• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HIDROLIKA PERPIPAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II HIDROLIKA PERPIPAAN"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

HIDROLIKA PERPIPAAN

2.1. Dasar dasar hidrolika perpipaan

Hidrolika adalah ilmu yang mepelajari perilaku air secara fisik dalam arti perilaku perilaku yang ditelaah harus terukur secara fisik. Perilaku yang dipelajari peliputi hubungan antara debit air yang mengalir dalam pipa dikaitkan dengan diameter pipanya sehingga dapat diketahui gejala gejala yang tibul tekanan, kehilangan energi dan gaya gaya lainnya yang timbul. Hubungan gejala gejala akan dijelaskan dalam formulasi empiris yang lazim dipakai dalam praktek. Dalam buku ini akan dicoba untuk di jelaskan kembali prisnsip hidrolika aliran tertutup dan dikaitkan dengan realita di lapangan.

Pada dasarnya dalam menelaah aspek hidrolika dalam pipa kita selalu beranggapan atau berasumsi bahwa:

Air adalah fluida yang mempunyai sifat “incompresible” atau diasumsikan tidak mengalami perubahan volume/isi apabila terjadi tekanan. Secara matematika dapat dinyatakan dengan :

Fulida yang bergerak di dalam pipa dianggap dalam kondisi “steady state” atau air dianggap mempunyai kecepatan yang konstan dari

δ δ δ δ Vol ---= 0 . . . .2.1. δδδδp dimana : δ δ δ

δ Vol= perubahan Vol yang kecil δδδδ p = perubahan tekanan yang kecil

(2)

2

waktu ke waktu apabila melalui suatu pipa dengan diameter yang sama. Secara matematika dapat dinyatakan dengan:

Fulida yang bergerak di dalam pipa juga dianggap dalam kondisi “uniform flow” atau air dianggap mempunyai kecepatan yang konstan sepanjang apabila melalui suatu pipa dengan diameter yang sama . Secara matematika dapat dinyatakan dengan:

Pada kenyataannya dilapangan kondisi yang dijelaskan dalam asumsi ini tidak selalu tercapai terutama kondisi steady flow dan uniform flow. Penyimpangan keadaan tersebut disebut keadaan transient yang umum terjadi pada saat awal pembukaan dan penutupan valve. Efek yang timbul disebut sebagai water hammer yang terefleksi dengan kejadian pengempisan pipa, pecahnya pipa atau dalam keadaan yang ringan adalah terdengarnya suara ketukan ketukan palu dipipa besi.

Setiap aliran air dalam pipa juga harus memenuhi azas kontinuitas dimana debit aliran yang masuk dalam sisi 1 akan keluar dengan pada sisi 2 dengan debit yang sama atau

δ δ δ δ v ---= 0 . . . .2.2. δδδδ t dimana : δ δ δ

δ v= perubahan kecepatan yang kecil δ

δ δ

δ t = selang waktu yang kecil

δ δ δ δ v ---= 0 . . . .2.3. δδδδs dimana : δ δ δ

δ v= perubahan kecepatan yang kecil δ

δ δ

(3)

Debit air adalah volume air per satuan waktu. Debit air adalah luas penampang pipa dikalikan dengan kecepatannya (lihat persamaan

2.5). Debit air yang masuk ke dalam pipa mempunyai kecepatan

aliran yang berbeda beda tergantung dari diameter pipanya. Kalau luas penampang pipa adalah sebanding kuadrat dengan diamaternya (lihat persamaan 2.6) maka semakin besar diameter pipanya semakin kecil kecepatan alirannya.

Secara umum hubungan antara debit dengan diameter pipa dan kecepatan dapat dinyatakan dengan persamaan 2.7. tetapi untuk perhitungan yang lebih sederhana dapat dinyatakan pula seperti

persamaan 2.8. dibawah ini :

Q1-= Q2 . . . .2.4. dimana :

Q1-= Debit masuk di sisi 1 (m3/dt) Q2- = Debit keluar di sisi 2 (m3/dt)

Q1-= A1.v1. . . .2.5. A1 = ππππ/4.d1 2 . . . .. . . ...2.6. Pers 2.6.  Pers 2.5.  Q1-= ππππ./4d1 2 .v1. . .. . . .2.7. dimana :

v1= kecepatan aliran air pipa di sisi 1 (m/dt) A1-= Luas penampang pipa di sisi 1 m

2

d1- = diameter pipa di sisi 1 (m) ππππ. = konstanta phi atau 22/7=3.14

ππππ./4 = 3.14/4 = 0,785 atau bila dibulatkan 0.8

(4)

4

Lebih jauh lagi aspek hidrolika dari air yang bergerak dalam pipa dapat dijelaskan dalam model seperti pada gambar 2.1. :

hL z2 m uka laut v2 2 v1 z1 1 H1 H2

gambar 2.1. Model hidrolika pipa

Air masuk pipa bergerak dari sisi 1 dan keluar di sisi 2 sesuai dengan azas kontiuitas energi yang ada di sisi 1 juga harus sama di

sisi 2 . Maka Energi total 1 sama dengan Energi total 2 atau Etot1=Etot2.

Energi yang ada di sisi 1 apabila diuraikan lagi terdiri dari :

1. Energi Potensial 2. Energi Kinetik 3. Kehilangan Energi

Energi secara formal mempunyai satuan joule tetapi untuk sederhananya kajian dinyatakan dengan tinggi kolom air.

Energi Potensial disini terdiri dari

z

=muka tanah terhadap muka laut (m).

(5)

Energi kinetik air yang mengalir dipipa dinyatakan dengan =

V = v2/2g

dimana v adalah kecepatan aliran air (m/dt) dan g adalah percepatan gravitasi (m/dt2).

Dengan demikian pada sisi 1 Total energi adalah:

Pada sisi 2 karena sepanjang pipa terjadi gesekan antara badan pipa dengan air maka terjadi kehilangan enerig sebanyak hL.

Akibatnya total energi yang ada di sisi 2 adalah sebagai berikut : Dengan adanya azas kekekalan energi maka :

Persamaan ini lazim disebut sebagai persamaan Bernaulli. Misalnya ada sebuah pipa diletakkan di sisi 1 sampai sisi 2.

Contoh Soal :

Di sisi 1

• Elevasi tanah adalah 100 m (

z

1=100m)

• Dibangun menara air dengan ketinggian 20 m (

h

1=30m) • Kecepatan air dipipa adalah 1 m/dt (

v

1=1m/dt)

Etot

1

= z

1

+H

1

+ v

1 2

/2g. . . .2.9.

