• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN PENGUNGKAPAN DIRI PADA PRIA HOMOSEKSUAL DI JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN PENGUNGKAPAN DIRI PADA PRIA HOMOSEKSUAL DI JAKARTA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Dewi Lestari, Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul 1

HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN PENGUNGKAPAN DIRI PADA PRIA

HOMOSEKSUAL DI JAKARTA

Dewi Lestari, Yeny Duriana Wijaya Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul

Jln Arjuna Utara Tol Tomang- Kebon Jeruk, Jakarta 11510 dewi.less24@gmail.com

ABSTRAK

Pria homoseksual umumnya lebih memilih untuk menutupi permasalahan yang terjadi pada dirinya. Akan tetapi, terdapat pria homoseksual yang mampu melakukan pengungkapan diri disebabkan karena memiliki rasa percaya diri dan kemampuan pada dirinya. Adapula pria homoseksual yang memiliki hambatan dalam pengungkapan diri disebabkan karena tidak memiliki rasa percaya diri serta adanya rasa malu untuk berterus terang.

Penelitian ini bersifat kuantitatif non-eksperimental, dengan jumlah sampel 62 pria homoseksual. Teknik pengambilan data menggunakan Non Probability Sampling, dengan teknik Snowball Sampling. Alat ukur harga diri disusun berdasarkan teori Coopersmith (dalam Branden, 2001) dengan 38 item valid dan koefisien reliabilitas (α) 0,912 sedangkan alat ukur pengungkapan diri disusun berdasarkan teori Pearson (dalam Gainau, 2009) dengan 34 item valid dan koefisien reliabilitas (α) 0,914.

Berdasarkan uji statistik, diperoleh nilai sig (p) 0,000 (p<0,05) dengan korelasi (r) 0,511. Artinya terdapat hubungan yang positif signifikan antara harga diri dan pengungkapan diri. Harga diri memberikan sumbangan sebesar 26,1% terhadap pengungkapan diri.

Kata kunci: harga diri, pengungkapan diri, pria homoseksual.

ABSTRACT

Generally gay prefer to cover issues that happen to him. However, there are gay who are able to do due to the self disclosure has the confidance and ability on him. There is also a gay who has caused obstacles in self disclosure because they do not have self confidance as well as their sense of shame to be honest.

The research is a quantitative non-experimental, with total sample of 62 gay. Data collection techniques using Non Probability Sampling, with the snowball sampling technique. Measuring tool of self-esteem is based on the theory Coopersmith (in Branden, 2001) with 38 items is valid and the reliability coefficient (α) 0.912 while the measuring instrument self-disclosure is based on the theory of Pearson (in Gainau, 2009) with 34 items is valid and the reliability coefficient (α) 0.914.

Based on the result of statistical test sig. (p) 0.000 (p <0.05) value obtained with a correlation of (r) 0.511. This means that there is a significant positive relationship between self-esteem and self-disclosure. Self-self-esteem is a contribution of 26.1% of the self-disclosure

(2)

Dewi Lestari, Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul 2 Pendahuluan

Homoseksual dalam keilmuan psikologi sudah tidak lagi dianggap sebagai sebuah gangguan kejiwaan sejak tahun 1973 hingga sekarang. Hal tersebut berdasarkan acuan terbaru dari DSM V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) yaitu buku acuan diagnostik secara statistikal untuk menentukan gangguan kejiwaan yang dibuat oleh American Psychiatric Association (2013), maupun dalam panduan milik Indonesia yang dikenal dengan istilah PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia) bahwa homoseksual sudah tidak tergolong dalam kategori gangguan kejiwaan. Salah satu alasannya dikarenakan syarat bagi sebuah perilaku untuk diklasifikasikan sebagai gangguan jiwa dalam DSM jika perilaku tersebut mengganggu kehidupan orang yang menderitanya (Indriani, 2008).

