• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Pustaka

a. Konsep Disiplin

Pelanggaran lalu lintas adalah perbuatan atau tindakan manusia yang mengemudi kendaraan umum atau kendaraan bermotor juga pejalan kaki, yang berjalan umum dengan tidak mematuhi peraturan perundang-undangan lalu lintas yang berlaku (Puri, 2013). Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar merupakan bentuk pelanggaran terhadap aturan. Seperti yang kita tahu, banyak sekali aturan tentang berkendara di jalan raya, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun oleh pihak kepolisian.

Aturan dibuat untuk mengatur kehidupan masyarakat agar tercipta kehidupan yang harmonis. Keberadaan aturan sendiri jika kita lihat lebih jauh merupakan wujud dari pendisiplinan masyarakat. Perilaku pelajar yang melanggar peraturan lalu lintas merupakan wujud ketidak disiplinan pelajar dalam berkendara.

1) Pengertian Disiplin

Menurut Soegeng Prijodarminto, Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian prilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban (Prijodarminto 1994 : 23). Disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib, dsb) (KBBI, 2005:264). Kata Disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan atau tunduk pada pengawasan, kedua, disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib.

(2)

“. . . (1) pelatihan yang diharap menghasilkan watak khusus tertentu atau pola khusus tertentu dalam perilaku, khususnya yang menghasilkan perbaikan moral atau mental. (2) Perilaku terkendali yang dihasilkan dari pelatihan demikian. (3) Suatu cara sistematis untuk memperoleh kepatuhan; disiplin militer. (4) Keadaan tertib berdasarkan penyerahan diri kepada aturan dan otoriats. (5) hukuman yang dimaksud umtuk mengoreksi atau melatih. (6) seperangkat aturan atau cara, seperti yang digunakan dalam ordo gereja atau biara. (7) Suatu cabang pengetahuan atau pengajaran. (Geertz. 1998:146)

Menurut Suharsimi (2003, dalam Saputro, 2012), disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian diri seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan di mana aturan tersebut diterapkan oleh orang yang bersangkutan maupun berasal dari luar. Selanjutnya, menurut Salladien (1995, dalam Sutrisno, 2009), disiplin dapat berarti instruksi, hukuman dalam pengertian mendidik, dan kepatuhan akan norma, peraturan termasuk tata tertib.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin mengacu pada pola tingkah laku yang memiliki ciri-ciri antara lain ; adanya hasrat yang kuat untuk melaksanakan norma yag berlaku, adanya perilaku yang dikendalikan, dan adanya ketaatan. Disiplin merupakan sikap yang wajib ada dalam diri semua individu. Disiplin merupakan ketaatan dan kepatuhan terhadap serangkaian peraturan dan norma yang disepakati. Ketidakdisiplinan atau tindakan indisipliner akan menghasilkan penyimpangan. Karena tindakan tersebut merupakan bentuk ketidaktaatan terhadap norma dan peraturan yang berlaku.

Penjelasan mengenai disiplin dikemukakan pula oleh Emile Durkheim, Durkheim mendiskusikan disiplin dalam kerangka pengendalian atas dorongan hati egoistik seseorang. Pengendalian demikian perlu karena kepentingan-kepentingan individual dan kelompok tidak sama dan mungkin bertentangan. Disiplin menghadapkan seseorang dengan tugas moralnya, yang menurut Durkheim (Ritzer. 2012:179) adalah tugas seseorang kepada masyarakat. Disiplin sosial membuat individu lebih bahagia karena membatasi keinginan-keinginan yang tidak terbatas sehingga memberikan

(3)

kesempatan satu-satumya untuk bahagia karena kalau tidak akan selalu menginginkan hal yang lebih.

