• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SUMENEP NO:590/PDT.G/2013/PA.SMP OLEH PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA NO:469/PDT.G/2013/PTA.SBY TENTANG CERAI TALAK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SUMENEP NO:590/PDT.G/2013/PA.SMP OLEH PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA NO:469/PDT.G/2013/PTA.SBY TENTANG CERAI TALAK."

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN

PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SUMENEP

NO:590/PDT.G/2013/PA.SMP OLEH PENGADILAN

TINGGI AGAMA SURABAYA

NO:469/PDT.G/2013/PTA.SBY

TENTANG CERAI TALAK

SKRIPSI

OLEH

SYAMSUL ARIFIN C51210156

Universitas Agama Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Ahwal Al Syakhsiyah

(2)

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK SYARIAH MANDIRI

PERIODE 2011-2013 DALAM PERSPEKTIF RASIO CAMELS

SKRIPSI

OLEH

MUH. SYAUKIN MUTTAQIN

NIM. C04211100

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SURABAYA

(3)

PENGESAHAN

Skripsi yang ditulis oleh Syamsul Arifin ini telah dipertahankan di depan sidang Majelis Munaqasah Skripsi Fakultas Syariah UIN Sunan Ampel pada hari Rabu tanggal 28 Januari 2015 dan dapat diterima sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program sarjana strata satu dalam ilmu Syariah.

Majelis Munaqasah Skripsi:

Ketua Sekretaris

Dr. H. Darmawan,S.HI,M.HI.

NIP 198004102005011004

Siti Rumilah, M.Pd.

NIP. 197607122007102005

Penguji I, Penguji II, Pembimbing,

Dra. Hj. Siti Dalilah Candrawati, M.Ag

NIP. 196006201989032001

Dr. Sanuri, M.Fil.I.

NIP. 197601212007101001

Dr. H.Darmawan,S.HI,M.HI.

NIP 198004102005011004

Surabaya, Mengesahkan, Fakultas Syari’ah

Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Dekan,

Dr. H. Sahid HM, M.Ag

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya : Nama : Syamsul Arifin

NIM : C51210156

Fakultas/Jurusan : Syariah dan Hukum/ Hukum Perdata Islam

Judul Skripsi : Analisis Hukum Islam Terhadap Pembatalan Putusan PA Sumenep Nomor 590/Pdt.G/2013/PA.Smp oleh Pengailan tinggi Agama Surabaya Nomor 469/Pdt.G/2013/PTA.Sby Tentang Cerai Talak

Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Surabaya, 05 Januari 2015 Saya yang menyatakan,

Syamsul Arifin

(5)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi yang ditulis oleh Syamsul Arifin ini telah diperiksa dan disetujui untuk dimunaqasahkan.

Surabaya, 05 Januari 2015

Pembimbing,

(6)

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Pembatalan Putusan PA Sumenep Nomor 590/Pdt.G/2013/PA.Smp oleh Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Nomor 469/Pdt.G/2013/PTA.Smp tentang Cerai Talak” yang di dalamnya terdapat perbedaan pertimbangan majelis hakim dan analisa terhadap pembatalan putusan. Permasalahan yang dibahas di dalamnya adalah apa dasar hukum dan pertimbangan Majelis Hakim Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dalam pembatalannya terhadap putusan Pengadilan Agama Sumenep, dan bagaimana analisis secara yuridis mengenai pembatalan putusan yang dilakukan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah kualitatif dan bersikap deskriptif analitis, dengan begitu penulis berupaya menjelaskan serta menganalisa putusan yang ada yang terdapat di lapangan dengan obyektif dan sistematis. Berikut penyajian data dengan wawancara kepada Majelis Hakim Agama Surabaya dan memelajari berkas putusan. Adapun untuk mempermudah mengambil kesimpulan dari hasil analisa putusan, maka pola pikir deduktif sangat relevan untuk diuraikan sebagai alat tinjau dari kerangka teoritis perihal analisa yuridis yang membahas advokat.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pembatalan putusan yang dilakukan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya terhadap Pengadilan Agama Sumenep tersebut didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam pasal 4 ayat 1 dan pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang pada intinya memuat dua hal, yakni: pertama, kewajiban untuk melaksakan sumpah di sidang terbuka pengadilan tinggi diwilayah domisili hukumnya. Dan kedua, adalah kewajiban untuk advokat menjadi anggota organisasi advokat agar bisa menjalankan profesinya. Berikut juga Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya berdasar pada keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/P.UU-VII/2009 yang intinya sumpah advokat harus tetap dilakukan oleh Pengadilan Tinggi tanpa melihat dari organisasi mana advokat berasal.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 12

C. Rumusan Masalah ... 13

D. Kajian Pustaka ... 13

F. Tujuan Penelitian ... 15

E. Kegunaan Hasil Penelitian ... 15

G. Definisi Operasional ... 16

H. Metodologi Penelitian... 16

I. Sistematika Pembahasan ... 20

BAB II: BERACARA DENGAN MENGGUNAKAN KUASA HUKUM……….……… 22

A. Hukum Acara di Pengadilan Agama ……….. 22

(8)

C. Advokat ... 26

1. Pengertian Advokat …... 26

2. Syarat-syarat Menjadi Advokat... 30

3. Bantuan Hukum... 22

4. Legal Standing ... 36

D. Sumpah Advokat ... 37

1. Pengertian Sumpah ... 37

2. Prosedur Pelaksanaan Sumpah Advokat ... 38

3. Peran Organisasi Advokat dalam Sumpah Advokat ... 39

E. Sumpah Advokat Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/P.UU-VII/2009... 42

BAB III:DESKRIPSI PUTUSAN PA SUMENEP No:590/Pdt.G/2013/PA. SMP DAN PTA SURABAYA No:469/Pdt.G/PTA.SBY... 47

A. Deskripsi Perkara PA Sumenep No:590/Pdt.G/2013/Pa.Smp.……... 47

1. Sekilas Tentang Perkara ... 47

2. Pertimbangan dan Dasar Hukum Hakim ... 50

3. Putusan Pengadilan ……….. 52

B. Deskripsi Perkara PTA Surabaya No:469/Pdt.G/2013/PTA.Sby ... 53

1. Sekilas Tentang Perkara ... 53

(9)

3. Putusan Pengadilan ……….. 58

BAB IV: ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SUMENEP NO:590/PDT.G/2013/PA.SMP OLEH PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA NO:469/PDT.G/2013/PTA.SBY... 59

A.Analisis yuridis terhadap pembatalan putusan Pengadilan Agama Sumenep No:590/Pdt.G/2013/PA.Smp oleh Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No:469/Pdt.G/2013/PTA.Sby... 59

B.Analisis yuridis terhadap pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama dalam pembatalan putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Sumenep... 61

BAB V: PENUTUP ... 76

A.Kesimpulan... 77

B.Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan ditujukan untuk mewujudkan keluarga yang harmonis penuh kasih sayang. Akan tetapi banyak sekali perkawinan yang tidak sampai pada tujuan tersebut. Di karenakan terjadinya masalah-masalah dalam mengarungi kehidupan berkeluarga yang sulit terselesaikan dan bahkan berujung pada putusnya perkawinan. Diantaranya karena talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istri, karena perceraian yang terjadi antara keduanya, atau karena sebab-sebab yang lain. Secara spesifik penulis akan menguraikan mengenai cerai talak. Pengertian talak menurut bahasa diambil dari kata “iṭlāq” yang menurut bahasa

artinya “melepaskan atau meninggalkan”. Menurut istilah syara’, talak yaitu:

ِ ح

ِ لِ

ِ رِ بِ

ط

ِ ةِ

ِ زلا

ِ وِ جا

ِِ وِ ا

ِ نِ ه

ِ ءاِ

ِ لاِ ع

ِ لِ ق

ِ ةِ

ِ زلا

ِ وِ ج

ِ يِ ة

.

