• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Hukum Kontrak Pada Asuransi Di Indonesia. oleh Abdul Mubarok, S.H., M.H., MARS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aspek Hukum Kontrak Pada Asuransi Di Indonesia. oleh Abdul Mubarok, S.H., M.H., MARS."

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

Aspek Hukum Kontrak Pada

Asuransi Di Indonesia

oleh

(2)

ASURANSI KOMERSIAL

Hukum asuransi di Indonesia dibawa oleh

Pemerintah Kolonial Belanda tertuang

dalam kodifikasi Wetboek Van

KoophandelKitab Undang Undang Hukum

Dagang

(Asuransi Komersial)

Lebih lanjut tentang

Usaha Perasuransian

(3)

ASURANSI SOSIAL

Penjelasan Pasal 3 UU Nomor 2 Tahun 1992 :

“... usaha asuransi dapat pula dibagi berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usahanya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang bersifat sosial dan yang bersifat komersial...” MPR RI dalam TAP Nomor X/MPR/2001 :

“menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu”

UUD 1945 Pasal 28H ayat (3), hasil amandemen kedua 18 Agustus 2000 :

“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”; dan

Pasal 34 ayat (2), hasil amandemen keempat 11 Agustus 2002 :

“Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.

(4)

Dengan demikian, prinsip-prinsip hukum

asuransi komersial (Lex generalis) juga

berlaku bagi asuransi sosial (lex specialis),

sepanjang tidak diatur lain oleh

peraturan di lingkungan asuransi

(5)

PENGERTIAN ASURANSI

Pasal 246 KUHD/WvK :

Asuransi adalah Perjanjian dengan mana

penanggung mengikatkan diri

kepada

tertanggung

dengan menerima premi

untuk

memberikan penggantian kepadanya karena

kerugian, kerusakan atau kehilangan

keuntungan yang diharapkan yang mungkin

dideritanya akibat dari suatu evenement

(6)

UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha

Perasuaransian:

Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih

dengan mana

pihak penanggung mengikatkan diri

kepada tertanggung

dengan

menerima premi asuransi

untuk memberikan penggantian kepada tertanggung

karena kerugian, kerusakan atau kehilangan

keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab

hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan

diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa

yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu

pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau

hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

(7)

PERJANJIAN ASURANSI

Pasal 1774 KUH Perdata :

Suatu

persetujuan untung–untungan

(kansovereenkomst)

adalah suatu

perbuatan yang hasilnya, mengenai

untung ruginya, baik bagi semua pihak

maupun bagi sementara pihak,

bergantung kepada suatu kejadian yang

belum tentu

(8)

Unsur Asuransi

1. Penanggung dan tertanggung (Subjek Hukum)

2.

Persetujuan antara si penanggung dan

tertanggung

3. Benda asuransi dan kepentingan si tertanggung

4. Tujuan

5. Premi dan risiko

6. Peristiwa yang tidak pasti dan ganti rugi

7.

Syarat-syarat

(9)

6 PRINSIP DASAR ASURANSI

1. Insurable Interest adalah hak pertanggungan yang muncul dari hubungan keuangan dan diakui oleh hukum.

2. Utmost good faith memaksudkan segala sesuatu yang dipertanggungkan yang harus diungkapkan secara detil dan lengkap.

Oleh karena itu, kedua belah pihak harus jujur mengenai objek yang dipertanggungkan.

3. Proximate cause adalah kejadian yang tidak terduga yang menyebabkan kerugian, tentu tanpa adanya intervensi yang menyebabkan kerugian tersebut.

4. Indemnity adalah tanggung jawab penanggung untuk mengembalikan posisi finansial si tertanggung ke posisi semula sebelum terjadi kerugian. 5. Subrogation adalah hak tuntut yang dimiliki oleh tertanggung kepada si

penanggung ('klaim‘).