Disiplin merupakan sebuah teknologi kekuasaan modern. Proses penanaman disiplin disebut pendisiplinan. Mengenai pendisiplinan, Martono berpendapat, “Pendisiplinan adalah sebuah mekanisme pembentukan perilaku individu yang taat dan patuh (baca: tubuh yang taat) pada serangkaian norma melalui sistem kontrol atau pengawasan terhadap individu (2014:86). Pendisiplinan merupakan usaha untuk menanamkan nilai atau pemaksaan agar individu memiliki kemampuan untuk menaati peraturan.

2) Unsur-Unsur Disiplin

Disiplin mampu mendidik individu untuk berperilaku sesuai dengan standar yang diterapkan oleh kelompok masyarakat dan lingkungan dimana individu tersebut tinggal. Maka dari itu disiplin harus mempunyai unsur-unsur pokok. Hurlock (1992:84, dalam Meytasari 2013) mengemukakan empat unsur disiplin, yaitu :

a. Peraturan

Peraturan adalah pola yang ditetapkan sebagai patokan atau batasan dalam berbuat atau bertingkah laku. Tujuannya adalah membekali individu dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi dan kelompok tertentu. Peraturan dianggap efektif apabila setiap pelanggaran atas peraturan itu mendapat konsekuensi yang setimpal. Jika tidak, maka peraturan tersebut akan kehilangan maknanya.

b. Hukuman

Hukuman berasal dari kata latin punier yang berarti menjatuhkan hukuman kepada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan, atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan. Hukuman memiliki tiga fungsi, (1) menghalangi pengulangan tindakan; (2) mendidik, sebelum individu mengerti peraturan, mereka dapat belajar bahwa tindakan tersebut

(4)

benar atau salah dengan mendapat hukuman; (3) memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diterima di masyarakat.

c. Penghargaan

Istilah penghargaan berarti setiap bentuk penghargaan atas hasil yang baik. Penghargaan tidak hanya berbentuk materi tetapi juga berbentuk pujian, kata-kata, senyuman atau tepukan di punggung. Penghargaan mempunayi tiga peranan penting yaitu, (1) penghargaan mempunyai nilai mendidik; (2) penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara sosial; (3) penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial, dan tiadanya penghargaan melemahkan perilaku tersebut.

3) Pentingnya Disiplin Bagi Pelajar

Disiplin memiliki peranan penting dalam perkembangan pelajar. Maman Rachman (1999)dalam Tu‟u (2004:35) menjelaskan pentingnya disiplin bagi para pelajar adalah sebagai berikut:

a. Memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yangtidak menyimpang b. Membantu pelajar memahami dan menyesuaikan diridengan tuntutan

lingkungan

c. Cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukanpeserta didik terhadap lingkunganya

d. Untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satudengan individu lainnya

e. Menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarangsekolah f. Mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar

g. Peserta didik belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, positif dan bermanfaat baginya dan lingkungannya

h. Kebiasaan baik itu menyebabkan ketenangan jiwanya dan lingkungannya Perilaku disiplin tidak akan tumbuh dengansendirinya, melainkan perlu kesadaran diri, latihan,kebiasaan, dan juga adanya hukuman. Bagi pelajar disiplintidak akan tercipta apabila pelajar tidakmempunyai kesadaran

(5)

diri. Penanaman disiplin perludimulai sedini mungkin mulai dari dalam lingkungankeluarga.

Dalam fenomena pelanggaran aturan lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar, fenomena tersebut terjadi karena ketidak dispilinan pelajar. Dimana pelajar melanggar peraturan yang berlaku. Bentuk-bentuk pelanggarannya pun bermacam-macam. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Putu Willy Oki Pratiwi dari Universitas Pendidikan Ganesha. Penelitiannya di tahun 2014 berjudul Pelanggaran Lalu Lintas Kendaraan Bermotor Roda Dua Yang Dilakukan Oleh Siswa Sekolah Menengah Pertama. (Studi Kasus Pada Wilayah Polres Kabupaten Tabanan, di Kota Tabanan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk pelanggaran lalu lintas diantaranya 1) menggunakan jalan dengan cara yang dapat membahayakan ketertiban atau keamanan lalu lintas. 2) Mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan administrasi, 3) Membiarkan kendaraan bermotor dikemudikan oleh orang lain yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).