ِ

Artinya: Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.1 Sedang menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 117 yang dimaksud dengan talak adalah ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.2 Penjelasan definisi di atas bisa ditarik kesimpulan, bahwa talak adalah ikrar suami kepada istri dimuka pengadilan dan menjadi lepasnya hubungan suami istri. Seperti ditegaskan pada

1

Abdur Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta:Kencana,2010),192 2

(11)

2

Undang-Undang Nomor 01 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 39 ayat 1 bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. 3

Menyelesaikan perkara perdata Islam dapat dilakukan di pengadilan Agama. Seperti dalam Undang-Undang Nomor 07 tahun 1989, Undang-Undang Nomor 03 tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Dan bila terdapat pihak yang berperkara atau berselisih tidak mengetahui sistematika dan tatacara berperkara di peradilan bisa meminta bantuan atau menguasakan kepada seorang advokat untuk mendampingi pihak berperkara. Atau biasa disebut dengan kuasa hukum. Kuasa berarti wewenang, jadi pemberian kuasa berarti pemberian pelimpahan wewenang dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk mewakili kepentingannya.4 Sehingga proses berpakara di peradilan bisa berjalan dengan lancar dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Istilah advokat bukan asli bahasa Indonesia. Advokat berasal dari bahasa Belanda, yaitu advocaat, yang berarti orang yang berprofesi memberikan jasa hukum. Jasa tersebut diberikan di dalam atau di luar ruang sidang.5 Sedangkan pengertian advokat menurut pasal 1 butir 1 undang-undang nomor 18 tahun 2003 tentang advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan

3

Salinan Undang-Undang RI No:01 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 39

4

Darwan Prinst, Strategi Menyusun Dan Menangani Gugatan Perdata, (Bandung:Citra Aditya Bakti,1996),6.

5

(12)

3

undang-undang ini6. Secara historis, advokat termasuk salah satu profesi yang tertua. Dalam perjalanannya, profesi itu bahkan dinamai sebagai jabatan yang mulia (officium nobile). Penamaan itu terjadi karena aspek “kepercayaan” dari pemberi kuasa (klien) yang dijalankan untuk mempertahankan dan memperjuangkan hak-haknya di forum yang telah ditentukan. Sebab memberi kepercayaan adalah tidak mudah.7 Dan dalam pelaksanaannya advokat tidak pilih-pilih dalam pembelaan terhadap klien, apakah itu pejabat, pemerintah ataupun golongan kuat.

Advokat memiliki kepedulian pada keadilan bagi rakyat kecil bukan belas kasihan semata. Oleh sebab itu membela kepentingan rakyat kecil menjadi agenda utama para advokat sebagai individu dan komunitasnya sebagai kolektif. Dalam konteks inilah kode etik profesi mengemuka dan kolektifitas yang diwujudkan melalui pembentukan komunitas lembaga atau organisasi profesi menampakkan signifikasinya. Kode etik profesi yang kasat mata terlihat seperti membatasi ruang gerak advokat saat menjalankan profesinya, justru memprestasikan komponen vital dari interaksi timbal balik antara profesi dan masyarakat luas.8

Sedangkan jasa hukum yang diberikan oleh advokat kepada klien (orang/badan hukum yang mendapat bantuan hukum) berupa konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, dan melakukan kegiatan hukum lain demi kepentingan klien. Sebagai pemberi jasa hukum,

6

Ibid., 3.

7

Luhut M.P. Pangaribuan, Advokat dan Contempt of Court Satu Proses di Dewan Kehormatan Profesi, (Jakarta: Djambatan,1996),1.

8

(13)

4

advokat hanya berkaitan dengan kepentingan klien.9 Bantuan hukum di dalam bahasa asing banyak dikenal istilah untuk bantuan hukum, di antaranya rechtshulp, rechtsbijstand, legal aid, legal assistance, rechspeistaind. Di samping itu terdapat pula istilah konsultasi, consultratie, consultation juga dikena istilah penyuluhan hukum dan legal information.10

Pada hakikatnya tidak mutlak harus ada advokat atau pengacara pada setiap perkara yang diajukan ke pengadilan, sebab di Indonesia tidak menganut asas “verpliche procirevrstelling”. Pada umumnya di Indonesia menganut asas ius curia novit”, hakim dianggap tahu hukum lebih-lebih sekarang seorang hakim disyaratkan harus sarjana hukum yang diharapkan bahwa hakim tahu akan hukumnya terhadap perkara yang disidangkan. Kehadiran advokat dalam persidangan pengadilan diharapkan dapat membantu hakim dalam mencari kebenaran hukum. Ia tidak boleh memutarbalikkan peristiwa demi kepentingan klien-nya agar klien-nya ,menang di dalam sidang pengadilan.11

Untuk menjadi seorang advokat dan menjalankan tugas harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, yaitu:12

a. Warga Negara republik Indonesia b. Bertempat tinggal di Indonesia

c. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat Negara d. Berusia sekurang-kurangnya 25 (duapuluh lima) tahun

9

Suara ULDiLAG Edisi 4 Februari 2004 M, (Jakarta:Pokja Perdata Agama MA-RI, 2004), 6.

10

Abdul Manan, Penerapan hukum acara perdata di lingkungan peradilan agama, (Jakarta;Kencana,2008), 67.

11

Ibid.,68.

12

(14)

5

e. Berijazah sarjana yang latarbelakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 undang-undang nomor 18 tahun 2003

f. Lulus ujian yang diadakan oleh organisasi advokat

g. Magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor advokat h. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindakan pidana kejahatan yang

diancam dengan pidana penjara 5(lima) tahun atau lebih

i. Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil dan mempunyai integritas yang tinggi.

Kemudian dalam undang-undang advokat terdapat istilah pengangkatan dan sumpah advokat yang tercantum pada bab II. Pengangkatan advokat dilakukan oleh organisasi advokat setelah melalui pendidikan advokat dan ujian advokat oleh organisasi tersebut. Pengangkatan advokat harus didahului oleh pendidikan, yang berdasarkan pada Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 disebut sebagai Pendidikan Khusus Profesi Advokat.13 Seperti dalam pelaksanaannya Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) membentuk Komisi Pendidikan Profesi Advokat Indonesia (KP2AI), oleh karena itu komisi ini bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan advokat di Indonesia. Pasca menjalani pendidikan advokat barulah setelah itu mengikuti Ujian Profesi Advokat yang diadakan oleh organisasi advokat.

Dengan terpenuhi sejumlah persyaratan yang diatur dalam undang-undang advokat maka diadakan pengangkatan advokat. Calon advokat tersebut berhak untuk melakukan praktik (admission to practice) sebagai professional hukum.

13

(15)

6

Namun sebelum melakukan praktik calon advokat sesuai dengan pasal 4 ayat 1 wajib bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang pengadilan tinggi di wilayah domisili calon advokat tersebut. Pengadilan tinggi yang dimaksud adalah pengadilan tinggi dalam lingkungan peradilan umum, bukan pengadilan tinggi agama atau pengadilan tinggi tata usaha Negara.14

Perlu ditegaskan kembali bahwa, sejak pemberlakukan undang-undang advokat, pengangkatan advokat tidak lagi dilakukan oleh pengadilan atau menteri kehakiman (sekarang berubah menjadi menteri hukum dan perundang-undangan), tetapi oleh organisasi advokat sendiri. Mahkamah agung hanya mendapatkan tembusan dari surat pengangkatan dan berita acara sumpah.15

Petunjuk teknis untuk pengambilan sumpah calon advokat terdapat pada Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pengambilan Sumpah Advokat. Bahwa Pengambilan sumpah dilakukan oleh ketua atau, jika berhalangan oleh wakil ketua pengadilan tinggi dengan memakai toga dalam suatu sidang terbuka untuk umum, tanpa dihadiri oleh panitera. Salinan berita acara sumpah dikirimkan oleh panitera pengadilan tinggi yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan HAM, dan Organisasi Advokat.16

Bunyi sumpah advokat sesuai dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang advokat pasal 4 ayat 2 yaitu:

14

Ibid.,71.

15

Ibid.