Etot

2

= z

2

+H

2

+ v

2 2

/2g+hL. . . .2.10.

Etot

1

= Etot

2

z

1

+H

1

+ v

12

/2g =z

2

+H

2

+ v

22

/2g+hL . . . .2.11.

(6)

6

Di sisi 2

Kehilangan Energi dari sisi 1 ke 2 adalah 5 m (hL= 5m) • Kecepatan air tetap 1 m/dt (

v

2=1m/dt)

• Ketinggian tanah adalah 110 m (

z

2=110m) Setinggi apa air di sisi 2 dapat mencapai? Atau dengan kata lain berapa

h

2?

Maka dengan demikian apabila di sisi 2 pipa di buat lubang maka air yang keluar dapat mencapai ketinggian 5 m atau sisa tekanan adalah 5 m.

Berdasarkan pengertian ini maka apabila kecepatan air sama maka energi kinetik dapat diabaikan, dalam praktek perbedaan kecepatan yang kecil di sisi 1 dan 2 menyebabkan energi kinetik dapat pula diabaikan.

Di sini dapat disimpulkan untuk menghitung sisa tekanan dalam realita, faktor faktor penting untuk diketahui adalah:

• Elevasi tanah dimana pipa diletakkan (z)

• Tenaga pendorong awal seperti menara air atau pompa (h1)

• Kehilangan Energi atau Kehilangan Tekanan (hL)

Elevasi tanah didapat hari hasil pengukuran tanah yang baik. Tenaga pendorong adalah kondisi menara atau per pompa an yang

z

1

+H

1

+ v

1 2

/2g =z

2

+H

2

+ v

2 2

/2g+hL . . . .2.11.

100

1

+20+ 1

2

/(2.9,81) =110+h

2

+ 1

2

/2(2.9,81)+5

maka h2 = 5 m

(7)

diperkirakan ketinggian tekannya dengan baik sedangkan head loss dihitung berdasarkan rumusan rumusan empiris.

2.2. Kehilangan Tekanan

Salah satu fakto yang penting dalam perhitungan hidrolis perpipaan adalah perhitungan kehilangan tekanan. Ada beberapa rumusan yang dapat dipakai dalam menghitung kehilangan tekanan yaitu :

• Hazen Willian • Darcy Weisbach

2.2.1. Persamaan Hazen William

Persamaan Hazen william adalah yang paling umum dipakai, persamaan ini lebih cocok untuk menghitung kehilangan tekanan untuk pipa dengan diameter besar yaitu diatas 100 mm. Selain itu rumus ini sering dipakai karena mudah dipakai.

Persamaan Hazen William secara empiris menyatakan bahwa debit yang mengalir didalam pipa adalah sebanding dengan diameter pipa dan kemiringan hidrolis (S) yang di nyatakan sebagai Kehilangan tekanan (hL) dibagi dengan panjang pipa (L) atau S = (hL/L)

Disamping itu ada faktor C yang menggambarkan kodisi fisik dari pipa seperti kehalusan dinding dalam pipa yang menggambarkan jenis pipa dan umur.

(8)

8

Apabila kehilangan tekanan atau hL yang akan dihitung maka

C (koefisien Hazen William) berbeda untuk berbagai jenis pipa di

tabel 2.1. dapat dilihat koefiesien tersebut.

Tabel 2.1. Koefisien Hazen William

No Jenis (Material)Pipa Nilai C

Perenccanaan

1 Asbes Cement 120

2 Poly Vinil Chloride (PVC) 120-140

3 High Density Poly Ethylene (HDPE) 130 4 Medium Density Poly Ethylene (MDPE) 130

5 Ductile Cast Iron Pipe (DCIP) 110

6 Besi Tuang, cast Iron (CIP) 110

7 Galvinized Iron Pipe (GIP) 110

8 Steel Pipe (Pipa Baja) 110

2.2.2. Persamaan Darcy Weisbach

Persamaan Darcy secara diturunkan secara matematis dan menyatakan

Q=0.2785.C.d

2.63

.S

054

. . . .2.12.

Dimana S = (hL/L) Dimana

L=adalah panjang pipa dari 1 ke 2

h

L

=(Q/0.2785.C.d

2.63

(9)

kehilangan tekanan sebanding dengan kecepatan kuadrat dari

aliran air, panjang pipa dan berbanding terbalik dengan diameter. Kemudian secara empiris di tentukan suatu faktor f.

Perumusan koefisien f yang paling lazim dipakai adalah dengan metoda Colebrook .

Tabel 2.2. Nilai

ε

ε

ε

ε

untuk koefisien Colebrook

Nilai dalam mm

No Lapisan Dalam Pipa Nilai Ancar ancar Angka Perencanaan

1 Kuningan 0,0015 0,0015

2 Tembaga 0,0015 0,0015

3 Beton 0,3 – 3,0 1,2

4 Besi Tuang-tanpa pelapisan 0,12-0,61 0,24 5 Besi Tuang-pelapisan aspal 0,061-0,183 0,12 6 Besi Tuang-pelapisan semen 0,0024 0,0024 7 Galvanized Iron Pipe 0,061-0,24 0,150

8 Pipa Besi 0,030-0,024 0,061

9 Welded steel pipe 0,020-0,091 0,061 10 Riveted steel pipe 0,020-0,091 1,81

11 PVC 0,0015 0,0015

12 HDPE 0,007 0,007

Perumusan ini dipakai untuk aliran yang lebih laminer sehingga lebih cocok untuk pipa dengan diameter kecil (<50mm). Tetapi untuk diamater yang lebih besar biasa dipakai perumusan Hazen Wlliam.

h

L

=f.(L/d) (v

1 2

/2g). . . .2.14.

1/Sf =-2 log[

ε

/(3,7.d)+2.51/(RE.Sf)] . . . .2.15. dimana : RE=Bilangan Reynold = v.d/ν = v.d.ρ/ν

ε

= ketidak sempurnaan permukaan lihat tabel 2.2. d = diameter nominal

(10)

10 2.2.3. Persamaan De Chezy dengan koefisien Manning

Persamaan ini umum dipakai di saluran terbuka, tetapi dapat pula dipakai di jaringan perpipaan.

Secara umum persamaan de Chezy adalah sebagai beribut

Koefisien Manning adalah sebagai berikut

Tabel 2.3. Nilai C

untuk koefisien Manning

No Lapisan Dalam Pipa Angka Perencanaan 1 Asbestos Cement Pipe (ACP) 0,011

2 Tembaga 0,011 3 PipaBeton 0.011 4 Besi Tuang 0.012 V = C SSSSRS. . . .2.16. Dimana : V= kecepatan (m/dt)

R= radius hirolis untuk pipa = d/4 (m)

S= Slope hidrolis (h/L) dengan h adalah kehilangan tekan dan L adalah panjang pipa.

