• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari berbagai suku, bahasa, budaya ataupun adat istiadat serta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari berbagai suku, bahasa, budaya ataupun adat istiadat serta"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia adalah bangsa majemuk yang penduduknya terdiri dari berbagai suku, bahasa, budaya ataupun adat istiadat serta agama. Bangsa Indonesia terkenal sebagai masyarakat yang religius, yang setiap aktifitas kehidupannya bertitik-tolak pada ajaran agama yang dianutnya. Oleh karena itu, setiap manusia harus memiliki agama dan melaksanakan ajaran agamanya masing-masing. Agama terdiri dari dua suku kata, yaitu ”A” yang berarti tidak, dan ”Gamma” artinya kacau, jadi agama berarti tidak kacau. Dengan adanya agama diharapkan dapat membuat suatu keadaan menjadi damai, baik dari ajaran maupun dari tata peribadatannya. Tata peribadatan tiap-tiap agama berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Melalui tata peribadatan dari tiap agama masing-masing itulah menunjukkan ciri khas suatu bangsa manusia Indonesia yang mengekspresikan keagungan pesona estetika sebuah keberagaman dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, baik dalam hal ritual keagamaan maupun ajaran-ajaran agamanya. Penulis terpanggil untuk meneliti dan mengkaji salah satu ciri khas dari perayaan ibadah keagamaan Katolik selain disebabkan adanya pro kontra polemik tentang masuknya musik pop ke dalam liturgi yang berpengaruh menurunkan arti

(2)

teks rohani tersebut sudah dipersembahkan ke dalam dunia hiburan dan Tuhan diberi sisanya (Prier dan Paul Widyawan, 2011:78).

Prokontra musik liturgi sudah lama dipersoalkan sejak masuknya musik pop ke dalam liturgi. Pusat Musik Liturgi (PML) di Yogyakarta mencatat tiga pendapat. Pendapat pertama cenderung menerima lagu pop rohani agar tidak dicap kolot dan kurang peka pada selera zaman. Pendapat kedua menolak lagu pop, karena jika tidak, maka musik Gereja akan merosot, makin kurang bermutu dan kehilangan daya membentuk manusia. Pendapat ketiga cenderung kompromi. Mereka berpendapat, lebih baik menciptakan lagu pop rohani bermutu yang dapat dipakai sebagai sarana pendidikan iman di luar liturgi.

Penulis beranggapan bahwa musik liturgi belum mendapatkan tempat utamanya pada hati umat katolik kebanyakan. Umat kehilangan makna sesungguhnya di balik musik liturgi yang merupakan cikal bakal Gereja Katolik, karena musik gereja bukan sekadar seni, tapi ungkapan pujian kepada Tuhan. Paus Benediktus XVI pun mempertimbangkan musik dan lagu pop masuk ke dalam liturgi. Paus mengingatkan, musik dan lagu Gereja adalah Umat Allah yang bernyanyi menyatakan identitas. Maka, hendaknya dihindari musik dangkal masuk dalam perayaan liturgis dan jangan menciptakan musik liturgi demi kepentingan pragmatisme pastoral. Tidak seenaknya memasukkan musik dan lagu pop ke dalam perayaan liturgi, terutama perayaan Ekaristi. Kelonggaran boleh ditolerir untuk ibadat di luar liturgi.

Berangkat dari berbagai macam sekelumit persoalan tentang musik dan lagu liturgi, juga keheranan beberapa orang bahwa dunia ritual keagamaan umat

(3)

Katolik yang bersinggungan dengan musik dan begitu juga sebaliknya. Penulis tertantang dan tertarik mengangkat musik dan lagu atau nyanyian liturgi sebagai bagian yang tidak lepas keterkaitannya dengan upacara keagamaan dalam Gereja Katolik secara filosofis dalam perspektif estetika.

