BAB II
HIDROLIKA PERPIPAAN
2.1. Dasar dasar hidrolika perpipaan
Hidrolika adalah ilmu yang mepelajari perilaku air secara fisik dalam arti perilaku perilaku yang ditelaah harus terukur secara fisik. Perilaku yang dipelajari peliputi hubungan antara debit air yang mengalir dalam pipa dikaitkan dengan diameter pipanya sehingga dapat diketahui gejala gejala yang tibul tekanan, kehilangan energi dan gaya gaya lainnya yang timbul. Hubungan gejala gejala akan dijelaskan dalam formulasi empiris yang lazim dipakai dalam praktek. Dalam buku ini akan dicoba untuk di jelaskan kembali prisnsip hidrolika aliran tertutup dan dikaitkan dengan realita di lapangan.
Pada dasarnya dalam menelaah aspek hidrolika dalam pipa kita selalu beranggapan atau berasumsi bahwa:
Air adalah fluida yang mempunyai sifat “incompresible” atau diasumsikan tidak mengalami perubahan volume/isi apabila terjadi tekanan. Secara matematika dapat dinyatakan dengan :
Fulida yang bergerak di dalam pipa dianggap dalam kondisi “steady state” atau air dianggap mempunyai kecepatan yang konstan dari
δ δ δ δ Vol ---= 0 . . . .2.1. δδδδp dimana : δ δ δ
δ Vol= perubahan Vol yang kecil δδδδ p = perubahan tekanan yang kecil
2
waktu ke waktu apabila melalui suatu pipa dengan diameter yang sama. Secara matematika dapat dinyatakan dengan:
Fulida yang bergerak di dalam pipa juga dianggap dalam kondisi “uniform flow” atau air dianggap mempunyai kecepatan yang konstan sepanjang apabila melalui suatu pipa dengan diameter yang sama . Secara matematika dapat dinyatakan dengan:
Pada kenyataannya dilapangan kondisi yang dijelaskan dalam asumsi ini tidak selalu tercapai terutama kondisi steady flow dan uniform flow. Penyimpangan keadaan tersebut disebut keadaan transient yang umum terjadi pada saat awal pembukaan dan penutupan valve. Efek yang timbul disebut sebagai water hammer yang terefleksi dengan kejadian pengempisan pipa, pecahnya pipa atau dalam keadaan yang ringan adalah terdengarnya suara ketukan ketukan palu dipipa besi.
Setiap aliran air dalam pipa juga harus memenuhi azas kontinuitas dimana debit aliran yang masuk dalam sisi 1 akan keluar dengan pada sisi 2 dengan debit yang sama atau
δ δ δ δ v ---= 0 . . . .2.2. δδδδ t dimana : δ δ δ
δ v= perubahan kecepatan yang kecil δ
δ δ
δ t = selang waktu yang kecil
δ δ δ δ v ---= 0 . . . .2.3. δδδδs dimana : δ δ δ
δ v= perubahan kecepatan yang kecil δ
δ δ
Debit air adalah volume air per satuan waktu. Debit air adalah luas penampang pipa dikalikan dengan kecepatannya (lihat persamaan
2.5). Debit air yang masuk ke dalam pipa mempunyai kecepatan
aliran yang berbeda beda tergantung dari diameter pipanya. Kalau luas penampang pipa adalah sebanding kuadrat dengan diamaternya (lihat persamaan 2.6) maka semakin besar diameter pipanya semakin kecil kecepatan alirannya.
Secara umum hubungan antara debit dengan diameter pipa dan kecepatan dapat dinyatakan dengan persamaan 2.7. tetapi untuk perhitungan yang lebih sederhana dapat dinyatakan pula seperti
persamaan 2.8. dibawah ini :
Q1-= Q2 . . . .2.4. dimana :
Q1-= Debit masuk di sisi 1 (m3/dt) Q2- = Debit keluar di sisi 2 (m3/dt)
Q1-= A1.v1. . . .2.5. A1 = ππππ/4.d1 2 . . . .. . . ...2.6. Pers 2.6. Pers 2.5. Q1-= ππππ./4d1 2 .v1. . .. . . .2.7. dimana :
v1= kecepatan aliran air pipa di sisi 1 (m/dt) A1-= Luas penampang pipa di sisi 1 m
2
d1- = diameter pipa di sisi 1 (m) ππππ. = konstanta phi atau 22/7=3.14
ππππ./4 = 3.14/4 = 0,785 atau bila dibulatkan 0.8
4
Lebih jauh lagi aspek hidrolika dari air yang bergerak dalam pipa dapat dijelaskan dalam model seperti pada gambar 2.1. :
hL z2 m uka laut v2 2 v1 z1 1 H1 H2
gambar 2.1. Model hidrolika pipa
Air masuk pipa bergerak dari sisi 1 dan keluar di sisi 2 sesuai dengan azas kontiuitas energi yang ada di sisi 1 juga harus sama di
sisi 2 . Maka Energi total 1 sama dengan Energi total 2 atau Etot1=Etot2.
Energi yang ada di sisi 1 apabila diuraikan lagi terdiri dari :
1. Energi Potensial 2. Energi Kinetik 3. Kehilangan Energi
Energi secara formal mempunyai satuan joule tetapi untuk sederhananya kajian dinyatakan dengan tinggi kolom air.
Energi Potensial disini terdiri dari
•
z
=muka tanah terhadap muka laut (m).Energi kinetik air yang mengalir dipipa dinyatakan dengan =
• V = v2/2g
dimana v adalah kecepatan aliran air (m/dt) dan g adalah percepatan gravitasi (m/dt2).
Dengan demikian pada sisi 1 Total energi adalah:
Pada sisi 2 karena sepanjang pipa terjadi gesekan antara badan pipa dengan air maka terjadi kehilangan enerig sebanyak hL.
Akibatnya total energi yang ada di sisi 2 adalah sebagai berikut : Dengan adanya azas kekekalan energi maka :
Persamaan ini lazim disebut sebagai persamaan Bernaulli. Misalnya ada sebuah pipa diletakkan di sisi 1 sampai sisi 2.
