• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEORI Lingkungan Sekolah Kesenjangan Pendidikan Kota dan Desa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN TEORI Lingkungan Sekolah Kesenjangan Pendidikan Kota dan Desa"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

7

KAJIAN TEORI Lingkungan Sekolah

Lingkungan dapat diartikan sebagai suatu kesatuan ruang yang meliputi keadaan, benda, daya, dan mahluk hidup termasuk manusia dengan perilakunya yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup yang lain (Pantiwati, 2015). Baik atau buruknya lingkungan di sekitar siswa adalah faktor utama yang berpengaruh terhadap perkembangan jiwa dan keberhasilan hasil belajar siswa yang mana lingkungan tersebut berupa lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat (Latief, 2016). Sekolah sebagai lingkungan pendidikan berperan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap pendidikan atau berbagai lingkungan tempat keberlangsungan proses pendidikan (Wahid et al., 2020).

Lingkungan sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang di dalamnya kegiatan pembelajaran berlangsung dan siswa harus patuh dengan aturan dan tata tertib sekolah serta nilai-nilai kegiatan pembelajaran berbagai bidang studi agar siswa mampu mengembangkan pola pikirnya dengan baik (Peterria & Suryani, 2016). Peran lingkungan sekolah yaitu mampu meningkatkan pola pikir siswa karena ditunjang dengan kelengkapan sarana dan prasarana dalam kegiatan belajar serta didukung kondisi lingkungan yang baik sehingga mendukung terciptanya lingkungan belajar yang menyenangkan bagi siswa (Martina et al., 2019). Faktor-faktor sekolah yang dapat mempengaruhi belajar siswa meliputi kurikulum, metode mengajar, hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa dengan siswa, aturan dan tata tertib sekolah, waktu sekolah dan pelajaran, standar pelajaran, kondisi gedung, metode dan model pembelajaran, dan penugasan rumah (Muslih, 2016).

Kesenjangan Pendidikan Kota dan Desa

Pendidikan adalah kunci kemajuan suatu bangsa dan melalui pendidikan dapat terwujud sumber daya manusia yang berkualitas, kreatif dan memiliki visi yang jelas dan terarah untuk kemajuan bangsa (Vito &

(2)

8

Krisnani, 2015). Bakat seseorang dapat berkembang dengan adanya pendidikan sampai pada batas optimalnya sebagai tujuan agar manusia dapat turut serta dalam pengembangan masyarakat dan individu secara berkelanjutan hingga mencapai martabat kehidupan yang lebih tinggi (Nasution, 2008). Pendidikan di Indonesia dilaksanakan dengan keadilan dan demokratis tidak adanya diskriminasi karena menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai budaya, dan kesatuan bangsa (L. Hakim, 2016). Namun pembangunan pendidikan nasional di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai tantangan serius yang menyangkut soal pemerataan pendidikan, manajemen pendidikan, pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan dan latihan serta mutu pendidikan (Suryana, 2017; Yudi, 2012).

Pendidikan merupakan salah satu bagian terpenting dalam pelayanan publik sosial, sehingga bagaimana mewujudkan keadilan pendidikan pedesaan dan perkotaan sangat penting bagi pemerataan layanan publik sosial antara daerah pedesaan dan perkotaan (Yang, 2014). Kelemahan pedesaan dalam kualitas pendidikan menjadi salah satu fokus utama pada literatur yang terkait dengan negara-negara berkembang dengan telah ditemukan literatur mengenai prestasi akademik yang lebih rendah di sekolah-sekolah pedesaan (Othman & Muijs, 2013). Sekolah-sekolah di pedesaan cenderung memiliki lebih sedikit sumber daya yang tersedia daripada sekolah-sekolah di perkotaan dan pinggiran kota, hal ini mengakibatkan tenaga pendidik di pedesaan memiliki gaji rata-rata lebih rendah daripada tenaga pendidik di perkotaan dan pinggiran kota, sehingga menyulitkan banyak sekolah pedesaan untuk menarik dan mempertahankan tenaga pendidik berkualitas tinggi (Agrawal, 2014; Graham & Provost, 2012). Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa penjelasan terkait pendidikan di desa dan kota adalah prestasi peserta didik atau kemampuan akademik peserta didik di kota terbilang lebih unggul dari peserta didik di desa, tentunya hal ini juga berlaku pada kemampuan matematis.

