• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KEAGENAN DALAM PEMASARAN CRUDE PALM OIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KEAGENAN DALAM PEMASARAN CRUDE PALM OIL"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KEAGENAN

DALAM PEMASARAN CRUDE PALM OIL (CPO) ANTARA PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) DENGAN PT KHARISMA

PEMASARAN BERSAMA NUSANTARA STELLA

Abstract

Agency is a representative made by the power transfer based on Article 1354 of the Civil Codes as a representative which is based on an agreement such as the power transfer. An agency agreement has 3 main parties; namely, the principle, agent and the third party. The state-owned enterprise producing natural resources, PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV), has made an agency agreement with PT KPBN (PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara) to market commodity such as CPO (Crude Palm Oil) and tea. The research result shows that the validity requirements of the agency agreement are based on Article 1320 of the Civil Codes. The agency agreement between PTPN IV and PT KPBN is formed fairly according to the law due to equal position in the bargaining or trading among the parties’ rights and liability. They are liable for all contracts and the contents which have been agreed before. In case of defaults among the parties, the disputes are settled by negotiations among all parties. If the settlement is not reached by the negotiation, it will be brought to BANI (Indonesia National Arbitrary Institution) and/or the local court.

Keywords: Agency Agreement, Marketing, Crude Palm Oil

I. Pendahuluan

Perjanjian umum yang terbentuk antara para pelaku bisnis adalah perjanjian kerjasama, bila akan dilaksanakan pemasaran produk maka dibentuklah keagenan antara para pihak tersebut. Keagenan dilahirkan dari perjanjian maupun berdasarkan undang-undang. Keagenan juga merupakan suatu perwakilan yang dilaksanakan melalui pemberian kuasa, dengan didasarkan pada Pasal 1354 KUH Perdata sebagai perwakilan sukarela ataupun perwakilan yang berdasarkan perjanjian. Keagenan mempunyai persamaan dengan pemberian kuasa, dimana penerima kuasa bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa atau mewakili pemberi kuasa. Dalam keagenan terdapat 3 (tiga) pihak utama yaitu prinsipal, pihak agen dan pihak ketiga (konsumen).1

Sumber daya alam, Crude Palm Oil (CPO) juga dipasarkan pihak pemerintah dengan membentuk suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

1 Suharnoko, Hukum Perjanjian : Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta : Kencana, 2008),

(2)

BUMN merupakan salah satu badan usaha perwujudan dari peran pemerintah di bidang ekonomi yang tujuan utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat.2 BUMN yang berkembang untuk produksi Crude Palm Oil (CPO) adalah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) yang terbagi atas PT Perkebunan Nusantara I sampai PT Perkebunan Nusantara XIV serta PT Rajawali Nusantara Indonesia dan dipasarkan oleh PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara.

PT Perkebunan Nusantara IV sebagai prinsipal melaksanakan perjanjian keagenan dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara sebagai agen untuk pemasaran komoditas minyak sawit dan komoditas teh. Perjanjian keagenan ini terbentuk agar pelaksanaan penjualan komoditas PT Perkebunan Nusantara IV dapat terlaksana dengan baik hingga ke mancanegara. Perjanjian keagenan ini terbentuk sebagai akta perjanjian dibawah tangan, bukan akta otentik dan diawali melalui pemberian surat kuasa kepada PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara selaku penerima kuasa. Pengaturan tentang harga dan kualitas produk CPO oleh PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara sangat esensial diperhatikan para pihak agar pelaksanaan pemasaran dapat berlangsung secara konsisten dan tidak terancam batal.

Pada perjanjian keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara terdapat beberapa asas dalam pembentukan perjanjian tersebut. Asas kebebasan berkontrak, asas pacta sunt servanda dan asas itikad baik merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu perjanjian. Asas-asas tersebut juga dapat menjamin terbentuknya keseimbangan kedudukan para pihak yang melaksanakan perjanjian keagenan. Para pihak bebas membuat perjanjian dalam bentuk apapun dengan ketentuan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun hubungan hukum perjanjian yang dilakukan antara para pihak tidak selamanya dapat berjalan dengan mulus, dalam arti tidak selamanya masing-masing pihak akan merasa puas, terlebih jika pihak pembeli tidak menerima barang atau jasa sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan sebelumnya.3

2 Riant Nugroho D. dan Ricky Siahaan, Badan Usaha Milik Negara Indonesia : Isu,

Kebijakan dan Strategi, (Jakarta : PT. Elex Media Computindo, 2005), hlm.65.

