• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. LANDASAN TEORI. Tabel 3.1 Matriks Model Multi Sectoral Qualitative Analysis (MSQA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. LANDASAN TEORI. Tabel 3.1 Matriks Model Multi Sectoral Qualitative Analysis (MSQA)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

3.1 Multi Sectoral Qualitative Analysis

Teknik Multi Sectoral Qualitative Analysis (MSQA) yang

dikembangkan oleh Roberts dan Stimson (1998) digunakan untuk mengevaluasi daya saing dan potensi suatu daerah untuk berbagai sektor industri. Teknik ini membantu mengidentifikasi kompetensi inti suatu daerah yang mendukung sektor industri yang ada di daerah tersebut, peluang-peluang ekonomi, peluang-peluang pasar dan risiko -risiko ekonomi yang dihadapi. Dari analisa ini dapat diperoleh dua macam indeks, yaitu indeks kompetensi inti daerah untuk setiap sektor industri dan indeks kriteria kompetensi inti daerah.

Dengan metod e MSQA ini, dapat dilakukan pengamatan atas hubungan -hubungan antara variabel-variabel ekonomi yang dipilih (kriteria) antara berbagai kegiatan sektor industri yang ditetapkan. Hubungan ini dapat dinyatakan secara deskriptif atau dengan skor numerik dalam suatu matriks sebagaimana yang terlihat pada Gambar 3.1.

Tabel 3.1 Matriks Model Multi Sectoral Qualitative Analysis (MSQA) Sektor Industri

Kriteria Evaluasi A B C Jumlah

X 0 1 0 1

Y 1 3 0 4

Z 0 0 2 2

Jumlah 1 4 2

Sumber : Robert dan Stimson (1998)

Skor akan dijumlahkan secara vertikal maupun secara horizontal, dan akan dapat menghasilkan indeks kompetensi inti daerah untuk masing-masing sektor industri yang dievaluasi dan indeks kriteria kompetensi inti daerah untuk masing-masing kriteria. Untuk penggunaan metode MSQA ini, maka Roberts dan Stimson (1998) menggunakan 34 kriteria kompetensi inti, yang terbagi atas 8 kelompok, yaitu: kekuatan ekonomi domestik, orientasi perdagangan, teknologi dan pengembangan, pengembangan sumber daya

(2)

manusia, manajemen, keuangan, pemerintahan dan infrastruktur. Penetapan 34 kriteria kompetensi inti ini merupakan pengembangan dari 29 kriteria yang digunakan oleh Kasper et al. (1992) ketika mengkaji daya tarik wilayah industri Gladstone, di negara bagian Queensland, Australia. Kriteria-kriteria kompetensi inti yang digunakan Roberts dan Stimson (1998) dan juga oleh Muchdie (2000) dalam analisa menggunakan MSQA adalah :

Kelompok kesatu, kekuatan ekonomi domestik yang dirinci atas: (1) Kinerja sektoral, (2) Dinamika kegiatan ekonomi, (3) Kegiatan pertambahan nilai.

Kelompok kedua, orientasi perdagangan, yang dirinci atas: (1) Kinerja perdagangan dan investasi, (2) Partisipasi dalam ekonomi internasional, (3) Keterbukaan terhadap bisnis asing, (3) Kedekatan terhadap pasar, (4) Aliansi bisnis strategis.

Kelompok ketiga, teknologi dan pembangunan yang dirinci atas: (1) Besarnya pengeluaran untuk kegiatan penelitian dan pengembangan, (2) Aglomerasi keahlian, (3) Kegiatan penelitian bersama, (4) Tingkat penyerapan teknologi.

Kelompok keempat, pengembangan sumber daya manusia yang dirinci atas: (1) Jasa pendid ikan tinggi dan pelatihan, (2) Pendidikan dasar, (3) Hubungan perburuhan, (4) Mutu kehidupan, (5) Struktur upah dan gaji.

Kelompok kelima, manajemen yang dirinci atas: (1) Layanan konsumen dan kualitas produk, (2) Jaringan asosiasi, (3) Efisiensi bisnis, (4) Kemampuan pemasaran, (5) Penggunaan sistem informasi, (6) Kewirausahaan.

Kelompok keenam, keuangan yang dirinci atas: (1) Modal dasar, (2) Ketersediaan dana. Kelompok ketujuh, pemerintahan yang dirinci atas: (1) Peraturan perundang-undangan, (2) Iklim usaha, (3) Pendelegasian wewenang dan otonomi lokal, (4) Skema penunjang bisnis.

Kelompok kedelapan, infrastruktur yang dirinci atas: (1) Sumber daya fisik, (2) Biaya energi, (3) Kecukupan dan fleksibilitas in frastruktur, (4) Biaya angkutan, (5) Manajemen limbah dan lingkungan.

