Aspek Hukum Kontrak Pada
Asuransi Di Indonesia
oleh
ASURANSI KOMERSIAL
•
Hukum asuransi di Indonesia dibawa oleh
Pemerintah Kolonial Belanda tertuang
dalam kodifikasi Wetboek Van
KoophandelKitab Undang Undang Hukum
Dagang
(Asuransi Komersial)
•
Lebih lanjut tentang
Usaha Perasuransian
ASURANSI SOSIAL
Penjelasan Pasal 3 UU Nomor 2 Tahun 1992 :
“... usaha asuransi dapat pula dibagi berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usahanya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang bersifat sosial dan yang bersifat komersial...” MPR RI dalam TAP Nomor X/MPR/2001 :
“menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu”
UUD 1945 Pasal 28H ayat (3), hasil amandemen kedua 18 Agustus 2000 :
“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”; dan
Pasal 34 ayat (2), hasil amandemen keempat 11 Agustus 2002 :
“Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.
Dengan demikian, prinsip-prinsip hukum
asuransi komersial (Lex generalis) juga
berlaku bagi asuransi sosial (lex specialis),
sepanjang tidak diatur lain oleh
peraturan di lingkungan asuransi
PENGERTIAN ASURANSI
Pasal 246 KUHD/WvK :
Asuransi adalah Perjanjian dengan mana
penanggung mengikatkan diri
kepada
tertanggung
dengan menerima premi
untuk
memberikan penggantian kepadanya karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan yang mungkin
dideritanya akibat dari suatu evenement
•
UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha
Perasuaransian:
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih
dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung
dengan
menerima premi asuransi
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
PERJANJIAN ASURANSI
Pasal 1774 KUH Perdata :
Suatu
persetujuan untung–untungan
(kansovereenkomst)
adalah suatu
perbuatan yang hasilnya, mengenai
untung ruginya, baik bagi semua pihak
maupun bagi sementara pihak,
bergantung kepada suatu kejadian yang
belum tentu
Unsur Asuransi
1. Penanggung dan tertanggung (Subjek Hukum)
2.
Persetujuan antara si penanggung dan
tertanggung
3. Benda asuransi dan kepentingan si tertanggung
4. Tujuan
5. Premi dan risiko
6. Peristiwa yang tidak pasti dan ganti rugi
7.
Syarat-syarat
6 PRINSIP DASAR ASURANSI
1. Insurable Interest adalah hak pertanggungan yang muncul dari hubungan keuangan dan diakui oleh hukum.
2. Utmost good faith memaksudkan segala sesuatu yang dipertanggungkan yang harus diungkapkan secara detil dan lengkap.
Oleh karena itu, kedua belah pihak harus jujur mengenai objek yang dipertanggungkan.
3. Proximate cause adalah kejadian yang tidak terduga yang menyebabkan kerugian, tentu tanpa adanya intervensi yang menyebabkan kerugian tersebut.
4. Indemnity adalah tanggung jawab penanggung untuk mengembalikan posisi finansial si tertanggung ke posisi semula sebelum terjadi kerugian. 5. Subrogation adalah hak tuntut yang dimiliki oleh tertanggung kepada si
penanggung ('klaim‘).
6. Contribution adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya untuk kerja sama.
Hukum Asuransi tentang Premi dan Polis
Dalam Hukum Asuransi dikenal kata
premi dan polis, yakni dimana
premi
adalah kewajiban yang harus dipenuhi
oleh si tertanggung
sebagai imbalan jasa
si penanggung. Sementara,
polis adalah
akta atau perjanjian antara si
penanggung dan tertanggung
SJSN yang diselenggarakan BPJS apakah kontrak ?
Pasal 246 KUHD dan Pasal 1 angka 1 UU 2 -992 :
“Asuransi adalah perjanjian”,
Pasal 19 ayat (1)UU 40-2004 :
“Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial...”