(3)

9

Kemampuan Berpikir Kombinatorik

Seseorang pastilah menggunakan pikiran di kehidupan sehari-harinya sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Ada yang dari tidak tahu mejadi tahu, dari yang sulit menjadi mudah, dan masih banyak lagi yang dapat terpecahkan jika seseorang dapat menjalankan pemikirannya dengan tepat. Berpikir adalah proses secara sadar mengolah terhadap suatu hal yang didengar, diamati, dan dibaca seseorang yang selanjutnya hasil berpikir tersebut ditunjukkan dalam bentuk tindakan, ucapan, dan tulisan (Sihotang, 2012). Berpikir dapat pula diartikan sebagai suatu kegiatan mental dalam upaya untuk mendapatkan pengetahuan dan hasil dari berpikir yang dapat berupa ide, pengetahuan, prosedur, argumen, dan keputusan, maka dari itu berpikir ialah cara kerja kognitif yang tidak dapat diamati secara fisik (Abidin, 2012). Proses dalam berpikir yang diklasifikasikan ke dalam tiga langkah meliputi proses membentuk maksud dari informasi yang didapat, proses membentuk pendapat dengan membandingkan pengetahuan yang ada, dan proses akhir berupa penarikan kesimpulan (Ngilawajan, 2013).

Terdapat cara berpikir melalui tiga proses yang saling berhubungan dan berlangsung sistematis meliputi ungkapan atau rumus, proses perhitungan, dan hasil atau kesimpulan cara berpikir ini dinamakan berpikir kombinatorik (Wahyuni et al., 2018). Kemampuan berpikir kombinatorik didefinisikan sebagai suatu kemampuan dalam mempertimbangkan seluruh kemungkinan penyelesaian pada situasi atau masalah tertentu (Widiyastuti & Utami, 2017). Berpikir kombinatorik dapat dimasukkan ke dalam kelompok berpikir tingkat tinggi yang memerlukan kemampuan berpikir kreatif dan kritis dalam memecahkan suatu permasalahan (Ammamiarihta et al., 2017). Berpikir kombinatorik menjadi salah satu cara berpikir untuk pemecahan masalah matematika seperti geometri, masalah dasar aljabar dan aritmatika (Manohara et al., 2019).

Berpikir kombinatorik mempunyai empat tingkatan yaitu investigasi beberapa masalah, menemukan semua kemungkinan masalah, menemukan

(4)

10

semua kemungkinan secara sistematis, dan mengubah masalah ke masalah kombinatorial lain (Ihsan & Kosasih, 2018; Manohara et al., 2019; Rezaie & Gooya, 2011; Wahyuni et al., 2018; Widiyastuti & Utami, 2017). Pengembangan indikator kombinatorik yang sejalan dengan penelitian ini merupakan hasil modifikasi dari empat tingkatan tersebut.

Tabel 1. Level/Tingkatan Berpikir Kombinatorik Level/Tingkatan Berpikir

Kombinatorik Menurut Rezaie

Indikator Pencapaian

1 Investigasi beberapa masalah

1) Siswa mampu menjelaskan apa yang diketahui dalam masalah matematika kontekstual.

2 Menemukan semua kemungkinan masalah

2) Siswa mampu menuliskan apa yang ditanyakan dalam masalah matematika kontekstual.

3) Siswa mampu mengubah informasi yang diketahui dari masalah matematika kontekstual ke bentuk kalimat dan model matematika. 3 Menemukan semua

kemungkinan secara sistematis

4) Siswa mampu menyelesaikan masalah matematika kontekstual menggunakan konsep materi yang sesuai dengan masalah hingga mendapat solusi atau jawaban yang tepat, serta mampu membuat kesimpulan dari penyelesaian masalah tersebut. 4 Mengubah masalah ke

masalah kombinatorial lain

5) Siswa mampu menyelesaikan masalah yang berbeda dengan konteks

penyelesaian atau solusi yang sama. 6) Siswa mampu mendeskripsikan alasan

atau sebab dari jawaban tersebut.

Sumber: Diadaptasi dari Wahyuni, S., Setiawani, S., & Oktavianingstyas, E. (2018)

Masalah Matematika Kontekstual

Masalah adalah keadaan yang menggerakkan seseorang untuk dapat menyelesaikannya (Syukriani, 2013). Masalah didefinisikan sebagai suatu pertanyaan dan dikatakan masalah apabila seseorang tidak memiliki prosedur terpilih yang dapat segera dipergunakan untuk memperoleh solusi dari pertanyaan itu (A. R. Hakim, 2014). Persoalan yang dinyatakan sebagai

(5)

11

masalah bagi siswa apabila siswa belum memiliki algoritma atau prosedur terpilih untuk menyelesaikan, siswa memiliki niat menyelesaikan, dan siswa memiliki kemampuan menyelesaikan (Nurafifah et al., 2016).