(3)

Penilaian terhadap ketiga puluh empat kriteria untuk setiap kegiatan sektor industri dikumpulkan melalui penilaian para nara sumber yang merupakan orang yang ahli dan selama ini berkec impung dalam kegiatan sektor industri yang berkaitan, baik dari pelaku dunia usaha maupun dari Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.

Dalam melakukan analisa ini, setiap kriteria untuk masing-masing sektor industri akan diberi peringkat (rank) dan akan diukur secara ordinal dalam 3 skor sebagai berikut :

Kuat (K) = 3 Sedang (S) = 2 Lemah (L) = 1

Pemeringkatan dilakukan secara subyektif, berdasarkan hasil diskusi dengan para pejabat Pemerintah yang terkait dan pelaku agroindustri, telaah laporan dan kajian ekonomi serta pengetahuan setempat (Roberts & Stimson 1998; Muchdie 2000).

Selanjutnya, skor pada setiap kolom sektor industri dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah skor maksimum yang mungkin untuk setiap sektor sehingga diperoleh indeks relatif masing -masing sektor industri. Dari analisa ini dapat dihasilkan dua macam indeks: Indeks kompetensi inti daerah untuk setiap sektor industri dan Indeks kriteria kompetensi inti daerah (untuk setiap kriteria). Indeks kompetensi inti daerah untuk sektor industri memperlihatkan secara relatif kekuatan atau kelemahan suatu sektor industri tertentu terhadap sektor industri lainnya di daerah yang dikaji, sedang Indeks kriteria kompetensi inti daerah menggambarkan kekuatan relatif wilayah yang dikaji yang berkaitan dengan berbagai kriteria yang digunakan dalam analisa untuk mendukung pengembangan ekonomi daerah tersebut. Metod e MSQA dapat pula dikembangkan untuk :

a) Mengetahui kaitan -kaitan dan potensi pengembangan antara berbagai sektor industri: apak ah signifikan, kurang signifikan atau tidak terkait. Dengan memberi bobot nilai yang berbeda untuk hubungan yang signifikan, tidak signifikan dan tidak terkait, maka akan diperoleh indeks potensi keterkaitan antara suatu sektor dengan sektor-sektor lainnya.

(4)

b) Mengetahui potensi pemasaran ekspor sektor industri tertentu ke wilayah sekitarnya. Ini diperoleh dengan memberi bobot nilai yang berbeda untuk potensi ekspor ke wilayah sekitarnya: Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah, Rendah Sekali. Dari penilaian ini akan diperoleh indeks potensi pasar ekspor untuk setiap produk sektor industri.

c) Mengetahui tingkat risiko dari berbagai kegiatan industri dilihat dari variabel risiko yang ditetapkan (indeks risiko industri) untuk wilayah tersebut) dan indeks relatif dari setiap variabel risiko di wilayah tersebut (indeks faktor risiko).

Pada penelitian ini, dengan menggunakan metode MSQA yang akan disesuaikan dengan data yang dapat diperoleh, daerah otonomi akan dikaji khusus untuk kelompok agroindustri yang ada di daerah tersebut yang berpotensi membentuk klaster agroindustri.

3.2 Location Quotient

Teknik location quotient (LQ) adalah teknik yang membandingkan kegiatan ekonomi suatu daerah tertentu (local economy) dengan kegiatan ekonomi daerah yang lebih luas yang diambil sebagai referensi (reference

economy) dalam rangka untuk mengidentifikasi adanya suatu spesialisasi pada

kegiatan ekonomi di daerah tersebut (Blakely & Bradshaw 2002).

t i t i i

E

E

e

e

LQ

=

... (1) LQi = Location Quotient untuk industri – i di daerah yang dikaji

ei = Jumlah pekerja pada industri – i di daerah yang dikaji

et = Jumlah pekerja pada seluruh industri di daerah yang dikaji

Ei = Jumlah pekerja pada industri - i secara Nasional

Et = Jumlah pekerja pada seluruh industri secara Nasional

Location Quotient mengukur ratio antara spesialisasi pada industri

tertentu pada suatu daerah dibandingkan dengan daerah referensi yang lebih luas. Apabila nilainya lebih besar dari satu, berarti ekonomi daerah tertentu tersebut lebih terspesialisasi dari daerah referensi yang digunakan, yang juga berarti bahwa terdapat aglomerasi atau konsentrasi suatu industri tertentu di

(5)

daerah tersebut. Nilai yang kurang dari satu menyatakan keadaan yang sebaliknya.

Rumus di atas dapat juga digunakan untuk variable lain, seperti: jumlah unit usaha atau perusahaan, nilai penjualan, nilai ekspor (Balassa index atau

Revealed Comparative Advantage index). Namun karena data mengenai

jumlah pekerja relatif lebih banyak tersedia, maka variable yang banyak digunakan adalah jumlah pekerja untuk suatu industri tertentu.

