20
1. Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum dapat disebut sebagai hak setiap warga Negara, dalam hal ini Negara wajib memberikan perlindungan kepada setiap warga negaranya salah satunya dalam aspek hukum, agar menjamin keberlangsungan hidup warga negaranya berjalan aman dan sejahtera.
Menurut pendapat Setiono, Perlindungan hukum mempunyai pengertian yaitu upaya atau suatu tindakan yang memberikan perlindungan kepada setiap warga negaranya agar terhindar dari perbuatan sewenang-wenang dari oknum yang memiliki kekuasaan tertentu, dimana perbuatan tersebut melenceng dari peraturan hukum, sehingga mampu mewujudkan keamanan dan ketertiban bagi seluruh masyarakat.20
Sadjipto Raharjo mengemukakan pendapat bahwa perlindungan hukum adalah memberikan pemenuhan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan oleh pihak lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang suku, ras, dan budaya sehingga semua warga Negara mampu menikmati seluruh hak-hak nya yang ada di dalam hukum.21
20
Setiono, Rule Of Law (Supremasi Hukum), Surakarta, Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2004, Hal 3.
21
Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat di atas mengenai pengertian perlindungan hukum dapat disimpulkan bahwa, Perlindungan hukum adalah hak atas kehidupan yang baik, aman, tentram yang dijamin di dalam hukum, perlindungan tersebut diberikan kepada seluruh warga Negara tanpa memandang perbedaan suku dan ras, untuk menghindari perbuatan yang sewenang-wenang dari pemilik kekuasaan, dan memenuhi hak asasi manusia yang telah dirugikan oleh orang lain, sehingga masyarakat dapat menikmati seluruh hak nya yang telah dijamin di dalam hukum. Perlindungan ini merupakan upaya dari negara untuk memenuhi hak masyarakat, sehingga ketika timbul permasalahan hukum, Negara mampu memberikn perlindungan hukum melalui penyelesaian permasalahan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Bentuk-bentuk perlindungan hukum
Sifat dari perlindungan hukum untuk memberikan suatu pengayoman terhadap hak asasi manusia terkait suatu permasalahan yang sedang terjadi, sehingga masyarakat merasa aman karena terdapat aturan-aturan yang harus dijalankan dalam memberikan perlindungan hukum. Bentuk-bentuk perlindungan hukum antara lain : a. Perlindungan hukum Preventif
Perlindungan hukum dari pemerintah yang memiliki tujuan untuk mencegah adanya suatu pelanggaran, hal ini terkandung dalam peraturan perundang – undangan yang berlaku, di dalam Undang-Undang terdapat hal yang menjadi batasan-batasan untuk masyarakat dalam melakukan suatu kegiatan, sehingga bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu pelanggaran.
b. Perlindungan Hukum Represiv
Perlindungan represif merupakan perlindungan yang bertujuan untuk penyelesaian sengketa, dimana dalam hal ini berkaitan dengan pemberian sanksi seperti denda, hukuman penjara, atau hukuman tambahan, Sanksi ini akan diberikan kepada setiap orang yang melakukan suatu tindak kejahatan atau pelanggaran.24
Philipus M Hadjon mengemukakan berkaitan dengan perlindungan hukum bagi Masyarakat, terdapat dua sarana perlindungan Preventif dan sarana perlindungan Represiv. Sarana Perlindungan Preventif memiliki arti subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan pendapatnya atau mengajukan sebuah keberatan sebelum sebuah keputusan pemerintah menjadi bentuk yang sudah pasti. Sarana preventif ini memiliki peran yang cukup penting untuk mendorong perbuatan pemerintah sebagai pemegang kekuasaan unntuk bersikap hati-hati dalam mengambil suatu keputusan. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya suatu sengketa. Sedangkan sarana perlindungan represiv bertujuan untuk menyelesaikan suatu sengketa, penyelesaian sengketa oleh pengadilan umum dan pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk ke dalam sarana perlindungan hukum ini. Prinsip pertama perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia diarahkan kepada
24
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Surakarta: magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003hal. 20.
pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang menjadi dasar perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip Negara hukum. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapatkan tempat utama dan berkaitan dengan tujuan Negara hukum.25
Dari uraian di atas perlindungan hukum diberikan kepada masyarakat melalui peraturan perundang-undangan dengan bentuk perlindungan pencegahan maupun dalam bentuk penyelesaian sengketanya, hal ini diterapkan untuk mengedepankan terpenuhinya hak-hak asasi manusia.
B. Tinjauan Umum Tentang Financial Technology Peer to Peer Lending 1. Pengertian Financial Technology
Seiring dengan berkembangnya jaman, Tekhnologi mengalami perkembangan yang sangat pesat, Hal tersebut memberikan dampak terhadap sektor jasa keuangan, inovasi yang terdapat dalam industri keuangan salah satunya yaitu Fintech. Fintech berasal dari kepanjangan Financial Technology, Menurut The National Digital
Research Centre (NDRC) di Dublin, Irlandia, membuat pengertian Financial Technology sebagai suatu inovasi pasa sektor keuangan atau financial, dimana
inovasi tersebut dikarenakan adanya sentuhan tekhnolgi modern, atau terdapat
25
Phillipus M. Hadjon, 1987.Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: PT. Bina Ilmu. Hal. 20
definisi lain yaitu model bisnis baru yang memanfaatkan perkembangan tekhnologi yang kegiatannya berpotensi untuk meningkatkan di industri keuangan26.
Transaksi yang terdapat dalam layanan Fintech ini meliputi antara lain pembayaran, investasi, peminjaman uang, transfer, rencana keuangan dan pembanding produk keuangan.27 Pada pasal 1 angka 3 Peraturan OJK No.77 Tahun 2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Tekhnologi Informasi dijelaskan bahwa Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Tekhnologi Informasi adalah layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.28
Bank Indonesia mendeskripsikan Financial Technology sebagai Fenomena perpaduan antara tekhnologi dengan fitur keuangan yang mengubah model bisnis dan melemahnya barrier to entry29. Dari pendapat tersebut perkembangan Fintech
membawa dampak perubahan bagi industry keuangan antara lain :
a. Model bisnis berubah, diartikan industry keuangan sebelum adanya Fintech lebih mengedepankan proses bertatap muka secara langsung, dengan adanya Fintech ini
26 Kiko Sarwin.(Et.al).2017.Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan:Perlindungan
Konsumen pada Fintech, Jakarta.Departemen perlindungan konsumen Jakarta. hal 8
27 Musdalifa,Irma.(et.al.).2018.Peran Fintech Dalam Meningkatkan Keuangan Inklusif pada UMKM
Di Indonesia(Pendekatan Keuangan Syariah).Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal ekonomi dan Perbankan Syariah. Vol.3, No.1. Universitas Muhammadiyah Surabaya.Hal.8
28
Lihat Pasal 1 angka 3 Peraturan OJK Nomor 77 Tahun 2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Tekhnologi Informasi
29 Ilman Abdul H.(et.al).2019.Peran Tekhnologi Finansial Bagi Perekonomian Negara
Berkembang.Sumbawa.Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia.Vol.04 No.1.Fakultas Ekonomi dan Bisnis.UTS.Hal 29
model bisnis berubah dengan transaksi sistem online menggunakan jaringan internet.
b. Berkurangnya batasan untuk masuk (Barrier to Entry) ke dalam bisnis untuk para pelaku usaha yang tidak taat pada peraturan, dengan adanya Fintech ini menggiring pelaku usaha untuk mentaati peraturan, karena peraturan yang mengatur tentang Fintech lebih fleksibel.