Di Indonesia masih banyak masyarakat yang menolak adanya kaum homoseksual berada disekitar mereka, dengan telah disahkan UU No. 44 tahun 2008 tentang pornografi kaum homoseksual juga terdiskriminasi secara hukum. UU No. 44 tahun 2008 pasal 4 ayat 1a yang mengkatagorikan gay, lesbian, anal sex, dan sex oral sebagai persenggamaan yang menyimpang (Indriani, 2008). Dikarenakan telah disahkannya Undang-Undang tersebut, membuat pria homoseksual khususnya di Jakarta masih malu-malu untuk tampil terbuka atau mengungkapkan diri, karena keberadaan kaum homoseksual dalam masyarakat baik berinteraksi atau bersosialisasi dengan lingkungan senantiasa dihadapkan pada norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Situasi tersebut berpotensi menghasilkan reaksi dan perlakuan yang bermacam-macam dari lingkungan di sekelilingnya. Ada yang bersikap biasa dan mampu menerima, ada yang memandang sebelah mata, ada pula yang mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan seperti dikucilkan, disisihkan, dijauhi oleh keluarga, teman, dan lingkungan kerja serta masyarakat (Fransisca. 2009)

Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2001) dalam penelitiannya tersebut menyebutkan bahwa banyak pria homoseksual (gay) yang belum berani mengungkapkan diri mengenai identitas mereka, karena takut dengan keluarga dan menjaga nama baik keluarga supaya tidak tercoreng aib. Beberapa bahkan berusaha menjadi heteroseksual dan mencoba untuk bisa terangsang dengan lawan jenis karena sadar suatu hari nanti mereka harus menikah dengan lawan jenis. Sebagai salah konsekuensinya, banyak juga dari mereka yang sangat tidak nyaman dan merasakan kegelisahan yang luar biasa sebagai heteroseksual dalam tekanan sosial yang ada (Kort, 2003).

Sebagai manusia pada umumnya kaum homoseksual juga memiliki keinginan untuk bersosialisasi secara hangat di dalam masyarakat, seperti bercerita pengalaman dan juga perasaan-perasaan mereka kepada orang lain atau mengungkapkan diri, layaknya masyarakat lain. Menurut Pearson (Gainau, 2009) mengartikan pengungkapan diri yaitu sebagai tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi pada orang lain secara sukarela dan disengaja untuk maksud memberi informasi yang akurat tentang dirinya. Sedangkan menurut Handoyo (dalam Indrawati, 2014) pengungkapan diri adalah suatu bentuk komunikasi dimana seseorang membagi dan mengungkapkan hal-hal atau informasi yang sifatnya personal atau pribadi dan rahasia dan saat dimana seseorang menceritakan perasaannya kepada orang lain yang ia percaya. Pengungkapan diri dapat menjadi hal penting dalam membangun hubungan ketingkat yang lebih intim,

Para ahli psikologi menganggap bahwa pengungkapan diri sangatlah penting. Hal ini didasarkan pada pendapat yang mengatakan bahwa pengungkapan diri yang dilakukan secara tepat merupakan indikasi dari kesehatan mental seseorang. Selain itu para ahli psikologi juga meyakini bahwa individu yang dapat berbagi informasi atau mengungkapkan diri dengan orang lain dapat

(3)

Dewi Lestari, Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul 3 mengurangi masalah-masalah psikologis

yang menyangkut hubungan interpersonalnya (Johnson dalam Sumarlin, 2007).

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pengungkapan diri adalah harga diri. Menurut Coopersmith (Branden, 2001) harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya yang menunjukkan sebagai individu yang mampu, penting dan berharga. Individu dengan harga diri tinggi bersikap asertif, terbuka dan memiliki kepercayaan terhadap dirinya, sikap asertif tersebut memungkinkan mereka untuk menyatakan diri apa adanya sehingga pengungkapan diri yang dilakukan bukan sebagai topeng untuk menutupi kelemahannya (Michener dan DeLamater dalam Sari, 2006). Penelitian lain yang sejalan dilakukan oleh Vigtastani (2014) mengenai hubungan antara harga diri dengan pengungkapan diri pada wanita yang memiliki orientasi sesama jenis atau lesbian. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dan pengungkapan diri, dan memiliki arah yang positif dimana semakin positif harga diri maka semakin tinggi pengungkapan diri yang dilakukan.