Metode Location Quotient merupakan metode yang umum digunakan untuk mengidentifikasi klaster industri regional (Bergman & Feser 1999). Penggunaan metode Location Quotient secara tersendiri tidak dapat mengidentifikasi keberadaan klaster industri karena hanya dapat memperlihatkan adanya aglomerasi dari sektor industri tertentu, namun tidak dapat mendeteksi saling keterkaitan antara sektor industri. (Bergman & Feser 1999). Untuk itu teknik Location Quotient perlu dilengkapi dengan teknik lainnya sehingga dapat diperoleh komposisi suatu klaster industri dengan unsur-unsur yang saling mendukung dan saling terkait.

3.3 Analisa Shift-Share

Analisa Shift-Share merupakan teknik yang sangat berguna untuk membandingkan perubahan atau pertumbuhan berbagai sektor industri di suatu daerah dengan wilayah nasional atau wilayah referensi lain. Analisa ini merupakan analisa men genai dinamika perubahan dan pertumbuhan industri suatu daerah dan akan dapat menjawab, apakah industri yang berlokasi di wilayah tersebut termasuk dalam kelompok industri yang secara nasional merupakan industri yang memiliki keunggulan kompetitif, yang dapat dijadikan target untuk dijadikan industri unggulan dari wilayah tersebut (Dinc 2002).

Analisa ini menguraikan penyebab perubahan kegiatan industri suatu daerah menjadi tiga komponen: national share, industrial mix dan regional

share. Penguraian ini dapat dilakukan berdasarkan jumlah tenaga kerja,

pendapatan, nilai penjualan atau faktor-faktor ekonomi lainnya. Sebagaimana analisa Location Quotient, maka variabel yang banyak digunakan dalam

(6)

analisa ini adalah jumlah tenaga kerja, karena pada umumnya data tenaga kerja lebih mudah diperoleh dibandingkan data apabila dipilih variabel yang lain.

Komponen National share adalah banyaknya pertambahan lapangan kerja pada kegiatan industri tertentu di suatu wilayah, seandainya proporsi perubahannya sama dengan laju pertumbuhan kegiatan industri nasional selama periode yang diamati. Hal ini dapat digunakan oleh daerah yang bersangkutan untuk mengukur apakah industri tertentu di daerah itu tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dari pertumbuhan rata-rata industri nasional (Tarigan 2004). Karena industri daerah merupakan bagian dari kegiatan industri nasional, maka diasumsikan bahwa pertumbuhan industri nasional akan mempengaruhi kegiatan industri d i daerah secara proporsional. Rumus untuk komponen National share (NS) dari kegiatan industri adalah :

NS = ? Etir gn ……… (2)

Dimana :

Etir = Jumlah tenaga kerja pada industri i di daerah r, pada waktu t

gn = Laju pertumbuhan tenaga kerja industri secara keseluruhan di daerah

referensi n

Komponen Industrial mix atau Proportional sh ift mengukur besarnya perubahan lapangan kerja pada kegiatan industri tertentu di daerah yang ditimbulkan oleh komposisi industri di daerah tersebut. Komponen ini menggambarkan sejauh mana suatu daerah memiliki spesialisasi pada industri tersebut. Komponen ini akan positif di daerah -daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh lebih cepat dari rata-rata industri, dan negatif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh lebih lambat dari rata-rata industri.

Rumusan untuk Industrial mix (IM) adalah :

IM = ? Etir ( gin – gn ) ……… (3)

Dimana :

(7)

gin = Laju pertumbuhan tenaga kerja pada industri i di wilayah referensi n,

periode t – t + 1

gn = Laju pertumbuhan tenaga kerja industri secara keseluruhan di daerah

referensi n, periode t – t + 1

Komponen Regional share atau Differential shift mengukur perubahan lapangan kerja pada suatu industri tertentu d i daerah yang disebabkan adanya perbedaan antara laju pertumbuhan industri tertentu tersebut d idaerah dengan laju pertumbuhan industri yang sama pada tingkat nasional. Komponen ini memperlihatkan pertumbuhan atau kemunduran yang ditimbulkan oleh posisi daya saing industri yang bersangkutan yang ada di daerah tersebut yang disebabkan oleh faktor-faktor lokasi. Suatu daerah yang mempunyai keuntungan lokasional seperti: sumber daya alam, sumber daya manusia yang baik, infrastruktur yang mendukung, dsb, akan memiliki komponen Regional

share yang positif, sedangkan daerah yang secara lokasional tidak terlalu

menguntungkan akan mempunyai komponen Regional share yang negatif. Rumus untuk Regional share (RS) adalah :

RS = ? Etir ( gir – gin ) ……… (4)

Dimana :

Etir = Jumlah tenaga kerja pada industri i di daerah r, pada waktu awal t

gir = Laju pertumbuhan tenaga kerja pada industri i di daerah r, periode t–t +1

gin = Laju pertumbuhan tenaga kerja pada industri i di wilayah referensi n,

periode t – t + 1

Total shift (TS) adalah penjumlahan dari ketiga komponen tersebut di atas:

