PENGARUH PENYEMPROTAN TRIACONTANOL DAN WAKTU
PENYIANGAN TERHADAP PERIODE KRITIS TANAMAN BAWANG
MERAH (Allium ascalonicum) AKIBAT PERSAINGAN GULMA
[EFFECTS OF TRIACONTANOL SPRAYING AND TIME OF WEEDING ON
CRITICAL PERIOD OF RED ONION (Allium ascalonicum) DUE TO WEED
COMPETITION]
Oleh Elfien Herianto
Program Studi Biolog,i FKIP, Universitas Muhammadiyah Jember E-mail: elfien_herianto@yahoo.co.id
ABSTRAK
Tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan bagian tanaman hortikultura yang telah dibudidayakan secara komersial, karena mempunyai nilai ekonomi tinggi, merupakan komoditi sayuran yang mempunyai prospek cukup cerah, karena selain dipakai sebagai pelengkap bumbu dapur juga sebagai komoditi ekspor. Tanaman bawang merah kaya akan kandungan kalori dan nutrisi esensial. Pertumbuhan dan perkembangannya, terutama hasilnya secara kuantitatif maupun kualitatif, sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan yang dibutuhkan selama pertumbuhannya, salah satu faktor lingkungan tersebut adalah gulma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui saat periode kritis mulai tampak pada tanaman bawang merah dari perlakuan yang diteliti dan untuk mengetahui perbedaan lama periode kritis tanpa dan dengan Triacontanol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penyemprotan Triacontanol tidak mempengaruhi vegetasi (nilai C = 78,51%). Periode krtitis tanaman bawang merah baik dengan dan tanpa Triacontanol, terjadi pada umur 2- 4 minggu setelah tanam. Berat segar umbi bawang merah tertinggi dicapai pada perlakuan bebas gulma 0 – 12 mst yang disemprot Triacontanol sebesar 18,08 ton/ha dan terendah pada perlakuan bergulma, 0-12 mst yang disemprot Triacontanol sebasar 2,04 ton/ha. Jenis gulma yang tumbuh berdasarkan urutan nilai SDR-nya berturut-turut golongan teki, golongan daun lebar, dan golongan rumput.
Kata kunci : Triacontanol, periode kritis, bawang merah (Allium ascalonicum)
ABSTRACT
Plant onion (Allium ascalonicum L.) is part of horticultural crops which have been cultivated commercially, because it has high economic value, is a commodity vegetables that have bright prospects, because in addition to herbs used as a complement as well as an export commodity. Onion crop is rich in content of calories and essential nutrients. Growth and development, especially the results, both quantitatively and qualitatively, is strongly influenced by genetic and environmental factors required for growth, one of these environmental factors are the weeds. The experiment is conducted to study critical periods on red onion due to weed competition in relation to Triacontanol application. The results showed that Triacontanol treatments didn’t influence vegetation (c value is 78.51 %). Critical periods of onion sprayed with Triacontanol and unsprayed were in the range of 2 – 4 weeks. Highest of fresh weight of bulb onion was obtained at free weed, 0 – 12 weeks sprayed by Triacontanol is 18.08 ton/ha and the lowest at period without weeding treatments, 0 – 12 weeks sprayed by Triacontanol is 2.04 ton/ha. The growing weed, based on SDR value could be ranked as sedges weed groups, broad leaves weed and grasses respectively.
Key Word : Triacontanol, critical periods, red onion (Allium ascalonicum).
PENDAHULUAN
Tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu di antara tanaman hortikultura yang telah dibudidayakan secara komersial, karena mempunyai nilai ekonomi tinggi. Menurut Muzik (2007) tanaman bawang merah merupakan komoditi sayuran yang mempunyai prospek cukup cerah, karena
bawang merah selain dipakai sebagai pelengkap bumbu dapur juga sebagai komoditi ekspor. Oleh sebab itu terbuka peluang pasar yang luas bagi pemilik modal yang mengembangkan usahataninya di bidang budidaya tanaman bawang merah.
Tanaman bawang merah kaya akan kandungan kalori dan nutrisi esensial. Pada umbi bawang merah per 100 gram bahan yang dimakan menyumbangkan
energi sebesar 38 k.cal, protein 1,6 g, serat 0,7 g, Ca 30 mg, Fe 1 mg, dan vitamin C 9 mg (Soenarjono dan Soedomo, 2007).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman bawang merah, terutama hasilnya, sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Kuantitas dan kualitas hasilnya sangat tergantung pada faktor lingkungan yang dibutuhkan selama pertumbuhannya, salah satu faktor lingkungan tersebut adalah gulma (Kasasian, 2008), karena gulma sebagai vegetasi yang telah berhasil menyesuaikan diri dalam ekosistem pertanian yang dikembangkan oleh manusia, akan selalu terdapat di pertanaman. Vegetasi ini mampu berkembang biak dengan cepat, dengan memanfaatkan unsur hara, air, ruang, CO2, dan cahaya yang
seharusnya dimanfaatkan oleh tanaman budidaya (Tjitrosoedirdjo, et al., 2006). Selain itu gulma cemplonan (Drynariacordata) merupakan tanaman inang bagi nematode bengkak akar (Meloidogyne sp) yang banyak menyerang tanaman sayuran, serta dapat menurunkan kuantitas dan kualitas produksinya.