6. Contribution adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya untuk kerja sama.

(10)

Hukum Asuransi tentang Premi dan Polis

Dalam Hukum Asuransi dikenal kata

premi dan polis, yakni dimana

premi

adalah kewajiban yang harus dipenuhi

oleh si tertanggung

sebagai imbalan jasa

si penanggung. Sementara,

polis adalah

akta atau perjanjian antara si

penanggung dan tertanggung

(11)

SJSN yang diselenggarakan BPJS apakah kontrak ?

Pasal 246 KUHD dan Pasal 1 angka 1 UU 2 -992 :

“Asuransi adalah perjanjian”,

Pasal 19 ayat (1)UU 40-2004 :

“Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional

berdasarkan prinsip asuransi sosial...”

Maka kepesertaan

SJSN yang dilaksanakan BPJS adalah

perjanjian pula

(12)

Asas-asas Perjanjian/Kontrak

1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Pasal 1338 ayat (1) BW :

“Semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya”

Setiap orang yang telah dewasa (umur 21 tahun

atau telah kawin) dan mempunyai kecakapan

hukum dapat melakukan perjanjian apapun

sepanjang tidak dilarang (baca : tidak bertentangan

dengan hukum dan kesusilaan/ketertiban umum)

(13)

(2) Asas Konsensualisme (Concensualism)

Asas Konsensualisme : (salah satu syarat)

sahnya perjanjian adalah adanya kata

kesepakatan antara kedua belah pihak

(Psl 1320 ayat (1) BW)

Asas ini merupakan asas yang menyatakan

bahwa perjanjian pada umumnya tidak

diadakan secara formal, melainkan cukup

dengan adanya kesepakatan kedua belah

pihak.

(14)

(3) Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)

bahwa pihak ketiga harus menghormati

substansi kontrak yang dibuat oleh para

pihak, sebagai layaknya undang-undang.

Selain para pihak tidak boleh melakukan

intervensi terhadap substansi kontrak

yang dibuat oleh para pihak. Asas ini

dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat

(15)

(4) Asas Itikad Baik (good faith)

Pasal 1338 ayat (3) BW: “Perjanjian harus

dilaksanakan dengan itikad baik.”

Asas ini merupakan asas bahwa para pihak,

yaitu pihak kreditur dan debitur harus

melaksanakan substansi kontrak

berdasarkan kepercayaan atau keyakinan

yang teguh maupun kemauan baik dari

(16)

(5) Asas Kepribadian (personality)

Pasal 1315 BW: “Pada umumnya

seseorang tidak dapat mengadakan

perikatan atau perjanjian selain untuk

(17)

Pasal 1321 BW

Tiada suatu persetujuan pun

mempunyai kekuatan jika diberikan

karena kekhilafan (dwaling) atau

diperoleh dengan paksaan (dwang)

(18)

Dari beberapa pasal di atas dapat ditarik

KESIMPULAN TEGAS

bahwa perjanjian itu dapat mengikat atau batal.

Mengikat jika sesuai pasal 1320 BW

dan

dapat

dibatalkan karena pasal 1321 BW.

Tidak ada perjanjian yang kemudian dapat

(19)

PENIPUAN, Pasal 378 KUHP

Barang siapa

dengan maksud untuk

menguntungkan diri sendiri atau orang lain

secara melawan hukum

,

dengan memakai nama

palsu atau martabat palsu

,

dengan tipu

muslihat

, ataupun rangkaian kebohongan,

menggerakkan orang lain untuk menyerahkan

barang sesuatu kepadanya

, atau supaya

memberi hutang maupun menghapuskan

piutang

diancam karena

PENIPUAN

dengan

(20)

PENGGELAPAN, Pasal 372 KUHP

Barang siapa

dengan sengaja dan melawan

hukum

memiliki barang sesuatu yang

seluruhnya atau sebagian

adalah kepunyaan

orang lain

,

tetapi yang ada dalam

kekuasaannya bukan karena kejahatan

diancam karena

PENGGELAPAN

, dengan

pidana penjara paling lama empat tahun atau

pidana denda paling banyak sembilan ratus

(21)

