• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. membentuk generasi yang bertanggung jawab, berkarakter dan mampu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III. membentuk generasi yang bertanggung jawab, berkarakter dan mampu"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PRANIKAH DI KLASIS KOTA GEREJA PROTESTAN MALUKU

SERTA FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBATNYA (Suatu Penjelasan dan Analisis)

3.1. Pengantar

Keluarga, sebagai inti dari sebuah masyarakat memiliki peran penting untuk membentuk generasi yang bertanggung jawab, berkarakter dan mampu berspiritualitas. Tanggung jawab untuk membentuk keluarga yang „sehat‟ secara spiritual, moral dan sosial tersebut menuntut perhatian lebih dari berbagai kalangan termasuk dari pihak Gereja. Melalui Gereja, pembentukan keluarga yang ideal mendapat bentuknya dari berbagai persiapan yang dijalani oleh calon pasangan suami dan istri (pasutri) jauh sebelum pemberkatan pernikahan. Salah satu bentuk persiapan tersebut adalah pendidikan pranikah. Perhatian Gereja dengan memberi porsi lebih kepada proses ini menjadi saat-saat paling penting untuk menciptakan calon keluarga yang matang dan dewasa secara holistik.

Gereja Prostestan Maluku (GPM) dalam tanggung jawab memahami pentingnya proses tersebut serta melihat berbagai fenomena masalah-masalah keluarga yang timbul akibat pernikahan-pernikahan yang tidak dilengkapi sejak awal telah mengambil langkah penting untuk memberikan pendidikan pranikah yang holistik bagi calon pasangan suami-istri. Meninjau kebijakan tersebut maka pada bagian ini, peneliti akan memuat temuan data empiris di lapangan mengenai

(2)

penyelenggaraan pendidikan pranikah di Klasis Kota Ambon dengan sampel data terdiri dari tiga jemaat yaitu jemaat Silo, jemaat Bethel dan jemaat Imanuel. Klasis Kota Ambon dipilih dengan mempertimbangkan wilayah pelayanan GPM yang berada pada pusat ibu kota Maluku dengan mobilitas yang tinggi, perkembangan informasi dan budaya yang lebih maju dibandingkan dengan klasis-klasis yang lain. Sedangkan pemilihan ketiga jemaat ini didasari dari letak geografis masing-masing jemaat yang dikategorikan sebagai jemaat perkotaan dalam wilayah perbukitan dan dataran rata dengan jumlah jemaat terbanyak. Identifikasi sampel ini berimplikasi pada berbagai permasalahan keluarga yang timbul dari masing-masing jemaat.

Berdasarkan hal tersebut maka pembahasan bab ini dibagi menjadi beberapa bagian untuk menjawab rumusan masalah yaitu gambaran umum wilayah pelayanan Klasis Kota Ambon dan penyelengaraan pendidikan pranikah di tingkat jemaat Klasis Kota Ambon serta faktor-faktor pendukung dan penghambatnya.

3.2. Gambaran Umum Wilayah Pelayanan Klasis Kota Ambon GPM 3.2.1. Wilayah Pelayanan Klasis Kota Ambon

Dalam Sidang Jemaat bersama dengan Badan Pekerja Sinode GPM tanggal 20 Mei 1973, diputuskan bahwa Klasis Kota Ambon resmi berdiri dengan tiga jemaat, yakni Jemaat Bethel, Jemaat Bethania dan Jemaat Silo. Dalam perkembangan selanjutnya, dicermati bahwa ketiga jemaat ini tidak efektif menyelenggarakan pelayanan kepada warga jemaat, karena wilayah pelayanan yang terlalu luas. Karena itu, langkah-langkah pemekaran dijejaki. Oleh sebab itu,

(3)

sejak tahun 1986 hingga kini, ketiga jemaat utama di atas telah dimekarkan menjadi 15 jemaat umum, 1 jemaat khusus dan 2 jemaat kategorial, sehingga keseluruhan jemaat dalam Klasis Kota Ambon adalah 18 jemaat. Berikut data

keadaan jemaat dan sektor pelayanannya:1

No. Jemaat/Sektor Jumlah KK Jumlah Jiwa

1 Bethel/19 Sektor 1.645 6.311 2 Ebenhaezer/13 Sektor * * 3 Silo/12 Sektor 816 3.064 4 Imanuel/10 Sektor 985 3.914 5 Petra/9 Sektor 795 3.622 6 Bethania/8 Sektor 556 2.053 7 Bethabara/7 Sektor 564 2.280 8 Pniel/6 Sektor 704 2.952 9 Getsemani/5 Sektor 406 1.563

10 Menara Kasih/4 Sektor 252 1.021

11 Sion/4 Sektor 431 1.749

12 Syalom/4 Sektor 657 2.669

13 Sejahtera/3 Sektor 176 681

14 Eirene/3 Sektor 306 1.315

15 Ora et Labora/2 Sektor * 701

16 Hok Im Tong * *

17 Sinar Kasih * *

18 Diakonos * *

Jumlah 8.266 33.895

Keterangan: (*) berarti tidak ada data.

Tabel 3.1 Data Keadaan dan Sektor Pelayanan Jemaat-Jemaat Klasis Kota Ambon – GPM

1Gereja Protestan Maluku Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan Sidang XXXVI Klasis Kota Ambon Tahun 2012 (Ambon: Majelis Pekerja Klasis, 2012), 193-196.

(4)

3.2.2. Letak Geografis Klasis Kota Ambon

Klasis Kota Ambon berkedudukan di pusat Ibu Kota Provinsi Maluku.

Batas-batas wilayah Klasis Kota Ambon adalah sebagai berikut:2

 Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Ambon

 Sebelah selatan berbatasan dengan Jemaat Pandan Kasturi

 Sebelah barat berbatasan dengan Jemaat Rehoboth

 Sebelah timur berbatasan dengan Jemaat Soya Kayu Putih

Gambar 3.1 Peta Kota Ambon (Sumber: www.websitesrcg.com)3 Menyangkut letak geografis Klasis Kota Ambon, maka perlu dikemukakan beberapa karakteristik yang menonjol dalam jemaat-jemaat di lingkup Klasis Kota Ambon.

2GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 194.

3W. Richard Rowart, “Ambon Information Based,” Diunduh dari

(5)

Pertama, secara topografi, jemaat-jemaat di Klasis Kota Ambon berada pada

posisi berbukit dan rata. Beberapa jemaat yang berada pada wilayah perbukitan di antaranya: Jemaat GPM Syaloom, Jemaat GPM Eirene, Jemaat GPM Menara Kasih, Jemaat GPM Pniel, Jemaat GPM Sion, Jemaat GPM Imanuel dan Jemaat GPM Ebenhaezer, Jemaat GPM Bethel. Jemaat-jemaat ini pada umumnya rawan terhadap bahaya longsor kala musim hujan mengguyur kota Ambon, karena sebagian besar rumah warga jemaat berada pada posisi kemiringan tanah. Selain faktor kemiringan tanah, saluran air yang tidak memadai juga menjadi pemicu bahaya longsor bagi jemaat-jemaat yang berada pada perbukitan. Sedangkan jemaat-jemaat yang berada pada posisi rata mengalami masalah sampah yang akut, karena aktivitas masyarakat yang cukup padat di kota dan sulit dikontrol. Akibatnya perilaku membuang sampah secara sembarangan turut mewarnai masyarakat di kota yang sebagiannya adalah warga jemaat di lingkup Klasis Kota

Ambon.4

Kedua, beberapa jemaat di lingkup Klasis Kota Ambon berbatasan langsung

dengan wilayah-wilayah yang rawan konflik seperti: Jemaat GPM Bethel, Jemaat GPM Silo, Jemaat GPM Bethabara, Jemaat GPM Petra, Jemaat GPM Ora Et Labora, Jemaat GPM Menara Kasih, Jemaat GPM Bethania, Jemaat GPM khusus Hok Im Tong, Jemaat GPM Sinar Kasih dan Jemaat GPM Sejahtera. Eksistensi jemaat-jemaat ini perlu diperhatikan secara serius bukan sekedar lewat karena jemaat-jemaat dimaksud berbatasan dengan wilayah-wilayah pemukiman masyarakat yang beragama Islam. Usaha tersebut perlu diperhatikan karena