Persaingan disebabkan interaksi negatif antara tanaman pokok dan gulma. Hal ini dikarenakan keterbatasan lingkungan pertumbuhan dalam menyediakan faktor tumbuh seperti air, CO2, unsur
hara, dan cahaya matahari mendorong terjadinya interaksi negatif tersebut (Soerjani, 2007). Pada kenyataannya gulma mampu mengekstrak sejumlah besar faktor tumbuh seperti tersebut di atas dalam upaya bertahan hidup, sementara bawang merah kurang mampu memperebutkan. Sesuai dengan pendapat Ichsan (2007), bahwa gulma ketika masih berusia muda secara karakteristik menunjukkan penyebaran yang cepat dan memiliki sistem perakaran yang daya tembusnya dalam sehingga memberikan keuntungan lebih awal untuk mendapatkan air dan unsur hara. Ditambahkan pula bahwa persaingan terhadap cahaya dan ruangan seiring dengan pengurangan fotosintesis menyebabkan kerugian terhadap tanaman pokok.
Pemilihan waktu yang tepat saat penyiangan penting untuk diketahui, karena berkaitan dengan efisiensi tenaga dan biaya saat menyiang gulma. Dengan kata lain penyiangan gulma yang dilakukan sewaktu-waktu selama pertumbuhan tanaman tidak akan memecahkan masalah akibat persaingan gulma terhadap tanaman (Moenandir, 2005). Biaya pengendalian gulma merupakan bagian dari biaya produksi pokok. Dengan berkurangnya biaya pengendalian maka biaya produksi dapat berkurang dan keuntungan yang didapat lebih tinggi (Wicks, et al., 2007).
Periode kritis suatu tanaman pada dasarnya adalah periode peka terhadap gangguan termasuk karena persaingan gulma. Adapun periode kritis tanaman bawang merah terletak antara umur 15 sampai 40 hst (Siswanto dan Moenandir, 2006). Upaya penyemprotan zat pengatur tumbuhan pada saat periode kritis diharapkan dapat meningkatkan aktivitas fisiologi tanaman. Seperti yang dinyatakan oleh Wreing (2008) bahwa tingkat produksi tanaman sangat erat
hubungannya dengan aktifitas fisiologi tanaman yang bersangkutan. Zat Pengatur Tumbuhan merupakan senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mendorong aktifitas fisiologi tanaman sehingga dapat memacu pertumbuhan tanaman.
Atas dasar berbagai pemikiran di atas diharapkan bawang merah mampu bersaing dengan gulma dan diduga akan terjadi perubahan periode kritis tanaman bawang merah serta akan ada beberapa pertanyaan berkaitan dengan hal tersebut dan perlu diteliti, antara lain meliputi : (1) Apakah terdapat perbedaan periode kritis tanaman bawang merah baik dengan atau tanpa disemprot Triacontanol; (2) Apakah terdapat pengaruh antara waktu bebas gulma dan bergulma pada tanaman bawang merah baik dengan atau tanpa disemprot Triacontanol; (3) Apakah terdapat interaksi antara waktu bebas gulma dan bergulma pada tanaman bawang merah baik dengan atau tanpa disemprot Triacontanol.
METODE PENELITIAN
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) yang diacak secara Rancangan Acak Kelompok (RAK). Sebagai petak utama adalah “Penyemprotan Triacontanol”. Triakontanol tanaman adalah hormon alami yang bertindak sebagai promotor pertumbuhan. Triakontanol meningkatkan hasil tanaman dengan meningkatkan fotosintesis dan pembelahan sel. Penyemprotan Triacontanol terdiri atas 2 taraf yaitu :
H0 = Tanaman bawang merah tidak disemprot
Triacontanol.
H1 = Tanaman bawang merah disemprot Triacontanol
dengan konsentrasi 0,50 ppm sebanyak 3 kali pada umur 2 mst, 5 mst, dan 8 mst
Sebagai anak petak adalah “Penyiangan” dengan cara mencabut gulma dalam 1 minggu 1 kali, disesuaikan dengan perlakuan penyiangan yang diberikan, terdiri atas 12 taraf yaitu :
G0 = bebas gulma sampai panen (12 mst), yaitu
disiang sebanyak 12 kali mulai umur 1 mst sampai umur 12 mst (minggu setelah tanam).
G1 = bebas gulma 0 – 10 mst, yaitu disiang
sebanyak 10 kali mulai umur 1 mst sampai umur 10 mst.
G2 = bebas gulma 0 – 8 mst, yaitu disiang
sebanyak 8 kali mulai umur 1 mst sampai umur 8 mst.
G3 = bebas gulma 0 – 6 mst, yaitu disiang
sebanyak 6 kali mulai umur 1 mst sampai umur 6 mst.
G4 = bebas gulma 0 – 4 mst, yaitu disiang
sebanyak 4 kali mulai umur 1 mst sampai umur 4 mst.
G5 = bebas gulma 0 – 2 mst, yaitu disiang
sebanyak 2 kali mulai umur 1 mst sampai umur 2 mst.
G6 = bergulma selamanya, yaitu tanpa disiang
sampai umur 12 mst.
G7 = bergulma 0 – 10 mst, yaitu disiang sebanyak
2 kali mulai umur 10 mst sampai umur 11 mst.
G8 = bergulma 0 – 8 mst, yaitu disiang sebanyak
4 kali mulai umur 8 mst sampai umur 11 mst.
G9 = bergulma 0 – 6 mst, yaitu disiang sebanyak
6 kali mulai umur 6 mst sampai umur 11 mst.
G10 = bergulma 0 – 4 mst, yaitu disiang sebanyak
8 kali mulai umur 4 mst sampai umur 11 mst.
G11 = bergulma 0 – 2 mst, yaitu disiang sebanyak
10 kali mulai umur 2 mst sampai umur 11 mst.