3 Ahmad Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia,

(3)

Pada hakikatnya perjanjian dipahami sebagai ketentuan dan persyaratan yang disepakati oleh para pihak sebagai hasil perundingan atau negosiasi antar para pihak yang membuatnya. Akan tetapi dalam praktek perdagangan sering dijumpai kontrak yang berbentuk baku.4 Perjanjian keagenan yang terbentuk yang telah disepakati dan ditandatangani oleh PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara terbentuk melalui perundingan dalam penentuan harga penjualan komoditas Crude Palm Oil (CPO). Selain itu dibuktikan bahwa perjanjian tersebut juga telah berlaku sebagai undang-undang yang harus ditaati oleh kedua belah pihak tanpa terkecuali. Hubungan kedudukan diantara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara harus jelas terbentuk secara seimbang sehingga pelaksanaan perjanjian keagenan dapat dilaksanakan dengan baik.

Para pihak juga wajib bertanggung jawab atas segala perjanjian dan isi perjanjian keagenan yang dibuat secara tertulis dan disepakati oleh para pihak sesuai hak dan kewajiban masing-masing. Ketentuan dalam perjanjian keagenan ini dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah mengikat para pihak secara sah untuk mematuhi hak dan kewajiban masing-masing. Bila terjadi wanprestasi diantara para pihak maka penyelesaian perselisihan tersebut dilakukan dengan cara musyawarah melalui pembicaraan perundingan antara para pihak. Jika para pihak tidak menyelesaikan dalam musyawarah, maka para pihak akan menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan/atau kantor pengadilan setempat.

Penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Perjanjian Keagenan dalam Pemasaran Crude Palm Oil (CPO) Antara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara” penting untuk diteliti dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Perjanjian keagenan adalah perjanjian baku (standardized contract) yang terbentuk antara pemberi kuasa atau prinsipal (PTPN IV) dengan penerima kuasa atau agen (PT KPBN) untuk pelaksanaan pemasaran Crude Palm Oil (CPO) kepada pihak ketiga (rekan-rekan dari PT KPBN). Pada prisipnya perjanjian keagenan ini berisikan tentang hak dan kewajiban prinsipal, hak

4 Munir Fuady, Hukum Kontrak : Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, (Bandung : PT

(4)

dan kewajiban agen, masa berlaku kontrak keagenan, objek perjanjian, komisi atau harga barang, dan penyelesaian perselisihan.

2. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam industri perkebunan kelapa sawit dan produk turunannya. Pemasaran juga lahir dari otonomi para pihak, sehingga terbentuk suatu perjanjian. Hal terpenting pada pemasaran ini untuk diteliti yaitu penggunaan otonomi atau kebebasan berkontrak dari para pihak. Pelaksanaan pemasaran ini juga memastikan kesesuaian perjanjian yang terbentuk dengan perundang-undangan, kepatutan, dan kesusilaan sesuai Pasal 1338 KUH Perdata dan pasal-pasal lainnya yang terkait dengan hal tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan beberapa permasalahan pokok sebagai berikut :

1. Bagaimana keabsahan perjanjian keagenan dalam pelaksanaan pemasaran Crude Palm Oil (CPO) antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara?

2. Bagaimana keseimbangan kedudukan antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dalam perjanjian keagenan untuk pemasaran Crude Palm Oil (CPO)?

3. Bagaimana tanggung jawab antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara bila terjadi pelanggaran ketentuan klausula dalam perjanjian keagenan?

Dengan adanya perumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis keabsahan perjanjian keagenan dalam pemasaran Crude Palm Oil (CPO) antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara.

2. Untuk menganalisis keseimbangan kedudukan antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dalam perjanjian keagenan untuk pemasaran Crude Palm Oil (CPO).

3. Untuk menganalisis tanggung jawab PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara bila terjadi pelanggaran ketentuan klausula dalam perjanjian keagenan.

(5)

II. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Sumber data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif), antara lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata); 2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD);

3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; 4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan;

5) Surat kuasa PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara;

6) Akta perjanjian keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara.

b. Bahan hukum sekunder berupa bahan hukum ini meliputi buku teks, jurnal hukum dan komentar mengenai putusan pengadilan.

c. Bahan hukum tersier berupa kamus, informasi dari internet dan lain-lain. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan (library research), kemudian didukung dengan studi lapangan (field research)yang diperoleh melalui data primer dengan cara wawancara pada Bapak Andy Samuel Limbong, selaku Kepala Sub Bagian Pemasaran Crude Palm Oil (CPO) dari PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dan Bapak Johannes Sitepu, selaku Asisten Manajer Logistik PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara cabang Medan yang dijadikan sebagai sumber informasi pengumpulan data dalam penelitian ini. Analisis data ini dilakukan secara kualitatif. Hal ini dilaksanakan untuk menjawab penelitian tentang terbentuknya keabsahan perjanjian keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara untuk pelaksanaan pemasaran Crude Palm Oil, keseimbangan kedudukan antara PT Perkebunan Nusantara IV dan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara pada perjanjian keagenan serta tanggung jawab antara PT Perkebunan Nusantara IV dan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara apabila terjadi pelanggaran dalam klausula perjanjian yang telah terbentuk.