Contoh Soal :
Di sisi 1
• Elevasi tanah adalah 100 m (
z
1=100m)• Dibangun menara air dengan ketinggian 20 m (
h
1=30m) • Kecepatan air dipipa adalah 1 m/dt (v
1=1m/dt)
Etot
1= z
1+H
1+ v
1 2/2g. . . .2.9.
Etot
2= z
2+H
2+ v
2 2/2g+hL. . . .2.10.
Etot
1= Etot
2z
1+H
1+ v
12/2g =z
2+H
2+ v
22/2g+hL . . . .2.11.
6
Di sisi 2
• Kehilangan Energi dari sisi 1 ke 2 adalah 5 m (hL= 5m) • Kecepatan air tetap 1 m/dt (
v
2=1m/dt)• Ketinggian tanah adalah 110 m (
z
2=110m) Setinggi apa air di sisi 2 dapat mencapai? Atau dengan kata lain berapah
2?Maka dengan demikian apabila di sisi 2 pipa di buat lubang maka air yang keluar dapat mencapai ketinggian 5 m atau sisa tekanan adalah 5 m.
Berdasarkan pengertian ini maka apabila kecepatan air sama maka energi kinetik dapat diabaikan, dalam praktek perbedaan kecepatan yang kecil di sisi 1 dan 2 menyebabkan energi kinetik dapat pula diabaikan.
Di sini dapat disimpulkan untuk menghitung sisa tekanan dalam realita, faktor faktor penting untuk diketahui adalah:
• Elevasi tanah dimana pipa diletakkan (z)
• Tenaga pendorong awal seperti menara air atau pompa (h1)
• Kehilangan Energi atau Kehilangan Tekanan (hL)
Elevasi tanah didapat hari hasil pengukuran tanah yang baik. Tenaga pendorong adalah kondisi menara atau per pompa an yang
z
1+H
1+ v
1 2/2g =z
2+H
2+ v
2 2/2g+hL . . . .2.11.
100
1+20+ 1
2/(2.9,81) =110+h
2+ 1
2/2(2.9,81)+5
maka h2 = 5 mdiperkirakan ketinggian tekannya dengan baik sedangkan head loss dihitung berdasarkan rumusan rumusan empiris.
2.2. Kehilangan Tekanan
Salah satu fakto yang penting dalam perhitungan hidrolis perpipaan adalah perhitungan kehilangan tekanan. Ada beberapa rumusan yang dapat dipakai dalam menghitung kehilangan tekanan yaitu :
• Hazen Willian • Darcy Weisbach
2.2.1. Persamaan Hazen William
Persamaan Hazen william adalah yang paling umum dipakai, persamaan ini lebih cocok untuk menghitung kehilangan tekanan untuk pipa dengan diameter besar yaitu diatas 100 mm. Selain itu rumus ini sering dipakai karena mudah dipakai.
Persamaan Hazen William secara empiris menyatakan bahwa debit yang mengalir didalam pipa adalah sebanding dengan diameter pipa dan kemiringan hidrolis (S) yang di nyatakan sebagai Kehilangan tekanan (hL) dibagi dengan panjang pipa (L) atau S = (hL/L)
Disamping itu ada faktor C yang menggambarkan kodisi fisik dari pipa seperti kehalusan dinding dalam pipa yang menggambarkan jenis pipa dan umur.
8
Apabila kehilangan tekanan atau hL yang akan dihitung maka
C (koefisien Hazen William) berbeda untuk berbagai jenis pipa di
tabel 2.1. dapat dilihat koefiesien tersebut.
Tabel 2.1. Koefisien Hazen William
No Jenis (Material)Pipa Nilai C
Perenccanaan
1 Asbes Cement 120
2 Poly Vinil Chloride (PVC) 120-140
3 High Density Poly Ethylene (HDPE) 130 4 Medium Density Poly Ethylene (MDPE) 130
5 Ductile Cast Iron Pipe (DCIP) 110
6 Besi Tuang, cast Iron (CIP) 110
7 Galvinized Iron Pipe (GIP) 110
8 Steel Pipe (Pipa Baja) 110
2.2.2. Persamaan Darcy Weisbach
Persamaan Darcy secara diturunkan secara matematis dan menyatakan
Q=0.2785.C.d
2.63.S
054. . . .2.12.
Dimana S = (hL/L) DimanaL=adalah panjang pipa dari 1 ke 2
h
L=(Q/0.2785.C.d
2.63
kehilangan tekanan sebanding dengan kecepatan kuadrat dari
aliran air, panjang pipa dan berbanding terbalik dengan diameter. Kemudian secara empiris di tentukan suatu faktor f.
Perumusan koefisien f yang paling lazim dipakai adalah dengan metoda Colebrook .
Tabel 2.2. Nilai
ε
ε
ε
ε
untuk koefisien ColebrookNilai dalam mm
No Lapisan Dalam Pipa Nilai Ancar ancar Angka Perencanaan
1 Kuningan 0,0015 0,0015
2 Tembaga 0,0015 0,0015
3 Beton 0,3 – 3,0 1,2
4 Besi Tuang-tanpa pelapisan 0,12-0,61 0,24 5 Besi Tuang-pelapisan aspal 0,061-0,183 0,12 6 Besi Tuang-pelapisan semen 0,0024 0,0024 7 Galvanized Iron Pipe 0,061-0,24 0,150
8 Pipa Besi 0,030-0,024 0,061
9 Welded steel pipe 0,020-0,091 0,061 10 Riveted steel pipe 0,020-0,091 1,81
11 PVC 0,0015 0,0015
12 HDPE 0,007 0,007
Perumusan ini dipakai untuk aliran yang lebih laminer sehingga lebih cocok untuk pipa dengan diameter kecil (<50mm). Tetapi untuk diamater yang lebih besar biasa dipakai perumusan Hazen Wlliam.
h
L=f.(L/d) (v
1 2/2g). . . .2.14.
1/Sf =-2 log[ε
/(3,7.d)+2.51/(RE.Sf)] . . . .2.15. dimana : RE=Bilangan Reynold = v.d/ν = v.d.ρ/νε
= ketidak sempurnaan permukaan lihat tabel 2.2. d = diameter nominal10 2.2.3. Persamaan De Chezy dengan koefisien Manning
Persamaan ini umum dipakai di saluran terbuka, tetapi dapat pula dipakai di jaringan perpipaan.