Pelaksanaan penelitian melalui beberapa tahapan yang pertama adalah persiapan lahan, kedua penanaman, ketiga pemeliharaan yang meliputi pemupukan, penyulaman, pengairan, pencegahan serangan hama dan penyakit, pengendalian gulma, serta aplikasi Triacontanol.
Selanjutnya adalah pengumpulan data yang terdiri dari :
1) Pengumpulan data gulma
Pengumpulan data gulma dilakukan pada waktu : (a) Analisis vegetasi sebelum pengolahan tanah dan
saat panen.
(b) Pengamatan pada petak sub sampel secara periodik.
Analisis vegetasi sebelum pengolahan tanah dilakukan secara diagonal, terdiri dari lima petak contoh yang masing-masing berukuran 50 cm x 50 cm. Analisis ini menggunakan metode kuadrat distruktif.
Selanjutnya untuk memperoleh nilai Summed Dominance Ratio (SDR) masing-masing jenis gulma yaitu dengan cara menunjukkan nilai penting dibagi dengan jumlah besaran.
Pengumpulan data gulma selama penanaman diperoleh dari petak sub sampel yaitu menggunakan 6 petak sub sampel, dengan ukuran masing-masing 40 cm x 30 cm secara destruktif. Letak dari petak sub sampel ini diatur secara sistematis. Pengamatan meliputi : jumlah populasi gulma yang dibedakan berdasarkan golongannya (golongan gulma berdaun lebar, teki-tekian, dan rumput-rumputan) dan berikutnya adalah bobot kering gulma. Pengamatan dilakukan secara periodik yaitu setiap 2 minggu sekali dan dimulai sejak tanaman berumur 2 minggu setelah tanam selanjutnya dengan interval 2 minggu, sampai umur 12 minggu. 2) Pengumpulan data bawang merah
Pengumpulan data bawang merah diperoleh dari : (a) Petak tanaman sub sampel secara periodik. (b) Petak tanaman produksi saat panen.
Pengumpulan data dari tanaman sub sampel dilakukan secara distruktif meliputi : jumlah umbi, jumlah daun, luas daun, indeks luas daun, panjang tanaman, dan berat kering oven umbi. Pengumpulan data bawang merah ini dilakukan secara periodik yaitu
setiap 2 minggu sekali dan dimulai sejak tanaman berumur 2 minggu setelah tanam. Selanjutnya dengan interval 2 minggu, sampai umur 12 minggu. Adapun parameter yang diamati meliputi :
(1) Panjang tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah dengan cara ditarik sampai bagian tertinggi tanaman.
(2) Jumlah daun, dihitung jumlah daun yang sehat dan berwarna hijau termasuk daun yang masih muda (kuncup yang tampak).
(3) Luas daun per rumpun (cm2), dilakukan dengan cara merekam daun pada alat “Leaf Area Meter”. (4) Jumlah umbi, dihitung jumlah umbi yang ada,
mulai umbi yang baru terbentuk sampai yang tumbuh normal.
(5) Berat kering umbi (g), dilakukan dengan alat pengering oven dengan suhu 80o C sampai mencapai berat kering konstan.
(6) Indeks Luas Daun (ILD), dihitung dengan menggunakan rumus :
Luas Seluruh Daun (LSD) ILD =
Jarak Tanam
ILD merupakan indeks yang tidak berdimensi. Penyebutannya bukan jarak tanam, tetapi luas tanah yang dibatasi oleh jarak tanam.
(7) Berat segar umbi (g), dilakukan penimbangan segera setelah panen. Adapun pengumpulan data dari tanaman produksi diperoleh dari petak tanaman produksi yang selanjutnya dikonversikan pada panen ton/ha dengan luas lahan efektif 80%.
Tahapan berikutnya adalah analisis data. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan analisis ragam untuk percobaan faktorial yang perlakuannya disusun menurut RAK Split Plot.
Model analisis yang digunakan untuk data hasil penelitian adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + ∫k + αi + δik + βj + (αβ)ij + Єijk
Keterangan :
Yijk ; nilai pengamatan pada ulangan ke – k yang mendapat perlakuan faktor main plot ke – i dan faktor sub-plot ke – j.
µ : nilai rata-rata pengamatan populasi
∫k : pengaruh ulangan ke - k
αi : pengaruh faktor main plot A leve; ke – i
δik : komponen pengaruh faktor random dsri gslst yang berhubungan dengan faktor main plot ke – i dalam ulangan ke- k
βj : pengaruh faktor sub plot B level ke – j
(αβ)ij : pengaruh interaksi faktor main plot A ke –i dan faktor subplot B ke j
Єijk ; komponen pengaruh faktor random dari galat yang berhubungan dengan sub plot ke – ij dalam ulangan ke- k
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi yang dilakukan pada waktu sebelum pengolahan tanah dan pada waktu panen tanaman bawang merah, diperoleh nilai Summed Dominance Ratio (SDR) untuk masing-masing golongan gulma sebagai tertera pada Tabel 1 (detailnya pada Tabel 3) . Hasil evaluasi kerapatan, Frekuensi, dan dominansi mutlak disajikan pada Tabel 4.
Tabel 1. Nilai SDR masing-masing golongan gulma sebelum tanah diolah
GOLONGAN GULMA NILAI SDR (%)
Rumput-rumputan (Rr) Teki-tekian (Tt) Daun lebar (Dl) 39,58 36,33 24,09
Dari pengamatan awal menunjukkan nahwa pada tanah bekas tanaman kacang panjang, gulma rumput-rumputan adalah yang paling dominan. Golongan teki-tekian diurutan kedua, sedangkan daun lebar adalah di urutan terakhir.