(6)

implikasi dari konflik sosial yang membekas dalam ingatan warga jemaat menyimpan potensi traumatik yang harus ditangani secara kontinu agar tidak

mengganggu relasi sosial dalam masyarakat.5

Ketiga, Klasis Kota Ambon berada pada pusat pemerintahan, pendidikan,

ekonomi dan informasi di wilayah Maluku. Posisi ini menghendaki Klasis Kota Ambon dari sisi akses informasi dan komunikasi jauh lebih berkembang dibandingkan dengan klasis-klasis lainnya dalam lingkup GPM. Perkembangan klasis ini juga ditopang oleh ketersediaan sumber daya manusia yang memadai lintas profesi yang tersebar pada jemaat-jemaat di Klasis Kota Ambon, meskipun harus diakui pula bahwa persebaran sumber daya manusia pada jemaat-jemaat di Klasis Kota Ambon belum dikelola secara profesional dan merata untuk kepentingan pelayanan di jemaat-jemaat. Ketersediaan sumber daya manusia disebabkan karena tersedia pula institusi-institusi pendidikan, mulai dari PAUD (pendidikan anak usia dini) sampai perguruan tinggi, sehingga warga jemaat dapat menikmati pendidikan pada masing-masing jenjang. Kemudian secara ekonomi, posisi Klasis Kota Ambon berada pada pusat transaksi ekonomi sehingga menyediakan peluang-peluang usaha bagi warga jemaat dalam rangka

peningkatan taraf kesejahteraan warga jemaat.6

3.2.3. Keadaan Sosial dan Budaya Klasis Kota Ambon

Klasis GPM Kota Ambon berlokasi pada pusat ibu kota Provinsi Maluku dan menjadikan klasis ini sebagai pusat aktivitas ekonomi, pendidikan, politik dan

5GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 195. 6GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 195.

(7)

sosial budaya kemasyarakatan. Oleh karena itu, struktur jemaatnya pun sangat majemuk, baik dari aspek demografi, ekonomi (tingkat pendapatan, maupun

tingkat pendidikan).7

Aspek pertama yang menjadi sorotan dari kehidupan sosial dan budaya khusus di wilayah perkotaan adalah bahwa masyarakat kota tidak sekedar pluralis

melainkan multikulturalis.8 Perjumpaan masyarakat dari berbagai etnis, sub etnis,

agama, bahasa dan budaya adalah fakta yang tak terbantahkan dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat kota. Fakta membuktikan bahwa masalah-masalah pada jemaat-jemaat di wilayah perkotaan jauh lebih kompleks dari masalah-masalah yang terjadi pada jemaat-jemaat terpencil. Beberapa fenomena yang turut memberi dampak bagi kompleksitas masalah itu, antara lain lajunya arus urbanisasi yang tidak disertai dengan daya dukung wilayah kota, berkembangnya pusat-pusat perbelanjaan masyarakat, berkembangnya pusat-pusat hiburan, berkembangnya produk teknologi informasi dalam masyarakat, tingginya angka pengangguran serta kerusakan lingkungan. Fenomena-fenomena di atas muncul secara bersamaan dengan lajunya pembangunan pada segala sektor. Sadar ataupun tidak, lajunya pembangunan pada satu sisi dapat meningkatkan taraf hidup warga jemaat, akan tetapi pada sisi lain relasi-relasi sosial menjadi sangat terbatas karena

karakteristik individual semakin kuat dalam masyarakat kota.9

Seiring dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat, gereja-gereja denominasi juga turut bertumbuh dalam lingkungan Klasis Kota Ambon. Hampir di semua jemaat terdapat gereja-gerja denominasi dan sebagian warga jemaat

7GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 196. 8GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 196. 9GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 196.

(8)

GPM di Klasis Kota Ambon turut terlibat dalam pelayanan gereja denominasi tersebut, walaupun belum ada data rill yang menerangkan jumlah warga jemaat

pada lingkup Klasis Kota Ambon yang sudah beralih ke gereja denominasi.10

Kondisi ini jika tidak diantisipasi dengan strategi pendampingan yang memadai dari pada pelayan, diprediksi arus keluar warga jemaat GPM di lingkup Klasis Kota Ambon ke gereja denominasi akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Memang selama ini tidak terjadi benturan pemahaman di antara warga jemaat GPM di Klasis Kota Ambon dan warga jemaat dari gereja denominasi. Akan tetapi mau tidak mau, relasi kelembagaan denominasi antar gereja harus ditata secara kontinu dan profesional dalam rangka memperkuat visi dan gerakan oikumenes pada jemaat-jemaat di Klasis GPM Kota Ambon dengan gereja-gereja denominasi yang berada dalam kawasan Klasis Kota Ambon. Penguatan visi dan gerakan oikumenes ini penting dihidupkan agar seluruh orientasi gereja tidak lagi bermuara pada mengejar kuantitas, akan tetapi diorientasikan pada upaya-upaya pengentasan masalah-masalah sosial di kota Ambon demi kualitas hidup

manusia.11

Fakta lainnya yang berkaitan dengan kehidupan sosial budaya adalah hampir seluruh jemaat di lingkup Klasis Kota Ambon adalah jemaat-jemaat yang

berbatasan langsung dengan komunitas Islam.12 Dampak konflik Maluku yang

turut menciptakan segregasi penduduk sebetulnya menyimpan potensi konflik dalam masyarakat, karena ruang-ruang perjumpaan semakin tertutup terhadap komunitas agama lain. Selain itu, tingkat traumatik yang sangat besar dalam diri

10GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 197. 11GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 197 . 12GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 197.

(9)

warga jemaat adalah sebuah gejala psikologis yang turut menghiasi relasi-relasi sosial dalam masyarakat. Traumatik membuat warga jemaat pun hidup dalam kecurigaan, kecemasaan dan rasa saling percaya yang semakin memudar, apalagi dengan adanya konflik di tanggal 11 September 2011. Meskipun demikian, fakta kembalinya warga jemaat yang mengalami konflik di tanggal 11 September pada beberapa lokasi yang rawan seperti di Mardika dan Urimessing menunjukan adanya upaya tulus dari warga jemaat untuk membangun relasi yang penuh damai

dengan saudara-saudara yang beragama Islam.13

Relasi-relasi internal pun menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya yang hidup dalam jemaat. Meskipun seluruh penyelenggaraan pelayanan sudah terstruktur dalam sektor dan unit serta wadah-wadah pelayanan yang sudah berjalan secara merata dalam lingkup Klasis Kota Ambon, akan tetapi pada jemaat-jemaat tertentu terdapat persekutuan-persekutuan dalam jemaat yang

turut memberi penguatan terhadap relasi sosial dalam jemaat.14

3.3. Penyelenggaraan Pendidikan Pranikah di Klasis Kota Ambon 3.3.1. Kebijakan Sinode GPM Mengenai Pendidikan Pranikah

Keluarga sebagai basis pelayanan gereja selalu menjadi bagian penting untuk diperhatikan. Masalah-masalah dalam keluarga secara otomatis akan berdampak pada munculnya problematika dengan skala yang lebih besar dalam gereja bahkan masyarakat. Oleh sebab itu, analisa para pekerja Sinode GPM saat menindaklanjuti masalah-masalah kehidupan rumah tangga berakhir pada

13GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 197. 14GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 199-200.

