• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA TUBAN DAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA TUBAN DAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

78

ANALISIS HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP

PUTUSAN PENGADILAN AGAMA TUBAN DAN PUTUSAN

PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA

A. Analisis Terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim beserta Putusan Pengadilan Agama Tuban

Terlepas adanya pembatalan Putusan Pengadilan Agama Nomor: 297/Pdt.G/2008/PA.Tbn oleh Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, ternyata ditemukan bahwa terdapat kerancuan pada tahun terjadinya hibah. Dalam Putusan Pengadilan Agama Tuban no 297/Pdt.G/2008/PA.Tbn majelis hakim menemukan fakta bahwa hibah dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2005. Berbeda dengan pengakuan Tergugat dan saksi III yang menerangkan bahwa hibah tersebut dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2006. Senada dengan keterangan saksi, surat penyataan hibah juga menerangkan bahwa hibah dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2006, meskipun dalam surat penyataan hibah tersebut juga terdapat kerancuan. Dalam hal ini, majelis hakim Pengadilan Agama Tuban salah dalam menemukan fakta tahun terjadinya hibah. Dalam hal ini Pengadilan Agama Tuban dalam merumuskan putusan hanya berpedoman pada surat gugatan Penggugat, majelis hakim kurang mencermati penyebutan tahun terjadinya hibah oleh Tergugat dan Saksi III selama proses persidangan.

Suatu surat gugatan harus dibuat secara cermat dan terang, hal ini disebabkan jika salah mencantumkan tahun, tanggal, bulan, dan sebagainya

(2)

maka akan berakibat fatal, yakni surat gugatan tersebut dapat dinyatakan tidak diterima atau ditolak oleh majelis hakim1. Dalam kasus ini, surat gugatan yang diajukan obscuur libel yakni kabur. Dalam surat gugatan disebutkan bahwa hibah dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2005, sementara bukti-bukti yang diajukan menyebutkan bahwa hibah terjadi pada tanggal 17 Oktober 2006. Dengan demikian, apa yang didalilkan oleh Penggugat tidak terbukti, maka dari itu, seharusnya dari awal mejelis hakim menolak atau tidak menerima gugatan tersebut. Akan tetapi, dalam kenyataanya hakim Pengadilan Agama Tuban menerima gugatan tersebut dan memberikan putusan terhadap gugatan tersebut.

Alat bukti yang digunakan oleh Pengadilan Agama Tuban dalam memutuskan perkara no 297/Pdt.G/2008/PA.Tbn ada dua macam, yakni surat pernyataan hibah yang bisa dikategorikan sebagai alat bukti surat berupa akta di bawah tangan dan saksi-saksi

Terkait dengan surat penyataan hibah yang dijadikan sebagai alat bukti dalam gugatan tersebut, baik Penggugat dan Tergugat sama-sama mengakui terhadap surat tersebut. Hal ini dapat dilihat, bahwa Penggugat dan Tergugat tidak keberatan terhadap surat tersebut. Surat penyataan hibah yang dibuat oleh Penggugat dan Tergugat dihadapan kepala Desa Jatimulyo dapat digolongkan sebagai alat bukti tertulis yakni akta di bawah tangan.

Surat pernyataan hibah tersebut dapat dikategorikan sebagai akta di bawah tangan, hal ini dikarenakan bahwa surat tersebut memang sengaja dijadikan bukti bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi transaksi

1

(3)

hibah. Kekuaatan pembuktian surat penyataan hibah tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sama halnya dengan kekuatan pembuktian akta autentik.

Surat pernyataan hibah tersebut meskipun secara formal telah memenuhi pesyaratan sebagai alat bukti, akan tetapi Surat pernyataan hibah tersebut belum memenuhi syarat meteril dari sebuah akta. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Yahya Harahap yang kemudian diikuti oleh Abdul Manan menyebutkan bahwa suatu akta dibawah tangan untuk kemudian dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam suatu sengketa di pengadilan harus memenuhi syarat formil dan syarat materil. Salah satu syarat materil adalah bahwa akta yang dibuat tidak bertentangan dengan hukum, agama, susila dan ketertiban umum2.

Dalam pembuatan akta khususya yang berhubungan dengan hukum Islam, harus mengikuti aturan dalam Islam. Yang menjadi patokan adalah bahwa alat bukti tertulis tidak boleh mengorbakan hukum materil Islam, seharusnya hukum formal itu semata-mata mengabdi untuk kepentingan hukum material3.