Pada pengamatan saat panen secara umum perlakuan percobaan mengubah susunan nilai SDR awal (Tabel 4). Selanjutnya pada perlakuan bebas gulma baik dengan dan tanpa Triacontanol pada masing-masing jenis gulma menunjukkan fluktuasi SDR yang relatif sama , Sedangkan nilai SDR pada perlakuan bergulma antara dengan dan tanpa
Triacontanol lebih berfluktuasi tergantung pada perlakuan yang diberikan. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh angka kerapatan mutlak pada masing-masing jenis guilma pada komunitas tersebut sehingga benar-benar berbeda (Tabel 6). Sehingga akbatnya berpengaruh terhadap dominansi mutlak suatu jenis gulma dalam hal bersaing terhadap jenis yang lainnya. Kemungkinan lain dapatdisebabkan adanya pertlakuan percobaan serta tindak agronomi lain, seperti pengolahan lahan dan pemupukkan, maka terjadi perubahan kondisi lingkungan mikro sehingga dengan demikian sangat dimungkinkan spesies gulma yang belum muncul akan tumbuh di permukaan tanah, sehingga terjadi persaingan antara gulma dengan tanaman bawang merah maupun persaingan antar gulma , sebagai akibat dari kompleksnya persaingan maka akan menghasilkan urutan nilai SDR dapat dipemgaruhi. Dan akibat yang paling kritis adalah terjadi penekanan terhadap pertumbuhan maupun hasil tanaman yang dibudidayakan.
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa secara umum perlakuan percobaan mengubah susunan nilai SDR awal. Untuk melihat apakah penyemprotan Triacontanol pada bawang merah dapat mengubah vegetasi dengan cara membandingkan antara tanaman bawang merah bergulma (0 – 12 minggu) dengan tanpa Tricontianol. Setelah dihitung dari gulma akhir (Tabel 6), diperoleh kerapatan mutlak dan nisbi kedua komunitas seperti pada Tabel 5.
Tabel 2. Nilai SDR gulma atas dasar jenis, sebelum pengolahan tanah
NO JENIS GULMA NAMA DAERAH NILAI SDR (%)
1 2 3 4 5 6 Echcinochloa colona (Rr) Cyperus rotundus (Tt) Centella asiatica (Dl) Phylanthus niruri (Dl) Commelina diffusa (Dl) Boriera alata ((Dl) Tuton Teki Kaki kuda Meniran Jeworan Gletak 39,56 36,33 12,60 6,09 3,05 2,35 Tabel 3. Data gulma awal
GOLONG AN GULMA
KERAPATAN MUTLAK FREKUENSI
MUTLAK DOMINASI MUTLAK PETAK NO ∑ ∑ PETAK NO ∑ 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Daun lebar Teki Rum-put 10 50 40 15 81 37 8 79 75 22 20 55 57 43 - 112 273 207 5 5 4 5,15 6,81 11,38 3,59 10,18 15,96 1,14 6,62 17,43 4,81 3,69 19,76 5,92 4,48 - 20,61 31,78 64,53 592 14 116,92
SDR = Kerapatan nisbi + Frekuensi nisbi + Dominasi nisbi 3 Daun lebar Kerapatan nisbi = 112 x 100 % = 18,92 % 592 Frekwensi nisbi = _5_ x 100 % = 35,71 % 14 Dominasi nisbi = 20,61 x 100 % = 17, 63 % 116,92 SDR = 18,92 + 35,71 + 17,63 = 24,09 % 3 Teki Kerapatan nisbi = 273 x 100 % = 46,11 % 592 Frekuensi nisbi = _5_ x 100 % = 35,71 % 14 Dominasi nisbi = 31,78 x 100 % = 27,18 % 116,92 SDR = 46,11 + 35,71 + 27,18 = 36,33 % 3 Rumput Kerapatan nisbi = 207 x 100 % = 34,97 % 592 Frekuensi nisbi = 4 x 100 % = 28,57 % 14 Dominasi nisbi = 64,53 x 100 % = 55,19 % 116,92 SDR = 34,97 + 28,57 + 55,19 = 39,58 % 3
Tabel 4. Nilai SDR golongan gulma pada saat panen (%) pada berbagai jangka waktu bergulma dan bebas gulma (minggu)
PERLAKUAN
NILAI SDR (%)
TANPA TRIACONTANOL (Ho) TRIACONTANOL (H1)
Rr Tt Dl Rr Tt Dl Bebas gulma (mst) (0 – 12 ) GO (0 – 10 ) G1 ( 0 – 8 ) G2 ( 0 - 6 ) G3 ( 0 – 4 ) G4 ( 0 - 2 ) G5 Bergulma (mst) ( 0 - 12 ) G6 ( 0 – 10 ) G7 ( 0 – 8 ) G8 ( 0 - 6) G9 ( 0 - 4) G10 ( 0 - 2 ) G11 23,60 40,91 28,23 41,44 37,85 20,71 15,08 46,17 38,75 16,40 43,29 40,31 19,06 46,37 34,57 17,80 51,74 30,46 17,98 52,00 30.32 24,47 64,39 11,14 25,12 43,76 31,12 33,50 39,17 27,33 34,07 36,66 29,27 30,43 56,98 12,59 15,46 49,20 35,52 24,03 56,04 19,93 20,27 46,03 33,70 24,75 42,48 32,77 26,07 42,37 31,56 26,73 43,23 30,04 27,96 40,30 31.74 16,67 57,76 25,57 20,42 50,49 29,09 45,61 34,53 19,86 30,62 43,37 26,01 35,23 48,04 16,73 Untuk mengetahui masing-masing spesies gulma rumput (Rr), teki (Tt) dan daun lebar (Dl) pada perlakuan G6H1 (Tabel 7), G6H0 (Tabel 8)
Tabel 5. Kerapatan mutlak dan nisbi gulma tanaman bawang merah yang disemprot Triacontanol (G6H1) dan yang tanpa disemprot (G6H0)
GOLONGAN GULMA
KOMUNTAS
TRIACONTANOL (H1) TANPA TRIACONTANOL (H0)
KERAPATAN MUTLAK KERAPATAN NISBI KERAPATAN MUTLAK KERAPATAN NISBI Daun lebar Teki-tekian Rumput-rumputan 58 153 82 19,80 52,21 27,99 34 219 45 11,41 73,49 15,10 293 100 298 100 Koefisien komunitas (C) = 2W_____ x 100 % a + b W : 34 +153 + 45 = 232 a : 293 b : 298 C = ___2 x 232____ x 100 % = 78,51 % 293 + 298
Koefisien komunitas (C) antara perlakuan G6H1 dan G6H0 diperoleh nilai 78,51 % . Menurut Tjitrosoedirdjo,et al (1984) apabila nilai koefisien (C)
di atas 75 % artinya tidak banyak perbedaan keadaan vegetasinya.