Dari uraian di atas tentang pengertian Financial Technology dapat disimpulkan bahwa perkembangan technology saat ini membuat transaksi dalam industry keuangan ini sangat mudah, karena konsumen tidak perlu lagi untuk mengunjungi lembaga keuangan ketika akan melakukan transaksi, sehingga adanya
Fintech ini juga merubah pola kebiasaan suatu masyarakat dalam pemanfaatan
layanan industry keuangan, akhirnya keadaan ini juga menimbulkan perubahan bagi para pelaku usaha, mereka berbondong-bondong melakukan perubahan di sistem layanan dengan mengembangkan layanan mereka dalam bentuk mobile atau website.
Dalam perkembangan Fintech terdapat berbagai macam jenisnya, inovasi industry keuangan ini dapat disebut sebagai layanan jasa keuangan yang mendapatkan sentuhan tekhnologi modern, jenis-jenis Fintech antara lain30 :
a. Manajemen Aset
30 DuniaFintech, Apa itu Fintech dan Jenis Startup di Indonesia?,
Manajemen aset diadakan untuk membantu tugas sebuah perusahaan menjadi lebih ringan, misalnya dalam hal pemberian gaji, keperluan operasional perusahaan, sistem pembiayaan, dan lain-lain. melihat tekhnologi semakin berkembang dan dirasa perlu untuk mendapatkan suatu inovasi, terdapat banyak startup yang melihat hal itu dapat dijadikan sebuah usaha, salah satunya jojonomic sebuah perusahaan
Fintech legal yang terdaftar di Otoritas jasa Keuangan bergerak pada bidang
manajemen aset.
Perusahaan tersebut memiliki peran menyediakan platform Expense
Management System hal itu berguna untuk membantu berjalannya sebuah usaha
lebih praktis dan efisien. Dengan adanya perusahaan jojonomic tersebut sangat efisien karena semua rekapan pergantian biaya suatu perusahaan yang awalnya dilakukan secara manual, kini cukup dilakukan melalui sebuah aplikasi untuk persetujuan pergantian biaya tersebut.
b. Crowd Funding
Crowd Funding lebih sering dikenal sebagai suatu platform yang
menyelenggarakan kegiatan penggalangan dana, beramal, maupun kegiatan sosial lainnya, hasil dari penggalangan dana tersebut akan disalurkan kepada yang membutuhkan seperti korban bencana alam, kecelakaan, dan sebagainya. Kegiatan penggalangan dana ini dilakukan sengan sistem online, saat ini salah satu contoh
Fintech Crowd Funding yang banyak diketahui oleh masyarakat yaitu Kitabisa.com.
Platform tersebut dipergunakan untuk membantu sesama yang membutuhkan dengan cepat, aman dan efisien serta transparansi.
c. E-Money
E-Money sering disebut juga sebagai uang elektronik, konsep uang elektronik ini adalah penggunaan sebuah aplikasi yang dapat dipergunakan untuk menyimpan uang, dan nantinya melalui aplikasi tersebut dapat dilakukan transaksi seperti pembayaran tagihan, berbelanja hanya menggunakan sebuah aplikasi, tentu saja aplikasi ini dapat digunakan jika terdapat uang di dalamnya, setiap aplikasi memiliki aturan masing – masing mengenai saldo minimal yang harus terdapat di aplikasi mereka.
Salah satu aplikasi yang memiliki layanan mengenai E-Money yaitu Doku, Doku memiliki fitur link kartu kredit dan uang elektronik atau cas wallet, Doku menawarkan kemudahan yaitu dapat melakukan pembayaran perbelanjaan melalui online ataupun offline.
d. Insurance
Insurance yang terdapat dalam jenis Fintech ini berbeda dari layanan asuransi konvensional yang selama ini banyak diketahui, jika asuransi konvensional mengharuskan tertanggung membayar sejumlah premi kepada penanggung untuk membantu tertanggung di kemudian hari jika mengalami suatu kerugian karena peristiwa yang tidak diinginkan terjadi. Namun pada insurance di Fintech ini tidak memberikan layanan tersebut, dalam insurance ini pelaku usaha memberikan informasi tentang rumah sakit terdekat, dokter terpercaya, referensi rumah sakit, dan hal lainnya yang berhubungan dengan informasi kesehatan. Salah satu startup Insurance ini adalah HiOscar.com, startup tersebut diadakan dengan tujuan
membantu untuk mengakomodir kebutuhan pelanggannya mengenai kesehatannya, startup ini bekerja sama dengan rumah sakit ternama dan para dokter ternama.
e. Peer to Peer Lending (P2P)
Peer to Peer Lending adalah platform yang menyediakan layanan pinjaman online, tujuan diadakan platform ini untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam aspek permodalan, karena urusan modal dianggap hal yang paling penting dalam memulai atau mengembangkan sebuah usaha.
Salah satu Startup yang bergerak di P2P lending adalah Uangteman.com. Startup ini memberikan kemudahan kepada masyarakat yang mengalami kesulitan pada keuangan, masyarakat yang membutuhkan dana alternative cukup mengakses website Uangteman.com, dan proses pencairan yang ditawarkan cukup cepat. Kelebihan P2P lending ini memiliki proses yang lebih cepat, tanpa jaminan, dan persyaratan yang diajukan tidak serumit dengan pengajuan pinjaman di bank konvensional.
f. Payment Gateway
Semakin berkembangnya E-commerce dan toko Online di Indonesia, membutuhkan startup sebagai penghubung antara pelaku usaha dengan pelanggaan, Payment Gateaway ini digunakan untuk menjadi perantara antara toko online dengan pelanggan dalam hal pembayaran berbasis digital, dengan mengisi sejumlah nominal pada akun pemilik platform tersebut, pembayaran langsung dapat dilakukan, dampak adanya startup ini semakin memudahkan transaksi pembayaran,
sehingga dapat meningkatkan keuntungan bagi pelaku usaha. Salah satu contoh startup Payment Gateaway yaitu Ipaymu.
g. Remittance
Remittance dapat diartikan sebagai platform yang menyediakan layanan untuk
pengiriman uang ke luar negeri, tujuan didirikannya startup jenis ini untuk membantu masyarakat yang tidak memiliki akun pada perbankan, keberadaan startup jenis ini sangat memberikan kemudahan kepada TKI atau siapa saja yang memiliki saudara di luar negeri, ataupun memiliki kepentingan untuk mengirimkan ke luar negeri, karena prosesnya mudah dan biaya yang dikenakan lebih murah. h. Securities
Jenis investasi yang sering didengar antara lain saham, reksadana dll, saat ini sudah banyak berkembang securities yang menyediakan layanan untuk berinvestasi saham secara online, salah satu contoh startup nya adalah Bareksa.com yang merupakan startup securities pertama di Indonesia, pada startup tersebut menyediakan layanan untuk jual beli reksa dana secara online, alat investasi saham, reksa dana dll. 31
2. Pengertian Peer to Peer Lending
Saat ini dengan berkembangnya sistem tekhnologi dan informasi, industri keuangan ikut serta mengalami perkembangan, bila dulu transaksi pinjam meminjam harus dilakukan secara langsung atau bertatap muka, disertai dengan
31 Sintha Rosse, Apa itu Fintech dan Jenis Startup di Indonesia,
jaminan, maka inovasi baru terhadap industri keuangan adalah mempermudah proses pinjam meminjam dimana transaksi tersebut dilakukan dengan sistem online, dan tanpa jaminan, serta proses pencairan yang cepat.