Maka kepesertaan
SJSN yang dilaksanakan BPJS adalah
perjanjian pula
Asas-asas Perjanjian/Kontrak
1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Pasal 1338 ayat (1) BW :
“Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”
Setiap orang yang telah dewasa (umur 21 tahun
atau telah kawin) dan mempunyai kecakapan
hukum dapat melakukan perjanjian apapun
sepanjang tidak dilarang (baca : tidak bertentangan
dengan hukum dan kesusilaan/ketertiban umum)
(2) Asas Konsensualisme (Concensualism)
Asas Konsensualisme : (salah satu syarat)
sahnya perjanjian adalah adanya kata
kesepakatan antara kedua belah pihak
(Psl 1320 ayat (1) BW)
Asas ini merupakan asas yang menyatakan
bahwa perjanjian pada umumnya tidak
diadakan secara formal, melainkan cukup
dengan adanya kesepakatan kedua belah
pihak.
(3) Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)
bahwa pihak ketiga harus menghormati
substansi kontrak yang dibuat oleh para
pihak, sebagai layaknya undang-undang.
Selain para pihak tidak boleh melakukan
intervensi terhadap substansi kontrak
yang dibuat oleh para pihak. Asas ini
dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat
(4) Asas Itikad Baik (good faith)
Pasal 1338 ayat (3) BW: “Perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik.”
Asas ini merupakan asas bahwa para pihak,
yaitu pihak kreditur dan debitur harus
melaksanakan substansi kontrak
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan
yang teguh maupun kemauan baik dari
(5) Asas Kepribadian (personality)
Pasal 1315 BW: “Pada umumnya
seseorang tidak dapat mengadakan
perikatan atau perjanjian selain untuk
Pasal 1321 BW
Tiada suatu persetujuan pun
mempunyai kekuatan jika diberikan
karena kekhilafan (dwaling) atau
diperoleh dengan paksaan (dwang)
Dari beberapa pasal di atas dapat ditarik
KESIMPULAN TEGAS
bahwa perjanjian itu dapat mengikat atau batal.
Mengikat jika sesuai pasal 1320 BW
dan
dapat
dibatalkan karena pasal 1321 BW.
Tidak ada perjanjian yang kemudian dapat
PENIPUAN, Pasal 378 KUHP
Barang siapa
dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum
,
dengan memakai nama
palsu atau martabat palsu
,
dengan tipu
muslihat
, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan
barang sesuatu kepadanya
, atau supaya
memberi hutang maupun menghapuskan
piutang
diancam karena
PENIPUAN
dengan
PENGGELAPAN, Pasal 372 KUHP
Barang siapa
dengan sengaja dan melawan
hukum
memiliki barang sesuatu yang
seluruhnya atau sebagian
adalah kepunyaan
orang lain
,
tetapi yang ada dalam
kekuasaannya bukan karena kejahatan
diancam karena
PENGGELAPAN
, dengan
pidana penjara paling lama empat tahun atau
pidana denda paling banyak sembilan ratus
ASPEK PIDANA ASURANSI
Sistem hukum pidana Indonesia mengenal Asas Legalitas
yang tercantum pada Pasal 1 KUHP, yaitu :
“Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali
berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan
pidana yang telah ada lebih dahulu”
( Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege )
Maka
ada tidaknya aspek pidana
di dalam perasuransian
harus dikembalikan kepada UU yang mengaturnya
Pasal 21 UU No 2 Tahun 1992
(Usaha Asuransi)
(1) Barang siapa menjalankan atau menyuruh menjalankan
kegiatan usaha perasuransian tanpa izin usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, diancam dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp 2.500.000.000,- (dua milyar lima
ratus juta rupiah)
(2)
Barang siapa menggelapkan premi asuransi diancam
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar
lima ratus juta rupiah)
Pasal 21 UU No 2 Tahun 1992
(Usaha Asuransi)
(3) Barang siapa menggelapkan dengan cara mengalihkan,
menjaminkan, dan atau mengagunkan tanpa hak, kekayaan
Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Asuransi Kerugian
atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp
2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah)
(4) Barang siapa menerima, menadah, membeli, atau
mengagunkan, atau menjual kembali kekayaan perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang diketahuinya atau
patut diketahuinya bahwa barang- barang tersebut adalah
kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan
Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)