ASPEK PIDANA ASURANSI

Sistem hukum pidana Indonesia mengenal Asas Legalitas

yang tercantum pada Pasal 1 KUHP, yaitu :

“Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali

berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan

pidana yang telah ada lebih dahulu”

( Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege )

Maka

ada tidaknya aspek pidana

di dalam perasuransian

harus dikembalikan kepada UU yang mengaturnya

(22)

Pasal 21 UU No 2 Tahun 1992

(Usaha Asuransi)

(1) Barang siapa menjalankan atau menyuruh menjalankan

kegiatan usaha perasuransian tanpa izin usaha

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, diancam dengan

pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan

denda paling banyak Rp 2.500.000.000,- (dua milyar lima

ratus juta rupiah)

(2)

Barang siapa menggelapkan premi asuransi diancam

dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun

dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar

lima ratus juta rupiah)

(23)

Pasal 21 UU No 2 Tahun 1992

(Usaha Asuransi)

(3) Barang siapa menggelapkan dengan cara mengalihkan,

menjaminkan, dan atau mengagunkan tanpa hak, kekayaan

Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Asuransi Kerugian

atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara

paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp

2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah)

(4) Barang siapa menerima, menadah, membeli, atau

mengagunkan, atau menjual kembali kekayaan perusahaan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang diketahuinya atau

patut diketahuinya bahwa barang- barang tersebut adalah

kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan

Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling

banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)

(24)

Pasal 21 UU No 2 Tahun 1992

(Usaha Asuransi)

(5) Barang siapa secara sendiri-sendiri atau bersama-sama

melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan

Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau

Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling

banyak Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta

rupiah)

(25)

Pasal 23 UU No 2 Tahun 1992

(Usaha Asuransi)

Tindak pidana sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 21 adalah kejahatan

(26)

Pasal 24 UU No 2 Tahun 1992

(Usaha Asuransi)

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal

21 dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum

atau badan usaha yang bukan merupakan badan hukum,

maka tuntutan pidana dilakukan terhadap badan tersebut

atau terhadap mereka yang memberikan perintah untuk

melakukan tindak pidana itu atau yang bertindak sebagai

pimpinan dalam melakukan tindak pidana itu maupun

terhadap kedua-duanya

(27)

Dalam UU Nomor 40 Tahun 2004

Tentang SJSN ternyata tidak

diketemukan tentang

KETENTUAN PIDANA

(28)

KETENTUAN PIDANA

Dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS

Pasal 54

Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi

yang melanggar larangan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 52 huruf g, huruf h, huruf

i, huruf j, huruf k, huruf l, atau huruf m dipidana

dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)

tahun dan pidana denda paling banyak

(29)

Pasal 52 UU Nomor 24 Tahun 2011 huruf g, huruf h, huruf i,

huruf j, huruf k, huruf l, atau huruf m adalah LARANGAN :

g. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan dihapuskannya suatu laporan dalam buku catatan atau dalam laporan, dokumen atau

laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial;

h. menyalahgunakan dan/atau menggelapkan aset BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial;

i. melakukan subsidi silang antar program;

j. menempatkan investasi aset BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial pada jenis investasi yang tidak terdaftar pada Peraturan Pemerintah;

k. menanamkan investasi kecuali surat berharga tertentu dan/atau investasi peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan sosial;

l. membuat atau menyebabkan adanya suatu laporan palsu dalam buku catatan atau dalam laporan, atau dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial; dan/atau

m. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau

menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam

laporan, atau dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau merusak catatan pembukuan BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial.

