• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUKURAN PEMINATAN PESERTA DIDIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUKURAN PEMINATAN PESERTA DIDIK"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL

DIKLAT PENINGKATAN KOMPETENSI

GURU BK/KONSELOR SMP/MTs

PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN

PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN JASMANI DAN BIMBINGAN KONSELING

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2013

PENGUKURAN PEMINATAN

PESERTA DIDIK

(2)

i Assalamualaikum Wr.Wb.

Tindak lanjut ditetapkannya kurikulum 2013 adalah Implementasi di sekolah yang akan dimulai bulan Juli 2013. Guru sebagai ujung tombak suksesnya implementasi kurikulum perlu diberikan pembekalan yang cukup dalam bentuk pelatihan. Pelatihan dalam rangka implementasi kurikulum akan diikuti oleh guru kelas I, kelas IV, kelas VII, kelas X dan guru bimbingan dan konseling atau konselor.

Guna membekali guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam memahami dan melaksanakan kurikulum 2013, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Jasmani dan Bimbingan Konseling (PPPPTK Penjas dan BK) di bawah koordinasi Badan PSDMPK dan PMP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengembangkan materi pelatihan dalam bentuk modul yang akan digunakan oleh para peserta dalam mengikuti program pelatihan dimaksud. Modul pelatihan yang disusun berjumlah 5 (lima) modul, masing-masing 1 (satu) modul untuk setiap mata pelatihan, yang terdiri atas:

1. Modul 1: Kurikulum 2013 dan Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling

2. Modul 2: Implementasi Program Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013 3. Modul 3: Pengukuran Peminatan Peserta Didik

4. Modul 4: Praktik Peminatan Peserta Didik

5. Modul 5: Evaluasi, Pelaporan dan Tindak Lanjut Pelayanan Peminatan Peserta Didik

Sebagaimana peruntukkannya, materi pelatihan yang didesain dalam bentuk modul tersebut, dimaksudkan agar dapat dipelajari secara mandiri oleh para peserta pelatihan. Beberapa karakteristik yang khas dari materi pelatihan berbentuk modul tersebut, yaitu: (1) lengkap (self-contained), artinya, seluruh materi yang diperlukan peserta pelatihan untuk mencapai kompetensi dasar tersedia secara memadai; (2) dapat menjelaskan dirinya sendiri (self-explanatory), maksudnya, penjelasan dalam paket bahan pelatihan memungkinkan peserta untuk dapat mempelajari dan menguasai kompetensi secara mandiri; serta (3) mampu membelajarkan peserta pelatihan (self-instructional material), yakni sajian dalam paket bahan pembelajaran ditata sedemikian rupa sehingga dapat memicu peserta pelatihan untuk secara aktif melakukan interaksi belajar, bahkan menilai sendiri kemampuan belajar yang dicapainya.

(3)

ii

peserta yang mengikuti program pelatihan implementasi kurikulum 2013 untuk guru bimbingan dan konseling atau konselor.

Akhirnya pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih dan memberikan apresiasi serta penghargaan setinggi-tingginya kepada tim penyusun, baik para penulis, pengetik, tim editor, maupun tim penilai yang telah mencurahkan pemikiran, meluangkan waktu untuk bekerja keras secara kolaboratif dalam mewujudkan materi pelatihan ini.

Semoga apa yang telah kita hasilkan memiliki makna strategis dan mampu memberikan kontribusi dalam rangka implementasi kurikulum 2013 di sekolah guna meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Wassalamuailaikum Wr. Wb.

Bogor, 1 Agustus 2013

Kepala PPPPTK Penjas dan BK,

Drs. Mansur Fauzi, M.Si. NIP. 195812031979031001

(4)

iii

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... v DAFTAR GAMBAR ... vi BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ……... 1 B. Deskripsi Singkat ... 2 C. Tujuan Pembelajaran ... 3 1. Kompetensi Dasar ... 3 2. Indikator Keberhasilan ... 3

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ……... 3

1. Materi Pokok ... 3

2. Sub Materi Pokok ... 3

E. Petunjuk Penggunaan Modul ... 4

BAB II TEKNIK PENGUKURAN PEMINATAN ……….. 5

A. Indikator Keberhasilan ... 5

B. Uraian Materi ... 5

1. Pengukuran Peminatan ... 5

2. Teknik Pengukuran Peminatan ... 8

C. Latihan ... 21

D. Rangkuman ... 22

E. Evaluasi ... 24

F. Umpan Balik ... 24

BAB III PENGUKURAN KECERDASAN, BAKAT, DAN MINAT... 26

A. Indikator Keberhasilan ... 26

B. Uraian Materi ... 26

1. Pengukuran Kecerdasan (Intelgensia) …………..…... 26

(5)

iv

4. Pengukuran Teknik Non Tes ………... 39

C. Latihan ... 40

D. Rangkuman ... 41

E. Evaluasi ... 41

F. Umpan Balik ………. 43

BAB IV INTERPRETASI, PENYAMPAIAN LAPORAN, DAN PENGGUNAAN HASIL PENGUKURAN PEMINATAN ……….... 44

A. Indikator Keberhasilan ... 44

B. Uraian Materi …... 44

1. Interpretasi Hasil Pengukuran Peminatan …... 2. Penyampaian Laporan Hasil Pengukuran Peminatan ….... 3. Penggunaan Hasil Pengukuran Peminatan …... 44 45 48 C. Latihan ... 49 D. Rangkuman ... 50 E. Evaluasi ... 51 G. Umpan Balik ………. 52 BAB V PENUTUP ... 53 DAFTAR RUJUKAN ... 54 LAMPIRAN-LAMPIRAN ……….. 56

(6)

v

Halaman

Lampiran 1 : Angket Minat Mengikuti Mata Pelajaran

Matematika . ... 57 Lampiran 2 : Hasil Pengukuran Kecerdasan, Bakat, dan Minat

Peserta didik ………. 58

(7)

vi

Halaman

Tabel 3.1 : Sub-Tes CFIT ... 30 Tabel 3.2 : Klasifikasi Tingkat Kecerdasan ……… 32

(8)

vii

Halaman

Gambar 2.1. : Prosedur Pengukuran ... 22

(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurikulum 2013 adalah dirancang dengan tujuan untuk mempersiapkan insan Indonesia supaya memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warganegara yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia. Kurikulum 2013 lebih sensitif dan respek terhadap perbedaan kemampuan dan kecepatan belajar peserta didik. Untuk kurikulum SMP/MTs, organisasi kompetensi dasar dilakukan dengan cara mempertimbangkan kesinambungan antarkelas dan keharmonisan antarmata pelajaran yang diikat dengan Kompetensi Inti. Berdasarkan pendekatan ini maka terjadi reorganisasi kompetensi dasar mata pelajaran sehingga Struktur Kurikulum SMP/MTs menjadi lebih sederhana karena jumlah mata pelajaran dan jumlah materi berkurang, dengan demikian diharapkan dapat berkembang secara maksimal sesuai dengan kemampuan dasar umum (kecerdasan), bakat, minat dan karakteristik kepribadian.

Pelaksanaan implementasi kurikulum 2013 mengamanatkan adanya peminatan peserta didik, pada taraf Sekolah Menengah Pertama, peminatan dikelola dalam rangka mendapatkan data dan informasi terkait dengan kecenderungan peserta didik pada arah peminatannya. Kegiatan bimbingan dan konseling, termasuk pelayanan peminatan peserta didik yang memfasilitasi pengembangan individu sesuai dengan potensi, bakat, dan minat mereka masing-masing. Dengan demikian, pelayanan peminatan peserta didik di satu sisi hasru dilaksanakan dengan sungguh-sunggu, dan di sisi lain layanan peminatan peserta didik itu tidak boleh melemahkan pelayanan bimbingan dan konseling secara menyeluruh.

(10)

2 Salah satu komponen penting dalam pelayanan peminatan peserta didik adalah pengukuran terhadap aspek peminatan peserta didik. Pemahaman guru BK terhadap teknik dan prosedur pengukuran peminatan, interpretasi, penyampaian, serta penggunaan hasil pengukuran peminatan peserta didik sangatlah esensial untuk membantu mengarahkan peserta didik kepada minat yang sesuai dengan potensi dan daya dukung lingkungan yang dimilikinya. Kesesuaian dalam pemilihan dan penetapan peminatan ini tentunya akan membantu dalam proses belajar dan keberhasilan dalam belajar yang dijalaninya.

Kegunaan modul Pengukuran Peminatan Peserta Didik adalah untuk membantu peserta diklat dalam memahami konsep dan strategi pengukuran komponen peminatan peserta didik serta dapat mengaplikasikan dalam memberikan rekomendasi terkait dengan peminatan peserta didik. Hal ini sangatlah menunjang tugas pokok dan fungsinya yaitu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya dan pelayanan peminatan peserta didik pada khususnya. Modul ini mempunyai keterkaitan dengan modul lainya yaitu modul Implementasi Program BK dalam Kurikulum 2013, serta Praktik Peminatan Peserta Didik.