Tabel 6 Data gulma akhir perlakuan G6H0 dan G6H1 Perlakuan Gol gulma Kerapatan mutlak Petak No ∑ Frekuensi nisbi Dominasi mutlak Petak No ∑ 1 2 3 ∑ 1 2 3 6H0 Tt Rr Dl 85 14 8 95 23 10 39 8 16 219 45 34 3 3 3 90,99 20,70 125,15 140,37 6,85 83,23 80,13 7,40 78,30 311,43 34,95 286,68 298 9 633,06 G6H1 Tt Rr Dl 72 28 22 51 39 11 30 15 25 153 82 58 3 3 3 125,80 76,32 95,30 83,75 45,20 80.70 75,12 60,30 163,1 284,67 181,82 339,10 293 9 805,59
Tabel 7. Nilai SDR gulma atas dasar jenis, pada tanaman bawang merah yang disemprot Triacontanol (G6H1) waktu panen.
NO JENIS GULMA NAMA DAERAH NILAI SDR (%) 1 4 2 3 5 6 7 8 9 10 Cyperus rotundus (Tt) Amaranthus spinosus (Dl) Eleusine indica (Rr) Imperata cylindrica (Rr) Ageratum conyzoides (Dl) Cynodon dactylon (Rr) Echiniochloa colona (Rr) Portulaca oleracea (Dl) Paspalum conjugatum (Rr) Physalis minima (Dl) Teki Bayam duri Lulangan Alang-alang Wedusan Griting Tuton Krokot Pahitan Ceplukan 40,30 18,65 8,14 7,05 5,91 5,12 4,10 3,91 3,65 3,17
Tabel 8. Nilai SDR gulma atas dasar jenis , pada tanaman bawang merah yang tanpa disemprot Triacontanol (G6H0) waktu panen
NO JENIS GULMA NAMA DAERAH NILAI SDR (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Cyperus rotundus (Tt) Amaranthus spinosus (Dl) Physalis minima (Dl) Portulaca oleracea (Dl) Ageratum conyzoides (Dl) Imperata cylindrica (Rr) Cynodon dactylon (Rr) Paspalum conjugatum (Rr) Eleusine indica (Rr) Teki Bayam duri Ceplukan Krokot Wedusan Alang-alang Griting Pahitan Lulangan 52,00 15,04 9,06 5,74 5,49 4,64 3,30 3,65 2,12
Pengaruh Penyemprotan Triacontanol dan Waktu Penyiangan pada Pertumbuhan Bawang Merah
Hasil percobaan menunjukkan bahwa jumlah umbi pada perlakuan penyemprotan Triacontanol cenderung meningkat meskipun perbedaannya tidak nyata. Adapun peningkatan tersebut sebesar 0,64; 1,48; 0,38; dan 1,42 setiap 0,12 m2 pada umur 4 mst, 8 mst, 10 mst dan 12 mst. Perlakuan waktu penyiangan menunjukkan perbedaan yang nyata pada umur 4 mst, dan 12 mst, sedangkan umur 8 mst berbeda sangat nyata (p = 0,01).
Hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa keadaan tanaman bawang merah jika gulmanya dibiarkan tumbuh dalam periode yang lama (G6),
ternyata jumlah umbinya berbeda tidak nyata dengan keadaan bawang merah yang bebas gulma dalam periode yang lama, kecuali pada umur 8 mst. Hal ini berarti tanaman bawang merah yang pertumbuhannya ditekan oleh gulma masih mampu membentuk umbi meskipun kualitas umbinya berbeda dengan tanaman bawang merah yang bebas gulma.
Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Nieto, et al. (2008) bahwa jumlah umbi bawang merah yang bebas gulma sampai panen berbeda tidak nyata dengan keadaan bawang merah yang bergulma sampai panen. Ditambahkan pula bahwa dalam hal ini yang membedakan adalah dari ukuran diameter umbi yang dihasilkan, jika keadaan bergulma sampai panen akan menghasilkan umbi berdiameter kecil sedangkan yang bebas gulma sampai panen menghasilkan umbi berdiameter besar (Siswanto, 2005).