(6)

III. Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Keabsahan Perjanjian Keagenan dalam Pemasaran Crude Palm Oil (CPO) Antara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara

Perjanjian keagenan dapat terbentuk secara mendasarkan pada perjanjian kerjasama antara para pihak, dimana agen diberikan kewenangan untuk melakukan transaksi, negosiasi kontrak dengan pihak ketiga yang akan mengikat pihak prinsipal dalam kontrak tersebut. Namun demikian, agency secara umum dapat terjadi, baik dengan cara dibuatkan perjanjian tertulis (written agreement) ataupun terjadi dengan cara lisan (orally), walaupun perjanjian tertulis lebih menjamin keamanan para pihak. Di beberapa negara, perjanjian tertulis dipersyaratkan adanya keagenan yang akan berlangsung lebih dari satu tahun.5

Berdasarkan ketentuan Pasal 12 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No.11 Tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen atau Distributor Barang dan/atau Jasa dinyatakan tentang “persyaratan pendaftaran agen atau distributor barang dan/atau jasa produksi dalam negeri”. Kewajiban mendaftarkan pada Kementerian Perdagangan tersebut juga berlaku sub agen atau sub distributor yang dituju. Berdasarkan Pasal 1 ayat (9) Permendag No.11 Tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen atau Distributor Barang atau Jasa yang menyatakan sub agen adalah perusahaan perdagangan nasional yang bertindak sebagai perantara untuk dan atas nama prinsipal berdasarkan penunjukan atau perjanjian dari agen atau agen tunggal untuk melakukan pemasaran.6 Oleh karena itu agen bertindak untuk dan atas nama prinsipal, konsekuensinya prinsipal bertanggung jawab atas transaksi yang dilakukan agen dengan pihak ketiga.

Perjanjian keagenan juga merupakan salah satu perjanjian baku. Pada hakikatnya perjanjian baku merupakan perjanjian yang telah distandarisasi isinya oleh pihak ekonominya yang lebih kuat, sedangkan pihak lainnya menjamin kepastian hukum dalam perjanjiannya. Dinyatakan juga hak dan kewajiban dari para pihak dalam perjanjian keagenan ini sehingga dapat menjamin keseimbangan kedudukan diantara para pihak tersebut. Bentuk perjanjian baku yang dibuat

5 Budi Santoso, Keagenan (Agency) : Prinsip-Prinsip Dasar, Teori, dan Problematika

Hukum Keagenan, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2015), hlm.6.

6

(7)

dalam salah satu pihak adalah berbentuk tertulis. Isinya telah ditentukan secara sepihak oleh pihak ekonomi kuat. Isinya dituangkan dalam klausul baku yang menyatakan bahwa tentang setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan pada suatu perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Apabila terjadi permasalahan yang mungkin timbul dalam perjanjian keagenan ini, maka para pihak akan merumuskan hal apa yang merupakan “events of default” yang memberikan dasar bagi masing-masing pihak untuk memutuskan perjanjian keagenan. Biasanya yang dikategorikan sebagai events of default adalah : 7

1. Apabila agen lalai melaksanakan kewajibannya sebagaimana tercantum pada perjanjian keagenan, termasuk kewajiban melakukan pembayaran; 2. Apabila agen melaksanakan apa yang sebenarnya tidak boleh dilakukan; 3. Apabila para pihak jatuh pailit;

4. Keadaan-keadaan yang menyebabkan para pihak tidak dapat melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya.

Prinsip dasar etika bisnis yang berlaku di dunia keagenan menyebutkan bahwa prinsipal yang melakukan pengawasan atau kontrol atas tugas yang didelegasikan pada agen, maka bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga (pembeli) yang diakibatkan tindakan agen, hal ini disebabkan pada dasarnya prinsipal mempunyai “deeper pockets” daripada agennya.8

PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara selaku penerima kuasa atau agen penjualan menetapkan pemasaran dengan cara tender Crude Palm Oil (CPO) pada pihak ketiga. Oleh karena itu sistem pemasaran yang dilaksanakan juga merupakan pemasaran bersifat pasif karena hanya ditawarkan pada pihak rekanan dari PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara.9 Pada pemasaran CPO secara lokal dilasanakan melalui tender yang disesuaikan dengan ketersediaan CPO dari PT Perkebunan Nusantara IV tersebut, sedangkan untuk pelaksanaan ekspor dilakukan setiap satu atau dua minggu dalam sebulan. Tata cara pelaksanaan penjualan dilaksanakan dengan cara tender, bid offer, dan long term contract.