B. Deskripsi Singkat

Modul mata diklat Pengukuran Peminatan Peserta Didik membahas tentang pengukuran yang ada dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling khususnya dalam pelayanan peminatan peserta didik yang meliputi tiga sub materi, yaitu (1) Teknik Pengukuran Peminatan Peserta Didik; (2) Pengukuran Kecerdasan, Bakat dan Minat; dan (3) Interpretasi, Penyampaian Laporan, dan Penggunaan Hasil Pengukuran Peminatan. Dalam pengukuran aspek peminatan peserta didik dibahas tentang konsep dasar pengukuran peminatan, serta teknik pengukuran peminatan, yang terdiri dari teknik tes dan teknik non tes. Pada materi Pengukuran Kemampuan Dasar, Bakat dan Minat menjelaskan tentang tatacara atau prosedur pengukuran kemampuan dasar, pengukuran bakat, dan pengukuran minat peserta didik. Sedangkan materi interpretasi, penyampaian, dan penggunaan hasil pengukuran peminatan membahas mengenai bagaimana melakukan interpretasi hasil pengukuran peminatan, penyampaian hasil pengukuran peminatan dan penggunaan hasil pengukuran peminatan dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.

(11)

3

C. Tujuan Pembelajaran 1. Kompetensi Dasar

Setelah diklat dilaksanakan Guru BK atau Konselor dapat: a. Memahami teknik pengukuran peminatan peserta didik

b. Memahami pengukuran kecerdaan, bakat, dan minat peserta didik

c. Menginterpretasi, menyampaikan, dan menggunakan hasil pengukuran peminatan.

2. Indikator Keberhasilan

Guru Bimbingan Konseling atau Konselor:

a. Menjelaskan tentang pengukuran peminatan peserta didik. b. Menjelaskan tentang teknik pengukuran peminatan peserta didik c. Menjelaskan pengukuran kecerdasan, bakat, minat peserta didik. d. Menginterprestasikan hasil pengukuran peminatan peserta didik

e. Menyampaikan hasil pengukuran kecerdasan, bakat, dan minat peserta didik.

f. Mengunakan hasil pengukuran kecerdasan, bakat, dan minat peserta didik.

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok 1. Materi Pokok

a. Pengukuran Peminatan Peserta Didik b. Pengukuran Kecerdasan, Bakat dan Minat

c. Interpretasi, Penyampaian Laporan, dan Penggunaan Hasil Pengukuran Peminatan

2. Sub Materi Pokok

a. Pengukuran Peminatan Peserta Didik 1) Pengukuran Peminatan

2) Teknik Pengukuran Peminatan a) Teknik Tes

(12)

4 b. Pengukuran Kecerdasan, Bakat dan Minat

1) Pengukuran Kecerdasan 2) Pengukuran Bakat 3) Pengukuran Minat

c. Interpretasi, Penyampaian Laporan, dan Penggunaan Hasil Pengukuran Peminatan

1) Interpretasi Hasil pengukuran peminatan 2) Penyampaian Hasil pengukuran Peminatan 3) Penggunaan Hasil Pengukuran Peminatan

E. Petunjuk Penggunaan Modul

Pembahasan modul Pengukuran Peminatan Peserta Didik dituangkan dalam lima bab, yaitu Bab I Pendahuluan, bab II, III, dan IV berisi materi pokok, dan bab V Penutup. Materi Pokok I tentang Pengukuran Peminatan Peserta Didik, Materi Pokok II tentang Pengukuran Kecerdasan, Bakat dan Minat, dan Materi Pokok III tentang Interpretasi, Penyampaian Laporan, dan Penggunaan Hasil Pengukuran Peminatan. Bacalah secara cermat dan teliti seluruh materi dan tuliskan hal-hal yang dianggap penting dalam buku catatan dan diskusikan dengan teman-teman sehingga memperoleh kejelasan tentang isi/materi secara keseluruhan dari modul ini. Tanyakan kepada diri sendiri apakah yang ditulis dalam modul ini sudah dapat dipahami dan dapat melaksanakan dalam menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya dan khususnya asesmen dalam bimbingan dan konseling yang menunjang keberhasilan pelayanan peminatan peserta didik.

(13)

5

BAB II

TEKNIK PENGUKURAN PEMINATAN

A. Indikator Keberhasilan

Setelah mengikuti mata diklat ini peserta dapat:

1. Menjelaskan tentang pengukuran peminatan peserta didik.

2. Menjelaskan tentang teknik pengukuran peminatan peserta didik.

B. Uraian Materi

1. Pengukuran Peminatan Peserta Didik

Pengukuran atau assesmen peminatan peserta didik merupakan proses mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data atau informasi tentang peserta didik dan lingkungannya. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang berbagai kondisi individu peserta didik dan lingkungannya sebagai bahan dasar untuk memahami arah peminatan individu peserta didik dan untuk pengembangan program layanan peminatan yang sesuai dengan kebutuhan.

Melalui pengukuran peminatan yang dilakukan kepada individu peserta didik, akan diperoleh data-data yang berguna untuk lebih mengenal dan memahami kondisi individu peserta didik. Pemahaman akan diri individu peserta didik harus didasarkan pada adanya keterangan tentang diri yang akurat dan sahih. Data diri yang tidak akurat dapat menimbulkan pemahaman yang keliru. Data yang demikian hendaknya juga dibarengi dengan pengamatan terhadap individu peserta didik. Oleh karena itu, diperlukan untuk mengumpulkan informasi asesmen, baik dalam bentuk interview, test, maupun dengan melakukan observasi (Drummond dan Jones, 2010).

Cronbach (1990) mengatakan bahwa penggunaan tes dalam kegiatan pengukuran dimaksudkan untuk memajukan pemahaman diri. Disamping itu penggunaan tes juga dimaksudkan untuk klasifikasi, evaluasi dan modifikasi program atau perlakuan, dan penyelidikan ilmiah. Klasifikasi mengacu pada penggolong-golongan seseorang berdasarkan hasil tes, termasuk dalam

(14)

6 pengertian klasifikasi ini adalah seleksi, skrining, sertifikasi, dan penempatan. Evaluasi dan modifikasi program atau perlakuan mengacu pada hasil suatu perlakuan yang diterapkan. Penyelidikan ilmiah mengacu pada perolehan data sahih dan andal mengenai variabel-variabel yang diteliti dan hubungan-hubungannya.

Hal penting yang harus dicatat bahwa ukuran yang dihasilkan dalam pengetesan (atau pengukuran psikologis) sifatnya nisbi. Dengan kata lain angka hasil pengukuran itu tidak mutlak seperti halnya kalau kita mengukur panjang atau tinggi suatu benda. Setelah menjalankan pengukuran, tugas guru bimbingan dan konseling (guru BK)/konselor adalah menafsirkan hasil pengukuran dan mengkomunasikan hasilnya kepada peserta didik (konseli), sehingga konseli memperoleh pemahaman yang benar, tidak menyesatkan tentang arti skor yang diperoleh dan konseli memperoleh pemahaman diri yang sesuai dengan kenyataan. Pengertian lain yang perlu dipunyai konseli adalah apa yang berhasil diungkapkan melalui pengkuran bukan gambaran keseluruhan dirinya melainkan wakil dari keseluruhan segi kepribadian yang diukur.

a. Pengertian Pengukuran

Pengukuran adalah suatu prosedur sistematis untuk mengumpulkan informasi yang digunakan untuk membuat inferensi atau keputusan mengenai karakteristik seseorang (American Educational Research Association [AERA], American Psychological Association [APA], dan National Council on Measurement in Education [NCME], 1999). Kegiatan pengukuran dilakukan untuk memperoleh gambaran berbagai kondisi individu dan lingkungannya sebagai dasar pengembangan program layanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan.

Asesmen atau pengukuran menurut Anastasi dan Urbina (1997), didefinisikan sebagai suatu ukuran dari suatu sampel perilaku yang objektif dan terstandar. Cronbach (1990), menyatakan hal yang sama, bahwa pengukuran sebagai suatu prosedur sistematik untuk mengobservasi dan mendeskripsikan perilaku (sampel perilaku) dengan menggunakan skala numerik atau kategori yang

(15)

7 ditetapkan. Sedangkan Smith (2002), memberikan pengertian pengukuran sebagai “suatu penilaian yang komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang mana hasil keputusannya dapat digunakan untuk layanan pendidikan yang dibutuhkan anak sebagai dasar untuk menyusun suatu rancangan pembelajaran”.

b. Tujuan Pengukuran

Mengapa konselor melakukan pengukuran? Jawaban singkat dari pertanyaan ini adalah untuk mengumpulkan informasi mengenai klien, termasuk dalam hal ini adalah para peserta didik di sekolah. Hasil-hasil kajian memperlihatkan bahwa sekurang-kurangnya terdapat 4 (empat) tujuan umum dari pengukuran. Tujuan yang dimaksudkan adalah; (1) screening, (2) identifikasi dan diagnosis, (3) perencanaan intervensi, dan (4) kemajuan dan evaluasi hasil (Bagby, Wild, dan Turner, 2003; Erford, 2007; Sattler dan Hoge, 2006). Selanjutnya Lidz (2003) mendefinisikan tujuan pengukuran untuk melihat kondisi anak saat itu. Hasil pengukuran digunakan sebagai bahan dalam pemberian pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat. Pada sisi lain Robb (2006), menyebutkan tujuan pengukuran sebagai berikut:

1) Untuk menyaring dan mengidentifikasi anak

2) Untuk membuat keputusan tentang penempatan anak 3) Untuk merancang individualisasi pendidikan

4) Untuk memonitor kemajuan anak secara individu 5) Untuk mengevaluasi keefektifan program.