(30)

Pasal 55 UU No. 24 Tahun 2011

Pemberi Kerja

yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 19

ayat (1) atau ayat (2)

dipidana dengan

pidana penjara paling lama 8 (delapan)

tahun

atau pidana denda paling banyak Rp

(31)

Pasal 19 ayat (1) dan (2)

UU Nomor 24 Tahun 2011

(1)

Pemberi Kerja wajib memungut Iuran

yang menjadi beban Peserta dari

Pekerjanya dan menyetorkannya kepada

BPJS

(2) Pemberi Kerja wajib membayar dan

menyetor Iuran yang menjadi tanggung

(32)

PASAL 6 PERPRES 111 TAHUN 2013

TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12

TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

(1) Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan mencakup seluruh penduduk Indonesia.

(2) Kepesertaan Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai tanggal 1 Januari 2014 paling sedikit meliputi:

a. PBI Jaminan Kesehatan;

b. Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Pertahanan dananggota keluarganya;

c. Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri dan anggota keluarganya;

d. Peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) dan anggota keluarganya; dan

e. Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dan anggota keluarganya.

(33)

PASAL 6 PERPRES 111 TAHUN 2013

TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12

TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

(3) Kewajiban melakukan pendaftaran kepesertaan Jaminan

Kesehatan selain Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

bagi:

a. Pemberi Kerja pada Badan Usaha Milik Negara, usaha besar,

usaha menengah, dan usaha kecil paling lambat tanggal 1

Januari 2015;

b. Pemberi Kerja pada usaha mikro paling lambat tanggal 1

Januari 2016

; dan

c. Pekerja bukan penerima upah dan bukan Pekerja paling

lambat tanggal 1 Januari 2019.

(4) BPJS Kesehatan mulai tanggal 1 Januari 2014 tetap berkewajiban

menerima pendaftaran kepesertaan yang diajukan oleh Pemberi

Kerja serta Pekerja Bukan Penerima Upah dan bukan Pekerja

(34)

UU 20/2001 jo. 31/1999

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

karena aset BPJS adalah aset negara

(walau sudah dipisahkan) berdasarkan

(35)
(36)

1. ‘Kesetaraan’

Dari asas asas perjanjian di atas, yang utama dalam

perjanjian adalah ‘kemerdekaan/kebebasan para pihak’

dan/atau kesetaraan membuat perjanjian.

Walaupun demikian, dalam praktek adalah tidak mudah bagi

para pihak untuk sampai kepada kesetaraan itu. Pengetahuan

dan pengalaman sangat menentukan isi perjanjian atau posisi

(bargaining position) para pihak.

Mungkinkah Rumah Sakit mempunyai posisi tawar yang

sejajar dengan BPJS (Dewan yang bertanggung jawab

langsung kepada Presiden) ?

Dalam perjanjian dengan Rumah Sakit dengan BPJS,

perlu kita lihat apakah isi perjanjian antara RS satu

dengan RS lain sama ? Adakah perbedaan perlakuan ?

(37)

2. Badan Hukum BPJS

BPJS adalah institusi yang istimewa, badan hukum publik dan

tidak dapat dipailitkan (periksa pasal 47 UU 24 Tahun 2011)Dengan demikian, secara hukum BPJS tidak mungkin tidak bisa

bayar hutang. Dia personifikasi dari negara. Jika kehabisan uang, dia akan ditalangi negara.

Jadi, jangan kuatir BPJS tidak punya uang. Ini politik hukum

Negara Inonesia. Seperti negara, jika negara tidak punya uang, ya cetak lagi (dalam hal ini dilaksanakan oleh Bank Indonesia).