Pengungkapan diri sendiri ternyata memiliki perbedaan jika dilakukan oleh pria dan wanita. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Jourard (dalam Sari, 2006) yang mengatakan bahwa perbedaan pengungkapan diri pada jenis kelamin pria dan wanita, bahwa wanita telah terbiasa untuk mengungkapkan diri. Stereotipe yang menyatakan bahwa wanita lebih banyak bicara daripada pria sehingga menunjukkan bahwa wanita pada dasarnya menyenangi pembicaraan dengan orang lain. Wanita dapat memanfaatkan waktu bercakap-cakap bersama orang lain dan dalam percakapan tersebut juga terkandung penyampaian pendapat, perasaan, keinginan, dan ketakutan terhadap sesuatu. Sedangkan pria terlihat tampak lebih kuat, objektif, kerja keras, dan tidak emosional sehingga sulit dapat melakukan pengungkapan diri.

Tinjauan Teoritis

Pengungkapan diri menurut Pearson (Gainau, 2009) mengartikan pengungkapan diri sebagai tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi pada orang lain secara sukarela dan disengaja untuk maksud memberi informasi yang akurat tentang dirinya. Ada berbagai macam dimensi dari pengungkapan diri yaitu: a) Jumlah informasi yang diungkapkan, yaitu tidak semua orang memberikan jumlah informasi yang sama dalam proses pengungkapan diri yang mereka lakukan seperti beberapa orang yang tidak memberikan informasi pribadinya dan sebagian lagi menceritakan pengalaman masa lalunya.

b) Sifat dasar yang positif dan negatif, yaitu

pengungkapan diri yang bersifat positif

menyangkut pernyataan tentang seseorang

yang mungkin dapat dikatagorikan sebagai

ucapan ucapan selamat atau pujian.

Sedangkan yang negatif adalah penilaian

pernyataan

yang

bentuknya

celaan

mengenai diri pribadi.

c) Kedalaman pengungkapan diri, yaitu

Pengungkapan diri mungkin bisa bersifat

dalam

(hangat)

atau

dangkal.

Memberitahukan mengenai aspek-aspek

tentang diri pribadi yang tidak biasa dan

yang

menyebabkan

diri

mudah

mendapatkan celaan, termasuk juga tujuan

hidup yang bersifat spesifik serta mengenai

kehidupan yang intim, dapat dikatakan

mengungkapkan diri yang sifatnya dalam.

d)

Waktu

pengungkapan

diri,

yaitu

Pengungkapan diri ini dapat diketahui

berdasarkan waktu kapan terjadinya suatu

hubungan. Pengungkapan diri dalam suatu

hubungan biasanya dilakukan dengan orang

asing dalam tahap pertama dari suatu

hubungan, kurang lebih terjadi selama

tahap pertengahan suatu hubungan, dan

pengungkapan

diri

meningkat

seperti

halnya meningkatnya waktu atau lamanya

suatu hubungan

(4)

Dewi Lestari, Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul 4

e) Lawan bicara, yaitu Pengungkapan diri

biasanya dilakukan dengan orang lain yang

dipercaya. Hal ini dapat dilakukan dengan

orang tua, suami atau istri, pacar, atau

teman dengan jenis kelamin sama.

Selanjutnya mengenai harga diri.