Katolik berarti umum, memiliki pengertian terbuka secara umum bagi siapa saja tanpa memandang suku, warna kulit, latar belakang, dan kebiasaannya. Dalam lingkup gereja Katolik, ibadat hampir sama dengan liturgi, yang sering disebut ibadat resmi gereja. Istilah ibadat gereja menitikberatkan pada aspek kultus lahiriah dari liturgi, yaitu upacara dan kebaktian lainnya yang dilakukan oleh umat Allah sebagai Tubuh Mistik Yesus Kristus yang disusun secara hirarkis di hadapan umum umat yang meluhurkan Tuhan, bersyukur serta menyatakan bakti kepada-Nya. Dalam kehidupan sehari-hari, umat Katolik berkumpul atas nama Kristus yang bertindak sebagai anggota Tubuh Kristus. Segala aktivitas kegiatan profan (duniawi) sehari-hari dipersembahkan dihadapan Tuhan, dimurnikan dan diperteguh dalam ibadat. Maka ibadat, khususnya ekaristi merupakan ungkapan iman yang paling jelas menjadi dasar dan puncak semua kegiatan Allah. Dalam arti luas, ibadat mencakup aneka ragam bentuk kebaktian bersama sehingga dapat dikatakan bahwa ibadat merupakan suatu kesatuan, semua unsur yang berupa musik maupun bukan musik dikaitkan yang satu dengan yang lain. Maka musik ibadat Kristiani tidak

(4)

dapat dipisahkan dari tempat orang berkumpul dari gereja pembangunan, dari seni rupa, bahasa, gerak-gerik, musik dan tari.

Perayaan Ekaristi atau liturgi dapat menjadi lebih agung apabila dirayakan dengan nyanyian yang meriah, dilayani oleh para petugas Liturgi dan umat berpartisipasi secara aktif. Liturgi adalah karya Allah, namun suasana liturgi terbentuk juga oleh sikap manusia yang merayakannya. Gereja bersifat manusiawi sekaligus ilahi, apa yang ada sekarang kepada kota yang akan datang. Umat Katolik biasanya melakukan peribadatan di gereja. Gereja adalah tempat persekutuan orang beriman melaksanakan ritual agama seperti berdoa, bernyanyi, dan bermazmur setiap hari Minggu. Banyak perbedaan antara ajaran Katolik dengan ajaran agama Kristen lainnya baik dalam tata cara ibadah maupun lagu-lagu pujian. Nyanyian rohani berhubungan dengan Agama Kristen namun diciptakan untuk keperluan-keperluan keagamaan selain ibadat, misalnya sebagai lagu hiburan rohani, lagu yang enak dinyanyikan dalam pertemuan, dan bisa juga sebagai lagu pelajaran dalam sekolah Minggu. Batasan antara musik Liturgi dan nyanyian rohani tidak begitu jelas, keduanya mempunyai tujuan yang berbeda yaitu dalam hal penggunaan istilah musik Gereja. Bentuk musik vokal serta instrumental liturgi Kristiani itulah disebut musik Ibadat Kristiani. Musik rohani adalah musik yang sengaja diciptakan untuk keperluan diluar ibadat liturgi, misalnya: pertemuan mudika, arisan-arisan, rekreasi, pelatihan, pentas musik rohani, rekaman, sinetron, nongkrong di café bahkan sampai dengan usaha membentuk suasana rohani di rumah. Berdasarkan uraian di atas, penulis membahasnya secara detail dalam sebuah skripsi dengan judul: Musik dan Lagu

(5)

Liturgi Dalam Ekaristi di Gereja Katolik Santo Antonius Kotabaru Yogyakarta : Sebuah Kajian Estetika.

1. Rumusan masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, antara lain:

a. Bagaimana peran musik dan lagu liturgi dalam Ekaristi di Gereja Katolik? b. Apa tujuan musik dan lagu liturgi dalam Ekaristi di Gereja Katolik? c. Apa sajakah aspek yang terkandung dalam musik dan lagu liturgi Gereja

Katolik Santo Antonius Kotabaru secara filosofis, khususnya ke dalam perspektif Estetika?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penulis telusuri berbagai penelitian tentang kajian filsafati musik gereja katolik belum pernah diteliti oleh mahasiswa filsafat UGM, namun penulis lebih banyak menemukan penelitian yang berhubungan ke dalam ranah inkulturasi antara lain sebagai berikut:

a. Penelitian Sukatmi Susantina berupa tesis tentang ”Inkulturasi Gamelan Jawa di Gereja-Gereja Katolik Yogyakarta” lebih bercorak pengaruh kebudayaan terhadap penerapan musik di gereja katolik. (Fakultas Filsafat UGM, 1996).

b. Penelitian Hans J Daeng berupa disertasi tentang ”Upaya Inkulturasi Gereja Katolik Di Manggarai Dan Ngada” (Flores) lebih bercorak antropologi sosial (Fakultas Sastra UGM, 1989).