Soal nilai tukar rupiah melemah, itu soal lain. Indonesia pernah

mengalami “SENERING”, bahkan BI sudah mencanangkan, kelak nilai Rp 1000 akan dijadikan 1 rupiah. Yang jelas negara tidak bisa dibangkrutkan

(38)

2. Badan Hukum BPJS

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 56 :

(1) Presiden sewaktu-waktu dapat meminta laporan keuangan

dan laporan kinerja BPJS sebagai bahan pertimbangan dalam

pengambilan kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan

penyelenggaraan Jaminan Sosial nasional

(2) Dalam hal terdapat kebijakan fiskal dan moneter yang

mempengaruhi tingkat solvabilitas BPJS, Pemerintah dapat

mengambil kebijakan khusus untuk menjamin

kelangsungan program Jaminan Sosial

(3) Dalam hal terjadi krisis keuangan dan kondisi tertentu yang

memberatkan perekonomian, Pemerintah dapat melakukan

tindakan khusus untuk menjaga kesehatan keuangan dan

(39)

2. Badan Hukum BPJS

Bagaimana jika sampai BPJS

–mudah-mudahan tidak akan pernah—tidak

bayar-bayar kepada Rumah Sakit, dilambat-lambat,

dicicil-cicil ?

Secara politik kita tagih bagaimana

konsistensi politik hukum Pemerintah. Kita

‘teriaki’ terus menerus. Sistim kurang pas

misalnya, ya kita ‘teriaki’ terus menerus,

tentu dengan solusi yang elegan melalui

(40)

2. Badan Hukum BPJS

Mari BPJS kita –sebagai komponen

bangsa--awasi, kita dorong, kita kritisi pelayanan

yang kurang profesional. Tetapi, juga kita

‘perbaiki’ pelayanan Rumah Sakit kita

dengan standar yang berlaku di BPJS

(41)

3. Rahasia Kedokteran – Rekam Medis

Pasal 4 angka 4 huruf c, Kewajiban Pihak

Kedua :

Menyediakan data dan informasi tentang

Sumber Daya Manusia dan sarana

prasarana PIHAK KEDUA dan informasi

lain tentang pelayanan kepada peserta

(termasuk melihat Medical Record) yang

dianggap perlu oleh PIHAK PERTAMA

(42)

3. Rahasia Kedokteran – Rekam Medis

Pasal 47 UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Pradok :

(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi,

atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan

isi

rekam medis merupakan

milik pasien

(2)

Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh

dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana

pelayanan kesehatan

(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan

Peraturan Menteri.

(43)

3. Rahasia Kedokteran – Rekam Medis

Pasal 38 UU 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit :

(1) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia

kedokteran

(2) Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) hanya dapat dibuka untuk

kepentingan kesehatan pasien, untuk

pemenuhan permintaan aparat penegak

hukum dalam rangka penegakan hukum, atas

persetujuan pasien sendiri, atau berdasarkan

ketentuan peraturan perundangundangan

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia

(44)

3. Rahasia Kedokteran – Rekam Medis

Penjelasan Pasal 38 Ayat (1) :

Yang dimaksud dengan “rahasia

kedokteran” adalah segala sesuatu yang

berhubungan dengan hal yang ditemukan

oleh dokter dan dokter gigi dalam rangka

pengobatan dan dicatat dalam rekam medis

(45)

3. Rahasia Kedokteran – Rekam Medis

Pasal 44 UU 44 Tahun 2009 menyatakan :

(1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala

informasi kepada publik yang berkaitan dengan rahasia

kedokteran

(2) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan

menginformasikannya melalui media massa, dianggap

telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada

umum

(3) Penginformasian kepada media massa sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) memberikan kewenangan kepada

Rumah Sakit untuk mengungkapkan rahasia kedokteran

pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit

(46)

3. Rahasia Kedokteran – Rekam Medis

Pasal 57 UU 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan :

(1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan

(2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal: a. perintah undang-undang;

b. perintah pengadilan; c. izin yang bersangkutan;

d. kepentingan masyarakat; atau e. kepentingan orang tersebut.

(47)

3. Rahasia Kedokteran – Rekam Medis

MEMBUKA RAHASIA, Pasal 322 KUHPidana :

(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia

yang wajib disimpannya karena jabatan atau

pencahariannya, baik yang sekarang maupun yang

dahulu, diancam dengan PIDANA PENJARA paling

lama sembilan bulan atau pidana denda paling

banyak sembilan ribu rupiah

(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu,

maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas

(48)

UU NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG

PRAKTIK KEDOKTERAN

Rahasia Kedokteran

Pasal 48

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan

praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia

kedokteran.