Secara umum persamaan de Chezy adalah sebagai beribut
Koefisien Manning adalah sebagai berikut
Tabel 2.3. Nilai C
untuk koefisien Manning
No Lapisan Dalam Pipa Angka Perencanaan 1 Asbestos Cement Pipe (ACP) 0,011
2 Tembaga 0,011 3 PipaBeton 0.011 4 Besi Tuang 0.012 V = C SSSSRS. . . .2.16. Dimana : V= kecepatan (m/dt)
R= radius hirolis untuk pipa = d/4 (m)
S= Slope hidrolis (h/L) dengan h adalah kehilangan tekan dan L adalah panjang pipa.
C = adalah koefisien yang menurut Manning adalah C = R1/6/n
V = R1/6/n SSSSRS= R2/3S1/2/n . . . .2.17.
Apabila Q=v.A atau Q=v.ππππ/4.d2. . . .2.18.
Maka persamaan 2.16 menjadi
Q= (d/4)2/3S1/2/n. π π π π/4.d2
Q= d8/3(h/L)1/2/n. π π π π/45/3 . . . .2.19 .h= Q2410/3.n2 .L
5 Galvanized Iron Pipe 0,012
6 Pipa Besi 0,012
7 Welded steel pipe 0,010
8 Riveted steel pipe 0.019
9 PVC 0,010
10 HDPE 0,010
2.2.4. Kehilangan Tekanan Diperlengkapan (Accessories) Pipa
Perlengkapan pipa secara umum terdiri dari;
1. Fitting fitting pipa seperti:
• Penyempitan • Belokkan atau bend • Tee atau percabangan
2. Valve (Katup)
Kehilangan tekanan berbanding kuadrat dengan kecepatan aliran pipa yang secara matematika di nyatakan dengan:
atau bila persamaan 2.18 dimasukan ke persamaan 2.20 maka
h
L=K. (8.Q
2
/(
π π π π2.g.
D4). . . .2.21.
Dalam jaringan perpipaan kehilanan tekannan iniadalah jauh lebih kecil dari pada kehilangan akibat gesekan didalam pipa, oleh sebab itu Kehilangan tekanan ini lazim disebut sebagai Kehilangan Minor atau Minor loss. Tetapi didalam suatu rangkaian perpipaan sistem perpompaan dimana kecepatan air tinggi akan terjadi kehilangan tekanan yang cukup berarti.
Khilangan minor juga bisa dinyatakan sebagai :
h
m=K
M. Q
2. . . .2.22.
h
L=K. (v
12
12 Tabel 2.4. Koefisien Kehilangan Tekanan Minor
No Perlengkapan Pipa KL No Perlengkapan Pipa KL
1 Ujung Pipa Masuk 9 Radius Bend 90o
Bentuk lonceng Ujung bulat Ujung tajam Kerucut 0,03-0,05 0,12-0,25 0,50 0,78 Radius /D=4 Radius /D=2 Radius /D=1 0,16-018 0,19-025 0,35-0,40 2 Kontraksi-tajam 10 Bend D2/D1 = 0,80 D2/D1 = 0,50 D2/D1 = 0,20 0,18 0,37 0,49 θ = 15o θ = 30o θ = 45o θ = 60o θ = 90o 0,05 0,10 0,20 0,35 0,80 3 Kontraksi-kerucut 11 Tee D2/D1 = 0,80 D2/D1 = 0,50 D2/D1 = 0,20 0,05 0,07 0,08 Tee-y Tajam 0,35 0,80 4 Pembesaran-tajam 12 Cross D2/D1 = 0,80 D2/D1 = 0,50 D2/D1 = 0,20 0,16 0,57 0,92 mulus Tajam 0,50 0,75 5 Pembesaran- kerucut 14 Check Valve D2/D1 = 0,80 D2/D1 = 0,50 D2/D1 = 0,20 0,03 0,08 0,13 Konensional Mulus (clearway) bola 4,0 1,5 4,5
6 Gate Valve-terbuka 15 Butterfly Valve-terbuka 1,2
2/ 3 terbuka ½ terbuka 1/ 4 terbuka 1,1 4,8 27 Foot Valve-hinged Foot Valve-topet 2,25 12,5 7 Globe Valve-terbuka 10 8 Angle Valve-terbuka 4,3
2.2.5. Kehilangan Tekanan dinyatakan dengan Pipa Eqivalen
Dalam perhitungan jaringan pipa, untuk menyederhanakan perhitungan, kehilanan minor dapat juga dinyatakan dalam panjang pipa atau dalam pipa eqivalen. Panjang ekivalen bisa didapatkan dengan mensubstitusi persamaan 2.20 dengan persamaan Darcy Weibach (persamaan 2.14) sehingga menghasil kan persamaan 2.23
K. (v
1 2/2g) =f.(L
e/d) (v
1 2/2g)
L
e= K.d/f . . . ..2.23.
atau dengan persamaan Hazen William (persamaan 2.14) sehingga menghasil kan persamaan 2.24
K. (v
1 2/2g) =(Q/0.2785.C.d
2.63)
1.85.L
eL
e= K. (v
1 2/2g)/ (Q/0.2785.C.d
2.63)
1.85. . . ..2.24.
AtauL
e= K.320. Q
0,15/(g.C
1.85d
6.8655) . . . ..2.25.
14
2.2.6. Kehilangan Tekanan dinyatakan dengan Diamater
Eqivalen
Apabila kita berhadapan dengan sejumlah pipa yang dipasang secara seri (lihat gambar 2.2a) ataupun sejumlah pipa yang dipasang secara paralel (lihat gambar 2.2b), maka kita akan mengalami kesulitan dalam mengalisan sisa tekanannya.