Dalam surat pernyataan hibah tersebut dijelaskan bahwa Penggugat menghibahkan sebuah tanah kepada Tergugat. Selama proses persidangan, mejelis hakim Pengadilan Agama Tuban memukan fakta bahwa tanah tersebut merupakan satu-satunya harta yang dimiliki oleh Penggugat selain uang Rp.2.500.000 yang dipegang oleh NC. Dengan demikian surat penyataan hibah tersebut telah mengorbankan hukum material Islam yang menyebutkan

2

Ibid., h. 245-246 3

(4)

bahwa seorang dapat menghibahkan hartanya sebanyak 1/3 harta, seperti yang tertera dalam pasal 210 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam

Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga dihadapan dua orang saksi untuk dimiliki4.

Putusan Pengadilan Agama Tuban 297/Pdt.G/2008/PA.Tbn yang mengakui dan menyatakan bahwa surat pernyataan tersebut sebagai alat bukti yang sah dan membenarkan dari pada isi surat tersebut, maka dari itu tindakan mejelis hakim yang membatalkan hibah yang dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2006 dan tidak melaksanakan isi dari surat tersebut dapat dibenarkan.

Saksi-saksi yang diajukan dalam proses persidangan berjumlah 4 orang yakni, saksi I, saksi II, saksi III dan saksi IV. Tidak semua saksi mengetahui tentang pokok gugatan yakni gugatan hibah. Saksi I dan saksi II adalah saksi

testimunium de auditu yakni saksi yang menerangkan apa yang didengar dari

orang lain, bukan apa yang ia lihat,dengar dan alami sendiri5. Saksi I dan saksi II mengaku bahwa mereka tidak tahu sendiri bahwa Penggugat telah menghibahkan tanahnya kepada Penggugat, melainkan mereka tahu dan dengar dari para tetangga.

Saksi III merupakan saksi yang keterangannya bisa dijadikan alat bukti, karena dia melihat, menyaksikan dan mendengar sendiri bahwa Penggugat telah menghibahkan tanahnya kepada Tergugat, dan kebetulan juga saksi III juga ikut menandatangani surat pernyataan hibah tersebut. Sebenarnya keterangan saksi III bertentangan dengan pokok gugatan, ia menerangkan bahwa hibah dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2006, sedangkan dalam

4

Kompilasi Hukum Islam, h. 66 5

(5)

surat gugatan hibah dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2005. Saksi IV memberikan keterangan bahwa dia diberitahu oleh Penggugat sendiri bahwa Penggugat akan menghibahkan tanahnya kepada Tergugat, dalam hal ini dia tidak menyebutkan tanggal berapa hibah dilaksanakan.

Hibah tanah yang diberikan oleh Penggugat kepada Tergugat sudah memenuhi syarat dan rukun hibah dalam Islam. Penggugat dan Tergugat telah memenuhi rukun dan syarat sebagai al-wāhib (Penggugat) dan al-mawhūb lah (Tergugat). Begitu juga dengan al-mawhūb (tanah yang dihibahkan) merupakan harta yang halal dan boleh untuk dihibahkan.

Gugatan pokok dalam perkara Nomor: 297/Pdt.G/2008/PA.Tbn adalah penarikan kembali hibah bersyarat dari Penggugat kepada Tergugat. Dari sekian alat bukti tidak ada satu pun yang menerangkan bahwa hibah tersebut disertai syarat seperti apa yang dikemukakan oleh Penggugat. Mejelis hakim tidak menarik kembali hibah tersebut, akan tetapi membatalkan karena melebihi dari ketentuan Kompilasi Hukum Islam pasal 210 ayat (1) seperti yang telah disebut di atas. Hal ini sejalan dengan hadi̇s Nabi bahwa orang muslim tidak boleh menarik kembali hibah yang telah diberikan kepada orang lain.

Mejelis hakim Pengadilan Agama Tuban hanya mengabulkan gugatan subsider Penggugat. Semua petitum dari Penggugat dinyatakan ditolak untuk sebagian dan sebagian yang lain tidak dapat diterima. Majelis hakim Pengadilan Agama Tuban memberikan putusan melebihi apa yang diminta oleh Penggugat. Penggugat dalam gugatannya meminta agar hibah yang dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2006 batal, akan tetapi majelis hakim

(6)

menyatakan hibah tersebut batal untuk 2/3 tanah tersebut dan 1/3 dari tanah tersebut tetap sah.