Peer to peer lending merupakan layanan pinjam meminjam uang secara
langsung antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman berbasis tekhnologi informasi32, dengan cara pihak penyelenggara membangun, menyediakan dan mengoperasikan sistem elektronik untuk mempertemukan lender (pemberi pinjaman) dan borrower (penerima pinjaman) secara langsung tanpa bertatap muka. Layanan pinjam meminjam uang secara online memberikan manfaat yang besar dimana masyarakat dapat menggunakan layanan jasa keuangan secara online tanpa harus saling mengenal masing-masing pihak terlebih dahulu dan tidak perlu memberikan jaminan.
Di dalam layanan peer to peer memungkinkan setiap orang bertindak sebagai pemberi pinjaman (investor) atau mengajukan pinjaman kepada pihak penyelenggara tanpa menggunakan lembaga jasa keuangan konvensional sebagai perantaranya, pada dasarnya peer to peer lending memilik konsep seperti
marketplace yang menjadi wadah antara penjual dan pembeli bertemu secara online,
maka dari itu Peer to peer lending juga bisa disebut sebagai marketplace untuk kegiatan pinjam meminjam uang secara online.33
32Direktorat Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech, 2019, Pengaturan dan perkembangan
Fintech Peer to peer lending di Indonesia, hal 11.
33 Walter P. Apa Itu Peer to Peer Lending (P2P Lending)? Cari Tahu Selengkapnya!,
3. Para Pihak dalam Peer to Peer Lending a. Penerima Pinjaman
Dalam peraturan Otoritas jasa keuangan No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam uang berbasis tekhnologi dan informasi tepatnya pada pasal 1 angka 7 dijelaskan mengenai penerima pinjaman yaitu :34
“Penerima pinjaman adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang karena layanan pinjam meminjam uang berbasis tekhnologi.”
Penerima pinjaman harus berasal dari Indonesia dan memiliki status sebagai warga Negara Indonesia, baik sebagai perorangan atau badan hukum, tidak memiliki jaminan, tidak memerlukan kepemilikan akun rekening di bank tertentu tetapi memiliki kebutuhan akan pinjaman, bersedia membayar suku bunga yang telah disepakati dengan pihak penyelenggara, dan ingin mendapatkan pinjaman dengan cara yang cepat dan aman35.
Penerima pinjaman hanya perlu memenuhi syarat-syarat pengajuan hutang yang telah ditentukan oleh pihak penyelenggara, pengajuan tersebut bisa diterima atau ditolak, jika permohonan ditolak, penerima pinjaman bisa memperbaiki semua yang menjadi alasan penolakan. Pihak penyelenggara akan menjelaskan bagian-bagian yang harus diperbaiki agar perngajuan pinjaman
34 Lihat pasal 1 angka 7 No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam uang berbasis
tekhnologi dan informasi.
35
dapat segera diproses. Proses Pendanaan Peer to peer lending terdapat 4 langkah yaitu36:
1. Registrasi keanggotaan: Pihak pemberi pinjaman maupun penerima pinjaman melakukan registrasi secara online melalui smartphone.
2. Pengajuan Pinjaman : Pihak penerima pinjaman akan mengisi formulir pengajuan pinjaman pada suatu aplikasi online, dan pemberi pinjaman akan memilih penerima yang akan diberikan pinjaman.
3. Pelaksanaan Pinjaman : Pemberi dan penerima pinjaman menandatangani perjanjian pinjam meminjam, perjanjian tersebut tertuang dalam dokumen elektronik, pemberi pinjaman akan menyalurkan dananya ke pihak penyelenggara dan selanjutnya dana tersebut akan dikirimkan kepada penerima dana.
4. Pembayaran Pinjaman : Penerima pinjaman melaksanakan kewajibannya yaitu membayar hutangnya beserta suku bunga yang disepakatinya kepada pemberi pinjaman.
b. Pemberi Pinjaman
Pemberi pinjaman dijelaskan pada pasal 1 angka 8 peraturan OJK nomor 77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis Tekhnologi Informasi yaitu orang atau badan hukum dan/atau badan usaha yang memiliki piutang karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis tekhnologi.
36
Dari uraian diatas sudah jelas bahwa pemberi pinjaman merupakan investor dari layanan peer to peer lending, dimana investor akan memberikan dana pinjaman, dan memperoleh keuntungan dari suku bunga pinjaman yang ditentukan oleh penyeleggara terhadap penerima pinjaman.
Pemberi pinjaman dapat berasal dari warga negara Indonesia maupun negara asing, Dalam pasal 16 ayat (2) POJK Nomor 77/POJK.01/2016 dijelaskan pihak – pihak yang dapat menjadi pemberi pinjaman dalam peer to peer lending antara lain37
a. Orang perseorangan warga Indonesia, b. Orang perseorangan warga negara asing, c. Badan hukum Indonesia/asing,
d. Badan usaha Indonesia/ asing, e. Lembaga internasional.
Semakin banyakanya pihak pemberi pinjaman atau investor maka permohonan hutang secara online akan mudah terpenuhi seluruhnya, sehingga berjalannya industri keuangan dalam bidang pinjaman online ini dapat berjalan secara berkelanjutan, memberikan banyak manfaat bagi perekonomian, serta kegiatan dalam layanan peer to peer lending ini dapat berjalan secara stabil.
c. Penyelenggara Peer to Peer Lending
Terkait dengan pengertian penyelenggara terdapat dalam pasal 1 angka 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016, dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa penyelenggara adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
37 Lihat pasal 16 ayat (2) POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
Tekhnologi Informasi. Penyelenggara layanan ini dapat dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia/Badan hukum Indonesia, warga negara asing/badan hukum negara asing.
Penyelanggara memiliki kewajiban untuk menyediakan sebuah platform atau website, dan penyelenggara memiliki tanggung jawab membangun dan menyediakan platform tersebut untuk mempertemukan Lender (Pemberi Pinjaman) dan Borrower (Penerima Pinjaman) secara langsung melalui sistem online tanpa harus bertatap muka secara langsung.
Pihak penyelenggara juga diwajibkan untuk melakukan pendaftaran kepada otoritas jasa keuangan, dimana selanjutnya Otoritas Jasa Keuangan akan memberikan persetujuan pendaftaran penyelenggara dengan memberikan surat tanda bukti terdaftar. Dalam pasal 10 ayat (1) Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 dijelaskan bahwa pihak penyelenggara yang telah memiliki status terdaftar di OJK, wajib mengajukan permohonan izin sebagai penyelenggara dalam jangka waktu paling lama satu tahun sejak statusnya terdaftar di OJK38. Permohonan perizinan tersebut nantinya akan ditindak lanjuti oleh OJK paling lama dalam waktu 20 hari kerja setelah berkas permohonan pengajuan izin diterima oleh pihak otoritas jasa keuangan, keputusan yang dikeluarkan oleh pihak OJK terhadap permohonan izin tersebut antara lain diterima atau ditolak.
