• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penduduk merupakan suatu hal yang penting karena merupakan modal dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Sukirno (2006) mengatakan penduduk dapat menjadi faktor pendorong maupun penghambat pembangunan. Peubah ini dipandang sebagai faktor pendorong pertambahan jumlah tenaga kerja dari masa ke masa. Selanjutnya, pertambahan penduduk dan pemberian pendidikan kepada mereka sebelum menjadi tenaga kerja, membuat masyarakat memperoleh tenaga ahli, terampil, terdidik, dan juga enterpreneur yang berpendidikan. Selain itu, perkembangan penduduk juga merupakan perluasan pasar. Luas pasar barang-barang dan jasa ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk. Dengan demikian, apabila penduduk bertambah dengan sendirinya luas pasar akan bertambah pula. Karena perannya ini, maka perkembangan penduduk akan merupakan pendorong bagi sektor produksi untuk meningkatkan kegiatannya. Dan akhirnya, pertambahan penduduk dapat menciptakan dorongan untuk mengembangkan teknologi.

Pertambahan penduduk, di sisi lain dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Pertambahan penduduk menghambat ketika produktivitas sangat rendah sementara terdapat banyak pengangguran. Dengan adanya kedua keadaan ini, pertambahan penduduk tidak akan menaikkan produktivitas secara signifikan namun justru dapat menurunkan pendapatan perkapita. Keadaan bertambah buruk saat jumlah penduduk sudah sangat berlebihan. Pertambahan penduduk menimbulkan implikasi yang tidak mendukung terhadap tingkat tabungan, penanaman modal, pembagian pendapatan, migrasi penduduk, kemampuan mengekspor dan beberapa faktor lain yang mempengaruhi laju pertumbuhan.Dengan demikian perlunya pengelolaan yang tepat dalam menyikapi pertambahan penduduk. Sehingga pertambahan penduduk menjadi modal dalam pembangunan dan bukan menjadi beban atau permasalahan yang justru merugikan

(2)

Pengelolaan penduduk yang ekstra hati-hati harus diterapkan di Jawa Barat dikarenakan laju pertumbuhan penduduk yang pesat dapat menimbulkan social costseperti pengangguran, kemiskinan dan kriminalitas. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi terpadat di Indonesia. Letaknya yang startegis dan dekat dengan Ibu Kota Jakarta membuat Jawa Barat memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak dibandingkan dengan provinsi lain (Gambar 1.1)

Gambar 1.1 Perbandingan Jumlah Penduduk di Pulau JawaTahun 2005-2009 Sumber: BPS (2010)

Gambar 1.1 menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Provinsi Jawa barat selalu lebih banyak dibandingkan dengan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.Terdapat lebih dari 40 juta jiwa penduduk yang tinggal di Jawa Barat.Selain itu, laju pertumbuhan penduduk di Jawa Barat juga sangat pesat.Pada tahun 2009, laju pertumbuhan penduduk di Jawa Barat mencapai 1,68 persen jauh lebih tinggi dari pada Jawa Tengah yang hanya sebesar 0,57 persen dan Jawa Timur sebesar 0,83 persen (Gambar 1.2).

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 2005 2006 2007 2008 2009 Ju m lah p en du du k (Ju ta) Tahun Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur

(3)

Gambar 1.2 Laju Pertumbuhan Penduduk di Pulau Jawa Tahun 2005- 2009 Sumber: BPS (2010)

Kepadatan penduduk di Provinsi Jawa Barat juga lebih tinggi dari pada di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.Pada tahun 2009, kepadatan penduduk di Provinsi Jawa Barat sebesar 1.124 orang/km2 lebih tinggi dari kepadatan penduduk di Provinsi Jawa Tengah (1.002 orang/km2) dan Provinsi Jawa Timur (798 orang/km2). Keadaan ini dapat digambarkan pada Gambar 1.3 sebagai berikut:

Gambar 1.3 Kepadatan Penduduk Pulau Jawa Tahun 2005-2009 Sumber: BPS (2010) 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2 2005 2006 2007 2008 2009 Laj u Pe rt um bu han P en du du k (% ) Tahun Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 2005 2006 2007 2008 2009 Rat a-rat a Ke pad at an p en du du k (O ran g/ km 2) Tahun Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur

(4)

Paparan diatas menunjukkan bahwa Jawa Barat memiliki modal manusia yang potensial untuk dikembangkan.Modal manusia ini kemudian haruslah diolah hingga menjadi modal manusia yang berkualitas sehingga modal manusia dapat menjadi faktor pendukung pembangunan di provinsi Jawa Barat.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan indikator kualitas pembangunan manusia melalui Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang pencapaiannya tergantung pada derajat kesehatan, pendidikan dan daya beli masyarakat. Indeks ini dikembangkan oleh ekonom Pakistan bernama Mahbub ul Haq pada tahun 1990 dan digunakan oleh United Development Program (UNDP) pada laporan tahunannya sejak tahun 1993.

UNDP memasukkan pembangunan manusia sebagai komponen utama dalam pembangunan ekonomi.Pembangunan manusia (human development) dirumuskan sebagai perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging the choice ofpeople), yang dapat dilihat sebagai proses upaya ke arah “perluasan pilihan” dan sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut. Di antara berbagai pilihan tersebut, pilihan yang terpenting adalah untuk berumur panjang dan sehat, untuk berilmu pengetahuan dan untuk mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup secara layak. Di antara pilihan lain yang tak kalah pentingnya adalah kebebasan politik, jaminan atas hak asasi manusia dan harga diri. Dengan demikian, pembangunan manusia tidak hanya memperhatikan peningkatan kemampuan manusia, seperti meningkatkan kesehatan dan pendidikan. Pembangunan manusia juga mementingkan apa yang bisa dilakukan oleh manusia dengan kemampuan yang dimilikinya, untuk menikmati kehidupan, melakukan kegiatan produktif, atau ikut serta dalam berbagai kegiatan budaya, dan sosial politik. Pembangunan manusia harus menyeimbangkan berbagai aspek tersebut.

Jawa Barat masih harus meningkatkan IPM-nya dalam konsep pembangunan manusia. Pada tahun 2009, Jawa Barat menempati urutan 15 dari 33 provinsi, dengan angka IPM 71,64. Berikut dapat dilihat Peringkat IPM tahun 2009 untuk tiap-tiap provinsi di Indonesia pada Tabel 1.1.

(5)

Tabel 1.1 IPM 33 Provinsi di Indonesia

Provinsi IPMTahun 2009Ranking Provinsi IPMTahun 2009Ranking

DKI Jakarta 77,36 1 Jawa Timur 71,06 18

Sulawesi Utara 75,68 2 Maluku 70,96 19

Riau 75,6 3 SulawesiSelatan 70,94 20

Yogyakarta 75,23 4 Lampung 70,93 21

Kalimantan Timur 75,11 5 SulawesiTengah 70,7 22

Kepulauan Riau 74,54 6 Banten 70,06 23

Kalimantan Tengah 74,36 7 Gorontalo 69,79 24

Sumatera Utara 73,8 8 SulawesiTenggara 69,52 25

Sumatera Barat 73,44 9 KalimantanSelatan 69,3 26

Sumatera Selatan 72,61 10 Sulawesi Barat 69,18 27

Bangka Belitung 72,55 11 KalimantanBarat 68,79 28

Bengkulu 72,55 12 Maluku Utara 68,63 29

Jambi 72,45 13 Irian Jaya Barat 68,58 30

Jawa Tengah 72,1 14 Nusa TenggaraTimur 66,6 31

Jawa Barat 71,64 15 Nusa TenggaraBarat 64,66 32

Bali 71,52 16 Papua 64,53 33

Nanggroe Aceh

Darussalam 71,31 17 Indonesia(BPS) 71,76

Sumber: BPS (2010)

Makin tinggi nilai IPM berarti makin baik kondisi sumber daya manusia di suatu daerah.Dari Tabel 1.1 terlihat bahwa IPM Jawa Barat masih jauh tertinggal dari IPM DKI Jakarta. Padahal sebagai Provinsi penopang ibu kota Jakarta, kualitas sumber daya manusia di Provinsi Jawa Barat perlu diperhatikan karena dapat menjadi potensi pembangunan daerah dan juga menopang pembangunan Ibu Kota Jakarta. Bahkan pada jangka panjang akan memajukan pembangunan Indonesia.