Sumardi & Sunaryo (2006), menyebutkan tujuan pengukuran sebagai berikut: 1) Memperoleh data yang relevan, objektif, akurat dan komprehensif tentang

kondisi anak saat ini

2) Mengetahui profil anak secara utuh terutama permasalahan dan hambatan belajar yang dihadapi, potensi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan khususnya, serta daya dukung lingkungan yang dibutuhkan anak

3) Menentukan layanan yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan khususnya dan memonitor kemampuannya.

(16)

8 Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tujuan pengukuran adalah untuk mengetahui keadaan anak pada saat tertentu (waktu dilakukan asesmen) baik potensi yang dimiliki maupun berbagai kelemahan yang dimiliki peserta didik yang menjadi dasar dalam pemberian pelayanan bimbingan dan konseling sehingga Guru BK atau konselor dapat melakukan layanan/intervensi secara tepat.

2. Teknik Pengukuran Peminatan Peserta Didik

Pelaksanaan pengukuran peminatan merupakan usaha konselor/guru BK untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan/ kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik dalam memecahkan masalah. Pengukuran peminatan yang diberikan kepada peserta didik merupakan pengembangan dari area kompetensi dasar pada diri peserta didik yang akan dinilai, yang kemudian akan dijabarkan dalam bentuk indikator-indikator. Pada umumnya pengukuran peminatan dapat dilakukan dalam bentuk laporan diri, performance test, tes psikologis, observasi, wawancara, dan sebagainya.

a. Prinsip-Prinsip Pengukuran

Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, dalam melakukan pengukuran peminatan peserta didik, harus mempertimbangkan prinsip-prinsip pengukuran. Prinsip-prinsip pengukuran yang dimaksud adalah: 1) Sesuai dengan norma masyarakat atau filosofi hidup

Prinsip ini berkaitan erat dengan filsafat dan tata nilai (norma) hidup yang berlaku di masyarakat. Artinya setiap tahapan pengukuran yang dilakukan jangan sampai bertentangan dengan filsafat hidup dan tata nilai yang berlaku di masyarakat.

2) Keterpaduan

Pengukuran hendaknya merupakan bagian integral dari program atau sistem pendidikan. Dengan demikian pengukuran merupakan salah satu dimensi yang harus dipenuhi dalam penyusunan program disamping pemenuhan guna mencapai tujuan, bahan, metode, dan alat pelayanan. Oleh karena itu, perencanaan pengukuran harus sudah ditetapkan pada saat perencanaan program, sehingga antara jenis instrumen pengukuran dan tujuan pelayanan, alat pelayanan tersusun dalam satu pola keterpaduan yang harmonis.

(17)

9 3) Realistis

Pelaksanaan pengukuran harus didasarkan pada apakah sesuatu yang akan diukur itu benar-benar dapat diukur? Dengan kata lain, instrumen pengukuran yang akan digunakan harus memiliki batasan atau indikator-indikator yang jelas, operasional, dan dapat diukur.

4) Tester yang terlatih (qualified)

Mengingat tidak semua orang dapat melakukan atau mengelola suatu program pengukuran, maka sangat diperlukan orang yang mampu melakukan atau qualified. Hal ini harus benar-benar diperhatikan, karena keputusan yang akan diambil merupakan hal yang sangat penting bagi sasaran pengukuran.

5) Keterlibatan peserta didik

Untuk dapat mengetahui sejauh mana peserta didik berhasil dalam proses layanan peminatan yang dijalaninya secara aktif, maka peserta memerlukan suatu assesemen/pengukuran. Dengan demikian, pengukuran bagi peserta didik merupakan tuntutan atau kebutuhan. Pelaksanaan pengukuran oleh konselor merupakan upaya dalam memenuhi tuntutan atau kebutuhan peserta didik akan layanan bimbingan dan konseling.

6) Pedagogis

Disamping berfungsi sebagai alat, pengukuran juga berperan sebagai upaya untuk perbaikan sikap dan tingkah laku ditinjau dari sisi pedagogis. Pengukuran dan hasil-hasilnya hendaknya dapat dipakai sebagai alat untuk memotivasi peserta didik dalam mengikuti kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Hasil assemen hendaknya juga dirasakan sebagai penghargaan bagi peerta didik.

7) Akuntabilitas

Keberhasilan proses pelayanan bimbingan dan konseling perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan sebagai laporan pertanggungjawaban (accountability). Pihak-pihak tersebut antara lain: orangtua siswa, masyarakat, calon pemakai lulusan, sekolah, dan pemerintah. Pihak-pihak tersebut perlu mengetahui keadaan atau tingkat kemajuan belajar siswa atau lulusan agar dapat dipertimbangkan pemanfaatan atau tindak lanjutnya.

(18)

10 8) Teknik Pengukuran yang Bervariasi dan Komprehensif

Agar diperoleh hasil pengukuran yang objektif, dalam arti dapat menggambarkan prestasi atau kemampuan peserta didik yang sebenarnya, maka pengukuran harus menggunakan berbagai teknik dan sifatnya komprehensif. Dengan sifat komprehensif, dimaksudkan agar kemampuan dan permasalahan yang diungkap komprehensif yang mencakup berbagai bidang pelayanan bimbingan dan konseling.

9) Tindak Lanjut

Hasil pengukuran hendaknya diikuti dengan tindak lanjut. Data hasil assemen sangat bermanfaat bagi konselor, tetapi juga sangat bermanfaat bagi peserta didik, dan sekolah. Oleh karenanya perlu dikelola dengan sistem administrasi yang teratur. Hasil pengukuran harus dapat ditafsirkan sehingga konselor dapat memahami kemampuan dan permasalahan setiap peserta didik sehingga dapat dijadikan dasar dalam penyusunan program pelayanan bimbingan dan konseling sehingga sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan masalah peserta didik.

b. Prosedur Pengukuran

Prosedur melakukan kegiatan pengukuran memerlukan prosedural yang ketat. Hal ini disebabkan karena dilakukan kegiatan pemecahan masalah, yang membutuhkan pengumpulan informasi yang terintegrasi mengenai individu dalam hubungannya dengan pembuatan keputuan atau inferensi mengenai individu. Menurut Urbina (2004), untuk membantu konselor dalam melakukan kegiatan pengukuran, maka terdapat 4 (empat) langkah, dalam kegiatan ini, yakni:

1) Identifikasi masalah; merupakan langkah pertama dalam melakukan pengukuran, mengidentifikasi masalah yang ada dari individu yang akan diukur.

2) Memilih dan mengimplementasikan metode pengukuran; dalam hal ini adalah langkah memilih dan mengimplementasikan metode pengumpulan data (contoh, interview, tes, observasi).

(19)

11 3) Mengevaluasi informasi pengukuran; dalam hal ini, kegiatan skoring,

interpretasi, dan integrasi informasi dari keseluruhan metode pengukuran dan sumber-sumber untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.

4) Laporan hasil pengukuran dan pembuatan rekomendasi; langkah terakhir dari proses pengukuran adalah melaporkan hasil dan pembuatan rekomendasi. Langkah ini meliputi, (a) gambaran individu yang dinilai dan situasinya, (b) pelaporan hipotesis secara umum mengenai individu, (c) dukungan hipotesis dengan informasi pengukuran, dan (d) pengajuan rekomendasi dalam hubungannya dengan alasan yang rasional (Kaufman dan Lichtenberger, 2002; Ownby, 1997; Sattler, 2008)

Pada sisi lain, menurut Neukrug dan Fawcett (2006), prosedur pengukuran meliputi kegiatan interview klinis; teknik pengukuran informal seperti observasi, penggunaan skala rating, teknik klasifikasi, pencatatan dan dokumen pribadi; tes kepribadian seperti tes obyektif, tes proyektif, dan inventori minat; dan tes-tes kemampuan, seperti tes prestasi, dan tes bakat (lihat gambar 2).

Metode pengukuran formal, tertuju pada instrumen pengukuran yang sudah terstandar, dalam hal ini mempunyai bahan yang terstruktur, prosedur administrasi yang standar, dan menggunakan metode skoring dan interpretasi yang konsisten. Tujuan utama standardisasi suatu instrumen pengukuran adalah untuk memastikan bahwa keseluruhan variabel dibawah kontrol dari penguji, juga bahwa setiap orang yang ditest diperlakukan dengan cara yang sama (Urbina, 2004). Instrumen pengukuran formal meliputi tes-tes pendidikan dan tes-tes psikologi yang terstandar, interview terstruktur, atau observasi perilaku yang tersrtuktur. Selanjutnya metode pengukuran informal, adalah instrumen dan strategi yang dikembangkan tanpa ada pengujian validitas dan reliabilitas. Tidak ada standardisasi administrasi, prosedur skoring, atau interpretasi (Drummond dan Jones, 2010).

