiensi biologi yang diperoleh pada masing-masing perlakuan menunjukkan hasil yang belum optimal. Hal ini terjadi karena baglog jamur hanya dilakukan satu kali pemanenan. Baglog jamur tiram putih biasanya dapat dipanen hingga 4 – 8 kali pemenenan (Alwiah 2006). Nilai efisiensi biologi dapat mencapai 100%, artinya 1 kg substrat dapat menghasilkan 1 kg jamur segar (Chang & Miles 2004)

KESIMPULAN

Sisa biomassa ganyong (batang dan daun) dapat dimanfaatkan sebagai media alternatif pertumbuhan jamur tiram. Pertumbuhan jamur (jumlah tubuh buah, bobot basah dan kering, masa panen pertama, dan efisiensi biologis) terbaik diperoleh dengan penggunaan media biomassa ganyong dan serbuk gergaji dengan perbandingan 1:1.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Universitas Al Azhar Indonesia.atas bantuan dana dari Grant Seminar Domestik 2014-2015 sehingga pelaksanaan keikutsertaan makalah ini dalam Seminar Wallacea 2014 dapat berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aini FN, Kuwytasari ND. 2013. Pengaruh penambahan eceng gondok (Eichhornia

crassipes) terhadap pertumbuhan jamur

tiram putih (Pleurotus ostreatus). J Sains &

Seni Pomits 2 (1): 116-120

Alwiah. 2008. Pertumbuhan dan perkembangan

Pleurotus spp. pada media serbuk gergajian

kayu sengon (Paraserianthes falcataria) [skripsi]. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Badu M, Sylvester K, Nathaniel OB. 2011. Effect of lignocellulosic in wood used as substrate on the quality and yield of mushrooms.

Food & Nut Sci 2: 780-784

Chang ST, Miles PG. 2004. Mushrooms:

Cultivation, Nutritional Value, Medicinal Effect, and Environmental Impact (Second Edition). CRC Press. Boca Raton, Florida

76.33 b 77.00 b 68.50 b 87.50 c 0.00 a 0 20 40 60 80 100 A B C D E M as a P an en p er tam a (h ar i) Perlakuan 27.78 b 28.82 b 48.55 c 5.80 a 0.00 a 0 10 20 30 40 50 60 A B C D E E fis iens i B iol ogi (% ) Perlakuan

(6)

Ginting AR, Herlina N, Tyasmoro SY. 2013. Studi pertumbuhan dan produksi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) pada media tumbuh gergaji kayu sengon dan bagas tebu. J Prod

Tan 1(2): 17-24

Irianto Y, Susilowati A, Wiryanto. 2008. Pertumbuhan, kandungan protein, dan sianida jamur kuping (Auricularia

polytricha) pada medium tumbuh serbuk

gergaji dan ampas tapioka dengan penambahan pupuk urea. Bioteknologi 5(2): 43-50

Kumari D, Achal V. Effect of different substrates on the production and non-enzymatic antioxidant activity of Pleurotus ostreatus

(oyster mushroom). Life Sci J 5(3): 73-76

Noferdiman, Rizal Y, Mirzah, Heryandi Y, Marlida Y. 2008. Penggunaan urea sebagai sumber nitrogen pada proses biodegradasi substrat lumpur sawit oleh jamur

Phanerochaete chrysosporium. J Ilmh Ilm Pert XI (4): 75-82

Noriko N, Pambudi A. 2013. Diversifikasi Pangan sumber Karbohidrat (Canna edulis Kerr. (Ganyong). Jakarta: Laporan Keuangan Pengabdian Masyarakat Berbasis Riset LP2M Universitas Al Azhar Indonesia. Orth AB, DJ Royse, M Tien. 1993. Ubiquity of

lignin degrading peroxidases among various wood-degrading fungi. Appl Environ Microbiol 59: 4017-4023

P3KLPPM. 2012. Pelatihan Kewirausahaan Budidaya Jamur. Bogor: Institut Pertanian

Bogor

Subowo YB, Latupapua HJD.1998. Pengaruh bobot dan komposisi media, rangsangan suhu dan kimiawi terhadap pembentukan tubuh buah jamur Shitake (Lentinus adodes).

J Ilm Biol 4(4)

Suharnowo LS, Budipramana, Isnawati. 2012. Pertumbuhan miselium dan produksi tubuh buah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dengan memanfaatkan kulit ari biji kedelai sebagai campuran pada media tanam.

Gambar

Tabel  2.  Hasil  Uji  Kandungan  Hemiselulosa,  Selulosa, dan Lignin
Gambar  2.  Rata-rata  bobot  basah  jamur  pada  masing-masing  perlakuan.  Huruf  abjad  yang  sama  menunjukkan  hasil  yang  tidak  berbeda  nyata  berdasarkan uji lanjut Duncan Multiple Range Test  (α=0.05)
Gambar  4.  Rata-rata  masa  panen  pertama  pada  masing-masing  perlakuan.  Huruf  abjad  yang  sama  menunjukkan  hasil  yang  tidak  berbeda  nyata  berdasarkan uji lanjut Duncan Multiple Range Test  (α=0.05)

Referensi

Dokumen terkait

Yang dapat dipastikan hanya bagian yang lesap tersebut cenderung lebih banyak dari- pada bagian yang tampak karena setiap snapshot hanya menampilkan konstituen berupa kata

baru dalam Islam. Praktek poligami ini sendiri telah ada pada masa sebelum Nabi Muhammad SAW diutus menjadi Rasul. Bahkan pada masanya Rasulullah juga menikahi

Sifat-sifat kualitatif domba umur satu sampai tiga tahun; bentuk telinga dominan berdaun hiris, dengan ekor berbentuk DEG, bentuk tanduk leang- leang dengan pola

Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat). Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan

Sesuai dengan namanya radio anak jogja memfokuskan target pendengar pada. kalangan anak usia rentang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan hukum pidana materil oleh hakim dalam putusan Nomor 24/PID.SUS/2012.Mks sudah cukup tepat, karena tindak pidana yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa volume usaha berpengaruh signifikan sedangkan, modal sendiri dan modal luar tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah Sisa Hasil

Ada dua kemungkinan yang ditempuh oleh remaja ketika berhadapan dengan nilai-nilai sosial tertentu, yaitu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut atau