(6)

c. Tulisan Inkulturasi yang lebih mengait dengan evangelisasi dilakukan oleh Ancetus B.Sinaga dengan judul ”Gereja dan Inkulturasi” (Kanisius, Yogyakarta,1984) dan Hubertus Muda dengan judul “Inkulturasi” (Candraditya, Flores, 1992).

d. Tulisan S. Reksosusilo berjudul ”Inkulturasi Gereja di Alam Jawa” (Kanisius, Yogyakarta, 1977) lebih menitikberatkan bagaimana wujud Gereja yang sudah terinkulturasikan.

e. Hari Kustanto berjudul ”Inkulturasi Agama Katolik Dalam Kebudayaan Jawa” (Pusat Pastoral , Yogyakarta, 1989) lebih berorientasi pada simbol. Namun dalam tulisan ini belum menyinggung sama sekali, apa dan bagaimana keberadaan penggunaan musik di gereja dari segi estetikanya. Berdasarkan penelitian ataupun tulisan-tulisan seperti yang telah disebutkan, maka penelitian tentang ”Musik dan Lagu Liturgi Dalam Ekaristi Di Gereja Katolik Santo Antonius Kotabaru Yogyakarta: Sebuah Kajian Estetika” belum pernah dilakukan, oleh karena itu layak untuk diteliti. Objek penelitian yang akan diteliti penulis adalah lagu Ordinarium (musik pokok yang paling sering dinyanyikan pada setiap ekaristi) yaitu : Kyrie (Tuhan Kasihanilah kami), Gloria (Kemuliaan), Sanctus (Kudus), Pater Noster (Bapa Kami), dan Agnus Dei (Anak Domba Allah) yang bersifat universal, mengandung aspek pengalaman spiritual maupun religius dan estetik, khususnya tentang musik dan lagu liturgi. 3. Manfaat penelitian

a. Bagi peneliti

(7)

b. Bagi perkembangan ilmu dan filsafat

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan paradigma baru yang lebih radikal berkaitan dengan persoalan hidup manusia, khususnya tentang musik. Selain itu, dengan adanya penelitian ini pula diharapkan akan muncul terobosan-terobosan inovatif, baik dalam bentuk karya ilmiah maupun lainnya, yang membahas musik melalui pendekatan estetika. c. Bagi insan musik dan bagi pembangunan

Adanya karya-karya ilmiah yang menyangkut tentang musik, secara tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap dunia musik. Musik tidak lagi dianggap hanya sebatas hiburan dan sarana bisnis semata tetapi diharapkan bisa pula menjadi sarana membangun pendekatan religius kepada Tuhan dan sesama, kontemplatif maupun yang sifatnya mendidik, bahkan menjadi sebuah motivasi bagi pendengarnya.

B. Tujuan Penelitian

Sebagai sebuah penelitian ilmiah, penelitian ini secara khusus bertujuan: 1. Memaparkan dan menguraikan tentang peran musik dan lagu liturgi dalam

prosesi upacara keagamaan Gereja Katolik.

2. Menjelaskan tentang tujuan dari musik dan lagu liturgi umat Gereja Katolik. 3. Memahami aspek yang terkandung dalam musik dan lagu liturgi perayaan

keagamaan umat Katolik Gereja Santo Antonius Kotabaru Yogyakarta ke dalam kajian estetika.

(8)

C. Tinjauan Pustaka

Dalam bahasa Inggris, istilah aesthetic muncul pertama kali pada abad 19. Istilah aesthetic ini masuk ke dalam bahasa Inggris lewat bahasa Jerman, yang sebelumnya berasal dari bahasa Yunani. Baumgarten memberikan pengertian “menyerap keindahan dengan panca-indra”. Imannuel Kant memperluas pengertian untuk istilah tersebut yaitu dalam pengertian yang lebih berpusat pada masalah-masalah “keindahan” dalam kesenian (Wiryamantara, 1986:88).