(20)

12

Gambar 2.1. Prosedur Pengukuran

c. Jenis Pengukuran Peminatan Peserta Didik

Terdapat 2 (dua) jenis pengukuran dalam bimbingan dan konseling, yakni pengukuran teknik non tes, dan pengukuran teknik tes.

1) Teknik Non Tes

Teknik pengukuran non-tes berarti melaksanakan pengukuran atau penilaian dengan tidak mengunakan tes. Dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling teknik pengukuran ini umumnya dilakukan konselor untuk mendapatkan data dan informasi mengenai kepribadian peserta didik secara menyeluruh meliputi bakat dan minatnya.

Pengukuran teknik non tes yang sering digunakan dalam pelayanan bimbingan dan konseling antara lain observasi, wawancara, angket, Daftar Cek Masalah (DCM), sosiometri, Alat Ungkap Masalah Umum (AUM-U), Alat Ungkap Masalah Belajar (AUM-PTSDL), Inventori Tugas Perkembangan (ITP), dan lain sebagainya. PROSEDUR PENGUKURAN INFORMAL PENGUKURAN Observasi  Skala rating TES KEMAMPUAN  TES KEPRIBADIAN  Tes obyektif INTERVIEW KLINIS

(21)

13

a) Observasi (Observation)

Observasi merupakan suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan rasional mengenati berbagai fenomena yang bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi dan mengukur faktor-faktor yang diamati khususnya kecakapan sosial. Berikut ini beberapa karakteristik dari observasi, yaitu:

(1) mempunyai tujuan (2) bersifat ilmiah

(3) terdapat aspek yang diamati (4) praktis

Tiga jenis observasi yang biasa digunakan adalah :

(1) Observasi partisipan, dimana pengamat ikut andil dalam kegiatan kelompok yang sedang diamati.

(2) Observasi sistematik merupakan observasi dengan menggunakan kerangka yang berisi factor-faktor yang ingin diteliti yang telah dikategorikan terlebih dahulu secara structural.

(3) Observasi eksperimental meupakan observasi dimana pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok yang diamati namun dapat mengendalikanunsur-unsur tertentu sehingga tercipta tujuan yang sesuai dengan tujuan observasi. Observasi jenis ini memungkinkan evaluator untuk mengamati sifat-sifat tertentu dengan cermat.

Adapun langkah-langkah penyusunan pedoman observasi adalah: (1) Merumuskan tujuan observasi

(2) Membuat kisi-kisi observasi (3) Menyusun pedoman observasi

(4) Menyusun aspek-aspek yang ingin diobservasi (5) Melakukan uji coba pedoman observasi

(6) Merevisi pedoman observasi berdasarkan hasil uji coba (7) Melaksanakan observasi

(22)

14 Sama halnya dengan instrumen evaluasi yang lain, obsevasi memiliki beberapa kelemahan dan kelebihan yaitu:

(1) Kelemahan:

(a) Pelaksanaannya sering terganggu keadaan cuaca atau kesan yang kurang baik dari observer maupun observi.

(b) Masalah yang sifatnya pribadi sulit diamati.

(c) Apabila memakan waktu lama, akan menimbulkan kejenuhan. (2) Kelebihan:

(a) Observasi cocok dilakukan untuk berbagai macam fenomena. (b) Observasi cocok untuk mengamati perilaku.

(c) Banyak aspek yang tidak dapat diukur dengan tes tetapi bisa diukur dengan observasi.

b) Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan salah satu bentuk instrument evaluasi jenis non tes yang dilakukan melalui percakapan dan tanya jawab baik secara langsung tanpa alat perantara maupun secara tidak langsung. Wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi untukk menjelaskan suatu kondisi tertentu, melengkapi penyelidikan ilmiah atau untuk mempengaruhi situasi atau orang tertentu. Wawancara dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

(1) Wawancara Bebas dimana responnden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya tanpa dibatasi oleh patokan-patokan.

(2) Wawancara Terpimpin merupakan wawancara yang dilakukan oleh subjek evaluasi dengan mengajukan pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu, sehingga responden hanya memilih jawaban yang sudah disiapkan oleh penanya.

Berikut ini merupakan langkah-langkah untuk melakukan wawancara: (1) Merumuskan tujuan wawancara

(23)

15 (3) Menyususn pertanyaan yang sesuai dengan data yang diperlukan.

(4) Melakukan uji coba

(5) Melaksanakan wawancara

Sedangkan kelemahan dan kelebihan jenis instrumen wawancara adalah sebagai berikut:

(1) Kelemahan:

(a) Jika subjek yang ingin diteliti banyak maka akan memakan waktu yang banyak pula.

(b) Terkadang wawancara berlangsung berlarut-larut tanpa arah. (c) Adanya sikap yang kurang baik dari responden maupun penanya. (2) Kelebihan:

(a) Dapat memperolehinformasi secara langsung sehingga objectivitas dapat diketahui.

(b) Dapat memperbaiki proses dan hasil pelayanan

(c) Pelaksanaannya lebih fleksidel, dinamis dan personal.

b) Angket (Questioner)

Angket merupakan alat untuk mengumpulkandan mencatat data, informasi, pendapat, dan paham dalam hubungan kausal. Angket dapat dikelompokan benjadi beberapa kelompok. Angket berdasarkan bentuknya dibagi menjadi dua jenis,yaitu:

(1) Angket berstruktur merupakan angket yang menyediakan beberapa kemungkinan jawaban. Angket jenis ini terdiri dari tiga bentuk:

(a) Bentuk jawaban tertutup, yaitu angket yang telah menyediakan alternatif jawaban,

(b) Bentuk jawaban tertutup tetapi alternative terakhir merupakan jawaban terbuka yang dapat memberikan kesempatan kepada respondenuntuk memberikan jawaban secara bebas.

(24)

16 (c) Bentuk jawaban bergambar, yaitu angket yang memberikan alternative

jawaban berupa gambar.

(2) Angket tidak berstruktur merupakan angket yang memberikan jawaban secara terbuka. Angket ini memberikan gambaran lebih tentang situasi, namun kurang dapat dinilai secara objektif dan tifak dapat diukur secara statistic sehingga data yang diperoleh sifatnya umum.

Sedangkan ditinjau dari responden yang menjawab, maka angket dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

(a) Angket Langsung

Angket langsung adalah angket yang dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya.

(b) Angket Tidak Langsung

Angket tidak langsung adalah angket yang diisi oleh orang yang bukan dimintai keterangan tentang dirinya.

Berikut ini merupakan langkah-langkah menyusun angket. (a) Menyusun kisi-kisi angket

(b) Menyusun pertaanyaan-pertanyaan dan bentuk jawaban yang diinginkan. (c) Membuat pedoman cara menjawab.

(d) Melakukan uji coba angket untuk mengetahui kelemahan angket tersebut. (e) Merevisi angket berdasarkan hasil uji coba

(f) Menggandakan angket sesuai jumlah responden

Sama halnya dengan instrumen lain, angket juga memiliki beberapa kelemahan dan keunggulan, antara lain:

(a) Kelemahan:

(1) Ada kemungkinan angker diisi oleh orang yang bukan menjadi target. (2) Target menjawab berdasarkan altternatif jawaban yang tersedia (b) Keunggulan:

(1) Responden dapat meenjawab dengan bebas tanpa dipengaruhi hubungan dengan peneliti atau penilai.

(25)

17 (2) Informasi yang terkumpul lebih mudah karena homogen.

(3) Dapat mengumpulkan data dari jumlah responden yang relative banyak.

c) Daftar Cek (check list)

Daftar cek adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang akan diamati, penilai tnnggal memberikan tanda centang (v) pda tiap-tiap aspek sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan.

d) Sosiometri

Sosiometri merupakan suatu prosedur untuk merangkum, menyusun, dan sampai batas tertentu dapat mengkualifikasi pendapat-pendapat peserta didik tentang penerimaan terhadap sesama serta hubungan diantara mereka. Langkah dalam menggunakan sosiometri:

(1) Memberikan petunjuk atau pertanyaan. Misal: tuliskan pada selembar kertas nama temanmu yang paling baik.

(2) Mengumpulkan jawab yang sesungguhnya dari peserta didik. (3) Memasukan jawaban ke dalam tabel.

(4) Gambarkan jawaban dalam sebuah sosiogram.

e) Inventori Kepribadian

Inventori kepribadian hampir serupa dengan tes kepribadian, namun pada inventori kepribadian jawaban peserta didik selalu benar selama menyatakan dengan sesungguhnya. Walaupun demikian digunakan pula skala-skala tertentu untuk mengkuantifikasi jawaban agar dapat dibandingkan.