(10)

kesimpulan bahwa salah satu faktor penyebabnya adalah karena persiapan pranikah yang kurang matang. Hal ini ditegaskan oleh salah satu petinggi Lembaga Pembinaan Jemaat (LPJ) GPM sebagai berikut:

“Selama ini kita di GPM melaksanakan persiapan pranikah itu dua hari menjelang pernikahan. Kemudian, banyak masalah muncul seperti banyak yang bercerai, hidup bersama sebelum pernikahan, (dan) kehidupan rumah tangga yang tidak akur. Akhirnya kami tiba pada kesimpulan bahwa ternyata salah satu faktor (penyebab masalah-masalah keluarga tersebut) karena persiapan (sebelum pernikahan) yang tidak matang. Ya itu tadi, hanya dua hari menjelang pernikahan diberikan penggembalaan dengan waktu paling lama 1-2 jam saja. Karena itu (muncul) desakan dari

jemaat-jemaat tiap Klasis agar diadakan sebuah modul (persiapan pranikah)-nya.”15

Berdasarkan hal tersebut maka dalam Sidang MPL GPM tahun 2012 di Tepa-Maluku, telah diajukan sebuah modul pendidikan pranikah yang dibuat oleh LPJ

GPM untuk diberlakukan di jemaat-jemaat.16 Namun demikian modul ini masih

memiliki kelemahan, berikut penjelasannya:

“Modul ini dibuat berdasarkan visi-visi teologis dari usulan tiap-tiap klasis tentang kebutuhan masing-masing jemaat. Kelemahannya, modul ini belum dijadikan dalam suatu surat keputusan. Rencananya nanti pada Sidang Sinode tahun 2015 ini baru akan disempurnakan dan dimuat dalam surat keputusan sidang sinode sehingga masuk sebagai salah satu ajaran-ajaran

gereja.”17

15Wawancara dengan Pdt. A. I-U, M.Si. (Sekertaris Lembaga Pembinaan Jemaat GPM),

tanggal 04 Febuari 2015. Kata-kata dan kalimat yang menggunakan tanda kurung adalah tambahan peneliti dengan tujuan untuk memperjelas maksud dari narasumber.

16

Wawancara dengan Pdt. A. I-U, M.Si. (Sekertaris Lembaga Pembinaan Jemaat GPM), tanggal 04 Febuari 2015.

17Wawancara dengan Pdt. A. I-U, M.Si. (Sekertaris Lembaga Pembinaan Jemaat GPM),

(11)

Berikut ini adalah uraian modul tersebut:18

I. Tujuan

1. Para calon pengantin siap memasuki hidup pernikahan Kristen dengan berbagai kesempatan dan tantangannya.

2. Para calon pengantin mampu membuat tekad untuk menjadikan rumah tangga dan keluarga lestari dan langgeng.

3. Para calon pengantin mampu melaksanakan tanggung jawab sebagai suami-istri Kristen yang saling mengasihi dan setia satu kepada yang lain.

4. Para calon pengantin mampu melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua Kristen yang bertanggung jawab terhadap anak-anak yang diberikan Tuhan kelak kepada mereka.

II. Waktu Penggembalaan

Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan penggembalaan pernikahan dibagi dalam dua (2) tahap, yaitu:

1. Penggembalaan pranikah, selama 1 bulan, 2 kali seminggu. 2. Penggembalaan pasca nikah, selama 6 bulan dan bisa

diperpanjang waktunya kalau masih dibutuhkan.

Penggembalaan pasca nikah dilakukan setelah bulan madu (2 minggu setelah acara pernikahan). Ini penting sebab justru setelah pernikahan banyak persoalan muncul dalam kaitan dengan upaya saling menyesuaikan diri antar pasangan. Kebiasaan beda yang dibawa masing-masing pribadi, latar belakang pendidikan dan latar belakang budaya yang berbeda sering membuat rumah tangga baru dilanda huru-hara.

III. Isi Pembicaraan Penggembalaan Pernikahan

A. Penggembalaan Pranikah Dasar-dasar Teologis

1. Tujuan pernikahan Kristen adalah membangun keluarga yang penuh cinta kasih dan kesetiaan. Keluarga Kristen terpanggil menjadikan rumah tangganya citra dari cinta kasih Tuhan kepada umat dan sebaliknya (Efesus 5).

2. Suami-istri Kristen dipanggil untuk membangun keluarga mandiri (Kejadian 2:24), sambil tetap menghargai dan menghormati orang tua dan keluarga dari kedua belah pihak.

3. Suami dan istri adalah mitra setara dalam hidup berumah tangga.

4. Pentingnya mengembangkan komunikasi yang terbuka, positif dan konstruktif antar suami dan istri dalam hidup berumah tangga.

(12)

5. Memiliki anak bukanlah tujuan utama suatu pernikahan Kristen. Anak adalah anugerah dari Allah dan karena itu diterima dengan penuh rasa syukur dan tanggung jawab. Tidak memiliki anak bukanlah alasan untuk saling mempersalahkan atau untuk merasa terpuruk. Memiliki anak lewat adopsi adalah pilihan iman yang tertanggung jawab.

6. Seksualitas adalah anugerah Allah. Digunakan untuk saling membahagiakan dan untuk merasakan cinta kasih antara suami-istri beriman. Masalah-masalah seksualitas termasuk rasa ketidakpuasan seksualitas harus bisa dibicarakan satu kepada yang lain dengan penuh cinta kasih dan kelembutan demi kepuasan dan kebahagiaan bersama.

7. Masa lalu suami dan istri adalah bagian dari sejarah hidup karena itu diperlakukan sebagai bagian dari sejarah masa lalu bukan kenyataan masa sekarang atau harapan masa depan.

8. Mengelola keuangan keluarga secara bertanggung jawab adalah panggilan iman, sebab pendapatan suami-istri adalah berkat dari Tuhan. Karena itu hidup hemat dan mengembangkan rasa cukup dalam hidup berumah tangga adalah penting.

9. Berbagai tantangan yang mungkin dihadapi antara lain, godaan di tempat kerja, godaan dalam pergaulan dan bagaimana menghadapinya. Demikian juga tantangan dari keluarga, mertua dan para ipar serta bagaimana menghadapinya.

10. Bagi mereka yang menikah dengan pasangan yang berasal dari agama dan kepercayaan lain, dibutuhkan usaha keras dari suami-istri Kristen untuk lebih mengayomi dan membuat suami-istri merasa menyatu dan menemukan keluarga baru yang mengasihinya sama seperti keluarga yang telah dia tinggalkan.

B. Penggembalaan Pasca Nikah

Penggembalaan pasca nikah dilakukan seminggu sekali. Pembicaraan berkisar sekitar soal menyesuaikan diri satu dengan yang lain ataupun hal lain yang menjadi persoalan-persoalan yang dihadapi pasangan yang menikah. Bisa dilakukan secara bersama ataupun dengan salah satu dari pasangan yang menikah. Bisa dilakukan di rumah keluarga ataupun di gereja/pastori.

IV. Metode Penggembalan

Penggembalaan ini harus bersifat partisipatoris karena pasangan adalah orang dewasa yang siap menikah atau telah menikah. Jadi bukan berbentuk khotbah atau ceramah. Harus banyak kesempatan

(13)

untuk diskusi dan tanya jawab. Penggembalaan ini bisa mengikut sertakan para pakar di bidangnya, misalnya kalau pertanyaan berkisar sekitar masalah seks yang tidak mampu ditangani oleh pendeta maka seorang dokter bisa dilibatkan. Demikian pula kalau masalahnya berkisar sekitar masalah manajemen keuangan yang sulit dijawab oleh gembala maka seorang ekonom bisa dilibatkan. Demikian pula seorang pakar hukum atau psikolog bisa juga diminta bantuannya. Jadi penggembalaan nikah yang baik bisa dilakukan oleh sebuah tim yang mampu memberi pencerahan dan bimbingan bagi para calon pengantin atau pengantin baru.

V. Materi Penggembalaan

1. Materi Penggembalaan Pranikah

Pertemuan pertama:

Arti nikah Kristen dan tanggung jawab suami-istri beriman sesuai Kejadian 2 dan Efesus 5. Kedua teks ini harus dibahas bersama mereka. Arti dan istilah laki-laki akan meninggalkan orang tua untuk hidup dengan istrinya. Pernikahan Kristen sebagai citra dari cinta kasih Allah kepada umat dan kesetiaan umat kepada Kristus.

Pertemuan kedua:

Tantangan-tantangan dalam hidup pernikahan mulai dari lingkungan keluarga (hubungan dengan ipar dan para mertua), lingkungan pergaulan, lingkungan kerja (PIL dan WIL) dan tantangan-tantangan lain serta tindakan apa yang harus dilakukan untuk menghadapinya.