7

Mariam Darus Badrulzaman, “E-Commerce Tinjauan Dari Hukum Kontrak Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 12, 2001, hlm.46.

8 Budi Santoso, Op.Cit., hlm.60.

9 Hasil wawancara dari Bapak Johannes Sitepu, Assisten Manajer Logistik dari PT

(8)

Pada era globalisasi sekarang negara-negara tujuan ekspor PT Perkebunan Nusantara IV berdasarkan realisasi penjualan dan pengapalan, yaitu Belanda, India, China, Srilanka, Spanyol, Singapura, Tanzania, Jerman dan Turki. Adapun 3 negara yang menjadi konsumen terbesar Crude Palm Oil (CPO) produksi PT Perkebunan Nusantara IV, yaitu India, Belanda, dan China. Oleh karena itu fungsi dari PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, yaitu telah terbentuk sebagai market intelligent, mediator antara produsen dan konsumen, serta bertugas mengatur proses pengiriman atau pengapalan CPO dari tangan produsen sampai ke konsumen sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Dimana pelaksanaan pengiriman atau pengapalan dilakukan oleh kantor cabang PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara di Medan.10

Walaupun perjanjian keagenan yang terlaksana antara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara terbentuk konsep pemasaran yang pasif. Tetapi kedua belah pihak tetap mempertahankan etika pemasaran harga yang terbentuk dalam pembelian yang akan dilaksanakan oleh rekanan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. Oleh karena itu apabila telah ditentukan pihak konsumen tentang harga pembelian CPO, maka PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara langsung mengabarkan pada PT Perkebunan Nusantara IV apakah akan dilaksanakan pembelian dengan konsumen tersebut. Apabila PT Perkebunan Nusantara IV tidak menyetujui hal tersebut maka penjualan tidak akan dibentuk dengan konsumen tersebut.11

Pada dasarnya pelaksanaan bisnis yang dibentuk harus sesuai dengan tujuannya sehingga akan dapat berkorelasi dengan struktur kontrak yang dibangun bersama. Dalam perjanjian keagenan yang terbentuk antara para pihak berdasarkan asas utama dalam perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak (freedom of contract). Asas kebebasan berkontrak ini adalah sebagai konsekuensi dari “sistem terbuka” (open system) dalam hukum perjanjian tersebut. Dasar hukumnya asas kebebasan berkontrak terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau

10 Hasil wawancara dari Bapak Andy Samuel Limbong, Kepala Sub Bagian Pemasaran

Crude Palm Oil (CPO) dari PT Perkebunan Nusantara IV, pada tanggal 16 Januari 2017.

11 Hasil wawancara dari Bapak Johannes Sitepu, Assisten Manajer Logistik dari PT

(9)

tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya, juga menentukan bentuknya perjanjian yaitu berbentuk tertulis dan lisan.12 Syarat-syarat keabsahan dalam pembentukan suatu kontrak diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut terdapat 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu kontrak, yaitu :

1. Adanya kesepakatan antara para pihak-pihak yang membuat perjanjian

Syarat pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus antara para pihak. Kesepakatan ini merupakan pernyataan kehendak para pihak dibentuk oleh dua unsur yaitu unsur penawaran dan penerimaan. Unsur penawaran diartikan sebagai pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk mengadakan perjanjian. Usul ini mencakup bagian essensialia, yaitu unsur mutlak harus ada dalam suatu perjanjian, sedangkan penerimaan merupakan pernyataan setuju dari pihak lain yang ditawari. Syarat pertama ini merupakan syarat subjektif karena menyangkut orang-orang yang mengadakan perjanjian.13 Kesepakatan perjanjian keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV (selaku prinsipal) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (selaku agen) telah terbentuk dari teori keagenan, karena teori ini mengutamakan hak dan kewajiban pihak prinsipal dan pihak agen untuk menjamin keabsahan suatu perjanjian keagenan tersebut. Oleh karena itu perjanjian keagenan tersebut maka diantara para pihak diawali pembentukan surat kuasa untuk menjamin pihak agen untuk memasarkan suatu barang produksi dari pihak prinsipal tersebut.

2. Kecakapan berbuat para pihak dalam perjanjian keagenan

Pada dasarnya PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara didirikan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah terpenuhi dengan syarat mengenai kecakapan hukum sebagai subjek perjanjian. Konklusi ini didasarkan pada 2 (dua) hal, yang pertama karena badan hukum dalam melakukan tindakannya memerlukan perantaraan natuurlijkepersoon yang bertindak untuk dan atas pertanggungan gugat badan hukum. Hal yang kedua adalah perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih

12 Salim H.S., Hukum Kontrak : Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar

Grafika, 2010), hlm.100.