Dampak pembangunan manusia mempunyai pengaruh yang besar dalam pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu dalam mengentaskan kemiskinan, nilai pembangunan manusia tidak boleh dikesampingkan. Dengan pembangunan manusia yang baik, pembangunan negara dapat tercapai dan derajatsosial bangsa akan meningkat sehingga mendorong pembangunan manusia yang berkualitas.

(6)

1.2 Perumusan Masalah

Pentingnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang telah dipaparkan diatas memberikan gambaran bahwa jumlah penduduk yang besar di Jawa Barat tidak bisa diabaikan. Diperlukan kebijakan pembangunan manusia yang tepat sehingga Jawa Barat dapat memaksimalkan potensi modal manusia dalam pembangunan era globalisasi.Pembangunan manusia dilakukan dengan berbagai kebijakan seperti dengan membangun pendidikan yang baik agar lulusan sekolah mempunyai kualitas yang baik. Selain itu juga dengan membangun fasilitas-fasilitas kesehatan dan meningkatkan daya beli masyarakat.

Penggunaan konsep IPMmembuat pembangunan manusia tak hanya terpusat pada besarnya penghasilan. Namun memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia: panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi) dan memiliki standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli/ PPP, penghasilan).

Indeks pembangunan manusia di Jawa Barat terus meningkat dari tahun ke tahun, namun nilai IPM di Jawa Barat belum dapat menembus nilai 80 dimana pada nilai tersebut, IPM dikategorikan tinggi. Pergerakan IPM Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 1.4. Pada gambar tersebut terlihat bahwa IPM Provinsi Jawa Barat konsisten meningkat, namun dengan besaran yang tidak terlalu besar. Pada Tahun 2009 IPM Provinsi Jawa Barat sebesar 71,64 naik dari tahun 2008 sebesar 0,52 poin.

Gambar 1.4 Pergerakan IPM Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2009 Sumber: Bappeda Jawa Barat(2010)

69,9 70,32 70,71 71,12 71,64 69,0 69,5 70,0 70,5 71,0 71,5 72,0 2005 2006 2007 2008 2009 IP M Tahun

(7)

Jawa Barat menetapkan target IPM mencapai 80 pada tahun 2025 dan menetapkan visi sebagai provinsi termaju di Indonesia. Dengan target tersebut Pemerintah Provinsi harus mendorong peningkatan kualitas di sektor pendidikan, kesehatan, dan perekonomian. Peningkatan di salah satu sektor tersebut dapat mendorong peningkatan IPM. Peningkatan dalam sektor tersebut meliputi akses masyarakat terhadap pendidikan yang mudah, yakni dari segi menjangkau dan mengenyam pendidikan. Akses terhadap kesehatan juga sangat menentukan peningkatan IPM. Keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana kesehatan di setiap Kabupaten/kota akan mendukung peningkatan IPM Jawa Barat. Selain itu, yang tidak bisa dilepaskan dari peningkatan IPM adalah daya beli masyarakat. Daya beli menandakan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dalam mengakses pendidikan dan kesehatan.

Perbedaan karakteristik tiap Kabupaten/Kota di Jawa Barat juga sangat mempengaruhi pemenuhan target tersebut. Provinsi Jawa Barat merupakan wilayah luas yang memiliki 26 kabupaten/ kota dengan angka IPM yang berbeda-beda (Gambar 1.5). Dengan demikian diperlukan penerapankebijakan yang berbeda untuk tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.Namun dengan adanya otonomi daerah yang dimulai tahun 1999, Pemerintah Provinsi hanya berperan sebagai pengawas dan Pemerintah Kabupaten/Kota lebih memiliki kewenangan dalam peningkatan kesejahteraan daerah masing-masing.