Gambar 2.2.a. Pipa terhubung secara seri
Gambar 2.2.b. Pipa terhubung secara paralel A L1 A d 1 B B L 2 d 2 C 1 2
• Perhitungan diameter ekivalen terpasang seri
h
AC= h
AB+ h
ACmenurut Rumus hazen william (rumus 2.13)
K
AC.d
eq -2.63= K
AB.d
AB -2.63+ K
BC.d
BC -2.63 apabila panjang pipa dan jenis pipa sama maka :K
AC=K
AB=K
BC makaK
AC.d
eq -2.63= K
AB.d
AB -2.63+ K
BC.d
BC -2.63 Ataud
eq=
[[[[
d
AB -2.63+ d
BC -2.63]]]]
-1/2.63 . . . 2.27.• Perhitungan diameter ekivalen terpasang seri
Q
AB= Q
AB1+ Q
AB2Maka menurut Hazen William (rumus 2.12)
K
AB.d
eq 2.63 =K
AB1.d
1 2.63+K
AB2.d
2 2.63 apabila panjang pipa dan jenis pipa sama maka :K
AB=K
AB1=K
AB2atau
K
AB.d
eq2.63=K
AB1.d
12.63+K
AB2.d
22.63 Dengan demikian diameter eqivalen menjadi:d
eq=[[[[
d
1 2.63+ d
2 2.63]]]]
1/2.63 . . . .2.28.2.3. Tekanan Penggerak Air
Tekanan penggerak air yang ada dialam adalah gaya gravitasi sehingga air yang diletakkan didalam suatu penampung atau reservoir pada suatu ketinggian tertentu, tentunya akan mengalir ke bawah searah dengan gaya gravitasi. Pada kasus ini tekanan awal penggerak yang biasa disebut sebagai head awal (initial head) atau tekanan awal akan selalu sama walaupun debit yang dialirkan berubah ubah.
Selain mengunaka gaya gravitasi air dalam pipa juga dapat digerakkan oleh mesin penggerak air atau pompa. Karakteristik pengaliran air oleh pompa sangat berbeda dengan pengaliran dengan gravitasi. Tekanan pompa akan tidak sama dengan debit air yang dihasilkan.
16
Misalnya kita tinjau suatu sistem perpipaan yang pada sisi 1 di pasang pompa dan disisi 2 dipasang valve. Pada suatu Debit rencana (Qr) tekanan pompa akan tertentu (h1r).
h L z 2 m u k a l a u t v 2 v 1 z 1 E t o t 1 E t o t 2 p o m p a Q r v a l v e H 2 H 1
gambar 2.3. Model hidrolika pipa dengan tekanan pompa
Pada saat valve di putar kecil atau di cekek tekanan pompa akan naik terus sampai bila valve tertutup dan pompa tetap hidup makan tekanan pompa akan berhenti pada tekanan h10.
Tetapi sebaliknya pada saat pompa diputar lebih besar dari debit rencana (Q>Qr) maka tekanan pompa akan turun (h1< h10).
Pada gambar 2.4. ditunjukkan grafik tekanan pompa vs Debit yang dihasilkan
p o m p a v a lv e d ip u t a r k e c il h 1 0 v a lv e d ip u t a r b e s a r Q H 1 0
gambar 2.4. Kurva Debit Air (Q) VS tekanan pompa (h)
Bandingkan kondisi ini dengan apabila menggunakan menara air, yang menggunakan beda tinggi sebagai pendorong aliran air dalam pipa (lihat gambar 2.5.). Dari gambar ini dapat dilihat bahwa walaupun valve dibuka lebih besar hingga debit air yang keluar besar atau maupun diperkecil hingga debit yang keluar kecil, tekanan awal akan tetap sama.
v a l v e d i p u t a r k e c i l
v a l v e d i p u t a r b e s a r
Q
r e s e r v o i r
H 1 0
18
Dalam praktek kedua sistem penggerak aliran ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk dapat memehami perbedaan ini maka pengertian tentang hidrolika jaringan pipa perlu di telaah.
2.4. Hidrolika Jaringan Perpipaan
Jaringan perpipaan merupakan suatu rangkaian pipa yang saling terhubung satu sama lain secara hidrolis, sehingga apabila di satu pipa mengalami perubahan debit aliran maka akan terjadi penyebaran pengaruh ke pipa pipa yang lain. Pengaruh ini dapat di deteksi dari segi perubahan tekanan yang ada di pipa.
Pipa yang tergabung dalam suatu jaringan pipa dapat dibedakan satu dengan yang lain dari segi :
• Panjang Pipa • Diamater Pipa • Jenis Pipa
• Kedudukan pipa dalam jaringan
Kedudukan pipa dalam suatu jaringan dapat dinyatakan dengan • nomor pipa
• simpul atau node yang dihubungkan oleh pipa tersebut
Pada gambar 2.6. berikut ini adalah contoh suatu jaringan dan
gambar 2.6. Contoh Sebuah Jaringan Pipa
Aspek yang penting dalam mengkonstruksi sebuah jaringan pipa adalah keterangan dari node dan pipa itu sendiri . Dari gambar 2.5 dapat ditunjukkan keterangan keterangan yang umumnya diperlukan dalam mengidentifikasikan suatu jaringan pipa. Keterangan dalam jaringan pipa terdiri dari dua jenis yaitu keterangan yang dapat diidentifikasikan langsung umumnya aspek aspek fisik, dan keterangan yang bersifat hidrolis yang mana dapat di identifikasikan secara langsung maupun secara tidak langsung. Untuk lebih jelasnya hal ini dapat diuraikan sebagai berikut:
2.4.1. Karaketristik Hidrolis Node
Keterangan fisik berupa kedudukan node dalam kerangka vertikal dan horizontal suatu bidang tanah, yaitu meyangkut elevasi node,
20
posisi/koordinat node dalam wilayah sehingga mudah dipetakan. Keterangan ini bermanfaat sebagai dasar dalam pengidentifikasian kondisi hidrolis langsung maupun tak lansung.
Aspek hidrolis yang perlu di identifikasi adalah sebagai berikut : • Debit tapping
• Tekanan air
Debit tapping dalam suatu jaringan pipa air minum sangat tergantung dari pemakaian air si pemakai air yang terhubung dengan tapping itu umumnya 1 l/dt debit air rata rata yang keluar dari tapping dapat melayani 50 sampai 70 sambungan rumah.
Hubungan antara debit tapping yang keluar dari node dengan tekanan node adalah sebagai berikut:
• Apabila debit tapping adalah 0 (nol) maka tekanan yang ada di tapping adalah maksimal.