Suatu masalah dalam bentuk soal cerita, fenomena atau kejadian yang tergambarkan, dan ilustrasi berupa teka-teki atau gambar disebut sebagai masalah matematika karena mengandung konsep matematika (Indarwati et al., 2014). Masalah matematika merupakan konteks dimana individu atau kelompok dibawa pada suatu pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan secara langsung menggunakan algoritma namun merupakan tantangan untuk dijawab oleh individu atau kelompok yang mempunyai kemauan untuk menyelesaikan pertanyaan tersebut (Kusmanto, 2014). Siswa akan mengerahkan pikirannya untuk mengingat kembali dan memanfaatkan prosedur matematika yang telah dipelajari dan sesuai dengan masalah yang akan diselesaikan ketika menghadapi suatu masalah matematika (Ilmi & Rosyidi, 2016).

Konteks atau situasi yang dimaksud dalam masalah matematika adalah sebagai wujud, kasus, fakta atau konsep yang telah dikenal oleh siswa sehingga dapat membangun pengetahuannya tentang hal-hal tersebut dengan cara kerjanya (Anggo, 2015). Masalah matematika kontekstual adalah masalah matematika yang memanfaatkan lingkungan yang dekat dengan kehidupan siswa (Anggo, 2011). Masalah kontekstual dapat membuat siswa terdorong untuk memecahkan masalah karena konteks dalam masalah sebelumnya sudah pernah dialami oleh siswa (Ilmi & Rosyidi, 2016). Orang-orang yang mampu menanggapi dan menganalisis masalah kehidupan nyata berbasis pengetahuan yang terus berkembang, cepat, dan akurat sangat dibutuhkan oleh masyarakat sehingga hal ini menjadikan pentingnya masalah kontekstual diberikan kepada siswa (Lutfianto et al., 2013). Alangkah baiknya masalah kontekstual memuat informasi yang jelas dan dapat disusun secara matematis oleh siswa serta memberikan peluang pada siswa untuk menemukan solusi masalah tersebut

(6)

12

dengan menggunakan pengalaman dan pengetahuan yang telah didapatkan (Jayanti et al., 2018).

Hasil Penelitian Terdahulu (State of The Art)

Terdapat empat penelitian terdahulu berkaitan dengan judul penelitian ini yaitu berpikir kombinatorik yang diambil dan dapat memperlihatkan perbedaan dan persamaan serta menjadi referensi dan bahan pertimbangan terhadap penelitian yang hendak dilakukan. Data hasil penelitian terdahulu disajikan pada tabel berikut:

Tabel 2. Hasil Penelitian Terdahulu (State of The Art) Nama

Peneliti/Tahun

Judul Penelitian

Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan Sri Wahyuni, Susi Setiawani, dan Ervin Oktavianingtyas (2018) Analisis Proses Berpikir Kombinatorik Siswa dalam Menyelesaikan Soal Barisan dan Deret pada Siswa Kelas XI

Hasil penelitian ini menjelaskan siswa dikategorikan berdasarkan level berpikir kombinatorik. Siswa level 1 cenderung mampu menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanyakan pada soal dengan benar. Siswa level 2 cenderung mampu mengubah yang diketahui dan yang ditanyakan soal pada level 1 dengan kalimat matematika. Siswa level 3 cenderung mampu mengerjakan soal dengan perhitungan dan konsep dengan benar. Siswa level 4 cenderung mampu menjabarkan dan menjelaskan

kesimpulan dari hasil pengerjaannya dan mengerti jika

dikembangkan dengan soal yang sejenis lainnya. Jenis dan pendekatan penelitian, teknik pengumpulan data berupa tes dan wawancara, subjek penelitian kalangan siswa SMA, level berpikir kombinatorik yang digunakan menurut Rezaie dan Gooya. Tingkatan kelas subjek penelitian yang diambil, materi soal tes yang digunakan, banyak subjek penelitian yang diambil, analisis hasil tes pada penelitian Wahyuni dkk menggunakan pedoman penskoran sedangkan pada penelitian ini tidak, penelitian Wahyuni dkk meneliti pada satu sekolah sedangkan penelitian ini pada dua sekolah berbeda lingkungan sekolah. Nalayuswasti Yatna Manohara, Susi Analisis Proses Berpikir Kombinatorik

Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa dari sebanyak 5 siswa

Jenis dan pendekatan penelitian, Tingkatan kelas subjek penelitian

(7)