Pelanggaran aturan lalu lintas yang sebutkan di atas merupakan bentuk pelanggaran yang jamak dan sering terjadi. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan apa yang peneliti sampaikan di latar belakang penelitian ini dimana banyak pelajar yang belum memiliki surat ijin mengemudi tetapi sudah mengendarai kendaraan bermotor sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari jenis barang bukti yang disita oleh polisi ketika melakukan razia di sekolah sebagian besar barang bukti adalah sepeda motor dan STNK.

Pelanggaran aturan lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar menunjukkan kurangnya pemahaman pelajar terhadap peraturan yang berlaku. Terkait pemahaman pelajar terhadap peraturan lalu lintas, Yogie Pratama dari Universitas Tanjungpura melakukan penelitian tentang pelanggaran aturan lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar. Penelitiannya di tahun 2012 berjudul Diskresi Polisi Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak-Anak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada saat mengendarai kendaraan bermotor tidak memiliki SIM atau melanggar

(6)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ. Hal terebut menunjukkan bahwa nilai kesadaran hukum bagi anak masih rendah serta tidak adanya upaya orang tua untuk memberikan pengertian yang kontinyu kepada anak tentang kesadaran hukum.

Menurut peraturan yang berlaku, yakni UU No. 22 Tahun 2009 terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan SIM sebagai syarat mengendarai kendaran bermotor. Salah satu syaratnya adalah batas usia minimal untuk mendapatkan SIM yaitu 17 tahun. Peraturan tersebut dengan jelas menjelaskan jika seseorang belum berusia 17 tahun maka dia belum diperbolehkan mendapatkan SIM yang secara otomatis juga belum diperbolehkan mengendarai kendaraan bermotor sendiri.

Dalam setiap pelanggaran aturan, tentu ada faktor yang menyebabkan pelanggaran aturan terjadi. Termasuk dalam fenomena pelanggaran aturan lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Eka Pebrianti dari Universitas Hasanudin yang dilaksanakan tahun 2014 dan berjudul Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah di kota Makassar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor – faktor yang menyebabkan tingginya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah yaitu faktor keluarga, faktor pendidikan dan sekolah dan faktor pergaulan atau lingkungan.

b. Pelanggaran Aturan Lalu Lintas yang Dilakukan Oleh Pelajar Dalam Konsep Mekanisme Pendisiplinan Michel Foucault dan Habitus Pierre Bourdieu

1. Mekanisme Pendisiplinan Pelajar

Menurut Foucault, disiplin menjadi mekanisme umum untuk menerapkan dominasi. Disiplin memberlakukan serangkaian kerja yang dirancang untuk melakukan kontrol yang ketat atas tubuh. Foucault berpendapat bahwa disiplin melahirkan tubuh-tubuh yang dijadikan sasaran, dijadikan praktik „tubuh-tubuh yang patuh‟. Disiplin mendistribusikan

(7)

individu-individu ke dalam ruang termasuk pengurungan dan penyekatan individu dan pengembangan fungsi tempat-tempat dan tingkat-tingkat. Dalam mengorganisasi„sel-sel‟,‟tempat-tempat‟, ‟tingkat-tingkat‟, disiplin menciptakan ruang-ruang yang kompleks, arsitekturis, fungsional dan hierarkis (Foucault, 1975/1978: 148, dalam Ritzer, 2003: 97). Disiplin dipandang sebagai teknologi kekuasaan masyarakat modern. Pendisiplinan merupakan mekanisme pembentukan perilaku individu yang taat dan patuh pada norma melalui sistem kontrol atau pengawasan terhadap individu. Pelaksanaan disiplin sangat berhubungan dengan kekuasaan yang mengontrol.

