• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Nomor 104/PUU-XIV/2016

“Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014” I. PEMOHON

1. dr. Naomi Patioran, Sp. M (selanjutnya sebagai Pemohon I); 2. Harmanto, SP (selanjutnya sebagai Pemohon II);

3. Benny RB. Kowel (selanjutnya sebagai Pemohon III); 4. Erhamsyah (selanjutnya sebagai Pemohon IV). Secara bersama-sama disebut sebagai para Pemohon.

II. OBJEK PERMOHONAN

Pengujian Materiil Pasal 255 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU 17/2014).

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

1. Pasal 7B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945):

“Usul pemberhentian Predisen dan/ atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/ atau pendapat bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden.”

2. Pasal 24 ayat (1) UUD 1945:

“Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.”

3. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945:

“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan

(2)

peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”

4. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945;

5. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa:

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”; 6. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan mengatur bahwa secara hierarkis kedudukan UUD 945 lebih tinggi dari undang-undang oleh karena itu setiap ketentuan undang-undang tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945, dan jika suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan UUD 1945, maka ketentuan tersebut dapat dilakukan pengujiannnya oleh Mahkamah Konstitusi;

7. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 255 ayat (1) dan (2) UU 17/2014, oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo.

IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING)

1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK:

“Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara”.

2. Berdasarkan Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK, menyatakan:

(3)

3

3. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu:

a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji.

c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi.

d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan untuk diuji.

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 4. Para Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang merupakan

peserta Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2014 melalui jalur perseorangan/ Calon Anggota DPD RI Provinsi Kalimantan Timur dan masing-masing Pemohon I s/d IV secara berurutan menempati peringkat 7,8,9,11, yang pada saat mengajukan permohonan a quo, urutan peringkat para Pemohon berubah menjadi 5,6,7,9 karena dua orang Anggota DPD RI peringkat 1 dan 2 mengundurkan diri guna menjadi Calon Bupati Kabupaten Paser dan Calon Wakil Gubernur Provinsi Kalimantan Utara;

5. Para Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya akibat berlakunya Pasal 255 ayat (1) dan (2) UU 17/2014 karena tidak diusulkan dan tidak dilantiknya para Pemohon sebagai Anggota DPD RI Provinsi Kalimantan Utara yang mana Provinsi Kalimantan Utara merupakan provinsi yang baru terbentuk berdasarkan UU No. 20 Tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara.

(4)

V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN

Pengujian Materiil UU 17/2014: 1. Pasal 255 ayat (1):

“Di provinsi yang dibentuk setelah pelaksanaan pemilihan umum tidak diadakan pemilihan anggota DPD sampai dengan pemilihan umum berikutnya.”

2. Pasal 255 ayat (2):

“Anggota DPD di provinsi induk juga mewakili provinsi yang dibentuk setelah pemilihan umum.”

B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 1. Pasal 1 ayat (3):

“Negara Indonesia adalah negara hukum.” 2. Pasal 22C ayat (1):

“Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.”

3. Pasal 22C ayat (2):

“Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.”

4. Pasal 22D ayat (1):

“Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.”

5. Pasal 22D ayat (2):

“Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan; pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.”

(5)

5 6. Pasal 22D ayat (3):

“Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.”

7. Pasal 27 ayat (1):

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

8. Pasal 28D ayat (1):

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

9. Pasal 28D ayat (3):

“Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”

VI. ALASAN PERMOHONAN

1. Bahwa Provinsi Kalimantan Utara terbentuk dengan UU No. 20 Tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara (UU 20/2012) dan diundangkan tanggal 17 November 2012, akan tetapi Provinsi Kalimantan Utara dalam Pemilihan Umum tahun 2014 bukan merupakan daerah pemilihan yang mandiri, tetapi digabung menjadi satu dengan Provinsi Kalimantan Timur, sehingga pada akhirnya Provinsi Kalimantan Utara tidak memiliki anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) tersendiri dan yang seharusnya Provinsi Kalimantan Utara berhak untuk diikutsertakan dalam Pemilihan Umum 2014 secara mandiri, tanpa harus disatukan atau digabungkan dengan Provinsi Kalimantan Timur;

2. Bahwa untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan eksekutif di Provinsi Kalimantan Utara, telah ditetapkan dan dilantik Anggota Dewan Perwakilan

(6)

Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Utara pada tanggal 30 Desember 2014. Dengan demikian terhitung sejak tahun 2014, Provinsi Kalimantan Utara telah memiliki Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi yang mandiri dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/ Kota yang mandiri dan seharusnya Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Provinsi Kalimantan Utara harus ditetapkan dan dilantik juga;

3. Bahwa para Pemohon secara berurutan dari Pemohon I s/d Pemohon IV adalah calon anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Daerah Pemilihan Provinsi Kalimantan Timur dengan peringkat 7,8,9,11 dari hasil Pemilihan Umum 2014. Pada saat itu untuk mengisi Anggota Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Timur adalah peringkat 1,2,3,4, namun karena adanya 2 (dua) Anggota Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Timur yang telah mengundurkan diri untuk mengikuti Pemilihan Kepala Daerah maka yang menggantikan adalah Peringkat 5 dan 6 yang saat ini sudah dilantik. Maka secara otomatis untuk mengisi Anggota Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Utara adalah peringkat selanjutnya yakni peringkat 5,6,7,9;

4. Bahwa dalam Pemilu 2014, Daerah Pemilihan Kalimantan Utara

digabungkan dengan Daerah Pemilihan Kalimantan Timur, maka apabila dilakukan pemisahan, Komisi Pemilihan Umum secara otomatis harus mengambil dan menunjuk dari peringkat selanjutnya yakni 7,8,9,11 dari Calon Anggota DPD Pemilu 2014 Daerah Pemilihan Kalimantan Timur, Sehingga apabila di Provinsi Kalimantan Utara dapat segera dilakukan pengisian dan penetapan keanggotaan dari Dewan Perwakilan Daerah yang terpisah dari Provinsi Kalimantan Timur, maka Pemohon secara hukum memiliki hak dan kesempatan untuk menjadi Anggota DPD dari Daerah Provinsi Kalimantan Utara;

(7)

7

5. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 138 UU No. 8 tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD bagi Peserta Pemilihan Umum Tahun 2014 melalui Jalur Perseorangan/ Calon Anggota DPD RI Provinsi Kalimantan Timur yang diharuskan wajib melaporkan Dana Kampanye namun ternyata Calon Anggota DPD RI Daerah Pemilihan Provinsi Kalimantan Timur dengan peringkat 10 atas nama Usman Yusuf tidak melaporkan dana kampanye, maka dengan otomatis digantikan oleh peringkat 11 yakni Pemohon IV atas nama Erhamsyah,SE.;

6. Bahwa para Pemohon mendalilkan, faktanya pada Pemilu 2014 KPU RI sama sekali tidak mengikutsertakan Provinsi Kalimantan Utara dalam Daerah Pemilihan untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia secara mandiri, dengan demikian hal ini telah menyebabkan dilanggarnya Pasal 255 ayat (1) UU 17/2014 oleh KPU RI yang seharusnya mengikutsertakan Provinsi Kalimantan Utara pada Pemilu 2014 untuk melakukan pemilihan Anggota DPD RI secara mandiri karena Provinsi Kalimantan Utara terbentuk sebelum Pemilu 2014;

7. Bahwa Pasal 255 ayat (2) UU 17/2014 yang berbunyi dapat diartikan bahwa Anggota DPD RI Provinsi Kalimantan Timur juga masih mewakili provinsi yang baru yaitu Provinsi Kalimantan Utara, hal ini secara konstitusional dan hukum bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 22C ayat (1) dan (2), Pasal 22D ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945;

8. Bahwa sampai dengan saat ini ,Anggota DPD RI di provinsi induk yaitu Provinsi Kalimantan Timur juga masih mewakili provinsi yang baru yaitu Provinsi Kalimantan Utara, namun karena Anggota DPD RI di Provinsi Kalimantan Timur juga harus memikirkan dan memperjuangkan aspirasi dari kabupaten kota yang lain yang ada di provinsi induk, tentunya sulit diharapkan untuk secara maksimal dapat memikirkan dan memperjuangkan aspirasi dari kabupaten/ kota di Provinsi Kalimantan Utara;

(8)