13

(10)

dengan akta notaris, maka pada prinsipnya perseroan terbatas dapat dinyatakan sebagai suatu bentuk kesepakatan yang mengikat antara dua subjek hukum.14

Kecakapan bertindak merupakan kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Pihak yang mengadakan perjanjian haruslah pihak yang cakap dan mempunyai wewenang untuk perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan dalam undang-undang. Pihak yang berperan utama pada perjanjian keagenan ini adalah direktur utama dari masing-masing perseroan terbatas tersebut. Syarat kecakapan hukum bagi subyek hukum secara umum adalah serupa, yakni sebagaimana yang diisyaratkan oleh Pasal 1329 dan Pasal 1330 KUH Perdata. Pada kecakapan bertindak juga terdapat kewenangan hukum di dalamnya terdapat hal yang bersifat khusus yang berlaku terhadap subjek hukum yang bergantung kepada objek perjanjian. Objek perjanjian akan menentukan kapasitas dari subjek hukum untuk dapat secara sempurna membuat suatu perjanjian. Jika kecakapan hukum berkaitan dengan kedewasaan dari subjek hukum yang melakukan perbuatan hukum, masalah kewenangan hukum terkait erat dengan kapasitas subjek hukum tersebut yang bertindak dalam hukum.15

Secara a contrario dapat dinyatakan bahwa perjanjian keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara telah ditandatangani oleh direktur utama masing-masing Perseroan Terbatas tersebut. Oleh karena itu direktur utama masing-masing Perseroan Terbatas, selaku subjek hukum harus mampu untuk menempatkan dirinya pada keadaan yang dapat dinyatakan berwenang secara hukum. Selain itu kecakapan bertindak para pihak harus sesuai dengan persyaratannya dalam perjanjian keagenan yang telah terlaksana karena telah terbentuk perikatan diantara para pihak tersebut.16

3. Adanya objek tertentu yang berhubungan dalam perjanjian keagenan

Syarat ketiga ini dinyatakan sebagai syarat objektif. Ketentuan di dalam pasal tersebut dapat dinyatakan bahwa suatu perjanjian “dapat diberi sanksi batal

14 R.Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,

Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung : Alumni, 2004), hlm.15.

15

Gunawan Widjaja dan Kartini Mulyadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.127.

16 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia : Hukum

Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigawati Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti,

(11)

demi hukum”, apabila perjanjian tersebut dalam keadaan sebagai berikut tidak mempunyai objek yang telah ditetapkan dalam perjanjian keagenan tersebut. Objek perjanjian diatur dalam pasal 1333 KUH Perdata yang menyatakan bahwa :

“Suatu persetujuan harus mempunyai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asas saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung.”

Objek perjanjian yang berhubungan dalam perjanjian keagenan antara PTPN IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara yaitu minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil). Apabila pihak ketiga yang merupakan rekanan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara akan melaksanakan perjanjian jual beli terhadap komoditas Crude Palm Oil (CPO) dari PTPN IV, maka PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara melaporkan kepada si pemberi kuasa dengan harga minimal pemasaran yang akan ditawarkan dalam pelaksanaan tender untuk penjualan CPO nanti. Bila telah ditentukan harga pembelian telah diterima pihak prinsipal maka perjanjian jual beli akan dilakukan dengan pihak ketiga tersebut.17

4. Adanya suatu sebab (kausa) yang halal

Mengenai kausa tersebut dapat mulai dipahami dari ketentuan Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa, “suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan”. Sedangkan pemahaman sebab yang terlarang tersebut terdapat dalam Pasal 1337 KUH Perdata yang menyatakan bahwa, “suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawananan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.

Syarat keabsahan yang keempat ini merupakan syarat objektif dalam perjanjian. Oleh karena itu ketentuan di dalam kedua pasal tersebut dapat dinyatakan bahwa suatu perjanjian “dapat diberi sanksi batal demi hukum”, apabila perjanjian tersebut dalam keadaan sebagai berikut tidak mempunyai kausa, kausanya palsu, kausanya bertentangan dengan undang-undang, kausanya bertentangan dengan kesusilaan, dan kausanya bertentangan dengan ketertiban

17 Hasil wawancara dari Bapak Andy Samuel Limbong, Kepala Sub Bagian Pemasaran

(12)

umum.18 Untuk berikutnya, suatu perjanjian yang memiliki kausa yang bertentangan dengan ketertiban umum adalah jika substansi dan maksud tujuan ditutupnya perjanjian adalah bertentangan dengan asas-asas pokok dari tatanan masyarakat, yang pada umumnya berkaitan dengan masalah kepentingan umum, seperti keamanan negara, keresahan dalam masyarakat, dan lain-lain hal yang menyangkut masalah ketatanegaraan.