Meskipun putusan tersebut dirasa melebihi apa yang diminta oleh Penggugat, akan tetapi hal tersebut memang seharusnya dilakukan. Hal ini dikarenakan, Penggugat bukan orang yang berhak menarik kembali hibah yang telah diberikan, akan tetapi penjelasan mengenai hal tersebut tidak tertera dalam teks putusan. Majelis hakim sebagai orang yang lebih tahu tentang hukum sudah seharusnya memberi putusan yang adil terhadap para pencari keadilan, akan tetapi terkadang para pihak tidak mengerti terhadap pertimbangan hakim yang digunakan untuk memutuskan suatu sengketa. Mejelis hakim tidak akan memutuskan suatu sengketa tanpa ada pertimbangan serta dasar hukum yang jelas, karena hal tersebut dapat menyebabkan putusan yang diberikan menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Penggugat dalam salah satu petitumnya meminta agar majelis hakim untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya. Tindakan mejelis hakim menyatan hibah tersebut batal untuk sebagian dan sah untuk sebagian yang lain, ini merupakan putusan yang adil bagi pihak kedua belah pihak. Putusan majelis hakim Pengadilan Agama Tuban ini sebenarnya menguntungkan bagi Tergugat. Tergugat tidak kehilangan haknya, yakni 1/3 harta tersebut. Berdasarkan ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, bahwa sejak akad hibah dilangsungkan, hak Tergugat hanya 1/3 dari harta tersebut, akan tetapi karena ketidaktahuan para pihak dalam akad tersebut, maka pihak Tergugat merasa memiliki semua harta tersebut, meskipun sebenarnya 2/3 dari harta tersebut adalah miliki Penggugat.

(7)

B. Analisis Terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim beserta Putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya

Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dalam kasus No 259/Pdt.G/2008 PTA.Sby menggunakan alat bukti berupa pengakuan baik dari Pengugat maupun pengakuan dari Tergugat. Berdasarkan pengakuan keduanya bahwa hibah yang didalihkan pada tanggal 17 Oktober 2005 menurut Pengadilan Tinggi Agama benar-benar terjadi. Dalam hal ini, Pengadilan Tinggi Agama Surabaya kurang mencermati tahun yang disebutkan oleh pihak Tergugat. Tergugat membenarkan bahwa Penggugat telah menghibahkan tanahnya sekitar bulan Oktober 2006. Menurut Pengadilan Tinggi Agama Surabaya yang penting adalah bahwa transaksi hibah tersebut benar-benar ada sekalipun terdapat kerancuan dalam tahun pelaksanaan hibah tersebut. Jika Pengadilan Tinggi Agama mencermati pengakuan Tergugat tersebut, maka sebenarnya pengakuan tergugat tidak bisa dijadikan alat bukti karena tidak sesuai dengan apa yang didalihkan oleh penggugat.

Alat bukti lain yang digunakan adalah saksi dan surat penyataan hibah. Saksi dan surat pernyataan hibah dalam kasus ini merupaka bukti tambahan, karena menurut Pengadilan Agama Surabaya bukti utama adalah pengakuan dari pihak-pihak. Dengan bukti pengakuan saja sudah bisa memutuskan perkara tersebut, sebab pengakuan merupakan bukti yang menentukan dan hakim terikat terhadap bukti pengakuan6.

6

(8)

Dari sekian banyak bukti-bukti yang ada sebenarnya tidak satupun yang membuktikan bahwa hibah tersebut terjadi pada tanggal 17 Oktober 2005. Semua alat bukti menyebutkan bahwa hibah terjadi pada tahun 2006 bukan pada tahun 2005, meskipun tanggal kejadiannya sama tanggal 17 Oktober. Sama seperti halnya kejadian di Pengadilan Agama Tuban, seharusnya perkara ini ditolak karena gugatan yang diajukan kabur atau obscuur libel.

Pengadilan Tinggi Agama Surabaya juga menggunakan surat pernyataan hibah sebagai alat bukti, akan tetapi kekuatan pembuktian surat tersebut tidak sempurna. Surat tersebut hanya sebagai bukti pelengkap bahwa hibah tersebut telah dilakukan meskipun terdapat kerancuan tanggal didalamnya.

Pengadilan Tinggi Agama Surabaya membatalkan Putusan Pengadilan Agama Tuban No 297/Pdt.G/2008/PA.Tbn dengan alasan bahwa hibah tersebut bisa ditarik kembali berdasarkan keterangan dalam kitab Al-Muhażżāb yang menerangkan bahwa hibah orang tua terhadap anak bisa ditarik kembali. Imam An-Nawāwi dalam kitabnya Rawḍah at-Ṭālibīn menyebutkan bahwa yang bisa menarik kembali hibah adalah al-Ushūl yakni orang tua garis lurus, baik bapak - ibu atau kakek - nenek7.

Alasan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya yang kedua membatalkan Putusan Pengadilan Agama Tuban dikarenakan bahwa surat pernyataan hibah (bukti P.I) batal demi hukum sehingga hibah tersebut tidak berlaku lagi. Hal ini dapat dibenarkan, karena secara formal akta di bawah tangan tersebut memang cacat yakni mengenai tanggal pelaksanaan hibah yang tidak jelas atau rancu. Suatu perjanjian yang disyaratkan untuk dibuat secara formal

7 Nawāwi, an-, Abi Zakaria Yahya bin Syarif, Rawḍah at-Ṭālibīn,

(9)

akan tetapi tidak memenuhi formalitas menurut undang-undang maka perjanjian tersebut batal demi hukum8.