Musik dan lagu Gereja berkembang di kalangan Kristen (juga pada zaman sebelum kekristenan: Yahudi), terutama dilihat dari penggunaannya dalam ibadat gereja. Seorang tokoh musik gereja, Mawene (seorang Teolog Perjanjian Lama Indonesia) namun perhatian dalam musik liturgi, dalam bukunya: “Gereja yang bernyanyi”, menyebutkan musik liturgi merupakan ungkapan hati orang percaya (Kristen) yang diungkapkan dalam bunyi-bunyian yang bernada dan berirama secara harmonis, antara lain dalam bentuk lagu dan nyanyian. Sama dengan musik secara umum, dua unsur; vokal dan instrumental harus diperhatikan, dan khususnya dalam bermusik di gereja yang sarat dengan makna teologis dan berkenaan dengan iman umat. Dua hal itu sangat penting untuk disajikan secara tepat agar umat mampu menghayati imannya dengan bantuan musik. Musik sangat penting dalam peribadatan gereja sebab sebagian besar porsi peribadatan gereja memiliki unsur musik; baik lirik atau syair ,vokal maupun instrumental. Begitu pentingnya musik di dalam gereja, sehingga Marthin Luther, tokoh Gereja Protestan era reformasi menyatakan bahwa gereja yang baik adalah gereja yang bernyanyi (http://id.wikipedia.org/wiki/Musik_Gereja).

(9)

Musik dalam liturgi membuang jauh gagasan bahwa musik hanya berarti melagukan madah, entah kuno entah modern, klasik atau kontemporer. Sebaliknya, mencoba menganalisis bunyi kata-kata Latin yang lembut, bunyi bel, bunyi pintu tabernakel ditutup, bunyi pedupaan diayun, bunyi sendok yang beradu dengan piala, bunyi orang berdiri dan berlutut, bunyi musik dari kor atau organis. Semua itu menuntut bunyi yang dapat lebih keras atau lebih lembut. Lebih tinggi atau lebih rendah, lebih cepat atau lebih lambat daripada cara bicara sehari-hari (Huck, 2001:49-50).

Nyanyian dan musik mendapat tempat yang istimewa dalam liturgi : Suatu perayaan (misalnya 17 Agustus, pesta pengantin di kampung, HUT di rumah) mau tidak mau disertai musik dan nyanyian untuk menunjukkan bahwa perayaan merupakan saat yang istimewa di samping acara-acara harian yang lainnya. Liturgi adalah perayaan keselamatan, namun tuntutan diatas adalah sama : saat istimewa ini perlu ditunjukkan dengan adanya musik dan nyanyian, dalam hal ini ditentukan menurut tingkat perayaannya (Prier, 1987: 3-4).

Dalam pernyataan tentang musik dalam liturgi, para uskup di Amerika Serikat berkata, “Musik hendaklah membantu himpunan jemaat beriman untuk mengungkapkan dan membagikan karunia iman yang terkandung di dalamnya. Musik hendaklah memupuk dan menguatkan keyakinan iman jemaat. Musik haruslah menunjang syair sehingga setiap kata berbicara lebih mantap dan lebih menyentuh. Hanya musiklah yang mampu meningkatkan mutu sukacita dan gairah jemaat yang beribadat. Musik membangkitkan rasa kebersamaan di kalangan jemaat, dan menciptakan suasana yang cocok untuk perayaan tertentu.

(10)

Musik juga mampu menyingkap makna dan rasa, ide dan intuisi, yang tidak dapat diungkap melulu oleh kata-kata” (Dokpen KWI, 1998:23-23).

D. Landasan Teori

Gereja merupakan orang-orang yang beriman kepada Kristus. Warga gereja itu adalah orang-orang yang konkret, yang terikat pada budaya lokal dan manusia dari kelompok tertentu. Maka sejak semula gereja tidak pernah bisa melepaskan diri dari musik. Liturgi yang merupakan perayaan iman gereja senantiasa tidak dapat lepas dari unsur musik, musiknya pun ialah musik dari tradisi setempat (Martasudjita dan Kristanto, 2007:12).