2) Teknik Tes

Pengukuran teknik tes hanya digunakan oleh sebagian konselor yang telah memiliki sertifikasi untuk menggunakan pengukuran teknik tes psikopedagogis. Pengukuran tes memiliki banyak jenis, di antaranya:

a) Tes kecerdesan yang dikembangkan oleh Wechsler (The Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence, The Wechsler Intelligence for Children, The Wechsler Adult Intelligence Scale, The Wechsler Bellevue

(26)

18 Intelligence Scale), The Drawing of man from Goodenough Haris, sedangkan tes kecerdasan yang dikembangkan oleh J.C. Raven (Tes Colour Progressive Matrics, Test Progressive Matrics Standard, Test Progressive Matrics Advance).

b) Tes bakat antara lain Flanagan Aptitude Classification Test, General Aptitude Test Battery, Differential Aptitude Test (DAT), Scholastic Aptitude Test.

c) Tes minat antara lain Strong Vocational Interest Blank, Kuder Preference Record, tes kemampuan kerja antara lain Kraepelin Test. Pauli Test, tes kepribadian antara lain Rorschach, Wartegg Test, Baum Test, Draw A Man Test, Edward Personal Preference Schedule, Study of values, serta tes kematangan sosial.

d. Pengembangan Instrumen Pengukuran Peminatan

Menyusun dan mengembangkan instrumen pengukuran merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah Penyusunan dan pengembangan instrumen dilakukan untuk memperoleh data atau informasi yang dibutuhkan karena belum ada instrumen yang dapat mengukur aspek tersebut. Walaupun sudah ada, dapat dilakukan adaptasi sesuai dengan karakteristik subyek dan wilayah administratif.

Kemampuan bagi konselor ini diperlukan dalam proses pengumpulan data peserta didik maupun lingkungan. Selanjutnya informasi yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran ditujukan sebagai dasar dalam merencanakan program, dan menentukan layanan yang tepat bagi peserta didik.

Menurut Djaali dan Muljono (2008), langkah-langkah yang dilakukan dalam pengembangan instrumen adalah:

1) Identifikasi tujuan utama penggunaan instrumen; Tujuan utama pengembangan instrumen ditentukan oleh konselor sebagai pengembangan instrumen, antara lain untuk diagnostik, penempatan, identifikasi, dan sebagainya.

(27)

19 2) Identifikasi tingkah laku yang mewakili konstruk tertentu; untuk

pengembangan instrumen, perlu ditentukan konsep sampel tingkah laku yang “valid” dapat mewakili konstruk teori yang akan diukur.

3) Mengembangkan dimensi dan indikator variabel yang sesungguhnya secara eksplisit telah tertuang pada rumusan konstruk variabel.

4) Mempersiapkan kisi-kisi instrumen dan proporsi butir yang menjadi fokus. 5) Menetapkan besaran atau parameter yang bergerak dalam suatu rentangan

kontinum dari satu kutub ke kutub lain yang berlawanan. Sebagai contoh, tidak setuju ke setuju, negatif ke positif, tidak pernah ke selalu, dan lain sebagainya.

6) Mengkonstruksi sejumlah draf butir; Butir instrumen yang dibuat diusahakan sebanyak-banyaknya karena pada tahap selanjutnya, butir-butir tersebut akan diseleksi, mana yang paling baik.

7) Mereview butir dengan memperhatikan: akurasi, kesesuaian dan relevansi spesifikasi instrumen, kekurangan konstruksi butir yang bersifat teknis, tata bahasa, bias, dan keterbacaan.

8) Melakukan uji coba awal; uji coba dilakukan untuk mengetahui validitas dan ketepatan ukur (reliabilitas) instrumen.

9) Melakukan uji coba kepada sampel yang lebih besar; Setelah melakukan uji coba awal, isntrumen dapat diuji coba kembali kepada responden yang lebih besar dan lebih bervariasi sesuai keluasan tujuan pengembangan instrumen.

10) Menentukan analisis statistik yang sesuai dan mengeliminasi butir yang tidak sesuai dengan kriteria.

11) Mendesain dan melakukan perhitungan validitas dan reliabilitas instrumen. 12) Mengembangkan panduan atau pedoman untuk pengadministrasian,

pemberian skor, dan interpretasi. Perangkat akhir tersebut meliputi bagian-bagian pokok, yakni (Crocker dan Algina, 1986): (a) petunjuk pengerjaan, (b) perangkat butir soal yang berupa daftar pertanyaan atau pernyatan, dan (3) cara penafsiran.

(28)

20

e. Analisis Pengukuran dalam BK

Analisis pengukuran merupakan salah satu langkah penting dalam kegiatan pengukuran. Konselor, harus mempunyai pemahaman melakukan skoring terhadap pengukuran, serta interpretasi dan maknanya. Terdapat beberapa tipe skor untuk menampilkan performansi pada suatu pengukuran, seperti persentil, Skor T, skor deviasi IQ, stanine, dan lain sebagainya. Instrumen pengukuran dapat berbeda dalam hubungannya dengan skoring yang digunakan.

Kegiatan skoring, dapat dilakukan dengan tangan, menggunakan bantuan komputer, atau dapat juga skoring dilakukan oleh klien sendiri.

Berkenaan dengan hal tersebut, maka The Code of Professional Responsibilities in Educational Measurement (1995) dalam Drummond dan Jones (2010), menyatakan bahwa skoring pengukuran dapat dilakukan dengan pantas dan efisien dan juga hasilnya dapat dilaporkan secara akurat dan tepat. Berkenaan dengan hal tersebut, maka konselor mempunyai tanggungjawab profesional dalam hal:

1) Menyediakan informasi yang lengkap dan akurat mengenai skoring, jadwal pelaporan, proses skoring yang digunakan, acuan rasional untuk pendekatan skoring, prosedur pengendalian kualitas, format pelaporan. 2) Memastikan akurasi hasil dari pengukuran dengan melakukan prosedur

pengendalian kualitas yang rasional sebelumnya, selama, dan sesudah skoring.

3) Meminimalisasi pengaruh skoring dari faktor-faktor yang tidak relevan dari tujuan pengukuran.

4) Menyediakan hasil skor yang benar untuk klien.Memproteksi informasi yang bersifat rahasia dari identifikasi individu berdasarkan acuan hukum yang berlaku.

Menentukan proses yang rasional dan terbuka untuk melakukan skoring pengukuran kembali.

(29)

21

C. Latihan

1. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini sesuai dengan pengalaman yang Anda alami:

a. Deskripsikan hakekat pengukuran peminatan peserta didik di sekolah! b. Jelaskan dan sebutkan jenis pengukuran peminatan peserta didik! c. Jelaskan tujuan dan fungsi pengukuran peminatan peserta didik di

sekolah!

d. Deskripsikan prinsip-prinsip pengukuran peminatan peserta didik di sekolah!

e. Dalam merencanakan program pelayanan peminatan, harus berlandaskan pada hasil pengukuran. Uraikan pernyataan tersebut! 2. Pilihlah salah satu alternatif jawaban yang paling tepat dengan memberikan

tanda silang (X) pada huruf a, b, c, atau d pada setiap opsion jawaban. (1) Penggolong-golongan seseorang berdasarkan hasil pengkuran.

Penggolongan ini termasuk kegiatan : a. Seleksi

b. Skrining c. Sertifikasi d. Klasifikasi

(2) Analisis hasil pengukuran peminatan peserta didik digunakan untuk : a. mengetahui kebutuhan peserta didik

b. menentukan masalah peserta

c. mengetahui kondisi nyata peserta didik d. menyusun program bimbingan dan konseling

(3) Pengukuran sebagai “Proses sistematika dalam mengumpulkan data seseorang anak yang berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan. Berdasarkan informasi tersebut guru akan dapat menyusun program pembelajaran yang bersifat realitas sesuai dengan kenyataan objektif”. Definisi di atas adalah definisi pengukuran menurut:

(30)

22 a. Cronbach

b. Robb & Lidz

c. James A. Mc. Lounghlin & Rena B Lewis d. Robert M Smith

(4) Keberhasilan proses pelayanan bimbingan dan konseling perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan sebagai laporan pertanggungjawaban. Adalah penjelasan prinsip:

a. Keterpaduan b. Realistis c. Pedagogis d. Akuntabilitas

(5) Jenis pengukuran teknik non tes yang sering digunakan dalam pengungkapan masalah sederhana dan mudah digunakan adalah: a. Tes kematangan sosial

b. AUM-PTSDL c. ITP

d. Draw A Man Test

D. Rangkuman

1. Pengukuran atau pengukuran dalam bimbingan dan konseling merupakan proses mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data tentang peserta didik dan lingkungannya.

2. Pengukuran didefinisikan sebagai suatu ukuran dari suatu sampel perilaku yang objektif dan terstandar (Anastasi dan Urbina, 1997). Hal ini diperkuat oleh Cronbach (1990), bahwa pengukuran sebagai suatu prosedur sistematik untuk mengobservasi dan mendeskripsikan perilaku (sampel perilaku) dengan menggunakan skala numerik atau kategori yang ditetapkan. Sedangkan Smith (2002), mengartikan pengukuran sebagai “suatu penilaian yang komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang mana hasil keputusannya dapat digunakan untuk layanan pendidikan yang dibutuhkan anak sebagai dasar untuk menyusun suatu rancangan pembelajaran”.

(31)

23 3. Pengukuran peminatan peserta didik memiliki kedudukan strategis, karena

memiliki kedudukan sebagai fondasi dalam perancangan program pelayanan peminatan yang sesuai dengan kebutuhan. Hal ini disebabkan karena kesesuaian program pelayanan peminatan peserta didik dan gambaran dari peserta didik dan kondisi lingkungannya dapat mendorong pencapaian tujuan pelayanan pemintan.

