• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Punk lahir di Inggris pada pada akhir ‘70an sebagai budaya tandingan dari budaya mainstream pada zamannya. Dipicu sebuah perasaan yang menjadi rahasia umum dalam masyarakat modern yang terasing begitu kuat dan merata, keterasingan menjadi hal yang lumrah atau biasa saja. Individu-individu yang merasa terasingkan berkumpul dan membentuk suatu kelompok dan sepakat terhadap keterasingan mereka kemudian merasa bahwa diri mereka normal. Saat itulah Punk lahir.

Punk lahir didorong oleh rasa tidak puas oleh sistem yang mengontrol masyarakat, dimana mereka merupakan bagian dari masyarakat tersebut. Dalam bingkai masyarakat modern kita dapat menyaksikan fenomena dimana segala sesuatu hanya terbaca sebagai komoditas untuk pasar dan hampir tak ada pilihan apapun bagi individu kecuali mengkonsumsi produk-produk yang ditawarkan oleh industri dan berada diluar kontrol hidupnya. Masyarakat modern dan budaya modern membentuk dirinya sendiri menjadi masyarakat konsumen dan budaya konsumen. ‘Pasar’ yang dianggap Punk sebagi ‘sistem’ merupakan pusat dari budaya konsumen. Punk menolak untuk menjadi bagian dalam masyarakat dan budaya konsumen tersebut.

Pada awal kelahirannya, punk memang teridentifikasi sebagai pemberontakan. Pemberontakan Punk dinyatakan dengan pemberontakan semiotik yang diaplikasikan pada fesyen dan musik. Namun pemberontakan tersebut pula yang dijual oleh industri dan dijadikan sebagai sumber profit yang dapat dieksploitasi. Hal ini ditandai dengan bergabungnya Sex Pistols, salah satu band Punk generasi tahun 70an, dengan industri musik mainstream EMI. Kemudian pasar industri musik dipenuhi dengan band-band kloning mereka yang merubah subkultur punk menjadi sesuatu yang mapan. Pemberontakan dapat dibeli. Akhir dari era Sex Pistols ini, merupakan titik balik sejarah perkembangan Punk.

Ketika Punk menjadi komoditas pasar yang dapat dieksploitasi, individu yang terlibat dalam sub kultur ini mengasingkan diri kembali. Sehingga Punk berpindah ke bawah tanah, tetap eksis tetapi tidak terliput mainstream. Justru setelah era Sex Pistols tersebut, Punk berkembang dengan pesat melalui jaringan pertemanan yang independen. Perkembangan Punk setelah tahun 70-an ditandai dengan berpindahnya aktivitas Punk dari Inggris ke Amerika. Disanalah scene-scene Punk menjamur. Pemberontakan semiotik telah mengalami banyak perubahan meskipun tidak total. Pada generasi ini, akan sulit untuk melihat Punk semata mata dengan penandaan pencitraan atau imaji belaka (baca: fesyen). Diinspirasi

(2)

oleh tulisan-tulisan Situasionis, pemicu pemberontakan May 1968 di Paris, Punk seolah-olah merubah strategi dari semata-mata pemberontakan semiotik menjadi sebuah gerakan gaya hidup tandingan.

Punk generasi kedua ini memfokuskan pada isu-isu dan aktvitas independen yang lebih politis daripada generasi Sex Pistols seperti isu feminisme, gender, pemberdayaan komunitas, independensi, rasisme, isu anti-perang dan lain-lain. Semua ini merupakan isu komunal yang beredar diantara komunitas Punk sendiri dalam rangka melawan informasi dari budaya mainstream.

Dengan peranan media mainstream yang meliput Punk generasi Sex Pistols, banyak remaja yang terjebak miskonsepsi tentang ideologi pemberontakan ala Punk. Banyak remaja yang merasa cocok dengan image pemberontakan lalu mengadaptasi fashion dan musik Punk. Sebagian dari mereka hanya ingin tampil beda di masyarakat dengan pemahaman yang setengah-setengah mengenai Punk.