B. Keseimbangan Kedudukan Antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara pada Perjanjian Keagenan untuk Pemasaran Crude Palm Oil

Asas utama yang paling berhubungan dengan perjanjian keagenan adalah asas keseimbangan. Asas keseimbangan melandasi kesepakatan antara para pihak dapat menghasilkan suatu keterikatan yuridis sehingga dapat terbentuk kepastian hukum pada suatu perjanjian. Pada prinsipnya, dengan melandaskan diri pada asas-asas pokok hukum kontrak dan asas keseimbangan, faktor yang menentukan bukanlah kesetaraan prestasi yang diperjanjikan, melainkan kesetaraan para pihak, yakni jika keadilan pertukaran perjanjianlah yang hendak dijunjung tinggi. Pada perjanjian juga terbentuk dari penawaran dan penerimaan, dianggap sebagai elemen konstitutif dari kekuatan mengikat kontraktual. Namun demikian, dengan adanya suatu janji bertimbal balik tidak serta merta membentuk perjanjian. Perjanjian baru terbentuk, jika ada penyesuaian janji-janji yang ditujukan satu terhadap lainnya.19

Hubungan keagenan adalah hubungan perwakilan karena apa yang dilakukan oleh agen merupakan representasi dari apa yang hendak dilakukan oleh prinsipal. Karakteristik hubungan tersebut menimbulkan konsekuensi hukum bahwa apa yang menjadi hak agen di satu sisi akan menjadi kewajiban prinsipal di sisi lain, dan apa yang menjadi kewajiban agen secara otomatis pula akan menjadi hak prinsipal pada ujung yang lain. Agen dalam kegiatannya bertindak mewakili prinsipalnya berdasarkan pemberian kuasa, maka hubungan antara agen dengan prinsipal sifatnya tidak seperti hubungan antara majikan dengan buruh, karena agen dan prinsipal ada pada posisi yang setingkat.20

18 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

Komersial, (Jakarta : Kencana, 2013), hlm.196.

19 Herlien Budiono, Op.Cit., hlm.306-307. 20

(13)

Pada perjanjian keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV (pihak pertama) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (pihak kedua) telah dijelaskan bahwa terdapat hubungan khusus diantara para pihak, dimana PT Perkebunan Nusantara IV adalah salah satu pemegang saham PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. Namun demikian perjanjian tetap seimbang, tidak terdapat penyalahgunaan keadaan oleh PT Perkebunan Nusantara IV yang merupakan prinsipal sekaligus pemegang saham PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. Hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 2 bahwa pihak pertama setuju untuk tidak melakukan sendiri penjualan komoditas hasil produksi primer maupun non primer selain melalui pihak kedua dalam jumlah dan volume 80 % (delapan puluh persen) untuk mencapai harga terbaik. Bila pihak pertama tidak menjual produk melalui pihak kedua, maka pihak pertama berkewajiban untuk memberikan kompensasi kepada pihak kedua sebesar 0,5 % (nol koma lima persen) dari hasil penjualan milik pihak pertama. Selain itu pertukaran hak dan kewajiban para pihak pada perjanjian keagenan sudah berjalan dengan sangat seimbang, dimana PT Perkebunan Nusantara IV bersama-sama dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara menetapkan formulasi perkiraan harga komoditas. Hal ini dinyatakan pada Pasal 7 Perjanjian Keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara.21

C. Analisis Tanggung Jawab Antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara pada Perjanjian Keagenan

Pada perjanjian keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara untuk pelaksanaan pemasaran Crude Palm Oil (CPO) di dalamnya terdapat dasar keterikatan kontraktual yang lahir dari kesepakatan para pihak. Namun keabsahan perjanjian diawali melalui pembentukan surat kuasa antara para pihak untuk menyatakan terbentuknya pemberian kuasa. Dasar hukum pemberian kuasa terdapat dalam Pasal 1792 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu persetujuan seseorang sebagai pemberi kuasa dengan orang lain sebagai penerima kuasa, guna melakukan suatu perbuatan

21 Hasil wawancara dari Bapak Andy Samuel Limbong, Kepala Sub Bagian Pemasaran

(14)

atau tindakan untuk dapat “atas nama” si pemberi kuasa.22

Pada surat kuasa tersebut PT Perkebunan Nusantara IV menyatakan bahwa PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara selaku penerima kuasa telah terikat melaksanakan perjanjian keagenan dengan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) selaku pemberi kuasa untuk melakukan penjualan hasil produksi dan komoditas milik PT Perkebunan Nusantara IV. Pihak pemberi kuasa yang terikat tersebut merupakan salah satu peserta dalam “Perjanjian antara Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara I sampai dengan PT Perkebunan Nusantara XIV dan PT Rajawali Nusantara Indonesia tentang Pendirian Perseroan Terbatas di Bidang Pemasaran Komoditas Perkebunan”, yang dalam Pasal 8 ayat (2) mewajibkan pemberi kuasa menjual hasil produksi seluruh komoditas primer dan non primer sebesar minimal 80% (delapan puluh persen), yang dilakukan hanya melalui PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara.