(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk

kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan

aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan

hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan

ketentuan perundangundangan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran

diatur dengan Peraturan Menteri

(49)

49

Penting diketahui tentang Hukum Administrasi

Sumber Kewenangan

Wewenang itu diperoleh melalui tiga sumber, yaitu :

atribusi, delegasi,

dan

mandat.

Kewenangan

atribusi

lazimnya digariskan melalui

pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang

dasar.

Kewenangan

delegasi

dan

mandat

adalah kewenangan

yang berasal dari pelimpahan (ditentukan oleh UU).

(50)

Pasal 6 Permenkes 36/2012 Tentang Rahasia Kedokteran

(1) Pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan kesehatan pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:

a. kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, dan perawatan pasien; dan

b. keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan kesehatan.

(2) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan persetujuan dari pasien.

(3) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan persetujuan dari pasien baik secara tertulis maupun sistem informasi elektronik.

(4) Persetujuan dari pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan telah diberikan pada saat pendaftaran pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.

(5) Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan persetujuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), persetujuan dapat diberikan oleh keluarga terdekat atau pengampunya.

(51)

TATA URUTAN PERUNDANGAN DI INDONESIA

Diatur Dalam UU RI Nomor 12 Tahun 2011

Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

51

Pasal 7

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(52)

PERMENKES TIDAK MASUK PADA TATA URUTAN

PERUNDANGAN

RAHASIA KEDOKTERAN DIATUR DALAM UU

PRADOK DAN UU RUMAH SAKIT

PERMENKES LEBIH RENDAH DERAJATNYA DARI

PADA UU

PERMENKES TIDAK BOLEH MENGINTRODUSIR

UNDANG UNDANG !!

(53)

3. Rahasia Kedokteran – Rekam Medis

MENGHINDARI RESIKO

Minta persetujuan Pasien yang

bersangkutan

(54)

4. Tenggang waktu pembayaran

“Klaim”

Pasal 4 angka 2 huruf b (Perjanjian BPJS-RS) :

Membayar biaya pelayanan sebagaimana huruf a, wajib dilakukan tepat waktu untuk menjaga likuiditas PIHAK KEDUA

Lampiran II Perjanjian angka 6 Pembayaran Tagihan

PIHAK PERTAMA wajib membayar tagihan biaya pelayanan kesehatan PIHAK KEDUA paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima

lengkap dan benar di Kantor Cabang PIHAK PERTAMA

Kadaluarsa klaim adalah 6 (enam) bulan terhitung sejak pelayanan

diberikan. Tagihan yang diajukan lebih dari 6 (enam) bulan sejak berakhirnya

Bulan Pelayanan dan/atau berakhirnya Perjanjian ini berhak untuk ditolak proses pembayarannya oleh PIHAK PERTAMA.

PIHAK PERTAMA tidak bertanggung jawab untuk membayar tagihan yang timbul karena PIHAK KEDUA memberikan fasilitas dan/atau pelayanan kesehatan di luar yang menjadi hak Peserta.

(55)

4. Tenggang waktu pembayaran

“Klaim”

Pasal 24 UU 40 Tahun 2004

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib

membayar fasilitas kesehatan alas pelayanan

yang diberikan kepada peserta paling lambat

15 (lima belas) hari sejak permintaan

pembayaran diterima

Penjelasan Pasal 24 Ayat (2)

Ketentuan ini menghendaki agar Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial membayar

fasilitas kesehatan secara efektif dan efisien

(56)

4. Tenggang waktu pembayaran

“Klaim”

Bagaimana Jika ‘klaim’ TIDAK DIBAYAR PENUH?