4. Terdapat dua jenis pengukuran dalam bimbingan dan konseling, dan digunakan dalam peminatan yakni; pengukuran teknik non tes, dan pengukuran teknik tes.

5. Pengukuran teknik tes hanya digunakan oleh sebagian konselor yang telah memiliki sertifikasi untuk menggunakan pengukuran teknik tes psikopedagogis.

6. Kemampuan menyusun dan mengembangkan instrumen pengukuran merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh konselor dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah Penyusunan dan pengembangan instrumen dilakukan untuk memperoleh data atau informasi yang dibutuhkan karena belum ada instrumen yang dapat mengukur aspek tersebut. Jika sudah ada, dapat dilakukan adaptasi sesuai dengan karakteristik subyek dan wilayah administratif.

7. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengembangan instrumen, yakni: (1) Identifikasi tujuan utama penggunaan instrumen (2) Identifikasi tingkah laku yang mewakili konstruk tertentu; (3) Mengembangkan dimensi dan indikator variabel; (4) Mempersiapkan kisi-kisi instrumendan proporsi butir yang menjadi fokus, (5) Menetapkan besaran atau parameter yang bergerak dalam suatu rentangan kontinum dari satu kutub ke kutub lain yang berlawsanan; (6) Mengkonstruksi sejumlah draf butir; (7) Mereview butir dengan memperhatikan: akurasi, kesesuaian dan relevansi spesifikasi instrumen, kekurangan konstruksi butir yang bersifat teknis, tata bahasa, bias, dan keterbacaan; (8) Melakukan uji coba awal; (9) Melakukan uji coba kepada sampel yang lebih besar; (10) Menentukan analisis statistik yang sesuai dan mengeliminasi butir yang tidak sesuai dengan kriteria; (11) mendesain dan melakukan perhitungan validitas dan reliabilitas instrumen; (12) Mengembangkan panduan atau pedoman untuk pengadministrasian, pemberian skor, dan interpretasi.

(32)

24 8. Hasil pelaksanaan pengukuran menggambarkan potensi, tugas

perkembangan, dan masalah peserta didik serta menggambarkan potensi dan kondisi lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun pekerjaan dimana peserta didik berada. Oleh karena itu, hasil pengukuran merupakan dasar untuk merancang program bimbingan dan konseling yang berbasisi kebutuhan.

9. Konselor, harus mempunyai pemahaman melakukan skoring terhadap pengukuran, serta interpretasi dan maknanya. Terdapat beberapa tipe skor dan teknik analisis yang digunakan dalam melakukan pengukuran.

E. Evaluasi

Bab ini menguraikan mengenai pentingnya pengukuran dilakukan dalam hubungannya untuk membantu melengkapi dan mendalami pemahaman tentang peserta didik, dan juga dalam hubungannya dengan peminatan. Oleh karena itu, dibutuhkan penguasaan yang “mantap” bagi guru bimbingan dan konseling untuk melakukan kegiatan pengukuran. Hasil pengukuran merupakan dasar untuk merancang program pelayanan peminatan yang berbasis kebutuhan. Sebagai pelayanan profesional, dalam pelaksanaan pengukuran peminatan peserta didik, seorang konselor perlu pula memperhatikan dan menaati aturan atau kode etik yang ditetapkan dalam melakukan kegiatan pengukuran.

F. Umpan Balik

Kerjakan latihan yang ada dari bab 2 dalam modul ini, selanjutnya cocokkan jawaban Anda dengan materi yang telah diuraikan sebelumnya. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi bab2.

Rumus: % 100 x 10 benar yang Anda jawaban Jumlah Penguasaan Tingkat 

(33)

25 90% - 100% = baik sekali

80% - 89% = baik 70% - 79% = cukup

<70% = kurang

Apabila tingkat penguasaan Anda mencapai 80% ke atas, berarti Anda telah mencapai kompetensi yang diharapkan pada bab2 ini dengan baik. Anda dapat meneruskan dengan materi bab selanjutnya. Namun sebaliknya, apabila tingkat penguasaan Anda terhadap materi ini masih di bawah 80%, Anda perlu mengulang kembali materi ini, terutama bagian yang belum Anda kuasai.

(34)

26

BAB III

PENGUKURAN KECERDASAN, BAKAT, DAN MINAT PESERTA DIDIK

A. Indikator Keberhasilan

Setelah mempelajari bab ini diharapkan peserta akan mampu: 1. Menjelaskan pengukuran kecerdasan peserta didik.

2. Menjelaskan pengukuran bakat peserta didik. 3. Menjelaskan pengukuran minat peserta didik. 4. Menyusun pengukuran non tes (angket)

B. Uraian Materi

Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya kita mengetahui bahwa ada 7 (tujuh) komponen pokok yaitu, prestasi belajar, prestasi non akademik, nilai UN, minat belajar tinggi, cita-cita, perhatian orang tua, dan diteksi potensi, yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan pelayanan peminatan secara tepat bagi peserta didik. Untuk mempereroleh data tentang komponen pokok tersebut perlu dilakukan pengumpulan data dan kegiatan pengukuran.

Dari ketujuh komponen tersebut komponen terakhir yaitu deteksi potensi, yang meliputi pengukuran kecerdasan, pengukuran bakat, dan pengukuran minat peserta didik memerlukan pengukuran lebih lanjut.

1. Pengukuran Kecerdasan (intelegensi) a. Pengertian kecerdasan

Apakah kecerdasan itu? Istilah kecerdasan walaupun sepintas lalu kelihatan jelas, tetapi ternyata tidak mudah untuk dirumuskan. Para ahli psikologipun sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai bagaimana kecerdasan itu seharusnya didefinisikan.

Salah satu definisi kecerdasan yang banyak dianut adalah definisi yang dikemukakan oleh David Weschler (1958). Weschler mendefinisikan kecerdasan sebagai kumpulan kemampuan artau kemampuan global yang ada pada individu untuk bertindak dengan bertujuan, berpikir rasional, dan menyesuaikan secara efektif dengan lingkungannya.. (Loekmono, 2005)

(35)

27 Edward Thorndike mendefinisikan kecerdasan sebagai:”Intelegence is demonstrable in ability of the individual to make good responses from the stand point of truth or fact”. Jadi kecerdasan adalah kemampuan individu dalam memberikan respon yang tepat terhadap stimuli yang diterimanya.

William Stern mengemukakan bahwa intelegensi merupakan kapasitas atau kecakapan umum pada individu untuk menyesuaikan pikirnnya pada situasi yang dihadapinya.

Berdasarkan pada definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa keceerdasan adalah kapasitas atau kecakapan umum yang dimiliki individu untuk bertindak menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari secara rasional dan tepat.

b. Tes Kecerdasan

Bagaimana kita dapat mengetahui kecerdasan seseorang? Dapatkah kecerdasan itu diukur? Bagaimana kita dapat menentukan cerdas tidaknya seseorang? Salah satu cara adalah dengan menggunakan tes yang disebut “tes kecerdasan”

Secara ideal dan teoritis hanya ahli psikologi dan yang telah mendapat pelatihan khusus yang berhak menyelenggarakan pemeriksaan tes kecerdasan atau pengukuran psikologi. Kompetensi penggunaan alat tes berkaitan erat dengan tingkatan atau level kompleksitas pada alat tes itu sendiri. American Psychological Association (APA) mengkategorikan alat tes ke dalam 3 level: (1)Level A, pada level ini alat tes dapat diadministrasikan, diskor dan diinterpretasikan dengan bantuan manual (2) Level B, pada level ini pengguna memerlukan training khusus dalam pengadministrasian, skoring dan interpretasi (3) Level C, kategori yang paling ketat dan mencakup tes yang membutuhkan pelatihan dan pengalaman. Alat tes level ini memerlukan pemahaman substantive tentang testing.

Berdasarkan jumlah testee yang mengikuti tes, macam-macam tes dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tes individual dan tes kelompok.

(36)

28 1) Tes individual.

Anastasi dan Urbina (2007) menjelaskan beberapa jenis tes individual adalah:

a) Stanford –Binet Intelligence Scale.