Perjanjian ini telah diperkuat melalui surat kuasa diantara para pihak. Kesepakatan diantara para pihak yang mengikatkan dirinya mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak dengan tiada paksaan, kekeliruan atau penipuan. Dengan tercapainya kata sepakat tersebut, menimbulkan suatu kewajiban secara timbal balik yang lebih dikenal dengan prestasi. Dalam perjanjian pemberian kuasa pihak pemberi kuasa memberikan kuasa kepada penerima kuasa untuk dan atas nama pemberi kuasa menjalankan suatu urusan.

Perjanjian pemberian kuasa dapat dibuat secara khusus maupun perjanjian pemberian kuasa secara umum sesuai dengan ketentuan Pasal 1793 KUH Perdata. Jadi letak perbedaan antara pemberian kuasa secara khusus dan secara umum adalah berhubungan dengan lingkup tugas atau urusannya. Jika kuasa diberikan secara khusus, maka lingkup tugas atau urusannya hanya satu kepentingan saja, misalnya kuasa untuk menjual hanya sebatas melakukan perbuatan untuk menjual tidak termasuk untuk menyerahkan barang yang dijual maupun menerima harga penjualan. Sedangkan kuasa yang diberikan secara umum, penerima kuasa bukan hanya menjalankan urusan satu kepentingan saja.23

22 M.Yahya Harahap, Segi Segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 1996), hlm.306. 23 Salim H.S., Hukum Kontrak : Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar

(15)

Konsep perlindungan hukum diartikan sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Perlindungan hukum dalam perjanjian keagenan kepada penerima kuasa (PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara) dan pemberi kuasa (PT Perkebunan Nusantara IV) yang melaksanakan pemasaran CPO tersebut. Dimana perlindungan hukum diberikan kepada pemberi kuasa, karena pemberi kuasa telah mendaftarkan surat tanda pendaftaran keagenan kepada menteri perdagangan dan perindustrian sehingga telah sah dinyatakan bahwa pelaksanaan penjualan diberikan kepada si penerima kuasa harus sesuai dengan peraturan Permendag No.11 Tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen atau Distributor Barang dan/atau Jasa.24

Sesuai dengan ketentuan yang ada para pihak wajib bertanggung jawab atas segala perjanjian keagenan yang telah terbentuk dan disepakati sebelumya. Para pihak yang membuat perjanjian ini wajib bertanggung jawab sesuai hak dan kewajiban masing-masing. PT Perkebunan Nusantara IV selaku prinsipal memberikan wewenang pada PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara sebagai agennya. PT Pekebunan Nusantara IV menyetujui untuk tidak melakukan sendiri penjualan komoditasnya. Namun jika pihak prinsipal tidak menjual produk melalui pihak agennya, maka pihak prinsipal wajib bertanggung jawab untuk memberikan kompensasi pada agennya tersebut sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari hasil penjualan komoditas pihak prinsipal. Hal ini juga telah dinyatakan pada Pasal 2 ayat (4) pada Perjanjian Keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara.

Bila terjadi suatu wanprestasi pada perjanjian jual beli yang dilaksanakan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dikarenakan terjadi force majeure, maka PT Perkebunan Nusantara IV wajib bertanggung jawab dengan membuktikan secara sah berdasarkan surat keterangan dari pihak yang berwenang secara tertulis pada pihak lainnya. Oleh karena itu, perselisihan ataupun wanprestasi maka penyelesaiannya diantara para pihak dilakukan dengan cara musyawarah. Jika tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka para pihak

24 Hasil wawancara dari Bapak Andy Samuel Limbong, Kepala Sub Bagian Pemasaran

(16)

akan menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan/atau kantor pengadilan setempat.25

IV. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan

1. Keabsahan perjanjian keagenan yang terbentuk antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara didasarkan pada Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan bahwa adanya kesepakatan yang terbentuk diantara para pihak dan disahkan dengan adanya surat kuasa yang menyatakan PT Perkebunan Nusantara IV sebagai prinsipal dan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara sebagai agen sehingga teori keagenan juga telah terbentuk karena pengutamaan hak dan kewajiban kedua belah pihak telah ditemukan dalam perjanjian tersebut, kecakapan perjanjian juga telah terbentuk diantara para pihak secara kontraktual yang disahkan melalui tanda tangan dari para direktur utama perseroan masing-masing, adanya objek tertentu diantara para pihak yaitu komoditas Crude Palm Oil (CPO) dari PTPN IV yang dipasarkan oleh PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara melalui tender, auction ataupun free sales, dan pelaksanaan perjanjian jual beli dalam keagenan yang terbentuk dalam kausa yang halal pada perjanjian keagenan tersebut. Oleh karena itu, perjanjian keagenan ini telah terbentuk secara sah menurut aturan perjanjian secara umum.