4. Kewajiban dan Hak Penyelenggara Peer To Peer Lending
38 Lihat Pasal 10 ayat (1) Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Pinjam meminjam uang
Pihak penyelenggara dalam layanan peer to peer lending memiliki peran yang penting dalam industri keuangan tersebut, karena perusahaan penyelenggara harus menciptakan dan mengoperasikan sebuah sistem elektronik atau platform yang dapat mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman tanpa harus bertatap muka secara langsung, dengan kata lain pihak penyelenggara melakukan jasa perantara untuk memfasilitasi transaksi pinjam meminjam online.
Penyelenggara merupakan salah satu pihak dalam layanan peer to peer lending sehingga terdapat hak maupun kewajiban yang berada dalam tugasnya, Terkait dengan kewajiban penyelenggara dalam layanan peer to peer lending antara lain:39 1. Penyelanggara memiliki kewajiban untuk memberikan informasi secara jujur
dan tidak menyesatkan terkait dengan layanan peer to peer lending bagi konsumen layanan pinjam meminjam secara online tersebut.
2. Penyelenggara Fintech Lending yang terdafatar di Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan kegiatannya wajib tunduk pada peraturan yang berlaku baik POJK maupun peraturan perundang-undangan.
3. Fintech Lending yang terdaftar di OJK harus mengedepankan aspek perlindungan konsumen, salah satunya terkait perlindungan data dan informasi konsumen, dimana pihak penyelenggara hanya diperbolehkan mengakses data konsumen hanya sebatas Camilan (Camera, Microphone, Location).
4. Terkait dengan cara penagihan, penyelenggara Fintech wajib menggunakan tenaga penagih yang terdaftar atau berizin dari OJK yang wajib mengikuti
39
sertifikasi tenaga penagih yang dilakukan oleh asosiasi fintech pendanaan bersama Indonesia (AFPI).
5. Penyelenggara yang terdaftar di OJK wajib menyediakan sarana pengaduan bagi nasabah, serta wajb menindak lanjuti jika terdapat pengaduan, serta melaporkan hasil tindak lanjut tersebut kepada OJK.
6. Pihak penyelanggara wajib memiliki kantor yang berdomisili di suatu wilayah dengan jelas, dan sudah disurvey dari OJK serta dapat dengan mudah ditemui di Google.
Sedangkan hak penyelenggara layanan pinjam meminjam berbasis tekhnologi informasi antara lain :
1. Pihak penyelenggara berhak mendapatkan pembayaran beserta suku bunga yang sudah disepakati dari penerima pinjaman terkait dengan pembayaran pinjaman.
2. Mendapatkan fee sebesar 5 persen dari jasa yang dilakukannya, yaitu menciptakan sebuah platform untuk mempertemukan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman secara langsung tanpa harus bertatap muka.
5. Regulasi Financial Technologi di Indonesia
Financial Technology merupakan inovasi yang membuat perubahan besar
terhadap industri keuangan. Karena transaksinya terdapat sentuhan Tekhnologi modern, tentu terdapat peraturan yang mengatur layanan Financial Tekhnologi ini sehingga kegiatannya tetap aman dan terdapat kepastian hukumnya, meskipun belum peraturan perundang-undangan secara khusus yang mengatur tentang layanan
Fintech ini, pihak Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia telah mengeluarkan regulasi mengenai Fintech dimana keduanya memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi industri keuangan, beberapa regulasi yang dikeluarkan OJK dan Bank Indonesia antara lain :
a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Tekhnologi dan Informasi.
Terkait pengaturan terhadap mengenai penyelenggaraan dari layanan Fintech, seluruh pihak penyelenggara wajib tunduk dan mematuhi peraturan OJK nomor 77/POJK.01/2016, bila ada peraturan mengenai Financial technology lainnnya dapat digunakan sebagai acuan bagi pihak penyelanggara, akan tetapi tata cara pelaksanaan, kewajiban serta larangan dalam kegiatan layanan pinjam meminjam uang berbasis tekhnologi informasi hanya berakar pada Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016.
Dalam POJK 77/2016 berisi ketentuan mengenai badan hukum dan kepemilikan, syarat pendaftaran dan perizinan, batasan kegiatan, manajemen risiko, dan tanda tangan elektronik. Selain itu juga mengatur edukasi dan perlindungan konsumen, anti pencucian uang dan pendanaan terorisme, dan pelaporan. Seluruh penyelenggara peer to peer lending harus mendaftar di OJK dengan persyaratan yang telah ditetapkan40.
40 Segara tirta, 2019. Buku 7 - Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, Jakarta : Otoritas Jasa Keuangan. Hal
Penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis tekhnologi wajib untuk mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada Otoritas Jasa Keuangan, hal ini diatur dalam pasal 7 Peraturan OJK Nomor 77/POJK.1/2016 yang berbunyi, Penyelenggara wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK41. Selanjutnya setelah pihak penyelenggara sudah ditetapkan sebagai peer to peer yang terdaftar di OJK, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah terdaftar, pihak penyelenggara wajib mengajukan permohonan perizinan kepada OJK. Apabila pihak penyelenggara tidak mengajukan permohonan izin, maka status terdaftarnya akan dinyatakan batal, dan ketika surat bukti terdaftar tersebut dinyatakan batal maka pihak penyelenggara tidak dapat lagi mengajukan permohonan pendaftaran. Bagi penyelenggara yang tidak terdaftar dan tidak berizin di Otoritas Jasa Keuangan maka berstatus sebagai penyelenggara peer to peer lending ilegal.
Penyelenggara yang telah terdaftar di OJK wajib untuk terdaftar juga pada asosiasi yang telah ditunjuk oleh OJK, yaitu Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia, AFPI ditunjuk sebagai Asosiasi resmi penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis tekhnologi di Indonesia berdasarkan surat No.S-5/D.05/2019. hal ini bertujuan agar penyelenggara dapat mengikuti kode etik yang telah dibuat oleh AFPI dalam penyelenggaraan Fintech Peer to Peer Lending.
Untuk pemantauan terhadap kinerja penyelenggaraan Fintech Lending terdapat kewajiban bagi pihak penyelenggara untuk menyampaikan laporan berkala
41
Lihat pasal 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Tekhnologi dan Informasi.
kepada OJK, hal ini terdapat dalam pasal 44 Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016 yang berbunyi :
Penyelenggara yang telah memperoleh izin, wajib menyampaikan laporan berkala secara elektronik kepada OJK, yaitu:
a. laporan bulanan; dan b. laporan tahunan.
b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan mempertimbangkan bahwa inovasi keuangan digital perlu diarahkan dan dikelola dengan baik agar menghasilkan inovasi keuangan digital yang aman, bertanggung jawab serta mengedepankan perlindungan konsumen dan memiliki resiko yang terkelola dengan baik, maka dari itu OJK membentuk suatu peraturan lagi dalam ruang lingkup Fintech.
Dalam peraturan ini tidak hanya mengatur tentang layanan peer to peer
lending saja, akan tetapi peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018 merupakan payung hukum bagi lembaga Jasa Keuangan yang melakukan pengembangan inovasi keuangan digital. Seperti industri Perbankan, asuransi, pembiayaan, pasar modal, dan lain-lain.