Pertemuan ketiga:

Bergumul bersama untuk mengatasi masalah hantu masa lalu. Masa lampau adalah bagian dari hidup setiap orang, hal tersebut jangan dijadikan penyebab keretakan. Karena itu saling terbuka secara arif dan berhikmat itu perlu. Menikah adalah menerima pasangan dengan masa lalunya dan berdamai dengan masa lalunya itu, tapi juga meninggalkan masa lalu, jadi jangan lagi ingat yang dulu-dulu sebab menikah artinya mengambil keputusan untuk menjadikan pasangan sekarang sebagai cinta terakhir.

Pertemuan keempat:

Berkomunikasi sebagai suami-istri beriman. Komunikasi itu penting. Bahasa yang digunakan satu kepada yang lain haruslah bahasa yang penuh rasa cinta kasih dan saling menghormati. Tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah. Keduanya adalah mitra setara, seperti Adam mengatakan “inilah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku.” Dalam kaitan

(14)

itu bahaslah juga kode etik berumah tangga, menurut Efesus 2 dari sudut pandang keadilan gender.

Pertemuaan kelima:

Masalah romantisme dalam keluarga yang harus dipupuk sampai tua. Dalam kaitan itu menghargai tubuh dan merawat tubuh masing-masing itu perlu supaya kegairahan tetap terjaga. Ingatlah bahwa birahi adalah pemberian Tuhan ((Kejadian 3) dan bukan hanya istri birahi kepada suami tetapi suami juga birahi kepada istri (cf. Kidung Agung).

Pertemuan keenam:

Tempat anak dalam pernikahan. Anak adalah anugerah yang besar dari Tuhan. Anak itu milik Tuhan, karena itu harus dirawat secara bertanggung jawab. Anak bukan alat dan objek dari orang tua untuk diperlakukan sewenang-wenang demi kepentingan orang tua. Anak harus dibesarkan untuk menjadi anak-anak Tuhan. Tetapi kalau tidak memperoleh anak maka tidak berarti tidak diberkati. Sebab tujuan pernikahan yang paling utama bukan memperoleh anak tetapi untuk mencitrakan cinta kasih yang purna dari suami kepada istri dan sebaliknya, sama seperti Tuhan mengasihi umat-Nya. Kalau ingin memiliki anak harus rajin berkonsultasi ke dokter, tetapi kalau ternyata tidak bisa memiliki anak maka bisa mengangkat anak dan untuk itu suami dan istri harus berbicara secara sungguh dan serius sebab anak itu akan menjadi anak mereka berdua bukan anak dari salah satunya.

Pertemuan ketujuh:

Masalah keuangan keluarga, bagaimana mengatur keuangan dalam keluarga, siapa yang menjadi bendahara. Yang penting adalah saling terbuka dan transparan dalam mengelola keuangan keluarga. Uang masuk dan uang keluar harus diketahui suami-istri. Bagaimana menyisihkan persepuluhan dari pendapatan untuk mensyukuri rahmat Tuhan. Perlu membicarakan kebutuhan keluarga dan sama-sama merancang uang masuk dan keluar, serta tabungan keluarga juga tabungan untuk berlibur bersama dan untuk membantu orang-orang yang harus dibantu, seperti orang tua kedua pihak.

Pertemuan kedelapan:

Persiapan untuk hari H, mempersiapkan mental untuk menghadapi hari besar dengan pesta besar atau perayaan sederhana. Mempertanyakan perasaan pasangan yang akan menikah dan membesarkan hati mereka untuk menghadapi semua yang akan dihadapi kelak.

(15)

2. Materi Penggembalaan Pascanikah

Tergantung dari masalah yang mereka persoalkan. Kalau semua berjalan baik maka berdoalah dan bacalah Alkitab bersama mereka. Tetapi penting untuk jadi teman curhat dari mereka supaya tidak ada yang harus disembunyikan padahal hal itu mendesak untuk dibicarakan. Oleh karena itu berkunjunglah sebagai teman dan perlihatkan bahwa gembala punya waktu yang tersedia buat berbicara dengan mereka, jadi jangan memberi kesan seolah-olah sedang terburu-buru.

Catatan tambahan:

Setiap sesi baiklah dimulai dengan doa dan pembacaan beberapa ayat Alkitab atau kata-kata bijak yang dipilih dari berbagai buku. Pertemuan ditutup dengan doa oleh calon suami-istri

supaya mereka sudah mulai berdoa bersama sejak

penggembalaan.

Lama pertemuan per pertemuan berlangsung sekitar 2-2½jam.

3.3.2. Penyelenggaraan Pendidikan Pranikah di Tingkat Jemaat Klasis Kota Ambon serta Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambatnya

Pentingnya kehidupan keluarga yang sehat secara holistik mendesak Sinode GPM untuk memperhatikan keutuhan kehidupan keluarga-keluarganya. Oleh sebab itu, sejak tahun 2012 GPM telah membuat modul pranikah yang bertujuan untuk membimbing dan mendidik para calon pasangan suami-istri sebelum memasuki kehidupan rumah tangga. Klasis Kota Ambon sebagai bagian dari GPM telah meneruskan mandat ini kepada jemaat-jemaat untuk ditindaklanjuti. Berkaitan dengan hal tersebut Ketua Klasis Kota Ambon menjelaskan bahwa:

“(Pendidikan pranikah ini) amat sangat penting. Kalau kita gagal mempersiapkan mereka, maka tentu kita akan menemui banyak kegagalan

(16)

dalam kehidupan berumah tangga, juga kehidupan masa depan keluarga dan

anak-anak. Jadi, ia (pendidikan pranikah) harus menjadi prioritas.”19

Kenyataanya dalam realisasi di lapangan, belum semua jemaat dalam lingkup pelayanan Klasis Kota Ambon memperhatikan dan melaksanakan tugas ini dengan maksimal. Berdasarkan data lapangan yang diambil dari tiga sampel jemaat, hanya terdapat satu dari tiga jemaat yang memberlakukan pendidikan pranikah dengan baik sesuai modul dan dikembangkan sesuai konteks jemaat. Sedangkan sisanya masih menggunakan metode yang lama yaitu satu kali pertemuan sampai maksimal tiga kali pertemuan sebelum pernikahan. Berikut ini adalah uraian penyelenggaraan pendidikan pranikah di dalam jemaat yang dibagi dalam dua bagian besar yaitu jemaat yang melaksanakan penyelenggaraan pendidikan pranikah sesuai modul dan jemaat yang masih mengikuti metode lama serta faktor pendukung dan penghambatnya.

3.3.2.1. Jemaat yang Menyelenggarakan Pendidikan Pranikah Berdasarkan Modul Sinode GPM

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa penyelenggaraan pendidikan pranikah yang baik di Klasis Kota Ambon belum menyeluruh. Data membuktikan bahwa hanya satu dari tiga jemaat yang melaksanakan pendidikan pranikah sesuai petunjuk dari Sinode. Berikut ini adalah uraian temuan lapangan dan analisis dari jemaat yang telah melakukan pendidikan pranikah sesuai petunjuk sinode.

19 Wawancara dengan Pdt. Nn. S. M, S.Th. (Ketua Klasis Kota Ambon), pada tanggal 08

Desember 2014. Kata-kata dan kalimat yang menggunakan tanda kurung adalah tambahan peneliti dengan tujuan untuk memperjelas maksud dari narasumber.

(17)

Data tersebut akan diuraikan dalam kerangka berpikir Groome dengan mengacu kepada beberapa pertanyaan dasar yang secara implisit ataupun eksplisit harus dijawab oleh mereka yang terlibat dalam prosesnya, dalam konteks ini adalah pendidikan pranikah di Klasis Kota Ambon. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dicirikan oleh kata ganti tanya mereka yaitu apa, mengapa, di mana,

bagaimana, kapan dan siapa.20

a) Apa dan mengapa? Kedua pertanyaan ini peneliti sejajarkan dengan mempertimbangkan konten jawabnya sendiri. Pertanyaan apa dan mengapa dalam konteks ini merujuk kepada materi-materi pendidikan pranikah, apa saja yang diajarkan dan mengapa diajarkan. Dalam sub bab 3.3.1 dijelaskan bahwa materi-materi pendidikan pranikah bagi seluruh jemaat Sinode GPM sejak tahun 2012 bersumber dari modul yang telah dibuat oleh LPJ GPM. Menurut Sekertaris LPJ GPM, “modul tersebut berfungsi sebagai panduan

dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing jemaat.”21

Berdasarkan modul tersebut dapat disimpulkan bahwa materi-materi yang harus diberikan kepada calon pasangan suami-istri meliputi: makna pernikahan Kristen, mengenal tantangan hidup pernikahan, mengatasi masa lampau, seni berkomunikasi dalam keluarga, tempat anak dalam pernikahan, menghadapi masalah keuangan keluarga dan persiapan terakhir untuk hari pernikahan.22

20Thomas Groome, Christian Religious Education – Pendidikan Agama Kristen: Berbagi Cerita Dan Visi Kita (Jakarta: Gunung Mulia, 2011), xvii.