• Apabila debit tapping membesar maka tekanan air turun Secara umum akan mengikuti grafik sebagai berikut :
tekanan di node turun tekanan di node naik debit tapping turun
node
tapping h
debit tapping naik
Q
gambar 2.7. Karakteristik tekanan VS debit disuatu node
Tekanan suatu node tergantung pula oleh sisa tekanan yang diberikan oleh pipa pipa yang terhubung ke dan dari node tersebut, oleh sebab itu pemahaman terhadap karakteristik hidrolis pipa dalam suatu jaringan perlu sekali.
2.4.2. Karaketristik Hidrolis Pipa dalam suatu jaringan
Seperti telah di jelaskan dalam bab sebelumnya kehilangan tekanan dipipa sebanding dengan debit air yang mengalir didalamnya. Semakin besar debit semakin besar kehilangan tekanan, secara matematis dapat ungkapkan sebagai berikut :
hL seperti pada gambar 2.3 adalah kehilangan tekanan yang
secara fisik merupakan beda tinggi permukaan air dari sumber pengaliran. Dengan demikian apabila kecepatan dianggap hampir
22 (H2 +Z2 ) = (H1 + Z1)- hL
atau tekanan dari atas permukaan tanah Z2 H2= (H1 -hL )+ (Z1- Z2 ).
Apabila aliran air melewati beberapa pipa pada jalur 1 seperti di
gambar 2.8 maka kehilangan tekanan total tentunya adalah
hj114= h12 +h23 +h34 .
Air yang melewati jalur 2 kehilangan tekanannya
hj214= h15 +h56 +h64 .
Karena tekanan yang terjadi di node 4 adalah sama
dari jalur 1 maupun dari jalur 2 maka kehilangan tekanan dari jalur 1 dan 2 juga sama atau
hj114= h j214 atau
h12 +h23 +h34= h15 +h56 +h64 atau
h12 +h23 +h34- h15 -h56 -h64 = 0.
Dengan kata lain jumlah kehilangan tekanan dalam suatu rangkaian pipa berbentuk lingkaran atau loop pada arah yang sama adalah nol. Tekanan suatu node tergantung pula oleh sisa tekanan yang diberikan oleh pipa pipa yang terhubung ke dan dari node tersebut, oleh sebab itu pemahaman terhadap karakteristik hidrolis pipa dalam suatu jaringan perlu sekali.
2.4.3. Karaketristik Hidrolis Pipa dalam suatu jaringan
Seperti telah di jelaskan dalam bab sebelumnya kehilangan tekanan dipipa sebanding dengan debit air yang mengalir didalamnya. Semakin besar debit semakin besar kehilangan tekanan, secara matematis dapat ungkapkan sebagai berikut :
hL seperti pada gambar 2.3 adalah kehilangan tekanan yang
secara fisik merupakan beda tinggi permukaan air dari sumber pengaliran. Dengan demikian apabila kecepatan dianggap hampir sama maka tekanan dari muka laut disisi 2 adalah
(H2 +Z2 ) = (H1 + Z1)- hL
atau tekanan dari atas permukaan tanah Z2
h2= (h1 -hL )+ (Z1- Z2 ).
gambar 2.8. Perpipaan dalam Suatu Jaringan
24
Apabila aliran air melewati beberapa pipa pada jalur 1 seperti di
gambar 2.8.a.
gambar 2.8.a. kehilangan tekanan h12 ,h23 ,h34 .
Maka kehilangan tekanan total tentunya adalah hj114= h12 +h23 +h34 .
Air yang melewati jalur 2 kehilangan tekanannya hj214= h15 +h56 +h64 .
gambar 2.8.b. kehilangan tekanan h15 ,h56 ,h64 .
maka kehilangan tekanan dari jalur 1 dan 2 juga sama
gambar 2.8.c. kehilangan tekanan h12 ,h23 ,h34 danh15 ,h56 ,h64 . atau
hj114= h j214 atau
h12 +h23 +h34= h15 +h56 +h64 atau
h12 +h23 +h34- h15 -h56 -h64 = 0.. . . .2.30.
Dengan kata lain jumlah kehilangan tekanan dalam suatu rangkaian pipa berbentuk lingkaran atau loop pada arah yang sama adalah nol.
Berdasarkan azas kontinuitas (lihat persamaan 2.4.) air yang masuk sama dengan air yang keluar atau :
Q1 = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 + Q5 + Q6 . . . . . . .2.31.
Atau dengan kata lain air yang masuk dalam suatu jaringan akan sama dengan yang keluar dimasing masing tapping atau node.
26
dengan bagian lainnya. Sedangkan secara kolektif air yang keluar dari satu node jaringan tergantung dari perilaku konsumen atau pemakai air memakai air. Pemakaian air sendiri secara hidrolis tergantung dari sisa tekanan pada node tersebut sedangkan faktor lain yang mempengaruhi adalah tingkat kebutuhan konsumen akan air.
Misalnya 1 orang per hari memakai air 200 L/org/hari, bila sebuah node melayani 500 orang maka satu node itu mengeluarkan air sebanyak 200 L/org/hari x 500 org = 100.000 L/hari atau 100
m3/hari atau atau rata rata dalam 1 detik adalah
100.000/3600/24=1,1574 L atau Q= 1,1574 L/dt. Hal ini berarti debit
air yang keluar dari node tersebut adalah 1,1574 L/dt.
2.4.4. Model Matematika Suatu Jaringan Pipa
Secara matematis apabila kita mengetahui Q (debit air yang keluar
dari masing masing node) maka kita dapat menghitung penyebaran
aliran air di setiap pipa dijaringan dengan tentunya memperhatikan karakteristik hidrolis dari pipa (dimana selalu ada hubungan antara Q
dan hL ). Pada prinsipnya dengan terhitungnya hL maka H atau
tekanan di setiap node dapat dicari. Masalahnya adalah dari jalur manapun hL dihitung maka tekanan disuatu node harus mempunyai
hasil perhitungan yang sama.
A. Hardy Cross
Pada tahun 1936 Hardy Cross menemukan suatu metoda perhitungan jaringan pipa yang pada akhir perhitungannya dapat
ditemukan penyebaran debit air di pipa yang menghasilkan tinggi tekanan dipipa yang konsisten. Metoda ini dikenal dengan metoda perataan (adjustent) satu arah atau dengan metoda relaksasi. Aliran disetiap pipa diratakan secara iteratif sampai persamaan hidrolis terpenuhi. Metoda ini didasari pada dua kaidah fisika, yaitu:
1. Jumlah debit air dipipa yang masuk dan keluar dari suatu node
sama dengan jumlah debit air yang masuk dan keluar dari node tersebut.