Gambar 1.5 memperlihatkan pergerakan nilai IPM untuk setiap kabupaten/kota di Jawa Barat untuk selang tahun 2007-2009. Terlihat bahwa IPM untuk daerah kota memiliki kecenderungan lebih tinggi daripada wilayah kabupaten. Daerah-daerah yang letaknya lebih dekat dengan Ibu Kota Jakarta juga memiliki perkembangan lebih cepat pada IPM daripada daerah-daerah yang letaknya lebih jauh dari Ibu Kota Jakarta. Bukan hanya letak daerah saja yang mempengaruhi perbedaan nilai IPM kabupaten/kota di Jawa Barat, faktor-faktor lain berupa geografis daerah, karakteristis budaya, dan kearifan lokal secara langsung maupun tidak sangat mempengaruhi IPM tiap kabupaten/kota yang selanjutnya sangat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam membuat kebijakan di daerah tersebut.

(8)

Gambar 1.5 Pergerakan IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2009

Sumber: Bappeda Jawa Barat (2010)

Kebijakan-kebijakan dalam rangka peningkatan IPM meliputi sektor pendidikan, sektor kesehatan dan sektor perekonomian. Pada sektor pendidikan, Provinsi Jawa Barat membuat misi meningkatkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia. Kualitas pendidikan di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat dari indikator pendidikan berupa angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah.

60,00 65,00 70,00 75,00 80,00 Kab. Bogor Kab. Sukabumi Kab. Cianjur Kab. Bandung Kab. Garut Kab. Tasikmalaya Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Purwakarta Kab. Karawang Kab. Bekasi Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar IPM Kab up at en /K ot a di jaw a Bar at 2009 2008 2007

(9)

Kedua indikator tersebut merupakan komponen penyusun IPM dalam sektor pendidikan.

Angka melek huruf di Provinsi Jawa Barat sudah tergolong tinggi. Terlihat dari Gambar 1.6 pada tahun 2009 angka melek huruf Provinsi Jawa Barat telah mencapai 95,98 persen. Meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 95,53 persen. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk provinsi Jawa Barat yang buta huruf masih ada sebesar 4,02 persen.

Gambar 1.6Persentase Angka Melek Huruf di Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2009

Sumber: Bappeda Jawa Barat (2010)

Pendidikan memang merupakan hal penting dalam membangun negara. Kesadaran inilah yang mendorong Pemerintah Pusat menetapkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 Bab IV pasal 6 ayat 1 mengenai hak dan kewajiban warga negara berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun mengikuti pendidikan dasar. Pada Pasal 11 ayat 2 dinyatakan bahwa Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negaraberusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. Dengan demikian, seharusnya sudah tidak ada lagi anak usia 7-15 tahun yang tidak bersekolah.

Rata-rata lama bersekolah juga menjadi indikator pendidikan dikarenakan rata-rata lama bersekolah dapat menjadi cerminan tingkat drop out murid.Gambar

94,6 94,91 95,32 95,53 95,98 93,5 94,0 94,5 95,0 95,5 96,0 96,5 2005 2006 2007 2008 2009 An gk a M el ek H ur uf (P er se n) Tahun

(10)

tahun 2009, rata-rata lama sekolah di Provinsi Jawa Barat mencapai 7,72 tahun. Angka ini tergolong masih rendah karena angka maksimal rata-rata lama sekolah yang ditetapkan oleh BPS adalah 15 tahun.

Gambar 1.7Rata-Rata Lama Sekolah di Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2009 Sumber: Bappeda Jawa Barat (2010)

Program wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintah pusat, harus mendorong pemerintah daerah menggiatkan pembangunan sarana prasarana pendidikan yang berkualitas.Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan merupakan kebijakan tepat untuk memperluas akses masyarakat terhadap pendidikan. Pembangunan sekolah akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan angka melek huruf dan peningkatan partisipasi bersekolah.Pada tahun 2009 jumlah SD dan SMP sebanyak 29.600 sekolah meningkat dari tahun 2008 yang sebesar 28.130 sekolah (Gambar 1.8).