21

Wawancara dengan Pdt. A. I-U, M.Si. (Sekertaris Lembaga Pembinaan Jemaat GPM), tanggal 04 Febuari 2015.

22Materi-materi ini rangkum dari Modul Pranikah yang dikeluarkan oleh GPM melalui

(18)

Menanggapi keputusan sinode tersebut, salah satu sampel penelitian yaitu jemaat Silo kemudian mengembangkan panduan materi itu dengan memberdayakan sumber daya manusia (SDM) yang masuk dalam lingkungan jemaatnya sendiri. Berdasarkan keluhan-keluhan yang disampaikan jemaat kepada para Pendeta jemaat mengenai kehidupan rumah tangga mereka, maka Pelaksanan Harian Majelis Jemaat (PHMJ) Silo dan jajarannya membentuk tim khusus konseling pranikah dengan berbagai latar belakang pendidikan

seperti teologi, hukum, ekonomi dan kesehatan.23 Tim dengan bidang yang

bervariasi ini kemudian merumuskan beberapa hal yang dipertimbangkan penting untuk diberikan kepada calon pasangan suami-istri. Materi-materi tersebut antara lain:24

23Wawancara dengan Pdt. H .P, S.TH (Ketua Majelis Jemaat Silo), pada tanggal 10

Desember 2014.

(19)

1. Keluarga Secara Kristen

Dasar Alkitab

Kebahagiaan dan Kebersamaan

2. Seksualitas dari Prespektif Kristen (Alkitabiah)

Saling mengenal masing-masing bukan coitus semata

3. Tanggung Jawab: Sebagai Suami-Istri dan Orang Tua

4. Tujuan Pernikahan Kristen

Biologis

Sosial

Psikologis

Imaniah

5. Keluarga dan Reproduksi

 Alat-alat vital organisme (biologis): fungsi dan

penggunaan

 Persiapan kehamilan, kehamilan, persalinan, pasca

persalinan

6. Keluarga Sebagai Sebuah Sistem

Manajemen Keluarga

Kemampuan Komunikasi

7. Keluarga Ditinjau dari Prespektif Hukum

Hukum positif yang mengatur pernikahan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

8. Persiapan Ritual

 Perlu melibatkan orang tua dan saksi, penjelasan liturgi

dan perenungan

Delapan materi tersebut merupakan hasil dari pengembangan modul pendidikan pranikah dari sinode dengan mempertimbangkan konteks jemaat

Silo secara khusus.25 Dengan demikian diharapkan bahwa materi pendidikan

pranikah dari jemaat Silo menyentuh berbagai aspek kehidupan yang dibutuhkan bagi calon pasangan suami-istri. Konten dari materi-materi tersebut bersifat holistik dan merangsang kesadaran calon pasangan suami-istri agar mampu bertahan dalam realitas yang baru, yaitu keluarganya sendiri.

25Wawancara dengan Pdt. H .P, S.TH (Ketua Majelis Jemaat Silo), pada tanggal 10

(20)

b) Dimana dan bagaimana? Kedua pertanyaan ini mengindikasikan pada metode yang dipakai dalam proses pendidikan pranikah. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung, ditemukan bahwa metode yang dipakai bersifat dialog antar pendeta jemaat dan calon pasangan suami-istri. Metode ini dianggap cukup untuk mencapai tujuan pendidikan pranikah sebagai pendidikan orang dewasa.

c) Kapan? Dalam konteks ini, pertanyaan tersebut mengindikasikan waktu yang digunakan dalam proses pendidikan pranikah pada Klasis Kota Ambon. Pelaksanaan pendidikan pranikah menurut panduan Sinode baiknya

dilaksanakan dalam satu bulan dengan delapan kali pertemuan.26 Berdasarkan

data di lapangan ditemukan bahwa satu dari tiga sampel jemaat yaitu jemaat Silo, telah melaksanakan enam sampai delapan kali pertemuan bagi jemaat-jemaatnya yang akan menikah. Pelaksanan waktu pertemuan yang cukup panjang ini, dilakukan dalam kurun waktu dua minggu sampai satu bulan

disesuaikan dengan waktu pengajar.27 Keputusan ini berlaku bagi siapapun

yang akan menikah, baik jemaat dari luar maupun bagi jemaat yang menikah akibat hamil di luar nikah. Ketentuan waktu tersebut tidak bisa diganggu gugat. Walaupun jemaat memaksa untuk mempercepat proses pendidikan pranikah namun pihak gereja tetap tegas agar menjalankan proses tersebut

sesuai ketentuan yang berlaku.28 Namun demikian, pengelolaan waktu

26Wawancara dengan Pdt. A. I-U, M.Si. (Sekertaris Lembaga Pembinaan Jemaat GPM),

tanggal 04 Febuari 2015.

27

Wawancara dengan Pdt. Ny. M. L, S.TH (Pendeta Jemaat Silo), tanggal 15 Januari 2015.

28Wawancara dengan Pdt. Ny. M. L, S.TH (Pendeta Jemaat Silo), pada tanggal 15 Januari

(21)

pertemuan masih mengikuti waktu yang ditentukan oleh pendidik secara pribadi. Hal ini terkadang menimbulkan kerugian jika waktu yang dimiliki pendidik tidak tersedia untuk melakukan tatap muka. “Kami merasa sedikit rugi karena tidak mendapatkan materi kesehatan karena dokter (pendidik) sedang sibuk dan tidak bisa melakukan persiapan,” ungkap Y.R. salah satu

jemaat yang mengikuti pendidikan pranikah di jemaat Silo.29

d) Siapa? Dalam konteks pendidikan pranikah, pertanyaan ini mengindikasikan sebuah tim pendidik yang kompeten dalam berbagai bidang yang berhubungan dengan kehidupan pernikahan dan keluarga. Tanggung jawab untuk memberikan pendidikan pranikah biasanya diberikan seutuhnya kepada pendeta jemaat. Namun, idealnya setiap pokok materi diberikan oleh para pakarnya. Hal ini juga yang disarankan secara tertulis dalam modul konseling pranikah yang dibuat oleh LPJ GPM seperti yang telah disebutkan di atas. Tujuannya jelas yaitu untuk menjembatani kompetensi pendeta-pendeta jemaat yang tidak menguasai semua kategori materi pranikah dengan baik. Berdasarkan data penelitian ditemukan bahwa satu dari tiga jemaat telah memiliki tim pendidik yang berkompeten dalam berbagai bidang, seperti teologi, kesehatan, hukum, ekonomi dan psikologi. Dengan demikian keluasan dan kedalaman materi yang diberikan kepada calon pasangan suami-istri dapat dikategorikan baik dan berkualitas karena berasal dari pengajar yang berkompeten.

29Hasil FGD (focus group discussion) dengan pasangan suami-istri yang pernah mengikuti

(22)

Dari pemaparan data-data di atas, peneliti menganalisis bahwa sebagian besar komponen dari pendidikan pranikah pada satu dari tiga jemaat di Klasis Kota Ambon telah memenuhi tujuan dari pendidikan itu sendiri. Kepuasan ini terindentifikasi dari materi, metode, waktu dan pendidik yang diuraikan sebagai berikut.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh para ahli mengenai materi-materi pendidikan pranikah, seperti Tjandraini Kristiani yang menyebutkan bahwa materi yang diberikan kepada calon pasangan suami-istri adalah pengetahuan mengenai pembagian peran sebagai suami dan istri, kemampuan komunikasi, kehidupan

seksual dan cara membina pernikahan;30 dan dalam prespektif Kristen menurut

buku Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga, materi yang diberikan dalam pernikahan meliputi ajaran gereja tentang pernikahan, komunikasi keluarga, psikologi pria dan wanita, reproduksi manusia dan pengaturannya, keluarga berencana alamiah serta ekonomi rumah tangga kemudian dilengkapi dengan beberapa materi pertimbangan dari berbagai perkembangan yang terjadi di sekitar kehidupan pernikahan dan keluarga seperti persiapan teknis menghadapi perkawinan, gender dan permasalahannya, pendidikan nilai hakiki dalam keluarga, membina keharmonisan kehidupan seksualitas dan materi mengenai

kehamilan, persalinan, nifas serta perawatan bayi.31 Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa materi-materi yang disiapkan dalam pendidikan pranikah yang dilaksanakan oleh gereja baiknya meliputi berbagai aspek dalam kehidupan

30

Tjandraini Kristiani, Bimbingan Konseling Keluarga: Terapi Keluarga (Salatiga: Widya Sari Press, 2004), 41-45.