2. Tekanan di suatu node adalah tungal dalam arti di dhitung dari
segala arah hasilnya sama.
Aliran air dipipa di hitung dan diratakan secara iteratif dengan menggunakan persamaan sebagai berikut
.
. . .
. . . . .2.31. Dimana :n=2.0 untuk Darcy Weisbach n=1.85 untuk Hazen Williams
Iterasi ini berlanjut sampai ∆Qi memenuhi suatu kriteria konvergensi.
Contoh soal :
Pemecahan persoalan jaringan pipa dengan Metoda Hardy Cross dapat dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excell. Sebagai
28 Q=45 L/dt 2 4 Ø 200 m m L=2500m Q=40 L/dt Q=25L/dt 6 Ø 200 m m L=3000m 1 3 Ø 250 mm L=2000m Q=170 L/dt Q=35L/dt 5 Ø 150 m m L=2000m Q=25 L/dt Ø 300 m m L=2000m Ø 200 mm L=2000m Ø 150 mm L=3000m
Gambar 2.9 Contoh jaringan Pipa
Circuit Pipa Koef HW panj (m) Ǿ (mm) Q0 (L/dt) S m/1000m H (m) H/Q q0
iterasi o C L D Q=asum si (Q/1000/0,2785/ C/(D/1000)^2.63 )^1.85 SxLx1000 -ΣΣΣΣH/ΣΣΣΣQ/1.85 1-2 100 2000 300 95 9.548 19.097 0.201 -8.9974 2-4 100 2500 200 50 20.941 52.354 1.047 -8.9974 4-3 100 2000 200 -20 -3.844 -7.689 0.384 -8.2924 1 3-1 100 2000 250 -75 -14.971 -29.943 0.399 -8.9974 33.819 2.032 3-4 100 2000 200 20 3.844 7.689 0.384 8.2924 4-6 100 3000 200 30 8.139 24.418 0.814 -0.7050 6-5 100 3000 150 5 1.199 3.598 0.720 -0.7050 2 5-3 100 2000 150 -20 -15.585 -31.170 1.559 -0.7050 4.534 3.476
Circuit Pipa Koef HW panj (m) Ǿ (mm) Q (L/dt) S m/1000m H (m) H/Q q0
iterasi 1 C L D Q=Qo+q o (Q/1000/0,2785/ C/(D/1000)^2.63 )^1.85 SxLx1000 -ΣΣΣΣH/ΣΣΣΣQ/1.85 1-2 100 2000 300 86.003 7.943 15.886 0.185 -0.1670 2-4 100 2500 200 41.003 14.508 36.270 0.885 -0.1670 4-3 100 2000 200 -28.292 -7.303 -14.606 0.516 0.9678 1 3-1 100 2000 250 -83.997 -18.462 -36.925 0.440 -0.1670 0.626 2.025 3-4 100 2000 200 28.292 7.303 14.606 0.516 -0.9678 4-6 100 3000 200 29.295 7.789 23.367 0.798 -1.1348 6-5 100 3000 150 4.295 0.905 2.716 0.632 -1.1348 2 5-3 100 2000 150 -20.705 -16.617 -33.233 1.605 -1.1348 7.456 3.551
Circuit Pipa Koef HW panj (m) Ǿ (mm) Q (L/dt) S m/1000m H (m) H/Q q0 iterasi 2 C L D Q=Qo+q 1 (Q/1000/0,2785/ C/(D/1000)^2.63 )^1.85 SxLx1000 -ΣΣΣΣH/ΣΣΣΣQ/1.85 1-2 100 2000 300 85.836 7.915 15.829 0.184 -0.2883 2-4 100 2500 200 40.836 14.399 35.998 0.882 -0.2883 4-3 100 2000 200 -27.325 -6.848 -13.695 0.501 -0.2453 1 3-1 100 2000 250 -84.164 -18.530 -37.061 0.440 -0.2883 1.071 2.007 3-4 100 2000 200 27.325 6.848 13.695 0.501 0.2453 4-6 100 3000 200 28.160 7.240 21.720 0.771 -0.0430 6-5 100 3000 150 3.160 0.513 1.540 0.487 -0.0430 2 5-3 100 2000 150 -21.840 -18.341 -36.681 1.680 -0.0430 0.273 3.439
Circuit Pipa Koef HW panj (m) Ǿ (mm) Q (L/dt) S m/1000m H (m) H/Q q0
iterasi 3 C L D Q=Qo+q 2 (Q/1000/0,2785/ C/(D/1000)^2.63 )^1.85 SxLx1000 -ΣΣΣΣH/ΣΣΣΣQ/1.85 1-2 100 2000 300 85.547 7.865 15.731 0.184 -0.0108 2-4 100 2500 200 40.547 14.212 35.529 0.876 -0.0108 4-3 100 2000 200 -27.570 -6.962 -13.923 0.505 0.0313 1 3-1 100 2000 250 -84.453 -18.648 -37.296 0.442 -0.0108 0.040 2.007 3-4 100 2000 200 27.570 6.962 13.923 0.505 -0.0313 4-6 100 3000 200 28.117 7.220 21.659 0.770 -0.0422 6-5 100 3000 150 3.117 0.500 1.501 0.482 -0.0422 2 5-3 100 2000 150 -21.883 -18.407 -36.815 1.682 -0.0422 0.268 3.439
Circuit Pipa Koef HW panj (m) Ǿ (mm) Q (L/dt) S m/1000m H (m) H/Q q0
iterasi 4 C L D Q=Qo+q 3 (Q/1000/0,2785/ C/(D/1000)^2.63 )^1.85 SxLx1000 -ΣΣΣΣH/ΣΣΣΣQ/1.85 1-2 100 2000 300 85.536 7.864 15.727 0.184 -0.0106 2-4 100 2500 200 40.536 14.205 35.511 0.876 -0.0106 4-3 100 2000 200 -27.539 -6.947 -13.894 0.505 -0.0090 1 3-1 100 2000 250 -84.464 -18.652 -37.305 0.442 -0.0106 0.039 2.006 3-4 100 2000 200 27.539 6.947 13.894 0.505 0.0090 4-6 100 3000 200 28.075 7.200 21.599 0.769 -0.0016 6-5 100 3000 150 3.075 0.488 1.464 0.476 -0.0016 2 5-3 100 2000 150 -21.925 -18.473 -36.946 1.685 -0.0016 0.010 3.435