Menurut Foucault, fenomena disiplin tubuh dikontrol oleh tiga instrumen disiplin yang diterapkan dari disiplin militer dalam masyarakat. Tiga instrumen tersebut adalah pengamatan (pengawasan) bertingkat, normalisasi, dan pemeriksaan/ujian.

1. Pengamatan (pengawasan) Bertingkat

Pendisiplinan dapat dibentuk melalui “pengamatan (pengawasan) bertingkat.” Contoh sederhana untuk menjelaskan hal tersebut adalah menara pengawas. Pengamatan bertingkat ini didasarkan pada sebuah fakta bahwa kita dapat mengontrol apa yang dilakukan orang lain hanya dengan mengamati aktivitas mereka (Foucault. 1975, dalam Martono. 2014:88). Masyarakat modern memiliki metode pengamatan yang lebih maju. Di zaman modern ini, masyarakat menggunakan model Panopticon untuk melakukan pengamatan dan pengawasan. Panopticon merupakan sebuah bentuk sistem pengawasan melalui pengamatan, pengumpulan informasi (dokumentasi) dan pemantauan setiap tindakan orang oleh atasan atau orang yang berkuasa di atas mereka (Martono. 2014:90). 2. Normalisasi

Mekanisme pendisiplinan selanjutnya adalah normalisasi. Melalui instrumen ini, seorang individu tidak hanya dinilai dari kebaikan dan kesalahan yang dilakukannya. Namun, ia harus dinilai dengan membandingkannya dengan individu individu yang lain menggunakan

(8)

standar tertentu (Foucault, 1975; Gutting, 2005b, dalam Martono, 2014;91).. Skala ini menentukan standar perilaku individu yang dapat menggolongkan perilaku “normal‟ dan “tidak normal” yang dapat diterima atau ditolak orang lain. Mekanisme ini merupakan wujud bekerjanya sistem kekuasaan yang menghasilkan pengetahuan. Kekuasaaan akan mengelompokkan sebuah objek dalam kategori tertentu. Kekuasaan juga menciptakan batas sehingga ia mampu menentukan mana objek normal dan mana yang tidak normal, mana yang baik dan mana yang buruk. Pelaksanaan normalisai ini diikuti dengan mekanisme ganjaran dan hukuman.

3. Pemeriksaan/ujian

Mekanisme pendisiplinan yang ketiga adalah ujian atau pemeriksaan yang menggabungkan model pengamatan hierarkis dan normalisasi penilaian. Ujian mencerminkan cara kerja sistem pengawasan yang ketat, dimana setiap gerak-gerik individu selalu diawasi seseorang, ia menggabungkan unsur kekuasaan dan pengawasan. Berkaitan dengan mekanisme normalisasi penilaian, hasil ujian digunakan untuk memberikan ganjaran atau hukuman kepada individu.

Discipline and Punish yang dikemukakan oleh Michel Foucault dapat digunakan untuk menganalisis pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar SMA di kota Surakarta. Aturan dalam berkendara merupakan salah satu wujud dari disiplin. Sesuai dengan konsep yang diutarakan oleh Foucault tentang kedisiplinan, disiplin diatur atau dikontrol oleh tiga instrumen disiplin. Yang pertama, pendisiplinan dibentuk melalui pengamatan (pengawasan) bertingkat. Dalam berkendara di jalan raya, terdapat serangkaian aturan yang harus ditaati oleh pengendara. Dalam fenomena pelanggaran aturan lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar, fungsi pengawasan pertama dilakukan oleh orang tua pelajar. Hal ini dikarenakan dari orang tua lah para pelajar pertama kali mendapatkan pemahaman tentang perilaku berkendara. Selain itu, salah satu tugas orang tua adalah

(9)

mendampingi dan mengawasi perilaku anaknya. Termasuk di dalamnya adalah perilaku berkendara pelajar. Orang tua harus mengawasi dan mengkondisikan anaknya agar tidak melanggar peraturan lalu lintas yang berlaku.