TS = ? Etir gn + ? Etir ( gin – gn ) + ? Etir ( gir – gin ) ………… (5)

Hasil dari analisa Shift-share dapat sedikit membantu untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah, namun tidak cukup untuk mengetahui kekuatan atau kelemahan sesungguhnya mengenai ekonomi daerah tersebut. Temuan dari analisa ini perlu didukung oleh metod e-metode lain untuk mengetahui dengan lebih baik keadaan industri-industri kunci di daerah tersebut. Analisa ini menggunakan asumsi-asumsi, yang tidak semuanya bisa terpenuhi. Asumsi yang digunakan mencakup (Dinc 2002) :

(8)

(1) Teknologi yang digunakan di daerah adalah setingkat dengan teknologi yang secara nasional digunakan.

(2) Produktivitas tenaga kerja di daerah adalah sama dengan produktivitas tenaga kerja secara nasional.

(3) Pola permintaan di daerah adalah sama dengan pola permintaan rata-rata nasional.

(4) Mengabaikan adanya perdagangan antar wilayah dan perdagangan internasional.

3.4 Analytical Hierarchy Process

Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metod e yang

banyak digunakan oleh pengambil keputusan untuk menyelesaikan persoalan yang menyangkut kesisteman, untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan yang mengandung banyak kriteria. Metode AHP yang diperkenalkan Saaty (Saaty 1983) pada prinsipnya adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik dan dinamik menjadi bagian -bagiannya, serta menatanya dalam suatu hierarki. Selanjutnya tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting setiap variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk mendapatkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin 2004). Masalah keputusan AHP secara grafis dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan goal atau sasaran atau fokus , lalu kriteria level pertama, dilanjutkan dengan subkriteria dan akhirnya alternatif.

AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhad ap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise

comparison). Saaty kemudian menentukan suatu cara yang konsisten untuk

mengubah perbandingan berpasangan menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif. Langkah -langkah dalam metode AHP meliputi (Marimin 2004) :

(9)

a. Penyusunan hierarki

Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilanjutkan hingga sehingga didapatkan beberapa tingkatan dan unsur-unsurnya tidak dapat dipecah lagi.

b. Penilaian kriteria dan alternatif

Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan yaitu membuat penilaian ten tang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Saaty (1983), mengekspresikan kepentingan dengan menggunakan skala 1 sampai 9. Penilaian ini merupakan inti dari AHP. Hasil penilaian disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison.

c. Penentuan prioritas

Penetuan prioritas adalah pemeringkatan elemen-elemen menurut relatif pentingnya. Penentuan peringkat dilakukan dengan cara mencari

eigen vector pada setiap matrik pairwise comparison untuk mendapatkan local priority. Karena matrik pairwise comparison terdapat pada setiap

tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis diantara local priority. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting.

d. Konsistensi Logis

Konsistensi logis memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Konsistensi logis menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.

Salah satu langkah penting dalam AHP adalah melakukan manipulasi matriks atas perbandingan berpasangan, yang akan memperlihatkan dengan jelas tingkat kepentingan (importance) suatu kriteria atau alternatif relatif terhadap kriteria atau alternatif lain.

(10)

Penyelesaian dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut : 1) Komparasi Berpasangan

Penentuan tingkat kepentingan (bobot) dari elemen-elemen keputusan pada setiap tingkat hirarki dilakukan dengan judgement melalui pembandingan. Nilai tingkat kepentingan ini dinyatakan dalam bentuk kualititif dengan membandingkan antara satu elemen dengan elemen lainnya. Untuk mengkuantifikasikan digunakan skala penilaian. Menurut Saaty (1983), skala penilaian 1 sampai 9 merupakan yang terbaik berdasarkan nilai RMS (Root Mean Square Deviation ) dan MAD (Median Absolute Deviation). Nilai dan definisi pendapat kualitatif tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Skala Komparasi Nilai Keterangan

1 Kriteria atau Alternatif A sama penting dengan kriteria atau alternatif B

3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan Sumber : Saaty (1983)

2) Matriks Pendapat Individu

Pada penentuan tingkat kepentingan (bobot) dari elemen-elemen keputusan disetiap tingkat hirarki keputusan dilakukan dengan judgement melalui komparasi berpasangan. Nilai yang didapat disusun dalam bentuk matrik individu dan gabungan yang kemudian diolah untuk mendapatkan peringkat.