Gambar 1.8 Jumlah SD dan SMP di Jawa Barat Tahun 2005-2009 Sumber: BPS (2010) 7,4 7,50 7,50 7,50 7,72 7,1 7,2 7,3 7,4 7,5 7,6 7,7 7,8 2005 2006 2007 2008 2009 Rat a-Rat a Lam a Se ko lah (T ah un ) Tahun 22,76 22,88 27,18 28,13 29,60 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 2005 2006 2007 2008 2009 Ju m lah se ko lah S D dan S M p (r ib u)

(11)

Sektor kesehatan juga menjadi fokus dalam peningkatan IPM di Jawa Barat. Tolak ukur kondisi kesehatan di Jawa Barat salah satunya bisa dilihat dari angka harapan hidupnya. Provinsi Jawa Barat memiliki angka harapan hidup sebesar 68 tahun pada tahun 2009. Dibandingkan dengan nilai maksimal IPM menurut UNDP sebesar 85 tahun, usia harapan hidup di Jawa Barat masih termasuk rendah. Namun tren meningkatnya usia harapan hidup tiap tahun di Provinsi Jawa Barat menandakan adanya perbaikan di sektor pendidikan di provinsi ini. (Gambar 1.9)

Gambar 1.9 Angka Harapan Hidup Jawa Barat Tahun 2005-2009 Sumber: BPS, 2010

Perbaikan sektor kesehatan juga terlihat dari jumlah sarana prasarana kesehatan yang meningkat di Jawa Barat. Pada tahun 2009, jumlah puskesmas di Jawa Barat sebanyak 3.337 Puskesmas yang terdiri dari puskesmas umum, puskesmas pembantu, dan puskesmas keliling (Gambar 1.10). Dengan meningkatnya jumlah puskesmas, akses masyarakat terhadap sarana kesehatan pun akan meningkat.

67,2 67,40 67,60 67,80 68,00 66,8 67,0 67,2 67,4 67,6 67,8 68,0 68,2 2005 2006 2007 2008 2009 An gk a Har ap an H id up (T ah un ) Tahun

(12)

Gambar 1.10 Jumlah Puskesmas di Jawa Barat Tahun 2005-2009 Sumber: BPS (2010)

Sektor perekonomian juga menjadi penentu peningkatan IPM. Dalam penghitungan IPM, komponen pengeluaran per kapita menjadi indikator. Pendapatan per kapita mencerminkan daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat akan menentukan akses masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup yang menyangkut kualitas hidup termasuk akses terhadap pendidikan dan kesehatan. Di Jawa Barat pengeluaran per kapita masyarakat adalah Rp 628.710,- pada tahun 2009 (Gambar 1.11). Jumlah ini masih dibawah standar maksimal yang ditetapkan oleh UNDP yakni sebesar Rp 732.720,-.

Gambar 1.11 Pengeluaran Per Kapita Jawa Barat Tahun 2005-2009 Sumber: BPS (2010) 2985 3031 3094 3230 3337 2800 2900 3000 3100 3200 3300 3400 2005 2006 2007 2008 2009 Ju m lah P us ke sm as 619,7 621,11 623,64 626,81 628,71 614,0 616,0 618,0 620,0 622,0 624,0 626,0 628,0 630,0 2005 2006 2007 2008 2009 Pe ng el uar an P er K ap ita (R ib u Rp ) Tahun

(13)

Berdasarkan paparan di atas, terdapat bebarapa permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di Jawa Barat

2. Bagaimana implikasi kebijakan peningkatan sumber daya manusia dengan realitas yang terjadi di provinsi Jawa Barat.

1.3 Tujuan Panelitian

Tujuan dari penelitian ini dapat dijabarkan menjadi dua poin sebagai berikut:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di Jawa Barat

2. Mengkaji implikasi kebijakan peningkatan sumber daya manusia dengan realitas yang terjadi di provinsi Jawa Barat

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan arahan dan sebagai dasar pertimbangan antara lain:

1. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam perumusan dan perencanaan kebijakan pembangunan daerah baik pembangunan ekonomi maupun pembangunan manusia.