16

(16)

7

“Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji : a). Bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia; b). Bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga; c). Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan; d). Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara Klien yang sedang atau akan saya tangani; e). Bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Advokat; f). Bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab profesi saya sebagai seorang Advokat.17

Akan tetapi perjalanan pelaksanaan sumpah ini terdapat kendala sejak beredarnya Surat Ketua Mahkamah Agung No. 052/KMA/V/2009 yang diedarkan kepada seluruh ketua pengadilan tinggi untuk tidak mengambil sumpah advokat yang baru dilantik karena terdapat perselisihan organisasi advokat, antara lain PERADI, KAI dan Peradin. Seperti pada Surat Ketua Mahkamah Agung No. 052/KMA/V/2009 butir 2; Selama penyelesaian masalah tersebut belum ada,

17

(17)

8

Mahkamah Agung meminta kepada para Ketua Pengadilan Tinggi untuk tidak terlibat secara langsung atau tidak langsung terhadap adanya perselisihan tersebut yang berarti Ketua Pengadilan Tinggi tidak mengambil sumpah Advokat baru sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, karena akan melanggar pasal 28 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003”.18

Hingga pada tahun 2009 terdapat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 atas permasalahan di atas, bahwa penyelenggaran sidang terbuka Pengadilan Tinggi untuk mengambil sumpah bagi para Advokat sebelum menjalankan profesinya sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) UU Advokat merupakan kewajiban atributif yang diperintahkan oleh Undang-Undang, sehingga tidak ada alasan untuk tidak menyelenggarakannya. Namun demikian, Pasal 28 ayat (1) UU Advokat juga mengamanatkan adanya Organisasi Advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat, sehingga para Advokat dan organisasi organisasi Advokat yang saat ini secara de facto ada, yaitu Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI), harus mengupayakan terwujudnya Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (1) UU Advokat;19

Menurut putusan di atas bahwa sumpah advokat hanya sah jika dilakukan di sidang terbuka pengadilan tinggi wilayah domisili, jika dilakukan selain di pengadilan tinggi maka tidak sah. Sehingga sumpah di depan sidang terbuka ini menjadi syarat penting untuk kelangsungan dan proses berperkara di pengadilan.

18

Salinan SEMA Nomor 052/KMA/V/2009.

19

(18)

9

Jika terdapat advokat yang tanpa memiliki berita acara sumpah di sidang terbuka pengadilan tinggi domisili maka dikatakan advokat tidak legal standing (berkedudukan hukum) untuk beracara di muka sidang pengadilan.

Penelitian ini menulis meneliti suatu perkara cerai talak yang tejadi di Pengadilan Agama Sumenep. Alasan permohonan talak yang didalihkan yaitu pemohon dan termohon awalnya hidup harmonis di kediaman orang tua termohon selama 3 tahun 10 bulan, namun sebulan kemudian terjadi perselisihan dan percekcokan yang terus menerus yang disebabkan pemohon tidak krasan tinggal di rumah orang tua termohon dan mengajak termohon untuk pindah di rumah pemohon dan termohon menolaknya. Keterangan tersebut di bantah oleh termohon bahwa sebenarnya kehidupan rumah tangganya berjalan dengan baik-baik saja.

(19)

10

500.000,- (Lima ratus ribu rupiah) setiap bulan sampai anak tersebutdewasa; 5. Menyatakan gugatan penggugat rekonvensi tentang Harta bersama tidak dapat diterima.20

Kemudian terhadap putusan Pengadilan Agama Sumenep tersebut diajukanlah banding karena memang dirasa oleh pihak termohon masih dirasakan terdapat yang tidak berkenan terhadap pemohon. Sehingga termohon mengajukan banding dan di terima oleh Pengadilan Tinggi Agama Surabaya karena pengajuan banding masih sesuai dengan prosedur yang ada pada pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947, dan secara formil permohonan banding diterima. Termohon menjadi pembanding dan pemohon menjadi terbanding.

Namun dalam putusannya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya memiliki pandangan yang berbeda dan tidak sependapat dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama Sumenep. Pengadilan Tinggi Agama yang menerima, memeriksa dan memutus perkara tingkat banding menemukan fakta lain mengenai advokat yang tidak berkedudukan hukum (legal standing). Tidak legal standing dikarenakan bahwa advokat dari pemohon/terbanding tidak melaksanakan sumpah di depan sidang terbuka Pengadilan Tinggi. Sehingga Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya membatalkan putusan Pengadilan Agama Sumenep dengan nomor 469/Pdt.G/2013/PTA.Sby.

Dengan amar putusan berbunyi: a). Menyatakan bahwa permohonan banding Pembanding dapat diterima; b). MembatalkanputusanPengadilan Agama

20

(20)

11

Sumenep Nomor 590/Pdt.G/2013/ PA.Smp. tanggal 22 Oktober 2013 Masehi bertepatan tanggal 17 Dzulhijjah 1434 Hijriyah; DENGAN MENGADILI SENDIRI :1. Menyatakan bahwa permohonan Pemohon tidak dapat diterima; 2. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.631.000,- (enam ratus tiga puluh satu ribu rupiah); 3. Membebankan kepada Pembanding untuk membayar biaya perkara pada tingkat banding sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah);21

Berdasarkan uraian di atas, terlihat jelas adanya perbedaan persepsi antara Pengadilan Agama Sumenep dengan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya. Bahwa dalam putusannya Pengadilan Agama Sumenep hanya melihat kepada unsur bisa dirukunkan kembali antara pemohon dan termohon atau tidak karena seringnya terjadi perselisihan dan percekcokan. Sedangkan putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya bahwa telah memeriksa berkas-berkas banding, ditemukan bahwa advokat dari pemohon/terbanding tidaklah legal standing beracara di pengadilan. Karena sumpah yang telah dilakukan hanya kepada rohaniawan islam bukan di sidang terbuka Pengadilan Tinggi wilayah domisili. Maka dengan ini perkara selanjutnya tidak relevan untuk diperiksa. Dan penulis lebih spesifik membahas tentang advokat tidak legal standing dikarenakan sumpah. Dan beberapa hal diataslah, penulis merasa tertarik dan ingin mengetahui secara lebih detail dan jelas mengenai permasalahan tersebut. Maka dari itu penulis dapat mengangkat dan merumuskan sebuah judul yakni; “Analisis Yuridis Terhadap Pembatalan Putusan Pengadilan Agama Sumenep No:590/Pdt.G/2013/PA.Smp.

21

(21)

12

Oleh Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No:469/Pdt.G/2013 tentang cerai

talak”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang bisa diidentifikasi adalah sebagai berikut :

1. Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya no;469/Pdt.G/2013/PTA.Sby

2. Analisis yuridis terhadap putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No;469/Pdt.G/2013/PTA.Sby.

3. Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama Sumenep dalam putusan no;590/Pdt.G/2013/PA.Smp

4. Tata cara menjadi seorang yang memiliki legal standing

5. Tata cara pelaksanaan sumpah di muka sidang terbuka pengadilan tinggi wilayah domisili.

6. Penggunaan jasa hukum Advokat

7. Status Advokat yang sudah diangkat menjadi advokat namun belum bersumpah 8. Tanggapan organisasi advokat (PERADI dan KAI) terhadap sumpah disidang

terbuka pengadilan tinggi wilayah domisili.

(22)

13

C. Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, maka perlu spesifikasi pembahasan sehingga pembahasan lebih sistematis dan tidak melebar. Rumusan masalahnya tersusun sebagai berikut:

1. Bagaimana pertimbangan hukum Majlis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No:469/Pdt.G/2013/PTA.Sby.?

2. Bagaimana analisa yuridis terhadap putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No:469/Pdt.G/2013/PTA.Sby.?

D. Kajian Pustaka

Pada kajian pustaka ini pada dasarnya adalah untuk memberikan gambaran topik pembahasan yang akan diteliti. Sehingga tidak ada pengulangan materi secara mutlak dan benar-benar berbeda. Diantaranya ada beberapa skripsi yang membahas tentang advokat:

(23)

14

Perguruan Tinggi Syari’ah mempunyai kewenangan seperti advokat-advokat yang berlatar belakang kesarjanaan hukum lain.22

2. Skripsi yang dibahas oleh Lailatul Farokha tahun 2007 yang berjudul “Advokasi terhadap Korban Trafiking oleh Internasional Organization for

Migration (IOM) di Wilayah Surabaya dalam Perspektif Hukum Islam”. Dalam skripsi ini menyimpulkan bahwa agama Islam memandang bahwa bentuk-bentuk advokasi yang dipakai oleh IOM Surabaya dalam memberi perlindungan terhadap korban trafiking sudah relevan karena sesuai dengan hukum Islam, yaitu terciptanya suatu kemaslahatan/ kebaikan bagi seluruh umat manusia yang telah menjunjung tinggi prinsip penghormatan, kasih sayang, dan kemanusiaan.23

3. Skripsi yang dibahas oleh M. Johan Kurniawan tahun 2011 yang berjudul Eksistensi dan Wewenang Advokat Dalam Mendampingi Terdakwa Ditinjau Dalam Hukum Islam”. Dalam skripsi ini menyimpulkan bahwa advokat bisa membela dan memberi bantuan hukum terhadap terdakwa dengan menggunakan asas praduga tak bersalah. Dan menurut hukum islam mewakilkan perkara kepada advokat hukumnya adalah boleh.24

Sedangakan masalah yang akan penulis berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Pembatalan Putusan Pengadilan Agama Sumenep

22

Kusaeri, Respon Lembaga Bantuan Hukum Surabaya terhadap Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya,2003.