Jika C1, C2, …, Cn merupakan set elemen suatu tingkat keputusan

dalam hirarki, maka kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan setiap elemen terhadap elemen lainnya akan membentuk matrik A yang berukuran n x n. Apabila Ci dibandingkan dengan Cj,

maka aij merupakan nilai matriks pendapat has il komparasi yang

(11)

aij=1/ a1j, yaitu nilai kebalikan dari nilai matriks aij. Untuk i = j , maka

nilai matriks aij = aji = 1, karena perbandingan elemen terhadap elemen

itu sendiri adalah 1. Formulasi matriks A yang berukuran n x n dengan elemen C1, C1, …, Cn untuk ij = 1, 2, 3, …, n dan ij adalah sebagai

berikut :

Hasil Transformasi Matriks Pendapat

C1 C2 C3 .. Cn C1 1 a12 a13 .. a1n C2 1 / a12 1 A23 .. a2n C3 1 / a13 1 / a23 1 .. a3n .. .. .. .. .. .. Cn 1 / a1n 1 / a2n 1 / a3n .. 1

3) Matriks Pendapat Gabungan

Matriks pendapat gabungan (G), merupakan susunan matriks baru yang elemen-elemen matriksnya (gij) berasal dari rata-rata geometrik

pada elemen matriks pendapat individu (aij) yang resiko konsistensinya

(CR) memenuhi persyaratan. Formulasi nilai rata-rata geometrik adalah sebagai berikut : ( ) m m 1 k k ij ij a g

= = ……….…………... (6) keterangan :

gij = Elemen matriks pendapat gabungan pada baris ke-i dan kolom

ke-j

aij = Elemen matrik pendapat individu pada baris ke-i dan kolom

ke-j untuk matriks pendapat individu dengan Rasio

Konsistensi (CR) yang memenuhi persyaratan ke-k.

ij = 1, 2, …..…………. n

k = 1, 2, ……….. m

m = Jumlah matriks pendapat individ u dengan CR memenuhi

persyaratan

4) Pengolahan Horizontal

Pengolahan horizontal digunakan untuk menyusun prioritas elemen-elemen keputusan pada tingkat hirarki keputusan. Tahapan

(12)

perhitungan yang dilakukan pada pengolahan horizontal ditunjukkan pad a persamaan-persamaan berikut :

Perkalian baris (Zi) dengan rumus :

m m 1 k i aij k Z

= = ( ) ……… (7)

Perhitungan vektor prioritas atau vektor eigen (VPi) dengan rumus :

= = = = n 1 i n m 1 k ij(k) n m 1 k ij(k i a ) a VP ………..…… (8)

Perhitungan nilai eigen maksimum (λmak) dengan rumus :

( )

a

ij

VP

VA

=

×

, dengan

VA

=

( )

va

i

………..… (9)

i

VP

VA

VB

=

, dengan VB =

( )

vbi …………..……... (10)

=

=

λ

n 1 i i max

vb

n

1

, untuk i = 1, 2, 3, …. n . ... (11)

Perhitungan indeks konsistensi (CI) dengan rumus :

1 n CI max − λ = −n ……….……….. (12)

Perhitungan rasio konsistensi (CR) dengan rumus :

RI CI

CR = ……… (13)

(13)

Nilai indeks acak bervariasi sesuai dengan orde matriksnya. Untuk lebih jelasnya, indeks acak untuk orde tertentu dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 3.3 Nilai Indeks Acak (RI) Matriks Berorde 1-10

Orde 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 Sumber : Sri Mulyono, 1996

Nilai rasio konsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 0.1 merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi baik dan dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian nilai CR merupakan tolak ukur bagi konsistensi hasil komparasi berpasangan dalam suatu matrik pendapat.

5) Pengolahan Vertikal

Pengolahan vertikal digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama (ultimate goal). Jika didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-i terhadap sasaran utama, maka:

( ) ( )

= − × − = s 1 t 1 i t 1 i ijt ij CH VW CV ……… (14) Untuk : i = 1, 2, 3, ………. p j = 1, 2, 3, ………. r t = 1, 2, 3, ………. s Keterangan :

=s t i ijt CH 1 ) 1

( = Nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-I

terhadap elemen ke-t pada tingkat di atasnya (i –1), yang diperoleh dari hasil pengolahan horizontal.

) 1 (it

VW = Nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke-(i-1) terhadap sasaran utama, yang diperoleh dari hasil pengolahan vertikal.

p = Jumlah tingkat hirarki keputusan

r = Jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-i

(14)

Jika di dalam hirarki keputusan terdapat dua faktor yang tidak berhubungan, maka nilai prioritas sama dengan nol. Vektor prioritas untuk tingkat ke-i (CV) didefinisikan sebagai berikut :

( )

ij i

CV

CV

=

, untuk j = 1, 2, 3, ………. s ….……… (15) Menurut Saaty (1980), teknik komparasi berpasangan yang digunakan dalam AHP dilakukan dengan wawancara langsung terhadap responden. Responden bisa seorang ahli atau bukan, tetapi terlibat dan mengenal baik permasalahan tersebut. Jika responden merupakan kelompok, maka seluruh anggota diusahakan memberikan pendapat (judgement).

