6 1. Daging
Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan asam amino esensial yang lengkap. Daging juga merupakan bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan lemak, mineral serta zat lain yang sangat dibutuhkan oleh tubuh (Raharjo, 2010). Mineral yang terdapat pada daging sapi adalah zat besi yang mudah diserap oleh tubuh yang penting untuk mengakut oksigen, produksi energi dan untuk perkembangan otak (Fitri, 2012).
Komposisi daging menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1992) dalam 100 gram daging mengandung protein sebesar 18,8 gram dan lemak 14 gram. Daging mempunyai kandungan mineral antara lain kalsium 11 mg, fosfor 170 mg, dan besi 2,8 mg. Selain itu daging juga memiliki kandungan vitamin A dan vitamin B1 seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi Daging dalam 100 gram
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981) dalam Soputan (2004)
Daging termasuk kedalam kelompok pangan yang mudah rusak. Banyak kasus kerusakan secara mikrobiologi yang terjadi selama
Komponen Jumlah Kalori 207 Kkal Protein 18.8 g Lemak 14.0 Kalsium 11 mg Fosfor 170 mg Besi 2,8 mg Vitamin A 30 SI Vitamin B1 0,08 mg Air 66 g
penyimpanan karena kandungan gizi dan kadar air yang tinggi, serta kandungan vitamim dan mineral dalam daging. Penyebab kerusakan secara mikrobiologi pada daging disebabkan pertumbuhan bakteri pembusuk ditandai dengan pembentukan lendir, perubahan warna, perubahan bau menjadi busuk akibat terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S dan senyawa lain. Selain itu juga berakibat terjadinya perubahan rasa menjadi asam akibat pertumbuhan bakteri pembentuk asam dan ketengikan yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak. Kerusakan secara mikrobiologi juga dapat menimbulkan penyakit karena bakteri yang sering mengkontaminasi daging Salmonella typhimurium dan Escherichia coli yang dapat menimbulkan penyakit (Koswara, 2009).
Pada karkas daging, daya tahan simpan dipengaruhi oleh cara penanganan selarna pemotongan dan suhu ruang penyimpanannya. Pemotongan secara tradisional menyebabkan karkas daging tidak dapat disimpan lebih lama, kemungkinan sanitasi kurang diperhatikan sehingga mudah tercemar bakteri. Dengan demikian, bila disimpan dalam suhu kamar hanya bertahan rata-rata selama 11 jam. Apabila pemotongan dilakukan dengan baik bisa bertahan sampai dengan 16 jam. Karkas dagingyang disimpan dengan menggunakan es batu bisa bertahan rata-rata sampai 49 jam (Widaningrum, 2007).
Menurut Deptan (2009) ada beberapa faktor yang dapat dijadikan pedoman untuk memilih daging segar antara lain :
a. Warna
Warna daging adalah salah satu kriteria penilaian mutu daging yang dapat dinilai langsung. Warna daging ditentukan oleh kandungan dan keadaan pigmen daging yang disebut mioglobin dan dipengaruhi oleh jenis hewan, umur hewan, pakan, aktivitas otot, penanganan daging dan reaksi-reaksi kimiawi yang terjadi di dalam daging. Warna daging sapi segar yang baik adalah warna merah cerah. Warna daging sapi yang baru dipotong yang belum
terkena udara adalah warna merah-keunguan, lalu jika telah terkena udara selama kurang lebih 15-30 menit akan berubah menjadi warna merah cerah. Warna merah cerah tersebut akan berubah menjadi merah-coklat atau coklat jika daging dibiarkan lama terkena udara.
Warna merah terang yang diinginkan akibat dari oksimioglobin ketika terekspos udara, namun tidak stabil dan pada pemaparan yang lebih lama dan oksigen yang berlebihan dapat mengeser warnanya menjadi kecoklatan (Yuniarti, 2011). Pada daging segar dan dengan adanya oksigen, terdapat suatu sistem dinamik yang terdiri atas tiga pigmen yaitu mioglobin, oksimioglobin dan metmioglobin. Perubahan warna pada daging sebagai berikut:
(Deman, 1979) b. Bau
Bau daging segar tidak berbau masam/busuk, tetapi berbau khas daging segar. Bau daging dipengaruhi oleh jenis hewan, pakan, umur daging, jenis kelamin, lemak, lama waktu, dan kondisi penyimpanan. Bau daging dari hewan yang tua relatif lebih kuat dibandingkan hewan muda, demikian pula daging dari hewan jantan memiliki bau yang lebih kuat daripada hewan betina. Kebusukan akan kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang merupakan hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme (Kastanya, 2009).
c. Tekstur
Daging segar bertekstur kenyal, padat dan tidak kaku, bila ditekan dengan tangan, bekas pijatan kembali ke bentuk semula.