Tes Binet Simon asli, diterbitkan di Perancis pada tahun 1905, merupakan tes kecerdasan pertama yang dibuat oleh Alfred Binet dan Theophile Simon Tes ini menyajikan pertanyaan pertanyaan sehari-hari yang sederhana yang mengungkap berbagai kemampuan mental anak-anak. Pertanyaan-pertanyaan itu disusun dari yang paling mudah sampai yang paling sukar. Tes ini kemudian direvisi oleh Lewis M Terman di Stanford University di AS pad tahun 1916. Revisi tes ini dimaksudkan untuk menyesuaikan tes ini dengan bahasa dan budaya Amerika. Selanjutnya tes ini masih mengalami beberapa kali revisi, sehingga pada hakikatnya Tes Standford- Binet ini telah menjadi suatu tes intelegensi yang dengan norma dan sklala yang lebih luas dan dapat pula dipakai untuk mengukur IQ orang dewasa.

b) Wechsler-Bellevue Intelligence Scale (WBIS)

Wechsler-Belleuve Intelegence Scale adalah bentuk pertama skala weschler yang diterbitkan pada tahun 1939. Sasaran utama adalah menyediakan suatu tes intelegensi yang sesuai untuk orang dewasa. c) Wechsler-Intelligence Scale For Children (WISC)

Wechsler-Intelligence Scale For Children adalah tes intelegensi yang dikembangkan oleh David Weschler untuk anak-anak.Tes ini berisi sejumlah sub-tes performance dan sub-tes verbal yang sama banyaknya. Tes ini merupakan tes individual.

d) Wechsler-Adult Intelligence Scale (WAIS)

Wechsler-Adult Intelligence Scale adalah tes intelegensi yang dikembangkan oleh David Weschler untuk orang dewasa. Di samping perannya sebagai tes intelegensi, WAIS sering kali digunakan bersama-sama dengan tes Roschach dan Thematic Apperception Test pada

(37)

29 evaluasi klinik. WAIS terutama membantu untuk mengukur untuk mengukur penyesuaian emosional individu pada situasi yang menuntut kemampuan intelektual. Tes ini mencerminkan antara lain konsep diri subyek, kemampuannya bekerja di bawah tekanan waktu, konsentrasinya, dan sikap terhadap otorita. Tes ini berisikan sejumlah tes performance dan sub-tes verbal.

e) Weschler Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI)

Weschler Preschool and Primary Scale of Intelligence adalah tes intelegensi yang dikembangkan oleh David Weschler untuk bayi yang diterbitkan pada tahun 1967.

2). Tes kelompok

Wirawan & Triyono (2013) menjelaskan beberapa Tes Intelegensi kelompok di antaranya adalah:

a) Standard Progressive Matrices

Standard Progressive Matrices disusun oleh J.C. Raven, merupakan salah satu tes intelegensi yang dikenal luas di Indonesia. Standard Progressive Matrices merupakan tes non verbal yang menyajikan soal-soal dengan menggunakan gambar-gambar yang berupa figure dan desain abstrak, sehingga diaharapkan tidak tercemari oleh faktor budaya. Tes ini tidak menghasilkan IQ, melainkan skor yang dapat dibandingkan dengan norma untuk menunjukkan tingkat kemampuan mental seseorang.

b) The Scholastic Aptitude Test (SAT)

Tes The Scholastic Aptitude Test mengukur berbagai kemampuan seperti penalaran verbal, tentang matematika setingkat sekolah menengah atas, perbendaharaan kata, dan penalaran kuantitatif.

c) Tes intelegensi Kelompok Indonesia (TIKI)

Tes ini dirancang dan dibuat oleh Peter J. Drength yang bekerja sama dengan UNPAD Bandung sekitar tahun 1976 dengan menggunakan sampel nasional di Indonesia untuk validitasnya. Ada bentuk panjang dengan 14 sub-tes, dan bentuk pendek yang hanya menggunakan 4 sub-tes.

(38)

30 d) Culture Fair Intelegence Test (CFIT)

Culture Fair Intelegence Test dikembangkan oleh R.B Gattel, merupakan tes kecerdasan nonverbal. Tes ini menyajikan soal-soal yang menghendaki subyek memilih desain yang tepat melengkapi suatu rentetan desain-desain tertentu, mencari figur geometris yang paling berbeda dengan figur-figur lainnya. Culture Fair Intelegence Test (CFIT) terdiri dari tiga skala yang disusun dalam form A dan form B. Culture Fair Intelegence Test skala 3 digunakan bagi subyek yang berusia 13 tahun sampai dewasa yang terdiri dari 4 sub-tes sebagaiman tabel berikut:

Tabel 3.1. Sub-Tes CFIT

No Sub-Tes Waktu

1 Series 3 menit

2 Classification 4 menit

3 Matrics 3 menit

4 Topology 2,5 menit

c. Prinsip Pengukuran Kecerdasan

Prinsip yang harus dipegang dalam memberikan tes kecerdasan adalah memberikan perlakuan yang sama pada semua individu yang akan dikenakan tes. Perlakuan yang sama ini dimaksudkan agar skor yang diperoleh individu yang mengikuti tes dapat dibandingkan.

Perlakuan yang sama ini meliputi penyediaan lingkungan pengetesan dengan kondisi yang sama, waktu pengetesan yang sama (pagi, siang, sore), batas waktu mengerjakan tes, serta penyampaian administrasinya perlu dijaga keseragamannya. Tujuan utama keseragaman atau standardisasi ini adalah untuk memastikan bahwa keseluruhan variabel dibawah kontrol dari penguji, juga bahwa setiap orang yang ditest diperlakukan dengan cara yang sama (Urbina, 2004) Suatu penelitian menunjukkan bahwa individu yang menggunakan meja dalam mengerjakan tes, cenderung mendapatkan skor lebih tinggi bila dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan meja.

(39)

31

d. Prosedur Analisis Tes Kecerdasan

Prosedur analisis tes kecerdasan merupakan salah satu langkah penting dalam kegiatan pengukuran. Konselor, harus mempunyai pemahaman yang baik dalam melakukan skoring, merubah skor mentah menjadi skor matang, serta menginterpretasikan hasil tes. Terdapat beberapa tipe skor untuk menampilkan performansi pada suatu pengukuran, seperti persentil, Skor T, skor deviasi IQ, stanine, dan lain sebagainya. Instrumen asesmen dapat berbeda dalam hubungannya dengan skoring yang digunakan.

Kegiatan skoring, dapat dilakukan dengan tangan, menggunakan bantuan komputer, atau dapat juga skoring dilakukan oleh klien sendiri.

Berkenaan dengan hal tersebut, maka The Code of Professional Responsibilities in Educational Measurement (1995) dalam Drummond dan Jones (2010), menyatakan bahwa skoring asesmen dapat dilakukan dengan pantas dan efisien dan juga hasilnya dapat dilaporkan secara akurat dan tepat. Berkenaan dengan hal tersebut, maka konselor mempunyai tanggungjawab profesional dalam hal:

1) Menyediakan informasi yang lengkap dan akurat mengenai skoring, jadwal pelaporan, proses skoring yang digunakan, acuan rasional untuk pendekatan skoring, prosedur pengendalian kualitas, format pelaporan. 2) Memastikan akurasi hasil dari asesmen dengan melakukan prosedur

pengendalian kualitas yang rasional sebelumnya, selama, dan sesudah skoring.

3) Meminimalisasi pengaruh skoring dari faktor-faktor yang tidak relevan dari tujuan pengukuran.

4) Menyediakan hasil skor yang benar untuk klien. Memproteksi informasi yang bersifat rahasia dari identifikasi individu berdasarkan acuan hukum yang berlaku.

5) Menentukan proses yang rasional dan terbuka untuk melakukan skoring kembali.

(40)

32

e. Klasifikasi Kecerdasan

Tingkat kecerdaan seseorang dapat diklasifikasikan sebagaimana tabel berikut:

Tabel 3.2. Klasifikasi Tingkat Kecerdasan

IQ Klasifikasi ≥ 170 Genius 140 - 169 Sangat Superior 120 - 139 Superior 110 - 119 Di atas rata-rata 90 – 109 Rata-rata 80 – 89 Di bawah rata-rata 70 - 79 Defektif secara mental

≤ 29 Tidak terklasifikasi

Sumber: Manual Culture Fair Intelligence Test, Universitas Negeri Malang.

2. Pengukuran Bakat

Semula tes bakat digunakan untuk mengukur keterampilan, kecakapan, atau kemampuan khusus yang dibutuhkan dalam suatu kecakapan tertentu. Lebih spesifik lagi, skor tes bakat menyediakan indeks pengukuran keterampilan yang memprediksi atau mengindikasikan performa seseorang atas suatu vokasional atau program pelatihan. Tes bakat juga mengindikasi kekuatan dan kelemahan kognitif individu. Contohnya, pengukuran skolastik digunakan untuk memprediksi keberhasilan program pendidikan. Skor tes bakat menyediakan indeks kemampuan klerikal.

Tes bakat diperoleh sebagai baterai asesmen sejumlah bakat dan keterampilan atau sebagai tes tunggal yang mengukur bakat khusus. Kombinasi skor baterai memprediksi kriteria pendidikan atau pelatihan tertentu sebaik kriteria performa atas vokasional tertentu yang membutuhkan kombinasi skolastik. Meskipun tes bakat pada awalnya menjadi dasar prediksi kesuksesan dalam suatu vokasional atau program pelatihan, tetapi juga digunakan sebagai alat konseling untuk eksplorasi karir.