31Rangkuman dari Tim Pusat Pendampingan Keluarga “Brayat Minulyo”, Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga (Yogyakarta: Kanisius, 2006).

(23)

keluarga dan tidak hanya bersifat teologis semata sehingga ada keseimbangan antara kehidupan spiritual dan sosial mereka. Atau dengan kata lain materi-materi pranikah harus mampu mengakomodasi segala kebutuhan yang paling actual dari calon pasangan suami-istri. Hal ini mendukung keseimbangan yang telah terintegrasi dalam materi-materi pendidikan pranikah yang dikeluarkan oleh Sinode GPM, terlebih khusus dalam pengembangan materi pranikah di jemaat Silo.

Dengan materi-materi yang seimbang dan holisitik tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Gereja Protestan Maluku, khususnya Klasis Kota Ambon telah memberikan kontribusi bagi transformasi kehidupan jemaat-jemaatnya. Secara tidak langsung hal tersebut memberi jalan bagi terbukanya pemahaman jemaat untuk kembali kepada nilai-nilai penting sebuah keluarga seperti yang dijelaskan oleh Maurice Eminyan dan Marjorie Thompson. Eminyan menyebutkan bahwa keluarga Kristen sebaiknya memahami dengan benar ciri-cirinya sebagai bagian dari persekutan Kristen, yaitu pertama ia dibangun atas cinta yang tidak mementingkan diri sendiri dan sekaligus merupakan perwujudan dari cinta Allah. Seperti halnya keluarga itu sendiri merupakan gambar dan citra

Allah.32 Kedua, cinta yang ada di antara pasangan yang membentuk keluarga

Kristen adalah totalitas dan ketiga, ia bersifat indissolubilitas (tidak

terceraikan).33 Sedangkan Thompson menyebutkan bahwa suami dan istri atau

calon orang tua harus memahami dengan sungguh-sungguh fungsi keluarga sebagai pusat pembentukan spiritual. Keluarga Kristen merupakan konteks awal

32Maurice Eminyan Sj, Teologi Keluarga (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 28. 33Eminyan, Teologi Keluarga, 34-36.

(24)

dan paling alami bagi pembentukan spiritual pada anggota keluarganya,

khususnya bagi anak-anak.34 Spiritual di sini mengandung pengertian sebagai

energi kehidupan yang meliputi perasaan, pikiran dan proses yang timbul dari pencarian terhadap “yang sakral” yang dirasakan dan dilakukan oleh seorang

individu.35 Dengan demikian maka kontribusi materi-materi pendidikan pranikah

di atas ialah memberikan pemahaman dan kesadaran bagi pasangan suami-istri untuk menjalani kehidupan pernikahan dengan memahami hubungan mereka sebagai bagian dari gambar dan citra Allah. Selain itu, juga memberikan pemahaman dan membangun kesadaran pasangan suami-istri agar menjalani peran sebagai orang tua yang mampu membentuk kehidupan keluarga sebagai pusat pembentukan spiritual sehingga dapat mencegah degradasi moral anak-anak mereka di masa depan.

Di samping materi-materi yang holistik, pendidikan ini juga didukung oleh elemen-elemen penting, salah satunya adalah pendidik yang mengakomodasi metode dan waktu yang sesuai dengan konsep pendidikan pranikah sebagai pendidikan orang dewasa (POD). Disebutkan sebelumnya bahwa POD hanya menjadi efektif (menghasilkan perubahan perilaku), apabila isi dan cara pendidikannya sesuai dengan kebutuhan yang dirasakannya. Dengan mengetahui kebutuhan kelompok orang dewasa yang menjadi peserta suatu kegiatan pendidikan, maka dapat dengan tepat ditentukan suasana belajar yang harus diciptakan, isi pelajaran yang hendak disampaikan dan metode atau gabungan

34Marjorie J. Thompson, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan: Sebuah Visi Tentang Peranan Keluarga dalam Pembentukan Rohani (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 16.

35Jame Bryan L Batara, “Overlap of Religiousity and Spirituality Among Filipinos and Its

Implications Towards Religious Prosociality,” International Journal of Research Studies in

(25)

metode apa saja yang mau dipergunakan.36 Secara nyata, teori ini mendukung keberhasilan penyelenggaraan pendidikan pranikah di salah satu sampel penelitian yang disebutkan di atas. Jemaat Silo berhasil merumuskan materi yang sesuai dengan kebutuhan jemaatnya (kelompok orang dewasa) dalam konteks pendidikan pranikah, hal ini juga tidak terlepas dari tim pendidik yang berasal dari berbagai latar belakang sehingga penentuan isi materi, metode dan waktu yang digunakan menjadi lebih maksimal dan matang.

Kematangan perencanaan dan penyelenggaraan program pendidikan pranikah tersebut mendekatkan jemaat Silo kepada tujuan terdekat Pendidikan Agama Kristen (PAK). Groome menyatakan bahwa dalam tujuan utama menyatakan Kerajaan Allah, pendidikan agama Kristen memiliki dua tujuan terdekat

(immediate purpose), yakni iman Kristen dan kebebasan manusia.37 Artinya iman

Kristen yang hidup sebagai respon terhadap Kerajaan Allah memiliki konsekuensi terhadap kebebasan manusia. Kebebasan itu sendiri mencakup seluruh nilai-nilai seperti keadilan, kedamaian, rekonsiliasi, sukacita, harapan dan lainnya. Berkaitan dengan tujuan tersebut, pendidikan pranikah yang maksimal dalam segi materi, metode, media dan pendidiknya mampu memberikan rangsangan untuk membangun kesadaran tentang realitas kehidupan spiritual dan sosial kepada calon pasangan suami-istri sebagai individu, pasangan, bahkan sebagai orang tua dan bagian dari masyarkat. Dari analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

36

Lunandi, Pendidikan Orang Dewasa-Sebuah Uraian Praktis untuk Pembimbing, Penatar,

Pelatih dan Penyuluh Lapangan (Jakarta: Gramedia, 1989), 1.

37Thomas H. Groome, Christian Religious Education – Pendidikan Agama Kristen: Berbagi Cerita dan Visi Kita (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011),121.

(26)

pendidikan pranikah merupakan salah satu media penting untuk mengintegrasikan nilai-nilai kekristenan serta mentransformasi kehidupan pasangan suami-istri.

Dihadapkan dengan tujuan tersebut, penyelenggaraan pendidikan pranikah dengan model yang baru ini pun masih memiliki kekurangan. Salah satu faktor penghambatnya adalah tidak ada jadwal yang pasti dan terstruktur dalam proses tersebut. Sebelumnya telah disebutkan bahwa waktu pertemuan antara calon pasangan suami-istri dengan pendidik disesuaikan dengan jadwal pendidik itu sendiri. Hal ini akan merugikan pihak calon pasangan suami-istri ketika pendidik tidak memiliki waktu untuk tatap muka karena tugas di tempat lain. Oleh sebab itu, ada baiknya jika gereja mampu meningkatkan manajemen tenaga pengajar dengan lebih baik lagi.