Sistem pengamatan ini juga dilaksanakan oleh sekolah dan dijumpai dalam tata organisasi sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, guru dan pelajar. Mekanisme pendisiplinan pelajar dilakukan secara bertingkat, Pihak pertama yang mengawasi pelajar adalah guru, karena guru yang berhubungan langsung dengan pelajar di sekolah. Guru juga mengawasi dan membentuk perilaku pelajar. Selain orang tua, guru termasuk pihak yang berwenang mendidik dan mengenalkan norma dan peraturan yang berlaku kepada pelajar. Dalam fenomena pelanggaran aturan lalu lintas yang peneliti angkat, proses mendidik pelajar tersebut dapat diaplikasikan dalam bentuk himbauan, penegakan aturan dan pengawasan. Pengawasan ini dapat dilaksanakan dalam bentuk guru mengamati kedatangan pelajar di sekolah. Dengan melakukan pengamatan tersebut guru mengetahui apakah pelajar datang sendiri dengan menggunakan kendaraan bermotor atau diantar jemput. Dengan melakukan pengamatan tersebut guru juga akan mengetahui apakah pelajar yang menggunakan kendaraan motor sendiri sudah layak dan diperbolehkan oleh hukum yang berlaku. Dari sini guru dapat melakukan mekanisme pendisiplinan selanjutnya yang kemudian dapat dijadikan dasar boleh tidaknya pelajar mengendari kendaraan bermotor sendiri ke sekolah melalui mekanisme peraturan sekolah.

Kemudian yang kedua, pengendara didisiplinkan dengan normalisasi penilaian dalam bentuk pemberlakuan aturan-aturan lalu lintas. Aturan-aturan tersebut dapat menentukan yang benar dan yang salah dalam berkendara. Dalam mekanisme pendisiplinan yang kedua ini, orang tua dan sekolah memiliki peran yang sama, yaitu membentuk karakter pelajar serta menormalisasi perilakunya agar mereka menjadi individu yang tanggap sosial dan patuh terhadap aturan dan hukum yang berlaku di masyarakat. Lebih lanjut, baik orang tua dan sekolah sama-sama memiliki tugas untuk

(10)

mengenalkan dan mengkondisikan pelajar agar berperilaku sesuai norma dan peraturan lalu lintas yang berlaku.

Ketiga, mekanisme pemeriksaan/penyelidikan/ujian. Mekanisme ini menggabungkan pengawasan dan normalisasi. Dalam mekanisme pendisiplinan yang ketiga ini, orang tua dan sekolah memiliki peran dan tanggung jawab yang hampir sama. Orang tua sebagai pihak yang mengetahui semua seluk beluk anaknya tentu mengetahui perkembangan anaknya, termasuk perkembangannya dalam berkendara. Orang tua dapat menentukan kapan anaknya boleh mengendarai kendaraan bermotor sendiri, tentu dengan memperhatikan hukum yang berlaku dimana batas usia minimal untuk mendapatkan SIM C sebagai syarat mengendarai kendaraan bermotor adalah 17 tahun. Jadi sebelum menginjak usia tersebut selayaknya anak tidak diperbolehkan mengendarai kendaraan bermotor sendiri. Sekolah memiliki tugas yang hampir sama, dimana dengan kekuasaanya sekolah dapat melarang pelajar yang belum memiliki SIM mengendarai kendaraan bermtor sendiri ke sekolah. Larangan tersebut merupakan bentuk kontrol sekolah terhadap pelajar agar menaati peraturan lalu lintas yang berlaku.