Pasal 21 UU No 2 Tahun 1992
(Usaha Asuransi)
(5) Barang siapa secara sendiri-sendiri atau bersama-sama
melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan
Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau
Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta
rupiah)
Pasal 23 UU No 2 Tahun 1992
(Usaha Asuransi)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 adalah kejahatan
Pasal 24 UU No 2 Tahun 1992
(Usaha Asuransi)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum
atau badan usaha yang bukan merupakan badan hukum,
maka tuntutan pidana dilakukan terhadap badan tersebut
atau terhadap mereka yang memberikan perintah untuk
melakukan tindak pidana itu atau yang bertindak sebagai
pimpinan dalam melakukan tindak pidana itu maupun
terhadap kedua-duanya
Dalam UU Nomor 40 Tahun 2004
Tentang SJSN ternyata tidak
diketemukan tentang
KETENTUAN PIDANA
KETENTUAN PIDANA
Dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS
Pasal 54
Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi
yang melanggar larangan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 huruf g, huruf h, huruf
i, huruf j, huruf k, huruf l, atau huruf m dipidana
dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)
tahun dan pidana denda paling banyak
Pasal 52 UU Nomor 24 Tahun 2011 huruf g, huruf h, huruf i,
huruf j, huruf k, huruf l, atau huruf m adalah LARANGAN :
g. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan dihapuskannya suatu laporan dalam buku catatan atau dalam laporan, dokumen atau
laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial;
h. menyalahgunakan dan/atau menggelapkan aset BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial;
i. melakukan subsidi silang antar program;
j. menempatkan investasi aset BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial pada jenis investasi yang tidak terdaftar pada Peraturan Pemerintah;
k. menanamkan investasi kecuali surat berharga tertentu dan/atau investasi peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan sosial;
l. membuat atau menyebabkan adanya suatu laporan palsu dalam buku catatan atau dalam laporan, atau dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial; dan/atau
m. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam
laporan, atau dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau merusak catatan pembukuan BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial.
Pasal 55 UU No. 24 Tahun 2011
Pemberi Kerja
yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19
ayat (1) atau ayat (2)
dipidana dengan
pidana penjara paling lama 8 (delapan)
tahun
atau pidana denda paling banyak Rp
Pasal 19 ayat (1) dan (2)
UU Nomor 24 Tahun 2011
(1)
Pemberi Kerja wajib memungut Iuran
yang menjadi beban Peserta dari
Pekerjanya dan menyetorkannya kepada
BPJS
(2) Pemberi Kerja wajib membayar dan
menyetor Iuran yang menjadi tanggung
PASAL 6 PERPRES 111 TAHUN 2013
TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12
TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN
(1) Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan mencakup seluruh penduduk Indonesia.
(2) Kepesertaan Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai tanggal 1 Januari 2014 paling sedikit meliputi:
a. PBI Jaminan Kesehatan;
b. Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Pertahanan dananggota keluarganya;
c. Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri dan anggota keluarganya;
d. Peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) dan anggota keluarganya; dan
e. Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dan anggota keluarganya.
PASAL 6 PERPRES 111 TAHUN 2013
TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12
TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN
(3) Kewajiban melakukan pendaftaran kepesertaan Jaminan
Kesehatan selain Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
bagi:
a. Pemberi Kerja pada Badan Usaha Milik Negara, usaha besar,
usaha menengah, dan usaha kecil paling lambat tanggal 1
Januari 2015;
b. Pemberi Kerja pada usaha mikro paling lambat tanggal 1
Januari 2016
; dan
c. Pekerja bukan penerima upah dan bukan Pekerja paling
lambat tanggal 1 Januari 2019.