Dengan pemahaman yang setengah-setengah ini, remaja mengartikan Punk sebagai hidup bebas tanpa aturan. Akibatnya, banyak dari mereka yang melakukan tindakan-tindakan yang meresahkan masyarakat. Salah satu contoh kecilnya adalah mabuk-mabukan di muka umum secara bergerombol, meminta uang secara paksa kepada masyarakat, dan lain sebagainya. Masyarakat yang awam mengenai Punk menarik kesimpulan bahwa Punk adalah segerombolan remaja yang berperilaku seperti itu. Didukung dengan hingar bingar musik Punk dan lirik yang berisi kecaman-kecaman pemberontakan mengakibatkan miringnya persepsi masyrakat mengenai Punk. Bahkan ada juga masyarakat yang menganggap Punk hanya sekedar aliran musik keras belaka.

Masuknya Punk ke Indonesia tidak lepas dari pemberitaan media mainstream. Di Indonesia, kultur Punk dikenal pertamakali sebagai bentuk musikal dan fashion statement. Kultur Punk telah hadir tanpa substansi sejak awal. Punk tidak hadir sebagai respon keterasingan dalam masyarakat modern, melainkan dari sebuah kerinduan akan sebuah bentuk representasi baru saat tak ada hal lama yang dapat merepresentasikan diri remaja lagi. Maka tidak heran, apabila hal-hal yang substansial baru muncul bertahun tahun setelah Punk dikenal secara musikal dan fashion statement. Ini adalah sebuah keterlanjuran.

Di Bandung, secara musikal Punk telah dikenal sejak tahun 70an akhir dimana hal ini dibahas dalam majalah remaja Aktuil. Punk juga dibahas dalam majalah Hai pada tahun 80an. Kemudian gaya berpakaiannya juga diadopsi oleh beberapa preman jalannan. Baru di penghujung tahun 80an bermunculan kelompok-kelompok Punk dari kelas menengah karena

(3)

informasi kultur ini. Jadi pada kesimpulannya, kultur Punk memang hadir di Indonesia tanpa hal-hal yang substansial, ia lahir sebagaimana produk postmodern lainnya, lahir tanpa esensi. Ada banyak hal yang mendorong terjadinya hal-hal ini antara lain karena gap bahasa, gap ekonomi, gap krisis masa muda.

Meskipun akhirnya substansi Punk hadir di Indonesia pada pertengahan tahun 90an melalui akses internet, tak berbeda dengan yang terjadi di negara lain, di Indonesia Punk dianggap sebagai segerombolan remaja biang onar atau sekedar aliran musik keras yang vokalisnya meracau tak jelas. Padahal pada pertengahan tahun 90an, komunita Punk di Indonesia merupakan komunitas Punk dengan jumlah populasi terbesar di dunia.

Penganut kultur punk (Punks) di Indonesia mulai mengadopsi substansi Punk yang termasuk di dalamnya ideologi, etika DIY (Do It Yourself), pandangan politis, dan lain sebagainya. Salah satunya adalah gaya hidup positif Straigh Edge yang menolak konsumsi alkohol, rokok, obat-obatan terlarang, dan perilaku seks bebas.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penjelasan singkat di atas, sebenarnya Punk merupakan sebuah sikap. Tidak hanya mengecam sistem yang berlaku dalam masyarakat modern tetapi mereka juga menawarkan solusi potensial untuk mewujudkan dunia yang lebih baik. Banyak kegiatan positif mereka yang tidak terliput media mainstream. Edukasi yang didapat oleh masyarakat seputar Punk akhirnya menjadi sekedar fashion dan musik atau biang onar. Hal ini menimbulkan polemik diantara Punks dan masyarakat luas. Walaupun Punks sendiri tidak ambil pusing seputar persepsi yang beredar di masyarakat.

Polemik tersebut antara lain :

• Keresahan masyarakat terhadap Punks yang hadir di tengah-tengah mereka akibat dari persepsi mereka sendiri.