Hal-hal pokok yang diatur dalam peraturan OJK ini antara lain mengenai Ruang lingkup bisnis, Mekanisme pencatatan dan pendaftaran Fintech, Regulator
Sandbox, Mekanisme pemantauan dan pengawasan Fintech, Pembentukan
perlindungan data, Manajemen resiko yang efektif, kolaborasi, perlindungan konsumen, Transparansi, anti pencucian uang dan pendanaan teroris.42
Kewenangan OJK untuk mengawasi penyelenggara Fintech yang terdaftar di OJK terdapat dalam pasal 17 Ayat (1) Peraturan OJK No. 13/POJK.02/2018 yang berbunyi :
Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan pemantauan terhadap Penyelenggara yang telah tercatat dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. Pemantauan OJK terhadap penyelenggara Fintech diatur dalam pasal 17 Ayat (3) Peraturan OJK No. 13/POJK.02/2018 yang berbunyi :
Dalam melakukan pemantauan terhadap Fintech dapat dilakukan oleh OJK dengan Pihak lain, yang dimaksud dengan pihak lain adalah Asosiasi Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pemantauan atas laporan self assessment, pemantauan on-site, dan/atau metode pemantauan lainnya.
AFPI ditunjuk oleh OJK sebagai Asosiasi penyelenggara Fintech Berdasarkan surat S-5/D.05/2019, AFPI dapat menjalankan tugas sebagai pembuat kode etik yang harus dipatuhi semua penyelenggara Fintech Lending, Tugas AFPI diatur dalam pasal 21 Ayat (3) Peraturan OJK No.13/POJK.02/2018 yang berbunyi :
Asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menetapkan standar dengan mempergunakan pendekatan disiplin pasar yang berlaku bagi anggotanya yang paling sedikit meliputi:
a.merumuskan aturan operasi, standar industri dan kode etik, sesuai dengan jenis bisnis yang berbeda;
b. menerima dan meneruskan laporan serta menerima keluhan;
42 Fitriadi Ferry, Aturan OJK tentang Inovasi Keuangan Digital yang penting diketahui, diakses dari
https://www.kreditpedia.net/aturan-ojk-tentang-fintech-inovasi-keuangan-digital-yang-penting-diketahui/ pada 28 Januari 2020
c.menyusun statistic keuangan dan memantau risiko serta penelitian tentang isu makro dan mikro keuangan;
d. menjadi penghubung antara Otoritas Jasa Keuangan dan Penyelenggara untuk meningkatkan dukungan pengaturan dan pertukaran informasi;
e.menetapkan mekanisme pengaturan diri dan sanksi atas pelanggaran anggota terhadap aturan dan kode etik;dan
f. melaksanakan pendidikan, pelatihan, dan perlindungan konsumen
c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Tekhnologi Finansial.
Latar belakang dari pembentukan peraturan ini adalah melihat perkembangan tekhnologi dan informasi yang semakin pesat terus menciptakan inovasi-inovasi baru, khusunya berkaitan dengan tekhnologi financial, bahwa perkembangan tersebut membawa manfaat bagi perekonomian pelaku usaha serta masyarakat, namun inovasi tersebut harus dikelola dengan baik untuk meminimalisir resiko yang timbul dan penyelenggaran tekhnologi financial harus mengedepankan perlindungan konsumen.
Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa Teknologi Finansial terdapat beberapa kategori yaitu : a. Sistem pembayaran, b. Pendukung pasar, c. Manajemen investasi dan manajemen resiko, d. Pinjaman, Pembiayaan dan penyediaan modal, e. Jasa Finansial lainnya.
Dengan mengedepankan aspek perlindungan konsumen pada pasal 8 ayat (1) huruf a dijelaskan bahwa penyelenggara yang terdaftar di Bank Indonesia wajib untuk menerapkan prinsip perlindungan konsumen sesuai dengan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis yang dijalankan, kemudian pada pasal 8 ayat (1)
huruf b dijelaskan penyelenggara wajib untuk menjaga kerahasiaan data dan/atau informasi konsumen termasuk data dan.atau informasi transaksi.
d. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.07/2018 Tentang Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan.
Pada Peraturan OJK Nomor 18/POJK.07/2018 mengatur terkait pelaksanaan pelayanan pengaduan konsumen oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan, dalam Pasal 1 angka 1 POJK ini dijelaskan mengenai klasifikasi Pelaku Usaha Jasa Keuangan, yaitu43 :
Pelaku Usaha Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat PUJK adalah Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, Perantara Pedagang Efek, Manajer Investasi, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Pergadaian, Perusahaan Penjaminan, dan Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Selanjutnya mengenai ruang lingkup layanan pengaduan diatur dalam pasal 3 POJK ini, dijelaskan ruang lingkup pengaduan terdiri atas44 :
1. Penerimaan pengaduan 2. Penanganan pengaduan 3. Penyelesaian pengaduan
Terkait dengan penyelesaian pengaduan tersebut terdapat beberapa hal yang harus dilakukan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan, dimana hal tersebut diatur
43 Lihat pasal 1 angka 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.07/2018 Tentang Layanan
Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan.
44 Lihat pasal 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.07/2018 Tentang Layanan
dalam pasal 21 POJK nomor 18/POJK.07/2018, hal-hal yang harus dilakukan PUJK dalam rangka penyelesaian pengaduan adalah :
(1) PUJK wajib memberikan Tanggapan Pengaduan kepada Konsumen dan/atau Perwakilan Konsumen atas Pengaduan yang diterima.
(2) Dalam hal Pengaduan disampaikan secara tertulis, PUJK menyampaikan Tanggapan Pengaduan secara tertulis.
(3) Dalam hal Pengaduan disampaikan secara lisan, PUJK menyampaikan Tanggapan Pengaduan secara lisan dan/atau tertulis45.
C. Tinjauan Umum Tentang Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Terkait Financial Technology Peer to Peer Lending
1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan
Industri keuangan di era digital saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, salah satu inovasi yang berhasil menarik minat masyarakat luas yaitu pinjam meminjam secara online berbasis tekhnologi informasi, untuk menjamin layanan jasa keuangan tersebut berjalan dengan baik diperlukan pengawasan dan pengaturan dari suatu lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengawasi industri keuangan.
Pengawasan industri keuangan dilakukan oleh Otoritas jasa keuangan, dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dijelaskan bahwa OJK merupakan lembaga independen yang mempunyai fungsi untuk melakukan pengaturan dan pengawasan di seluruh sektor industri keuangan.
45 Lihat pasal 21 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.07/2018 Tentang Layanan
Pembentukan Otoritas Jasa keuangan merupakan upaya dari pemerintah untuk melahirkan sebuah lembaga yang mempunyai kemampuan untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap seluruh sektor industri keuangan, baik dalam sektor perbankan maupun industri keuangan non bank. Sejak Otoritas Jasa Keuangan dinyatakan sah maka fungsi dari lembaga ini menggantikan tugas Badan dan Pengawas Pasar Modal dan lembaga keuangan (Bappepam-LK) dan mengantikan tugas dari Bank Indonesia dalam ranah pengawasan perbankan.
2. Tujuan Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan
Dalam pengalihan fungsi pengawasan dalam perbankan maupun industri keuangan lainnya dari Bank Indonesia kepada Otoritas jasa Keuangan, tentu terdapat tujuan dari dibentuknya OJK agar pengawasan tersebut dapat berjalan lebih optimal serta memberi dampak positif di masa yang akan mendatang.