Biaya pelayanan yang telah dikeluarkan oleh RS

secara benar dan telah diklaimkan ke BPJS, wajib

dibayar sesuai peraturan di atas. Jika ‘klaim’ tidak

dibayar penuh, maka sebaiknya RS tidak mau

menerimanya. Jika menerimanya, maka berlaku

anggapan bahwa debitur telah melakukan

kewajibannya, hanya saja kurang.

Berarti atas tagihan/klaim itu, RS mau dicicil.

Kekurangan akan dibayar kemudian. Jika RS tidak

mau menerima berarti belum ada pembayaran

(57)

4. Tenggang waktu pembayaran

“Klaim”

Solusi : Sebaiknya adakan adendum/amandemen

perjanjian :

“Pembayaran ‘klaim’ harus lunas dan dibayar

sekaligus”

Bagaimana jika BPJS tidak mau mengadendum ?

Secara hukum, Ya Batalkan saja perjanjian, atau

tidak usah melakukan kerja sama dengan BPJS

Beranikah kita menempuh langkah itu, sementara

oportunitas kepesertaan dalam Jaminan kesehatan

ini diwajibkan secara nasional ? Dilematis. Rumah

Sakit harus kompak

(58)

5. Pasal 9 (Evaluasi Dan Penilaian Penyelenggaraan

Pelayanan Kesehatan)

1. PIHAK PERTAMA akan melakukan evaluasi dan penilaian penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA secara berkala; 2. Evaluasi yang dilakukan meliputi antara lain utilization review dan hasil

audit yang dilakukan tim audit medis dan tim auditor internal maupun eksternal.

3. Hasil evaluasi sebagaimana ayat 1 dan 2 Pasal ini akan disampaikan secara tertulis kepada PIHAK KEDUA dengan disertai rekomendasi (apabila

diperlukan).

4. Apabila dari hasil audit sebagaimana dimaksud ayat (3) ditemukan klaim yang tidak sesuai ketentuan, maka PIHAK KEDUA berkewajiban

melaksanakan rekomendasi yang diberikan PIHAK PERTAMA.

• Sebaiknya ditambah angka 5 :

Dalam melaksanakan audit, auditor wajib mempertimbangkan pembelaan/pendapat Pihak Rumah Sakit.

(59)

5. Pasal 11 Tentang SANKSI

Angka 1 :

“Apabila Dalam pengajuan klaim/tagihan oleh PIHAK KEDUA terdapat klaim/tagihan yang bermasalah, maka PIHAK PERTAMA berhak untuk menangguhkan pembayaran pada klaim/tagihan yang bermasalah tersebut”

Tidak jelas apa yang dimaksud dengan “masalah”. Perlu diperjelas apa yang dimaksud dengan “masalah” itu.

Angka 4 :

Dalam hal salah satu pihak diketahui menyalahgunakan wewenang dengan melakukan kegiatanmoral hazard atau fraud seperti membuat klaim fiktif yang dibuktikan dari hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa Internal maupun Eksternal sehingga terbukti

merugikan pihak lainnya, maka pihak yang menyalahgunakan wewenang tersebut

berkewajiban untuk memulihkan kerugian yang terjadi dan pihak yang dirugikan dapat membatalkan Perjanjian ini secara sepihak.

Jika sanksi di atas ini tidak ditaati, maka dapat masuk ke ranah pidana (penggelapan

uang negara/korupsi). Bahkan jika sudah dipulihkanpun, belum tentu lepas dari

(60)

5. Pasal 11 Tentang SANKSI

Kita simak ketentuan UU 31 Tahun 1999 Tentang Korupsi Pasal (1): Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi

yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau

pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(61)

7. Pasal 11 Tentang SANKSI

PASAL 12 (PENGAKHIRAN PERJANJIAN) huruf d :

Salah satu Pihak melakukan merger, konsolidasi, atau diakuisisi oleh perusahaan lain. Pengakhiran berlaku efektif pada tanggal

disahkannya pelaksanaan merger, konsolidasi atau akuisisi tersebut oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