Menurut Howson dan Roberts (2008), bahwa terjadinya interaksi pada umur 6 mst. Perlakuan yang disemprot Triacontanol pada G1H1 berbeda nyata
dengan yang tanpa disemprot Triacontanol (G1H0) dan
G6H1 berbeda nyata dengan G6H0. Dalam hal ini
menunjukkan bahwa penyemprotan Triacontanol dapat menaikkan jumlah umbi. Namun kombinasi perlakuan yang lainnya pada umumnya berbeda tidak nyata. Hal ini dapat diasumsikan bahwa persaingan antara tanaman bawang merah dengan gulma belum berlangsung dalam periode yang lama sehingga tanaman bawang merah masih ada kesempatan untuk melanjutkan fase pembentukan anakan. Hal ini dikarenakan tiap umbi bawang merah mempunyai tunas lateral hingga mencapai 20 tunas, kemudian dari tunas
yang tumbuh menentukan jumlah anakan yang membentuk umbi bawang merah (Wibowo, 2007). Dengan adanya sifat bawaan dari tanaman bawang merah ini apabila dikaitkan pada segi kuantitas umbi maka tanaman bawang merah yang bersaing dengan gulma dalam periode yang lama berbeda tidak nyata dengan tanaman bawang merah yang bebas gulma.
Sedangkan apabila dikaitkan pada segi kualitas umbi seperti berat kering umbi, menunjukkan perlakuan yang bebas gulma, 0 – 12 mst (G0) berbeda
nyata dengan perlakuan bergulma, 0 – 12 mst (G6)
dalam periode yang lama (umur 12 mst). Hal ini sesuai dengan pendpat Hewson dan Roberts (2008) bahwa apabila gulma dibiarkan tumbuh dengan periode yang lama pada tanaman bawang merah, akan didapatkan kenaikan jumlah umbi yang berdiameter kecil dan penurunan pada jumlah umbi yang berdiameter besar.
Untuk total luas daun bawang merah per rumpun hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penyemprotan Triacontanol berbeda tidak nyata selama periode pertumbuhan. Lain halnya dengan perlakuan waktu penyiangan mulai umuM 6 mst sampai 12 mst berbeda sangat nyata (p = 0,01). Pada keadaan bergulma, 0 12 mst (G11) selama umur pertumbuhan
berbeda tidak nyata dengan keadaan bebas gulma, 0 – 12 mst (G0) namun keadaan bergulma, 0 – 4 mst (G10)
berbeda nyata dengan perlakuan bebas gulma, 0 – 12 mst (G0). Hal ini berarti pertumbuhan gulma setelah
minggu ke empat berpengaruh negatif terhadap total luas daun bawang merah per rumpun.
Selanjutnya mulai umur 6 mst sampai 12 mst perlakuan bergulma tanam 0 – 6 mst sampai 0 – 12 mst (G6, G7, G8 dan G9) mempunyai total luas daun per
rumpun lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan G0,
G1, G2,G3, dan G4. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa terjadi persaingan antara tanaman bawang merah dengan gulma yang tumbuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Okafor dan De-Datta (2006) bahwa pertumbuhan gulma yang cepat akan menyebabkan turunnya transmisi cahaya yang sampai ke tanaman sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan khlorofil dan menurunnya luas daun. Akibat lebih lanjut terjadi penurunan pada laju fotosintesis yang menyebabkan penurunan hasil tanaman (Moody, 2006).
Pengaruh Penyemprotan Triacontanol dan Penyiangan Terhadap Hasil Bawang Merah
Penyemprotan Triacontanol dapat meningkatkan berat kering umbi bawang merah pada umur 10 mst sebesar 1,05 g dan pada umur 12 mst sebesar 1,42 g setiap 0,12 m2. Sedangkan perlakuan waktu penyiangan menunjukkan perbedaan sangat nyata (p = 0,01) selama pertumbuhan.
Tanaman bawang merah yang bebas gulma relatif berbeda tidak nyata dengan tanaman bawang merah yang bergulma pada umur 2 dan 4 mst. Hal ini diduga tanaman bawang merah pada minggu tersebut dalam fase pembentukan anakan. Dimana pada setiap umbi bawang merah mempunyai tunas lateral hingga mencapai 20 tunas yang tumbuh menjadi anakan.
Dalam hal ini tanaman bawang merah mampu membentuk umbi walaupun dalam keadaan bergulma. Namun setelah minggu ke empat apabila tanaman bawang merah tetap dalam keadaan bergulma maka akan berpengaruh negatif terhadap bobot umbi. Hal ini disebabkan setelah minggu ke empat tanaman bawang merah sedang dalam fase pertumbuhan umbi. Sehingga apabila keadaan tersebut tanaman bawang merah bergulma maka akan berpengaruh negatif terhadap berat umbi.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pengaruh penyemprotan Triacontanol terhadap berat segar umbi bawang merah saat panen tidak tampak. Sedangkan perlakuan waktu penyiangan menunjukkan perbedaan sangat nyata (p = 0,01), (Tabel 9)
Tabel 9. Rerata berat segar umbi bawang merah menurut faktor penyemprotan Triacontanol dan waktu penyiangan saat panen pada petak produksi (g.0,90 m2)
Pelakuan Berat Segar Umbi Bawang Merah Saat Panen (g.0,90 m2) Triacontanol Ho H1 BNT 0,05 1291,64 a 1271,09 b ns Bebas gulma (minggu) (0 – 12) Go (0 – 10) G1 (0 – 8 ) G2 (0 – 6 ) G3 (0 – 4 ) G4 (0 – 2 ) G5 Bergulma (minggu) (0 – 12 ) G6 ( 0 – 10 ) G7 (0 – 8 ) G8 (0 – 6 ) G9 (0 – 4 ) G10 (0 – 2 ) G11 1961,30 d 1950,74 cd 1909,97 cd 1862,80 cd 1871,39 cd 1022,56 b 250,74 a 301,34 a 259,60 a 458,46 a 1629,72 c 1906,76 cd BNT 0,05 332,43
Angka –angka dalam satu kolom yang di ikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata dengan uji BNT pada taraf 0,05.