Tujuan dibentuknya OJK diatur dalam pasal 4 Undang-undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yaitu supaya keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, sehingga mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, yang diwujudkan melalui adanya sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.46
Dalam pasal 28 Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, dijelaskan terkait dengan tujuan perlindungan konsumen dan
46
masyarakat, maka OJK memiliki wewenang untuk melakukan tindakan pencegahan yang terjadi kepada konsumen dan masyarakat, tindakan tersebut meliputi47 :
a. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya.
b. Meminta lembaga Jasa Keuangan untuk mengehentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat.
c. Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
3. Kewenangan OJK terkait Financial Technologi Peer to Peer Lending
Otoritas Jasa Keuangan mengemban tugas dan fungsi sebagai lembaga independen yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan pengawasan dan pengaturan terhadap seluruh sektor keuangan, kewenangan OJK terhadap lembaga keuangan tertuang dalam pasal 6 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011, dimana OJK memiliki wewenang dan tugas pengaturan terhadap :
1. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan. 2. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal.
3. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan secara optimal yang telah diatur dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, OJK memiliki kewenangan dalam
47 Budisantoso Totok, Nuritomo, 2014, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta: Salemba Empat,
bidang pengaturan yang diatur padal pasal 8 Undang-Undang 21 Tahun 2011 antara lain48 :
1. Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini.
2. Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. 3. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK.
4. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan. 5. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK.
6. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu.
7. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan.
8. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban, dan.
9. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Terkait dengan pelaksanaan Fungsi OJK yang tertuang dalam pasal 6, OJK memiliki wewenang pengawasan yang telah diatur dalam pasal 9 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Wewenang pengawasan tersebut antara lain49 :
1. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan.
48 Lihat pasal 8 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. 49
2. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif.
3. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
4. Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan atau pihak-pihak tertentu.
5. Melakukan penunjukan pengelola statuter. 6. Menetapkan penggunaan pengelola statuter.
7. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, dan.
8. Memberikan dan/atau mencabut : a. Izin usaha.
b. Izin orang perseorangan.
c. Efektifnya pernyataan pendaftaran. d.Surat tanda terdaftar.
e. Persetujuan melakukan kegiatan usaha. f. Pengesahan.
g. Persetujuan atau penetapan pembubaran, dan.
h. Penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Layanan Fintech termasuk dalam industri keuangan non bank, dimana lembaga jasa keuangan tersebut termasuk dalam industri keuangan yang diawasi oleh OJK, dengan catatan layanan Fintech tersebut harus terdaftar di Otoritas jasa keuangan, sedangkan untuk peer to peer lending yang tidak terdaftar atau ilegal pengawasannya tidak dilakukan oleh OJK, setiap pengaduan dari konsumen terkait pelanggaran yang dilakukan oleh Fintech Ilegal akan diselesaikan oleh Satgas Waspada Investasi, dimana OJK bekerja sama dengan beberapa instansi, yaitu Kementrian Komunikasi dan Informatika, Bareskrim, dan Google.50
Dalam Satgas Waspada Investasi, OJK memiliki peran untuk memberitahukan daftar Fintech peer to peer lending yang terdaftar ataupun berizin di OJK kepada Kementrian Komunikasi dan Informatika, selanjutnya pihak Kementrian Komunikasi dan Informatika akan melakukan pengecekan terhadap aplikasi yang dilaporkan, apabila benar-benar terbukti ilegal maka aplikasi tersebut akan di blokir oleh KOMINFO.51
Selanjutnya dalam bekerja sama dengan pihak kepolisian, OJK memiliki peran untuk memberikan laporan dari masyarakat yang dirugikan oleh peer to peer
ilegal, Otoritas Jasa Keuangan tidak memiliki wewenang yang luas untuk menindak
pengaduan dari masyarakat terkait peer to peer illegal, sehingga pihak kepolisian
50 Zein Subhan, 2019, Tinjauan yuridis pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap aplikasi
pinjaman dana berbasis elektronik (Peer to Peer Lendig/crowfunding) di Indonesia, Jurnal bisnis dan akuntasi Unsurya, Vol.4,No.2. Unsurya. Hal 120.
51
yang selanjutnya akan memproses pengaduan tersebut, karena wewenang polisi sangat luas.
Kemudian dalam bekerja sama dengan Google Indonesia, pada apps store atau Google hanya terdapat aplikasi peer to peer lending yang telah terdaftar dan berizin di OJK dan telah lolos proses screening dari KOMINFO, apabila terdapat aplikasi Fintech yang illegal, maka OJK akan berkoordinasi dengan Google untuk memblokir aplikasi tersebut.
Berdasarkan klasifikasi fintech oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdapat dua golongan fintech yang akan masuk ke dalam ranah pengawasan OJK. Keduanya adalah Fintech 2.0 Digital LJK dan Digital Banking dan Fintech 3.0-3.5 Start-up
Companies. Kedua kategori tersebut nantinya harus mematuhi segala aturan yang
dibuat oleh OJK. Kategori Fintech 2.0 melingkupi tiga ranah sektor industri diantaranya perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non-bank (IKNB). Untuk perbankan, ranah bisnis yang akan diatur mulai dari E-banking, Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai), Digital
Branch, dan Banking Anywhere (Omnichannel). Sementara, untuk pasar modal
yakni E-stocks, Bonds, Mutual Funds, dan Trading. Terakhir, dalam IKNB yang akan diatur adalah E-Gadai, E-LKM, E-Penjaminan, dan E-Asuransi.Kategori berikutnya, Fintech 3.0-3.5 khusus mengatur perusahaan startup fintech
non-lembaga jasa keuangan (LJK), dengan ranah bisnis yang akan diatur adalah koperasi, bursa berjangka, dan loan-based crowdfunding (P2P Lending). 52
Terkait dengan salah satu kewenangan pengaturan yang dimiliki oleh OJK dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yaitu Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Langkah awal OJK menggunakan kewenangannya dalam sektor jasa keuangan Finansial Tekhnologi dengan mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Tekhnologi Informasi, hal ini merupakan upaya OJK untuk mendukung perkembangan industri keuangan berbasis tekhnologi informasi tanpa mengesampingkan aspek perlindungan Konsumen.53
Dari peraturan OJK nomor 77/POJK.01/2016 merupakan suatu produk yang dibuat berdasarkan kewenangan OJK dalam hal pengawasan sektor jasa keuangan, pada peraturan tersebut terdapat aturan-aturan yang harus ditaati oleh penyelenggara layanan Finansial Technologi, tujuan dikeluarkannya peraturan OJK tersebut untuk meminimalisir pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh berbagai pihak yang
52 Marsya Nabila, Loc.Cit. 53
Kadek puspa, Sudaryana Wayan, 2019, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pengguna Layanan Fintech (Financial Technology),Jurnal ilmu hukum, Vol. 7, No.2, Universitas Udayana, Hal 8.
terlibat dalam layanan Peer to Peer Lending baik dari penyelenggaran layanan
Fintech, Pemberi pinjaman, maupun Penerima pinjaman.54
Selanjutnya untuk memberikan perlindungan konsumen, dalam pasal 29 Undang-Undang No.21 Tahun 2011 dijelaskan mengenai upaya Teknis yang dilakukan Oleh OJK salah satunya adalah memberikan pelayanan pengaduan konsumen, antara lain55 :
a. Menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan dan pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan.
b. Membuat mekanisme pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan,dan.
c. Memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
OJK memiliki upaya dalam memberikan perlindungan hukum kepada konsumen dan masyarakat, terkait hal tersebut Otoritas Jasa keuangan berwenang melakukan pembelaan hukum, hal ini terdapat dalam pasal 30 Undang-Undang No.21 tahun 2011, yang berbunyi :56
54
Wayan Bagus(et.al),2014.Peranan otoritas jasa keuangan dalam mengawasi lembaga keuangan non bank berbasis financial technology jenis peer to peer lending.Jurnal ilmu hukum,Vol.02,No.04, Universitas Udayana, Hal.11.