9. Bahwa menurut para Pemohon ,permohonan ini sangat penting karena menyangkut Kepentingan Strategis Nasional dalam Pembentukan Daerah/ Provinsi didaerah perbatasan untuk menjaga kepentingan keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta mempercepat kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan terutama Provinsi Kalimantan Utara yang termasuk Provinsi Pedalaman dan Perbatasan dengan tujuan Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara sebagai salah satu upaya dalam menata Daerah merupakan solusi dalam rangka memperkuat daya saing daerah dan memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah perbatasan dengan negara lain/ tetangga;

10. Bahwa menurut para Pemohon, permohonan a quo bersifat mendesak untuk segera diputuskan karena Anggota DPD RI di provinsi induk yaitu Provinsi Kalimantan Timur juga masih mewakili provinsi yang baru yaitu Provinsi Kalimantan Utara, namun karena Anggota DPD RI di Provinsi Kalimantan Timur juga harus memikirkan dan memperjuangkan aspirasi dari kabupaten/ kota yang lain yang ada di provinsi induk, tentunya sulit diharapkan untuk secara maksimal dapat memikirkan dan memperjuangkan aspirasi dari kabupaten/ kota di Provinsi Kalimantan Utara dan ini akan berdampak pada rawannya wilayah perbatasan Republik Indonesia baik darat maupun laut seperti upaya pencaplokan dan aneksasi Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, Pulau Sebatik dan Krayan serta daerah perbatasan darat lainnya yang rentan terhadap pemindahan patok–patok perbatasan dan pencaplokan wilayah laut di Kawasan Laut Ambalat.

VII. PETITUM

DALAM PUTUSAN PROVISI

1. Mengabulkan permohonan putusan provisi yang dimohonkan Pemohon;

2. Memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk mempercepat proses

persidangan selanjutnya memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk menerbitkan keputusan mengusulkan ke Presiden Republik Indonesia untuk melantik para Pemohon dan sebagai anggota

(9)

9

Dewan Perwakilan Daerah RI periode 2014-2019 mewakili Provinsi Kalimantan Utara;

DALAM POKOK PERKARA

1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

2. Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk melaksanakan Pasal 255 ayat ( 1 ) “Di provinsi yang dibentuk setelah pelaksanaan pemilihan umum tidak diadakan pemilihan anggota DPD sampai dengan pemilihan umum berikutnya“ Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dengan mengusulkan ke Presiden untuk menetapkan dan melantik para Pemohon sebagai Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) periode 2014-2019 mewakili Provinsi Kalimantan Utara;

3. Menyatakan Pasal 255 ayat (2) Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR , DPD, dan DPRD bertentangan Undang–Undang Dasar 1945;

4. Menyatakan bahwa Pasal 255 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya;

5. Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk

menerbitkan Surat Keputusan untuk mengusulkan ke Presiden melantik dan menetapkan para Pemohon sebagai Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI periode 2014-2019 mewakili Provinsi Kalimantan Utara;

6. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lama 30 ( tiga puluh ) hari kerja sejak putusan ini diucapkan.

Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Referensi

Dokumen terkait

Optimalisasi penggunaan biogas dilakukan dengan cara pemurnian, salah satu caranya adalah dengan menggunakan pelet dari kombinasi CaO dan serbuk gergaji kayu.. Penelitian ini

• Peningkatan penggunaan produk dalam negeri oleh kementerian/lembaga negara, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta maupun masyarakat. •

ISA 200 membahas tanggung jawab keseluruhan auditor independen ketika melakukan audit laporan keuangan sesuai dengan ISA, ISA 240 membahas dengan tanggung jawab auditor yang

Dati ay umasa daw si Victor na babalik siya sa kanya dahil sa kanilang anak, ngunit hindi alam ni Victor na ayaw niyang mamulatan ang kanyang anak sa ugali nila

Sedangkan untuk membuat dua plot dalam satu grafik  dua plot dalam satu grafik  , dapat , dapat dilakukan dengan dua pasangan data dalam satu array. Hal ini dilakukan dengan

Rekabentuk kajian menggunakan kaedah penyelidikan kualitatif beserta satu kajian kes sebagai strategi untuk mengumpul data. Sesi temuduga merupakan alat untuk mengumpul data

Pada aspek pelaksanaan kegiatannya, mencakup: proses koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan pengelolaan work shop; pelaksanaan kegiatan work shop dalam

Kalau ternyata tidak punya sama sekali latar belakang dalam Ilmu Al-Quran dan Tafsir, dan ternyata dia banyak menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, maka bisa kita cek