Menurut Coopersmith (dalam Rombe, 1998) harga diri merupakan penilaian yang diberikan individu terhadap dirinya sendiri, baik positif maupun negatif yang kemudian diekspresikan dalam sikap terhadap dirinya tersebut, apakah ia menerima atau menolak diri. Coopersmith menjelaskan bahwa terdapat aspek-aspek yang terkandung dalam harga diri, yaitu: 1) Perasaan berharga,

merupakan perasaan yang dimiliki individu

ketika individu tersebut merasa dirinya

berharga dan dapat menghargai orang lain.

Individu yang merasa dirinya berharga

cenderung dapat mengontrol

tindakan-tindakannya terhadap dunia di luar dirinya.

2) Perasaan Mampu, mampu merupakan

perasaan yang dimiliki oleh individu pada

saat dia merasa mampu mencapai hasil

yang diharapkan. Individu yang memiliki

perasaan mampu umumnya memiliki

nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta

orientasi yang realistis. 3) Perasaan

diterima, merupakan perasaan yang dimiliki

individu ketika ia dapat diterima sebagai

dirinya sendiri oleh suatu kelompok. Ketika

seseorang berada pada suatu kelompok dan

diperlakukan sebagai bagian dari kelompok

tersebut, maka ia akan merasa dirinya

diterima serta dihargai oleh anggota

kelompok.

Metode Penelitian Subyek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah para pria homoseksual dewasa awal berusia 18 sampai 40 tahun di DKI Jakarta dan memiliki pendidikan minimal SMA, karena diharapkan dapat memahami dan menjawab pertanyaan dengan baik. Untuk jumlah populasi saat ini belum bisa didapatkan karena beberapa LSM tidak bersedia memberikan data yang dibutuhkan.

Teknik Pengambilan Sampel

Teknik

pengambilan

sampel

dalam

penelitian ini yaitu Non Probability

sampling,

dengan

teknik

snowball

sampling.

Alat Ukur Penelitian

Bentuk skala yang digunakan berupa skala Likert yang dikembangkan penulis secara mandiri untuk variabel harga diri dan pengungkapan diri. Adapun cara sampel memberikan jawaban terhadap tipe skala model likert adalah dengan memberikan tanda silang (X) pada setiap item yang dipilih.

Teknik Analisa Data

Teknik analisa yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik kuantitatif dengan uji statistik menggunakan Pearson Product Moment yang perhitungannya dilakukan dengan menggunakan program SPSS. Untuk dapat memberikan interpretasi terhadap kuat atau lemahnya hubungan harga diri dengan pengungkapan diri, maka dapat digunakan pedoman menurut Sarwono (2012).

Hasil

Berdasarkan hasil uji normalitas data dengan tehnik One-Sample Kolmogrof-Smirnov test diperoleh angka signifikansi

signifikansi harga diri sebesar sig (p) =

0,849, (p > 0,05) dan pengungkapan diri

sebesar sig (p)= 0,513 (p > 0,05). Artinya

kedua data penelitian berdistribusi normal.

Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson product moment antara harga diri dan pengungkapan diri diperoleh hasil nilai sig (p) = 0,000 (p < 0,05) artinya terdapat hubungan signifikan antara harga diri dengan pengungkapan diri. Hasil korelasi antara harga diri dengan pengungkapan diri menunjukkan angka sebesar (r) 0,511, hal tersebut menunjukkan arah hubungan positif dan cukup antara kedua variabel. Hasil analisis menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan terdapat hubungan positif dan

(5)

Dewi Lestari, Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul 5 signifikan antara harga diri dengan

pengungkapan diri dapat diterima.

Koefisien determinasi menunjukan r² (0,511)² atau 0,261 yang artinya pengaruh harga diri terhadap pengungkapan diri sebesar 26,1% sedangkan sisanya 73,9% dipengaruhi oleh faktor lain.