(4) BPJS Kesehatan mulai tanggal 1 Januari 2014 tetap berkewajiban
menerima pendaftaran kepesertaan yang diajukan oleh Pemberi
Kerja serta Pekerja Bukan Penerima Upah dan bukan Pekerja
UU 20/2001 jo. 31/1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
karena aset BPJS adalah aset negara
(walau sudah dipisahkan) berdasarkan
1. ‘Kesetaraan’
•
Dari asas asas perjanjian di atas, yang utama dalam
perjanjian adalah ‘kemerdekaan/kebebasan para pihak’
dan/atau kesetaraan membuat perjanjian.
Walaupun demikian, dalam praktek adalah tidak mudah bagi
para pihak untuk sampai kepada kesetaraan itu. Pengetahuan
dan pengalaman sangat menentukan isi perjanjian atau posisi
(bargaining position) para pihak.
•
Mungkinkah Rumah Sakit mempunyai posisi tawar yang
sejajar dengan BPJS (Dewan yang bertanggung jawab
langsung kepada Presiden) ?
•
Dalam perjanjian dengan Rumah Sakit dengan BPJS,
perlu kita lihat apakah isi perjanjian antara RS satu
dengan RS lain sama ? Adakah perbedaan perlakuan ?
2. Badan Hukum BPJS
• BPJS adalah institusi yang istimewa, badan hukum publik dan
tidak dapat dipailitkan (periksa pasal 47 UU 24 Tahun 2011) • Dengan demikian, secara hukum BPJS tidak mungkin tidak bisa
bayar hutang. Dia personifikasi dari negara. Jika kehabisan uang, dia akan ditalangi negara.
• Jadi, jangan kuatir BPJS tidak punya uang. Ini politik hukum
Negara Inonesia. Seperti negara, jika negara tidak punya uang, ya cetak lagi (dalam hal ini dilaksanakan oleh Bank Indonesia).
• Soal nilai tukar rupiah melemah, itu soal lain. Indonesia pernah
mengalami “SENERING”, bahkan BI sudah mencanangkan, kelak nilai Rp 1000 akan dijadikan 1 rupiah. Yang jelas negara tidak bisa dibangkrutkan
2. Badan Hukum BPJS
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 56 :
(1) Presiden sewaktu-waktu dapat meminta laporan keuangan
dan laporan kinerja BPJS sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan
penyelenggaraan Jaminan Sosial nasional
(2) Dalam hal terdapat kebijakan fiskal dan moneter yang
mempengaruhi tingkat solvabilitas BPJS, Pemerintah dapat
mengambil kebijakan khusus untuk menjamin
kelangsungan program Jaminan Sosial
(3) Dalam hal terjadi krisis keuangan dan kondisi tertentu yang
memberatkan perekonomian, Pemerintah dapat melakukan
tindakan khusus untuk menjaga kesehatan keuangan dan
2. Badan Hukum BPJS
•
Bagaimana jika sampai BPJS
–mudah-mudahan tidak akan pernah—tidak
bayar-bayar kepada Rumah Sakit, dilambat-lambat,
dicicil-cicil ?