55 Budisantoso, Totok, Op.cit. hal 52
56
a. Memberikan perintah atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan yang dimaksud.
b. Mengajukan gugatan :
1. Untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dan pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik, dan/atau.
2. Untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan juga memiliki kewenangan dalam hal menjatuhkan sanksi kepada pihak penyelenggara yang melakukan suatu pelanggaran dalam melaksanakan kegiatannya dalam layanan Fintech, dalam pasal 47 Peraturan OJK nomor 77/POJK.01/201657, OJK dapat menjatuhkan sanksi administratif berupa :
1. Teguran tertulis.
2. Denda, kewajiban membayar sejumlah uang tertentu. 3. Pembatasan kegiatan usaha.
4. Pencabutan izin.
Jika terdapat perselisihan antara pelaku usaha jasa keuangan dan konsumen, maka perselisihan tersebut harus diselesaikan dalam Lembaga Jasa Keuangan tersebut, maka dari itu setiap LJK diwajibkan untuk mempunyai layanan unit
57 Lihat pasal 47 Peraturan OJK nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
pengaduan dan penyelesaian pengaduan, jika akhirnya tidak tercapai penyelesaian melalui LJK tersebut, maka konsumen dapat membawa perselisihan tersebut untuk diselesaikan melalui LAPS atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa, daftar LAPS yang ditentukan oleh OJK dimuat dalam pasal 4 huruf (a) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/Pojk.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan, yaitu 58:
1. Mediasi yaitu cara penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga (mediator) untuk membantu pihak yang bersengketa mencapai kesepakatan.
2. Ajudikasi yaitu cara penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga (ajudikator) untuk menjatuhkan putusan atas sengketa yang timbul di antara pihak yang dimaksud. Putusan ajudikasi mengikat para pihak jika konsumen menerima. Dalam hal konsumen menolak, konsumen dapat mencari upaya penyelesaian lainnya.
3. Arbitrase yaitu cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak.
Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Otoritas Jasa Keuangan sampai saat ini masih terdapat 6 Lembaga, Sektor Jasa Keuangan yang telah
58 Lihat pasal 4 huruf (a) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/Pojk.07/2014 Tentang Lembaga
memiliki LAPS antara lain : Perasuransian, Pasar Modal, Dana Pensiun, Perbankan, Penjaminan, Pembiayaan dan Pergadaian.59
D. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Data Dan Informasi Konsumen Peer to Peer Lending oleh Otoritas Jasa Keuangan
1. Perlindungan Konsumen Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dalam Pasal 1 angka 2, dijelaskan mengenai pengertian konsumen yaitu :
“Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.”
Menurut pasal 1 angka 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013, Perlindungan konsumen adalah perlindungan yang diberikan kepada konsumen dalam cakupan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK). Perlindungan kerahasiaan data dan informasi konsumen merupakan salah satu hal yang juga harus dilindungi oleh setiap PUJK maupun OJK selaku pengawas sektor jasa keuangan.
Dalam peraturan ini dijelaskan tentang prinsip perlindungan konsumen pada pasal 2 POJK No.1/2013 yang berbunyi :
59Daftar LAPS, diakes dari
Perlindungan Konsumen menerapkan prinsip: a. transparansi;
b. perlakuan yang adil; c. keandalan;
d. kerahasiaan dan keamanan data/informasi Konsumen; dan
e. penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa Konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau
2. Pengertian Data dan Informasi Konsumen
Menurut Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 14/SEOJK.07/2014 tentang Kerahasiaan Dan Keamanan Data Dan/Atau Informasi Pribadi Konsumen. Penjelasan mengenai data dan informasi konsumen adalah data dan/atau informasi mencakup sebagai berikut :
Tabel 1:
klafikasi data dan informasi konsumen
PERSEORANGAN KORPORASI
Nama Nama
Alamat Alamat
Tanggal Lahir, dan/atau Umur No Telepon
Nomor Telepon susunan direksi dan komisaris termasuk dokumen identitas berupa Kartu Tanda Penduduk/paspor/ijin tinggal; Nama ibu kandung Susunan Pemegang Saham
Menurut pasal 1 angka 1 Peraturan Kominfo No.20 Tahun 2016 tentang Perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik dijelaskan bahwa data pribadi adalah 60:
“Data pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenarannya serta dilindungi kerahasiaannya.”
Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dalam Pasal 1 angka 2, dijelaskan mengenai pengertian konsumen yaitu :
“Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.”
Dari penjelasan pengertian data dan informasi konsumen diatas dapat disimpulkan bahwa data dan informasi konsumen adalah data milik setiap orang maupun korporasi yang menempatkan dananya atau memanfaatkan Layanan suatu Jasa Keuangan, data tersebut harus dilindungi kerahasiaanya, data tersebut dapat berupa, identitas, simbol, kode, huruf atau angka yang merupakan penanda setiap orang yang pasti berbeda antara satu orang dengan orang lainnya, data ini bersifat sangat pribadi, sehingga harus dijaga agar tidak disalahgunkan oleh siapapun.61
3. Regulasi Perlindungan hukum data dan informasi konsumen Peer To Peer Lending.
60Lihat pasal 1 angka 1 Peraturan Kominfo No.20 Tahun 2016 tentang perlindungan data pribadi
dalam sistem elektronik
61 Sofa ana,2018,Urgensi Perlindungan Data Pribadi dalam era bisnis Fintech, Jurnal Hukum & Pasar
Dalam industri keuangan digital, semua proses transaksi melalui sistem elektronik, dan terdapat data-data yang diberikan untuk memenuhi persyaratan suatu transaksi, contoh umum dari data yang diberikan antara lain, identitas nama, alamat, nomor telepon, dan lain-lain yang sifatnya data pribadi. Data- data tersebut rawan untuk disalahgunakan dari berbagai pihak dalam industri keuangan digital. Maka dari itu OJK selaku instansi yang memiliki kewenangan untuk pengaturan dan pengawasan di seluruh sektor jasa keuangan, memiliki upaya untuk melindungi data pribadi konsumen dalam layanan peer to peer lending dengan mengeluarkan beberapa peraturan, antara lain :
a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Tekhnologi Informasi.
Dalam upaya memberikan perlindungan konsumen terkait kerahasiaan data serta memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan dalam pemanfaatan layanan pinjam meminjam uang berbasis tekhnologi informasi dalam peraturan OJK ini mengenai kerahasiaan data dalam pasal 26 POJK 77/POJK.01/2016 yang mewajibkan pihak Penyelenggara untuk62 :
a. menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan
b. memastikan tersedianya proses autentikasi, verifikasi, dan validasi yang mendukung kenirsangkalan dalam mengakses, memproses, dan mengeksekusi data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya;
62 Lihat pasal 26 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam
c. menjamin bahwa perolehan, penggunaan, pemanfaatan, dan pengungkapan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang diperoleh oleh Penyelenggara berdasarkan persetujuan pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. menyediakan media komunikasi lain selain Sistem Elektronik Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi untuk memastikan kelangsungan layanan nasabah yang dapat berupa surat elektronik, call
center, atau media komunikasi lainnya; dan
e. memberitahukan secara tertulis kepada pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan tersebut jika terjadi kegagalan dalam perlindungan kerahasiaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya.