23

Lailatul Farokha, Advokasi terhadap Korban Trafiking oleh Internasional Organization for Migration (IOM) di Wilayah Surabaya dalam Perspektif Hukum Islam, Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2007

24

(24)

15

No:590/Pdt.G/2013/PA.Smp. Oleh Pengadilan Tinggi Agama Surabaya

No:469/Pdt.G/2013 tentang cerai talak” ini berbeda dengan penelitan-penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini lebih terfokus pada permasalahan tentang advokat yang tidak legal standing sebab tidak bersumpah di sidang terbuka pengadilan tinggi wilayah domisili. Ditambah dengan obyek penelitian yang berbeda dari penelitian yang terdahulu, yaitu berupa putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No:469/Pdt.G/2013/PTA.Sby.

E. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian yang akan penulis lakukan dalam penyusunan skripsi adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pertimbangan hukum Majlis Hakim Pengadilan Tinggi Surabaya No:469/Pdt.G/2013/PTA.Sby.

2. Mengetahui analisis yuridis terhadap putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No:469/Pdt.G/2013/PTA.Sby.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberi manfaat sekurangkurangnya dalam dua aspek :

1. Aspek teoritis, hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan sebagai kajian hukum khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi

Fakultas Syari’ah dan bagi siapa saja yang ingin mengkaji lebih dalam tentang

(25)

16

2. Aspek praktis, hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai acuan pembaca untuk lebih memahami arti advokat dalam beracara di muka persidangan. Berikut sebagai acuan untuk penelitian yang akan mendatang.

G. Definisi Operasional

Untuk mendapat gambaran yang jelas dan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami judul, maka perlu dijelaskan beberapa istilah berikut:

Analisis yuridis : Analisa dengan menggunakan dasar hukum acara di pengadilan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 dan Putusan MK No. 101/PUU-VII/2009.

Pembatalan putusan: Pembatalan putusan yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Agama membatalkan putusan Pengadilan Agama Sumenep.

H. Metodologi Penelitian

Pada dasarnya metode penelitian berhubungan erat dengan prosedur, alat, serta desain penelitian yang akan digunakan.25 Dan dalam penelitian ini metodenya adalah sebagai berikut:

1. Data yang Dikumpulkan

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan ialah data-data yang diperoleh dalam penelitian dengan cara mempelajari berkas-berkas perkara dan wawancara dengan para pihak Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dan para pihak Pengadilan Agama Sumenep.

25

(26)

17

2. Sumber Data

a. Sumber data primer

Sumber primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama melalui penelitian.26 Data diperoleh penulis dari data lapangan berupa berkas putusan perkara cerai talak dan hasil wawancara dengan hakim Pengadilan Agama Sumenep dan Pengadilan Tinggi Agama Suarabaya yang terkait dengan kasus ini.

1. Berkas putusan Pengadilan Agama Sumenep No:590/Pdt.G/2013.

2. Berkas putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya N0: 469/Pdt.G/2013. b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah yaitu data yang tidak secara langsung dikumpulkan oleh orang yang berkepentingan dengan data tersebut.27 data sekunder diambil dan diperoleh dari bahan pustaka yang berhubungan dengan masalah yang penulis bahas di antaranya:

1. Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama oleh Abdul Manan

2. Dasar-Dasar Profesi Advokat oleh V.Harlen Sinaga. 3. Pendidikan Keadvokatan oleh Ishaq.

4. Advokat dan Contempt of Court Satu Proses di Dewan Kehormatan Profesi, oleh Luhut M.P. Pangaribuan.

5. Advokat Indonesia Mencari Legitimasi oleh Binzaid Kadafi dkk.

26

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,2007), 12.

27

(27)

18

6. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia.

7. Tantangan dan Kemandirian Advokat oleh Dominggus Maurist Luitnan.

8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. 9. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009. 3. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara atau interview

Menurut Kartono (1980:171) interview atau wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, ini merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua orang, atau lebih berhadap-hadapan secara fisik. Dalam proses interview terdapat 2 (dua) pihak dengan kedudukan yang berbeda. Pihak pertama berfungsi sebagai penanya, disebut pula sebagai interviewer, sedang pihak kedua berfungsi sebagai pemberi informasi (information supplyer), atau pemberi informasi.28

Penulis mengadakan wawancara dan tanya jawab langsung dengan hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya terkait dengan dasar hukum yang dipakai oleh hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dalam memutuskan perkara cerai talak tentang keterangan advokat yang tidak legal standing karena sumpah yang tidak di depan sidang terbuka pengadilan agama. Berikut juga wawancara kepada hakim Pengadilan Agama Sumenep dasar hukum atas putusan perkara cerai talak.

b. Dokumentasi (Reading Text)

28

(28)

19

Dokumentasi data yang diteliti berupa berkas-berkas putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No:460/Pdt.G/2013/PTA.Sby.

4. Teknik Pengolahan Data

Setelah data yang diperlukan terkumpul, selanjutnya penulis akan melakukan pengolahan data dengan teknik sebagai berikut:

a. Editing, yakni memilih dan menyeleksi data-data berupa putusan Pengadilan Agama Sumenep Nomor 590/Pdt.G/2013/PA.Smp dan putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Nomor 469/Pdt.G/2013/PTA.Sby dan buku-buku tentang advokat yang memberikan keterangan terkait penjelasan dasar hukum putusan PA Sumenep dan juga tentang keadvokatan.

b. Organizer, perencanaan penelitian yang akan dilakukan, hingga proses peninjauan dan interview atas obyek penelitian oleh penulis, guna mendapatkan data konkret dari lapangan. Serta memilah-milah dan menyusun kembali data-data yang terkumpul untuk ditinjau berupa pembatalan putusan PTA Surabaya nomor 469/Pdt.G/2013/PTA.Sby kepada PA Sumenep nomor 590/Pdt.G/2013/PA.Smp.

c. Analizing, yakni kegiatan pembuatan analisa-analisa sebagai dasar penarikan kesimpulan, yaitu menganalisis isi dari putusan tentang dasar hukum hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya tentang advokat yang tidak legal standing karena tidak sumpah di depan sidang terbuka pengadilan tinggi wilayah domisili.

5. Teknis Analisis Data

(29)

20

Yaitu metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian objek penelitian mengenai pembatalan putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya nomor 469/Pdt.G/2013/PTA.Sby tentang advokat tidak legal standing karena tidak sumpah di depan sidang terbuka pengadilan tinggi wilayah domisili. Berikut menganalisis mengenai pertimbangan hukum majlis hakim PA Sumenep dalam putusan nomor 590/Pdt.G/2013/PA.Smp.

b. Metode Deduktif

Yaitu metode yang mengemukakan data-data yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, diawali teori atau dalil yang bersifat umum tentang advokat, kemudian mengemukakan kenyataan yang bersifat khusus dari hasil penelitian tentang adanya pembatalan putusan Pengadilan Agama Sumenep (Nomor 590/Pdt.G/2013/PA.Smp) oleh Pengadilan Tinggi Agama Surabaya (Nomor 469/Pdt.G/2013/PTA.Sby) yang kemudian dianalisis menggunakan teori-teori tersebut, sehingga mendapatkan gambaran yang jelas mengenai masalah tersebut.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pembahasan, maka diperlukannya suatu sistematika pembahasan sebagai berikut:

(30)

21

Bab II tinjauan umum beracara di pengadilan menggunakan kuasa hukum, bab II ini berisi landasan teori berikut undang-undang secara umum tentang beracara di pengadilan dan advokat. mengenai definisi, syarat-syarat menjadi advokat, sumpah advokat di sidang terbuka pengadilan tinggi wilayah domisili, dan beberapa peraturan yang mengatur tentang advokat.