Sejak awal perkembangannya, Gereja Katolik telah memaknai musik sebagai suatu bentuk komunikasi iman dalam perayaan liturgi. Oleh karena itu untuk menghayati musik sebagai sarana doa yang berdaya guna, dibutuhkan juga corak musik yang menunjang ibadat atau perayaan liturgi, yang mampu memperdalam sikap batin kepada Allah. Prinsip fundamental yang menjadikan musik liturgi dinilai penting adalah relasi musik dengan aspek kebatinan dan kejiwaan manusia. Hal ini menegaskan bahwa dalam kehidupan religius dari berbagai agama, musik memainkan peranan penting dalam ritus-ritus keagamaan, entah lewat bunyi-bunyian instrumen musik maupun lewat nyanyian-nyanyian ritual. Dari fenomena ini, maka adalah penting untuk mengetahui makna dan sejarah apresiasi Gereja terhadap musik sebagai sebuah sarana peribadatan yang kini telah dikenal dengan sebutan musik liturgi.

Thomas Aquinas sebagai penggagas estetika skolastik (abad pertengahan) menguraikan pandangannya tentang keindahan. Rumusan yang paling terkenal

(11)

adalah: ”Keindahan berkaitan dengan pengetahuan, pengalaman si subjek terhadap objek (aposteriori-empiris), kontemplasi, pengalaman keindahan mencakup tiga kualitas, yaitu: integritas atau kelengkapan, proporsi atau keselarasan yang benar, dan kecemerlangan”. Unsur-unsur itu sudah berulang kali mewarnai sejarah” (Sutrisno dan Verhaak, 1993:33-34).

Keindahan suatu karya seni tertentu pada dasarnya mempunyai bentuk estetis dan mencakup ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri dari bentuk estetis dibahas oleh ahli estetika De Witt H. Parker dalam bukunya Analysis Of Art. Dalam ciri-ciri pokok itu, ahli pikir menyatakan bahwa keindahan tersusun dari pelbagai kesatuan organis, tema, variasi menurut tema, keseimbangan, perkembangan, dan tatajenjang (Gie, 1996:76).

E. Metode Penelitian 1. Bahan dan materi penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Bahan dan materi yang ada di dalam penelitian ini menyangkut studi pustaka berupa literatur dan musik yang menjadi objek penelitian dalam skripsi ini. Bahan literatur yang dijadikan pustaka dalam penelitian ini antara lain:

a. Data Primer yaitu data yang dijadikan rujukan utama dalam penelitian ini.

Sumber-sumber yang dijadikan data primer adalah:

1) Martasudjita dan J. Kristanto, 2007, Panduan Memilih Nyanyian Liturgi, Kanisius, Yogyakarta.

2) Martasudjita, 2011, Pengantar Untuk Studi dan Praksis Liturgi, Revisi Buku Pengantar Liturgi, Kanisius, Yogyakarta.

(12)

3) Andalas, 2011, Bertumbuh Untuk Berbagi, Gereja Santo Antonius Kotabaru, Yogyakarta.

4) The Liang Gie, 1996, Filsafat Keindahan, Edisi Pertama, Cetakan ke-1 : PUBIB: Yogyakarta

5) Mudji Sutrisno dan Verhaak, 1993, Estetika Filsafat Keindahan, Kanisius, Yogyakarta

6) Mudji Sutrisno, 2005, Estetika dan Religiusitas dalam Islah Gusmian (ed),Teks-Teks Kunci Estetika, Filsafat Seni, Galang Press: Yogyakarta

b. Data sekunder yaitu referensi yang menunjang penelitian ini berupa

dokumen resmi vatikan, kamus, jurnal seminar, serta bahan lainnya yang berkaitan dengan penelitian yang diangkat.

2. Jalan penelitian

Adapun tahap-tahap yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah:

a. Pengumpulan data yang berkaitan dengan penelitian seperti kumpulan pustaka tentang musik liturgi, Gereja Kotabaru, ekaristi, dan estetika. b. Menganalisis data yang sudah diklasifikasikan dengan menggunakan

metode filsafat yang telah dipilih. Setelah data dikumpulkan, kemudian dikategorisasikan sesuai dengan topik penelitian.

c. Menuangkan hasil analisis data ke dalam bentuk laporan penelitian secara sistematis.