Dalam kasus gugatan penarikan kembali hibah antara Penggugat dan Tergugat ini, pihak Penggugat bukan nenek garis lurus dari Tergugat, melainkan saudara dari kakek Tergugat. Jadi tidak dibenarkan bahwa Penggugat bisa menarik kembali tanah yang telah dihibahkan kepada Tergugat.

Majelis hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dalam pertimbangannya menyebutkan, bahwa hibah bersyarat yang dilakukan oleh Penggugat dan Tergugat baik tersirat atau tersurat telah terbukti, akan tetapi alat bukti yang menerangkan bahwa hibah tersebut bersayarat batal demi hukum. Jika yang menjadi dasar bahwa hibah tersebut bersyarat adalah akta hibah yang telah batal demi hukum, maka seharusnya semua yang tertera dalam akta tersebut tidak berlaku, termasuk keterangan tentang adanya syarat dalam akad hibah tersebut.

Alat bukti yang dijadikan satu-satunya bukti terjadinya hibah antara Penggugat dan Tergugat adalah pengakuan dari keduanya. Pengakuan yang diberikan oleh Tergugat adalah, bahwa Tergugat memang mengakui bahwa Penggugat menghibahkan hartanya pada Tergugat, akan tetapi Tergugat tidak mengakui bahwa hibah tersebut dilakukan dengan adanya persyaratan sebagaimana yang didalihkan oleh Penggugat. Majelis hakim tidak memiliki bukti yang menyatakan bahwa hibah tersebut memang dilakukan dengan adanya syarat-syarat tertentu.

8

(10)

Majelis hakim untuk membatalkan atau menarik kembali hibah yang telah diberikan oleh Penggugat kepada Tergugat mempunyai banyak pertimbangan. Pertama, bahwa majelis hakim menyatakan bahwa hibah tersebut dilakukan dengan adanya syarat sebagaimana yang diakui oleh Penggugat, dan Tergugat tidak memenuhi syarat tersebut. Kedua, adalah bahwa akta hibah yang membuktikan bahwa hibah tersebut benar-benar terjadi batal demi hukum, sehingga isi dari akta tersebut tidak berlaku. Pertimbangan yang ketiga adalah, bahwa Penggugat adalah orang yang berhak untuk menarik kembali hibah yang telah diberikan.

Tidak semua pertimbangan yang digunakan majelis hakim untuk membatalkan hibah Penggugat kepada Tergugat tepat. Berdasarkan alat bukti pengakuan Tergugat sebagaimana yang digunakan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, maka hibah tersebut benar terjadi, namun tanpa adanya syarat apapun.

Seharusnya Pengadilan Tinggi Agama Surabaya tidak membatalkan semua hibah tersebut, akan tetapi menyatakan bahwa hibah 1/3 dari harta tersebut tetap sah karena alasan pembatalan yang dikemukakan oleh Penggugat mengenai tidak terpenuhinya syarat, tidak terbukti dan Penggugat bukan orang yang berhak untuk menarik kembali hibah yang telah diberikan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menyimpulkan bahwapertimbangan hukum hakim dalam gugatan penolakan pengingkaran anak yang terjadi di Pengadilan Agama Surabaya dikarenakan hakim

Majelis hakim Pengadilan Agama dalam menjatuhkan putusan tentang perkara permohonan izin poligami cenderung menggunakan pertimbangan hukum agama yang dianut dan

Menimbang, bahwa terhadap petitum gugatan Penggugat point nomor 3 (tiga) setelah Majelis Hakim meneliti surat bukti yang diajukan oleh Tergugat I dan Tergugat II

Menimbang, bahwa gugatan Penggugat pada pokoknya mohon agar Majelis Hakim Pengadilan Agama Sampang menjatuhkan talak satu bain sughro Tergugat terhadap Penggugat

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah terjadikeretakan ikatan lahir batin sebagai

Maka Majelis Hakim menyimpulkan, dimana Tergugat II tidak ada hubungan apa pun dengan akad pembiayaan murabahah antara Tergugat I dan Pihak Bank BPR Syariah Al-Wadi’ah,

KEPUTUSAN KETUA PENGADILtrN TINGGI AGAMA BANDUNG TE}TTANG PERUBAHAN SUSUNAN MAJELIS HAKIM PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG Perubahan Susunan Majelis Hakim pada Pengadilan

Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima niet ovankelijke verklaard Pernyataan majelis hakim pengadilan Agama Kediri yang tertuang dalam putusan Nomor 0457/Pdt.G/2016/PA.Kdr