Bab III deskripsi hasil penelitian, dalam bab III ini berisi tentang deskripsi hasil penelitian PA Sumenep No:590/Pdt.G/2013/PA.Smp dan PTA Surabaya No:469/Pdt.G/2013/PTA.Sby mengenai hasil wawancara. Serta beberapa dokumen pendukung terhadap penelitian peneliti. Berikut juga berisi tentang pertimbangan majlis hakim PTA Surabaya.

Bab IV analisis terhadap pembatalan putusan PA Sumenep oleh PTA Surabaya. Pada Bab IV ini merupakan analisa terhadap putusan PTA Surabaya yang membatalkan putusan PA Sumenep dengan menggunakan hukum acara pengadilan menggunakan kuasa hukum, undang-undang advokat nomor 18 tahun 2003 dan putusan mahkamah konstitusi nomor 101/PUU-VII/2009.

(31)

BAB II

BERACARA DENGAN MENGGUNAKAN KUASA HUKUM

A. Hukum Acara di Pengadilan Agama

Ketentuan mengenai hukum acara di pengadilan agama baru disebutkan secara tegas sejak diterbitkan Undang-undang nomor 07 Tahun 1989. Selain diatur tentang susunan dan kekuasaan Peradilan Agama juga di dalamnya diatur tentang hukum acara yang berlaku di lingkungan Peradilan Agama.1 Hukum acara dimaksud diletakkan pada ketentuan Bab IV yang terdiri dari 37 Pasal. Tidak semua ketentuan tentang hukum acara tentang Peradilan Agama dimuat dalam undang-undang ini, hal ini dapat dilihat dalam pasal 54 bahwa hukum acara yang berlaku dalam pengadilan dalam lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini.2

Kemudian dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 03 Tahun 2006 perubahan atas Undang-Undang Nomor 01 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama bahwa Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, warta, wasiat, hibah, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah. Berikutnya dalam pasal 52A

1

Abdul Manan, Penerapan hukum acara perdata di lingkungan peradilan agama, (Jakarta;Kencana,2008),07.

2

(32)

23

bahwa Pengadilan Agama memberikan istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah.3

B. Beracara Menggunakan Kuasa Hukum

Pada dasarnya negara telah memberikan jaminan untuk mendapatkan bantuan hukum dalam konstitusi, undang-undang, serta peraturan pelaksanaannya. Prinsip negara hukum menuntut antara lain adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang dihadapan hukum (equality before the law).4 Seperti yang tertuang pada pasal 27(1) berbunyi

“segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan

tidak ada kecualinya”.5

Berikut juga di jamin pada Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, dengan perubahannya dalam Undang-undang No. 35 Tahun 1999, di atur dalam pasal 35, 36, dan 37, bahwa setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum. Baik dalam perkara pidana maupun perdata.6 Bantuan hukum yang dimaksudkan adalah ketika para pihak memberikan kuasa kepada seorang untuk mewakilinya.

Pasal 123 HIR menyebutkan bahwa jika pihak yang berperkara menghendaki maka masing-masing boleh dibantu atau diwakili oleh seorang yang telah diberikan surat kuasa khusus. Yang dimaksud memberikan kuasa adalah suatu perjanjian dengan siapa seorang

3

Salinan Undang-Undang Nomor 03 Tahun 2006

4

Moh Hatta, Menyongsong Penegakan Hukum Responsif Sistem Peradilan Pidana Terpadu,(Yogyakarta:Galang Press,2008).123.

5

Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta:YLBHI,2007),47.

6

(33)

24

memberikan kekuasaan (wewenang) kepada orang lain, yang menerimanya untuk dan atas namanya menyelenggarakan urusan. Orang yang telah diberikan kuasa tersebut melakukan perbuatan hukum “atas

nama” orang yang memberikan kuasa atau ia mewakili yang memberi

kuasa.7 Walaupun begitu pemberian kuasa merupakan perjanjian sepihak. Itulah sebabnya pemberi kuasa secara sepihak dapat sewaktu-waktu mencabut atau menarik kembali kuasa yang telah diberikan. Karena pemberi kuasa merupakan perbuatan hukum yang sepihak, penerima kuasa dengan sendirinya dianggap diam-diam telah menerima baik pemberiaan kuasa itu, dan terikat dalam perjanjian sepihak tadi manakala ia mengerjakan hal yang telah disepakati atau telah menerima upah untuk itu.8

Pemberian kuasa ini akan membawa akibat hukum baik kepada pemberi kuasa maupun penerima kuasa berupa hak maupun kewajiban yang dipikulkan kepada kedua belah pihak. Seorang penerima kuasa berkewajiban: a). Melaksanakan dan menyelesaikan urusan yang dikuasakan kepadanya dengan baik b). memberikan laporan secara berkala kepada pemberi kuasa mengenai pelaksanaan urusan yang dikuasakan kepadanya c). bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan yang ia lakukan di luar pemberian kuasa atau yang timbul akibat kelalaiannya d). bertanggung jawab atas pelaksanaan urusan yang dilakukan oleh orang

7

Richard Eddy, Aspek Legal Properti-Teori,Contoh dan Aplikasi,(Yogyakarta:Andi,2010).33.

8

(34)

25

yang ia tunjuk sebagai penerima kuasa pengganti, sedang ia tidak dikuasakan untuk itu.9

Pada dasarnya pemberian kuasa adalah perjanjian. Maka syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam pasal 1320 BW berlaku pula disini. Di samping itu, untuk bertindak sebagai kuasa atau wakil dari pihak yang berperkara di muka persidangan perdata, seseorang harus memenuhi syarat-syarat di bawah ini10:

a. Harus mempunyai surat kuasa khusus. Sesuai dengan pasal 1795 KUH Perdata pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Bentuk inilah yang menjadi landasan pemberian kuasa untuk bertindak di depan pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa sebagai pihak principal. Namun agar bentuk kuasa yang disebut dalam pasal ini sah sebagai surat kuasa khusus di depan pengadilan, kuasa tersebut harus disempurnakan terlebih dahulu dengan syarat-syarat yang disebut dalam pasal 123 HIR ayat 1.11 Sedangkan surat kuasa khusus itu sendiri adalah surat kuasa yang khusus tentang subyeknya, obyeknya, materi perkaranya, pengadilannya, serta tingkat proses perkaranya, yaitu tingkat pengadilan pertama, banding, dan kasasi. Kuasa boleh diberikan

9

Bambang Sugeng dan Sujayadi, Hukum Acara Perdata Dokumen & Litigasi Perkara Perdata,(Jakarta:Kencana,2011).19.

10

Ibid.20.

11

(35)

26

setiap tingkat boleh juga untuk tingkat pertama sampai dengan tingkat kasasi.12

b. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil dalam surat gugat

c. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil dalam catatan gugatan apabila gugatan diajukan secara lisan

d. Ditunjuk oleh penggugat sebagai kuasa atau wakil di dalam persidangan

e. Penerima kuasa adalah advokat yang telah memiliki izin praktik beracara menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Akan tetapi dalam Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Buku II Edisi Revisi Mahkamah Agung disebutkan bahwa kuasa hukum yang dapat bertindak sebagai kuasa/wakil dari Penggugat/Tergugat atau Pemohon/Termohon adalah13:

a) Advokat (sesuai dengan Pasal 32 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat)

b) Jaksa dengan kuasa khususnya sebagai kuasa / wakil negara / pemerintah sesuai dengan Pasal 30 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan

c) Biro hukum pemerintah / TNI / Kejaksaan RI

12

Sophar Maru Hatugalung, Praktik Peradilan Perdata Teknis Menangani Perkara di Pengadilan,(Jakarta:Sinar Grafika,2011).45.

13

(36)

27

d) Direksi / pengurus atau karyawan yang ditunjuk dari suatu badan hukum.

e) Mereka yang mendapat kuasa insidentil yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan, seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH), hubungan keluarga, biro hukum TNI / Polri untuk perkara-perkara yang menyangkut anggota / keluarga TNI / Polri.