2. Sebagai informasi dan studi pustaka kepada masyarakat, pemerintah, praktisi dan akademisi, khususnya tentang kajian pembangunan manusia di Jawa Barat.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup dan penelitian meliputi beberapa hal. Pertama, memberikan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia yang meliputi tiga aspek besar dalam penghitungan indeks pembangunan manusia yakni peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowladge), dan hidup layak (decent living). Adapun peluang hidup diukur dengan pendekatan kesehatan meliputi ketersediaan sarana kesehatan dan pelayan kesehatan. Sementara aspek pengetahuan diukur dengan pendekatan pendidikan yaitu ketersedian sekolah dasar dan menengah di

(14)

suatu wilayah. Sedangkan untuk aspek hidup layak memakai pendekatan variabel kemiskinan dan variabel PDRB per kapita. Selain ketiga aspek tersebut, dimasukkan juga sarana infrastruktur yang dapat menunjang perekonomian suatu wilayah. Dengan memasukkan sarana infrastruktur dengan pendekatan panjang jalan, diduga akan memberikan pengeruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat.

Penelitian ini hanya meneliti Provinsi Jawa Barat yang meliputi 25 Kabupaten Kota. Adapun Kabupaten Bandung Barat yang baru terbentuk tahun 2007 dan merupakan pemekaran dari Kabupaten Bandungtidak menjadi objek penelitian terkait dengan ketersedian data. Penelitian ini juga meneliti kebijakan-kebijakan yang diterapkan Provinsi Jawa Barat dalam kurun waktu tahun 2005-2009 dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Barat.

Gambar

Gambar 1.1 Perbandingan Jumlah Penduduk di Pulau JawaTahun 2005-2009 Sumber: BPS (2010)
Gambar 1.3 Kepadatan Penduduk Pulau Jawa Tahun 2005-2009 Sumber: BPS (2010)00,20,40,60,811,21,41,61,8220052006 2007 2008 2009
Tabel 1.1 IPM 33 Provinsi di Indonesia
Gambar 1.5 Pergerakan IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2009
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian didapatkan data kejadian insomnia sebelum dilakukan terapi musik keroncong terdapat semua lanjut usia berjumlah 14 responden (100%)

Pada inkubasi 72 jam jumlah bakteri lebih banyak (fase puncak) dibandingkan masa inkubasi yang lain sehingga produksi IAA yang dihasilkan paling tinggi, pada

Penyebab kecemasan pada keluarga pasien baru antara lain karena keluarga bingung, keluarga kurang mendapat penjelasan, ketakutan akan kematian, ketidakpastian

Kamus Mini Mufradat Alquran (KMMA) ini – insya Allâh – akan dapat memudahkan siapa saja yang ingin me- mahami Alquran, melalui uraian arti kata-kata (mufradât)

Beberapa objek pengamatan dan pengenalan Ekskursi Regional kali ini meliputi Formasi Ciletuh, Formasi Bayah, Formasi Rajamandala, Formasi Batuasih, Formasi Jampang, Formasi Cimandiri,

Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya melalui Bidang Permukiman berupaya untuk selalu mereview dan memperbaharui status dari Database infrastruktur,

YA Datuk Zaharah binti Ibrahim Hakim Mahkamah Persekutuan Mahkamah Persekutuan Malaysia Aras 5, Istana Kehakiman, Presint 3 62506 PUTRAJAYA.. Datuk Seri Othman bin

Fasilitas dan peralatan praktik klinik untuk kegiatan pelaksanaan bagi peserta didik praktik klinik di RSUD Kabupaten Sumedang disesuaikan dengan kebutuhan standar alat-alat