Diskusi

Berdasarkan hasil analisis correlation pearson product moment diperoleh nilai sig (p) = 0,000 (p<0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dengan pengungkapan diri. Dengan kata lain hipotesis dalam penelitian ini diterima. Sedangkan nilai koefisien korelasi diperoleh hasil (r) = 0,511 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara harga diri dan pengungkapan diri. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vigtastani (2014) mengenai hubungan antara harga diri dengan pengungkapan diri pada wanita yang memiliki orientasi sesama jenis atau lesbian. Pada penelitian tersebut menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dan pengungkapan diri dan memiliki arah yang positif. Hal ini didukung oleh pendapat menurut Cramer (Sari, 2006) yang mengatakan bahwa pengungkapan diri dipengaruhi oleh harga diri karena merupakan salah satu karakteristik kepribadian.

Harga diri tinggi pada pria homoseksual membuatnya merasa percaya diri, memudahkan bersikap terbuka, merasa dirinya berharga didalam lingkungan dan dapat bersikap jujur, sehingga nyaman untuk mengungkapkan diri secara terbuka. Kejujuran yang dimiliki mengenai dirinya memudahkan untuk menyampaikan informasi atau mengungkapkan tentang dirinya yang sebenarnya kepada orang lain. Hal ini didukung oleh penelitian Johnson (dalam Sumarlin, 2007) mengenai hubungan harga diri dengan pengungkapan diri yaitu individu yang mampu menghargai kemampuan pada dirinya dan menganggap bahwa

pengungkapan diri merupakan hal yang sangat penting karena dengan berbagi informasi dengan orang lain dapat mengurangi masalah-masalah psikologis yang menyangkut hubungan interpersoalnya.

Sebaliknya pria homoseksual yang memiliki harga diri rendah merasa hilang kepercayaan dirinya, malu bertemu dengan orang lain, terfokus pada kelemahannya serta merasa tidak aman. Keadaan tersebut dapat menyulitkan untuk mengungkapkan diri secara terbuka dilingkungan sosialnya. Pria homoseksual terlihat kurang mampu berterus terang mengenai perasaan dan pengalamannya kepada orang lain. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Papu (dalam Sari, 2006) yang mengatakan bahwa individu dengan harga diri rendah memiliki hambatan dalam mengungkapkan diri disebabkan karena adanya rasa malu untuk berterus terang tentang perasaan, keinginan dan hal-hal yang tidak baik bila diketahui oleh orang lain. Kesulitan dalam mengungkapkan diri terjadi karena penyampaian informasi negatif dapat mengganggu hubungan dengan orang lain meskipun sebenarnya perlu disampaikan kepada orang lain

Berdasarkan hasil kategorisasi subjek menunjukkan bahwa lebih banyak pria homoseksual di wilayah DKI Jakarta memiliki harga diri dengan kategorisasi tinggi yakni sebesar 36 % atau 22 pria homoseksual memiliki tingkat harga diri tinggi. Artinya pria homoseksual yang tinggal di Jakarta memiliki kepercayaan diri, mampu dalam menyesuaikan, mudah bersikap terbuka, dan mampu dalam menyesuaikan diri di lingkungan.

Sedangkan pengungkapan diri pria homoseksual di Jakarta juga berada pada kategorisasi tinggi yakni sebesar 37 % atau 23. Dengan hasil tersebut menyatakan bahwa pria homoseksual di Jakarta mampu secara terbuka mengungkapkan mengenai apa yang dialaminya untuk diceritakan kepada orang lain. Hal tersebut terlihat dari banyaknya organisasi atau komunitas-komunitas pria

(6)

Dewi Lestari, Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul 6 homoseksual di Jakarta sehingga mereka

merasa didukung. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dalam penelitian ini diperoleh nilai korelasi antara harga diri dan pengungkapan diri maka dapat disimpulkan terdapat hubungan positif signifikan antara harga diri dan pengungkapan diri pada pria homoseksual. Artinya, semakin tinggi harga diri maka semakin tinggi pula pengungkapan diri pada pria homoseksual sebaliknya semakin rendah harga diri maka semakin rendah pula pengungkapan diri pada pria homoseksual. Dalam penelitian ini harga diri memberikan sumbangan sebesar 26,1 % dalam meningkatkan pengungkapan diri pada pria homoseksual.