Meskipun begitu seorang kuasa hukum yang dapat mewakili kepentingan klien/principal, baik di luar maupun di dalam pengadilan haruslah advokat resmi yang telah mendapatkan izin praktik dari organisasi advokat, yaitu advokat yang terdaftar dan atau menjadi anggota organisasi profesi advokat, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.14 Dan pada pembahasan ini penulis akan lebih spesifik terhadap advokat dan hal-hal yang berhubungan dengannya

C. Advokat

1. Pengertian Advokat

Sebagaimana telah tertuang dalam Undang-Undang 1945, menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dan oleh sebab itu, Indonesia menjamin adanya keadilan hukum bagi setiap warganya. Dalam proses menjalankan dan memenuhi tugas penyetaraan hukum tersebut, Indonesia membutuhkan jasa hukum

14

(37)

28

untuk menghimpun semua tindak keadilan hukum dari setiap warganya.

Melalui jalan tersebut, maka dikenallah Advokat sebagai jasa hukum yang bisa membantu dalam proses penegakan peradilan hukum yang ada di Indonesia. Banyak dijelaskan mengenai pengertian Advokat, salah satunya adalah istilah advokat bukan asli bahasa Indonesia. Advokat berasal dari bahasa Belanda, yaitu advocaat, yang berarti orang yang berprofesi memberikan jasa hukum. Jasa tersebut diberikan di dalam atau di luar ruang sidang.15

Ada yang mengartikan bahwa Advokat adalah orang yang mewakili kliennya untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk pembelaan atau penuntutan pada acara persidangan di pengadilan atau beracara di pengadilan.16

Sedangkan pengertian advokat menurut pasal 1 butir 1 undang-undang nomor 18 tahun 2003 tentang advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang ini.17

Dari bebarapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa, Advokat adalah seseorang yang memiliki profesi memberikan jasa hukum yang sesuai dengan undang-undang yang ditentukan.

15

Ishaq, Pendidikan Keadvokatan..., 2.

16

Yudha Pandhu, Klien dan Penasehat Hukum dalam Perspektif Masa Kini, (Jakarta: Abadi Jaya, 2001),11.

17

(38)

29

Secara historis, advokat termasuk salah satu profesi yang tertua. Dalam perjalanannya, profesi itu bahkan dinamai sebagai jabatan yang mulia (officium nobile). Penamaan itu terjadi karena aspek

“kepercayaan” dari pemberi kuasa (klien) yang dijalankan untuk

mempertahankan dan memperjuangkan hak-haknya di forum yang telah ditentukan. Sebab memberi kepercayaan adalah tidak mudah.18Berikut juga profesi advokat sebagai profesi terhormat karena profesionalisme terdapat di situ. Selain itu, profesi advokat bukan semata-mata mencari nafkah semata, karena di dalamnya terdapat idealisme (seperti nilai tentang keadilan dan kebenaran) dan moralitas yang dijunjung tinggi. Sehingga profesi advokat juga berkaitan dengan nilai-nilai yang harus diperjuangkan.19

Menjadi seorang Advokat berarti sudah menetapkan diri dan jiwa sebagai pengemban amanat yang baik untuk peradilan dalam sebuah proses persidangan, oleh karena itu seorang Advokat haruslah seseorang yang memiliki jiwa loyalitas dan juga berani menjunjung kebenaran.

Dengan demikian, seorang advokat tidak dapat berpaku begitu saja kepada hukum positif (kepastian hukum) dalam melakukan pembelaan terhadap kliennya. Tujuan utama hukum sebenarnya demi terciptanya keadilan dan kebenaran. Karena itu, ketika terjadi

18

Luhut M.P. Pangaribuan, Advokat dan Contempt of Court Satu Proses di Dewan Kehormatan Profesi, (Jakarta: Djambatan,1996),1.

19

(39)

30

pertentangan antara hukum positif dengan keadilan serta kebenaran, maka yang harus diutamakan adalah keadilan serta kebenaran.20

2. Syarat-Syarat Menjadi Advokat

Untuk menjadi advokat harus memenuhi syarat –syarat yang tertuang dalam undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Syarat-syaratnya yaitu:21

a. Warga Negara republik Indonesia

b. Bertempat tinggal di Indonesia. Yang dimaksud dengan “bertempat

tinggal di Indonesia” adalah bahwa pada waktu seseorang diangkat

sebagai advokat, orang tersebut harus bertempat tinggal di Indonesia. Persyaratan tersebut tidak mengurangi kebebasan seseorang setelah diangkat sebagai advokat untuk bertempat tinggal dimanapun.22

c. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat Negara d. Berusia sekurang-kurangnya 25 (duapuluh lima) tahun

e. Berijazah sarjana yang latarbelakang pendidikan tinggi hukum. Sebagaimana penjelasan Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 bahwa yang dimaksud dengan “berlatar belakang pendidikan tinggi hukum” adalah lulusan fakultas hukum, fakultas syariah, perguruan tinggi hukum militer,dan perguruan tinggi ilmu kepolisian.

f. Lulus ujian yang diadakan oleh organisasi advokat

20

Ibid.

21

Abdul Manan, Penerapan hukum acara perdata di lingkungan peradilan agama,,,90.

22

(40)

31

g. Magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor advokat

h. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindakan pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5(lima) tahun atau lebih

i. Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil dan mempunyai integritas yang tinggi.Persyaratan tentang kelakuan baik ini memiliki kesamaan dengan persyaratan perilaku calon advokat di Amerika Serikat, yang disebut meeting requirement of good character. Perbedaannya adalah bahwa good character di Amerika Serikat meliputi keterkaitan dengan perkara pidana dan perkara perdata.23

Pasca lahirnya UU Nomor 18 Tahun 2003, menurut Pasal 2, 3 dan 4 UU tersebut prosedur dan mekanisme cara pengangkatan Advokat melalui tahapan-tahapan sebagai berikut24:

1. Mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) versi PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia) dan Diklat Khusus Profesi Advokat (DKPA) versi KAI (Kongres Advokat Indonesia). Mengikuti Ujian Profesi Advokat (UPA) versi PERADI dan Ujian Calon Advokat (UCA) versi KAI;

2. Mengikuti magang di kantor Advokat sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun secara terus-menerus di kantor Advokat;

23

V.Harlen Sinaga,Dasar-dasar Profesi Advokat,,,57.

24

(41)

32

3. Pengangkatan dan Sumpah Advokat.

Pengangkatan advokat kalau sebelum undang-undang advokat disumpah oleh pemerintah, berdasarkan undang-undang ini dilakukan oleh organisasi advokat dan tembusan keputusan pengangkatan advokat ke Mahkamah Agung dan Menteri. Advokat masih berhubungan dengan pengadilan dalam menjalankan tugasnya, karena sebelum menjalankan profesinya tetap disumpah oleh Pengadilan Tinggi wilayah domisili advokat yang bersangkutan dalam sidang terbuka untuk umum.25dan berita acara sumpah dikirim kepada Mahkamah Agung, Menteri danOrganisasi Advokat.

3. Bantuan Hukum

Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi advokat sebagai profesi bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, disamping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan.26 Sedangkan Definisi dari bantuan hukum sendiri memeliki beberapa pengertian. Bantuan hukum di dalam bahasa asing banyak dikenal istilah untuk bantuan hukum, di antaranya rechtshulp, rechtsbijstand, legal aid, legal assistance, rechspeistaind. Di samping itu terdapat pula istilah konsultasi, consultratie, consultation juga dikena istilah penyuluhan hukum dan

25

Moh Hatta, Menyongsong Penegakan Hukum Responsif Sistem Peradilan Pidana Terpadu,,,125

26

(42)

33

legal information.27Menurut Roberto Concepcion, bantuan hukum adalah pengungkapan yang biasanya digunakan untuk merujuk kepada segala bentuk dari jasa hukum yang ditawarkan atau diberikan kepada masyarakat, terdiri dari pemberian informasi atau pendapat tentang hak, kewajiban da tanggung jawab dalam situasi tertentu, sengketa, litigasi, proses hukum yang berupa peradilan ataupun yang lainnya.28

Semua orang berhak untuk meminta bantuan seorang advokat mengenai pilihan mereka untuk melindungi dan menetapkan hak-hak mereka dan untuk melindungi mereka pada semua proses pengadilan.29Kewajiban memberi bantuan hokum itu, menurut ketentuan yang berlaku memang melekat pada tugas pokok seorang advokat. Advokat yang ditunjuk wajib memberi pelayanan, jika menolak ia dianggap telah melanggar sumpah jabatan.30Untuk masyarakat yang tidak mampu, akan tetapi butuh didampingi advokat, maka dapat meminta bantuan kepada lembaga yang menyediakan bantuan hukum, misalnya Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Sedangkan bagi mereka yang disangkakan atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana

27

Abdul Manan, Penerapan hukum acara perdata di lingkungan peradilan agama, (Jakarta;Kencana,2008), 67.