Penyemprotan Triacontanol terhadap berat segar umbi bawang merah berbeda tidak nyata. Hal ini disebabkan saat melakukan panen berdasarkan pada pengamatan persentase kelemasan leher batang tanaman berkisar 80 – 90 % (Ichsan, 2007). Diduga pada kisaran tersebut persentase kadar air umbi bawang merah cenderung bervariasi yang mempengaruhi hasil penimbangan berat segar umbi. Sebagai pembanding yaitu data yang diperoleh dari hasil penimbangan berat kering oven hingga mencapai konstan menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan penyemprotan Triacontanol berbeda sangat nyata (p = 0,01).
Hasil panen yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan tanaman bawang merah yang bebas gulma, 0 – 10 mst (G0) adalah paling tinggi. Sedangkan hasil
panen yang paling rendah adalah tanaman bawang merah yang bergulma, 0 – 12 mst (G6). Dimana
perlakuan G1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan G0,
G2, G3, G4 dan G11. Dengan kata lain tanaman bawang
merah yang masa bebas gulma walaupun hanya sampai minggu ke empat (G4) tidak mempengaruhi hasil
panen. Demikian pula tanaman bawang merah yang bergulma hanya sampai dua minggu (G11) tidak juga
mempengaruhi hasil panen. Hal ini berarti persaingan gulma dengan tanaman bawang merah selama delapan minggu menjelang panen dan atau dua minggu tidak mereduksi umbi yang dihasilkan. Hal ini disebabkan tanaman bawang merah dengan perlakuan G4
mengalami penyiangan dengan frekuensi satu minggu sekali selama empat minggu akan mengakibatkan gulma tidak mempunyai peluang berkecambah (Kasasian, 2008). Ichsan (2007) berpendapat bahwa, apabila waktu perkecambahan gulma yang disertai adanya penyiangan dapat menghilangkan dan
mengurangi jumlah biji-biji gulma yang memiliki potensi berkecambah. Adapun keadaan tanaman bawang merah setelah minggu ke empat jika gulma dibiarkan tumbuh sampai panen tidak berpengaruh negatif terhadap produksi. Hal ini disebabkan pemupukan N tahap ke dua pada umur 4 mst dapat diserap sepenuhnya oleh tanaman bawang merah. Sehingga dengan demikian tanaman bawang merah mempunyai peluang lebih banyak dalam memanfaatkan faktor pertumbuhan dibanding gulma yang tumbuh menyusul kemudian.
Tanaman bawang merah yang bergulma yaitu G6, G7, G8, dan G9 berbeda nyata dengan tanaman
bawang merah yang bebas gulma, 0 – 12 mst (G0). Hal
ini berarti tanaman bawang merah yang bergulma berpengaruh negatif terhadap produksi bawang merah. Hal ini disebabkan sifat perkecambahan umbi bawang merah yang lambat akan ditekan oleh gulma yang mempunyai sifat pertumbuhan lebih cepat. Selanjutnya walaupun tanaman bawang merah dengan perlakuan G9
setelah minggu ke enam bebas gulma dan disemprot Triacontanol tahap III umur 8 mst terbukti tidak banyak berpengaruh untuk meningkatkan aktifitas fisologisnya. Hal ini disebabkan unsur hara yang diberikan dalam bentuk pupuk N tahap II umur 4 mst telah diserap oleh gulma. Berkaitan dengan hal tersebut Pinuslingga (2006) menyatakan bahwa dalam pemakaian zat pengatur tumbuh harus diperhatikan tingkat kesuburan tanahnya. Sehingga dengan dirangsangnya aktifitas fisiologis tanaman, berarti tanaman itu sendiri memerlukan energi lebih banyak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peningkatan aktifitas fisiologis dalam menstimulir tanaman bawang merah harus diimbangi dengan unsur hara tersedia yang mencukupi kebutuhannya guna memberikan sumbangan untuk pembentukan energi.
Periode Kritis Tanaman Bawang Merah
Kritis dapat diperlihatkan pada gambar 1 dan 2. Pada percobaan ini tidak Periode terjadi interaksi antara perlakuan penyiangan dengan penyemprotan Triacontanol.
Gambar 1. Grafik periode kritis tanaman bawang merah yang disemprot Triacontanol.
Pada Gambar 1 terjadi perpotongan garis yang dibentuk oleh titik G10 dan G11 serta garis yang
dibentuk oleh titik G4 dan G5. Sehingga titik potong
terletak diantara 2 mst dan 4 mst. Hal ini memberikan pengertian bahwa gulma yang tumbuh pada pertanaman bawang merah antara 2 mst dan 4 mst akan berpengaruh negatif terhadap produksi. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa titik G5 dan G10 berada di bawah
titik G11 dan G4. sedangkan gulma yang tumbuh pada
pertanaman bawang merah sebelum berumur 2 mst (G11) tidak berpengaruh negatif terhadap produksi. Hal
ini dapat ditunjukkan bahwa titik G11 dan G4 berada di
atas titik G5 dan G10. dengan demikian periode kritis
tanaman bawang merah yang mendapat perlakuan Triacontanol berkisar 2 mst – 4 mst.
Gambar 2. Grafik periode kritis tanaman bawang merah yang tanpa disemprot Triacontanol.