•
Secara politik kita tagih bagaimana
konsistensi politik hukum Pemerintah. Kita
‘teriaki’ terus menerus. Sistim kurang pas
misalnya, ya kita ‘teriaki’ terus menerus,
tentu dengan solusi yang elegan melalui
2. Badan Hukum BPJS
Mari BPJS kita –sebagai komponen
bangsa--awasi, kita dorong, kita kritisi pelayanan
yang kurang profesional. Tetapi, juga kita
‘perbaiki’ pelayanan Rumah Sakit kita
dengan standar yang berlaku di BPJS
3. Rahasia Kedokteran – Rekam Medis
Pasal 4 angka 4 huruf c, Kewajiban Pihak
Kedua :
•
Menyediakan data dan informasi tentang
Sumber Daya Manusia dan sarana
prasarana PIHAK KEDUA dan informasi
lain tentang pelayanan kepada peserta
(termasuk melihat Medical Record) yang
dianggap perlu oleh PIHAK PERTAMA
3. Rahasia Kedokteran – Rekam Medis
Pasal 47 UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Pradok :
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi,
atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan
isi
rekam medis merupakan
milik pasien
(2)
Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh
dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana
pelayanan kesehatan
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
3. Rahasia Kedokteran – Rekam Medis
Pasal 38 UU 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit :
(1) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia
kedokteran
(2) Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya dapat dibuka untuk
kepentingan kesehatan pasien, untuk
pemenuhan permintaan aparat penegak
hukum dalam rangka penegakan hukum, atas
persetujuan pasien sendiri, atau berdasarkan
ketentuan peraturan perundangundangan
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia
3. Rahasia Kedokteran – Rekam Medis
Penjelasan Pasal 38 Ayat (1) :
Yang dimaksud dengan “rahasia
kedokteran” adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan hal yang ditemukan
oleh dokter dan dokter gigi dalam rangka
pengobatan dan dicatat dalam rekam medis
3. Rahasia Kedokteran – Rekam Medis
Pasal 44 UU 44 Tahun 2009 menyatakan :
(1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala
informasi kepada publik yang berkaitan dengan rahasia
kedokteran
(2) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan
menginformasikannya melalui media massa, dianggap
telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada
umum
(3) Penginformasian kepada media massa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) memberikan kewenangan kepada
Rumah Sakit untuk mengungkapkan rahasia kedokteran
pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit
3. Rahasia Kedokteran – Rekam Medis
Pasal 57 UU 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan :
(1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan
(2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal: a. perintah undang-undang;
b. perintah pengadilan; c. izin yang bersangkutan;
d. kepentingan masyarakat; atau e. kepentingan orang tersebut.
3. Rahasia Kedokteran – Rekam Medis
MEMBUKA RAHASIA, Pasal 322 KUHPidana :
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia
yang wajib disimpannya karena jabatan atau
pencahariannya, baik yang sekarang maupun yang
dahulu, diancam dengan PIDANA PENJARA paling
lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak sembilan ribu rupiah
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu,
maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas
UU NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG
PRAKTIK KEDOKTERAN
Rahasia Kedokteran
Pasal 48
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan
praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia
kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk
kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan
aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan
ketentuan perundangundangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran
diatur dengan Peraturan Menteri
49
Penting diketahui tentang Hukum Administrasi
Sumber Kewenangan
Wewenang itu diperoleh melalui tiga sumber, yaitu :
atribusi, delegasi,
dan
mandat.
Kewenangan
atribusi
lazimnya digariskan melalui
pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang
dasar.
Kewenangan
delegasi
dan
mandat
adalah kewenangan
yang berasal dari pelimpahan (ditentukan oleh UU).
Pasal 6 Permenkes 36/2012 Tentang Rahasia Kedokteran
(1) Pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan kesehatan pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:
a. kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, dan perawatan pasien; dan
b. keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan kesehatan.
(2) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan persetujuan dari pasien.
(3) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan persetujuan dari pasien baik secara tertulis maupun sistem informasi elektronik.
(4) Persetujuan dari pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan telah diberikan pada saat pendaftaran pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.
(5) Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), persetujuan dapat diberikan oleh keluarga terdekat atau pengampunya.
TATA URUTAN PERUNDANGAN DI INDONESIA
Diatur Dalam UU RI Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
51
Pasal 7
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
•
PERMENKES TIDAK MASUK PADA TATA URUTAN
PERUNDANGAN
•
RAHASIA KEDOKTERAN DIATUR DALAM UU
PRADOK DAN UU RUMAH SAKIT
•
PERMENKES LEBIH RENDAH DERAJATNYA DARI
PADA UU
•
PERMENKES TIDAK BOLEH MENGINTRODUSIR
UNDANG UNDANG !!