28

Frans Hendra Winarta, Pro Bono Publico:Hak Konstitusional Fakir Miskin untuk Memperoleh Bantuan Hukum,(Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,2009),21

29

Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia.Terj.Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M.Zen,(Jakarta:YOI-YLBHI,2006),521.

30

(43)

34

15 tahun atau lebih maka negara akan menyediakan advokat bagi mereka.31

Bantuan hukum bagi orang tidak mampu ini sering disebut dengan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo). Hal ini tercantum pada Pasal 22 undang-undang no 18 tahun 2003 menyatakan bahwa: (1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. (2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.32Ketentuan mengenai persyaratan dan tatacara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2008. Dalam peraturan pemerintah tersebut, yang dimaksud bantuan hukum secara cuma-cuma adalah jasa hukum yang diberikan advokat tanpa menerima pembayaran honorarium yang meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu.33

Selain dalam proses peradilan, peran advokat juga terlihat dijalur profesi diluar proses pengadilan. Maka dari sini membutuhkan pengawasan agar advokat masih bisa melaksanakan kewajibannya

31

Panduan Bantuan Hukum di Indonesia,,,39.

32

Salinan Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat

33

(44)

35

sesuai dengan aturan hukum. Pengawasan dalam proses pengadilan dilakukan oleh MA yang tertuang pada Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung memberi kekuasaan dan kewenangan bagi MA melakukan pengawasan atas Penasihat Hukum/Advokat. Namun pasal itu tidak mengatur atau menyebut ruang lingkup pengawasan dimaksud. Ruang lingkupnya ternyata diatur pada Penjelasan Umum Undang-Undang MA angka 2 huruf a yang berbunyi: “ Pengawasan yang dilakukan terhadap Penasihat Hukum dan Notaris sepanjang yang

menyangkut peradilan”. Jadi menurut penjelasan umum lingkup

pengawasan MA atas penasihat hukum/advokat hanya sepanjang yang menyangkut peradilan.34 Lingkup dan jangkuan kewenangan MA atas Penasihat Hukum/Advokat hanya terbatas :35

a. Sepanjang kegiatan dan tindakan Penasihat hukum/Advokat memberi jasa hukum di dalam pengadilan, sedang kegiatan dan tindakan Penasihat hukum/Advokat memberi jasa hukum di luar pengadilan tidak termasuk ke dalam lingkup pengawasan MA. b. Pada umumnya, kegiatan dan tindakan penasihat hukum/advokat

memberi jasa hukum di dalam pengadilan, berupa pemberian bantuan hukum menjalankan kuasa, mewakili dan mendampingi serta membela kepentingan hukum Klien dalam proses pemeriksaan pperadilan dimulai dari peradilan tingkat pertama, tingkat banding, tingkat kasasi, serta peninjauan kembali.

34

M. Yahya Harahap, Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata,(Jakarta:Sinar Grafika,2008),157.

35

(45)

36

Pengawasan umum terhadap Advokat di luar kegiatan pengadilan dilakukan oleh organisasi advokat. Yakni dalam ruang lingkup:

a. mengawasi teknis dan administrative terhadap advokat

b. mengawasi dan menjaga tindakan profesi yang dijalankan sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan yang mengatur profesi advokat, atau dengan kata lain mengawasi pelaksanaan kote etik advokat dalam menjalankan profesi.36

4. Legal Standing

Pengertian legal standing(berkedudukan hukum) adalah keadaan dimana seseorang atau suatu pihak yang ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan permohonan perselihan sengketa atau perkara di depan mahkamah.37Yang dimaksud dengan standing atau personae standi in judicio adalah hak atau kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan atau permohonan di depan pengadilan (standing to sue).

Doktrin yang dikenal di Amerika tentang standing to sue diartikan bahwa pihak tersebut mempunyai kepentingan yang cukup dalam satu perselisihan yang dapat dituntut untuk mendapatkan keputusan pengadilan atas perselisihan tersebut. Persyaratan standing

36

Ibid,159.

37

(46)

37

dikatakan telah dipenuhi jika dapat dikatakan bahwa penggugat mempunyai kepentingan nyata dan secara hukum dilindungi.38

Maka dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa legal standing seorang advokat adalah ketika advokat memenuhi syarat untuk berlaku dalam beracara di pengadilan. Baik syarat untuk menjadi advokat dan syarat formil yang ditentukan dalam beracara di pengadilan.

D. Sumpah Advokat

1. Pengertian Sumpah

Pengertian sumpah dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan atau kepada sesuatu yang dianggap suci untuk menguatkan kebenaran dan kesungguhan, pernyataan disertai tekad melakukan sesuatu untuk menguatkan kebenaran atau berani menderita sesuatu kalau pernyataan itu tidak benar, dan juga memiliki arti bahwa sumpah adalah janji atau ikrar yang teguh untuk menunaikan sesuatu.39

Mengenai sumpah profesi advokat, sumpah memegang perananpenting dalam tiap profesi. Esensi sumpah adalah pengucapannya di depanpublik. Pada prinsipnya, pengucapan di depan publik merupakan untukmemenuhi asas publisitas. Hal ini berarti khalayak ramai diasumsikanmendengar dan menjadi saksi sumpah calon advokat tersebut. Di Indonesiasebelum adanya Undang-Undang Advokat pengangkatan dan pengaturannyasudah diatur oleh

38

Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,(Jakarta:Sinar Grafika,2011),65.

39

(47)

38

Pengadilan Tinggi, begitu calon advokat dinyatakan lulusujian advokat, mereka secara kolektif menyatakan sumpahnya dihadapanKetua Pengadilan Tinggi.40

Pentingnya sumpah profesi adalah sebagai kontak pertama antaraadvokat dengan publik. Publik ini hanya sebagai pengawas terhadap profesiadvokat, sumpah profesi memberikan pengesahan pada advokat untukmengambil tindakan yang dianggap paling baik untuk kepentingan kliennya.Sumpah yang ada dalam setiap profesi bertujuan mentransformasi individupemegang profesi tersebut. Mengenai sumpah advokat, perilaku yang bisaditransformasi adalah meningkatkan profesionalitas yang ada pada diriadvokat dalam berhubungan dengan klien, rekan sesama profesi, sistem daninstrumen peradilan serta masyarakat.41

2. Prosedur Pelaksanaan Sumpah Advokat

Dalam undang-undang advokat tidak dijelaskan secara khusus prosedur pelaksanaan sumpah advokat. Akan tetapi terdapat peraturan tentang pengambilan sumpah tersebut, yaitu pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2007 tentang petunjuk pengambilan sumpah advokat. Isinya yakni:42

1. Bahwa sebelum menjalankan profesinya advokat harus bersumpah sesuai agamanya atau berjanji dengan

40

Daniel S. Lev, Advokat Indonesia Mencari Legitimasi,(Jakarta:Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2001),219.

41

Ibid,222.

42

(48)

39

sungguh dihadapan sidang terbuka Pengadilan Tinggi wilayah domisili hukumnya.

2. Pengambilan sumpah dilakukan oleh ketua atau, jika berhalangan dilakukan oleh Wakil Ketua Pengadilan Tinggi dengan memakai toga dalam suatu sidang yang terbuka untuk umum, tanpa dihadiri oleh Panitera.

3. Lafal sumpah sesuai dengan yang tertera pada pasal 4 ayat 2 Undang-Undang No. 18 tahun 2003.

4. Salinan berita acara sumpah dikirimkan oleh Panitera Pengadilan Tinggi yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan HAM dan Organisasi Advokat.