C = adalah koefisien yang menurut Manning adalah C = R1/6/n

V = R1/6/n SSSSRS= R2/3S1/2/n . . . .2.17.

Apabila Q=v.A atau Q=v.ππππ/4.d2. . . .2.18.

Maka persamaan 2.16 menjadi

Q= (d/4)2/3S1/2/n. π π π π/4.d2

Q= d8/3(h/L)1/2/n. π π π π/45/3 . . . .2.19 .h= Q2410/3.n2 .L

(11)

5 Galvanized Iron Pipe 0,012

6 Pipa Besi 0,012

7 Welded steel pipe 0,010

8 Riveted steel pipe 0.019

9 PVC 0,010

10 HDPE 0,010

2.2.4. Kehilangan Tekanan Diperlengkapan (Accessories) Pipa

Perlengkapan pipa secara umum terdiri dari;

1. Fitting fitting pipa seperti:

• Penyempitan • Belokkan atau bend • Tee atau percabangan

2. Valve (Katup)

Kehilangan tekanan berbanding kuadrat dengan kecepatan aliran pipa yang secara matematika di nyatakan dengan:

atau bila persamaan 2.18 dimasukan ke persamaan 2.20 maka

h

L

=K. (8.Q

2

/(

π π π π2

.g.

D4

). . . .2.21.

Dalam jaringan perpipaan kehilanan tekannan iniadalah jauh lebih kecil dari pada kehilangan akibat gesekan didalam pipa, oleh sebab itu Kehilangan tekanan ini lazim disebut sebagai Kehilangan Minor atau Minor loss. Tetapi didalam suatu rangkaian perpipaan sistem perpompaan dimana kecepatan air tinggi akan terjadi kehilangan tekanan yang cukup berarti.

Khilangan minor juga bisa dinyatakan sebagai :

h

m

=K

M

. Q

2

. . . .2.22.

h

L

=K. (v

1

2

(12)

12 Tabel 2.4. Koefisien Kehilangan Tekanan Minor

No Perlengkapan Pipa KL No Perlengkapan Pipa KL

1 Ujung Pipa Masuk 9 Radius Bend 90o

Bentuk lonceng Ujung bulat Ujung tajam Kerucut 0,03-0,05 0,12-0,25 0,50 0,78 Radius /D=4 Radius /D=2 Radius /D=1 0,16-018 0,19-025 0,35-0,40 2 Kontraksi-tajam 10 Bend D2/D1 = 0,80 D2/D1 = 0,50 D2/D1 = 0,20 0,18 0,37 0,49 θ = 15o θ = 30o θ = 45o θ = 60o θ = 90o 0,05 0,10 0,20 0,35 0,80 3 Kontraksi-kerucut 11 Tee D2/D1 = 0,80 D2/D1 = 0,50 D2/D1 = 0,20 0,05 0,07 0,08 Tee-y Tajam 0,35 0,80 4 Pembesaran-tajam 12 Cross D2/D1 = 0,80 D2/D1 = 0,50 D2/D1 = 0,20 0,16 0,57 0,92 mulus Tajam 0,50 0,75 5 Pembesaran- kerucut 14 Check Valve D2/D1 = 0,80 D2/D1 = 0,50 D2/D1 = 0,20 0,03 0,08 0,13 Konensional Mulus (clearway) bola 4,0 1,5 4,5

6 Gate Valve-terbuka 15 Butterfly Valve-terbuka 1,2

2/ 3 terbuka ½ terbuka 1/ 4 terbuka 1,1 4,8 27 Foot Valve-hinged Foot Valve-topet 2,25 12,5 7 Globe Valve-terbuka 10 8 Angle Valve-terbuka 4,3

(13)

2.2.5. Kehilangan Tekanan dinyatakan dengan Pipa Eqivalen

Dalam perhitungan jaringan pipa, untuk menyederhanakan perhitungan, kehilanan minor dapat juga dinyatakan dalam panjang pipa atau dalam pipa eqivalen. Panjang ekivalen bisa didapatkan dengan mensubstitusi persamaan 2.20 dengan persamaan Darcy Weibach (persamaan 2.14) sehingga menghasil kan persamaan 2.23

K. (v

1 2

/2g) =f.(L

e

/d) (v

1 2

/2g)

L

e

= K.d/f . . . ..2.23.

atau dengan persamaan Hazen William (persamaan 2.14) sehingga menghasil kan persamaan 2.24

K. (v

1 2

/2g) =(Q/0.2785.C.d

2.63

)

1.85

.L

e

L

e

= K. (v

1 2

/2g)/ (Q/0.2785.C.d

2.63

)

1.85

. . . ..2.24.

Atau

L

e

= K.320. Q

0,15

/(g.C

1.85

d

6.8655

) . . . ..2.25.

(14)

14

2.2.6. Kehilangan Tekanan dinyatakan dengan Diamater

Eqivalen

Apabila kita berhadapan dengan sejumlah pipa yang dipasang secara seri (lihat gambar 2.2a) ataupun sejumlah pipa yang dipasang secara paralel (lihat gambar 2.2b), maka kita akan mengalami kesulitan dalam mengalisan sisa tekanannya.

Gambar 2.2.a. Pipa terhubung secara seri

Gambar 2.2.b. Pipa terhubung secara paralel A L1 A d 1 B B L 2 d 2 C 1 2

Perhitungan diameter ekivalen terpasang seri

h

AC

= h

AB

+ h

AC

menurut Rumus hazen william (rumus 2.13)

K

AC

.d

eq -2.63

= K

AB

.d

AB -2.63

+ K

BC

.d

BC -2.63 apabila panjang pipa dan jenis pipa sama maka :

K

AC

=K

AB

=K

BC maka

K

AC

.d

eq -2.63

= K

AB

.d

AB -2.63

+ K

BC

.d

BC -2.63 Atau

d

eq

=

[[[[

d

AB -2.63

+ d

BC -2.63

]]]]

-1/2.63 . . . 2.27.