3. Rahasia Kedokteran – Rekam Medis
MENGHINDARI RESIKO
Minta persetujuan Pasien yang
bersangkutan
4. Tenggang waktu pembayaran
“Klaim”
Pasal 4 angka 2 huruf b (Perjanjian BPJS-RS) :
Membayar biaya pelayanan sebagaimana huruf a, wajib dilakukan tepat waktu untuk menjaga likuiditas PIHAK KEDUA
Lampiran II Perjanjian angka 6 Pembayaran Tagihan
PIHAK PERTAMA wajib membayar tagihan biaya pelayanan kesehatan PIHAK KEDUA paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima
lengkap dan benar di Kantor Cabang PIHAK PERTAMA
Kadaluarsa klaim adalah 6 (enam) bulan terhitung sejak pelayanan
diberikan. Tagihan yang diajukan lebih dari 6 (enam) bulan sejak berakhirnya
Bulan Pelayanan dan/atau berakhirnya Perjanjian ini berhak untuk ditolak proses pembayarannya oleh PIHAK PERTAMA.
PIHAK PERTAMA tidak bertanggung jawab untuk membayar tagihan yang timbul karena PIHAK KEDUA memberikan fasilitas dan/atau pelayanan kesehatan di luar yang menjadi hak Peserta.
4. Tenggang waktu pembayaran
“Klaim”
Pasal 24 UU 40 Tahun 2004
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib
membayar fasilitas kesehatan alas pelayanan
yang diberikan kepada peserta paling lambat
15 (lima belas) hari sejak permintaan
pembayaran diterima
Penjelasan Pasal 24 Ayat (2)
Ketentuan ini menghendaki agar Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial membayar
fasilitas kesehatan secara efektif dan efisien
4. Tenggang waktu pembayaran
“Klaim”
Bagaimana Jika ‘klaim’ TIDAK DIBAYAR PENUH?
Biaya pelayanan yang telah dikeluarkan oleh RS
secara benar dan telah diklaimkan ke BPJS, wajib
dibayar sesuai peraturan di atas. Jika ‘klaim’ tidak
dibayar penuh, maka sebaiknya RS tidak mau
menerimanya. Jika menerimanya, maka berlaku
anggapan bahwa debitur telah melakukan
kewajibannya, hanya saja kurang.
Berarti atas tagihan/klaim itu, RS mau dicicil.
Kekurangan akan dibayar kemudian. Jika RS tidak
mau menerima berarti belum ada pembayaran
4. Tenggang waktu pembayaran
“Klaim”
Solusi : Sebaiknya adakan adendum/amandemen
perjanjian :
“Pembayaran ‘klaim’ harus lunas dan dibayar
sekaligus”
Bagaimana jika BPJS tidak mau mengadendum ?
Secara hukum, Ya Batalkan saja perjanjian, atau
tidak usah melakukan kerja sama dengan BPJS
Beranikah kita menempuh langkah itu, sementara
oportunitas kepesertaan dalam Jaminan kesehatan
ini diwajibkan secara nasional ? Dilematis. Rumah
Sakit harus kompak
5. Pasal 9 (Evaluasi Dan Penilaian Penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan)
1. PIHAK PERTAMA akan melakukan evaluasi dan penilaian penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA secara berkala; 2. Evaluasi yang dilakukan meliputi antara lain utilization review dan hasil
audit yang dilakukan tim audit medis dan tim auditor internal maupun eksternal.
3. Hasil evaluasi sebagaimana ayat 1 dan 2 Pasal ini akan disampaikan secara tertulis kepada PIHAK KEDUA dengan disertai rekomendasi (apabila
diperlukan).
4. Apabila dari hasil audit sebagaimana dimaksud ayat (3) ditemukan klaim yang tidak sesuai ketentuan, maka PIHAK KEDUA berkewajiban
melaksanakan rekomendasi yang diberikan PIHAK PERTAMA.
• Sebaiknya ditambah angka 5 :
Dalam melaksanakan audit, auditor wajib mempertimbangkan pembelaan/pendapat Pihak Rumah Sakit.