3.3.2.2. Jemaat yang Belum Menyelenggarakan Pendidikan Pranikah Berdasarkan Modul Sinode GPM

Dibandingkan dengan data dari jemaat yang telah melaksanakan pendidikan pranikah berdasarkan pengembanan modul pranikah dari Sinode, jemaat-jemaat yang masih menerapkan proses pendidikan pranikah yang lama tersebar di sebagian besar wilayah pelayanan Klasis Kota Ambon. Data menunjukan bahwa kdua dari tiga jemaat belum maksimal atau tidak sama sekali memberdayakan modul pranikah dari Sinode. Temuan lapangan ini, juga akan diuraikan dalam kerangka berpikir Groome sebagai berikut.

(27)

a) Apa dan mengapa? Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dua dari tiga jemaat menyelenggarakan pembinaan pranikah dengan materi yang sangat minim. Materi-materi tersebut dinilai kurang jika dibandingkan dengan panduan materi dari Sinode GPM. Materi yang diberikan antara lain: Dasar-dasar pernikahan Kristen, persyaratan hidup berkeluarga dan dalam kasus tertentu seperti pernikahan setelah hamil di luar nikah akan diberikan pembinaan tentang kesehatan ibu

hamil dan persalinan.38

b) Dimana dan bagaimana? Rata-rata penyelenggaraan pendidikan pranikah dilakukan di gedung gereja dengan menggunakan metode diskusi. Namun berdasarkan pengamatan, diskusi tersebut hanya berlangsung searah. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh hubungan yang terbangun antara pendidik dengan calon pasangan suami-istri yang berlangsung singkat.

c) Kapan? Dari hasil penelitian dua dari tiga jemaat belum memenuhi kuota waktu yang ditentukan dalam modul pranikah yang dibuat oleh Sinode. Latar belakang di balik situasi ini beragam. Menurut salah satu Ketua Majelis Jemaat (KMJ) di Klasis Kota Ambon terdapat tiga

latar belakang dari masalah tersebut:39 Pertama, pendidikan pranikah

yang dilaksanakan dengan jangka waktu yang lama dinilai tidak terlalu bermanfaat dilandasi pemahaman bahwa sejak dulu tanpa

38

Wawancara dengan Pdt. H. P, S.TH. (Ketua Majelis Jemaat Imanuel), pada tanggal 14 Januari 2015.

39Wawancara dengan Pdt. D. T, S.TH. (Ketua Majelis Jemaat Bethel), pada tanggal 23

(28)

proses persiapan yang panjang sebuah pernikahan masih tetap berjalan dan bertahan. Kedua, pelaksananan pendidikan pranikah dengan waktu yang panjang tidak memungkinkan untuk diterapkan pada jemaat yang bekerja atau sedang belajar di luar daerah dan hanya pulang sebentar untuk melaksanakan pernikahan di Ambon. Ketiga, pelaksanaan pendidikan pranikah yang menuntut kualitas pengajar yang berasal dari latar belakang pendidikan seperti hukum, ekonomi, kesehatan dan psikologi tidak bisa dicapai karena tidak meratanya SDM di setiap jemaat.

d) Siapa? Telah dikemukakan sebelumnya bahwa idealnya setiap pokok materi diajar oleh orang-orang yang berkompetensi di bidangnya. Namun, dalam penyelenggaraannya di jemaat, konsep yang ideal ini tidak sepenuhnya dapat berjalan dengan baik dan lancar. Dua dari tiga jemaat masih menyerahkan seluruh proses kepada pendeta jemaat. Berdasarkan data-data di atas maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar jemaat di Klasis Kota Ambon masih menerapkan metode pendidikan pranikah yang tidak maksimal. Faktor-faktor penghambatnya adalah antara lain: pertama, pemahaman tentang pendidikan pranikah yang dilaksanakan dengan jangka waktu yang lama dinilai tidak terlalu bermanfaat. Pemikiran ini dilandasi oleh pemahaman bahwa sejak dulu tanpa proses persiapan yang panjang, sebuah pernikahan masih tetap berjalan dan bertahan. Kedua, pelaksanan pendidikan pranikah yang maksimal terhambat oleh penggunaan waktu yang terlalu panjang. Pelaksananan pendidikan pranikah dengan waktu yang panjang tidak

(29)

memungkinkan untuk diterapkan pada jemaat yang bekerja atau sedang belajar di luar daerah dan hanya pulang sebentar untuk melaksanakan pernikahan di Ambon. Ketiga, pelaksanaan pendidikan pranikah yang menuntut kualitas pengajar yang berasal dari latar belakang pendidikan seperti hukum, ekonomi, kesehatan dan psikologi tidak bisa dicapai karena tidak meratanya SDM di setiap jemaat.

Jika dianalisis lebih lanjut maka jemaat-jemaat Klasis Kota Ambon yang belum menerapkan materi pendidikan secara holistik dikategorikan belum memenuhi tujuan pendidikan pranikah. Tujuan pendidikan pranikah tersebut meliputi dua hal utama yaitu: pertama, memberikan pegangan bagi calon pasangan suami-istri untuk mengambil tindakan dan mengatur hidupnya sendiri menurut azas dan moral Kristiani serta menanamkan benih panggilan Kristiani; kedua, bertujuan melengkapi kebutuhan pasangan suami-istri dalam pengetahuan teologi, psikologi, moral, seksualitas, kesehatan ekonomi, paham gender dan

pengetahuan lainnya yang berkaitan erat dengan hidup berkeluarga.40 Dengan

demikian, maka implikasi dari tidak tercapainya tujuan pendidikan pranikah tersebut secara otomatis akan mempengaruhi usaha gereja untuk membentuk keluarga-keluarga Kristen yang cerdas dan sehat secara spiritual, sosial, ekonomi dan psikis. Oleh sebab itu, maka isi dari materi-materi pendidikan pranikah di jemaat-jemaat Klasis Kota perlu mendapat perhatian besar dari pihak penyelenggara, paling tidak disesuaikan menurut pedoman yang telah diberikan oleh Sinode GPM.

40Tim Pusat Pendampingan Keluarga Brayat Minulyo, Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 14.

(30)

Berdampingan dengan hal tersebut, minimnya waktu pelaksanan juga berhubungan dengan kurangnya materi yang diberikan kepada calon pasangan suami-istri pada proses pendidikan pranikah. Salah satu faktor tidak terlaksananya pendidikan pranikah sesuai waktu yang ditentukan oleh Sinode GPM diakibatkan oleh kurangnya pemahaman para pendeta jemaat mengenai hal tersebut. Para pendeta terjebak dalam romantisme masa lalu sehingga membandingkan kebutuhan jemaatnya pada masa kini dengan pengalaman masa lampau yang kenyataannya telah jauh berbeda. Faktor ini dilandasai keyakinan semu yaitu kesuksesan masa lampau di mana keluarga-keluarga dapat berdiri lama tanpa proses pendidikan pranikah yang lama.

Menurut peneliti, hal ini merupakan sebuah kelalaian di mana para pemimpin gereja seharusnya lebih dinamis menyikapi perkembangan zaman dan terus

meng-update pengetahuan demi memperkaya nilai pelayanan mereka juga

mentransformasi jemaat-jemaatnya kepada kehidupan yang membebaskan. Kelalaian ini tergambar sebagai usaha menggiring jemaat masuk ke dalam lautan luas yang sedang bergelora tanpa dibekali cara berenang, membuat perahu, atau bahkan tanpa pelampung sekalipun. Masalah ini sangat memperihatinkan. Konteks keluarga masa lalu tidak sama dengan konteks masa kini, dimana keluarga-keluarga muda diperhadapkan dengan pesatnya perkembangan informasi dan teknologi yang berimplikasi kepada masalah antarpersonal maupun intrapersonal anggota keluarga. Hal yang serupa juga disebutkan dalam sub bab 3.2.3 mengenai keadaan sosial dan budaya jemaat di Klasis Kota Ambon. Fakta membuktikan bahwa masalah-masalah pada jemaat-jemaat di wilayah perkotaan

(31)

jauh lebih kompleks dari masalah-masalah yang terjadi pada jemaat-jemaat

terpencil.41 Oleh sebab itu, untuk menyikapi masalah tersebut, maka para

pemimpin jemaat sebagai komponen kunci suksesnya penyelenggaraan pendidikan pranikah perlu diberikan pembinaan atau penguatan kapasitas sebagai pelayan sehingga maksimal melayani jemaatnya. Selain itu, usaha untuk mensosialisasikan model pendidikan pranikah yang baru sesuai modul yang diturunkan oleh Sinode kepada jemaat juga harus diperhatikan oleh gereja. Gereja perlu memberdayakan semua sumber sosialisasi dan edukasi seperti perkunjungan jemaat, sosialisasi mimbar, maupun melalui media cetak dan elektronik yang dimiliki oleh gereja. Pentingnya materi-materi yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan pasangan suami-istri masa kini adalah daya tarik utama dari kegiatan ini. Jangan sampai hal tersebut tidak tersampaikan dengan baik kepada jemaat sehingga pemahaman jemaat tentang kegiatan ini hanya tentang waktu pelaksanaan yang lebih lama dari model sebelumnya.