Ketiga instrumen tersebut membuat pelajar tidak bisa sembarangan dan seenaknya mengendarai kendaraan bermotor sendiri ke sekolah. Hal ini dikarenakan terdapat aturan yang harus ditaati oleh pelajar. Dalam proses penegakan aturan tersebut, pelajar juga mendapatkan pengawasan ganda, dari orang tua dan sekolah. Selain orang tua dan sekolah, terdapat pihak kepolisian yang menegakkan hukum dan peraturan. Jika pelajar melanggar peraturan lalu lintas, yang berarti juga tidak mengikuti dan menaati mekanisme pendisiplinan di atas maka pelajar akan berhadapan dengan hukum yang berlaku. Dimana pihak kepolisian juga menerapkan mekanisme pendisiplinan yang serupa.

2. Habituasi Pelanggaran Peraturan Lalu Lintas Oleh Pelajar

Pelanggaran peraturan lalu lintas merupakan sebuah praktik sosial dan menjadi salah satu permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat.

(11)

Pelanggaran peraturan lalu lintas dianggap menjadi suatu permasalahan karena tindakan tersebut merupakan pelanggaran peraturan dan hukum yang berlaku. Menurut pendapat Naning (1990) pelanggaran peraturan lalu lintas adalah “perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas” (Indrawan, 2013: 20)

Salah satu contoh pelanggaran peraturan lalu lintas adalah mengendarai kendaraan bermotor tanpa SIM. Praktik pelanggaran ini disadari atau tidak sering dilakukan oleh pelajar, terutama pelajar kelas X SMA. Dalam tiap kesempatan, berangkat sekolah, pulang sekolah bahkan ketika bermain, pelajar sering melakukannya. Karena tingginya intensitas pelanggaran ini, tak jarang pelajar dan masyarakat menganggap jika pelanggaran ini merupakan hal yang wajar, dan tidak sepenuhnya memahami kesalahan dari pelanggaran peraturan lalu lintas ini.

Perimbangan inilah yang pada akhirnya peneliti gunakan untuk mengkategorikan pelanggaran paraturan lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar ke dalam konsep habitus Pierre Bourdieu. Bourdieu menjelaskan bahwa habitus merupakan “sistem disposisi yang tahan lama dan juga dapat berubah-ubah melalui apa yang kita rasa, nilai dan kita lakukan di dalam dunia sosial” (Mutahir, 2011: 65). Habitus “merepresentasikan sebuah niat teoritisuntuk keluar dari filsafat kesadaran tanpa membuang agen yang dalam hakekatnya sebagai operator praktis bagi pengonstruksian objek” (terjemahan Santoso, 2010:xv). Pelanggaran peraturan lalu lintas oleh pelajar terindikasikan sebagai sebuah tindakan agen yang sadar. Pelanggaran peraturan lalu lintas dapat dilakukan dalam setiap momen tertentu karena agen merupakan penggeraknya.

Di era modern ini masyarakat kita memiliki mobilitas tinggi, termasuk pelajar, dan alat transportasi merupakan hal yang penting karena alat transportasi, baik alat transportasi umum maupun alat transportasi pribadi merupakan sarana bagi masyarakat untuk melakukan mobilitas. Masyarakat diberikan kebebasan dan kemudahan untuk memilih alat transportasi. Salah satu kemudahan adalah mudahnya syarat untuk membeli

(12)

kendaraan bermotor yang merupakan alat transportasi pribadi yang sudah umum di masyarakat. Hampir sebagian besar masyarakat dapat mengendarai kendaraan bermotor, termasuk pelajar kelas X SMA. Salah satu realitas sosial yang berkembang di masyarakat kita sekarang adalah jika seorang anak dapat mengendarai kendaraan bermotor sendiri maka dia dianggap mampu dan sudah waktunya untuk mengendarai dan difasilitasi kendaraan bermotor sendiri meskipun belum memiliki SIM. Realitas ini dapat kita lihat di sekolah dan di jalan raya dimana banyak pelajar kelas X yang dari segi umur belum cukup untuk membuat SIM mengendarai kendaraan bermotor sendiri. Hal ini sedikit banyak memiliki pengaruh pada tingginya angka pelanggaran peraturan lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar.