Pada Gambar 2 terjadi perpotongan garis yang dibentuk oleh titik G10 dan G11 serta garis yang
dibentuk oleh titik G4 dan G5. Sehingga titik potong
terletak di antara 2 mst dan 4 mst. Hal ini memberikan pengertian bahwa gulma yang tumbuh pada pertanaman bawang merah antara 2 mst dan 4 mst akan berpengaruh negatif terhadap produksi. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa titik G5 dan G10 berada di bawah
titik G11 dan G4. sedangkan gulma yang tumbuh pada
pertanaman bawang merah sebelum berumur 2 mst (G11) dan sesudah tanaman bawang merah berumur 4
mst (G4) tidak berpengaruh negatif terhadap produksi.
Hal ini dapat ditunjukkan bahwa titik G11 dan G4
berada di atas titik G5 dan G10. Dengan demikian
periode kritis tanaman bawang merah yang tidak mendapat perlakuan Triacontanol berkisar 2 mst – 4 mst.
Thurlow dan Buchanan (2007) berpendapat bahwa yang dimaksud periode kritis adalah merupakan tingkatan dimana gulma paling aktif mengganggu pertumbuhan tanaman. Demikian pula yang diuraikan oleh Moenandir (2005), periode kritis adalah suatu periode sebelum dan sesudah adanya pertumbuhan gulma tidak mengganggu tanaman.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Penyemprotan Triacontanol tidak berpengaruh nyata terhadap parameter (panjang tanaman, jumlah umbi, jumlah daun, indeks luas daun, jumlah gulma teki, jumlah gulma rumput, jumlah gulma daun lebar, dan berat kering gulma) kecuali berat kering umur 10 dan 12 mst.
2) Penyiangan/bebas gulma dan bergulma berpengaruh sangat nyata (p = 0,01) terhadap seluruh parameter yang diamati.
3) Terjadi interaksi antara penyemprotan Triacontanol dengan penyiangan pada umur 12 mst terhadap parameter jumlah daun, jumlah gulma teki, dan jumlah gulma rumput kecuali jumlah umbi terjadi pada umur 6 mst.
4) Penyemprotan Triacontanol pada tanaman bawang merah tidak mempengaruhi perubahan vegetasi gulma (koefisien komunitas = 78,51 %).
5) Periode kritis tanaman bawang merah akibat adanya persaingan gulma terjadi antara umur 2 sampai dengan 4 mst baik yang disemprot Triacontanol maupun yang tidak disemprot Triacontanol.
6) Berat segar umbi bawang merah yang tertinggi adalah pada tanaman bawang merah yang bebas gulma, 0 – 12 mst, yang disemprot Triacontanol (G0H1) sebesar 18,08 ton/ha, sedangkan yang
terendah adalah pada tanaman bawang merah dengan keadaan bergulma, 0 – 12 mst yang disemprot Triacontanol (G6H1) sebesar 2,04 ton/ha.
7) Dominasi golongan gulma berdasarkan nilai SDR baik yang disemprot Triacontanol maupun yang tidak disemprot Triacontanol pada tanaman bawang merah dengan keadaan bergulma, 0 – 12 mst (G6H0) dan atau (G6H1) secara berurutan
adalah golongan gulma teki paling dominan, gulma daun lebar di urutan kedua dan gulma rumput di urutan ketiga.
DAFTAR PUSTAKA
Hewson, R, T, dan H.A. Roberts. 2008. The Effect of
Weed Removal at Different Times on The Yield of Bulb Onions. J.Hort.Sci. 46: 471- 483.
Ichsan, M.C. 2007. Responsibilitas Bawang Merah
(Allium cepa) Terhadap Penggunaan Beberapa Macam Dekatsar dan Konsentrasi Dekamon.
Agritrop, 5(1): 19-24.
Kasasian, L. 2008. Weed Control In Tropic. Leonard Hill, London.
Moody, K. 2006. Crop Weed Competition Biotrop
Weed Science. Training Course Biotrop, Bogor :
38 – 52.
Moenandir, J. 2005. Weed-crop Interaction In The
Sugarcane–Peanut Intercroping System.
Disertasi UNIBRAW, Malang : 166 – 168. Nieto, J.H., M.A. Brondo., dan J.T. Gonzales. 2008.
Critical Periods of The Crop Growth for Competition from Weeds. PANS 14 : 159 – 166.
Okafor, M. dan T.J. de-Dalta. 2007. Weed Biology and
Control. Mc. Grawhill book Co.
Pinuslingga, W.S. 2007. Budidaya Bawang, Bawang
Putih, Bawang Merah, dan Bawang Bombay .
Cet V, Penebar Swadaya. Jakarta.
Soerjani, M. 2007. Crop and Weed Association. Biotrop 4th Weed Sci., Train course, Biotrop, Bogor.
Siswanto, B. 2005. Periode Kritis Tanaman Bawang Merah Karena Adanya Persaingan dengan Gulma , Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. UNIBRAW, Malang (tidak dipublikasikan).
Siswanto, B. dan J. Moenandir. 2006. Periode Kritis
Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum) Kerena Adanya Persaingan dengan Gulma.
Pros. Konf. VIII. HIGI, Bandung: 41 – 49. Soenarjono, H., dan P.Soedomo. 2007. Budidaya
Bawang Merah. Sinar Baru. Bandung.
Tjitrosoedirdjo, S., I.H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 2006. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. Gramedia, Jakarta : 28 -36.
Thurlow, D.L., dan G.A. Buchanan, 2007. Competition
of Sickle Pod with Soybean. Weed Sci, 20 (2) :
379 – 385.
Wareing, P.F. 2008. Plant Growth Substances. Academic press, London.
Wicks, G. A., D.N. Johnson., D.S. Nuland., dan E.J. Kinsbacker. 2007. Competition Between Annual
Weeds and Sweet Spanish Onion. Weed Sci