Seharusnya :

(62)

8. Pasal 16 (Lain-lain) angka 4

Batasan Tanggung Jawab

PIHAK PERTAMA tidak bertanggung jawab atas penyediaan

fasilitas dan pelayanan kesehatan dari PIHAK KEDUA kepada Peserta dan terhadap kerugian (--berarti perdata, penulis--)

maupun tuntutan (--berarti pidana, penulis--) yang diajukan oleh Peserta kepada PIHAK KEDUA yang disebabkan karena kesalahan

atau pelanggaran yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA dalam

menjalankan tanggung jawab profesinya seperti, termasuk tetapi tidak terbatas pada, kesalahan dalam melakukan pemeriksaan dan pengobatan, kesalahan dalam memberikan indikasi medis

(63)

8. Pasal 16 (Lain-lain) angka 4

Misal ada kasus :

• Pasien menuntut ganti rugi melalui Pengadilan Negeri Surabaya – tentunya berdasarkan pasal 46 UU Nomor 44 Tahun

2009--kepada Rumah Sakit karena menganggap Rumah Sakit telah melakukan tindakan melawan hukum dengan melakukan

kesalahan dalam melakukan asuhan keperawatan dan tindakan

medis/kedokteran sehingga pasien mengalami cerebral palsi

misalnya.

• Pasien harus membuktikan apa kesalahan rumah sakit.

• Rumah Sakit juga harus membuktikan bahwa prosedur yang dilakukan untuk melakukan asuhan keperawatan dan tindakan medis sesuai dengan standar BPJS.

(64)

8. Pasal 16 (Lain-lain) angka 4

Jika ternyata tidak terbukti, maka Pengadilan menyatakan rumah sakit dinyatakan tidak melakukan PERBUATAN MELAWAN HUKUM dan oleh karenanya gugatan ditolak demi hukum.

Bagaimana perawatan terhadap pasien yang telah mengalami cerebral palsi ?

Seharusnya ditanggung oleh BPJS, yaitu dengan cara masuk rumah sakit dengan menggunakan beban pembiayaan sesuai prosedur BPJS.

(65)

9. WASPADA

Berkaitan dengan Pasal 55 UU No. 24 Tahun 2011

Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling

banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Pasal 11 Mengatur :

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,

BPJS berwenang untuk:

g. melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

Referensi

Dokumen terkait

bertanggung diperlukan kewenangan dan kemampuan sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta propinsi

Penggunaan Model Pembelajaran Cooperative Learning tipe Team Games Tournaments dalam Meningkatkan. Kemampuan Membaca Teks Bahasa Jerman Siswa

Se- lanjutnya diberikan beberapa catatan dari kedua persamaan tersebut yang masing-masing erat kaitannya dengan masalah kontrol optimal ”Linier Quadratic Regulator” (LQR) sistem

DPRD Kota Makassar Tuntutan Yang Diinginkan Kebijakan RTRW menjadi definitf sesuai arah untuk pencapaian visi pembangunan kota Kebijakan penataan ruang koheren dengan

tumbuhan itu dalam beradaptasi terhadap lingkungannya. Misalnya, eceng gondok memiliki rongga udara yang membatunya untuk mengapung. Tidak hanya tumbuhan air, tumbuhan di darat

Telkom Divre V Jawa Timur, berawal dari fenomena para karyawan yang mengetahui dan mengakses konten media yaitu “ News ” dalam Portal.telkom.co.id yang menjadi

Sehubungan dengan hasil evaluasi penawaran saudara, perihal penawaran Pekerjaan Peningkatan Jalan TVRI - Kampung Sinjai , dimana perusahaan saudara termasuk

Seiring dengan perkembangan dunia musik dari dulu sampai sekarang ini jauh lebih baik dan memudahkan pencinta musik seolah-olah di manjakan dengan sebuah alat musik