13 Setiawani, dan Ervin Oktaviningtyas (2019) Siswa Dalam Menyelesaikan Permasalahan SPLTV Ditinjau Dari Gaya Belajar Auditorial sebagai subjek penelitian, sebanyak 3 siswa yang hanya mampu memenuhi seluruh indikator berpikir kombinatorik dalam menyelesaikan masalah SPLTV. subjek penelitian sebanyak 5 siswa, teknik pengumpulan data berupa tes dan wawancara, level berpikir kombinatorik yang digunakan menurut Rezaie dan Gooya. yang diambil, subjek penelitian Manohara dkk mengambil siswa auditorial, materi soal tes yang digunakan, penelitian Manohara dkk meneliti pada satu sekolah sedangkan penelitian ini pada dua sekolah berbeda lingkungan sekolah. Dion Rapanca, Teguh Wibowo, dan Mujiyem Sapti (2020) Struktur Berpikir Kombinatorik Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika

Hasil penelitian ini menyimpulkan struktur berpikir kombinatorik dalam menyelesaikan masalah matematika yakni mendapatkan rumus dari suatu masalah

formulas/ekspressions

(ungkapan/rumus). Kemudian melakukan perhitungan dari rumus yang sudah didapatkan

counting processes

(proses perhitungan).

Set of Outcomes

(seperangkat hasil) digunakan untuk proses perhitungan yang digunakan. Set of

Outcomes (seperangkat

hasil) dapat dilakukan karena soal yang diberikan masih sederhana. Jenis penelitian, teknik pengambilan subjek, tingkatan kelas subjek penelitian yang diambil, materi soal tes yang digunakan, instrument penelitian. Tingkatan kelas subjek penelitian yang diambil, pendekatan penelitian, level berpikir kombinatorik yang digunakan pada penelitian Rapanca dkk menggunakan penelitian Lockwood, metode pengumpulan data, penelitian Rapanca dkk meneliti pada satu sekolah sedangkan penelitian ini pada dua sekolah berbeda lingkungan sekolah. Jepri Igo Budi

Handoko, Eko

Berpikir Kombinatorik

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan

Jenis penelitian,

Tingkatan kelas subjek

(8)

14 Nisfu Umar Singgih, dan Wharyanti Ika Purwaningsih (2019) Matematis Siswa Dalam Mengkonstruksi Konsep Peluang counting processes ditunjukkan dengan siswa mengidentifikasi dadu dan koin,

menyelesaikan masalah peluang teoritik dengan bantuan tabel/diagram, dan menyelesaikan masalah peluang secara empirik.

Formulas/exspressions

ditunjukkan dengan siswa mampu mengkonstruk titik sampel dan ruang sampel, mengkonstruk peluang secara teoritik, serta membuat rumus matematis dari Peluang. Set of

outcomes ditunjukkan

dengan siswa mampu menemukan hasil penyelesaian peluang teoritik dari satu/atau lebih dadu dan koin serta hasil penyelesaian masalah peluang empirik. teknik pengambilan subjek, teknik analisis data. penelitian yang diambil, pendekatan penelitian, level berpikir kombinatorik yang digunakan pada penelitian Handoko dkk menggunakan penelitian Lockwood, metode/teknik pengumpulan data, instrument penelitian yang digunakan, penelitian Handoko dkk meneliti pada satu sekolah sedangkan penelitian ini pada dua sekolah berbeda lingkungan sekolah.

Gambar

Tabel 1. Level/Tingkatan Berpikir Kombinatorik
Tabel 2. Hasil Penelitian Terdahulu (State of The Art)

Referensi

Dokumen terkait

Adalah sebuah fakta bahwa jumlah perempuan di dunia ini lebih banyak dari

(BOS) based on instruction and technical in aspects of application, distribution, and stakeholders engagement in planning, forming, and reporting of BOS in SMA Negeri 37

Kelompok Kerja Jasa Konsultansi Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Lamandau mengumumkan pemenang seleksi sederhana untuk Pekerjaan Pengawasan Rehabilitasi /

Saudara dianjurkan untuk membawa Berkas Dokumen Asli yang berkenaan dengan data isian sebagaimana yang telah saudara sampaikan pada Dokumen Penawaran Admnistrasi,

Menurut Syed Ahmad Hussein (1996) terdapat beberapa rumusan dan hipotisis utama yang timbul dari kajian-kajian ini yang dijadikan panduan am kepada mereka yang berminat untuk

Setiap blok penyimpanan di gudang ini hanya menampung satu jenis produk dan satu tanggal kadaluarsa, sehingga penempatan barang harus di blok yang kosong dan tidak

Gejala yang paling sering ditujukan oleh tumor dibelakang bola mata adalah terdorongnya mata keluar sehingga tampak menonjol (proptosis). Proptosis tidak

Kita dapat memperkirakan bahwa pada saat itu, Nazaret telah sedemikian rupa diabaikan sehingga tidak ada hal baik yang dapat diharapkan muncul dari mereka yang tinggal di