3.5 Interpretive Structural Modelling (ISM)

Tujuan dari analisa struktural adalah untuk memberi penjelasan mengenai struktur dari hubungan -hubungan yang terdapat antara beberapa variabel kualitatif yang merupakan karakter dari sistem yang sedang dipelajari. Analisa struktural memungkinkan seseorang untuk menjelaskan suatu sistem dengan menggunakan matriks yang menghubungkan semua komponen dari sistem tersebut (Godet 1994). Menurut Saxena et al. (1992) salah satu model yang telah dikembangkan untuk analisa ini adalah

Interpretive Structural Modelling (ISM).

Teknik ISM merupakan suatu proses pengkajian kelompok, dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis atau kalimat. Teknik ISM terutama ditujukan untuk pengkajian suatu tim, namun bisa juga dipakai oleh seo rang peneliti (Eriyatno 1999).

Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari struktur di dalam suatu sistem akan memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Struktur dari suatu sistem yang berjenjang diperlukan untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang perihal yang dikaji.

(15)

Program yang sedang ditelaah penjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen, dimana setiap elemen selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah subelemen sampai dipandang memadai untuk perihal yang akan dikaji. Setelah dilakukan identifikasi semua elemen dan subelemen, maka ditetapkan hubungan kontekstual antar subelemen. Hubungan kontekstual ini selalu dinyatakan dalam terminology subordinat yang menuju pada perbandingan berpasangan antar sub elemen, dimana terkandung suatu arahan (direction ) pada hubungan tersebut.

Keterkaiatan antar elemen pada perbandingan berpasangan ditunjukkan oleh pendapat dari para pakar paneleis. Apabila Paneleis lebih dari satu, maka dilakukan perataan secara geometris atau diambil suara terbanyak. Penyusunan nilai hubungan kontekstual pada matrik perbandingan berpasangan menggunakan simbol V, A, X dan O, dimana :

V adalah jika eij = 1 dan eij = 0

A adalah jika eij = 0 dan eij = 1

X adalah jika eij = 1 dan eij = 1

O adalah jika eij = 0 dan eij = 0

Simbol 1 menunjukkan adanya hubungan kontekstual, sedangkan simbol 0 menunjukkan tidak ada hubungan kontekstual antara elemen i dan j begitu juga sebaliknya. Hasil penilaian ini disusun dalam Structural Self Interaction

Matrik (SSIM). Setelah SSIM terbentuk dibuat tabel R eachability Matrix

(RM) dengan menggantikan V, A, X, O dengan bilangan 1 dan 0. Lebih lanjut RM dikoreksi hingga membentuk matrik tertutup yang memenuhi aturan transivitas yaitu aturan kelengkapan sebab akibat. Misalnya A mempengaruhi B, B mempengaruhi C, maka A (seharusnya) mempengaruhi C. Pengolahan lebih lanjut RM ini adalah penetapan pilihan jenjang (level partition). Berdasarkan pilihan jenjang, maka skema elemen menurut jenjang vertikal maupun horizontal dapat digambarkan.

Berdasarkan pertimbangan hubungan kontekstual, maka disusunlah

Structural Self Interaction Matrix (SSIM). SSIM disusun berdasarkan

(16)

SSIM terbentuk, kemudian dibuat table Reachbility Matrix. Kemudian dilakukan pengkajian menurut aturan Transitivity, dimana dilakukan koreksi terhadap SSIM sampai terjadi matriks yang tertutup. Hasil koreksi SSIM dan matrix yang memenuhi syarat transitivity diproses lebih lanjut. Pengolahan lebih lanjut dari Reachbility Matrix (RM) yang telah memenuhi aturan Transitivity adalah penetapan pilihan jenjang (level partition). Pengolahan bersifat tabulatif dengan pengisian format. Berdasarkan pilihan jenjang maka dapat digambarkan skema setiap elemen menurut jenjang vertik al maupun horizontal.

Untuk beragam subelemen dalam satu elemen berdasarkan RM disusunlah Driver Power-Dependence. Klasifikasi subelemen dipaparkan dalam 4 sektor, yaitu :

a) Weak driver – weak dependent variables (AUTONOMOUS). Peubah disektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem, dan mungkin mempunyai hubungan kecil, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat. Subelemen yang masuk pada sektor 1 jika: Nilai DP ≤ 0.5 X dan nilai D ≤ 0.5 X (X adalah jumlah subelemen).

b) Weak driver–strongly dependent variables (DEPENDENT). Umumnya peubah disini adalah peubah tidak bebas. Subelemen yang masuk pada sektor 2 jika: Nilai DP ≤ 0.5 X dan nilai D > 0.5 X (X adalah jumlah subelemen).

c) Strong driver–strongly dependent variables (LINKAGE). Peubah pada sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antar peubah adalah tidak stabil. Setiap tindakan pada peubah tersebut akan memberikan dampak terhadap lainnya dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar dampak. Subelemen yang masuk pada sektor 3 jika: Nilai DP > 0.5 X dan nilai D > 0.5 X (X adalah jumlah subelemen). d) Strong driver – weak dependent variables (INDEPENDENT). Peubah

pada sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Subelemen yang masuk pada sektor 4 jika: Nilai DP > 0.5 X dan nilai D ≤ 0.5 X (X adalah jumlah subelemen).