5. Pasal 11 Tentang SANKSI
Angka 1 :
“Apabila Dalam pengajuan klaim/tagihan oleh PIHAK KEDUA terdapat klaim/tagihan yang bermasalah, maka PIHAK PERTAMA berhak untuk menangguhkan pembayaran pada klaim/tagihan yang bermasalah tersebut”
Tidak jelas apa yang dimaksud dengan “masalah”. Perlu diperjelas apa yang dimaksud dengan “masalah” itu.
Angka 4 :
Dalam hal salah satu pihak diketahui menyalahgunakan wewenang dengan melakukan kegiatanmoral hazard atau fraud seperti membuat klaim fiktif yang dibuktikan dari hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa Internal maupun Eksternal sehingga terbukti
merugikan pihak lainnya, maka pihak yang menyalahgunakan wewenang tersebut
berkewajiban untuk memulihkan kerugian yang terjadi dan pihak yang dirugikan dapat membatalkan Perjanjian ini secara sepihak.
Jika sanksi di atas ini tidak ditaati, maka dapat masuk ke ranah pidana (penggelapan
uang negara/korupsi). Bahkan jika sudah dipulihkanpun, belum tentu lepas dari
5. Pasal 11 Tentang SANKSI
Kita simak ketentuan UU 31 Tahun 1999 Tentang Korupsi Pasal (1): Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
7. Pasal 11 Tentang SANKSI
PASAL 12 (PENGAKHIRAN PERJANJIAN) huruf d :
Salah satu Pihak melakukan merger, konsolidasi, atau diakuisisi oleh perusahaan lain. Pengakhiran berlaku efektif pada tanggal
disahkannya pelaksanaan merger, konsolidasi atau akuisisi tersebut oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Seharusnya :
8. Pasal 16 (Lain-lain) angka 4
Batasan Tanggung Jawab
PIHAK PERTAMA tidak bertanggung jawab atas penyediaan
fasilitas dan pelayanan kesehatan dari PIHAK KEDUA kepada Peserta dan terhadap kerugian (--berarti perdata, penulis--)
maupun tuntutan (--berarti pidana, penulis--) yang diajukan oleh Peserta kepada PIHAK KEDUA yang disebabkan karena kesalahan
atau pelanggaran yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA dalam
menjalankan tanggung jawab profesinya seperti, termasuk tetapi tidak terbatas pada, kesalahan dalam melakukan pemeriksaan dan pengobatan, kesalahan dalam memberikan indikasi medis
8. Pasal 16 (Lain-lain) angka 4
Misal ada kasus :
• Pasien menuntut ganti rugi melalui Pengadilan Negeri Surabaya – tentunya berdasarkan pasal 46 UU Nomor 44 Tahun
2009--kepada Rumah Sakit karena menganggap Rumah Sakit telah melakukan tindakan melawan hukum dengan melakukan
kesalahan dalam melakukan asuhan keperawatan dan tindakan
medis/kedokteran sehingga pasien mengalami cerebral palsi
misalnya.
• Pasien harus membuktikan apa kesalahan rumah sakit.
• Rumah Sakit juga harus membuktikan bahwa prosedur yang dilakukan untuk melakukan asuhan keperawatan dan tindakan medis sesuai dengan standar BPJS.
8. Pasal 16 (Lain-lain) angka 4
Jika ternyata tidak terbukti, maka Pengadilan menyatakan rumah sakit dinyatakan tidak melakukan PERBUATAN MELAWAN HUKUM dan oleh karenanya gugatan ditolak demi hukum.
Bagaimana perawatan terhadap pasien yang telah mengalami cerebral palsi ?
Seharusnya ditanggung oleh BPJS, yaitu dengan cara masuk rumah sakit dengan menggunakan beban pembiayaan sesuai prosedur BPJS.
9. WASPADA
Berkaitan dengan Pasal 55 UU No. 24 Tahun 2011
Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Pasal 11 Mengatur :
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
BPJS berwenang untuk:
g. melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;