(15)

Perhitungan diameter ekivalen terpasang seri

Q

AB

= Q

AB1

+ Q

AB2

Maka menurut Hazen William (rumus 2.12)

K

AB

.d

eq 2.63 =

K

AB1

.d

1 2.63

+K

AB2

.d

2 2.63 apabila panjang pipa dan jenis pipa sama maka :

K

AB

=K

AB1

=K

AB2

atau

K

AB

.d

eq2.63=

K

AB1

.d

12.63

+K

AB2

.d

22.63 Dengan demikian diameter eqivalen menjadi:

d

eq=

[[[[

d

1 2.63

+ d

2 2.63

]]]]

1/2.63 . . . .2.28.

2.3. Tekanan Penggerak Air

Tekanan penggerak air yang ada dialam adalah gaya gravitasi sehingga air yang diletakkan didalam suatu penampung atau reservoir pada suatu ketinggian tertentu, tentunya akan mengalir ke bawah searah dengan gaya gravitasi. Pada kasus ini tekanan awal penggerak yang biasa disebut sebagai head awal (initial head) atau tekanan awal akan selalu sama walaupun debit yang dialirkan berubah ubah.

Selain mengunaka gaya gravitasi air dalam pipa juga dapat digerakkan oleh mesin penggerak air atau pompa. Karakteristik pengaliran air oleh pompa sangat berbeda dengan pengaliran dengan gravitasi. Tekanan pompa akan tidak sama dengan debit air yang dihasilkan.

(16)

16

Misalnya kita tinjau suatu sistem perpipaan yang pada sisi 1 di pasang pompa dan disisi 2 dipasang valve. Pada suatu Debit rencana (Qr) tekanan pompa akan tertentu (h1r).

h L z 2 m u k a l a u t v 2 v 1 z 1 E t o t 1 E t o t 2 p o m p a Q r v a l v e H 2 H 1

gambar 2.3. Model hidrolika pipa dengan tekanan pompa

Pada saat valve di putar kecil atau di cekek tekanan pompa akan naik terus sampai bila valve tertutup dan pompa tetap hidup makan tekanan pompa akan berhenti pada tekanan h10.

Tetapi sebaliknya pada saat pompa diputar lebih besar dari debit rencana (Q>Qr) maka tekanan pompa akan turun (h1< h10).

Pada gambar 2.4. ditunjukkan grafik tekanan pompa vs Debit yang dihasilkan

(17)

p o m p a v a lv e d ip u t a r k e c il h 1 0 v a lv e d ip u t a r b e s a r Q H 1 0

gambar 2.4. Kurva Debit Air (Q) VS tekanan pompa (h)

Bandingkan kondisi ini dengan apabila menggunakan menara air, yang menggunakan beda tinggi sebagai pendorong aliran air dalam pipa (lihat gambar 2.5.). Dari gambar ini dapat dilihat bahwa walaupun valve dibuka lebih besar hingga debit air yang keluar besar atau maupun diperkecil hingga debit yang keluar kecil, tekanan awal akan tetap sama.

v a l v e d i p u t a r k e c i l

v a l v e d i p u t a r b e s a r

Q

r e s e r v o i r

H 1 0

(18)

18

Dalam praktek kedua sistem penggerak aliran ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk dapat memehami perbedaan ini maka pengertian tentang hidrolika jaringan pipa perlu di telaah.

2.4. Hidrolika Jaringan Perpipaan

Jaringan perpipaan merupakan suatu rangkaian pipa yang saling terhubung satu sama lain secara hidrolis, sehingga apabila di satu pipa mengalami perubahan debit aliran maka akan terjadi penyebaran pengaruh ke pipa pipa yang lain. Pengaruh ini dapat di deteksi dari segi perubahan tekanan yang ada di pipa.

Pipa yang tergabung dalam suatu jaringan pipa dapat dibedakan satu dengan yang lain dari segi :

• Panjang Pipa • Diamater Pipa • Jenis Pipa

• Kedudukan pipa dalam jaringan

Kedudukan pipa dalam suatu jaringan dapat dinyatakan dengan • nomor pipa

• simpul atau node yang dihubungkan oleh pipa tersebut

Pada gambar 2.6. berikut ini adalah contoh suatu jaringan dan

(19)

gambar 2.6. Contoh Sebuah Jaringan Pipa

Aspek yang penting dalam mengkonstruksi sebuah jaringan pipa adalah keterangan dari node dan pipa itu sendiri . Dari gambar 2.5 dapat ditunjukkan keterangan keterangan yang umumnya diperlukan dalam mengidentifikasikan suatu jaringan pipa. Keterangan dalam jaringan pipa terdiri dari dua jenis yaitu keterangan yang dapat diidentifikasikan langsung umumnya aspek aspek fisik, dan keterangan yang bersifat hidrolis yang mana dapat di identifikasikan secara langsung maupun secara tidak langsung. Untuk lebih jelasnya hal ini dapat diuraikan sebagai berikut:

2.4.1. Karaketristik Hidrolis Node

Keterangan fisik berupa kedudukan node dalam kerangka vertikal dan horizontal suatu bidang tanah, yaitu meyangkut elevasi node,

(20)

20

posisi/koordinat node dalam wilayah sehingga mudah dipetakan. Keterangan ini bermanfaat sebagai dasar dalam pengidentifikasian kondisi hidrolis langsung maupun tak lansung.

Aspek hidrolis yang perlu di identifikasi adalah sebagai berikut : • Debit tapping

• Tekanan air

Debit tapping dalam suatu jaringan pipa air minum sangat tergantung dari pemakaian air si pemakai air yang terhubung dengan tapping itu umumnya 1 l/dt debit air rata rata yang keluar dari tapping dapat melayani 50 sampai 70 sambungan rumah.

Hubungan antara debit tapping yang keluar dari node dengan tekanan node adalah sebagai berikut:

• Apabila debit tapping adalah 0 (nol) maka tekanan yang ada di tapping adalah maksimal.

• Apabila debit tapping membesar maka tekanan air turun Secara umum akan mengikuti grafik sebagai berikut :

(21)

tekanan di node turun tekanan di node naik debit tapping turun

node

tapping h

debit tapping naik

Q

gambar 2.7. Karakteristik tekanan VS debit disuatu node

Tekanan suatu node tergantung pula oleh sisa tekanan yang diberikan oleh pipa pipa yang terhubung ke dan dari node tersebut, oleh sebab itu pemahaman terhadap karakteristik hidrolis pipa dalam suatu jaringan perlu sekali.