3. Peran Organisasi Advokat dalam Sumpah advokat

Pengertian organisasi advokat menurut pasal 1 ayat 4 Undang-Undang No. 18 tahun 2003 tentang advokat adalah organisasi profesi yang didirikan berdasarkan undang-undang ini. Selanjutnya pada pasal 28 ayat 1 bahwa Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat.43

Selanjutnya dalam pasal 32 ayat (3) dikatakan: “Untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, dijalankan bersama oleh Ikatan Advokat

43

(49)

40

Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).Sedangkan pasal 32 ayat (4) dikatakan:”Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, Organisasi Advokat telah terbentuk.44

Berdasarkan rumusan pasal 28 (1) undang-undang advokat akan dibentuk hanya satu organisasi advokat yang menjadi wadah dari seluruh pengacara, advokat, pengacara praktik, penasehat hukum, dan konsultan hukum. Hal tersebut dimaksudkan agar advokat dapat terhimpun dalam satu organisasi sehinga dalam menjalankan tugasnya mudah diawasi untuk menghindari praktik buruk yang merugikan masyarakat pengguna jasa hukum advokat. Selain itu juga agar kedudukan advokat kuat dalam melakukan tugas-tugasnya.45 Selanjutnya penulis tidak membahas satu persatu terkait sejarah kedelapan organisasi advokat, melainkan organisasi advokat setelah adanya undang-undang advokat, yaitu Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan Persatuan Advokat Indonesia (Peradin).

44

V.Harlen Sinaga, Dasar-dasar Profesi Advokat,,,13.

45

(50)

41

Sebenarnya Peradin pada tanggal 30 Agustus 1964 di Solo telah ada. Namun eksistensinya mulai bangkit pada tahun 2005 setelah melewati dinamika selama orde baru.46Sedangkan Peradi didirikan tanggal 21 Desember 2004 sesuai dengan pasal 4 Anggaran Dasar Peradi.Setelah pembentukannya, Peradi telah menerapkan beberapa keputusan mendasar. Pertama, Peradi telah merumuskan prosedur bagi advokat asing untuk mengajukan rekomendasi untuk bekerja di Indonesia. Kedua, Peradi telah membentuk Dewan Kehormatan Sementara yang berkedudukan di Jakarta dan dalam waktu dekat akan membentuk Dewan Kehormatan tetap. Pembentukan Dewan Kehormatan di daerah lain saat ini menjadi prioritas Peradi. Ketiga, Peradi telah membentuk Komisi Pendidikan Profesi Advokat Indonesia (KP2AI). Komisi ini bertanggung jawab seputar ketentuan pendidikan khusus bagi calon advokat serta pendidikan hukum berkelanjutan bagi advokat.47

KAI berdiri melihat kondisi dan beberapa kekurangan yang ada dalam Peradi. Beberapa pengurus Peradi yang terhimpun dari 4 organisasi advokat yakni IKADIN, IPHI, APSI, HAPI merasa dibohongi dan sepakat untuk melaksanakan Kongres Advokat Indonesia. Hingga akhrinya terbentuk kesepakatan organisasi wadah tunggal pada tanggal 30 Mei 2008.48

46

http://peradin.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=48:sejarahperadin&catid= 36:tentang-peradin&lang=indiakses pada tanggal 09 desember 2014

47

http://www.peradi.or.id/index.php/profil/detail/1 diakses pada tanggal 09 desember 2014

48

(51)

42

Dalam Undang-Undang No 18 Tahun 2003 tentang advokat terdapat beberapa fungsi organisasi advokat, yakni melakukan Pendidikan Profesi Advokat (Pasal ayat 1), menyelenggarakan magang (Pasal 3 point g), melaksanakan ujian (Pasal 3 point f), mengangkat advokat (Pasal 2 ayat 2), melakukan pengawasan advokat (Pasal 12), melakukan tindakan, dan sanksi (Pasal 9), merokemendasi advokat asing (Pasal 23), menyususn kode etik (Pasal 26 dan 29), membentuk Komisi Pengawas (Pasal 13), membentuk Dewan Kehormatan (Pasal 27), membuat buku daftar anggota (Pasal 29 ayat 2), menetapkan kantor advokat yang berhak (Pasal 29 ayat 5 dan 6).49 Sedangkan kaitannya dengan sumpah advokat adalah sama memberi rekomendasi untuk melakukan sumpah di sidang terbuka pengadilan tinggi wilayah domisili hukum calon advokat.

E. Sumpah Advokat Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang advokat dan Putusan Mahkamah Konstitusi No:101/P.UU-VII/2009.

Mengenai sumpah advokat dalam undang-undang advokat telah diatur

yakni pada pasal 4 yang berbunyi “sebelum menjalankan profesinya advokat

wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya.50 Selanjutnya dalam pasal 30 ayat 1 menyebutkan advokat yang dapat menjalankan pekerjaan profesi advokat adalah yang diangkat yang sesuai dengan ketentuan ini.51 Sekaligus pasal 30 ayat 2 menjelaskan advokat yang

49

Salinan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003

50

Salinan undang-undang nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat

51

(52)

43

telah diangkat harus menjadi anggota dari organisasi advokat. Dari sinilah muncul permasalahan terkait sumpah advokat, dikarenakan permasalahan organisasi advokat.

Terkait sumpah advokat ini telah diajukan permohonan oleh H.F. Abraham Amos, S.H, Djamhur, S.H. dan Drs. Rizki Hendra Yoserizal, S.H., yang masing-masing merupakan Dosen, Konsultan hokum dan Kandidat advokat.kepada mahkamah konstitusi pada tanggal 27 Mei 2009 bertanggal 27 Mei 2009 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah) pada hari Senin tanggal 15 Juni 2009 dan diregistrasi pada hari Rabu tanggal 24 Juni 2009 dengan Nomor 101/PUU-VII/2009, yang telah diperbaiki dan diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada hari Kamis, tanggal 3 September 2009.52 Yang pada poko duduk perkaranya bahwa yang pertama bahwa para pemohon telah memilih jalan hidup untuk berkarier menjadi penegak hokum yaitu advokat dan telah melewati seluruh mekanisme yang tercantum pada pasal 2 junto pasal 3 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat. Kedua telah dilakukan pelantikan dan pengangkatan advokat baru yang dilakukan oleh Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia (DPP. KAI) tanggal 27 April 2009. Ketiga pada tanggal 1 Mei 2009 telah terbit Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009 yang ditujukan kepada seluruh Ketua Pengadilan Tinggi seluruh Indonesia yang pada intinya melarang untuk ikut campur dalam problem atau konflik antar organisasi advokat dan

52

(53)

44

melarang pengambilan sumpah calon advokat selama konflik masih belum terselesaikan. Dan ini menimbulkan berbagai penafsiran. Advokat yang sumpahnya tidak sesuai dengan 052/KMA/V/2009 maka tidak sah untuk melaksana

Referensi

Dokumen terkait

Kepala Bidang Sosial Budaya Kepala Bidang Pengendalian dan Evaluasi III.B Kuningan, 07-06-1962 pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bekasi pada Badan Perencanaan

Bila DPJP yang !e!eriksa pasien !ene!ukan kasus di luar keahliannya !aka yang  bersangkutan !e!buat surat konsul alih rawat (!enuliskan kelengkapan data  pasien$ hasil

Strategi yang dapat dikembangkan untuk memberdayakan zakat produktif ini, mulai dari produk hukumnya sampai pada membangun jaringan dalam bentuk kemitraan investasi

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Nielsen pada bulan juni 2011 terhadap konsumen Indonesia, menyatakan bahwa konsumen menjadi lebih impulsif dengan indikasi, sebagai berikut:

Orang tua membiasakan untuk peduli dalam segala pekerjaan rumah dan tanggap pada orang lain. Dengan keikutsertaan anak dalam membantu orang tua di rumah dan mengajak anak ke

Langkah-langkah secara rinci untuk mengevaluasi kesejajaran antara kurikulum dan penilaian melalui item mapping berdasarkan teori respons butir dapat diuraikan sebagai berikut: (1)

Luna Tour And Organizer; Sabrina Reva E.; 070903102040; 50 halaman; Program Studi Diploma III Pariwisata Jurusan Ilmu Administrasi; Fakultas Ilmu Sosial dan Imu

Pola data yang didapat dari PT DASA BUSANA SAKTI adalah pola data musiman dengan kecendrungan linier/trend, dilihat dari penghitungan error data peramalan terkecil, sehingga