(13)

Penelitian ini menggunakan metode hermeneutika filosofis dengan unsur-unsur metodis, antara lain:

a. Deskripsi

Data-data musik liturgi, diuraikan secara sistematis supaya diperoleh sebuah gambaran yang lebih jelas tentang topik penelitian.

b. Induksi dan deduksi

Untuk memahami suatu pemikiran secara jelas dan menyeluruh, maka diperlukan suatu analisis yang tidak hanya penyimpulan, tapi juga pengujian.

c. Interpretasi

Digunakan untuk mendapatkan gambaran yang jelas, luas dan mendalam berdasarkan data yang diperoleh tentang musik liturgi dalam Ekaristi Gereja Katolik Kotabaru, selanjutnya dianalisis menggunakan pisau analisis Estetika.

d. Holistika

Data yang ada dilihat dalam rangka keseluruhan bahasan tentang musik liturgi dalam ekaristi gereja katolik di Yogyakarta terkait hubungannya dengan estetika.

e. Kesinambungan historis

Data yang ada dilihat dari pengembangan pemikiran untuk memahami musik liturgi dalam Ekaristi Gereja Katolik di Yogyakarta melalui kajian Estetika.

(14)

Untuk mendapatkan pengertian tentang estetika yang terkandung dalam musik liturgi secara akurat dan sah. Oleh karena itu, peneliti mengadakan refleksi terhadap musik liturgi yang dikidungkan dalam Ekaristi Gereja Katolik.

F. Hasil yang Dicapai

1. Mendapatkan pemahaman dan deskripsi tentang peran musik dan lagu dalam Ekaristi Gereja Katolik.

2. Mengetahui tujuan dari musik dan lagu dalam Ekaristi Gereja Katolik.

3. Mampu Menjelaskan nilai-nilai estetika yang terkandung di dalam musik dan lagu liturgi pada tata peribadatan umat Katolik Gereja Santo Antonius Kotabaru Yogyakarta.

G. Sistematika Penulisan

Bab I mengenai pendahuluan yang meliputi pembahasan latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, dan metode yang digunakan dalam penelitian.

Bab II menguraikan tentang eksplorasi musik liturgi, latar belakang musik dan lagu liturgi, pengertian musik secara luas, aliran-aliran dalam musik secara luas, pengertian musik liturgi, jenis-jenis musik dalam liturgi, sejarah musik liturgi, dan aplikasi musik dan lagu liturgi dalam praktek peribadatan di Gereja Santo Antonius Kotabaru Yogyakarta.

Bab III berisi tentang kajian estetika (pengertian estetika, teori estetika,, dan seni).

(15)

Bab IV menjelaskan tentang estetika musik dan lagu dalam liturgi Gereja Kotabaru, estetika yang menjadi landasan musik liturgi Gereja Kotabaru, makna filosofis pada musik dan lagu liturgi, sakralitas musik liturgi Gereja Katolik.

Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang didapat dari penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Morow (dalam, Mohammad Sumarni, 2011:116) mengemukakan membaca adalah suatu kegiatan mengartikan teks dan memahami makna yang hendak disampaikan dalam bacaan.

Dalam karya klasiknya, Asa Briggs mendefinisikan NK sebagai “sebuah negara yang dengan kekuasaan terorganisir (melalui politik dan pemerintahan) memodifikasi kekuatan pasar

P (Participants) P1 dalam dialog tersebut adalah Lorna yang sedang berbicara pada P2 yaitu James... 145 No

Menurutnya kajian-kajian yang telah dilakukan tersebut pada dasarnya mengkaji kapasitas dari masing-masing fasilitas secara independen, sehingga belum terlihat

Siuasi yang digambarkan masuk akal/logis Isi disajikan dengan bahasa yang baik Penutup memberi kesimpulan akhir terhadap hasil analisis tersebut.. Penutup disajikan dengan

Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dalam

Hukum adat telah ada di Indonesia jauh sebelum hukum nasional dibentuk. Aturan dan hukum yang dilaksanakan oleh masyarakat adat, baik itu di bidang pertanahan maupun di

Shinbyeong merupakan gejala awal dari kesurupan, shaman akan mengalami insomnia (penyakit susah untuk tidur) dan selalu merasa kesakitan. Gejala shinbyeong beragam, bergantung