2.4.2. Karaketristik Hidrolis Pipa dalam suatu jaringan

Seperti telah di jelaskan dalam bab sebelumnya kehilangan tekanan dipipa sebanding dengan debit air yang mengalir didalamnya. Semakin besar debit semakin besar kehilangan tekanan, secara matematis dapat ungkapkan sebagai berikut :

hL seperti pada gambar 2.3 adalah kehilangan tekanan yang

secara fisik merupakan beda tinggi permukaan air dari sumber pengaliran. Dengan demikian apabila kecepatan dianggap hampir

(22)

22 (H2 +Z2 ) = (H1 + Z1)- hL

atau tekanan dari atas permukaan tanah Z2 H2= (H1 -hL )+ (Z1- Z2 ).

Apabila aliran air melewati beberapa pipa pada jalur 1 seperti di

gambar 2.8 maka kehilangan tekanan total tentunya adalah

hj114= h12 +h23 +h34 .

Air yang melewati jalur 2 kehilangan tekanannya

hj214= h15 +h56 +h64 .

Karena tekanan yang terjadi di node 4 adalah sama

dari jalur 1 maupun dari jalur 2 maka kehilangan tekanan dari jalur 1 dan 2 juga sama atau

hj114= h j214 atau

h12 +h23 +h34= h15 +h56 +h64 atau

h12 +h23 +h34- h15 -h56 -h64 = 0.

Dengan kata lain jumlah kehilangan tekanan dalam suatu rangkaian pipa berbentuk lingkaran atau loop pada arah yang sama adalah nol. Tekanan suatu node tergantung pula oleh sisa tekanan yang diberikan oleh pipa pipa yang terhubung ke dan dari node tersebut, oleh sebab itu pemahaman terhadap karakteristik hidrolis pipa dalam suatu jaringan perlu sekali.

(23)

2.4.3. Karaketristik Hidrolis Pipa dalam suatu jaringan

Seperti telah di jelaskan dalam bab sebelumnya kehilangan tekanan dipipa sebanding dengan debit air yang mengalir didalamnya. Semakin besar debit semakin besar kehilangan tekanan, secara matematis dapat ungkapkan sebagai berikut :

hL seperti pada gambar 2.3 adalah kehilangan tekanan yang

secara fisik merupakan beda tinggi permukaan air dari sumber pengaliran. Dengan demikian apabila kecepatan dianggap hampir sama maka tekanan dari muka laut disisi 2 adalah

(H2 +Z2 ) = (H1 + Z1)- hL

atau tekanan dari atas permukaan tanah Z2

h2= (h1 -hL )+ (Z1- Z2 ).

gambar 2.8. Perpipaan dalam Suatu Jaringan

(24)

24

Apabila aliran air melewati beberapa pipa pada jalur 1 seperti di

gambar 2.8.a.

gambar 2.8.a. kehilangan tekanan h12 ,h23 ,h34 .

Maka kehilangan tekanan total tentunya adalah hj114= h12 +h23 +h34 .

Air yang melewati jalur 2 kehilangan tekanannya hj214= h15 +h56 +h64 .

gambar 2.8.b. kehilangan tekanan h15 ,h56 ,h64 .

(25)

maka kehilangan tekanan dari jalur 1 dan 2 juga sama

gambar 2.8.c. kehilangan tekanan h12 ,h23 ,h34 danh15 ,h56 ,h64 . atau

hj114= h j214 atau

h12 +h23 +h34= h15 +h56 +h64 atau

h12 +h23 +h34- h15 -h56 -h64 = 0.. . . .2.30.

Dengan kata lain jumlah kehilangan tekanan dalam suatu rangkaian pipa berbentuk lingkaran atau loop pada arah yang sama adalah nol.

Berdasarkan azas kontinuitas (lihat persamaan 2.4.) air yang masuk sama dengan air yang keluar atau :

Q1 = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 + Q5 + Q6 . . . . . . .2.31.

Atau dengan kata lain air yang masuk dalam suatu jaringan akan sama dengan yang keluar dimasing masing tapping atau node.

(26)

26

dengan bagian lainnya. Sedangkan secara kolektif air yang keluar dari satu node jaringan tergantung dari perilaku konsumen atau pemakai air memakai air. Pemakaian air sendiri secara hidrolis tergantung dari sisa tekanan pada node tersebut sedangkan faktor lain yang mempengaruhi adalah tingkat kebutuhan konsumen akan air.

Misalnya 1 orang per hari memakai air 200 L/org/hari, bila sebuah node melayani 500 orang maka satu node itu mengeluarkan air sebanyak 200 L/org/hari x 500 org = 100.000 L/hari atau 100

m3/hari atau atau rata rata dalam 1 detik adalah

100.000/3600/24=1,1574 L atau Q= 1,1574 L/dt. Hal ini berarti debit

air yang keluar dari node tersebut adalah 1,1574 L/dt.

2.4.4. Model Matematika Suatu Jaringan Pipa

Secara matematis apabila kita mengetahui Q (debit air yang keluar

dari masing masing node) maka kita dapat menghitung penyebaran

aliran air di setiap pipa dijaringan dengan tentunya memperhatikan karakteristik hidrolis dari pipa (dimana selalu ada hubungan antara Q

dan hL ). Pada prinsipnya dengan terhitungnya hL maka H atau

tekanan di setiap node dapat dicari. Masalahnya adalah dari jalur manapun hL dihitung maka tekanan disuatu node harus mempunyai

hasil perhitungan yang sama.

A. Hardy Cross

Pada tahun 1936 Hardy Cross menemukan suatu metoda perhitungan jaringan pipa yang pada akhir perhitungannya dapat

(27)

ditemukan penyebaran debit air di pipa yang menghasilkan tinggi tekanan dipipa yang konsisten. Metoda ini dikenal dengan metoda perataan (adjustent) satu arah atau dengan metoda relaksasi. Aliran disetiap pipa diratakan secara iteratif sampai persamaan hidrolis terpenuhi. Metoda ini didasari pada dua kaidah fisika, yaitu:

1. Jumlah debit air dipipa yang masuk dan keluar dari suatu node

sama dengan jumlah debit air yang masuk dan keluar dari node tersebut.

2. Tekanan di suatu node adalah tungal dalam arti di dhitung dari

segala arah hasilnya sama.

Aliran air dipipa di hitung dan diratakan secara iteratif dengan menggunakan persamaan sebagai berikut

.

. . .

. . . . .2.31. Dimana :

n=2.0 untuk Darcy Weisbach n=1.85 untuk Hazen Williams

Iterasi ini berlanjut sampai Qi memenuhi suatu kriteria konvergensi.