Di samping masalah materi dan waktu, faktor pendidik juga menjadi sumber masalah. Berdasarkan data proses pendidikan pranikah di Klasis Kota Ambon, rata-rata masih dikuasai oleh pendeta jemaat. Hal ini sebenarnya tidak aneh mengingat bahwa materi-materi yang diberikan pada prosesnya hanya bersifat teologis dalam kurun waktu satu sampai dua jam saja. Oleh sebab itu, faktor pendidik ini pun juga berhubungan dengan materi dan waktu yang telah disebutkan di atas. Di lain sisi, kurangnya keterlibatan pendidik dengan kompetensi pendidikan selain teologi juga dipengaruhi faktor yang telah

(32)

disebutkan di atas, bahwa pelaksanaan pendidikan pranikah yang menuntut kualitas pengajar yang berasal dari latar belakang pendidikan seperti hukum, ekonomi, kesehatan dan psikologi tidak bisa dicapai karena tidak meratanya

sumber daya manusia (SDM) di setiap jemaat.42 Hal yang sama juga diungkapkan

dalam dokumen Klasis Kota Ambon yaitu harus diakui bahwa persebaran sumber daya manusia pada jemaat-jemaat di Klasis Kota Ambon belum dikelola secara

profesional dan merata untuk kepentingan pelayanan di jemaat-jemaat.43

Menurut peneliti, permasalahan pendidik sebagai salah satu komponen kunci suksesnya proses pendidikan pranikah perlu diperhatikan oleh jemaat-jemaat Klasis Kota Ambon yang berkomitmen untuk melayani jemaatnya dengan lebih total. Permasalahan ini secara tidak langsung berada pada posisi untuk mempertanyakan manajemen gereja yang pada umumnya merekrut para pekerjanya berdasarkan suka rela saja. Tentu saja, tidak meratanya SDM yang kompeten pada semua jemaat, menuntut gereja untuk mengevaluasi dan memperbaiki kinerja demi membentuk tim yang ideal demi tercapainya tujuan pendidikan pranikah. Salah satunya dengan mempertimbangkan memberikan upah kerja sesuai kemampuan ekonomi jemaat kepada tim yang bersangkutan.

Berdasarkan analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa Klasis Kota Ambon walaupun berada pada pusat perkembangan ekonomi, pendidikan, budaya dan informasi namun SDM yang kompeten untuk dijadikan pendidik pranikah pada tiap-tiap jemaat belum merata. Oleh sebab itu, menurut peneliti demi tercapainya tim yang ideal bagi pendidikan pranikah maka jemaat-jemaat Klasis

42Wawancara dengan Pdt. D. T, S.TH. (Ketua Majelis Jemaat Bethel), pada tanggal 23

Desember 2014.

(33)

Kota Ambon perlu mempertimbangkan agar perekrutan SDM yang kompeten tersebut tidak hanya dengan suka rela. Mengingat pentingnya topik ini, maka direkomendasikan agar masalah ini dapat diteliti lebih dalam lagi demi membangun model manajemen pendidikan pranikah yang lebih baik.

Rangkuman:

Berdasarkan data penelitian dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan pranikah di Klasis Kota Ambon masih belum merata. Walaupun Sinode GPM telah mengeluarkan modul untuk mendukung proses pendidikan pranikah bagi jemaat namun implementasi modul tersebut masih belum maksimal. Data menunjukan bahwa sejak modul tersebut dibuat yaitu tahun 2012 hingga tahun 2014, penyelenggaraan pendidikan pranikah yang benar dan baik hanya terealisasi pada satu dari tiga sampel jemaat.

Hasil analisis menunjukan bahwa ketimpangan tersebut disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

1. Kurangnya pemahaman pendeta jemaat dan anggota jemaatnya sendiri tentang pentingnya pendidikan pranikah.

2. Penggunaan waktu yang terlalu panjang juga menjadi salah satu pertimbangan bagi pasangan yang akan menikah maupun pendeta jemaat. Salah satu alasannya adalah karena pemahaman tentang pendidikan pranikah yang dilaksanakan dengan jangka waktu yang lama dinilai tidak terlalu bermanfaat. Pemikiran ini dilandasi oleh pemahaman bahwa sejak

(34)

dulu tanpa proses persiapan yang panjang sebuah pernikahan masih tetap berjalan dan bertahan. Padahal inti dari pendidikan pranikah itu sendiri yaitu materi-materi yang berkualitas dan relevan tidak tersosialisasi dengan baik sehingga direspon dengan tidak antusias oleh jemaat.

3. Pelaksanaan pendidikan pranikah yang baik membutuhkan tim pengajar yang berkompeten dalam berbagai bidang. Namun, di Klasis Kota Ambon sendiri tenaga pendidik dengan kualifikasi tersebut belum merata di setiap jemaat.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan pranikah di Klasis Kota Ambon masih belum maksimal. Pembentukan pemahaman tentang pentingnya program ini bagi pendeta-pendeta jemaat sebagai Ketua Majelis Jemaat masih belum sempurna. Sehingga, masih banyak kelalaian yang dilakukan dalam rangka mengimplementasikan modul pendidikan pranikah yang dibuat oleh Sinode. Oleh sebab itu, hal ini juga berdampak bagi tugas dan tanggung jawab gereja untuk menjawab panggilannya memfasilitasi anggota jemaat demi menciptakan Kerajaan Allah melalui kehidupan keluarga mereka, serta berfungsi sebagai pusat pembentukan spiritual dan mencegah timbulnya perceraian, perselingkuhan maupun kerusakan karakter anak-anak.

Gambar

Tabel 3.1 Data Keadaan dan Sektor Pelayanan Jemaat-Jemaat Klasis  Kota Ambon – GPM
Gambar 3.1 Peta Kota Ambon (Sumber: www.websitesrcg.com) 3    Menyangkut  letak  geografis  Klasis  Kota  Ambon,  maka  perlu  dikemukakan  beberapa karakteristik yang menonjol dalam jemaat-jemaat di lingkup Klasis Kota  Ambon

Referensi

Dokumen terkait

Apabila guru atau dosen sudah berhasil merumuskan masalah apa yang sebenarnya yang dapat dijadikan fokus dalam penelitian tindakan kelas, untuk menyakinkan guru atau dosen

Berdasarkan wawancara dengan guru matematika kelas X SMAN 16 Padang, diperoleh informasi bahwa penyebab hasil belajar siswa masih rendah karena siswa kurang siap

Harga pokok produksi dihitung berdasarkan kebijakan manajemen perusahaan, sehingga ada beberapa biaya yang penggolongannya dan pengumpulannya kurang tepat. Beberapa biaya

Arterio-Venous Malformation (AVM) atau malformasi pada pembuluh darah arteri dan vena dengan banyak pirau yang saling berhubungan tanpa pembuluh darah kapiler

Peran serta sejarah dan warisan budaya di pameran internasional atau regional • yang diselenggarakan oleh pihak otoritas yang bertanggung jawab pada bidang sejarah

Yophy chairul (2015) dalam penelitiannya menguji pengaruh Current Ratio, Debt To Equity Ratio dan Return On Asset Terhadap Dividend Payout Ratio Studi Pada Perusahaan

Dari hasil analisis contoh kalimat efektif yang ketiga, terdapat perbaikan aturan word graph dari aturan yang pertama yaitu jika sebelum kata sifat adalah kata benda, maka

Oleh karena itu penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui materi yang dianggap sulit bagi siswa kelas X dan pembelajaran yang dapat membantu siswa meningkatkan