Pria homoseksual yang memiliki harga diri tinggi sebesar (36%) lebih banyak dibandingkan dengan pria homoseksual yang memiliki harga diri rendah sebesar (32%). Dan pria homoseksual yang memiliki pengungkapan diri tinggi sebesar (37%) lebih banyak pula dibandingkan dengan pria homoseksual yang memiliki pengungkapan diri rendah sebesar (29%).

Kepustakaan

Branden, N. (2001). Kiat jitu meningkatkan harga diri. Alih Bahasa: Hernes, Jakarta: Delapratasa

Fransisca, M. (2009) Gambaran Psychological Well-Being Pria Gay Dewasa Muda yang telah Coming-Out. Jurnal Psikologi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Gainau, M. (2009). Keterbukaan diri dalam perspekif budaya dan implikasinya bagi konseling. Jurnal Psikologi, 01, 103-120.

Indrawati, N. (2014) Pengungkapan Diri Pada Remaja Puteri Melalui Status Updates Dalam Facebook. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

Indriani, R. (2008). Gambaran Tahapan Coming Out Pada Gay. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul.

Kort, J. (2003). Covert sexual abuse of the gay male culture, leading to sexual addiction. National Council of Sexual Addiction and Compulsivity

Newsletter for July.

http://www.joekort.com/news9.htm

Nugroho, A. (2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya permisiveness dalam berperilaku seksual pada kaum homoseksual. Skripsi (Tidak diterbitkan). Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Rombe, R. (1998). Hubungan Antara Harga

Diri Dengan Bentuk Konformitas Terhadap Remaja Pengguna Narkoba. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Sari, R.P., Rejeki, A. T., & Mujab, M. A. (2006). Pengungkapan diri mahasiswa tahun pertama Universitas Diponegoro ditinjau dari jenis kelamin dan harga diri. Jurnal Psikologi Undip, 3(2), 11-25.

Sarwono, J. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sumarlin, R. (2007). Self Disclosure Pada Remaja Homoseksual. Depok: Universitas Gundarma.

Vigtastani, M. (2014). Hubungan Harga Diri dan Pengungkapan Diri Pada Lesbian. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Referensi

Dokumen terkait

Bahasa C merupakan bahasa pemrograman yang bersifat portable, yaitu suatu program yang dibuat dengan bahasa C pada suatu komputer akan dapat dijalankan pada komputer lain

13 Menurut saya jika belum siap memiliki anak, maka orang yang hamil boleh menggugurkan kandungannya. 14 Menurut saya meskipun hamil di luar nikah, namun tetap harus

Kelompok intervensi (n=100) menerima konseling perilaku (SCT) secara tatap muka dengan ahli diet yang difokuskan pada membangun self efficacy mengenai kepatuhan terhadap diet

Pemikiran Ibn Rushd tentang dua sumber pengetahuan, teks suci dan realitas, selain dapat mempertemukan agama dan sains, di sisi lain juga dapat melahirkan konsep “kebenaran ganda”

Jenis daun yang juga ditemukan pada Rhoeo discolor adalah Hipsofil (hypsophyllum) atau brachte yakni daun yang terletak pada dasar perbungaan dengan ukuran dan

Sebaiknya PT Alas Seni Kreasi Industri memiliki pengendalian yang lebih baik lagi di dalam pengunaan jam tenaga kerja langsung yang dibutuhkan untuk mengasilkan

Hal tersebut menyebabkan penurunan konsumsi, sehingga pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada perlakuan A dan menurun kembali seiring dengan bertambah

Partai politik yang dibentuk akan menyiapkan kader yang faham dengan Islam serta mau berjuang demi Islam, kader-kader ini dibentuk dengan pendidikan pengajian rutin mingguan