“Habitus memberikan prinsip-prinsip yang digunakan orang untuk membuat pilihan-pilihan dan memilih strategi-strategi yang akan mereka gunakan di dunia sosial” (Ritzer, 2012; 905) Dan dari bermacam-macam pilihan alat transportasi yang tersedia untuk berangkat ke sekolah, mengendarai kendaraan bermotor sendiri termasuk ke dalam kategoti tersebut. Dari pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan mengendarai kendaraan bermotor ke sekolah meskipun belum memiliki SIM adalah proses habitus individu berdasarkan pembelajaran dan pengalaman yang individu dapatkan di lingkungan sosial sehingga berdampak pada struktur kognitif individu tersebut.

B. Kerangka Berpikir

Pelanggaran aturan, adalah bentuk dari ketidakdisiplinan. Ketidakdisiplinan ini merupakan sebuah tanda dari adanya bagian dari sistem hukum ataupun sistem yang berfungsi untuk mengontrol di dalam masyarakat yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ketidakdisiplinan yang disebabkan oleh adanya malfungsi dalam sistem kontol yang berlaku membuat masyarakat sulit untuk diatur dan ditata. Sedangkan untuk mendisiplinkan masyarakat, dalam hal ini pelajar, dibutuhkan sistem kontrol yang sehat. Dalam konsep mekanisme pendisiplinan yang dikemukakan oleh Foucault, fenomena disiplin dikontrol oleh

(13)

tiga instrumen disiplin yang diterapkan dari disiplin militer dalam masyarakat. Pertama, pendisiplinan dapat dibentuk melalui “pengamatan (pengawasan) bertingkat, normalisasi penilaian, dan ujian.

Dalam kasus yang diteliti, ada 3 hal yang perlu diperhatikan. Tiga hal tersebut yaitu perilaku indisipliner pelajar dalam bentuk pelanggaran aturan lalu lintas, alasan pelajar mengendarai kendaraan bermotor sendiri, bagaimana mekanisme pendisiplinan yang dilakukan oleh orang tua dan sekolah dan mengapa pelanggaran tersebut terus berulang. Segala jawaban yang didapatkan ketiga hal tersebut menjadi data yang penting yang akan digunakan dalam penulisan penelitian mengenai pelanggaran aturan lalu lintas oleh pelajar.

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

Alasan dan faktor yang mendukung pelajar melakukan pelanggaran

peraturan lalu lintas Tingginya angka

pelanggaran

peraturan lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar

Banyak pelajar yang mengendarai kendaraan bermotor tanpa surat izin mengemudi (SIM) Mekanisme Pendisiplinan Michel Foucault Alasan pelajar mengendarai kendaraan bermotor ke sekolah

Peran orang tua pelajar dan sekolah dalam mekanisme pendisiplinan pelajar

Penyebab

pelanggaran peraturan lalu lintas yang

dilakukan oleh pelajar terus berulang

Habituasi Pierre Bourdieu

(14)

Gambar

Gambar 3.1  Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Solusi yang berhubungan dengan siswa kelas VIII MTs Rohmaniyyah Solusi apa yang telah dilakukan berkaitan dengan problematika pembelajaran Fiqih yang berhubungan dengan

Abstrak: Al-Andalus merupakan antara wilayah terpenting dalam pengkajian sejarah dan tamadun Islam disebabkan pernah menjadi tapak pelbagai kerajaan Islam dalam tempoh

Sedangkan untuk mengetahui tingkat akuntabilitas tersebut, perlu adanya Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) yang merupakan bahan utama untuk monitoring dan evaluasi

Salah satu penyajiannya dibentuk dalam suatu Sistem penjualan & persediaan obat pada apotik 24 jam yang memakai sebuah sistem dengan