Contoh soal :

Pemecahan persoalan jaringan pipa dengan Metoda Hardy Cross dapat dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excell. Sebagai

(28)

28 Q=45 L/dt 2 4 Ø 200 m m L=2500m Q=40 L/dt Q=25L/dt 6 Ø 200 m m L=3000m 1 3 Ø 250 mm L=2000m Q=170 L/dt Q=35L/dt 5 Ø 150 m m L=2000m Q=25 L/dt Ø 300 m m L=2000m Ø 200 mm L=2000m Ø 150 mm L=3000m

Gambar 2.9 Contoh jaringan Pipa

Circuit Pipa Koef HW panj (m) Ǿ (mm) Q0 (L/dt) S m/1000m H (m) H/Q q0

iterasi o C L D Q=asum si (Q/1000/0,2785/ C/(D/1000)^2.63 )^1.85 SxLx1000 -ΣΣΣΣH/ΣΣΣΣQ/1.85 1-2 100 2000 300 95 9.548 19.097 0.201 -8.9974 2-4 100 2500 200 50 20.941 52.354 1.047 -8.9974 4-3 100 2000 200 -20 -3.844 -7.689 0.384 -8.2924 1 3-1 100 2000 250 -75 -14.971 -29.943 0.399 -8.9974 33.819 2.032 3-4 100 2000 200 20 3.844 7.689 0.384 8.2924 4-6 100 3000 200 30 8.139 24.418 0.814 -0.7050 6-5 100 3000 150 5 1.199 3.598 0.720 -0.7050 2 5-3 100 2000 150 -20 -15.585 -31.170 1.559 -0.7050 4.534 3.476

Circuit Pipa Koef HW panj (m) Ǿ (mm) Q (L/dt) S m/1000m H (m) H/Q q0

iterasi 1 C L D Q=Qo+q o (Q/1000/0,2785/ C/(D/1000)^2.63 )^1.85 SxLx1000 -ΣΣΣΣH/ΣΣΣΣQ/1.85 1-2 100 2000 300 86.003 7.943 15.886 0.185 -0.1670 2-4 100 2500 200 41.003 14.508 36.270 0.885 -0.1670 4-3 100 2000 200 -28.292 -7.303 -14.606 0.516 0.9678 1 3-1 100 2000 250 -83.997 -18.462 -36.925 0.440 -0.1670 0.626 2.025 3-4 100 2000 200 28.292 7.303 14.606 0.516 -0.9678 4-6 100 3000 200 29.295 7.789 23.367 0.798 -1.1348 6-5 100 3000 150 4.295 0.905 2.716 0.632 -1.1348 2 5-3 100 2000 150 -20.705 -16.617 -33.233 1.605 -1.1348 7.456 3.551

(29)

Circuit Pipa Koef HW panj (m) Ǿ (mm) Q (L/dt) S m/1000m H (m) H/Q q0 iterasi 2 C L D Q=Qo+q 1 (Q/1000/0,2785/ C/(D/1000)^2.63 )^1.85 SxLx1000 -ΣΣΣΣH/ΣΣΣΣQ/1.85 1-2 100 2000 300 85.836 7.915 15.829 0.184 -0.2883 2-4 100 2500 200 40.836 14.399 35.998 0.882 -0.2883 4-3 100 2000 200 -27.325 -6.848 -13.695 0.501 -0.2453 1 3-1 100 2000 250 -84.164 -18.530 -37.061 0.440 -0.2883 1.071 2.007 3-4 100 2000 200 27.325 6.848 13.695 0.501 0.2453 4-6 100 3000 200 28.160 7.240 21.720 0.771 -0.0430 6-5 100 3000 150 3.160 0.513 1.540 0.487 -0.0430 2 5-3 100 2000 150 -21.840 -18.341 -36.681 1.680 -0.0430 0.273 3.439

Circuit Pipa Koef HW panj (m) Ǿ (mm) Q (L/dt) S m/1000m H (m) H/Q q0

iterasi 3 C L D Q=Qo+q 2 (Q/1000/0,2785/ C/(D/1000)^2.63 )^1.85 SxLx1000 -ΣΣΣΣH/ΣΣΣΣQ/1.85 1-2 100 2000 300 85.547 7.865 15.731 0.184 -0.0108 2-4 100 2500 200 40.547 14.212 35.529 0.876 -0.0108 4-3 100 2000 200 -27.570 -6.962 -13.923 0.505 0.0313 1 3-1 100 2000 250 -84.453 -18.648 -37.296 0.442 -0.0108 0.040 2.007 3-4 100 2000 200 27.570 6.962 13.923 0.505 -0.0313 4-6 100 3000 200 28.117 7.220 21.659 0.770 -0.0422 6-5 100 3000 150 3.117 0.500 1.501 0.482 -0.0422 2 5-3 100 2000 150 -21.883 -18.407 -36.815 1.682 -0.0422 0.268 3.439

Circuit Pipa Koef HW panj (m) Ǿ (mm) Q (L/dt) S m/1000m H (m) H/Q q0

iterasi 4 C L D Q=Qo+q 3 (Q/1000/0,2785/ C/(D/1000)^2.63 )^1.85 SxLx1000 -ΣΣΣΣH/ΣΣΣΣQ/1.85 1-2 100 2000 300 85.536 7.864 15.727 0.184 -0.0106 2-4 100 2500 200 40.536 14.205 35.511 0.876 -0.0106 4-3 100 2000 200 -27.539 -6.947 -13.894 0.505 -0.0090 1 3-1 100 2000 250 -84.464 -18.652 -37.305 0.442 -0.0106 0.039 2.006 3-4 100 2000 200 27.539 6.947 13.894 0.505 0.0090 4-6 100 3000 200 28.075 7.200 21.599 0.769 -0.0016 6-5 100 3000 150 3.075 0.488 1.464 0.476 -0.0016 2 5-3 100 2000 150 -21.925 -18.473 -36.946 1.685 -0.0016 0.010 3.435

(30)

30

Circuit Pipa Koef HW panj (m) Ǿ (mm) Q (L/dt) S m/1000m H (m) H/Q q0

iterasi 5 C L D Q=Qo+q 4 (Q/1000/0,2785/ C/(D/1000)^2.63 )^1.85 SxLx1000 -ΣΣΣΣH/ΣΣΣΣQ/1.85 1-2 100 2000 300 85.526 7.862 15.724 0.184 -0.0004 2-4 100 2500 200 40.526 14.198 35.494 0.876 -0.0004 4-3 100 2000 200 -27.548 -6.951 -13.903 0.505 0.0012 1 3-1 100 2000 250 -84.474 -18.657 -37.313 0.442 -0.0004 0.002 2.006 3-4 100 2000 200 27.548 6.951 13.903 0.505 -0.0012 4-6 100 3000 200 28.073 7.199 21.596 0.769 -0.0016 6-5 100 3000 150 3.073 0.487 1.462 0.476 -0.0016 2 5-3 100 2000 150 -21.927 -18.476 -36.951 1.685 -0.0016 0.010 3.435