2. Perjanjian keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dalam pemasaran Crude Palm Oil (CPO) telah terbentuk keseimbangan kedudukannya, sehingga pelaksanaan pemasaran kepada pihak ketiga (pembeli) dapat terbentuk secara adil. Keseimbangan kedudukan tersebut terbentuk dari pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak yang dinyatakan dalam perjanjian keagenan yang telah terbentuk. Selain itu pelaksanaan pemasaran komoditas PT Perkebunan Nusantara IV wajib dilaksanakan pada PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. Hal ini membuat pihak ketiga (pembeli) juga dapat

25 Hasil wawancara dari Bapak Johannes Sitepu, Assisten Manajer Logistik dari PT

(17)

melaksanakan pembelian CPO secara legal dan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

3. PT Perkebunan Nusantara IV selaku pihak prinsipal dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara selaku pihak agen wajib bertanggung jawab atas segala perjanjian keagenan yang telah terbentuk dan disepakati sebelumnya. Para pihak yang membuat perjanjian ini wajib bertanggung jawab sesuai hak dan kewajibannya masing-masing. Jika perjanjian jual beli dengan pihak ketiga tidak dapat terlaksana dikarenakan terjadi force majeure, maka pihak prinsipal wajib membuktikan dengan sah berdasarkan surat keterangan dari pihak yang berwenang secara tertulis pada pihak lainnya. Penyelesaiannya diantara para pihak dilakukan dengan cara musyawarah. Jika tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka para pihak akan menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan/atau kantor pengadilan setempat.

B. Saran

1. Hendaknya keabsahan perjanjian keagenan yang terbentuk harus menyatakan kesepakatan antara pihak prinsipal dan pihak agen yang lebih konkret.

2. Pada perkembangan perdagangan yang terlaksana di era globalisasi sekarang, maka keseimbangan kedudukan para pihak harus tetap diperhatikan dalam suatu perjanjian keagenan, sehingga tidak terjadi suatu perselisihan diantara para pihak.

3. Hendaknya pihak prinsipal dan pihak agen harus memberikan komitmen yang jelas pada perjanjian keagenan yang telah disepakati, sehingga pertanggungjawaban antara para pihak jelas dinyatakan dalam perjanjian tersebut.

V. Daftar Pustaka A. Buku

Budiono, Herlien, 2006, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia : Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigawati Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

(18)

D., Riant Nugroho dan Ricky Siahaan, 2005, Badan Usaha Milik Negara Indonesia : Isu, Kebijakan dan Strategi, PT Elex Media Computindo, Jakarta.

Fuady, Munir, 2007, Hukum Kontrak : Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Harahap, M.Yahya, 1996, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung. Hernoko, Agus Yudha, 2013, Hukum Perjanjian : Asas Proposionalitas

dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta.

Miru, Ahmad, 2011, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen, Rajawali Pers, Jakarta.

Rido, R.Ali, 2004, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni, Bandung.

S., Salim H., 2010, Hukum Kontrak : Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta.

Santoso, Budi, 2015, Keagenan (Agency) : Prinsip-Prinsip Dasar, Teori, dan Problematika Hukum Keagenan, Ghalia Indonesia, Bogor.

Setiawan, I Ketut Oka, 2016, Hukum Perikatan, Sinar Grafika, Jakarta.

Suharnoko, 2008, Hukum Perjanjian : Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta.

Widjaja, Gunawan dan Kartini Mulyadi, 2003, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 11/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen atau Distributor Barang dan/atau Jasa.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui secara jelas sektor manakah yang menjadi daya saing tinggi yang saat ini mempunyai peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Situbondo

Jenis tempat usaha yang wajib memiliki izin gangguan dengan kategori gangguan berat berdasarkan (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 yang telah diubah dengan Staatsblad Tahun

Kinerja pada umumnya adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing

Rancangan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kesepian lansia yang berada di Unit Rehabilitasi Sosial Panti Wening Wardoyo Ungaran dan lansia yang tinggal

Fokus pada penelitian ini adalah Penanganan dalam hal ini adalah Pencegahan Dan Penegakan Hukum Kasus Kartel oleh KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) Kantor

Kurikulum sendiri yaitu seperangkat program yang diberikan oleh suatu lembaga pendidikan yang berisi rancangan pembelajaran, dimana kurikulum pembelajaran Al Qur‟an

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah tingkat pengetahuan remaja Surabaya tentang iklan layanan masyarakat “BKKBN versi Dua

Parameter yang diamati adalah pertumbuhan dan hasil nilam (tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, berat basah, kadar minyak dan nilai PA ( Patchouli alcohol ) dan