(17)

Saxena (1992) di dalam Eriyatno (1996), membagi program dalam sembilan elemen, yaitu: (1) Sektor masyarakat yang terpengaruh, (2) Kebutuhan dari program, (3) Kendala utama, (4) Perubahan yang dimungkinkan, (5) Tujuan dari program, (6) Tolak ukur untuk menilai setiap tujuan, (7) Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, (8) Ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicap ai oleh setiap aktivitas, (9) Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.

3.6 Teknik Perbandingan Indeks Kinerja

Untuk melakukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif bardasarkan beberapa kriteria dapat digunakan Teknik Perbandingan Ind eks Kinerja atau Comparative Performance Index (Marimin 2004). Teknik ini digunakan dalam hal tersedianya data-data kuantitatif untuk diperbandingkan. Dalam teknik ini dilakukan perhitungan untuk mendapatkan indeks gabungan. Formula yang digunakan dalam teknik ini adalah sebagai berikut :

Keterangan :

Aij = Nilai alternatif ke-i pada kriteria ke-j

Xij (min) = Nilai alternatif ke-i pada kriteria awal minimum ke-j

A(I + 1.j) = Nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria ke-j

X(I + 1.j) = Nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria awal ke-j

Pj = Bobot kepentingan kriteria ke-j

Iij = Indeks alternatif ke-I

Ii = Indeks gabungan kriteria pada alternatif ke-I

i = 1, 2, 3, ..., n j = 1, 2, 3, ..., m

3.7 Independent Preference Eva luation (IPE)

Independent Preference Evaluation (IPE) atau Teknik evaluasi pilihan bebas merupakan salah satu teknik pengambilan keputusan dengan cara mengevaluasi kesukaan atau pilihan bebas dari suatu grup pembuat keputusan

Aij = Xij (min) x (100 / Xij (min)) A(I + 1.j) = (X(I + 1.j) / Xij (min) x 100 Iij = Aij x Pj Ii =

= n i ij I 1 ) (

(18)

terhadap sejumlah kriteria dan alternatif yang disajikan dalam bentuk kualitatif (non numerik). Dalam operasinya alternatif yang satu tidak dibandingkan dengan alternatif yang lainnya.

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan pilihan terbaik dari beberapa alternatif pilihan, yang untuk semua altenatif telah ditetapkan kriteria yang akan dinilai. Penilaian dilakukan oleh beberapa pakar yang ahli di bidang tersebut.

Pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai pihak (stake holder ) atau ahli dan didasarkan kepada kriteria jamak disebut sebagai Multi-Expert

Multi Criteria Decision Making atau ME -MCDM . Yager (1993), merumuskan

suatu metode komputasi non-numerik untuk proses pengambilan keputusan kelompok secara fuzzy.

Teknik fuzzy digunakan dalam proses pengambilan keputusan, karena tidak semua permasalahan yang dihadapi di dunia nyata dapat dinyatakan secara eksak ya atau tidak, tetapi mengandung ketidakpastian. Hal ini sering dinyatakan dengan ungkapan: mendekati, kira-kira, hampir, sedikit lebih besar dari, dan sebagainya yang sulit dinyatakan dalam besaran eksak.

Metode komputasi dilakukan secara bertahap yaitu (1) agregasi terhadap kriteria dan (2) agregasi terhadap semua ahli. Marimin (1997) menunjukan bahwa tahapan sebaliknya memberikan solusi yang sama. Di dalam evaluasi pilihan bebas, setiap pengambil keputusan

( )

dj

(

j =1,2,...,m

)

dapat menilai setiap alternatif

( )(

si i=1,2,...,n

)

pada setiap kriteria (ak) (k = 1, 2, ………., l)

secara bebas. Skala penilaian menggunakan simbol kualitatif atau label

linguistic yang kemungkinan skornya adalah “sempurna” (S7), “sangat tinggi”

(S6), “tinggi” (S5), “medium” (S4), “rendah” (S3), “sangat rendah” (S2), dan

“tidak ada” (S1) atau himpunan S = (S1, S2, …, S7).

Langkah -langkah agregasi dalam pengambilan keputusan dengan kaidah Fuzzy IPE untuk sampai pada mendapatkan tingkat preferensi seluruh pakar terhadap masing-masing alternatif adalah sebagai berikut (Yager 1993) :

a) Tingkat preferensi pakar dinyatakan dalam 5 skala dari Sangat Baik (S5), Baik (S4), Sedang (S3), Kurang (S2 ) dan Sangat Kurang (S1).