MbO2 (oksimioglobin) Merah cerah Mb (mioglobin) Merah MetMb (Metmioglobin) Kecoklatan
Daging yang tidak baik ditandai dengan tekstur yang lunak dan bila ditekan mudah hancur.
d. Kenampakan
Daging segar tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan dan terasa kebasahannya. Daging yang busuk sebaliknya berlendir dan terasa lengket di tangan. Selain itu permukaan daging berwarna kusam, kotor dan terdapat noda merah, hitam, biru, putih kehijauan akibat kegiatan mikroba.
2. Mikrokapsul Oleoresin Daun Kayu Manis Dua Tahap a. Daun Kayumanis
Kayumanis merupakan salah satu tanaman yang kulit batang, cabang dan dahannya digunakan sebagai bahan rempah-rempah dan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia (Aprianto, 2011). 1. Klasifikasi tanaman Kerajaan : Plantae Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Laurales Suku : Lauraceae Marga : Cinnamomum
Spesies : Cinnamomum burmanii
Dari 54 spesies kayu manis (Cinnamomum sp.) yang dikenal di dunia, 12 diantaranya terdapat di Indonesia. Tiga jenis kayu manis yang menonjol di pasar dunia yaitu Cinnamomum burmannii (di Indonesia) yang produknya dikenal dengan nama cassiavera,
Cinnamomum zeylanicum (di Sri Lanka dan Seycelles) dan Cinnamomum cassia (di China) yang produknya dikenal dengan
Cassia China. Jenis-jenis tersebut merupakan beberapa tanaman rempah yang terkenal di pasar dunia. Tanaman kayu manis yang selama ini banyak dikembangkan di Indonesia adalah C. burmannii,
yang merupakan usaha perkebunan rakyat, terutama diusahakan di Sumatera Barat, Jambi dan Sumatera Utara. Jenis C. burmanii atau cassiavera ini merupakan produk ekspor tradisional yang masih dikuasai Indonesia sebagai negara pengekspor utama di dunia (Aprianto,2011).
2. Deskripsi tanaman
Tinggi tanaman kayu manis berkisar antara 5 – 15 m, kulit pohon berwarna abu-abu tua berbau khas, kayunya berwarna merah coklat muda. Daun tunggal, kaku seperti kulit, letak berseling, panjang tangkai daun 0,5 – 1,5 cm, dengan 3 – 10 buah tulang daun yang tumbuh melengkung. Bentuk daun elips memanjang, panjang 4,00 – 14,00 cm, lebar 1,50 – 6,00 cm, ujung runcing, tepi rata, permukaan atas licin warnanya hijau, permukaan bawah bertepung warnanya keabu-abuan. Daun muda berwarna merah pucat. Bunganya berkelamin dua atau bunga sempurna dengan warna kuning. Ukurannya kecil. Kelopak bunga berjumlah 6 helai dalam dua rangkaian. Bunga ini tidak bertajuk bunga. Benang sarinya berjumlah 12 helai yang terangkai dalam empat kelompok, kotak sarinya beruang empat. Persarian berlangsung dengan bantuan serangga. Buahnya buah buni berbiji satu dan berdaging. Bentuknya bulat memanjang. Warna buah muda hijau tua dan buah tua ungu tua. Panjang buah sekitar 1,30 – 1,60 cm, dan diameter 0,35 – 0,75 cm. Panjang biji 0,84 – 1,32 cm dan diameter 0,59 - ,68 cm (Aprianto,2011).
b. Oleoresin Daun Kayu Manis
Oleoresin merupakan senyawa polimer yang berbobot molekul besar dan lebih mudah larut dalam pelarut polar. Senyawa polimer ini merupakan campuran antara resin dan minyak atsiri yang dapat diekstrak dari berbagai jenis rempah rempah atau hasil samping dari limbah pengolahan rempah rempah. Rempah rempah tersebut pada umumnya berasal dari buah, biji, daun, kulit maupun rimpang, misalnya
jahe, lada, cabe, kapulaga, kunyit, pala, vanili dan kayu manis (Sulaswaty, 2001).
Penggunaan oleoresin siap pakai mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan penggunaan rempah-rempah secara tradisional, terutama untuk penggunaannya dalam skala industri, keuntungan tersebut antara lain: 1). bahan dapat distandardisasi dengan tepat, terutama flavor dan warnanya, sehingga kualitas produk akhir dapat dikontrol, 2) bahan lebih homogen dan lebih mudah ditangani, 3) bahan bebas enzim lipase, bakteri, kotoran atau bahan asing dan 4) bahan mudah didispersikan secara merata kedalam bahan pangan. Bentuk oleoresin siap pakai yang dapat memenuhi keuntungan-keuntungan diatas adalah bentuk mikrokapsulasi oleoresin (Arifan, 2005).