Selanjutnya juga telah diatur dalam pasal 29 POJK 77/POJK.01/2016 mengenai prinsip dasar perlindungan konsumen yang harus dilakukan oleh pihak penyelenggara antara lain63 :
a. transparansi;
b. perlakuan yang adil; c. keandalan;
d. kerahasiaan dan keamanan data; dan
e. penyelesaian sengketa Pengguna secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.
Kemudian OJK juga mengatur ketentuan mengenai larangan pihak penyelenggara untuk menyebarkan data dan informasi konsumen layanan Financial
Technology kepada pihak ketiga, hal tersebut diatur dalam pasal 39 Ayat (1)
Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Tekhnologi Informarsi yang berbunyi :
(1) Penyelenggara dilarang dengan cara apapun, memberikan data dan/atau informasi mengenai Pengguna kepada pihak ketiga.
63 Lihat pasal 29 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam
Mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh pihak peyelenggara terhadap kewajiban dan larangan yang sudah ditentukan dalam peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016, OJK berwenang menjatuhkan sanksi administrative yang diatur dalam pasal 47 POJK 77/2016 yaitu 64:
a. peringatan tertulis;
b. denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; c. pembatasan kegiatan usaha; dan
d. pencabutan izin.
b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan.
Peraturan OJK ini dibuat mengingat inovasi keuangan digital perlu diarahkan dan dikelola dengan baik sehingga mampu menghasilkan inovasi keuangan digital di sektor jasa keuangan yang bertanggung jawab, bermanfaat bagi masyarakat, memiliki resiko terkelola dengan baik dan memberikan perlindungan konsumen dengan maksimal.
Terkait dengan perlindungan kerahasiaan data konsumen Financial technologi dalam Peraturan ini telah diatur di beberapa pasal, karena potensi pelanggaran penyebaran data pribadi dalam layanan Financial Tekhnologi ini cukup rawan, maka dari itu peraturan mengenai keamanan data pribadi harus diperketat, Dalam pasal 18 ayat 1 huruf (d) dijelaskan bahwa penyelenggara berkewajiban menerapkan prinsip pemantauan mandiri paling sedikit meliputi kerahasiaan data dan/atau informasi konsumen termasuk data dan/atau informasi transaksi. Kemudian dalam pasal 18
64 Lihat pasal 47 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam
ayat 2 disebutkan penyelanggara wajib untuk menginventarisasi resiko utama salah satunya yaitu resiko mengenai perlindungan data konsumen.
Mengenai perlindungan dan kerahasiaan data dalam pasal 30 POJK ini diatur dengan jelas wewenang penyelenggara untuk mengelola data pribadi nasabah, pada pasal 30 ayat (1) dijelaskan bahwa Penyelenggara wajib menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan.
Kemudian dalam pasal 30 ayat (2) diatur mengenai ketentuan pemanfaatan data dan informasi pengguna yang diperoleh penyelenggara harus memenuhi syarat antara lain :
a. Memperoleh persetujuan dari pengguna,
b. Menyampaikan batasan pemanfaatan data dan informasi kepada pengguna. Mengenai edukasi perlindungan konsumen telah diatur pada bab XI POJK ini, tepatnya pada pasal 31 ayat (1) dimana penyelanggara wajib menerapkan prinsip dasar perlindungan konsumen yaitu : a. transparansi. b. Perlakuan yang adil. c. Keandalan. d. Kerahasiaan dan keamanan data/informasi konsumen, dan. e. Penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara cepat, dan biaya terjangkau.
Dalam peraturan ini juga dijelaskan mengenai larangan yang dilakukan oleh pihak penyelenggara, dalam BAB XIV pasal 38 ayat (1) berbunyi “Penyelenggara
dilarang memberikan data dan/atau informasi mengenai konsumen kepada pihak ketiga”. Namun terdapat pengecualian dalam larangan tersebut, hal itu diatur dalam
pasal 38 ayat (2) yang menjelaskan larangan tersebut dapat dikecualilan dalam hal : a. Konsumen memberikan persetujuan secara elektronik dan/atau. b. Penyelenggara diwajibkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memberikan data dan/atau informasi mengenai konsumen kepada pihak ketiga.
c. Peraturan Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik.
Data pribadi merupakan suatu hal yang penting untuk dijaga kerahasiaannya dan kebenarannya, karena menyangkut dengan informasi setiap individu, dan perkembangan transaksi dalam elektronik begitu pesat, sehingga memungkinkan terjadinya penyalahgunaan data pribadi dalam sistem elektronik, pada peraturan Kementrian Komunikasi dan Informatika ini terdapat dalam beberapa pasal yang mengatur tentang perlindungan data pribadi, antara lain :
a. Pasal 2 ayat (1) Peraturan KOMINFO nomor 20 Tahun 2016 :
“Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik mencakup perlindungan terhadap perolehan, pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman, pengiriman, penyebarluasan, dan pemusnahan Data Pribadi.”
b. Pasal 8 Peraturan KOMINFO nomor 20 Tahun 2016 :
(1) Dalam memperoleh dan mengumpulkan Data Pribadi, Penyelenggara Sistem Elektronik harus menghormati Pemilik Data Pribadi atas Data Pribadinya yang bersifat privasi.
(2) Penghormatan terhadap Pemilik Data Pribadi atas Data Pribadi yang bersifat privasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyediaan pilihan dalam Sistem Elektronik untuk Pemilik Data Pribadi terhadap:
b. perubahan, penambahan, atau pembaruan Data Pribadi.
c. Pasal 26 Peraturan KOMINFO nomor 20 Tahun 2016 :
Pemilik Data Pribadi berhak:
a. atas kerahasiaan Data Pribadinya;
b. mengajukan pengaduan dalam rangka penyelesaian sengketa Data Pribadi atas kegagalan perlindungan kerahasiaan Data Pribadinya oleh Penyelenggara Sistem Elektronik kepada Menteri;
c. mendapatkan akses atau kesempatan untuk mengubah atau memperbarui Data Pribadinya tanpa menganggu sistem pengelolaan Data Pribadi, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan; d. mendapatkan akses atau kesempatan untuk memperoleh historis Data
Pribadinya yang pernah diserahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik sepanjang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. meminta pemusnahan Data Perseorangan Tertentu miliknya dalam Sistem Elektronik yang dikelola oleh Penyelenggara Sistem Elektronik, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Undang –Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Keamanan, kenyamanan dalam melakukan sebuah transaksi elektronik sangat diperlukan bagi setiap individu, salah satu bentuk keamanan yang diharapkan oleh setiap orang yaitu kerahasiaan data yang dijamin oleh penyelenggara transaksi elektronik. Di dalam pasal 1 ayat (1) Undang –Undang Nomor 19 Tahun 2016 menjelaskan tentang informasi elektronik yaitu65 :
“Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol,
65
Lihat pasal 1 ayat (1) Undang –Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”
Selanjutnya mengenai penggunaan data pribadi seseorang, harus mendapatkan dari pemilik informasi elektronik tersebut, hal ini diatur dalam pasal 26 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dalam pasal tersebut berbunyi66 :
“Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundangundangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.”
Kemudian terkait dengan perbuatan larangan yang dilakukan kepada data pribadi setiap individu/ informasi eletronik telah diatur dalam pasal 27 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dalam pasal tersebut berbunyi 67
:
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
66 Lihat pasal 26 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
67 Lihat pasal 27 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11