(19)

penilaian yang sama. Dengan demikian setiap pembuat keputusan akan mendapatkan satu set nilai (L) pada setiap alternatif dan setiap setiap kriteria dengan rumusan sebagai berikut :

                         

=

a

k

ij

,...,v

1

a

ij

,v

1

a

ij

v

L

………... (16)

dimana:

v

ij

(

a

k

)

adalah skor evaluasi terhadap alternatif ke-i pada

kriteria ke-k oleh pembuat keputusan ke-j.

b) Operasi Negasi terhadap masing -masing tingkat kepentingan kriteria dengan rumus :

( )

w

=

wq

k

+

1

Neg

k ... (17) Dimana: W adalah bobot nilai; q adalah jumlah item dari suatu set bobot penilaian dan k adalah item dari suatu set bobot penilaian. c) Tingkat preferensi masing-masing pakar terhadap masing-masing

alternatif, ditentukan dengan mengacu pada set nilai yang didapatkan dari persamaan 1 dan nilai negasi dari persamaan 2. Agregasi untuk memperoleh skor terhadap alternatif ke-i oleh setiap pembuat keputusan ke-j pada semua kriteria didapat dengan menggunakan rumus berikut :                    

=

a

k

ij

v

ak

w

Neg

k

Min

ij

v

………... (18)

Dimana:

v

ij adalah skor evaluasi terhadap alternatif ke-i oleh pembuat keputusan ke-j; min adalah minimum; V adalah maksimum dan

(

w

ak

)

Neg

adalah negasi setiap bobot elemen.

d) Selanjutnya preferensi masing-masing pakar terhadap suatu alternatif dikombinasikan dengan metode Yager yang didasarkan pada operator OWA (Ordered Weighted Averaging) dilakukan pembobotan nilai dengan menggunakan rumus :

( )= Int1+ jx × qr1

W j ……….………... (19)

Dimana: W(j) adalah pembobot nilai pakar ke-j; j adalah pakar ke-j;

(20)

e) Agregasi Preferensi seluruh pakar terhadap suatu alternatif ditentukan dengan rumus berikut :

( )i max j

[

wj^ bj

]

v = ……….……...….. (20) Dimana: Max adalah maksimum, Wj adalah pembobot nilai pada pakar

ke-j; ^ adalah minimum dan b adalah solusi dari persamaan 3 yang diurutkan dari terbesar ke terkecil.

3.8 Teknik Heuristik

Menurut Thierauf dan Klekamp dalam Eriyatno (1999), teknik heuristik merupakan titik pandang dalam merancang suatu program untuk tugas pemrosesan informasi yang kompleks. Titik pandang ini bukan merupakan program yang biasa dilakukan dengan komputer, tetapi merupakan pengolahan seperti yang biasa dilakukan oleh manusia dalam menangani berbag ai masalah. Pada teknik heuristik tidak ada suatu model yang baku, sehingga untuk setiap permasalahan menggunakan program heuristik yang spesifik.. Pada dasarnya teknik heuristik mengandung pengertian adanya rumusan urutan atau tata kerja yang logis untuk mencapai tujuan. Heuristik tidak menjamin adanya pemecahan yang optimal, tetapi menjamin suatu pemecahan yang memuaskan pengambil keputusan.

Ciri-ciri teknik heuristik secara umum adalah: adanya operasi aljabar, adanya perhitungan yang bertahap, dan mempunyai tahapan yang terbatas sehingga dapat dibuat algoritma komputernya.

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan mampu memberikan informasi kepada siswi atau remaja putri dengan berbagai metode, sehingga dengan meningkatnya pengetahuan siswi tentang menstruasi dapat menurunkan

NSDL juga menyediakan fasilitas untuk melakukan pemblokiran rekening oleh investor apa- bila investor tidak akan bertransaksi dalam waktu lama, update alamat atau detail bank

Pada triwulan IV 2014, kredit konsumsi di Kalimantan Tengah meningkat dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yaitu dari Rp6,31 triliun menjadi Rp7,46 triliun.

Informasi mencapai standar kualitas perusahaan Informasi yang relevan adalah informasi yang berguna bagi pekerjaan enduser, relevan dan sesuai dengan pekerjaan, serta

1) Sensor bentuk lurus (1800) dapat mencapai set point pada pencuplikan data ke- 39, menghasilkan settling time sebesar 7,8 s dan overshoot maksimum sebesar 28,57%. 2)

Pada tahap ini akan dilakukan proses transformasi data, dimana data yang sudah terkumpul di awal masih perlu diseleksi sesuai dengan kebutuhan untuk proses pengolahan data

1) Berdasarkan hasil identifikasi faktor SWOT dan hasil validasi oleh pihak expert didapatkan 6 aspek eksternal dan 5 aspek internal serta 39 faktor internal dan 43 faktor

DATA TINDAK PIDANA NARKOBA TAHUN 2007 -