30
Circuit Pipa Koef HW panj (m) Ǿ (mm) Q (L/dt) S m/1000m H (m) H/Q q0
iterasi 5 C L D Q=Qo+q 4 (Q/1000/0,2785/ C/(D/1000)^2.63 )^1.85 SxLx1000 -ΣΣΣΣH/ΣΣΣΣQ/1.85 1-2 100 2000 300 85.526 7.862 15.724 0.184 -0.0004 2-4 100 2500 200 40.526 14.198 35.494 0.876 -0.0004 4-3 100 2000 200 -27.548 -6.951 -13.903 0.505 0.0012 1 3-1 100 2000 250 -84.474 -18.657 -37.313 0.442 -0.0004 0.002 2.006 3-4 100 2000 200 27.548 6.951 13.903 0.505 -0.0012 4-6 100 3000 200 28.073 7.199 21.596 0.769 -0.0016 6-5 100 3000 150 3.073 0.487 1.462 0.476 -0.0016 2 5-3 100 2000 150 -21.927 -18.476 -36.951 1.685 -0.0016 0.010 3.435
Circuit Pipa Koef HW panj (m) Ǿ (mm) Q (L/dt) S m/1000m H (m) H/Q q0
iterasi 6 C L D Q=Qo+q 5 (Q/1000/0,2785/ C/(D/1000)^2.63 )^1.85 SxLx1000 -ΣΣΣΣH/ΣΣΣΣQ/1.85 1-2 100 2000 300 85.525 7.862 15.723 0.184 -0.0004 2-4 100 2500 200 40.525 14.197 35.493 0.876 -0.0004 4-3 100 2000 200 -27.546 -6.951 -13.902 0.505 -0.0003 1 3-1 100 2000 250 -84.475 -18.657 -37.314 0.442 -0.0004 0.001 2.006 3-4 100 2000 200 27.546 6.951 13.902 0.505 0.0003 4-6 100 3000 200 28.072 7.198 21.594 0.769 -0.0001 6-5 100 3000 150 3.072 0.487 1.461 0.476 -0.0001 2 5-3 100 2000 150 -21.928 -18.478 -36.956 1.685 -0.0001 0.000 3.435
Circuit Pipa Koef HW panj (m) Ǿ (mm) Q (L/dt) S m/1000m H (m) H/Q q0
iterasi 7 C L D Q=Qo+q 6 (Q/1000/0,2785/ C/(D/1000)^2.63 )^1.85 SxLx1000 -ΣΣΣΣH/ΣΣΣΣQ/1.85 1-2 100 2000 300 86 7.862 15.723 0.184 0.0000 2-4 100 2500 200 41 14.197 35.493 0.876 0.0000 4-3 100 2000 200 -28 -6.951 -13.902 0.505 0.0000 1 3-1 100 2000 250 -84 -18.657 -37.314 0.442 0.0000 0.000 2.006 3-4 100 2000 200 28 6.951 13.902 0.505 0.0000 4-6 100 3000 200 28 7.198 21.594 0.769 -0.0001 6-5 100 3000 150 3 0.487 1.461 0.476 -0.0001 2 5-3 100 2000 150 -22 -18.478 -36.956 1.685 -0.0001 0.000 3.435
Dapat dilihat pada iterasi yang ke 6 dan ke 7 debit pipa sudah hampir sama hanya terpaut dibawah 0,005 L/dt.
Sejalan dengan meningkatnya kemampuan komputasi, metoda iterasi ini kemudian disempurnakan dengan dengan melakukan komputasi terhadap matriks jaringan pipa secara simultan.
B. Penyelesaian perhitungan secara simultan
Pada persamaan 2.29 ditunjukkan bahwa kehilangan tekanan disebuah sebanding dengan dengan debit yang dialirinya. Apabila dua buah node i dan j dihubungkan dengan sebuah pipa L maka hubungan tersebut dapat dinyatakan dengan kaidah hazen william sebagai:
QL =G(hL)=0.2785.C.D2,63. ((Hi- Hj)/L)0,54 . . . .2.32.
Apabila kL =0.2785.C.D2,63. L-0,54.(Hi- Hi) -0,46 . . . .2.33.
dan apabila persamaan 2.32. dinyatakan secara linear maka debit dipipa dapat dinyatakan sebagai berikut:
QL =kLhL= kL(Hi- Hj)
Apabila QL dinyatakan secara semultan untuk semua pipa di jaringan maka salah satu cara adalah persamaan jaringan dinyatakan dalam bentuk matriks:
Lihatlah satu ruas pipa seperti di gambar 2.10.
i k j Hj Hi hij
32
Air yang mengalir dari node i ke node j tergantung dari beda tinggi tekanan di node i dan node j atau hij atau hubgungan ini secara matematis dapat dinyatakan sebagai:
Qkij =kkij(Hi- Hj) . . . 2.34.
Sedangkan apabila aliran ini bila dinyatakan dalam bentuk kebalikannya yaitu dari node j ke node i maka akan menghasilkan debit (Q) yang negatif atau :
Qkji =-kkji(Hi- Hj) . . . .2.35.
Apabila kkji=kkij=kk Maka dalam bentuk tabulasi dapat disusun
Qij= +kk .Hi - kk .Hj
Qji= -kk .H i +kk .Hj
Dalam bentuk matriks adalah
+1 -1 Hi Qij
k
k[
-1 +1]
.