Oleoresin adalah senyawa yang diperoleh dari hasil ekstrasi rempah menggunakan senyawa hidrokarbon pelarut. Oleoresin dapat diperoleh dari ekstraksi satu tahap, dua tahap dan multitahap. Ekstraksi satu tahap merupakan ekstraksi dengan pelarut yang cukup sehingga semua zat terlarut atau bahan aktif dapat terekstrak. Ekstraksi multitahap adalah ekstraksi dimana pelarut yang sama dipakai berulang sampai proses ekstraksi selesai. Ekstrasksi dua tahap adalah pengabungan antara penyulingan dengan ekstraksi (Khasanah dkk., 2015). Komponen kimia oleoresin daun kayu manis satu tahap memiliki senyawa mayor berupa eugenol dan benzyl benzoat (Prasetyawan, 2012). Sedangkan pada oleoresin daun kayu manis dengan proses ekstraksi dua tahan memiliki komponen kimia mayor benzyl benzoat,
linalool, cineole, rhodium dan α-pinen (Uyun, 2013).
c. Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi merupakan teknologi penyalutan padatan, cairan dan gas oleh kapsul dalam bentuk kecil dimana kapsul tersebut dapat melepaskan isinya di bawah kondisi spesifik. Mikroenkapsulasi bertujuan untuk melindungi komponen bahan yang sensitif,
mengurangi kehilangan nutrisi, menambah komponen bahan pangan bentuk cair ke bentuk padat yang lebih mudah ditangani (Nazzaro, 2012).
Mikroenkapsulasi dengan spary drying memberikan solusi untuk bahan yang sensitif terhadap cahaya, panas dan oksigen. Selain itu bentuk cairan kental yang lengket yang menyulitkan dalam penangan dan pengunaannya. Dengan mikroenkapsulasi spray driying, bahan aktif akan terlindung dari pengaruh lingkungan yang merugikan selama penyimpanan maupun pengolahan (Iqbal dan Hadiyanto, 2016).
Spray drying adalah metode yang sering digunakan paling umum digunakan kerena biaya yang rendah dibandingkan metode lainnya (Balasubramani et al, 2007). Spray drying cocok digunakan untuk bahan yang tidak tahan panas oleh karena terbentuknya lapisan film yang mengelilingi droplet dan pemanasan droplet hanya terjadi dalam beberapa detik saja sehingga suhu pemanasan di luar droplet tidak merusak material inti (Purnomo dkk, 2014).
Faktor yang perlu diperhatikan dalam proses mikroenkapsulasi dengan mengunakan metode spray drying adalah suhu pengeringan dan bahan penyalut. Karena Ketidaksesuaian antara bahan pengkapsul dan suhu spray drying dapat mengakibatkan adanya retakan pada dinding kapsul yang dapat mengakibatkan kebocoran dan menurunkan retensi bahan aktif. Tingginya suhu spray drying menyebakan terjadinya penggelebungan pada mikrokapsul. Dinding kapsul yang tidak kuat menahan tekanan dari dalam partikel mikrokapsul akan pecah dan kemudian partikel mengempis. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya komponen volatil dari dalam mikrokapsul (Yuliani dkk, 2007). Mikrokapsul oleoresin daun kayumanis memiliki komponen kimia mayor seperti linalool, coumarin, 9-hexadecenoic acid,
1,8-cineole, serta benzen (3,3 dimehyl buthyl). Linalool merupakan
(Khasanah, 2015). Linalool termasuk dalam golongan terpenoid (monoterpoid) yang berperan dalam produksi penyedap dalam industri pangan dan memiliki kemampuan antibakteria (Chempakam dan Sindhu, 2008).
d. Bahan Penyalut
Pemilihan bahan penyalut untuk proses mikroenkapsulasi dengan spray drying sangat penting terkait dengan efisiensi dan stabilitas mikrokapsul. Pemilihan bahan penyalut didasari pada sifat fisikokimia seperti kemampuan kelarutan, sifat pengemulsi, serta pembentukan lapisan film dan menghasilkan larutan berkonsentrasi tinggi dengan viskositas yang rendah (Gharsallaoui et al, 2007). Material pelapis yang digunakan untuk mikrokapsul oleoresin daun kayu manis adalah susu skim dan maltodekstrin dengan perbandingan 2 : 4 yang dalam penelitian sebelumnya memberikan efisiensi dan kestabilan yang lebih baik dari segi kadar senyawa aktif, kelarutan dalam air dan pengamatan mikrostruktur (Khasanah, 2015).
1. Maltodekstrin
Maltodektrin termasuk dalam golongan karbohidrat. Golongan ini baik digunakan sebagai bahan penyalut karena memiliki viskositas yang rendah dan memiliki sifat kelarutan yang baik. Maltodektrin tersusun atas b-D-glukosa yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik 1:4 dan biasanya diklasifikasikan menurut dektrosan equivalensi (DE). DE maltodektrin menentukan kapasitas mereduksinya dan menginversinya yang berhubungan dengan berat rata-rata molekularnya. DE maltodektrin umumnya kurang dari 20 (deMan, 1997).