Circuit Pipa Koef HW panj (m) Ǿ (mm) Q (L/dt) S m/1000m H (m) H/Q q0

iterasi 6 C L D Q=Qo+q 5 (Q/1000/0,2785/ C/(D/1000)^2.63 )^1.85 SxLx1000 -ΣΣΣΣH/ΣΣΣΣQ/1.85 1-2 100 2000 300 85.525 7.862 15.723 0.184 -0.0004 2-4 100 2500 200 40.525 14.197 35.493 0.876 -0.0004 4-3 100 2000 200 -27.546 -6.951 -13.902 0.505 -0.0003 1 3-1 100 2000 250 -84.475 -18.657 -37.314 0.442 -0.0004 0.001 2.006 3-4 100 2000 200 27.546 6.951 13.902 0.505 0.0003 4-6 100 3000 200 28.072 7.198 21.594 0.769 -0.0001 6-5 100 3000 150 3.072 0.487 1.461 0.476 -0.0001 2 5-3 100 2000 150 -21.928 -18.478 -36.956 1.685 -0.0001 0.000 3.435

Circuit Pipa Koef HW panj (m) Ǿ (mm) Q (L/dt) S m/1000m H (m) H/Q q0

iterasi 7 C L D Q=Qo+q 6 (Q/1000/0,2785/ C/(D/1000)^2.63 )^1.85 SxLx1000 -ΣΣΣΣH/ΣΣΣΣQ/1.85 1-2 100 2000 300 86 7.862 15.723 0.184 0.0000 2-4 100 2500 200 41 14.197 35.493 0.876 0.0000 4-3 100 2000 200 -28 -6.951 -13.902 0.505 0.0000 1 3-1 100 2000 250 -84 -18.657 -37.314 0.442 0.0000 0.000 2.006 3-4 100 2000 200 28 6.951 13.902 0.505 0.0000 4-6 100 3000 200 28 7.198 21.594 0.769 -0.0001 6-5 100 3000 150 3 0.487 1.461 0.476 -0.0001 2 5-3 100 2000 150 -22 -18.478 -36.956 1.685 -0.0001 0.000 3.435

Dapat dilihat pada iterasi yang ke 6 dan ke 7 debit pipa sudah hampir sama hanya terpaut dibawah 0,005 L/dt.

(31)

Sejalan dengan meningkatnya kemampuan komputasi, metoda iterasi ini kemudian disempurnakan dengan dengan melakukan komputasi terhadap matriks jaringan pipa secara simultan.

B. Penyelesaian perhitungan secara simultan

Pada persamaan 2.29 ditunjukkan bahwa kehilangan tekanan disebuah sebanding dengan dengan debit yang dialirinya. Apabila dua buah node i dan j dihubungkan dengan sebuah pipa L maka hubungan tersebut dapat dinyatakan dengan kaidah hazen william sebagai:

QL =G(hL)=0.2785.C.D2,63. ((Hi- Hj)/L)0,54 . . . .2.32.

Apabila kL =0.2785.C.D2,63. L-0,54.(Hi- Hi) -0,46 . . . .2.33.

dan apabila persamaan 2.32. dinyatakan secara linear maka debit dipipa dapat dinyatakan sebagai berikut:

QL =kLhL= kL(Hi- Hj)

Apabila QL dinyatakan secara semultan untuk semua pipa di jaringan maka salah satu cara adalah persamaan jaringan dinyatakan dalam bentuk matriks:

Lihatlah satu ruas pipa seperti di gambar 2.10.

i k j Hj Hi hij

(32)

32

Air yang mengalir dari node i ke node j tergantung dari beda tinggi tekanan di node i dan node j atau hij atau hubgungan ini secara matematis dapat dinyatakan sebagai:

Qkij =kkij(Hi- Hj) . . . 2.34.

Sedangkan apabila aliran ini bila dinyatakan dalam bentuk kebalikannya yaitu dari node j ke node i maka akan menghasilkan debit (Q) yang negatif atau :

Qkji =-kkji(Hi- Hj) . . . .2.35.

Apabila kkji=kkij=kk Maka dalam bentuk tabulasi dapat disusun

Qij= +kk .Hi - kk .Hj

Qji= -kk .H i +kk .Hj

Dalam bentuk matriks adalah

+1 -1 Hi Qij

k

k

[

-1 +1

]

.

[

Hj

]

=

[

Qji

]

Dimana: Qij Qk=

[

Qji ]

Menyatakan vektor arah debit aliran air

Hi

Hk=

[

Hj

]

Menyatakan Ketinggian tekanan pada node

+1 -1

k

k

[

(33)

Apabila yang ditinjau adalah sebuah jaringan pipa maka Jumlah debit air dipipa yang masuk dan keluar dari suatu node i sama dengan jumlah debit air yang masuk dan keluar dari node i tersebut. Atau secara matematis dapat dinyatakan dengan:

ΣQij = qi i j3 j2 j1 qi Q ij2 Q ij1 Q ij3

Apabila kita tinjau seluruh node dalam jaringan seperti dalam gambar 2.9. maka dapat disusun matriks sebagai berikut:

Q12 + Q13+ = q1 Q21+ Q24+ = q2 Q31+ Q34+ Q35 = q3 Q42+ Q43+ Q46 = q4 Q53+ Q56+ = q5 Q65+ Q64+ = q6

Apabila kita melihat persamaan 2.34 maka dapat diturunkan lagi

k2(H1-H2)+ k1(H1-H3)+ = q1 k2(H2-H1)+ k4(H2-H4)+ = q2 k1(H3-H1)+ k3(H3-H4)+ k5(H3-H5) = q3 k4(H4-H2)+ k3(H4-H3)+ k7(H4-H6) = q4 k5(H5-H3)+ k6(H5-H6)+ = q5 k6(H6-H5)+ k7(H6-H4)+ = q6

(34)

34 k1+k2 -k2 -k1 H1 q1 -k2 k2+k4 -k4 H2 q2 -k1 k1+k3+k5 -k3 -k5 H3 = q3 -k4 -k3 k4+k3+k7 -k7 H4 q4 -k5 k5+k6 -k6 H5 q5 -k7 -k6 k6+k7 H6 q6

Bila q (m3/dt) diketahui dan dengan mengasumsikan Ketinggian tekanan awal Hi maka nilai kk dapat dicari. Kemudian dengan

mengeliminasi matriks diatas maka akan didapat nilai Hi yang baru

dan seterusnya sampai nilai Hi retatif tidak berubah.