[
Hj]
=[
Qji]
Dimana: Qij Qk=[
Qji ]Menyatakan vektor arah debit aliran air
Hi
Hk=
[
Hj]
Menyatakan Ketinggian tekanan pada node
+1 -1
k
k[
Apabila yang ditinjau adalah sebuah jaringan pipa maka Jumlah debit air dipipa yang masuk dan keluar dari suatu node i sama dengan jumlah debit air yang masuk dan keluar dari node i tersebut. Atau secara matematis dapat dinyatakan dengan:
ΣQij = qi i j3 j2 j1 qi Q ij2 Q ij1 Q ij3
Apabila kita tinjau seluruh node dalam jaringan seperti dalam gambar 2.9. maka dapat disusun matriks sebagai berikut:
Q12 + Q13+ = q1 Q21+ Q24+ = q2 Q31+ Q34+ Q35 = q3 Q42+ Q43+ Q46 = q4 Q53+ Q56+ = q5 Q65+ Q64+ = q6
Apabila kita melihat persamaan 2.34 maka dapat diturunkan lagi
k2(H1-H2)+ k1(H1-H3)+ = q1 k2(H2-H1)+ k4(H2-H4)+ = q2 k1(H3-H1)+ k3(H3-H4)+ k5(H3-H5) = q3 k4(H4-H2)+ k3(H4-H3)+ k7(H4-H6) = q4 k5(H5-H3)+ k6(H5-H6)+ = q5 k6(H6-H5)+ k7(H6-H4)+ = q6
34 k1+k2 -k2 -k1 H1 q1 -k2 k2+k4 -k4 H2 q2 -k1 k1+k3+k5 -k3 -k5 H3 = q3 -k4 -k3 k4+k3+k7 -k7 H4 q4 -k5 k5+k6 -k6 H5 q5 -k7 -k6 k6+k7 H6 q6
Bila q (m3/dt) diketahui dan dengan mengasumsikan Ketinggian tekanan awal Hi maka nilai kk dapat dicari. Kemudian dengan
mengeliminasi matriks diatas maka akan didapat nilai Hi yang baru
dan seterusnya sampai nilai Hi retatif tidak berubah.
Contoh Soal :
Lihat gambar 2.9. dengan input awal H seperti ditunjukkan dibawah maka akan didapat nilai k dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.33. dan dapat ditunjukkan pada Tabel 2.6
H1 = 100.0 m H2 = 90.0 m H3 = 80.0 m H4 = 70.0 m H5 = 60.0 m H6 = 40.0 m
Tabel 2.6. Nilai k untuk masing masing pipa
Dari Node Ke Node No Pipa D(mm) L(m) k 1 3 1 250 2000 0.003 1 2 2 300 2000 0.0067 3 4 3 200 2000 0.0023 2 4 4 200 2500 0.0015 3 5 5 150 2000 0.0008 5 6 6 150 3000 0.0006 4 6 7 200 3000 0.0011
Dengan demikian dapat disusun matriks sebagai berikut :
-0.01 0.008 -0.00149 H2 -0.045 -0 0.00612 -0.00231 -0.0008 H3 = -0.035 -0 -0.00231 0.00492 -0 H4 -0.04 -0.00079 0.00142 -0 H5 -0.025 -0.00112 -0.0006 0.002 H6 -0.025 MATRIKS k MATRIKS H(m) MATRIKS q(m3/dt) Dengan eleminasi Gauss kita dapat mencari nilai H yang baru, pada
perhitungan iterasi 1 nilai H di dapat seperti pada tabel 2.7.
Tabel 2.7 Proses perhitungan nilai H
H awal H iterasi I H iterasi II H iterasi III H iterasi IV H iterasi V H iterasi VI
H1 = 100.0 m 61.08 66.69 70.77 71.21 73.10 72.22 H2 = 90.0 m 48.50 52.54 55.78 55.89 57.55 56.64 H3 = 80.0 m 32.81 33.91 35.79 35.02 36.52 35.27 H4 = 70.0 m 21.96 21.59 22.32 21.52 22.40 21.50 H5 = 60.0 m 0.62 (0.93) 1.58 (1.29) 1.90 (1.36) H6 = 40.0 m (0.00) 0.00 0.00 0.00 (0.00) (0.00) H iterasi VII H iterasi VIII H iterasi IX H iterasi X H iterasi XI H iterasi XII H iterasi XIII H iterasiXIV H1 = 73.60 72.43 73.71 72.48 73.73 72.49 73.74 72.49 H2 = 57.93 56.80 58.01 56.83 58.03 56.84 58.03 56.84 H3 = 36.67 35.32 36.70 35.33 36.71 35.33 36.71 35.33 H4 = 22.42 21.50 22.42 21.49 22.42 21.49 22.42 21.49 H5 = 1.96 (1.38) 1.98 (1.38) 1.98 (1.38) 1.98 (1.38) H6 = (0.00) (0.00) (0.00) 0.00 (0.00) 0.00 (0.00) (0.00)
Karena H sudah relatif sama maka perhitungan di hentikan pada iterasi ke 14. Setelah itu Debit permasing masing pipa dihitung kembali, dengan hasil seperti pada tabel 2.8.
Tabel 2.8. Besar debit setelah perhitungan
Dari Ke No Pipa D (mm) L (m) Q (L/dt) 1 3 1 250 2000 84.5 1 2 2 300 2000 85.5
36 2 4 4 200 2500 40.5 3 5 5 150 2000 21.9 5 6 6 150 3000 -3.0 4 6 7 200 3000 28.1 Syarat Batas
Pada kondisi tertentu misalnya Ketinggian tekanan di 1 tidak berubah ubah maka matriks harus disesuaikan dengan memasukkan syarat batas.
Misalnya ketinggian tekan di titik 1 adalah 100 m. Maka matriks perlu disesuaikan sebagai berikut :
1 0 0 0 0 0 H1 100 -k2 k2+k4 0 -k4 0 0 H2 q2 -k1 0 k1+k3+k5 -k3 -k5 0 H3 = q3 0 -k4 -k3 k4+k3+k7 -k7 H4 q4 0 0 -k5 k5+k6 -k6 H5 q5 0 0 0 -k7 -k6 k6+k7 H6 q6
Untuk dapat dicari solusi matematisnya nya maka matriks harus di ubah menjadi 1 0 0 0 0 0 H1 100 0 k2+k4 0 -k4 0 0 H2 q2-(-k2).H1 0 0 k1+k3+k5 -k3 -k5 0 H3 = q3-(-k1).H1 0 -k4 -k3 k4+k3+k7 -k7 H4 q4 0 0 -k5 k5+k6 -k6 H5 q5 0 0 0 -k7 -k6 k6+k7 H6 q6