Menurut Gharsallaaoui et al. (2007), maltodektrin memberikan kestabilan yang baik terhadap oksidasi minyak, namum memiliki kapasitas dan stabilitas emulsifikasi yang kurang baik serta retensi minyak yang rendah. Maltodektrin dengan equivalensi dektrosan (DE) antara 10-20 cocok digunakan sebagai
bahan penyalut. Maltodektrin menunjukan retensi flavor tinggi karena tersebar di air hingga 35,5% dari larutan. Kelebihhan maltodektrin lainnya biaya yang cukup efisien di bandingkan dengan bahan seperti gum dan juga maltodektrin memiliki aroma dan rasa yang netral. Namun tetapi umumnya maltodektrin tidak menghasilkan efisiensi mikrokapsul yang tinggi (Gallardo et al, 2013). Menurut Nurlaili dkk. (2014) memiliki sifat higroskopis sehingga dalam penyimpanan akan menyerap air yang menyebabkan bahan mengumpal. Maltodektrin juga memiliki kemampuan mengemulsi yang kurang baik sehingga pengunaannya dikombinasikan dengan gum maupun casein (Asbahani, 2015).
2. Susu Skim
Susu skim merupakan hasil dari proses pemisahan susu yang memiliki kadar lemak yang sangat rendah. Umumnya susu skim dijual dalam bentuk bubuk. Penampakan susu skim putih atau krim putih, memiliki sifat free flowing dan bebas gumpal, serta dalam kondisi kering memiliki cita rasa yang tidak berbau (Liana, 1987).
Protein susu merupakan penyusun terbesar pada susu skim. Komponen pada susu skim dapat diklasifikasikan menjadi dua grup utama yaitu kasein dan whey. Kasein merupakan fraksi utama protein yang mengendapkan saat susu segar diasamkan pada pH 4-6 pada suhu 20°C. Protein ini terdapat dalam bentuk partikel koloidal, misel, yang mengandung kalsium, fosfat, sitrat, dan megnesium. Kasein menyusun 76-86% dari total protein susu skim. Whey atau serum protein merupakan protein nonkasein yang tertinggal setelah pengendapan kasein. Whey menyusun sekitar 14-24% dari total protein susu skim (Thompson et al, 1965 dalam Rahmawati, 2014). Protein whey memiliki sifat yang lebih labil terhadap panas, whey akan terdenaturasi pada suhu 80°C berbeda
dengan kasein. Kasein lebih stabil dibandingkan whey yang masih stabil hingga suhu 140°C (Gallardo et al, 2013) .
Pengunaan susu skim sebagai bahan penyalut telah banyak dilakukan dikarenakan memiliki kemampuan mengikat komponen flavor yang baik, sehingga dapat memberikan perlindungan yang baik terhadap senyawa volatil pada (Barnauskiene et al, 2005). Selain itu susu skim dapat memberikan kestabilan emulsi, karena terdapat gugus hidrofilik dan lipofilik pada rantai polimer yang sama yang memudahkan protein berasosiasi dengan minyak dan meyebabkan emulsi menjadi stabil (Pahlevi et al, 2008).
B. Kerangka Berfikir
Tingkat konsumsi daging di Indonesia meningkat setiap tahun dan daging merupakan salah sau
bahan pangan yang bernilai gizi tinggi
Daging termasuk dalam kelompok pangan yang mudah rusak
Diperluhkan bahan pengawet untuk mempertahankan mutu dan masa simpan daging
Subtitusi Bahan alami pengawet alami
Di Indonesia merupakan pemasok kayu manis terbesar di dunia, namun daun kayu manis belum
termanfaatkan
Potensi sebagai bahan pengawet
Ekstraksi Daun kayumanis dalam bentuk oleoresin dua tahap
Oleoresin dua tahap memiliki senyawa aktif yang lebih optimal dan dapat distandarisasi
Mikroenkapsulasi untuk melindungi senyawa aktif, mudah di aplikasikan
Mikrokapsul oleoresin daun kayumanis
Daging sapi dengan bahan pengawet alami
Gambar 2.1 Alur Kerangka Berfikir
C. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah dengan adanya penambahan mikrokapsul oleoresin daun kayumanis (Cinnamomum burmanii) dapat memberikan penghambatan kerusakan secara mikrobiologis, kimia, dan fisik pada daging sapi gilling selama penyimpanan pada suhu rendah (4 ± 1) dan adanya pengaruh perbedaan konsentrasi mikrokapsul oleoresin daun kayu manis (0,5% dan 1%) terhadap karakteristik fisik, kimia dan mikrobiologi dari daging sapi giling.