(41)

33 Contoh baterai tes bakat majemuk representatif yang pernah dan sering digunakan di berbagai negara antara lain sebagai berikut:

a. The General Aptitude Test Baterai (GATB). Batterai GATB merupakan komposisi atas delapan paper and pencil test dan empat tes apparatus. Sembilan kemampuan diukur oleh 12 tes, yaitu: intelligence, verbal, numerical, spatial, form perception, clerical perception, motor coordination, finger dexterity, dan manual dexterity. Tes GATB diputuskan untuk digunakan oleh siswa SMA dan orang dewasa. Waktu tes 2,5 jam. Hasil tes digunakan untuk konseling vokasional, pendidikan, dan penempatan.

b. Flanagan Aptitude Classification Test (FACT). Tes FACT terdiri atas 16 subtes, yaitu: inspection, coding, memory, precision, assembly, scales, coordination, judgement/comprehension, arithmetic, patterns, components, tables, mechanics, expression, resoning, dan ingenuity. Masing – masing tes mengukur pertimbangan perilaku kritis terhadap performa pekerjaan. Diputuskan memilih kelompok seleksi. Keseluruhan aspek tes memerlukan waktu beberapa jam. Awalnya tes ini dirancang untuk siswa sekolah meneng`ah dan orang dewasa.

c. Army Services Vocational Aptitude Baterai (ASVAB). Tes ASVAB terdiri atas 12 subtes, yaitu: general information, numerical operations, attention to detail, work knowledge, arithmetic reasoning, space perception, mathematics knowledge, electronic information, mechanical comprehension, general science, shop information, and automotive information. Total waktu tes 180 menit. Tes dirancang untuk konseling karir dalam melayani tentara tapi dapat juga digunakan untuk konseling karir secara umum. Tes ASVAB umumnya diberikan pada kelas 10, 11, 12 Sekolah Menengah atas.

d. The Differential Aptitude Test (DAT). Tes DAT terdiri atas delapan subtes, keseluruhan baterai membutuhkan 3 jam untuk pengisiannya. Pada awalnya baterai ini dirancang untuk siswa sekolah menengah dan perguruan tinggi. Saat skor verbal dan numerik dikombinasikan, terbentuk bakat skolastik. Subtes lain digunakan untuk perencanaan vokasional dan pendidikan.

(42)

34 Untuk memperoleh pemahaman yang lebih lengkap tentang tes bakat, kita perlu mendeskripsikan salah satu tes bakat yang paling luas digunakan, yaitu The Differential Aptitude Test (DAT).

Tes bakat diferensial yang nama aslinya Differential Aptitude Test (DAT) pertama kali dipublikasikan pada tahun 1947 dan telah direvisi scara berkala. Tes bakat diferensial dirancang terutama digunakan dalam bimbingan karier siswa kelas 8 sampai kkelas 12. Tes bakat ini terdiri atas delapan sub tes yaitu tes berpikir verbal, kemampuan berpikir numerical, kemampuan skolastik, berpikir mekanik, relasi ruang, dan kecepatan dan ketelitian klerikal. Dua sub tes lain dari perangkat tes bakat diferensial yaitu pemakaian bahasa 1 dan pemakaian bahasa 2 tidak diadaptasi untuk kontek Indonesia, dengan alasan bahasa sangat sarat muatan budaya di mana tes itu dikembangkan. Semua sub-tes bakat DAT adalah merupakan power test, kecuali Tes Kecepatan dan Ketelitian Klerikal (KKK) merupakan speed test

1) Tes Berpikir Verbal (verbal reasoning)

Tes ini dirancang untuk melihat seberapa baik seseorang dapat mengerti ide-ide dan konsep-konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata. Juga untuk melihat seberapa mudah seseorang dapat berpikir dan memecahkan masalah-masalah yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata. Pada umumnya tes verbal berkorelasi tinggi dengan pelajaran bahasa Inggris.

Orang-orang yang rendah skornya dalam tes verbal sebaiknya merencanakan pekerjaan yang sedikit menuntut kemampuan verbal.

2) Tes Kemampuan Berpikir Numerikal (numerical ability)

Tes kemampuan numerical dirancang untuk melihat seberapa baik seseorang dapat mengerti ide-ide dan konsep-konsep yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka. Juga untuk melihat seberapa mudah dapat berpikir dan memecahkan masalah-masalah dinyatakan dalam bentuk angka-angka. Kemampuan ini terkait langsung dengan kemampuan menyelesaikan tugas-tugas pelajaran matematika.

(43)

35

3) Tes Kemampuan Skolastik

Kemampuan skolastik merupakan gabungan anatara kemampuan berpikir verbal dan numerical. Kombinasi skor kedua kemampuan tersebut akan menjadi predictor yang baik bagi kemampuan skolastik seseorang, yaitu kemampuan khusus untuk menyelesaiankan tugas-tugas akademik dan penyeselesaian studi di pergurua tinngi.

4) Tes Berpikir Abstrak (abstract reasoning)

Tes ini dirancang untuk mengetahui seberapa baik atau seberapa mudah seseorang memecahkan masalah-masalah terkakit dengan penggunaan diagram, pola, atau rancangan. Bersama dengan tes relasi ruang dan tes mekanik, tes berpikir abstrak ini dapat meramalkan keberhasilan dalam jenis pekerjaan bidang permesinan, teknik, dan perindustrian.

5) Berpikir Mekanik mechanical reasionong)

Tes ini dirancang untuk mengetahui seberapa mudah seseorang memahami prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alam dan seberapa baik mengerti tata kerja yang berlaku dalam perkakas sederhana, mesin, dan peralatan lainnya. Siswa yang memdapat skor tinggi di bidang ini, namun rendah kemampuan berpikir verbal dan numerikalnya sebaiknya diarahkan untuk melanjutkan ke sekolah menengah kejuruan teknik. Anak-anak perempuan biasanya mempunyai skor lebih rendah dari pada anak laki-laki dalam tes berpikir mekanik dan relasi ruang.

6) Tes Relasi Ruang (space relation)

Tes ini untuk mengukur sebeapa baik seseorang dapat memvisualkan, meengamati, atau membentuk gambaran-gambaran mental dari obyek-obyek dengan melihat pola dua dimensi dan berpikir dalam tiga dimensi.

7) Tes Kecepatan dan Ketelitian Klerikal (clerical speed and accuracy)

Tes ini mengukur kecepatan dan ketelitian seseorang dalam menyelesaikan tugas-tugas tulis menulis, pekerjaan pembukuan, atau ramu meramu yang sangat diperlukan di kantor-kantor, laboratorium, perusahaan dagang,dan lain-lain. Biasanya anak perempuan memperoleh skor yang lebih tinggi dari pada anak laik-laki pada tes ini.

(44)

36

3. Pengukuran Minat

Sebagai suatu Konstruk psikologis minat dapat didefinisikan sebagai “his (or) her like for, dislike for, or indifference to something such as an object, occupation, a person, a task, an idea, or an activity”. (Layton, 1958). Secara umum minat dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang membangkitkan perhatian atau rasa ingin tahu seseorang. Minat merupakan indikasi hal-hal yang ingin dilakukan atau disukai seseorang. Cara yang paling efektif untuk mengukur minat adalah melalui inventori minat.

a. Jenis-jenis Inventori Minat

Berbagai inventori minat telah dikembangkan, diantara inventori minat yang cukup dikenal adalah Strong Vocational Interest Blank, Self Directed search, Career Occupational Preference System, Career Decesion Making system, Gordon Occupational Check List II, Lee-Thrope.

1) Strong Vocational Interest Blank

Inventori ini dikembangkan oleh Strong, Hansen, dan Campbell. Pada saat ini, inventori ini banyak digunakan dalam bidang bisnis dan industry, serta pusat-pusat konseling untuk membantu individu dalam melakukan perubahan karier dan memilih karier awal. Strong Vocational Interest Blank dikembangkan dengan menggunakan teori Holland, dengan audience kelompok usia remaja sampai orang dewasa. Kelompok norma Strong Vocational Interest Blank ditarik dari orang-orang yang telah sukses dan merasa puas bekerja di bidangnya, dan berasal dari berbagai tingkat pendidikan.

2). Self Directed Search

Self Directed search merupakan instrumen pengukuran minat yang dikembangkan untuk dapat diadministrasi, diskor, dan diinterpretasikan sendiri oleh responden. Self Directed search dikembangakan dengan menggunakan teori Holland. Target audience inventori ini adalah siswa SMP sampai orang dewasa. Kelompok norma Self Directet search dikembangkan dengan menggunakan siswa SLTP sampai SLTA.

Gambar

Tabel 3.1. Sub-Tes CFIT
Tabel 3.2. Klasifikasi Tingkat Kecerdasan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil kepribadian peserta didik berdasarkan kelompok peminatan baik MS ataupun SOS, dan akan berimplikasi

Guna membekali guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam memahami dan melaksanakan kurikulum 2013, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga

data lebih bermakna, sehingga diperoleh gambaran yang lebih lengkap. Contoh langkah mengolah dan menganalisis hasil evaluasi. Evaluasi pelayanan peminatan peserta didik, instrumen

Implementasi kurikulum 2013 akan dapat menimbulkan masalah bagi peserta didik SMA yang tidak mampu di dalam menentukan pilihan peminatan, baik kelompok mata pelajaran

Proses pemilihan dan penetapan peminatan peserta didik terdapat berbagai personal yang terlibat yang meliputi peserta didik sebagai subjek belajar; orang tua memberikan perhatian

Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Peminatan Peserta Didik Menggunakan Metode Weighted Product dapat dijadikan metode penentuan peminatan sekolah karena dari

Pelayaan peminatan peserta didik merupakan bagian dari upaya advokasi dan fasilitasi perkembangan peserta didik agar secara selektif mengembangkan potensi dirinya,

Pemahaman Peserta Didik tentang Pemilihan Peminatan dalam Kurikulum 2013 di Kelas X SMA Semen Padang Dilihat dari Aspek Kelompok Mata Pelajaran Berdasarkan hasil pengelohan data yang