Contoh Soal :

Lihat gambar 2.9. dengan input awal H seperti ditunjukkan dibawah maka akan didapat nilai k dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.33. dan dapat ditunjukkan pada Tabel 2.6

H1 = 100.0 m H2 = 90.0 m H3 = 80.0 m H4 = 70.0 m H5 = 60.0 m H6 = 40.0 m

Tabel 2.6. Nilai k untuk masing masing pipa

Dari Node Ke Node No Pipa D(mm) L(m) k 1 3 1 250 2000 0.003 1 2 2 300 2000 0.0067 3 4 3 200 2000 0.0023 2 4 4 200 2500 0.0015 3 5 5 150 2000 0.0008 5 6 6 150 3000 0.0006 4 6 7 200 3000 0.0011

Dengan demikian dapat disusun matriks sebagai berikut :

(35)

-0.01 0.008 -0.00149 H2 -0.045 -0 0.00612 -0.00231 -0.0008 H3 = -0.035 -0 -0.00231 0.00492 -0 H4 -0.04 -0.00079 0.00142 -0 H5 -0.025 -0.00112 -0.0006 0.002 H6 -0.025 MATRIKS k MATRIKS H(m) MATRIKS q(m3/dt) Dengan eleminasi Gauss kita dapat mencari nilai H yang baru, pada

perhitungan iterasi 1 nilai H di dapat seperti pada tabel 2.7.

Tabel 2.7 Proses perhitungan nilai H

H awal H iterasi I H iterasi II H iterasi III H iterasi IV H iterasi V H iterasi VI

H1 = 100.0 m 61.08 66.69 70.77 71.21 73.10 72.22 H2 = 90.0 m 48.50 52.54 55.78 55.89 57.55 56.64 H3 = 80.0 m 32.81 33.91 35.79 35.02 36.52 35.27 H4 = 70.0 m 21.96 21.59 22.32 21.52 22.40 21.50 H5 = 60.0 m 0.62 (0.93) 1.58 (1.29) 1.90 (1.36) H6 = 40.0 m (0.00) 0.00 0.00 0.00 (0.00) (0.00) H iterasi VII H iterasi VIII H iterasi IX H iterasi X H iterasi XI H iterasi XII H iterasi XIII H iterasiXIV H1 = 73.60 72.43 73.71 72.48 73.73 72.49 73.74 72.49 H2 = 57.93 56.80 58.01 56.83 58.03 56.84 58.03 56.84 H3 = 36.67 35.32 36.70 35.33 36.71 35.33 36.71 35.33 H4 = 22.42 21.50 22.42 21.49 22.42 21.49 22.42 21.49 H5 = 1.96 (1.38) 1.98 (1.38) 1.98 (1.38) 1.98 (1.38) H6 = (0.00) (0.00) (0.00) 0.00 (0.00) 0.00 (0.00) (0.00)

Karena H sudah relatif sama maka perhitungan di hentikan pada iterasi ke 14. Setelah itu Debit permasing masing pipa dihitung kembali, dengan hasil seperti pada tabel 2.8.

Tabel 2.8. Besar debit setelah perhitungan

Dari Ke No Pipa D (mm) L (m) Q (L/dt) 1 3 1 250 2000 84.5 1 2 2 300 2000 85.5

(36)

36 2 4 4 200 2500 40.5 3 5 5 150 2000 21.9 5 6 6 150 3000 -3.0 4 6 7 200 3000 28.1 Syarat Batas

Pada kondisi tertentu misalnya Ketinggian tekanan di 1 tidak berubah ubah maka matriks harus disesuaikan dengan memasukkan syarat batas.

Misalnya ketinggian tekan di titik 1 adalah 100 m. Maka matriks perlu disesuaikan sebagai berikut :

1 0 0 0 0 0 H1 100 -k2 k2+k4 0 -k4 0 0 H2 q2 -k1 0 k1+k3+k5 -k3 -k5 0 H3 = q3 0 -k4 -k3 k4+k3+k7 -k7 H4 q4 0 0 -k5 k5+k6 -k6 H5 q5 0 0 0 -k7 -k6 k6+k7 H6 q6

Untuk dapat dicari solusi matematisnya nya maka matriks harus di ubah menjadi 1 0 0 0 0 0 H1 100 0 k2+k4 0 -k4 0 0 H2 q2-(-k2).H1 0 0 k1+k3+k5 -k3 -k5 0 H3 = q3-(-k1).H1 0 -k4 -k3 k4+k3+k7 -k7 H4 q4 0 0 -k5 k5+k6 -k6 H5 q5 0 0 0 -k7 -k6 k6+k7 H6 q6

Gambar

gambar 2.1.  Model hidrolika pipa
Tabel 2.1. Koefisien Hazen William
Tabel 2.2. Nilai   ε  ε  ε  ε  untuk koefisien Colebrook
Gambar 2.2.a. Pipa terhubung secara seri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan pendapat tersebut Restuti, dkk (2013) juga mengemukakan pendapat bahwa benda konkret adalah benda-benda asli atau tiruan dalam bentuk nyata

Dari sisi harga, inflasi Sulsel pada 2013 mengalami peningkatan dibandingkan laju inflasi pada 2012, namun tetap lebih kecil dari inflasi nasional.. Pencapaian indikator

Di sinilah kemudian artikel ini selain menyajikan kisah hidup pemikir Muslim tersebut, banyak mengulas pembaharuan yang dia gagas dalam bidang metodologi tafsir.. Latar

Sulam yang merupakan ciri khas dari kebaya encim akan digantikan dengan teknik batik untuk mengaplikasikan motif Mega Mendung yang menjadi motif hiasan pada

Perpustakaan berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan hasil pikiran manusia. Hasil pikiran manusia itu dapat dituangkan dalam bentuk cetak maupun non cetak ataupun dalam

Walaupun tidak dinafikan, kewujudan pelantar pembangunan belia seperti MBM amat membantu sebagai badan koordinasi yang menyelaras pertubuhan belia namun persoalan yang

Pengujian organoleptik sediaan sabun cair ekstrak etanol herba Seledri untuk hasilnya menunjukan bahwa sabun dengan konsentrasi 1%, 2%, 4%,dan 8% memiliki bentuk

Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah delima yang termasuk dalam fitoestestrogen berpotensi menurunkan kadar penanda laju perombakan tulang, sehingga