• Kerenggangan sosial yang terjadi karena masyarakat menganggap Punk sekedar pembuat onar.

• Sebagian remaja yang bergabung dengan komunitas Punk hanya mengadaptasi Punk sebagai fashion, musik dan ‘hidup tanpa aturan’ saja, mereka kurang memahami hal-hal substansial Punk sehingga turut berperan dalam menciptakan persepsi buruk pada masyarakat luas.

Fokus dari penelitian ini adalah scene Punk yang ada di Bandung. Objek dari penelitian ini bisa berupa individu Punk itu sendiri, ideologi, gaya hidup, musik, fashion, seni visual,

(4)

aktivitas pergerakan, dan lain sebagainya. Dari keseluruhan hal tersebut, peneliti ingin menghadirkan sisi positif dari kultur Punk Bandung untuk masyarakat luas.

Alasan dipilihnya kota Bandung sebagai studi kasus karena Bandung merupakan salah satu pusat perkembangan kultur Punk yang pesat di Indonesia. Didukung oleh penelitian dari majalah Tempo (Agustus 1999) dan harian Republika (06 April 2001) yang menyatakan bahwa Bandung sempat menjadi kota yang paling signifikan perkembangan kultur Punk nya diantara kota-kota lain di Indonesia.

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penilitian ini adalah :

• Meluruskan kesalahpahaman masyarakat terhadap kultur Punk dengan memahami substansi Punk sesungguhnya.

• Memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai kultur Punk. Penelitian ini memiliki dua jenis tujuan yaitu :

a. Tujuan umum

• Memberikan informasi mengenai sisi positif Punk di kota Bandung kepada masyarakat luas.

• Memberikan informasi mengenai substansi Punk yang sesungguhnya. b. Tujuan Khusus

• Memberikan dukungan terhadap kultur Punk Bandung. • Mengetahui latar belakang dan sejarah munculnya Punk.

1.4

Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, yakni

mengumpulkan data, menganalisanya dan memaparkan berdasarkan teori yang berkaitan. Sumber data :

• Bahan Penelitian

Individu Punk itu sendiri, ideologi, gaya hidup, musik, fashion, seni visual, aktivitas pergerakan, dan lain sebagainya.

• Narasumber

Punks, Pengamat, Budayawan, Kriminolog. • Dokumentasi data dari berbagai media

(5)

Teknik Pengumpulan Data : • Studi Pustaka

literatur baik materi cetak maupun elektronik yang berhubungan dengan Punk, ideologi, subkultur, seni dan desain grafis.

• Wawancara

Punks, Pengamat, Budayawan, Kriminolog. • Observasi

Mengunjungi komunitas Punk di Bandung.

1.5

Skema Permasalahan

Masyarakat masih menganggap Punk tak lebih dari sekedar musik, fashion dan

pemberontakan remaja. Persepsi Punk yang ada di masyarakat memiliki kecenderungan ke arah negatif.

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok Kerja (POKJA) Paket-052 pada Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat akan melaksanakan pemilihan langsung untuk paket pekerjaan pengadaan

Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa, maka Penerima Kuasa mewakili dalam hal menyampaikan dokumen untuk pembuktian kualifikasi dan dokumen penawaran kami untuk paket kegiatan

Demikian undangan ini kami sampaikan atas perhatiannya diucapkan terima kasih.. PEMERINTAH KABUPATEN

[r]

Karena tidak ada peserta yang lulus evaluasi dokumen penawaran, maka Panitia Pengadaan menyatakan bahwa lelang Pengadaan Pekerjaan Penataan dan Penyediaan Fasilitas

[r]

Hasil penelitian dengan menggunakan metode jigsaw menunjukan bahwa keaktifan dan semangat siswa meningkat yang akhirnya membuat prestasi belajar siswa mengalami peningkatan

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa asam sitrat pada konsentrasi 7,5% b/v bersifat inhibitor proses non-enzimatik browning dan aktivitas enzim dehidrogenase, namun